Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

MENINGOENSEFALOKEL

PERIODE
13 APRIL 2020 – 10 MEI 2020

Disusun Oleh:
Faradistiani Rakhmawati Jastika 180070200011024
Erika Aini Putri S 180070200011107
Sandris Meiliana 180070200011091

Pembimbing:
Dr. dr. Farhad Bal’afif, Sp.BS(K)

LABORATORIUM/SMF ILMU BEDAH


RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
HALAMAN PERSETUJUAN

MENINGOENSEFALOKEL

PERIODE
13 APRIL 2020 – 10 MEI 2020

Disusun oleh:

Faradistiani Rakhmawati Jastika 180070200011024


Erika Aini Putri S 180070200011107
Sandris Meiliana 180070200011091

Disetujui untuk dibacakan pada :


Hari : Selasa
Tanggal : 5 Mei 2020

Menyetujui

Pembimbing I

Dr, dr. Farhad Bal’afif, Sp.BS(K)


BAB I
PENDAHULUAN

Meningoncephalocele adalah kelainan kongenital akibat


defek tuba neuralis. Insiden cacat lahir ini banyak ditemukan
dikawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Menurut definisi dari
International Society for Pediatric Neurosurgery (ISPN),
meningoensefalokel adalah penyakit akibat kerusakan tabung saraf
yang ditandai dengan penonjolan dari kantong selaput otak berikut
jaringan melalui celah atau lubang abnormal dari tulang tengkorak.
Kerusakan tabung saraf itu terjadi pada masa embrio.3
Insiden meningoencephalocele 1-3 per 10000 bayi lahir
hidup; paling kecil dari seluruh penyakit defek tuba neuralis (8% -
19%). Di Eropa dan Amerika hampir 80%-90%
meningoencephalocele terdapat di regio oksipital;
meningoencephalocele di daerah anterior (frontal, nasofrontal,
nasopharyngeal) lebih sering di Asia Tenggara. Dalam semua survei
yang dilakukan di Inggris, insidensi neural-tube defects (anensefali,
ensefalokel, spina bifida) secara konsisten lebih besar pada ibu-ibu
dari tingkat sosial ekonomi rendah daripada mereka yang dari tingkat
sosial ekonomi tinggi. Hal ini berhubungan dengan diet yang dijalani
bahwa pada ibu-ibu dari tingkat sosial ekonomi yang tinggi memiliki
diet yang lebih baik dibanding dengan biu-ibu dari tingkat sosial
ekonomi yang rendah. Penelitian Laurence dkk. menunjukkan bahwa
wanita yang mendapat diet adekuat mempunyai insidensi yang lebih
rendah untuk neural tube defect pada anaknya. Namun yang lebih
penting adalah edukasi mengenai nutrisi pada ibu-ibu hamil.1
Diagnosa meningoensefalokel secara fisik lebih mudah dikenal
yakni adanya benjolan diwajah depan tepatnya di daerah hidung dan
mata yang timbul sejak lahir. Benjolan terletak digaris tengah wajah
atau kadang disisi kanan–kiri mata. Lokasi benjolan, terbanyak di
daerah wajah depan yang dikenal sebagai daerah ‘fronto ethmoidal’.
Lokasi lain ensefalokel terdapat didaerah atap (vertex), dasar (basis)
dan belakang kepala (occipital).1,2

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana embriologi meningoensefalokel?
2. Bagaimana definisi meningoensefalokel?
3. Bagaimana epidemiologi meningoensefalokel?
4. Bagaimana etiologi meningoensefalokel?
5. Bagaimana patofisiologi meningoensefalokel?
6. Bagaimana gejala meningoensefalokel?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang meningoensefalokel?
8. Bagaimana penatalaksanaan meningoensefalokel?
9. Bagaimana diagnosis banding meningoensefalokel?
10. Bagaimana prognosis meningoensefalokel?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui embriologi meningoensefalokel
2. Mengetahui definisi meningoensefalokel
3. Mengetahui epidemiologi meningoensefalokel
4. Mengetahui etiologi meningoensefalokel
5. Mengetahui patofisiologi meningoensefalokel
6. Mengetahui gejala meningoensefalokel
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang meningoensefalokel
8. Mengetahui penatalaksanaan meningoensefalokel
9. Mengetahui diagnosis banding meningoensefalokel
10. Mengetahui prognosis meningoensefalokel
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Embriologi
Minggu I (Hari 1-7) – satu lapisan. Setelah fertlisasi, zigot
mengalami pembelahan membentuk blastula. Cairan disekresikan ke
dalam blastula membentuk blastokist dengan Inner mass ceel
(embrioblast) yang akan menjadi embrio dan outer cell mass
(placentoblast) yang akan menjadi plasenta.
Minggu II (hari 8-14) - 2 lapisan. Embrioblast berdiferensiasi
menjadi 2 lapisan berbeda, epiblast dan hipoblast, membentuk cakram
mudigah bilaminer.
Minggu III – cakram mudigah trilaminer. Gastrulasi
merupakan proses pembentukan 3 lapisan germinal pada embrio, yaitu
ectoderm, mesoderm dan endoderm. Langkah pertama dalam
gastrulasi adalah pembentukan primitive strike pada permukaan
epiblas. Primitive strike merupakan sebuah alur pada garis tengah
cakram embrio yang akan menjadi ujung kaudal embrio. Alur tersebut
dibentuk oleh invaginasi sel-sel epiblast yang menggantikan sel
hipoblast dan membentuk mesoderm dan ectoderm. Sel-sel yang tetap
berada di epiblast membentuk ectoderm. Semua sistem organ mayor
termasuk sistem saraf mulai berkembang selama periode embrionik,
menyebabkan terbentuknya pelipatan craniocaudal dan lateral embrio.4

Neurulasi (pembentukan dan pembentukan neural tube)


Pengertian Neurulasi
Neurulasi berasal dari kata neuro yang berarti saraf. Neurulasi
adalah proses penempatan jaringan yang akan tumbuh menjadi saraf,
jaringan ini berasal dari diferensiasi ektoderm, sehingga disebut neural
ectoderm. Sebagai inducer pada proses neurulasi adalah chorda
mesoderm yang terletak di bawah neural ectoderm. Neurulasi dapat
juga diartikan dengan proses awal pembentukan sistem saraf yang
melibatkan perubahan sel-sel ektoderm bakal neural, dimulai dengan
pembentukan keping neural (neural plate), lipatan neural (neural folds)
serta penutupan lipatan ini untuk membentuk neural tube, yang
terbenam dalam dinding tubuh dan berdiferensiasi menjadi otak dan
korda spinalis dan berakhir dengan terbentuknya bumbung neural.
Diduga bahwa perubahan morfologi yang terjadi selama neurulasi
sejalan dengan perubahan kromosom dan pola proteinnya. Penelitian
ini dilakukan untuk membandingkan morfologi kromosom dan pola
protein.

Tahapan – tahapan Neurulasi


Ektoderm adalah lapisan yang paling atas dan akan
membentuk sistem saraf pada janin tersebut yang seterusnya
membentuk otak, tulang belakang, kulit serta rambut.
Setelah fase gastrulasi selesai maka berlanjutlah pada fase neurulasi.
Pada tahap awal Notochord (Sumbu primitif embrio dan bakal tempat
vertebral column) menginduksi ektoderm di atasnya. Sel – sel ectoderm
berubah menjadi panjang dan tebal daripada sel disekitarnya atau
disebut juga dengan poliferasi menjadi lempeng saraf (neural plate).
Pembentukan ini terletak pada bagian dorsal embrio. Kemudian bagian
tepi neural plate menebal dan tumbuh ke atas yang akhirnya terbentuk
neural fold atau lipatan neural. Selanjutnya terbentuk lipatan saraf ke
arah dalam yang dibatasi oleh neural fold terhadap lapisan skin
ectoderm, selanjutnya terjadi fusi neural fold kanan-kiri dan bagian
tengah membentuk parit atau biasa disebut dengan parit neural (neural
groove) kemudian terbentuk tabung/bumbung saraf (neural tube)
dengan lubangnya yang disebut neural canal atau neurocoel.
Selanjutnya neural tube akan tenggelam di bawah ectoderm
(skin ectoderm). Selama neurulasi juga terbentuk pial neural (neural
crest) yang berasal dari sel-sel lempeng saraf yang tidak membentuk
tabung saraf. Neural crest akan membentuk ganglion-ganglion saraf,
sedangkan neural tube akan membentuk sistem saraf pusat. Neural
plate melipat (neural fold) yang kemudian menjadi alur saraf (neural
groove). Neural fold akan meninggi (neural crest) dan menyatu
sehingga terbentuk tabung saraf (neural tube).
Saat pembentukan tabung saraf (neural tube), sel-sel neural crest akan
terpisah dan akan bermigrasi jauh dari neuro ektodermal. Neural crest
akan menjadi lokasi yang dituju kemudian berdiferensiasi menjadi sel-
sel ganglia spinalis dan otot otonom, dan sebagainya. Mesenkim yang
berasal dari neural crest disebut ektomesensim.
Selama minggu kelima, tingkat pertumbuhan yang berbeda
menimbulkan banyak lekukan pada tabung neural, sehingga dihasilkan
tiga daerah otak : otak depan, otak tengah dan otak belakang. Otak
depan berkembang menjadi mata (saraf kranial II) dan hemisfer otak.
Perkembangan semua daerah korteks serebri terus berlanjut
sepanjang masa kehidupan janin dan masa kanak-kanak. Sistem
olfaktorius dan thalamus juga berkembang dari otak depan. Saraf
kranial III dan IV (occulomotorius dan trochlearis) terbentuk dari otak
tengah. Otak belakang membentuk medula, spons, serebelum dan
saraf kranial lain. Gelombang otak dapat dicatat melalui
elektroensefalogram (EEG) pada minggu ke-8. Medula spinalis
terbentuk dari ujung panjang tabung neural. Pada mudigah, korda
spinalis berjalan sepanjang kolumna vertebralis, tetapi setelah itu korda
spinalis tumbuh lebih lambat. Pada minggu ke-24, korda sinalis
memanjang hanya sampai S1, saat lahir sampai L3 dan pada orang
dewasa sampai L1. Mielinisasi korda spinalis mulai pada pertengahan
gestasi dan berlanjut sepajang tahun pertama kehidupan.
Fungsi sinaps sudah cukup berkembang pada minggu ke
delapan sehingga terjadi fleksi leher dan badan. Struktur ektodermal
lainnya, yaitu neural crest, berkembang menjadi sistem saraf perifer.
Sel neural crest yang terlepas dari tepi lateral lipatan neural,
menghasilkan ganglion spinal dan ganglion sistem autonom serta
sejumlah sel jenis lain. Mesoderm paraksial, yang paling dekat dengan
notokord dan neural tube yang sedang berkembang, berdiferensiasi
untuk membentuk pasangan blok jaringan atau somit. Somit pertama
muncul pada hari ke-20. Terdapat sekitar 30 pasagan somit pada hari
ke-30 yang meningkat menjadi total 44 pasangan. Somit
berdiferensiasi menjadi sklerotom, miotom, dan dermatom yang
masing-masing menghasilkan tulang rangka sumbu, otot rangka dan
dermis kulit.

Perkembangan Neural Tube


Neural tube akan mengalami organogenesis menjadi:
• Otak dan sumsum tulang belakang
• Saraf tepi otak dan tulang belakang
• Bagian persarafan indra seperti mata, hidung dan kulit
• Chromatophore kulit dan alat-alat tubuh yang berpigmen.
Neural tube mempunyai ujung - ujung yang disebut dengan
neuropore. Neuropore ada 2 macam yaitu:
- Anterior Neuropore yang akan membentuk otak dan bagian-
bagiannya
- Posterior neuropore yang akan membentuk fleksura atau lipatan
yang akan menjadi batas antara bagian-bagian otak
Pada mamalia awalnya tabung saraf adalah struktur lurus.
Namun, bahkan sebelum bagian posterior tabung telah terbentuk, yang
sebagian besar bagian anterior tabung mengalami perubahan drastis.
Di daerah ini, tabung saraf primer balon menjadi tiga vesikula otak-
depan (prosencephalon), otak tengah (mesencephalon), dan hindbrain
(rhombencephalon). Pada saat posterior akhir menutup tabung saraf,
sekunder tonjolan-vesikula-optik telah memperluas lateral dari masing-
masing sisi otak-depan berkembang. prosencephalon menjadi dibagi
menjadi anterior telencephalon dan semakin caudal diencephalon.
Yang telencephalon akhirnya akan membentuk belahan otak, dan
diencephalon akan membentuk thalamic dan hipotalamus otak saraf
daerah yang menerima input dari retina. Memang, retina itu sendiri
adalah turunan dari diencephalon. Yang tidak menjadi mesencephalon
dibagi, dan akhirnya lumen menjadi otak gorong-gorong.
Rhombencephalon menjadi yang dibagi menjadi
myelencephalon posterior dan yang lebih anterior metencephalon.
Yang akhirnya menjadi myelencephalon medula oblongata, yang
menghasilkan neuron saraf yang mengatur pernapasan, pencernaan,
dan gerakan kardiovaskular. Yang menimbulkan metencephalon
cerebellum, bagian otak yang bertanggung jawab untuk
mengkoordinasi gerakan, postur, dan keseimbangan.
Rhombencephalon mengembangkan pola segmental yang
menentukan tempat-tempat tertentu berasal saraf. Pembesaran
periodik disebut rhombomeres membagi rhombencephalon ke
kompartemen kecil. Rhombomeres ini merupakan perkembangan yang
terpisah "wilayah" di bahwa sel-sel dalam setiap rhombomere dapat
mencampur dengan bebas di dalamnya, tapi tidak dengan sel-sel dari
berdekatan rhombomeres. Selain itu, masing-masing rhombomere
memiliki perkembangan yang berbeda nasib. Setiap rhombomere akan
membentuk kelompok ganglia-badan sel saraf yang membentuk akson
saraf.
Diferensiasi dari tabung saraf ke berbagai daerah di sistem
saraf pusat terjadi secara bersamaan dalam tiga cara yang berbeda.
Pada tingkat anatomis kotor, tabung saraf dan tonjolan dan
menyempitkan lumen untuk membentuk bilik otak dan sumsum tulang
belakang. Pada tingkat jaringan, populasi sel dalam dinding tabung
saraf mengatur ulang diri mereka sendiri untuk membentuk wilayah
fungsional yang berbeda dari otak dan sumsum tulang belakang.
Akhirnya, pada tingkat sel, sel-sel yang neuroepithelial sendiri
berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel saraf (neuron) dan sel
pendukung (glia) hadir dalam tubuh. Perkembangan awal otak
kebanyakan vertebrata sama.
Susunan Saraf Mula – Mula
Susunan saraf mula – mula terdiri dari 3 bagian.
1. bumbung neural
2. jambul neural
3. placode indra
Bumbung Neural akan menjadi encephalon di anterior dan medulla
spinalis anterior.
Encephalon akan berkembang menjadi 3 bagian.
1. prosencephalon, otak depan. Akan menjadi Telencephalon dan
Diencephalon.
2. mesencephalon, otak tengah. Akan menjadi cerebral aqueduct.
3. rhombencephalon, otak belakang. Akan menjadi Myelencephalon
dan metencephalon.
Jambul neural menghasilkan ganglia nervi craniales dan
spinales. Terdapat juga Rongga otak (ventrikel), ada 4 ventrikel yang
berisi cairan serebrospinal/ cairan otak.
Fungsi :
- menjaga otak agar tetap dalam keadaan basah
- menjaga otak tetap pada bentuk dan tempatnya
Placode indra adalah suatu jejeran epidermis yang menebal
di daerah lateral caput, yang terdiri dari:
1. Placode nasus, disamping ventro – anterior caput
2. Placode lens, berhubungan dengan tonjolan optic di daerah
prosencephalon yang bakal jadi diencephalon
3. Placode acoustic (otic), di dorso lateral tentang bagian tengah
rhombencephalon
4. Placode calyculi gustatorii, yang terletak di lidah, pharynx, palatum
molle atau ada juga di permukaan sebelah luar caput.
Neuron – neuron nervus centrale ( saraf pusat ) berasal dari
neuroblast primitive, yang berasal dari sel – sel lapisan terdalam
bumbung neural. Neuron – neuron nervus peripherioum (saraf tepi)
berasal dari jambul neural dan beberapa placode indra.
Nervi spinales yang berjejer secara metamerisme, dibentuk dari sel –
sel jambul neural dan bumbung neural. Dari jambul neural dihasilkan
radix dorsalis dan dari bumbung neural dihasilkan radix ventralis.
Neurilemma dan selaput Schwann berasal dari spongiblast
yang dating dari jambul neural. Begitu juga dengan pia meter, dibentuk
dari sel – sel yang berasal dari jambul neural, sedangkan dura meter
berasal dari sel – sel mesenkim. Jadi pada umumnya tela conjungtiva
(jaringan pengikat) susunan saraf pusat berasal dari ectoderm juga.
Mula – mula Neural tube yg sudah tertutup terdiri dari
Neuroepitel. Neuroepitel ini akan membelah dengan cepat dan
menghasilkan banyak sel neuroepitel yang kemudian menjadi lapisan
yang disebut Neuroepitelium. Lalu sel neuroepitel membentuk sel-sel
saraf Primitif atau Neuroblas yang nantinya akan membentuk zona
yang disebut lapisan mantel. Kemudian lapisan mantel akan
membentuk “Substansia Grissea medulla spinalis“ Lapisan medula
spinalis yang paling luar dan ada dalam lapisan mantel disebut lapisan
marginal,sebagai akibat mielinisasi dan berwarna putih shg disebut
“Substansia Grissea alba medulla spinalis “
Akibat dari bertambahnya neuroblas pd lapisan mantel
mengakibatkan penebalan ventral dan dorsal. Diferensiasi
Histologiknya sebagai berikut:
1. Sel Saraf
2. Sel Glia
3. Sel-sel Krista neuralis
4. Saraf-saraf Spinalis
5. Pembentukan Selubung myelin

Perkembangan Saraf Janin Intra Uterus


Trimester I (0 – 12 minggu)
• Pada minggu ke-8, serabut-serabut saraf tersebar ke seluruh tubuh.
• Pada usia 10 minggu, rangsangan lokal dapat memicu gerakan
berkedip, gerakan
membuka mulut, penutupan jari tangan yang tidak sempurna, dan fleksi
plantar jari kaki.
• Minggu ke-11 atau ke-12, janin membuat gerakan nafas,
menggerakkan seluruh anggota geraknya dan mengubah posisi di
dalam rahim.
• Janin dapat menghisap ibu jarinya dan berenang dalam kolam cairan
amnion, bersalto dan mungkin membuat simpul pada korda umbilikalis.
• Janin berespons terhadap kebisingan, sinar yang kuat, stimulasi yang
mengganggu pada kulit, dan penurunan suhu dengan mengubah
respons otonom, misalnya kecepatan denyut jantung dan dengan
bergerak.

Trimester II (12 – 28 minggu)


• Gerakan janin dapat dirasakan sejak usia gestasi 14 minggu; “latihan
fisik” diperkirakan membantu pertumbuhan otot dan ekstremitas.
• Pada minggu ke-16, sistem saraf janin mulai berfungsi. Stimulasi dari
otak sudah di respons oleh otot-otot sehingga janin bisa
mengoordinasikan gerakannya.
• Janin makin aktif bergerak. Dia menendang-nendang bahkan
melakukan aksi berputar dalam rahim ibu. Apabila gerakan cukup kuat
untuk di rasakan ibu sebagai gerakan bayi maka terjadilah quickening.
Untuk nulipara, perasaan ini biasanya di alami setelah minggu ke-16
gestasi. Pada multipara, quickening dapat dirasakan lebih awal. Pada
waktu itu, ibu menjadi sadar akan siklus tidur dan bangun janin.
Trimester III (28 – 36 minggu)
• Perkembangan pesat dalam tubuh janin pada awal bulan ke-7 terjadi
pada sistem saraf pusatnya, terutama pada otaknya. Bagian otak yang
mengalami perkembangan paling pesat adalah otak yang mengelola
proses penyampaian informasi kepada organ pendengaran serta organ
penglihatan. Perkembangan ini memungkinkan si kecil mampu
mengenali dan membedakan antara suara sang ibu dan anggota
keluarga lainnya, meskipun suara yang didengar belum sejernih suara
aslinya. Kelopak matanya juga telah dapat membuka dan menutup.
• Bola matanya telah dapat digunakan untuk melihat. Bila si ibu berdiri
di tempat yang cukup terang, si kecil dapat melihat siluet benda-benda
di sekitar ibunya.
• Memasuki bulan ke-9, proses yang terjadi bukanlah proses
pembentukan, tetapi lebih bersifat penyempurnaan. Selama trimester
ketiga ini, integrasi fungsi saraf otot berlangsung secara pesat.
Pada aterm, susunan saraf sudah siap untuk menerima dan
mengolah informasi. Fungsi korteks serebrum pada manusia relatif
imatur dibandingkan dengan yang ditemukan pada spesies mamalia
lainnya. Mielinisasi sempurna jalur motorik yang panjang terjadi setelah
lahir, sehingga gerakan halus jari tangan, misalnya, belum tampak
sampai beberapa bulan setelah lahir.

Cara pembentukan bumbung neural (nural tube)


Ada dua cara utama untuk membentuk neural tube. Neurulasi
primer, sel-sel saraf yang mengelilingi piring piring langsung sel-sel
saraf yang berkembang biak, invaginate, dan lepas dari permukaan
untuk membentuk tabung hampa. Dalam neurulasi sekunder, tabung
saraf timbul dari tali yang solid sel-sel yang tenggelam ke dalam embrio
dan kemudian lubang keluar (cavitates) untuk membentuk tabung
hampa. Sejauh mana konstruksi mode ini digunakan bervariasi antara
kelas vertebrata. Neurulasi pada ikan secara eksklusif sekunder. Pada
burung, bagian anterior tabung saraf yang dibangun oleh neurulasi
utama, sementara tabung saraf caudal untuk kedua puluh tujuh somite
pasangan (yakni, segala sesuatu posterior ke hindlimbs) dibuat oleh
neurulation sekunder. Dalam amfibi, seperti Xenopus, sebagian besar
tabung saraf kecebong dibuat oleh neurulation primer, tapi tabung saraf
ekor berasal dari neurulation sekunder. Pada tikus (dan mungkin
manusia juga), neurulasi sekunder dimulai pada atau sekitar tingkat
somite 35.
Neurulasi Primer
Selama neurulasi primer, ektoderm asli dibagi menjadi tiga set sel:
(1) ditempatkan secara internal neural tube, yang akan membentuk
otak dan sumsum tulang belakang, (2) diposisikan eksternal epidermis
kulit, dan (3) saraf sel puncak. Sel puncak neural formulir di kawasan
yang menghubungkan tabung saraf dan kulit ari, tapi kemudian pindah
di tempat lain, mereka akan menghasilkan perifer neuron dan glia, sel-
sel pigmen kulit, dan beberapa jenis sel lain.
Proses neurulasi primer pada amfibi, reptil, burung, dan mamalia
mirip. Tidak lama setelah piring saraf telah terbentuk, tepi menebal dan
bergerak ke atas untuk membentuk lipatan saraf, sedangkan saraf
berbentuk U groove muncul di tengah piring, membagi masa depan
sisi kanan dan kiri embrio. Lipatan saraf yang bermigrasi ke arah garis
tengah embrio, akhirnya sekering untuk membentuk tabung saraf di
bawah ektoderm di atasnya. Sel-sel di bagian dorsalmost tabung saraf
menjadi puncak sel saraf.
Neurulasi terjadi dengan cara yang agak berbeda di berbagai
daerah dalam tubuh. Yaitu kepala, badan, dan ekor masing-masing
daerah membentuk tabung saraf dengan cara-cara yang
mencerminkan hubungan induktif dari endoderm faring, prechordal
piring, dan notochord ke atasnya ektoderm. Kepala daerah dan batang
kedua menjalani neurulation varian dari primer, dan proses ini dapat
dibagi menjadi empat yang berbeda tetapi saling tumpang tindih
spasial dan temporal tahap: (1) pembentukan lempeng saraf, (2)
pembentukan saraf piring; (3) pembengkokan dari piring saraf
membentuk saraf dashed; dan (4) penutupan alur saraf untuk
membentuk tabung saraf

Neurulasi Sekunder
Neurulasi sekunder merupakan pembentukan rongga pada pita sel
– sel solid. Neurulasi sekunder melibatkan pembuatan sebuah tali
meduler dan pengosongan selanjutnya menjadi tabung saraf. Pada
katak dan anak ayam, neurulation sekunder biasanya terlihat dalam
tabung saraf lumbalis (perut) dan tulang ekor. Dalam kedua kasus,
dapat dilihat sebagai kelanjutan dari gastrulasi. Pada katak, bukannya
involuting ke embrio, sel-sel bibir blastopori dorsal terus tumbuh
ventrally (Gambar 12.9A, B). Daerah yang tumbuh di ujung bibir
disebut chordoneural engsel (Pasteels 1937), dan berisi prekursor
untuk kedua bagian posteriormost piring dan saraf posterior bagian
notochord. Pertumbuhan wilayah ini kurang lebih berbentuk bola
mengubah gastrula, 1.2 mm diameter, menjadi kecebong linear
beberapa 9 mm lama.
Kelainan – Kelainan
Proses neurulasi yang tidak sempurna dapat menyebabkan kelainan
– kelainan. Diantaranya sebagai berikut:
a. Anencephaly
Anencephaly adalah sepalik gangguan yang dihasilkan dari sebuah
cacat tabung saraf yang terjadi ketika batok kepala (kepala) ujung
tabung saraf gagal menutup, biasanya antara tanggal 23 dan 26 hari
kehamilan, yang mengakibatkan tidak adanya bagian besar dari otak
, tengkorak, dan kulit kepala [1]. Anak-anak dengan gangguan ini
dilahirkan tanpa otak-depan, bagian terbesar dari otak yang terdiri
terutama dari otak belahan otak (yang mencakup neokorteks, yang
bertanggung jawab untuk tingkat lebih tinggi kognisi, yaitu, berpikir)
b. Spina bifida
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada
tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau
beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan
kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi
penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi
oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya. Gejalanya tergantung
kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di
punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena
penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.
Terdapat beberapa jenis spina bifida:
1. Spina bifida okulta : merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu
atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda
spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol. Gejalanya:
- seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
- lekukan pada daerah sakrum.
2. Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh
dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.
3. Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis
menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah. Gejalanya
berupa:
- penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada
bayi baru lahir
- jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
- kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan
sensasi
- inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja
- korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).

Gambar 1. Pembentukan tabung saraf


Pembentukan Sel Darah
Hematopoiesis merupakan proses pembentukan komponen sel
darah, dimana terjadi proliferasi, maturasi dan diferensiasi sel yang
terjadi secara serentak.
Proliferasi sel menyebabkan peningkatan atau pelipatgandaan
jumlah sel, dari satu sel hematopoietik pluripotent menghasilkan
sejumlah sel darah. Maturasi merupakan proses pematangan sel
darah, sedangkan diferensiasi menyebabkan beberapa sel darah yang
terbentuk memiliki sifat khusus yang berbeda-beda.
Hematopoiesis pada manusia terdiri atas beberapa periode :
1. Mesoblastik
Dari embrio umur 2 – 10 minggu. Terjadi di dalam yolk sac. Yang
dihasilkan adalah HbG1, HbG2, dan Hb Portland.
2. Hepatik
Dimulai sejak embrio umur 6 minggu terjadi di hati Sedangkan pada
limpa terjadi pada umur 12 minggu dengan produksi yang lebih
sedikit dari hati. Disini menghasilkan Hb.
3. Mieloid
Dimulai pada usia kehamilan 20 minggu terjadi di dalam sumsum
tulang, kelenjar limfonodi, dan timus. Di sumsum tulang,
hematopoiesis berlangsung seumur hidup terutama menghasilkan
HbA, granulosit, dan trombosit. Pada kelenjar limfonodi terutama
sel-sel limfosit, sedangkan pada timus yaitu limfosit, terutama
limfosit T.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan
sel darah di antaranya adalah asam amino, vitamin, mineral, hormone,
ketersediaan oksigen, transfusi darah, dan faktor- faktor perangsang
hematopoietik.
Pembentukan Tulang
Proses pembentukan tulang telah bermula sejak umur embrio
6-7 minggu dan berlangsung sampai dewasa. Proses terbentuknya
tulang terjadi dengan 2 cara yaitu melalui osifikasi intra membran dan
osifikasi endokondral:

Osifikasi intra membran


Proses pembentukan tulang dari jaringan mesenkim menjadi
jaringan tulang, contohnya pada proses pembentukan tulang pipih.
Pada proses perkembangan hewan vertebrata terdapat tiga lapisan
lembaga yaitu ektoderm, medoderm, dan endoderm. Mesenkim
merupakan bagian dari lapisan mesoderm, yang kemudian
berkembang menjadi jaringan ikat dan darah. Tulang tengkorak berasal
langsung dari sel-sel mesenkim melalui proses osifikasi intra membran.

Osifikasi endokondral
Proses pembentukan tulang yang terjadi dimana sel-sel
mesenkim berdiferensiasi lebih dulu menjadi kartilago (jaringan rawan)
lalu berubah menjadi jaringan tulang, misal proses pembentukan tulang
panjang, ruas tulang belakang, dan pelvis. Proses osifikasi ini
bertanggung jawab pada pembentukkan sebagian besar tulang
manusia. Pada proses ini sel-sel tulang (osteoblas) aktif membelah dan
muncul dibagian tengah dari tulang rawan yang disebut center osifikasi.
Osteoblas selanjutnya berubah menjadi osteosit, sel-sel tulang dewasa
ini tertanam dengan kuat pada matriks tulang. Pembentukan tulang
rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan (kartilago). Mula-
mula pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah
batang tulang rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah
menjadi osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulang
kompakta, perichondrium berubah menjadi periosteum.
Bersamaan dengan proses ini pada bagian dalam tulang
rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-
sel tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan
pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur didepositkan, dengan demikian
terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan menyebabkan
kematian pada sel-sel tulang rawan ini. Kemudian akan terjadi
degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan dari zat-zat
interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya
pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk
sumsum tulang. Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan
memasuki daerah epiphise sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder,
terbentuklah tulang spongiosa. Dengan demikian masih tersisa tulang
rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting dalam pergerakan
sendi dan satu tulang rawan di antara epifise dan diafise yang disebut
dengan cakram epifise.
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram
epifise terus-menerus membelah kemudian hancur dan tulang rawan
diganti dengan tulang di daerah diafise, dengan demikian tebal cakram
epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh memanjang. Pada
pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang didaerah rongga sumsum
dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan
pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk
lapisan-lapisan tulang baru di daerah permukaan.

Pembentukan dan Perkembangan Otot


Selama perkembangan embrio, sel otot individual (myoblas)
bergabung membentuk sel multinukleat atau serabut otot. Myoblasts
memadukan dan menjadikan serabut-serabut otot sebagai pemberi
isyarat dari neuron dan ektoderma dorsal. Sel satelit dideteksi setelah
menjadi serabut dan berperan untuk pertumbuhan serabut otot dan
regenerasi jaringan selama kehidupan postnatal. Sel-sel miogenik ini
dibangun dari vasculature dan menjadi terikat dengan miogenesis oleh
pemberian isyarat lokal. Dengan perkembangan fetal, banyak serabut-
serabu totot dan ukuran serabut otot yang panjang meningkat sampai
kelahiran. Setelah kelahiran, sedikit terbentuknya serabut baru.
Peningkatan di dalam ukuran otot disebabkan oleh pertumbuhan yang
tidak sehat dari serabut-serabut yang ada. Serabut-serabut baru dapat
dibentuk setelah kelahiran sel satelit yang tak terdiferensiasi.
Penurunan masa otot kebanyakan pada usia 25 sampai 50
tahun. Hal ini terjadi karena peningkatan atropi serabut, yang kemudian
menurun dalam jumlah total serabut otot. Pengaruh dari kerugian
serabut otot dapat dinetralkan oleh pelatihan. Kekakuan otot juga
meningkat dengan usia, seperti ketegangan otot pada atlit-atlit yang
lebih tua, terutama yang dihubungkan dengan peregangan preactivas
yang cukup dan "warm up." Pada tendon, meningkatnya diameter
serabut kolagen juga berdasarkan faktor usia.
Selama immobilisasi, otot skeletal atropi, jumlah serat otot
meningkat, dan secaramikroskopis kekuatan sarkomer membentuk
suatu hubungan. Pada waktu yang sama tendon juga meningkat.

Perkembangan Meningens
Otak dan medulla spinalis manusia dewasa dikelilingi oleh 3
membran (meningens): dura-, arachnoid-, and pia mater. Dura mater
berasal dari mesoderm yang mengelilingi neural tube. Pia dan
arachnoid mater berasal dari sel neural crest.4,6

Tengkorak
Tengkorak dibagi menjadi 2 bagian neurokranium dan
viserokranium. Neurokranium terdiri dari : a) bagian membranosa yang
terdiri dari tulang-tulang pipih, yang mengelilingi otak sebagai suatu
kubah dan b) bagian kartilaginosa (kondrokranium), yang membentuk
tulang-tulang dasar tengkorak, kedua bagian tersebut berkembang dari
sel neural crest kecuali daerah oksipital dan posterior rongga mata yang
berasal dari mesoderm paraxial (yang juga membentuk vertebrae).
Viserokranium terdiri atas tulang-tulang wajah yang berasal dari
pharyngeal arches (branchial arches).4,6
Gambar 2. Embriologi pembentukan sistem saraf pusat
2.2 Definisi Meningoencephalocele
Suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya
penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti
kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Ensefalokel
disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama
perkembangan janin.2,7
2.3 Epidemiologi Meningoencephalocele
1-4 kasus meningoencephalocele per 10.000 kelahiran hidup. Pada
janin yang lahir secara spontan sebelum usia kehamilan 20 minggu,
kelainan saraf sumbu utama. Insiden meningoencephalocele 1-3 per
10000 bayi lahir hidup; paling kecil dari seluruh penyakit defek tuba
neuralis (8% - 19%). Di Eropa dan Amerika hampir 80% - 90%
meningoencephalocele terdapat di regio oksipital;
meningoencephalocele di daerah anterior (frontal, nasofrontal,
nasopharyngeal) lebih sering di Asia Tenggara. Meningoencephalokel
lebih sering pada wanita dibandingkan pada laki-laki.5,7
2.4 Etiologi
Meningoncephalocele mempunyai etiologi multifaktor, Ada beberapa
dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi, faktor usia ibu yang
terlalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan
yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat.
Langkah selanjutnya, sebelun hamil, ibu sangat disarankan
mengonsumsi asam folat dalam jumlah cukup. Pemeriksaan
laboratorium juga diperlukan untuk mendeteksi ada-tidaknya infeksi.1,2

2.5 Patofisiologi
Etiologi kelainan ini masih belum diketahui dengan pasti.
Terdapat faktor multifaktorial yang mirip dengan petogenesa terjadinya
spina bifida dan anencephaly.
Hipotesa-hipotesa yang ada meliputi mutasi autosomal dominan, faktor
lingkungan, infeksi jamur, virus dan parasit serta usia ibu pada saat
terjadinya konsepsi. Kadang-kadang ditemukan keterkaitannya dengan
sindroma genetik yang telah dikenali, seperti Robert syndrome, Amniotic
band syndrome dan Apert syndrome. Sebagian besar penulis tidak
menemukan faktor familial pada kelaianan ini.
Tampaknya factor populasi ikut berperan dalam patogenesa
EFE. Suwanwela menduga bentuk kepala yang khas Asia Tenggara
dengan hidung yang datar pada basis yang lebar merupakan
predisposisi kelainan ini.
Defek cranium pada lesi EFE terletak pada pertemuan antara
os.Frontale dan os.ethmoidale atau foramen cecum. Kadang-kadang
dijumpai cartilage crista galli pada tepi posterior defek, lateralnya atau
bahkan cartilage tersebut terbelah menjadi dua bagian pada tepi lateral
defek. Crista galli seringkali mengalami distorsi, tepi anteriornya halus
dan berbentuk konkav dan lamina cribrosa biasanya terdorong ke
inferior dibawah planum sphenoidalis dan membentuk sudut 45 – 50
dengan bidang orbito-meatal.
Lokasi, bentuk dan ukuran defek tulang umumnya konstan. Lokasinya
adalah pada garis tengah pada foramen cecum, 56% tunggal pada garis
tengah, 27% bilateral paramedian, 17% sisanya unilateral paramedian.
Ukurannya cukup barvariasi dari beberapa milimeter hingga beberapa
cm, diameter umumnya berkisar 8-20 mm (mean 12 mm, SD 5 mm).
Kantong meningeal terdiri dari duramater normal yang melekat pada tepi
defek tulang. Pada kebanyakan kasus, kantong meningeal mengandung
jaringan otak, biasanya bagian medial dari kedua lobus frontalis dan
jarang ditemukan isi kantong meningeal yang hipervaskular.
Pemeriksaan histologis isi kantong menunjukkan jaringan otak, jaringan
glia dan jaringan ikat.
Kelemahan struktur pada pertemuan os.frontale
(membranous) yang berbatasan dengan pembentukan endokondral
os.ethmoidale memungkinkan herniasi elemen saraf. Selama
penutupan sulcus neuralis, ujung anterior dan posterior menutup
seminggu lebih lambat daripada bagian tabung saraf lainnya. Neuropor
anterior yang menutup pada awal minggu ke empat terletak pada lokasi
foramen cecum, yang pada embrio matur terletak pada level akar hidung
diantara kedua mata. Neuropor anterior dipisahkan dari kulit dengan
lipatan pertumbuhan pada setiap sisi mesoderm yang nantinya
membentuk cranium.
Tetapi jika hubungan ini menetap, maka invasi mesoderm
primitive antara neuropor anterior-endoderm neuralis dan ectoderm
primitive akan terhalang dan terjadilah defek tulang pada lokasi tersebut,
yang menyebabkan herniasi kantong meningeal.
Tulang cranium dan wajah merupakan hasil osifikasi membrane dan
tulang basis cranii adalah osifikasi cartilage. Kebanyakan tulang
cranium dan wajah telah mengalami osifikasi pada saat lahir. Pada awal
bulan kedua intrauterine, mesoderm yang mengelilingi vesikel otak yang
sedang tumbuh meningkatkan ketebalannya dan membentuk massa
terlokalisir.
Massa ini menggambarkan stadium perkembangan cranium
yang paling dini. Pada awal bulan kedua kondensasi mesoderm yang
mengelilingi hipofise dan lalu meluas ke depan membentuk dasar ossis
sphenoidalis dan ethmoidale serta septum nasale. Kondrifikasi basis
cranii dimulai pada bulan kedua intrauterine. Planum occipital,
sphenoidal, capsula auditoria, ethmoidal dan radix alae majoris dan
minoris ossis sphenoidalis dan terakhir septum nasale mengalami
kondrifikasi. Ossis ethmoidale mengalami osifikasi dari tiga pusat
ossifikasi, satu dari lamina perpendikularis dan crista galli yang tampak
pada usia satu tahun dan satu untuk setiap labirinth.
Lamina cribrosa mengalami osifikasi dari tiga pusat ossifikasi
endokhondral. Bagian membran cranium mengalami osifikasi dari
empat pusat osifikasi pada setiap sisi. Pusat osifikasi os.frontale terletak
pada sisi eminentia frontalis dan nampak pada kira-kira usia fetus
delapan minggu.
Pada akhir bulan ketiga intrauterin, os.frontale dan
os.ethmoidale masih terpisah, meskipun pada saat lahir telah menjadi
satu. Pada masa intrauterin yang sangat dini, os.frontale nampak
sebagai lamina mesoderm yang meluas ke inferior bertemu dengan
mesoder basis cranii yang akan membentuk os.ethmoidale.
Jaringan tabung saraf yang ada lebih dulu pada regio ini,
mencegah mesoder cranium datang bersama pada regio ini, yang lalu
mengakibatkan defek mesoderm pada pertemuan os.frontale dan
ethmoidale.
Defek tulang ini bersifat menetap dan mesoderm sekitarnya
mengalami kondrifikasi dan osifikasi. Tampaknya, protrusi meningeal
dan jaringan saraf terjadi lebih dulu dan defek tulang terbentuk
disekitarnya. Bila tabung meningeal dan jaringan saraf dipisahkan pada
lehernya dan tidak lagi ada ganjalan pada defek tulang, maka dengan
cepat akan terjadi pengurangan diameter defek tulang dan akhirnya
menutup.
Ini berarti bahwa, tabung meningeal dan sarag yang
menghalangi defek tulang bertanggung jawab atas menetapnya dan
juga terbentuknya defek tulang ini. Sulit dibayangkan bahwa pada
jaringan festus yang sedang sangat aktif tumbuh, gagal mengalami
proses penutupan (fusi) normalnya tanpa adanya obstruksi, terutama
jika jaringan saraf yang sama demikian cepat tumbuhnya dan menutup
lubang pada saat elemen penghalang telah dihilangkan.
Dari beberapa seri EFE yang pernah dilaporkan, dikatakan
bahwa 50-78% EFE disertai dengan kelainan intrakranial seperti
aganesis corpus callosum, kelainan pola ventrikel, atrofi otak, midline
shift, arachnoid cyst, hydrocephalus, konfigurasi otak yang tidak teratur,
porencephalic cyst, stenosis aquaductus.

Gambar 4. Meningoensefalokel oksipital

Meningoensefalokel Oksipital adalah bentuk yang paling


umum terjadi di Bagian Barat yaitu (71% di Amerika Serikat, Eropa). Hal
ini sering dikaitkan dengan malformasi Dandy-Walker dan malformasi
Arnold-Chiari II. Encephalocele oksipital dapat terletak tinggi, di atas
foramen magnum, atau mungkin melibatkan tulang belakang leher
bagian atas dan tulang oksipital. (The Chiari III malformasi adalah
cervico-oksipital encephalocele yang berisi sebagian besar otak kecil.)
Frontoparietal encephalocele yang paling umum adalah jenis
encephalocele di Asia Tenggara. Hal ini terkait dengan garis tengah
kraniofasial dysraphism. Sphenoidal encephaloceles sering klinis
okultisme dan biasanya menjadi jelas pada akhir dekade pertama
kehidupan.7
2.6 Gejala
1. Benjolan pada pangkal hidung yang ada sejak lahir dan cenderung
membesar.
2. Pada umumnya terletak di garis tengah wajah.
3. Kistik, lunak.
Berhubungan dengan ruang intrakranial, ditekan mengempis,
dilepas menonjol lagi. Bila mengejan atau menangis benjolan
menjadi lebih tegang serta berpulsasi.
4. Bila sudah mengalami gliosis, maka konsistensinya menjadi lebih
padat.

2.7 Pemeriksaan penunjang


1. CT-scan
Berdasarkan gambaran CT scan, ensefalokel dapat
didiagnosis banding dengan infeksi dan tumor. Keduanya dapat
menyebabkan destruksi dr tulang kranium. Material kontras yang
dimasukkan secara intratekal dapat memberikan gambaran yang
lebih baik. CT scan cisternography dapat menunjukkan adanya
hubungan antara kantung hernia dengan ruang subarachnoid.2
2. MRI
MRI dapat menjadi salah satu pilihan dalam pemeriksaan
ensefalokel dengan kemampuannya menghasilkan gambar dengan
berbagai proyeksi. MRI dapat menunjukkan detail yang tepat dari
suatu kelainan, juga dapat menunjukkan isi hernia.

Gambar 5. CT San pada encephalocele frontalis


Saat postnatal, ensefalokel basal tergambarkan sebagai
suatu massa yang menonjol ke dalam rongga hidung. Ini dapat
menyerupai bentuk dari nasal polip. Namun, nasal polip dan
adenoid jarang ditemukan pada bayi, maka adanya suatu massa
pada ringga nasofaring dapat dipikirkan suatu basal ensefalokel.2
3. USG
Gambaran ensefalokel pada pemeriksaan USG tampak
sebagai adanya massa di garis tengah cranium, dengan sebagian
besar kasus terjadi di occipital dan yang lebih jarang terdapat di
frontal. Ukuran deri defek pada tulang dan penonjolan dari kantung
hernia dapat berukuran kecil hingga besar.2

Gambar 6. Gambaran USG


Gambaran diatas menunjukkan gambaran sagital dari fetus
yang terdapat ensefalokel kecil. Ensefalokel terjadi akibat
kegagalan ektoderm berpisah dari neuroektoderm. Hal ini
menyebabkan adanya defek pada tulang tengkorak yang membuat
herniasi pada meningens ataupun jaringan otak.
4. Angiografi
Angiografi diperlukan untuk pemeriksaan vaskular sebelum
dilakukan operasi repair dari hernia. Selain itu diperlukan juga untuk
melihat keterlibatan sinus venosus dura ke dalam kantung hernia.
Namun, angiografi tidak rutin dilakukan dalam kasus ensefalokel.2
2.8 Penatalaksanaan
Indikasi terapi definitif EFE meliputi alasan kosmetik, pencegahan
kerusakan otak lebih lanjut, pencegahan ulserasi, ruptur dan kebocoran
cairan serebrospinal serta indikasi perawatan penderita. Indikasi operasi
segera adalah EFE tanpa epitel kulit, dengan perdarahan, terdapat
obstruksi jaringan nafas dan gangguan visus, sedang indikasi efektif adalah
melindungi jaringan otak, memudahkan perawatan, mencegah infeksi,
perbaikan fungsi jalan nafas, bicara dan visus, dan adanya anomaly lain
seperti hidrosefalus, telechantus, dan kealinan kosmetik lainnya dan
masalah psikologis.
Kontraindikasi operasi adalah keadaan umum penderita yang jelek
dan kerusakan otak hebat dengan hanya sedikit harapan perkembangan
mental. Penyebab utama kerusakan otak adalah herniasi massif jaringan
otak yang disertai anomali otak dan hidrosefalus. Pada keadaan infeksi akut
dari kantung EFE yang pecah, maka operasi sebaiknya ditunda.
Terapi yang dikerjakan adalah pembedahan, yaitu dengan cara
eksisi jaringan ensefalokel dan menutup defek durameter dan tulang serta
tindakan kosmetik yang diperlukan. Waktu optimal untuk tindakan
pembedahan elektif berbeda-beda menurut beberapa penulis. Tetapi
patokan yang dipakai ialah bila kondisi penderita telah memungkinkan.
Makin dini operasi dikerjakan, makin kecil kemungkinan deformitas wajah
dan kerusakan otak yang terjadi dan prosedur EFE pada periode neonatus
lebih sederhana bila dibandingkan dengan usia yang lebih tua, karena
cukup melakukan eksisi dan penutupan defek tulang saja tanpa perlu
melakukan rekonstruksi tulang.
Charoonsmith dan Suwanwela menganjurkan operasi dua tahap
pada neotatus dan anak usia kurang dari tiga tahun, dimana tahap pertama
adalah reseksi massa herniasi dan eksisi kulit pada teknik ekstrakranial dan
reseksi massa herniasi serta penutupan defek tulang tanpa eksisi kulit pada
teknik intrakranial. Tahap kedua adalah rekonstruksi kraniofasial. Pada usia
ini tidak dianjurkan koreksi telecanthus. Hayasi menganjurkan operasi pada
umur dua tahun.
Sedang untuk anak usia lebih dari tiga tahun, Charoonsmith menganjurkan
operasi satu tahap yaitu reseksi massa herniasi, eksisi kulit yang berlebihan
dan koreksi telecanthus.
Mulliken menganjurkan rekonstruksi tulang pada tahap kedua, dengan
alasan reseksi septum nasal superior turbinate dapat mengganggu
pertumbuhan wajah, tetapi Tulasne ternyata tidak menemukan komplikasi
itu pada anak usia 4 – 11 tahun.
Menurut Collohan, piliha satu atau dua tahap tergantung usia,
derajat deformitas wajah dan ukuran massa. Pada anak usia lebih dari 4
tahun dan terdapat telecanthus, maka dikerjakan operasi satu tahap,
sedang anak usia ukuran dari 4 tahun dikerjakan operasi dua tahap dengan
alasan dinding orbita rapuh, canthus medial tidak stabil dan orbita masih
bisa tereposisi spontan setelah massa direseksi. Alasan lain adalah bahwa
pada EFE, deformitas tulang yang ada tersebut berhubungan dengan
rongga yang terjadi akibak efek herniasi otak dan bukan intrinsik akibat
jaringan itu sendiri, sehingga makin dini tindakan bedah satu tahap, akan
memberi kesenpatan otak dan mata yang sedang tumbuh untuk
membentuk tulang orbita dan proses mengunyah, berbicara dan bernafas
akan membantu proses pembentukan kembali wajah yang mengalami
deformitas. Dan sejak adanya perbaikan teknik kraniofasial modern maka
mulai dilakukan rekonstruksi deformitas defitif satu tahap transkranial.
David menganjurkan rekosntruksi definitif pada usia kurang dari tiga bulan
jika kondisi memungkinkan.
Sejumlah komplikasi telah tercatat pada teknik eksisi sederhana
ekstra kranial, seperti kebocoran cairan otak dan terjadinya massa residif.
Terjadi meningitis juga meningkatkan terjadinya hidrosefalus.
Salah satu penyebab tesering kebocoran CSS pada eksisi ekstra
kranial adalah lapisan durameter yang terletak tepat dibawah defek tulang
sifatnya tipis dan melekat erat sehingga mudah robek dan penjahitan kedap
air sulit dikerjakan, selain itu robekan ini sulit terlihat selama eksplorasi.
Sedangkan salah satu penyebab terjadi residif EFE adalah adanya
titik lemah pada defek duramater itu berhubungan langsung dengan tulang
diatasnya. Sehingga untuk mencegah terjadinya residif EFE, perlu
dilakukan penutupan tulang atau transposisi tulang untuk menutup titik
lemah pada defek durameter tersebut.
Untuk mencapai hasil maksimal adalah dengan penutupan
duramater kedap air dengan diperkuat musculofascial atau periosteum,
menutup titik lemah pada defek duramater dengan transposisi tulang dan
memperkuat defek tulang dengan fasia, tandur tulang atau protesa lainnya.
Ada tiga macam teknik eksisi EFE yaitu :
1. Eksisi ekstra kranial sederhana
2. Eksisi transkranial
3. Osteotomi subfrontale

Teknik Ekstrakranial
Dibuat insisi elips berbentuk huruf S, melengkung atau Y disekitar
basis massa EFR, preparasi kantong duramater dan periosteum dan
reseksi massa herniasi pada level defek tulang. Duramater dijahit kedap air
dengan jahitan jelujur vicryl atau dexon 4,0 dengan jarum bulat, kalau perlu
diperkuat dengan musculofacia atau periosteum.
Defek tulang diperkuat dengan suatu tandur tulang yang diletakkan
diantara durameter dan cranium. Kulit dijahit lapis demi lapis, dimulai dari
galea dan jaringan subcutan. Kulit dijahit jelujur subcutan dengan benan
vicryl atau dexon 4,0. teknik ini lebih cocok untuk EFE type nasofrontale
karena kanalnya pendek dan defek internalnya tidak dicapai lewak defek
eksternal. Teknik ini cukup emmadai untuk neonatus dan bayi.

Teknik intrakranial
Teknik ini pertama kali diajukan oleh Dodge pada tahu 1959. melalui
insisi kulit bikoronal dan kraniotomi frontal bilateral, dikerjakan eksplorasi
pada fossa cranii anterior didalam dan diluar duramater. Otak yang herniasi
direseksi pada defek internal dan dibuang. Duramater dipisahkan dari
sekitar defek tulang, tetapi jangan melepas duramater melewati crista galli
kecuali bila defek tulangnya terletak dibagian posterior crista galli, suatu hal
yang jarang terjadi. Lalu duramater dututp kedap air, kalau perlu dengan
tandur fascia atau periosteum. Defek tulang bisa diperkuat dengan tandur
tabula interna atau protesa lainnya. Teknik ini cocok untuk EFE type
nasoethmoidal dan nasoorbitah dimana kanal tulangnya panjang dan sulit
tercapai dengan pendekatan ekstrakranial.

Teknik Osteotomi subfrontal


Teknik ini ditekankan pada pendekatan langsung pada defek tulang
dengan cara yang lebih sederhana daripada teknik intrakranial, yaitu
dengan melakukan osteotomi subfroto-naso-orbital, melepaskan duramater
dari tepi defek tulang, reseksi jaringan otak yang herniasi dan penutupan
duramater kedap air, diperkuat dengan facia atau periosteum kalau perlu.
Bila diameternya lebih dari 1 cm, defek tulang ditutup dengan tandur tulang
tabula interna, costa atau akrilik. Akrilik dapat digunakan pada penderita
dengan umur diatas enam tahum. Bila diameternya kuran dari 1 cm maka
defek tulang tidak perlu ditutup tetapi titik lemah pada defek duramater
harus dittutup, karena diharapkan akant erjadi penutupan spontan setelah
massa herniasi dibuang.
Tindakan selanjutnya adalah koreksi telecanthus dengan esksisi
sebagian os.nasale sampai tercapai ukuran JIO yang normal, kantopeksi
transnasal dan rekonstruksi jembatan hidung. Insisi kulit yang dianjurkan
adalah :
1. Insisi bikoroner
2. Insisi transfasial
Insisi kulit bikoroner dikerjakan bila kulit kantong EFE dianggap tidak
perlu di eksisi, sedangkan bila kulit kantong EFE berlebihan dan perlu
dieksisi atau terdapat jaringan parut dari operasi terdahulu, maka insisi
dikerjakan langsung diatas kantong EFE (insisi tansfacial). Tekni ini dapat
digunakan untuk semua tipe EFE. Penderita diletakkan dalam posisi
supinasi dengan kepala sedikit defleksi dan lebih tinggi dari jantung.
Rambut dicukur pada bagian kulit yang akan di insisi saja (penderita
dewasa) sedang pada bayi sebaiknya dicukur semua pada insisi bikoroner
dan pada insisi tranfacial rambut tidak perlu dicukur.
Luasnya bedah rekonstruksi harus ditinjau dari konteks
pertumbuhan dan perkembangan struktur wajah. Pada anak-anak, tindakan
pembedahan sebaiknya hanya terbatas pada eksisi jaringan yang
berlebihan saja karena deformitas wajah akan membaik spontan setelah
eksisi jaringan herniasi. Koreksi struktur wajah yang sedang tumbuh seperti
os.nasale dan kartilagonya diusahakan seminimal mungkin untuk menjaga
pola pertumbuhan yang normal.
Tetapi sebaliknya untuk mendapat hasil dengan kemungkinan
terbaik pada usia yang lebih tua dan dewasa, rekonstruksi tulang dan
jaringan lunak sebaiknya lebih radikal, dengan melakukan koreksi
telecanthus, posisicanthus medialis, deformitas nasalis dan retrusi
os.maksilla.
Medial orbitotomi dikerjakan bila terdapat telecanthus. Osteotomi
dinding medial orbita dikerjakan dengan bor kipas. Hati-hati dengan
kelenjar dan duktus nasola crimalis akibat posisi os.lacrimale dan pars
orbitalis maksilae yang terdorong ke arah caudal. Jembatan tulang dapat
dipatahkan dan dipindahkan ke medial. Ligamen canthus medial diikat
transnasal kea rah craniomedial dan sejajar kiri kanan. Garis canthus
medial (GCM) dibuat lebih rendah daripada garis canthus lateral (GCL).2,5

2.9 Diagnosis banding


1. Kista dermoid
2. Mucocele
3. Hemangioma
4. Fibroma

2.10 Prognosis
Sulit untuk memprediksi sebelum melakukan operasi, dan
tergantung pada jenis jaringan otak yang terlibat dan lokasi. Jika operasi
berhasil, dan gangguan perkembangan tidak terjadi, seorang pasien
dapat berkembang secara normal maka prognosis pada pasien tersebut
baik. Kerusakan Neurologis dan gangguan perkembangan dapat
terjadi, tetapi harus dapat meminimalkan gangguan baik mental dan
cacat fisik. Dan pasien yang mengalami operasi dapat pula sembuh
dengan sempurna tanpa meninggalkan komplikasi preoperatif, tetapi
sejumlah kemungkinan juga dapat terjadi apabila sebagian besar
jaringan otak terlibat dalam kelainan tersebut (meningoencephalocele)
tersebut ada kemungkinan lebih tinggi komplikasi perioperatif.3,5
BAB III
KESIMPULAN

Meningoensefalokel adalah kelainan kongenital akibat defek tuba


neuralis. Meningoensefalokel memiliki berbagai macam penyebab.
Beberapa diantaranya diduga disebabkan oleh infeksi, faktor usia ibu yang
terlalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan yang
tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat. Kelainan
utama dalam perkembangan yaitu defek pada mesodermal yang
mengakibatkan defek pada calvarium dan duramater yang berhubungan
dengan herniasi dari CSF, jaringan otak, dan meningen melalui defek
tersebut.
Gejala klinis adalah Hidrosefalus, kelumpuhan keempat anggota
gerak (kuadriplegiaspastik), gangguan perkembangan, mikrosefalus,
gangguan penglihatan, keterbeakangan mental dan pertumbuhan ataksia
dan kejang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah CT scan,
USG, MRI dan Angiografi.
Penatalaksanaan yang umumnya dilakukan operasi saat bayi untuk
menempatkan jaringan yang menonjol keluar kembali ke dalam tengkorak,
membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial terkait.
DAFTAR PUSTAKA

1. Acosta J, Et al. 2007. Sabiston’s Textbook of Surgery. 18th Ed.


Saunders.
2. Albert L, Et al. 2009. Meningoencephalocele Imaging. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/403308-overview
3. Brunicardi FC, et al. Schwartz’s Principle of Surgery. 2010. 9th Ed.
USA : McGraw-Hill.
4. Embryology and maldevelopment. Tuesday, 28 April 2009. Diunduh
dari : http://www.neuronotes.com/content/view/122/30/
5. K. Singh, M. B. Garasia, Et al. 2007. Giant Occipital
Meningoencephalocele : Anaesthetic Implications . The Internet
Journal of Anesthesiology. Volume 13 Number 2.
6. Langman. 2000. Embriologi Manusia. Jakarta : FKUI.
7. Ropper AH, Brown RH. Adam and Victor’s Principles of Neurology.
2005. 8th Ed. USA : McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai