BAB I
PENDAHULUAN
Manifestasi klinik dari trombosis vena antara lain nyeri pada tungkai,
bengkak, Perubahan warna, distensi vena, penonjolan vena superfisial, dan
sianosis. Namun diagnosis DVT secara klinik tidak spesifik karena masing-
masing gejala diatas dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan nontrombotik.1,5
Bahkan pada beberapa kasus, DVT dapat terjadi tanpa gejala, hingga akhirnya
berkembang menjadi emboli paru dan menimbulkan kematian secara tiba-tiba.1.
Gejala klinik DVT yang tidak khas dan komplikasinya yang mengarah ada
kematian, bahkan dapat terjadi secara tiba-tiba membuat DVT menjadi kasus yang
menarik dan penting untuk dibahas, terutama untuk dapat mendiagnosa DVT
secara tepat.6.7
DVT dapat secara efektif diterapi dengan antikoagulan dan juga heparin
dengan berat molekul rendah, namun pemberian terapi tersebut meningkatkan
risiko terjadinya perdarahan masif.1,5 Penegakan diagnosa DVT secara objektif
harus dilakukan untuk menghindari risiko terjadinya hal tersebut. Tes objektif
yang dapat dipakai untuk mendeteksi DVT adalah penilaian D-Dimer, dan
imaging (seperti: ultrasonografi vena, venografi, CT scan, atau MRI).1,5 Bila
ditemukan faktor risiko terjadinya DVT pada suatu kasus yang asimptomatik,
terapi profilaksis dapat diberikan. Penggunaan profilaksis terhadap DVT jauh
lebih efektif untuk menekan angka kematian akibat DVT yang berkembang
menjadi emboli paru dibandingkan penatalaksanaan yang dilakukan setelah
diagnosa ditegakkan.1 Karena itulah penatalaksanaan DVT dan profilaksis DVT
juga menjadi hal yang menarik untuk dibahas pada referat ini.8
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trombosis vena adalah bekuan darah yang terbentuk di dalam vena, yang
sebagian besar tersusun atas fibrin dan sel darah merah dengan sebagian kecil
komponen leukosit dan trombosit.1,6,7,8 Trombosis vena paling banyak terjadi pada
vena dalam dari tungkai (deep vein thrombosis/DVT ), dan dapat menjadi emboli
paru.6
DVT pada tungkai umumnya terjadi pada pasien dengan stroke akut,
terutama pada pasien dengan hemiplegie yang immobile. Rata rata frekuensi
kejadian DVT tergantung pada jenis pencegahan DVT, waktu dan metode deteksi
DVT. 1,9
Deep vein thrombosis (DVT) merupakan pembentukan bekuan darah pada
lumen vena dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding
pembuluh darah dan jaringan vena (Wakefield, 2008). DVT disebabkan oleh
disfungsi endotel pembuluh darah, hiperkoagulabilitas dan gangguan aliran darah
vena (stasis) yang dikenal dengan trias virchow (JCS Guidelines, 2011; Bailey,
2009; Hirsh, 2002).8
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian VTE mendekati 1 per 1000 populasi setiap tahunnya.3,4,6
Pada satu pertiga kasus, bermanifestasi sebagai emboli paru, sedangkan dua
pertiga lainnya hanya sebatas DVT.1,3,4,6 Pada beberapa penelitian juga didapatkan
bahwa kejadian VTE meningkat sesuai umur, dengan angka kejadian 1 per 10.000
20.000 populasi pada umur dibawah 15 tahun, dan meningkat sesuai dengan
bertambahnya umur, hingga 1 per 1000 kasus pada usia diatas 80 tahun.3,4,6
4
Insidensi VTE pada ras Asia dan Hispanic dilaporkan lebih rendah dibandingkan
dengan ras Kaukasians, Afrika-Amerika, Latin, dan Asia Pasifik.4 Angka
insidensi yang lebih rendah ini masih belum dapat dijelaskan, namun diduga
berkaitan dengan rendahnya prevalensi faktor predisposisi genetik, seperti faktor
V Leiden.4 Tidak ada perbedaan insidensi antara pria dan wanita, walaupun
penggunaan kontrasepsi oral dan terapi sulih hormon post menopause merupakan
faktor resiko terjadinya VTE.4
Kehamilan
Obesitas
Kontrasepsi oral
Penyakit
myeloproliferatif
Polisitemia vera
Infark miokard
Varises
6
3. Infark miokard10
7
3. Stasis Vena2
Aliran darah pada vena cenderung lambat, bahkan dapat terjadi
stasis terutama pada daerah-daerah yang mengalami imobilisasi dalam
waktu yang cukup lama. Hal ini dapat menimbulkan gangguan mekanisme
pembersih terhadap aktifitas faktor pembekuan darah sehingga
memudahkan terbentuknya trombin. 2,3
Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis. Trombosis
vena di daerah betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bisa menjalar
ke bagian medial dan anterior paha.
Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku
dan intensitasnya mulai dari yang enteng sampai hebat. Nyeri akan berkurang
kalau penderita istirahat di tempat tidur, terutama posisi tungkai ditinggikan.
1. Pembengkakan
Timbulnya edema disebabkan oleh sumbatan vena di bagian proksimal dan
peradangan jaringan perivaskuler. Apabila pembengkakan ditimbulkan oleh
sumbatan maka lokasi bengkak adalah di bawah sumbatan dan tidak nyeri,
sedangkan apabila disebabkan oleh peradangan perivaskuler maka bengkak
timbul pada daerah trombosis dan biasanya di sertai nyeri. Pembengkakan
bertambah kalau penderita berjalan dan akan berkurang kalau istirahat di
tempat tidur dengan posisi kaki agak ditinggikan.
2. Perubahan warna kulit
Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada
trombosis vena dalam dibandingkan trombosis arteri. Pada trombosis vena
perubahan warna kulit di temukan hanya 17%-20% kasus. Perubahan warna
kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang berwarna ungu.
3. Sindroma post-trombosis.
Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan tekanan vena
sebagai konsekuensi dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena
besar. Keadaan ini mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding
vena dalam di daerah betis sehingga terjadi imkompeten katup vena dan
perforasi vena dalam.
Semua keadaan di atas akan mengkibatkan aliran darah vena dalam
membalik ke daerah superfisilalis apabila otot berkontraksi, sehingga
terjadi edema, kerusakan jaringan subkutan, pada keadaan berat bisa
terjadi ulkus pada daerah vena yang di kenai.2,3
Manifestasi klinis sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri
pada daerah betis yang timbul / bertambah waktu penderitanya berkuat
14
2.7.2. Laboratorium
Pemeriksan laboratorium didapatkan peningkatan kadar D-dimer dan
penurunan Antihrombin (AT). D-dimer adalah produk degradasi fibrin.
Konsentrasi D-dimer dibawah level tertentu atau bahkan negatif mengindikasikan
tidak adanya trombosis.6 Pemeriksaan D-dimer dapat dilakukan dengan ELISA
ataupun dengan latex agglutination assay. Hasil negatif dari pemeriksaan ini
sangat berguna untuk eksklusi DVT, sedangkan nilai positif, walaupun dapat
menandakan adanya trombosis, namun tidak spesifik untuk DVT.6
2.7.3. Radiologi
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan yang penting untuk
mendiagnosis DVT. Ada 3 jenis pemeriksaan yang akurat, yang dapat
menegakkan diagnosis trombosis vena dalam, yaitu:7,9,14
1. Venografi
Disebut juga sebagai plebografi, ascending contrast phlebography
atau contrast venography. Prinsip pemeriksaannya adalah
menyuntikkan zat kontras ke dalam sistem vena, akan terlihat
gambaran sistem vena di betis, paha, inguinal sampai ke proksimal
vena iliaca. Venografi dapat mengidentifikasi lokasi, penyebaran, dan
tingkat keparahan bekuan darah sertamenilai kondisi vena dalam.
Venografi digunakan pada kecurigaan kasus DVT yang gagal
diidentifikasi menggunakan pemeriksaan non-invasif.
Venografi adalah pemeriksaan palingakurat untuk mendiagnosis DVT.
Sensitivitas dan spesifisitasnya mendekati 100%, sehingga menjadi
gold standard diagnosis DVT. Namun, jarang digunakan karena
18
Gambar 5 . Ultrasoghraphy Dopler Pada DVT (A) Gambar longitudinal paha bagian
tengah menunjukkan oklusi trombus sebagian dengan aliran yang menyempit (panah)
vena femoralis tengah. (B) Trombus mural pada vena poplitea. Trombus dominan di
dinding posterior vena poplitea. Color doppler tidak membedakan trombus akut, oklusi
parsial, dan rekanalisasi.
BAB III
PENATALAKSANAAN
3.2 Farmakologis
Meluasnya proses trombosis dan timbulnya emboli paru dapat di cegah
dengan pemberian anti koagulan dan obat-obatan fibrinolitik. Pada pemberian
obat-obatan ini di usahakan biaya serendah mungkin dan efek samping seminimal
mungkin. Pemberian anti koagulan sangat efektif untuk mencegah terjadinya
emboli paru, obat yang biasa di pakai adalah heparin.1, 15,16
Prinsip pemberian anti koagulan adalah save dan efektif. Save artinya anti
koagulan tidak menyebabkan perdarahan. Efektif artinya dapat menghancurkan
trombus dan mencegah timbulnya trombus baru dan emboli. Pada pemberian
heparin perlu di pantau waktu tromboplastin parsial atau di daerah yang
fasilitasnya terbatas, sekurang-kurangnya waktu pembekuan.1,2.17
3.3. Trombektomi
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA