Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“FUNGSI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI PADA KASUS


KEGAWATAN, KEDARURATAN”

OLEH KELOMPOK : 4

FIRA YASINTA 17.321.2714


I GEDE WAHYU SEPTIANA 17.321.2720
I MADE NILA WARDANA 17.321.2722
KADEK INDAH PRATIWI 17.321.2723
NI KADEK DEWI PERMANA SARI 17.321.2727
NI KOMANG LINDA RAHMAYANTI 17.321.2732
NI KOMANG MAEPIANI 17.321.2733
NI LUH CINTYA ANGGRENI 17.321.2736
NI LUH RIA SUGIANTARI 17.321.2743
NI MADE DEVI WAHYUNI 17.321.2747
NI PUTU MITHA DIVAYANTI 17.321.2751
PUTU HARRY KRESNA PUTRA 17.321.2759
SILMA SAHARA PUTRI 17.321.2762

A11-B
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
STIKES WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpah Rahmat,
Taufik dan Hidaya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dalam “Fungsi Advokasi DKomunikasi Pada Kasus
Kegawatan, Kedaruratan”dalam mata kuliah Keperawatan Komplementer.
Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bantuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini penulisan masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
penulis miliki sangat kurang. Oleh karena itu Penulis harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 25 Februari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Efek Kegawatdaruratan Terhadap Pasien dan Keluarga .................. 3
2.2 Isu End Of Life Pada Keperawatan Gawat Darurat ......................... 5
2.3 Komunikasi Dalam Keperawatan Gawat Darurat ............................ 7
2.4 Peran dan Fungsi Advokasi Perawat Gawat Darurat ....................... 9
2.5 Konsep Dasar Kegawatdaruratan Pada Korban Tenggelam ............ 10
2.6 Penatalaksanaan Korban Tenggelam ............................................... 14
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan .......................................................................................... 15
3.2 Saran ................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan akses utama dalam memperoleh
perawatan di rumah sakit, mempunyai peranan sangat penting dalam menangani
pasien dengan berbagai macam tingkat kegawatdaruratan (Keputusan Menteri
Kesehatan RI, 2009). Pasien dengan kondisi kegawatdaruratan yang
beranekaragam datang ke IGD dengan harapan memperoleh pelayanan yang
optimal, adapun kejadian kegawatdaruratan terjadi oleh siapapun, kapanpun dan
dimanapun sehingga perawat harus mempunyai performance yang baik setiap saat
(Wibowo, 2007). Dengan harapan masyarakat yang tinggi terhadap kinerja
perawat di IGD, diharapkan perawat mempunyai kecepatan dalam bertindak,
ketrampilan yang cakap dan harus selalu siaga (Sudjito, 2007).
The College Of Emergency Medicine (2012) mengungkapkan bahwa
kurangnya performance perawat dalam memberikan asuhan keperawatan,
tingginya stres kerja, ketidakseimbangan antara jumlah pasien dan ketersediaan
perawat, tata letak ruangan, kurangnya kapasitas tempat tidur, beban kerja yang
berat, kematian, banyaknya tenaga kesehatan dari multidisiplin ilmu, dan
kebutuhan perawatan total kepada pasien dengan kondisi yang kritis adalah
beberapa masalah umum yang menyebabkan kondisi overcrowded di IGD
(Wijaya, 2010). Keadaan lingkungan di IGD yang kompleks tersebut akan
berdampak buruk kepada keselamatan pasien, keraguan pasien seperti
kenyamanan dan kepuasan, akses pelayanan yang buruk bagi rumah sakit dan
buruknya kualitas perawat dalam memberikan pelayanan ke pasien. Menurut
Afleck et,. al, (2013) Situasi overcrowded ini merupakan salah satu faktor yang
memperburuk kualitas perawatan yang diberikan perawat pada pasien di IGD.
Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang
membutuhkan pertolongan segera karena apabila tidak mendapatkan pertolongan
dengan segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan.
Menurut American College of Emergency Physicians, ada beberapa tanda-tanda
dari kejadian gawat darurat, diantaranya sulit bernafas, nyeri dada atau perut

1
dalam beberapa menit, lemah, perdarahan yang tidak terkontrol, dan tidak
sadarkan diri. Kejadian gawat darurat tersebut akan menyebabkan berkurang atau
terhentinya distirbusi oksigen ke seluruh tubuh. Terhentinya distribusi oksigen ke
seluruh tubuh akan menyebabkan tubuh kekurangan oksigen. Kematian biologis
dimana otak tidak dapat diperbaiki lagi terjadi hanya dalam waktu kurang lebih 4
menit karena kekurangan oksigen tersebut (Alkatiri, 2007). Oleh karena itu sangat
dibutuhkan pertolongan cepat untuk menghindari terjadinya kematian biologis
tersebut. Pertolongan cepat tersebut dikenal dengan istilah Bantuan Hidup Dasar
(Basic Life Support). Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk
membebaskan jalan napas, membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi
darah tanpa menggunakan alat bantu (Alkatiri, 2007). Tujuan utama dari bantuan
hidup dasar adalah sebagai suatu tindakan oksigenasi darurat untuk
mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan darah oksigenasi ke jaringan
tubuh (Alkatiri, 2007). Bantuan hidup dasar sangat diperlukan pada kondisi
dimana dimana oksigenasi tidak terjadi secara efektif pada organ vital.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah efek kondisi kegawatdaruratan terhadap pasien dan
keluarga?
2. Bagaimanakah Isu end of life pada keperawatan gawatdarurat?
3. Bagaimanakah komunikasi dalam keperawatan gawat darurat?
4. Bagaimanakah peran dan fungsi advokasi perawat gawat darurat?
5. Bagaimanakah pendidikan kesehatan dalam kegawatdaruratan dengan
kasus kedaruratan dan kegawatdaruratan terkait multisistem pada
individu dengan berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal
dan etis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui efek kondisi kegawatdaruratan terhadap pasien dan
keluarga
2. Untuk mengetahui Isu end of life pada keperawatan gawatdarurat
3. Untuk mengetahui komunikasi dalam keperawatan gawat darurat

2
4. Untuk mengetahui peran dan fungsi advokasi perawat gawat darurat
5. Untuk mengetahui pendidikan kesehatan dalam kegawatdaruratan dengan
kasus kedaruratan dan kegawatdaruratan terkait multisistem pada
individu dengan berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal
dan etis

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Efek Kegawat Daruratan Terhadap Pasien dan Keluarga


Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan
medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut
(UU no. 4 Tahun 2009). Kegawat daruratan adalah kejadian tiba-tiba dan tidak
diharapkan serta membahayakan hidup bagi pasien dan keluarga. Kejadian
tersebut dapat berupa sakit akut atau trauma dan perburukan akut penyakit kronis.
Keadaan iini mengancam kesejahteraan keluarga dan dapat memicu respon stress
pada pasien maupun keluarga (Morton et al, 2011)
1. Efek Kegawatdaruratan terhadap Pasien
a. Efek psikologis :
a) Stress akibat kondisi penyakit
b) Rasa cemas dan takut bahwa hidup terancam
c) Perasaan terisolasi
d) Depresi
e) Perasaan rapuh karena ketergantungan fisik dan emosional
Sebuah penelitian di Norwegia yang mereview beberapa penelitian
kualitatif pada pasien yang dirawat di ICU menemukanbahwa pasien
mengalami stress yang berhubungan dengan tiga tema besar, yaitu :
a. Stress berkaitan dengan tubuh mereka
stress yang berkaitan dengan tubuh yaitu menurunnya kontril
terhadap diri sendiri, reaksi emosi berkaitan dengan prosedur tindakan
dan loss of meaning (kehiangan makna hidup)
b. Stress berkaitan dengan ruangan ICU
Stress berkaitan dengan ruangan ICU adalah situasu yang ada di ICU
seperti terpasang selang dibagian tubuh, ketidaknyamanan, keterbatas
gerak, tidak mampu berkomunikasi, kebisingan dari suara alat alat
yang ada
c. Stress yang berkaitan dengan relationship dengan orang lain

4
Stress berkaitan dengan relationship yaitu terbatasnya waktu bersama
dengan keluarga dan tidak mampu berkomunikasi
2. Efek Kegawatdaruratan terhadap Keluarga
a. Efek Psikologis
a) Stress akibat kondisi penyakit pasien
b) Ansietas yang berhubungan dengan ancaman kematian pada
pasien
c) Pengingkaran terhadap kondisi kritis pasien
b. Efek Non Psikologis
a) Perubahan struktur peran dalam keluarga
b) Perubahan pelaksaan fungsi peran dalam keluarga
c) Terbatasnya komunikasi dalam waktu bersama
d) Masalah financial keluarga
e) Perubahan pola hidup keluarga

2.2 Isu End Of Life pada Keperawatan Gawat Darurat


1. DNR
Do Not Resuscitation atau jangan lakukan resusitasi merupakan sebuah
perintah tidak melakukan resusitasi yang ditulis oleh seorang dokter
dalam konsultasi dengan pasien atau pengambil keputusan pengganti yang
menunjukkan apakah pasien akan menerima atau tidak tindakan CPR (
Cardiopulmonary Resuscitation) (Braddock & Clark, 2014). DNR
merupakan keputusan untuk mengabaikan CPR dan secara resmi
diperkenalkan sebagai alternative untuk end of life care pada awal tahun
1970 (Fallahi et al, 2016). Do Not Resuscitate (DNR) atau Jangan
Lakukan Resusitasi merupakan suatu tindakan dimana dokter
menempatkan sebuah instruksi berupa informed concent yang telah
disetujui oleh pasien ataupun keluarga pasien di dalam rekam medis
pasien, yang berfungsi untuk menginformasikan staf medis lain untuk
tidak melakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau cardiopulmonary
resuscitation (CPR) pada pasien. Pesan ini berguna untuk mencegah
tindakan yang tidak perlu dan tidak diinginkan pada akhir kehidupan

5
pasien dikarenakan kemungkinan tingkat keberhasilan CPR yang rendah
(Sabatino, 2015). DNR diindikasikan jika seorang dengan penyakit
terminal atau kondisi medis serius tidak akan menerima cardiopulmonary
resuscitation (CPR) ketika jantung atau nafasnya terhenti. Form DNR
ditulis oleh dokter setelah membahas akibat dan manfaat dari CPR dengan
pasien atau pembuat keputusan dalam keluarga pasien (Cleveland Clinic,
2010).
American Heart Association (AHA) mengganti istilah DNR (Do Not
Resuscitate) dengan istilah DNAR (Do Not Attempt Resuscitate) yang
artinya adalah suatu perintah untuk tidak melakukan resusitasi terhadap
pasien dengan kondisi tertentu, atau tidak mencoba usaha resusitasi jika
memang tidak perlu dilakukan, sehingga pasien dapat menghadapi
kematian secara alamiah, sedangkan istilah DNR (Do Not Resuscitate)
mengisyaratkan bahwa resusitasi yang dilakukan akan berhasil jika kita
berusaha (Brewer, 2008).
Di Amerika Serikat dan Inggris telah merekomendasikan penggunaan
DNR dan secara teratur diperbaiki berbeda dengan di
Switzerland.Penggunaan dan implikasi perintah DNR di rumah sakit tidak
pernah menarik perhatian media dan masyarakat.Swiss Academi of
Medical tidak menyebutkan DNR sampai tahun 1996 dan tidak pernah
mendefinisikan secara spesifik mengenai penggunaan dan implikasi
perintah DNR (Perron, 2002).
Pengambilan keputusan DNR cenderung meningkat setiap tahunnya.
Fenomena ini disampaikan oleh Saczynski, et al (2012) melalui
penelitiannya bahwa dari total pasien yang berjumlah 4182 pasien antara
tahun 2001 hingga 2007 di semua pusat kesehatan di Massachusetts, total
pasien yang mendapatkan tindakan DNR adalah sebanyak 1051 pasien.
Do Not Resusitation pada studi mayoritas digambarkan di rumah sakit
telah dilakukan pada pasien bedah, Unit perawatan intensif (ICU), pasien
stroke hemoragik, dan populasi medicare. Sementara itu, penelitian yang
meneliti DNR dalam penatalaksanaan trauma, termasuk cedera otak
traumatis (TBI), pasien dirawat di ICU, dan terluka parah pasien yang

6
membutuhkan transfusi segera.Studi-studi sebelumnya pada pasien
dengan trauma melaporkan kematian yang tinggi dengan DNR (42-99 %),
pasien bedah (23-37%), stroke (40-64 %), dan ICU (51-83%).Pasien
dengan trauma ditemukan lebih rendah dilakukan DNR sekitar 5-7%, di
bandingkan dengan bedah umum (4-65%), stroke (22-41%), dan ICU (9-
13%). Mengidentifikasi karakteristik awal yang dapat menyebabkan DNR
sangat penting untuk lebih dimanfaatkan .karena kurangnya studi DNR
dalam pengaturan trauma, kami mengusulkan untuk memeriksa
perubahan dalam DNR dari waktu ke waktu (Salottolo, 2015).
Keputusan penolakan resusitasi (DNAR) menurut Brewer (2008)
melibatkan tiga prinsip moral yang dapat dikaji oleh perawat, yaitu
autonomy, beneficience, dan nonmalefecience, ketiga prinsip tersebut
merupakan dilema etik yang menuntut perawat berpikir kritis, karena
terdapat dua perbedaan nilai terhadap profesionalisme dalam memberikan
asuhan keperawatan, secara profesional perawat ingin memberikan
pelayanan secara optimal, tetapi disatu sisi terdapat pendapat yang
mengharuskan penghentian tindakan.

2.3 Komunikasi dalam Keperawatan Gawat Darurat


Komunikasi dalam keperawatan gawat darurat sama halnya dengan
komunikasi keperawatan yang sudah sering dilakukan perawat yang dikenal
dengan komunikasi terapeutik tetapi yang membedakan situasi yang gawat
darurat. Fungsi komunikasi terapeutik dalam keperawatan adalah untuk
mendorong dan menganjurkan kerjasama antar perawat dan klien melalui
hubungan perawat dan klien. Perawat berusaha mengungkap perasaan,
mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang
dilakukan dalam perawatan. Tujuan komunikasi terapeutik pada klien gawat
darurat menciptakan keperawatan kepercayaan antara perawat dengan klien dan
kelurga klien yang mengalami kondisi kritis atau gawat darurat dalam melakakan
tindakan, sehingga klien cepat tertolong dan tidak terjadi hal yang fatal. Dalam
pelaksanaan tindakan dengan klien gawat darurat perawat perlu melakukan
komunikasi dengan jujur, memberikan gambaran situasi sesungguhnya yang

7
sedang terjadi dengan tidak menambahkan kecemasan dan memberikan support
verbal maupun non verbal.
1. Teknik Komunikasi Keperawatan Gawat Darurat
a. Mendengarkan
Perawat harus berusaha untuk mendengarkan informasi yang
disampaikan oleh klien dengan penuh empati dan perhatian. Ini dapat
ditunjukkan dengan memandang kearah klien selama berbicara,
menjaga kontak pandang yang menunjukkan keingintahuan, dan
menganggukkan kepala pada saat berbicara tentang hal yang
dirasakan penting atau memerlukan ummpan balik. Teknik
dimaksudkan untuk memberikan rasa aman kepada klien dalam
mengungkapkan perasaan dan menjaga kestabilan emosi klien.
b. Menunjukkan penerimaan
Menerima bukan berarti menyetujui, melainkan bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan sikap ragu atau
penolakan. Dalam hal ini sebaiknya perawat tidak menunjukkan
ekspresi wajah yang menunjukkan ketidaksetujuan atau penolakan.
Selama klien berbicara sebaiknya perawat tidak menyela atau
membantah. Untuk menunjukkan sikap penerimaan
sebaiknya perawat menganggukkan kepala dalam merespon
pembicaraan klien.
c. Mengulang Pernyataan Klien
Dengan mengulang pernyataan klien, perawat memberikan umpan
balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya mendapat respond
an berharap komunikasi dapat berlanjut. Mengulang pokok pikiran
klien menunjukkan indikasi bahwa perawat mengikuti pembicaraan
klien.
d. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawta perlu mengehentikan
pembicaraan untuk meminta penjelasan dengan menyamakan
pengertian. Ini berkaitan dengan pentingnya informasi dalam

8
memberikan pelayanan keperawatan. Klarifikasi diperlukan untuk
memperoleh kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi
e. Menyampaikan Hasil Pengamatan
Perawat perlu menyampaikan hasil pengamatan terhadap klien untuk
mengetahui bahwa pesan dapat tersampaikan dengan baik. Perawat
menjelaskan kesan yang didapat dari isyarat nonverbal yang
dilakukan oleh klien. Dengan demikian akan menjadikan klien
berkomunikasi dengan lebih baik dan terfokus pada permasalahan
yang sedang dibicarakan
2. Prinsip Komunikasi Keperawatan Gawat Darurat
a. Ciptakan lingkungan terapeutik dengan menunjukan prilaku dan sikap
b. Caring (sikap pengasuhan yang ditnjukan peduli dan selalu ingin
memberikan bantuan)
c. Acceptance (menerima pasien apa adanya)
d. Respect (hormatati keyakinan pasien apa adanya)
e. Empaty (merasakan perasaan pasien)
f. Trust (memberi kepercayaan)
g. Integrity (berpegang pd prinsip profesional yang kokoh)
h. Identifikasikan bantuan yang diperlukan
i. Terapkan teknik komunikasi: terfokus, bertanya, dan validasi
j. Bahasa yang mudah dimengerti
k. Pastikan hubungan profesional dimengerti oleh pasien/keluarga
l. Motivasi dan hargai pendapat & respon klien
m. Hindari: menyalahkan, memojokkan, dan memberikan sebutan yang
negatif.

2.4 Peran dan Fungsi Advokasi Perawat Gawat Darurat


Menurut ANA, advokasi adalah “melindungi klien atau masyarakat terhadap
pelayanan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar
etika yang dilakukan oleh siapa pun”
Perawat sebagai advokat , perawat melindungi hak klien sebagau manusia
dan secara hokum, serta membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila

9
dibutuhkan. Selain itu, perawat juga melindungi hak-hak klien melalui cara-cara
umum dengan menolak aturan atau tindakan yang mungkin membahayakan
kesehatan klien atau menentang hak-hak klien. Peran inijuga dilakukan perawat
dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai
informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam
pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada
pasien, juga dapat mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi
ha katas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, dan
lain-lain.
Peran advokasi perawat dalam Undang Undang No 38/2014 Tentang
Keperawatan, Pasal 38
a. Melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan
standar pelayanan keperawatan dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
b. Memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar profesi,
standar pelayanan keperawatan, standar operasional prosedur, kode etik,
dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Menghormati hak Klien.
d. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani, yang meliputi:
1) Dalam aspek pelayanan/asuhan keperawatan merujuk ke anggota
perawat lain yang lebih tinggi kemampuan atau pendidikannya; atau
2) Dalam aspek masalah kesehatan lainnya merujuk ke tenaga kesehatan
lain.
e. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang Klien.
f. Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan berdasarkan standar
pelayanan keperawatan.
g. Memberikan informasi yang lengkap, jujur, jelas dan mudah dimengerti
mengenai tindakan keperawatan kepada Klien dan/atau keluarganya
sesuai dengan batas kewenangannya.
h. Melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan
lain yang sesuai dengan kompetensi Perawat; dan
i. Melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah

10
2.5 Contoh Kasus Kegawatdaruratan
Pasien atas nama Tn.D datang ke IGD RS Medika pada jam 08.00 tanggal
25 Februari 2020. Pasien mengalami kecelakaan dengan kendaraan bermotor
dengan penurunan kesadaran, hematom pada kepala, wajah hematom, ada racoom
eyes, keluar darah dari mulut, telinga, hidung. Pasien dicurigai mengalami trauma
servikal dan adanya sumbatan pada jalan nafas.
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
a. Airway : Terdapat sumbatan jalan nafas berupa darah dan lendir.
b. Breathing
Look : Adanya pengembangan dinding dada, RR 32 x/menit
Listen : Terdengar suara nafas stidor.
Feel : Terasa hembusan nafas, terlihat otot bantu pernafasan.
c. Circulation :Akral dingin, kulit pucat, terdapat perdarahan di telinga,
hidung, dan mulut, CRT > 3 detik.
d. Disability : Kesadaran sopor, GCS 7 (E2, M3, V2), respon cahaya (+),
ukuran pupil isokor, penilaian ekstremitas sensorik (+), motorik (+).
b. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien atas nama Tn.D datang ke IGD RS Medika pada jam 08.00
tanggal 25 Februari 2020. Pasien mengalami kecelakaan dengan
kendaraan bermotor dengan penurunan kesadaran, hematom pada
kepala, wajah hematom, ada racoon eyes, keluar darah dari mulut,
telinga, hidung. Pasien dicurigai mengalami trauma servikal dan
adanya sumbatan pada jalan nafas.
Kesadaran : Sopor
Keadaan umum : Jelek
GCS :7
TTV : TD : 100/60 mmHg
N : 102 x/menit
R : 32 x/menit
S : 37.8°C

11
2) Riwayat penyakit masa lalu :
Tidak ada
3) Riwayat penyakit keluarga :
Ayah mempunyai riwayat penyakit hipertensi.
4) Riwayat psikososial :
Keluarga mengatakan klien mempunyai banyak teman dan mudah
berbaur dengan siapa saja, hubungan dengan keluarga baik.
5) Riwayat kebiasaan :
Keluarga mengatakan klien jarang berolahraga karena sibuk bekerja.
6) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Inspeksi: bentuk simetris, rambut tampak kusam, terdapat
hematome dibagian wajah dan kepala
Palpasi: tidak ada ketombe, benjolan, terdapat nyeri tekan pada
bagian oksipital.
b) Mata
Inspeksi: bentuk simetris, klien selalu memejamkan matanya
karna mata terdapat hematom, blue eyes dikedua mata.
Palpasi: ada nyeri tekan dikedua mata.
c) Hidung
Inspeksi: bentuk simetris, tidak ada polip, keluar darah dari
hidung
Palpasi: ada nyeri tekan.
d) Telinga
Inspeksi: bentuk simetris, terdapat darah
Palpasi: ada nyeri tekan
e) Mulut
Inspeksi: keluarnya darah segar, dan lender
f) Leher
Inspeksi: tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, getah bening dan
vena jugularis, dicurigai adanya fraktur servikal.

12
g) Thorak
Inspeksi: pergerakan dinding dada simetris, terdapat otot bantu
pernapasan, bentuk dada simetris
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada benjolan
Perkusi: sonor
Auskultasi: bunyi nafas stridor, frekuensi 32 x/menit, tidak ada
wheezing dan ronkhi
h) Jantung
Perkusi : ormal
i) Abdomen
Inspeksi: bentuk simetris, tidak terdapat jejas
Auskultasi: bising usus normal (10 x/menit)
Palpasi: turgor kulit elastis, ada nyeri tekan.
Perkusi: timpani (redup pada organ)
j) Genetalia
Inspeksi: Bersih, tidak ada kelainan, terpasang kateter
k) Kulit
Turgor kulit elastis, warna kulit sama dengan warna kulit lainnya
l) Ekstremitas
Atas: reflek bisep dan trisep normal, tidak ada kelainan, ada bekas
luka ditangan kanan, terpasang infus ditangan kanan, fleksi dan
ekstensi(+)
Bawah: tidak ada kelainan, jari-jari lengkap
2. Diagnosa
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya darah dan
secret
b. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema otak.
3. Intervensi
No Tujuan Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan SIKI : Manajemen Jalan 1. Kepala yang tidak
tindakan keperawatan Napas posisi netral dapat
selama …x… jam 1. Monitor fungsi pernafasan, menekan JVP

13
bersihan jalan nafas catat frekuensi pernafasan, aliran darah ke
dapat efektif dengan dispnea atau perubahan otak.
kriteria hasil : tanda-tanda vital. 2. Distres pernafasan
SLKI : Bersihan Jalan 2. Pertahankan kepala dan leher dan perubahan
Nafas tetap posisi datar atau tengah pada tanda vital
1. Tidak ada (posisi supinasi). dapat terjadi
penggunaan otot 3. Evaluasi pergerakan dinding sebagai akibat
bantu pernafasan. dada dan auskultasi stress fisiologis dan
2. Tidak terjadi bunyinya. nyeri atau dapat
sianosis 4. Berikan terapi O2 sebanyak 3 menunjukkan
3. CRT < 3 detik liter terjadinya syok
4. RR < 20 x/menit 5. Pemasangan gudele dan sehubungan dengan
5. Tidak terpasang lakukan penghisapan lendir hipoksia.
oksigen 6. Evaluasi nilai GCS klien 3. Sebagai pedoman
6. Secret dan lender kelancaran pola
berkurang pernafasan
4. Memberikan
adekuat O2 dalam
darah dan aliran ke
otak
5. Sebagai alat bantu
supaya jalan napas
tidak tertutup
6. Menentukan status
neurologis
2 Setelah dilakukan SIKI : Perawatan Sirkulasi 1. Perubahan TTV
tindakan keperawatan 1. Pantau TTV klien mendadak dapat
selama …x… jam 2. Pertahankan kepala dan leher menentukan
gangguan perfusi tetap posisi datar (posisi peningkatan TIK
jaringan dapat teratasi supinasi) dan trauma batang
dengan criteria hasil : 3. Evaluasi keadaan pupil, otak
SLKI : Perfusi Perifer ukuran, ketajaman, kesamaan 2. Kepala yang tidak

14
1. Nilai GCS antara kiri dan kanan dan posisi netral dapat
meningkat yaitu 12 reaksi terhadap rangsangan menekan JVP
2. Kesadaran membaik cahaya aliran darah keotak
yaitu CM 4. Lakukan pencegahan infeksi 3. Untuk menentukan
3. TTV dalam batas 5. Anjurkan melakukan apakah batangotak
normal: perawatan kulit yang tepat masih baik dan
TD :120/80 mmHg masih ada respons
N: 90 x/menit terhadap cahaya
RR : 20 x/menit atau tidak.
S : 37°C 4. Untuk mencegah
infeksi sehingga
tidak menimbulkan
masalah baru
5. Untuk merawat
keadaan kulit
sehingga tidak
terjadi
penumpukan
kotoran

15
BAB III
PENUTUP

3.1.Simpulan
Kegawatdaruratan adalah kejadian tiba-tiba dan tidak diharapkan serta
membahayakan hidup bagi pasien dan keluarga. Kejadian tersebut dapat berupa
sakit akut atau trauma dan perburukan akut penyakit kronis. Keadaan iini
mengancam kesejahteraan keluarga dan dapat memicu respon stress pada pasien
maupun keluarga. Dalam kegawat daruratan menggunkan komunikasi terapeutik
yang tujuan menciptakan keperawatan kepercayaan antara perawat dengan klien.
Peran dan fungsi advokasi perawat gawat darurat Perawat sebagai advokat ,
perawat melindungi hak klien sebagau manusia dan secara hokum, serta
membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan

3.2.Saran
Berdasarkan pembahasan diatas dapat diberikan saran bahwa dalam
pembutan perencanaan yang dibuat oleh kepala ruangan hal pertama yang perlu
dilakukan adalah menganalisis perencaan yang ingin dibuat kemudian setelah itu
kita baru menentukan metode apa yang ingin digunakan sesuai dengan maslah
yang di temukan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Australian Resuscitation Council. Breathing [internet]. 2011.


http://www.nzrc.org.nz/assets/Uploads/New-Guidelines/guideline-
5dec10.pdf. diperbarui Desember 2010; diakses pada tanggal 25 Februari
2020

Basbeth, F; &Sampurna, B. (2009),”Analisis etik terkait resusitasi jantung


paru”,Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 59, Nomor: 11, Nop
2009;http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFi
le/691/696 diakses pada 24 Februari 2020

Braddock, Clarence H., Clark, Jonna Derbenwick. (2014). Do Not Resusitate


(DNR) Order. University of Washington School of Medicine
Brewer, Brenda Carol. (2008).Do not abandon, do not resuscitate; a patient
advocay position. Journal of Nursing Law.volume 12, number 2, 2008

Cleveland Clinic. 2010. Do Not Resuscitate” (DNR) Orders and Comfort Care.
Retrieved from
https://my.clevelandclinic.org/ccf/media/Files/Bioethics/DNR%20Hando
ut%204_28.pdf?la=en diakses pada 24 Februari 2020

Morton, et al. 2011. Keperawatan Kritis : Pendekatan Asuhan holistic ed. 8 Vol.1.
Jakarta: EGC

Shepherd SM. Drowning Treatment and Management [internet]. 2011


http://emedicine.medscape.com/article/772753-treatment. diperbarui
tanggal 28 Juni 2010; diunduh tanggal 25 Februari 2020

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi I. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatyan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi I. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatyan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi I. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatyan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai