Anda di halaman 1dari 4

Pola Pengobatan dan Outcome Terapi Pasien Skizoafektif di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa

Daerah Dr. RM Soedjarwadi Klaten, Jawa Tengah


APRINA WENNY KARTIKA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Skizoafektif adalah kelainan mental yang ditandai adanya kombinasi

gejala skizofrenia (gangguan berpikir, delusi dan halusinasi) dan gejala afektif

(gajala depresif atau manik) (Ahmed dkk, 2011). Gejala afektif ini bisa disebut

juga gejala mood. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya perdebatan diantara

para peneliti, karena masih terjadi overlaping antara skizofrenia, gangguan afektif

dan dengan skizoafektif itu sendiri. Ada beberapa peneliti yang beranggapan

bahwa skizoafektif merupakan suatu kondisi yang bisa dibedakan dari skizofrenia

dan gangguan afektif. Namun ada juga peneliti yang beranggapan bahwa

skizoafektif merupakan kondisi yang sebenarnya sama dengan skizofrenia dan

gangguan afektif lainnya. Sedangkan menurut standar yang terbaru, yaitu dari

DSM-5, skizoafektif dikelompokkan ke dalam skizofrenia dan gangguan psikotik

lainnya.

Menurut data statistik, prevalensi terjadinya gangguan skizoafektif

ini adalah sekitar 0,3 % (Anonim, 2013). Di Indonesia sendiri kasus skizoafektif

belum dapat diprediksikan. Menurut data di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM

Soedjarwadi Klaten, Jawa Tengah, memang tidak terlalu banyak pasien yang

terdiagnosis skizoafektif. Di Indonesia sendiri belum banyak dilakukan penelitian

mengenai skizoafektif. Hal inilah yang menjadi salah satu pendorong bagi penulis

untuk melakukan penelitian di bidang ini. Selain itu, skizoafektif merupakan

1
Pola Pengobatan dan Outcome Terapi Pasien Skizoafektif di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. RM Soedjarwadi Klaten, Jawa Tengah 2
APRINA WENNY KARTIKA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

penyakit kejiwaan kronis yang dapat berdampak buruk bagi pasien itu sendiri.

Salah satu dampak terburuk dari gangguan ini adalah bunuh diri. Hal ini turut

menyumbang tingginya angka bunuh diri yang ada di dunia. Menurut data WHO

(20151) pada tahun 2012, kasus terjadinya bunuh diri yang terjadi di dunia bisa

mencapai lebih dari 800.000 per tahun atau 40 kematian per detiknya.

Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, standar yang

digunakan sebagai kriteria untuk mendiagnosis skizoafektif berbeda-beda.

Adapun standar yang kebanyakan digunakan oleh para peneliti adalah Diagnostic

and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) ataupun International

Classification of Disease (ICD). Kedua standar ini juga terus dilakukan

pembaharuan seiring dengan perkembangan waktu, sehingga penggunaan kriteria

diagnosis yang berbeda ini bisa berakibat kepada terapi yang harus diberikan.

Selain itu, jika dibandingkan dengan skizofrenia maupun dengan gangguan afektif

lainnya, maka skizoafektif termasuk ke dalam gangguan kejiwaan yang lebih

berat. Walaupun demikian, jumlah penelitian mengenai terapi farmakologi yang

terstruktur untuk menangani skizoafektif ini juga belum banyak dilakukan (Olfson

dkk, 2009), sehingga belum dapat ditentukan guideline terapi yang jelas yang

sesuai untuk gangguan skizoafektif yang telah disetujui oleh dunia (Padhy &

Hegde, 2015).

Menurut ICD-10, gangguan skizoafektif ini dibagi menjadi beberapa

tipe, yaitu tipe manik, tipe depresif,tipe campuran, gangguan skizoafektif tidak

spesifik, dan gangguan skizoafektif yang lain. Gangguan skizoafektif tipe manik

menunjukkan gejala skizofrenia dan manik dalam satu episode sakit. Gangguan
Pola Pengobatan dan Outcome Terapi Pasien Skizoafektif di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. RM Soedjarwadi Klaten, Jawa Tengah 3
APRINA WENNY KARTIKA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

skizoafektif tipe depresif menunjukkan gejala skizofrenia dan depresif dalam satu

episode sakit. Gangguan skizoafektif tipe campuran menunjukkan gejala

skizofrenia dan gangguan campuran afektif bipolar (Anonim, 20152). Berdasarkan

tipe gangguan skizoafektif, maka tata laksana terapi nya pun akan berbeda. Terapi

untuk skizoafektif tipe manik biasanya digunakan mood stabilizer, sedangkan

untuk tipe depresif maka dapat digunakan antidepresan. Seiring dalam waktu

pelaksanaan terapi, masih dimungkinkan adanya beberapa perubahan terapi untuk

mengatasi hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini bisa mempengaruhi outcome

terapi dari pengobatan tersebut. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian

mengenai pola pengobatan dan outcome terapi pasien skizoafektif.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah pola pengobatan pada pasien skizoafektif di instalasi rawat

inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi Klaten, Jawa Tengah ?

2. Bagaimanakah outcome terapi pasien skizoafektif di instalasi rawat inap

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi Klaten, Jawa Tengah ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pola pengobatan pada pasien skizoafektif di instalasi rawat

inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi Klaten, Jawa Tengah.

2. Untuk mengetahui outcome terapi pasien skizoafektif di instalasi rawat inap

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi Klaten, Jawa Tengah.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi tempat penelitian : dapat mengetahui kondisi sebenarnya mengenai

penanganan skizoafektif di rumah sakit tersebut, untuk selanjutnya dapat


Pola Pengobatan dan Outcome Terapi Pasien Skizoafektif di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. RM Soedjarwadi Klaten, Jawa Tengah 4
APRINA WENNY KARTIKA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dilakukan evaluasi kesesuaian pengobatan gangguan skizoafektif dengan

guideline terapi yang digunakan oleh rumah sakit.

2. Bagi farmasis : dapat mengetahui kondisi yang berkaitan dengan pasien

gangguan skizoafektif, bagaimana pengobatan yang diberikan kepada pasien

tersebut, dan bagaimana outcome yang muncul selama pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai