MENINGOENSEFALOKEL
PERIODE
13 APRIL 2020 – 10 MEI 2020
Disusun Oleh:
Faradistiani Rakhmawati Jastika 180070200011024
Erika Aini Putri S 180070200011107
Sandris Meiliana 180070200011091
Pembimbing:
Dr. dr. Farhad Bal’afif, Sp.BS(K)
MENINGOENSEFALOKEL
PERIODE
13 APRIL 2020 – 10 MEI 2020
Disusun oleh:
Menyetujui
Pembimbing I
1.3 Tujuan
1. Mengetahui embriologi meningoensefalokel
2. Mengetahui definisi meningoensefalokel
3. Mengetahui epidemiologi meningoensefalokel
4. Mengetahui etiologi meningoensefalokel
5. Mengetahui patofisiologi meningoensefalokel
6. Mengetahui gejala meningoensefalokel
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang meningoensefalokel
8. Mengetahui penatalaksanaan meningoensefalokel
9. Mengetahui diagnosis banding meningoensefalokel
10. Mengetahui prognosis meningoensefalokel
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Embriologi
Minggu I (Hari 1-7) – satu lapisan. Setelah fertlisasi, zigot
mengalami pembelahan membentuk blastula. Cairan disekresikan ke
dalam blastula membentuk blastokist dengan Inner mass ceel
(embrioblast) yang akan menjadi embrio dan outer cell mass
(placentoblast) yang akan menjadi plasenta.
Minggu II (hari 8-14) - 2 lapisan. Embrioblast berdiferensiasi
menjadi 2 lapisan berbeda, epiblast dan hipoblast, membentuk cakram
mudigah bilaminer.
Minggu III – cakram mudigah trilaminer. Gastrulasi
merupakan proses pembentukan 3 lapisan germinal pada embrio, yaitu
ectoderm, mesoderm dan endoderm. Langkah pertama dalam
gastrulasi adalah pembentukan primitive strike pada permukaan
epiblas. Primitive strike merupakan sebuah alur pada garis tengah
cakram embrio yang akan menjadi ujung kaudal embrio. Alur tersebut
dibentuk oleh invaginasi sel-sel epiblast yang menggantikan sel
hipoblast dan membentuk mesoderm dan ectoderm. Sel-sel yang tetap
berada di epiblast membentuk ectoderm. Semua sistem organ mayor
termasuk sistem saraf mulai berkembang selama periode embrionik,
menyebabkan terbentuknya pelipatan craniocaudal dan lateral embrio.4
Neurulasi Sekunder
Neurulasi sekunder merupakan pembentukan rongga pada pita sel
– sel solid. Neurulasi sekunder melibatkan pembuatan sebuah tali
meduler dan pengosongan selanjutnya menjadi tabung saraf. Pada
katak dan anak ayam, neurulation sekunder biasanya terlihat dalam
tabung saraf lumbalis (perut) dan tulang ekor. Dalam kedua kasus,
dapat dilihat sebagai kelanjutan dari gastrulasi. Pada katak, bukannya
involuting ke embrio, sel-sel bibir blastopori dorsal terus tumbuh
ventrally (Gambar 12.9A, B). Daerah yang tumbuh di ujung bibir
disebut chordoneural engsel (Pasteels 1937), dan berisi prekursor
untuk kedua bagian posteriormost piring dan saraf posterior bagian
notochord. Pertumbuhan wilayah ini kurang lebih berbentuk bola
mengubah gastrula, 1.2 mm diameter, menjadi kecebong linear
beberapa 9 mm lama.
Kelainan – Kelainan
Proses neurulasi yang tidak sempurna dapat menyebabkan kelainan
– kelainan. Diantaranya sebagai berikut:
a. Anencephaly
Anencephaly adalah sepalik gangguan yang dihasilkan dari sebuah
cacat tabung saraf yang terjadi ketika batok kepala (kepala) ujung
tabung saraf gagal menutup, biasanya antara tanggal 23 dan 26 hari
kehamilan, yang mengakibatkan tidak adanya bagian besar dari otak
, tengkorak, dan kulit kepala [1]. Anak-anak dengan gangguan ini
dilahirkan tanpa otak-depan, bagian terbesar dari otak yang terdiri
terutama dari otak belahan otak (yang mencakup neokorteks, yang
bertanggung jawab untuk tingkat lebih tinggi kognisi, yaitu, berpikir)
b. Spina bifida
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada
tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau
beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan
kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi
penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi
oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya. Gejalanya tergantung
kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di
punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena
penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.
Terdapat beberapa jenis spina bifida:
1. Spina bifida okulta : merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu
atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda
spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol. Gejalanya:
- seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
- lekukan pada daerah sakrum.
2. Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh
dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.
3. Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis
menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah. Gejalanya
berupa:
- penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada
bayi baru lahir
- jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
- kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan
sensasi
- inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja
- korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
Osifikasi endokondral
Proses pembentukan tulang yang terjadi dimana sel-sel
mesenkim berdiferensiasi lebih dulu menjadi kartilago (jaringan rawan)
lalu berubah menjadi jaringan tulang, misal proses pembentukan tulang
panjang, ruas tulang belakang, dan pelvis. Proses osifikasi ini
bertanggung jawab pada pembentukkan sebagian besar tulang
manusia. Pada proses ini sel-sel tulang (osteoblas) aktif membelah dan
muncul dibagian tengah dari tulang rawan yang disebut center osifikasi.
Osteoblas selanjutnya berubah menjadi osteosit, sel-sel tulang dewasa
ini tertanam dengan kuat pada matriks tulang. Pembentukan tulang
rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan (kartilago). Mula-
mula pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah
batang tulang rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah
menjadi osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulang
kompakta, perichondrium berubah menjadi periosteum.
Bersamaan dengan proses ini pada bagian dalam tulang
rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-
sel tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan
pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur didepositkan, dengan demikian
terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan menyebabkan
kematian pada sel-sel tulang rawan ini. Kemudian akan terjadi
degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan dari zat-zat
interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya
pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk
sumsum tulang. Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan
memasuki daerah epiphise sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder,
terbentuklah tulang spongiosa. Dengan demikian masih tersisa tulang
rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting dalam pergerakan
sendi dan satu tulang rawan di antara epifise dan diafise yang disebut
dengan cakram epifise.
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram
epifise terus-menerus membelah kemudian hancur dan tulang rawan
diganti dengan tulang di daerah diafise, dengan demikian tebal cakram
epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh memanjang. Pada
pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang didaerah rongga sumsum
dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan
pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk
lapisan-lapisan tulang baru di daerah permukaan.
Perkembangan Meningens
Otak dan medulla spinalis manusia dewasa dikelilingi oleh 3
membran (meningens): dura-, arachnoid-, and pia mater. Dura mater
berasal dari mesoderm yang mengelilingi neural tube. Pia dan
arachnoid mater berasal dari sel neural crest.4,6
Tengkorak
Tengkorak dibagi menjadi 2 bagian neurokranium dan
viserokranium. Neurokranium terdiri dari : a) bagian membranosa yang
terdiri dari tulang-tulang pipih, yang mengelilingi otak sebagai suatu
kubah dan b) bagian kartilaginosa (kondrokranium), yang membentuk
tulang-tulang dasar tengkorak, kedua bagian tersebut berkembang dari
sel neural crest kecuali daerah oksipital dan posterior rongga mata yang
berasal dari mesoderm paraxial (yang juga membentuk vertebrae).
Viserokranium terdiri atas tulang-tulang wajah yang berasal dari
pharyngeal arches (branchial arches).4,6
Gambar 2. Embriologi pembentukan sistem saraf pusat
2.2 Definisi Meningoencephalocele
Suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya
penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti
kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Ensefalokel
disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama
perkembangan janin.2,7
2.3 Epidemiologi Meningoencephalocele
1-4 kasus meningoencephalocele per 10.000 kelahiran hidup. Pada
janin yang lahir secara spontan sebelum usia kehamilan 20 minggu,
kelainan saraf sumbu utama. Insiden meningoencephalocele 1-3 per
10000 bayi lahir hidup; paling kecil dari seluruh penyakit defek tuba
neuralis (8% - 19%). Di Eropa dan Amerika hampir 80% - 90%
meningoencephalocele terdapat di regio oksipital;
meningoencephalocele di daerah anterior (frontal, nasofrontal,
nasopharyngeal) lebih sering di Asia Tenggara. Meningoencephalokel
lebih sering pada wanita dibandingkan pada laki-laki.5,7
2.4 Etiologi
Meningoncephalocele mempunyai etiologi multifaktor, Ada beberapa
dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi, faktor usia ibu yang
terlalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan
yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat.
Langkah selanjutnya, sebelun hamil, ibu sangat disarankan
mengonsumsi asam folat dalam jumlah cukup. Pemeriksaan
laboratorium juga diperlukan untuk mendeteksi ada-tidaknya infeksi.1,2
2.5 Patofisiologi
Etiologi kelainan ini masih belum diketahui dengan pasti.
Terdapat faktor multifaktorial yang mirip dengan petogenesa terjadinya
spina bifida dan anencephaly.
Hipotesa-hipotesa yang ada meliputi mutasi autosomal dominan, faktor
lingkungan, infeksi jamur, virus dan parasit serta usia ibu pada saat
terjadinya konsepsi. Kadang-kadang ditemukan keterkaitannya dengan
sindroma genetik yang telah dikenali, seperti Robert syndrome, Amniotic
band syndrome dan Apert syndrome. Sebagian besar penulis tidak
menemukan faktor familial pada kelaianan ini.
Tampaknya factor populasi ikut berperan dalam patogenesa
EFE. Suwanwela menduga bentuk kepala yang khas Asia Tenggara
dengan hidung yang datar pada basis yang lebar merupakan
predisposisi kelainan ini.
Defek cranium pada lesi EFE terletak pada pertemuan antara
os.Frontale dan os.ethmoidale atau foramen cecum. Kadang-kadang
dijumpai cartilage crista galli pada tepi posterior defek, lateralnya atau
bahkan cartilage tersebut terbelah menjadi dua bagian pada tepi lateral
defek. Crista galli seringkali mengalami distorsi, tepi anteriornya halus
dan berbentuk konkav dan lamina cribrosa biasanya terdorong ke
inferior dibawah planum sphenoidalis dan membentuk sudut 45 – 50
dengan bidang orbito-meatal.
Lokasi, bentuk dan ukuran defek tulang umumnya konstan. Lokasinya
adalah pada garis tengah pada foramen cecum, 56% tunggal pada garis
tengah, 27% bilateral paramedian, 17% sisanya unilateral paramedian.
Ukurannya cukup barvariasi dari beberapa milimeter hingga beberapa
cm, diameter umumnya berkisar 8-20 mm (mean 12 mm, SD 5 mm).
Kantong meningeal terdiri dari duramater normal yang melekat pada tepi
defek tulang. Pada kebanyakan kasus, kantong meningeal mengandung
jaringan otak, biasanya bagian medial dari kedua lobus frontalis dan
jarang ditemukan isi kantong meningeal yang hipervaskular.
Pemeriksaan histologis isi kantong menunjukkan jaringan otak, jaringan
glia dan jaringan ikat.
Kelemahan struktur pada pertemuan os.frontale
(membranous) yang berbatasan dengan pembentukan endokondral
os.ethmoidale memungkinkan herniasi elemen saraf. Selama
penutupan sulcus neuralis, ujung anterior dan posterior menutup
seminggu lebih lambat daripada bagian tabung saraf lainnya. Neuropor
anterior yang menutup pada awal minggu ke empat terletak pada lokasi
foramen cecum, yang pada embrio matur terletak pada level akar hidung
diantara kedua mata. Neuropor anterior dipisahkan dari kulit dengan
lipatan pertumbuhan pada setiap sisi mesoderm yang nantinya
membentuk cranium.
Tetapi jika hubungan ini menetap, maka invasi mesoderm
primitive antara neuropor anterior-endoderm neuralis dan ectoderm
primitive akan terhalang dan terjadilah defek tulang pada lokasi tersebut,
yang menyebabkan herniasi kantong meningeal.
Tulang cranium dan wajah merupakan hasil osifikasi membrane dan
tulang basis cranii adalah osifikasi cartilage. Kebanyakan tulang
cranium dan wajah telah mengalami osifikasi pada saat lahir. Pada awal
bulan kedua intrauterine, mesoderm yang mengelilingi vesikel otak yang
sedang tumbuh meningkatkan ketebalannya dan membentuk massa
terlokalisir.
Massa ini menggambarkan stadium perkembangan cranium
yang paling dini. Pada awal bulan kedua kondensasi mesoderm yang
mengelilingi hipofise dan lalu meluas ke depan membentuk dasar ossis
sphenoidalis dan ethmoidale serta septum nasale. Kondrifikasi basis
cranii dimulai pada bulan kedua intrauterine. Planum occipital,
sphenoidal, capsula auditoria, ethmoidal dan radix alae majoris dan
minoris ossis sphenoidalis dan terakhir septum nasale mengalami
kondrifikasi. Ossis ethmoidale mengalami osifikasi dari tiga pusat
ossifikasi, satu dari lamina perpendikularis dan crista galli yang tampak
pada usia satu tahun dan satu untuk setiap labirinth.
Lamina cribrosa mengalami osifikasi dari tiga pusat ossifikasi
endokhondral. Bagian membran cranium mengalami osifikasi dari
empat pusat osifikasi pada setiap sisi. Pusat osifikasi os.frontale terletak
pada sisi eminentia frontalis dan nampak pada kira-kira usia fetus
delapan minggu.
Pada akhir bulan ketiga intrauterin, os.frontale dan
os.ethmoidale masih terpisah, meskipun pada saat lahir telah menjadi
satu. Pada masa intrauterin yang sangat dini, os.frontale nampak
sebagai lamina mesoderm yang meluas ke inferior bertemu dengan
mesoder basis cranii yang akan membentuk os.ethmoidale.
Jaringan tabung saraf yang ada lebih dulu pada regio ini,
mencegah mesoder cranium datang bersama pada regio ini, yang lalu
mengakibatkan defek mesoderm pada pertemuan os.frontale dan
ethmoidale.
Defek tulang ini bersifat menetap dan mesoderm sekitarnya
mengalami kondrifikasi dan osifikasi. Tampaknya, protrusi meningeal
dan jaringan saraf terjadi lebih dulu dan defek tulang terbentuk
disekitarnya. Bila tabung meningeal dan jaringan saraf dipisahkan pada
lehernya dan tidak lagi ada ganjalan pada defek tulang, maka dengan
cepat akan terjadi pengurangan diameter defek tulang dan akhirnya
menutup.
Ini berarti bahwa, tabung meningeal dan sarag yang
menghalangi defek tulang bertanggung jawab atas menetapnya dan
juga terbentuknya defek tulang ini. Sulit dibayangkan bahwa pada
jaringan festus yang sedang sangat aktif tumbuh, gagal mengalami
proses penutupan (fusi) normalnya tanpa adanya obstruksi, terutama
jika jaringan saraf yang sama demikian cepat tumbuhnya dan menutup
lubang pada saat elemen penghalang telah dihilangkan.
Dari beberapa seri EFE yang pernah dilaporkan, dikatakan
bahwa 50-78% EFE disertai dengan kelainan intrakranial seperti
aganesis corpus callosum, kelainan pola ventrikel, atrofi otak, midline
shift, arachnoid cyst, hydrocephalus, konfigurasi otak yang tidak teratur,
porencephalic cyst, stenosis aquaductus.
Teknik Ekstrakranial
Dibuat insisi elips berbentuk huruf S, melengkung atau Y disekitar
basis massa EFR, preparasi kantong duramater dan periosteum dan
reseksi massa herniasi pada level defek tulang. Duramater dijahit kedap air
dengan jahitan jelujur vicryl atau dexon 4,0 dengan jarum bulat, kalau perlu
diperkuat dengan musculofacia atau periosteum.
Defek tulang diperkuat dengan suatu tandur tulang yang diletakkan
diantara durameter dan cranium. Kulit dijahit lapis demi lapis, dimulai dari
galea dan jaringan subcutan. Kulit dijahit jelujur subcutan dengan benan
vicryl atau dexon 4,0. teknik ini lebih cocok untuk EFE type nasofrontale
karena kanalnya pendek dan defek internalnya tidak dicapai lewak defek
eksternal. Teknik ini cukup emmadai untuk neonatus dan bayi.
Teknik intrakranial
Teknik ini pertama kali diajukan oleh Dodge pada tahu 1959. melalui
insisi kulit bikoronal dan kraniotomi frontal bilateral, dikerjakan eksplorasi
pada fossa cranii anterior didalam dan diluar duramater. Otak yang herniasi
direseksi pada defek internal dan dibuang. Duramater dipisahkan dari
sekitar defek tulang, tetapi jangan melepas duramater melewati crista galli
kecuali bila defek tulangnya terletak dibagian posterior crista galli, suatu hal
yang jarang terjadi. Lalu duramater dututp kedap air, kalau perlu dengan
tandur fascia atau periosteum. Defek tulang bisa diperkuat dengan tandur
tabula interna atau protesa lainnya. Teknik ini cocok untuk EFE type
nasoethmoidal dan nasoorbitah dimana kanal tulangnya panjang dan sulit
tercapai dengan pendekatan ekstrakranial.
2.10 Prognosis
Sulit untuk memprediksi sebelum melakukan operasi, dan
tergantung pada jenis jaringan otak yang terlibat dan lokasi. Jika operasi
berhasil, dan gangguan perkembangan tidak terjadi, seorang pasien
dapat berkembang secara normal maka prognosis pada pasien tersebut
baik. Kerusakan Neurologis dan gangguan perkembangan dapat
terjadi, tetapi harus dapat meminimalkan gangguan baik mental dan
cacat fisik. Dan pasien yang mengalami operasi dapat pula sembuh
dengan sempurna tanpa meninggalkan komplikasi preoperatif, tetapi
sejumlah kemungkinan juga dapat terjadi apabila sebagian besar
jaringan otak terlibat dalam kelainan tersebut (meningoencephalocele)
tersebut ada kemungkinan lebih tinggi komplikasi perioperatif.3,5
BAB III
KESIMPULAN