Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN TUTORIAL

MODUL 1
SKENARIO 1 : PAK ABDUL DAN ANAKNYA

OLEH

TUTI IRMA RAHAYU

1410311045

LINTANG SEKAR SARI

1410312070

NETTY TRIANI PUTRI

1410312031

DWININTA ALFATHIKA

1410312028

DITA VIVIANT SAGITH

1410311125

NORMA SARTIKA YULINAR

1410311024

TAUFIK RACHMAN

1410312082

RIKO JANUKARDI

1410312064

MHD IGO PRATAMA

1410311039

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS

A. Terminologi
1. Club foot : kelainan kongenital pada ekstremitas bawah dimana kaki terpuntir
ke medial .
2. CTEV
: congenital talipes equinovarus. Merupakan defirmitas pergelangan
3.
4.
5.
6.
7.

B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

kaki mengalami inversi tungkai, aduksi kaki depan , rotasi dari tibia .
Hindfoot : kaki bagian belakang, terdiri dari talus dan calcaneus.
Midfoot
: kaki bagian tengah, terdiri dari navicular , kuboid, kuniforme.
Forefoot : kaki bagian depan , terdiri dari palangs dan metakarpal.
Ponsetti method : metode memperbaiki kaki pasien dengan gips.
Gips serial : pemasangan gips secara terpisah.

Rumusan Masalah
Apa saja kemungkinan cacat lahir yang bisa terjadi ?
Bagaimana interpretasi kondisi lahir anak pak abdul?
Adakah oengaruh kondisi lahir dengan kondisi yang dialami sekarang?
Mengapa anak pak abdul dibawa ke rumah sakit?
Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan kondisi anak pak abdul?
Bagaimana hubungan penata radiologi beresiko apapran sinar-x dengan kondisi

lahir anak pak abdul?


7. Bagaimana hubungan kondisi cacat pada kakek dengan keadaan anak pak abdul?
8. Apa kemungkinan kelainan kakek dan apa pemyebabnya?
9. Bagaimana hubungan kondisi anak perempuan dengan anak laki laki anak pak
abdul dan apa penyakitanak pertama?
10. Mengala bisa terjadi pertambahan jari di samping ibu jari?
11. Apa ada hubungan dengan kondisi anak pertama dengan dengan pekerjaan pak
abdul?
12. Mengapa dokter menganjurkan diangkat jarinya?
13. Apa ada kemungkinan buruk yang terjadi jika jarinya tidak diangkat?
14. Kapan waktu yang tepat mengangkat jari?
15. Mengapa bisa terjadi clubfoot atau CTEV?
16. Bagaimana perubahan yang terjadi pada hindfoot , midfoot, dan forefoot tersebut?
17. Mengapa dianjurkan ponseti method dengan gips serial dan apa tindakan lain yang
bisa dilakukan?

C. Brainstorming
1. Kemungkinan cacat pada
Tulang : amelia, club foot, polidaktili
Bengkok pada kaki
2. Berat badan lahir 3200 gram menandakan berat lahir normal. Kaki yang bengkok
berarti ada abnormalitas pada muskuloskletal

3. Tidak ada hubungan kondisi lahir . Kemungkinan kondisi intra uterin yang
mempengaruhi, bisa juga disebabkan genetik dan faktor lingkungan
4. Dibawa kerumah sakit untuk didiagnosis penyakitnya dan tatalaksana selanjutnya
yang tepat.
5. Kejadian anak pak abdul sering terjadi pada anak laki laki dimana perbandingan
dengan perempuan yaitu 2:1. Untuk kondisi usia yang baru lahir dicurigai kelainan
kongenital.
6. Kondisi pekerjaan pak abdul bisa menyebabkan mutasi genetik atau kromosom
sehimgga bisa menyebabkan cacat pada keturunan
7. Keadaan kakek mengalami mikrotia, bisa jadi keturunan akan mengalami cacat
lahir lainnya walaupun tidak sama lokasinya.
8. Sudah terjawab
9. Sudah terjawab
10. Kondisi tersebut bisa karna kelainan kromosom terutama yang terjadi pada
trimester pertama. Mesenkim ibu jari tidak mengalami apoptosis sehingga
menyebabkan gangguan pemisahan.
11. Sudah terjawab
12. Kalau polidaktili tidak perlu diangkat tapi secara kosmetik mengganggu .
Pembedahan dilakukan antara usia 1,5-2,5 tahun. Pada orang dewasa bisa
mengganggu aktivitas.
13. Sudah terjawab
14. Sudah terjawab.
15. Clubfoot terjadi karna adanya deformitas. Bisa karna otot pada tibia pendek, sendi
berlapis, pertumbuhan jaringan ikat berlebihan. Pemendekan otot karna vaskular
tidak ada atau berkurang. Kondisi ibu oligohidramnion dan penekan dari luar.
16. Forefoot mengalmi adduksi dan supinasi sehingga menghadap ke medial, hindfoot
mengalami inversi dan ada equinus ankle sehingga plantar fleksi , ujung jari kaki
lebih tinggi dari tumit.
17. Ponseti method merupakan tindakan yang tidak invasif, jika di operasi biasanya
kaki tidak sekuat dengan memakai ponseti method

D. Skema

E. Learning objective
1. Mahasiswa mampu menjelaskan embriogenesis muskuloskletal dan defek yang
terjadi di setiap fase.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi, faktor risiko, etiologi, klasifikasi,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis , tatalaksana, prognosis dan komplikasi
kelainan kongenital ekstremitas atas
3. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi, faktor risiko, etiologi, klasifikasi,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis , tatalaksana, prognosis dan komplikasi
kelainan kongenitas ekstremitas bawah
4. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi, faktor risiko, etiologi, klasifikasi,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis , tatalaksana, prognosis dan komplikasi
kelainan kongenital tulang belakang.

F. Pembahasan LO
1. EMBRIOGENESIS SISTEM MUSKULOSKELETAL
Ekstremitas mulai berkembang pada minggu ke-4. Mesoderm lempeng lateral akan
mengeksekresikan FGF10 yang sehingga terbentuk tunas ekstremitas yang keluar dari
dinding tubuh ventrolateral. Untuk ekstremitas atas dipicu oleh TBX5 dan FGF10,
sedangkan untuk ekstremitas bawah dipicu oleh TBX4 dan FGF10. Tunas tersebut terdiri
dari inti mesenkim yang berasal dari mesoderm lempeng lateral yang akan membentuk
tulang dan jaringan ikat, pada bagian luarnya dilapisis ektoderm kuboid. Sumbu
anteroposterior merupakan yang pertama kali dibentuk. Diatur oleh zone of polarizing
activity (ZPA), sel-sel ini akan menghasilkan asam retinoat (vitamin A) yang akan memicu
ekspresi sonic hedgehog (SHH) sehingga.

Jika pertumbuhan tunas telah dimulai berbagai protein morfogenik tulang (BMP)
yang diekspresikan di ektoderm ventral memicu pembentukan AER, pada ektoderm
bagian dorsal akan diekspresikan Radical fringe yang akan membatasi lokasi AER di
ujung distal ekstremitas. SER2 akan menentukan batas sel yang akan menghasilkan
radical fringe dan yang tidak. Pada batas inilah AER terbentuk. Pembentukan batas ini
juga dibantu oleh Engrailed-1 (ENT-1) yang dihasilkan ektoderm ventral yang mana
nantinya akan menekan ekspresi Radical fringe. Ektoderm di batas distal akan menebal
membentuk Apical epidermal ridge(AER) , yang akan menginduksi mesenkim di
sekitarnya untuk proliferasi tetapi tidak diferensiasi yang dinamakan progress zone. AER
akan distimulai oleh SHH sehingga mengekspresikan FGF4 dan FGF8 untuk
mempertahankan progress zone.
Seiring pertumbuhannya sel - sel mesenkim di ujung proksimal akan semakin jauh
dari AER dan pengaruhnya sehingga memperlambat laju pembelahan dan memulai proses
diferensiasi.Terjadi pertumbuhan sumbu secara proksimodistal. Ektoderm pada bagian
dorsal akan mengekspresikan Wnt-7 yang akan menstimulasi sekresi Lmx1b yang
menyebabkan perkembangan bagian dorsal dari tunas ekstremitas. Pada bagian ventral
akan dihasilkan EN-1 yang akan menghalangi ekspresi Wnt-7 sehingga menvcegah
pembentukan Lmx1b dan mengatur perkembangan secara dorsoventral.
Pada minggu ke 6 bagian terminal tunas ekstremitas menjadi pipih dan terbentuk
lempengan tangan dan lempengan kaki. HOX dan SHH bersama sama akan menentukan
pembentukan jari jari. SHH akan menginduksi BMP untuk menginduksi apoptosis
diantara sela sela jari dengan menekan ekspresi FGF. Lempengan akan diipisahkan dari
segmen proksimal oleh suatu konstriksi melingkar. Kemudian konstriksi kedua akan
membagi dua bagian proksimal sehingga bagian bagian utama ekstremitas sudah bisa
dikenali. Selama minggu ke 7 ekstremitas akan berputar. Ekstremitas atas berputar 90
derajat ke arah lateral, sedangkan ekstremitas bawah berputar 90 derajat ke arah medial.

Pada minggu ke 8 jari tangan dan kaki sudah terbentuk lengkap terpisah.Posisi kaki akan
mengalami perputaran hingga minggu ke 11.
Sementara bentuk luar sedang dibentuk, mesenkim di tunas ekstremitas mulai
mengalami pemadatan, dan sel sel ini berdiferensiasi menjadi kondrosit. Pada minggu ke 6
kondrosit telah model kartilago hialin pertama, mengawali pembentukan ekstremitas.
Osifikasi endokondral dimuai pada akhir periode mudigah. Pusat pusat osifikasi primer
terdapat di semua tulang panjang ekstremitas pada minggu ke 12 perkembangan. Dari
pusat primer di diafisis akan terjadi osifikasi secara bertahap menyebar ke ujung - ujung
kartilago. Saat lahir diafisis telah mengalami sifikasi sempurna sedangkan pada bagan
ujung yaitu epifisis tetep berupa kartilago. Namun segera sesudahnya di epifisis muncul
pusat pusat osifikasi . Untuk sementara lempeng kartilago tetap berada di antara epifisis
dan diafisis yang dinamakan lempeng epifisis dan berperan dalam penambahan panjang
tulang. Ketika tuang telah mencapai panjang penuhnya lempeng epifisis akan lenyap.
Vertebra terbentuk dari bagian sklerototom somit yang berasal dari mesoderm
paraksial.Selama minggu ke 4 sel sel sklerotom bermigrasi ke sekeliling korda spinalis
dan notokord untuk menyatu dengan sel sel dari somit yang berlawanan di sisi lain
tabung saraf. Seiring dengan berlanjutnya perkembangan, bagian sklerotom dari masing
masing somit juga mengalami suatu proses yang disebut resegmentasi. Resegmentasi
terjadi ketika separuh kaudal dari masing masing sklerotom tumbuh ke dalam dan
menyatu dengan separuh sefalik dari masing masing sklerotom dibawahnya. Karena itu,
setiap vertebra dibentuk oleh kombinasi separuh kaudal satu somit dan separuh kranial
somit didekatnya. Pembentukan pola berbagai vertebra diatur oleh HOX.
Sel sel mesenkim di antara bagian sefalik dan kaudal segmen sklerotom asli tidak
berproliferasi tetapi mengisi ruang antara dua korpus vertebrae prekartilaginosa. Dengan
cara ini, sel sel tersebut ikut membentuk diskus intervetrebalis. Meskipun mengalami
regresi di korpus vertebralis, notokord menetap dan membesar di regio diskus
intervetebralis. Di sini notokord memebentuk nukleus pulposus, yang kemudian dikelilingi

oleh serat serat sirkular anulus fibrosus. Kedua stryktur ini berkombinasi memebentuk
diskus intervertebralis.

2. OI (Osteogenesis Imperfecta)

Definisi
OI (Osteogenesis Imperfecta) merupakan kelainan jaringan ikat dan tulang yang
bersifat herediter (autosomal dominan) yang mengakibatkan kerapuhan tulang, kelemahan
persendian, dan kerapuhan pembuluh darah.
Epidemiologi

1 dari 20.000-60.000 kelahiran

Bersifat autosomal dominan yang bisa terjadi pada semua ras ataupun suku

Bisa terjadi karena turunan orang tua aatau mutasi gen spontan

Etiologi
mutasi gen yang mengatur procolagen (gen COL1A1 dan gen COL1A2 7q22. baca :
colia. penulis red). Hal ini mengakibatkan maturitas dari kolagen menjadi terganggu dan
osteoblas tidak mampu berdiferensiasi dengan baik sehingga terjadi gangguan skeletal.
Kolagen tipe 1 dijumpai pada tulang, kapsula organ, sclera, fasia, kornea, tendon,
meningen dan dermis
Klasifikasi
1. Tipe 1 (ringan)

Fraktur patologis mulai muncul saat anak mulai berjalan

Short stature (perawakan pendek)

Terdapat arcus senilis (lingkaran putih di sekitar kornea mata)

Sklera biru (karena bersifat tembus seperti kulit tipis. Akibatnya, sklera
menyaring warna merah yang mendasari koroid pleksus pembuluh darah
sehingga tampilannya menjadi seperti memar atau hematom subkutan yang
berwarna biru)

I a = gigi masih normal.


I b = dentinogenesis imperfecta.

2. Tipe 2 (sangat berat)


sebagian besar meninggal di intraunterine atau dapat beratahan hidup beberapa
saat karena terjadi fraktur di iga dan kranial.

3. Tipe 3 (berat)

Fraktur patologis muncul bahkan sebelum anak berjalan

Ekstremitas bengkok bukan karena fraktur besar, tapi banyak mikrofraktur

Sering muncul kifosis dan skoliosis

Kebanyakan tidak dapat melanjutkan berjalan

Sklera biru pucat

4. Tipe 4 (hampir sama dengan tipe I b)

Gejala susah dibedakan dengan semua tipe,

Bersifat heterogen, memasukkan temuan-temuan pada penderita yang tidak


ditemukan pada tipe1,2,dan 3

Dentinogenesis tapi sklera masih norma

Gejala klinis

Trauma ringan dapat mengakibatkan fraktur.

Hipermobilisasi sendi => kelenturan ligamen dan sendi berlebihan

Otot hipertonus

Defisiensi dentin

Perdarahan subkutan

Sklera biru

Banyak fraktur halus (pergerakan sedikit saja sakit) => krepitasi. Hal ini membuat
kaki tidak berbentuk lurus lagi

Pemeriksaan Penunjang

Foto rontgen (diagnosis dan penentuan derajat kerusakan tulang => Lihat bentuk
tulang (tidak lurus dan bekas fraktur).
=> pembuluh darah tipis, deformitas, dan tulang mengalami osteoporosis.

Pemeriksaan Gen COL1A1 dan CLO1A2

Tatalaksana
Pengobatan khusus tidak ada, tujuan pengobatan hanyalah :

Cegah komplikasi fraktur (deformitas) lebih lanjut

Perbaiki deformitas yang terjadi, kalau perlu lakukan ostetomi dan fiksasi interna.

Mobilisasi agar mencegah osteoporosis

Prognosis
Tipe I => dapat survive dengan supportif dan tatalaksana yang baik. Tulang menjadi kuat
setelah pubertas.
Tipe II => saat partus bayinya meninggal dan terlihat hancur karena tulangnya fraktur
dengan mudah
Tipe III/ IV => survive kalau dilakukan perawatan intensif

3. CTEV atau Clubfoot


Adalah suatu keadaan kombinasi adduksi pada forefoot, supinasi midtarsal joint, tumit
varus dan ankle joint dalam posisi equinus serta medial deviasi terhadap lutut karena
adanya tibial torsi.
Epidemiologi
Insiden 2 dari 1000 kelahiran hidup. 50% kasus mengenai kedua kaki (bilateral). Banyak
ditemukan pada perempuan dua kali dibanding laki laki
Etiologi

Genetik
Teori neuromuscular. Pada fase embrionik saat kaki terbentuk, otot medial dan
posterior (betis dan tibialis posterior) pendek ditambah dengan adanya capsul

fibrosa pada sendi sehingga mengakibatkan kaki menjadi berbentuk konkav


Idiopatik

Diagnosis
Dapat terlihat dari cara berjalan dan gambran radiologi. Pada saat diagnoisis perlu di
pikirkan penyebab lain dan kelainan kongenital lain.

Tatalaksana

Pemasangan gips serial selama 6 minggu dan diganti setiap minggunya


Dilanjutkan dengan terapi sepati denis brown splint taitu memposisikan kaki dalam
posisi otward dan valgus selama 8 minggu dan dipasang setiap siang dan malam
hari. Terapi ini bertujuan agar clubfoot tidak terjadi berulang

40% pasien dapat ditangani dengan tindakan non-operatif dalam waktu 3 hingga 4
bulang diikuti evaluasi secara radiologi. Namun, 60% pasien resisten terhadap terapi
non-operatif, sehingga harus dilakukan koreksi tendon pada usia 4-6 bulan. Operasi
terhadap soft tissu efektif hingga usia 5 tahun.
Prognosis
Jika dilakukan treatment dalam waktu 0-7 hari setelah kelahiran dan early treatment maka
perbaikannya dapat sempurna

4. Spina bifida
Definisi
Spina bifida adalah kelainan neural tube ( neural tube defect ) yang terjadi akibat
kegagalan neural tube untuk menutup dengan sempurna.
Epidemiologi
Angka kejadian 1 per 1000 kelahiran.
Etiologi
Bahan bahan teratogen yang dapat menyebabkan terjadinya defek neural
tube adalah :
-

Carbamazepine

Valproic acid

Defisiensi folic acid

Sulfonamide
Seorang wanita yang mengkonsumsi valproic acid selama
kehamilan mempunyai resiko

kemungkinan

melahirkan

bayi dengan defek

neural tube sebesar 1-2%, maka dari itu seorang wanita hamil yang

mengkonsumsi obat-obat anti epilepsi selama kehamilannya disarankan untuk


melakukan pemeriksaan AFP prenatal rutin.

Klasifikasi
Ada berbagai jenis spina bifida. antara lain :
-

Spina bifida okulta


Menunjukkan suatu cacat yang lengkung-lengkung vertebranya dibungkus oleh
kulit yang biasanya tidak mengenai jaringan saraf yang ada di bawahnya. Cacat
ini terjadi di daerah lumbosakral ( L4 S1 ) dan biasanya ditandai dengan plak
rambut yang yang menutupi daerah yang cacat. Kecacatan ini disebabkan karena
tidak menyatunya lengkung-lengkung vertebra ( defek terjadi hanya pada
kolumna vertebralis ) dan terjadi pada sekitar 10% kelahiran

Spina bifida kistika


Adalah suatu defek neural tube berat dimana jaringan saraf dan atau meningens
menonjol melewati sebuah cacat lengkung vertebra dan kulit sehingga
membentuk sebuah kantong mirip kista.
Kebanyakan terletak di daerah lumbosakral dan mengakibatkan gangguan
neurologis, tetapi biasanya tidak disertai dengan keterbelakangan mental.

Spina bifida dengan meningokel Pada

beberapa

kasus hanya

meningens saja yang berisi cairan


saja yang menonjol melalui daerah cacat.
Meningokel merupakan bentuk spina bifida dimana cairan yang ada di kantong
terlihat dari luar ( daerah belakang ), tetapi kantong tersebut tidak berisi spinal
cord atau saraf.
-

Spina

bifida

dengan meningomielokel

Merupakan bentuk spina bifida dimana jaringan saraf ikut di dalam kantong

tersebut. Bayi yang terkena akan mengalami paralisa di bagian bawah.


-

Spina bifida dengan mielokisis atau rakiskisis


Merupakan bentuk spina bifida berat dimana lipatan-lipatan saraf gagal naik di
sepanjang daerah torakal bawah dan lumbosakral dan tetap sebagai masa
jaringan saraf yang pipih.
Kelainan-kelainan di atas biasanya timbul di daerah cervical dan atau
lumbar dan dapat menyebabkan gangguan neurologis pada ekstremitas bawah
dan gangguan kandung kemih. Defek neural tube ini dapat dideteksi melalui
pemeriksaan kadar alfa feto protein ( AFP ) pada sirkulasi fetus setelah
perkembangan empat minggu.
Faktor Resiko

Riwayat keluarga dengan defek neural tube

Demam

Kekurangan asam folat. Memiliki kadar asam folat yang cukup terutama sebelum

tinggi

pada

awal kehamilan

dan selama masa kehamilan sangat penting untuk menurunkan risiko melahirkan
anak dengan spina bifida. Ini merupakan faktor pemicu yang paling signifikan
dalam spina bifida serta jenis cacat tabung saraf lain.

Faktor keturunan. Orang tua yang pernah memiliki anak yang mengidap spina
bifida mempunyai risiko lebih tinggi untuk kembali memiliki bayi dengan jenis
kelainan yang sama.

Jenis kelamin. Kondisi ini lebih sering dialami oleh bayi perempuan.

Obat-obatan tertentu. Khususnya asam valproat dan carbamazepine yang


digunakan untuk epilepsi atau gangguan mental (seperti bipolar).

Diabetes. Wanita yang mengidap diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk
melahirkan bayi dengan spina bifida. Kadar glukosa berlebih dalam darah bisa
mengganggu perkembangan anak.

Obesitas. Obesitas pada masa sebelum kehamilan akan meningkatkan risiko


seorang wanita untuk memiliki bayi yang mengidap spina bifida.

Patofisiologi & patogenesis


Defek neural tube disini yang dimaksud adalah karena kegagalan pembentukan
mesoderm dan neurorectoderm. Defek embriologi primer pada
semua defek neural tube adalah kegagalan penutupan neural tube, mempengaruhi
neural dan struktur kutaneus ectodermal. Hal ini terjadi pada hari ke 17 - 30
kehamilan.
Selama kehamilan , otak, tulang belakang manusia bermula dari sel yang datar, yang
kemudian membentuk silinder yang disebut neural tube. Jika bagian tersebut gagal
menutup atau terdapat daerah yang terbuka yang disebut cacat neural tube terbuka.
Daerah yang terbuka itu kemungkinan 80% terpapar atau 20% tertutup tulang atau
kulit.
90% dari kasus yang terjadi bukanlah faktor genetik / keturunan tetapi sebagian besar
terjadi dari kombinasi faktor lingkungan dan gen dari kedua orang tuanya.

Manifestasi klinis
Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru
lahir. Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya. Kelumpuhan/kelemahan
pada pinggul, tungkai atau kaki. Penurunan sensasi. Inkontinensia urin maupun
inkontinensia tinja. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi
(meningitis)
Diagnosis
Defek neural tube dapat dideteksi dengan pemeriksaan AFP ( alfa feto protein) pada
cairan amnion atau AFP yang diperiksa dari darah ibu hamil. AFP adalah protein
serum utama yang terdapat pada awal kehidupan embrio dan 90% dari total globulin

serum dari fetus. AFP dapat mencegah rejeksi dari fetal imun dan pertamakali dibuat
di yolk sac dan kemudian di sistem gastro intestinal dan hepar fetus. Dimulai dari
sirkulasi darah fetus menuju traktus urinarius kemudian diekskresi ke dalam cairan
amnion.

AFP juga dapat bocor ke dalam cairan amnion melalui defek neural tube yang terbuka seperti
pada anencephaly dan myelomeningocele, dimana sirkulasi darah fetus berhubungan
langsung dengan cairan amnion. Langkah pertama dari prenatal skrining adalah pemeriksaan
serum AFP pada ibu hamil antara minggu ke 15 dan 18 kehamilan.
Seseorang dikatakan beresiko secara spesifik berdasarkan perbandingan usia kehamilan
dan level AFP. Misalnya, pada usia kehamilan 20 minggu konsentrasi AFP serum pada
ibu hamil lebih tinggi dari 1.000 ng/mL mempunyai indikasi terjadinya defek neural tube
terbuka. Kadar AFP serum normal pada ibu hamil biasanya lebih rendah dari 500 ng/mL.
Penentuan ketepatan usia kehamilan sangatlah penting karena level AFP mempunyai
hubungan yang spesifik dengan usia kehamilan dan dapat meningkat mencapai puncak
pada fetus normal pada kehamilan 12-15 minggu. Pemeriksaan AFP melalui cairan
amnion merupakan pemeriksaan yang akurat, terutama pada usia kehamilan

15-20

minggu dan dapat mendeteksi kurang lebih 98% pada semua defek neural tube yang
terbuka. Defek neural tube juga dapat dideteksi dengan USG.
Tatalaksana
Tujuan dari pengobatan awal Spina Bifida adalah:
1.

Mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida

2.

Meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi)

Pembedahan

dilakukan

untuk

menutup

lubang

yang

terbentuk

dan

untuk

mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang
sering menyertai spina bifida. Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan
untuk memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran
kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik. Untuk membantu memperlancar aliran air

kemih bisa dilakukan penekanan lembut diatas kandung kemih. Diet kaya serat dan program
pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
5. DDH ( Development Displacement/Displasia of the Hip)
Definisi :
Suatu kondisi abnormalitas pertumbuhan hip ( Tulang pinggul ), termasuk struktur
osues seperti asetabulum dan proksimal femur , labrum, kapsula, dan jaringan lunak lainnya.
Kondisi ini bisa terjadi sejak konspesi sampai proses maturitas tulang.
Kondisi yang lebih spesifik dari pengertian diskolasi hip congenital adalah sebagai
berikut.
1. Sublukasi, tidak kompletnya hubungan antara permukaan artikular kepala femur
dengan asetabulum
2. Dislokasi, hilannya hubungan antara permukaan artikular kepala femur dengan
asetabulum.
3. Ketidakstabilan, dari sendi hip.
4. Teratologik dislokasi atau dislokasi antenatal.
Epidimiologi
Secara umum dysplasia hip congenital terjadi pada 1 : 1.000 kelahiran. Perbandingan
perempuan dan laki-laki adalah 8 : 1.
Etiologi
Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti. Faktor predisposisi yang
berhubungan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Posisi intrauterine,Breech positioning (posisi adduksi yang berlebihan dari sendi hip)
Jenis kelamin, perempuan menjadi predisposisi tinggi.
Lahir sungsang
Sering dibedong dan terlalu ketat
Jarang menggerakan / melatih anggota gerak tubuh (terutama bag. Bawah).
Malposisi akibat gangguan musculoskeletal intrauterine, seperti aduksi metatarsus dan

kortikolis.
7. Oligo hidramnion.

8. Kondisi lainnya adalah gangguan neuromuscular intrauterine, seperti serebral palsi,


mielomeningokel, artrogrioposis dan sindrom Larsen.
Patofisiologi
Abnormalitas dari dislokasi hip congenital menghasilkan gangguan perkembangan
hip. Kekenduran ligament mempermudah kondisi ketidakstabilan dan dislokasi pada sendi
hip.
Diagnosis
Pemeriksaan fisik dan radiografi.
1. Sejak lahir sampai usia 3 bulan
a. Barlow maneuver : kaput femur femoris melewati / tidak pas dengan acetabulum.
+ bila kaput femoris melewati / tidak pas dengan acetabulum.
b. Ortolani maneuver : + ada bunyi klik saat trokanter mayor / tidak pas dengan
acetabulum.
2. 3-6 bulan
Usg pada panggul bayi dengan indikasi < 6 bulan dengan factor resiko.
3. > 6 bulan
Radiografi x- ray

Penatalakasanaan
1. < 3 bulan
Manipulasi lembut untuk koreksi panggul
Maintenance dengan menggunakan popok doubl dan menjaga panggung di
posisi stabil (flexi dan abduksi ) dengan memberikan ruang panggul bergerak.
2. 3-4 bulan
Pavlink harness mencegah aktif dan pasif ekstensi dari panggul tapi
membolehkan gerakan lain untuk stimulasi penurunan bagian panggul yang abnormal.
Resiko avaskular nekrosis jika tidak benar penggunaanya.
3. 3-18 bulan
Pakai gips (bilateral hips spica plaster cast)
Ditemukan trendelenburgs sign + unilateral atau bilateral (jalan bebek)
4. 18 bulan 5 tahun
o Ditemukan trendelenburgs sign + unilateral atau bilateral (jalan bebek)
o Subcutaneous adductor tenotomyn/ open reduksi.
5. > 5 tahun

Bisa dilakukan penggantian sendi dengan prostatetik jika gagal biarkan saja,
jangan paksa ditarik agar pembuluh dara dan saraf tidak rusak.
6. .ACHONDROPLASIA
Achondroplasia berasal dari bahasa Yunani yaitu; achondros: tidak ada
kartilago dan plasia: pertumbuhan. Secara harfiah Achondroplasia berarti tanpa
pembentukan/ pertumbuhan kartilago, walaupun sebenarnya individu dengan
Achondroplasia memiliki kartilago. Masalahnya adalah gangguan pada proses
pembentukan kartilago menjadi tulang terutama pada tulang-tulang panjang.
Achondroplasia adalah dwarfisme atau kekerdilan yang disebabkan oleh
gangguan osifikasi endokondral akibat mutasi gen FGFR 3 (fibroblast growth factor
receptor 3) pada lengan pendek kromosom 4p16.3. Sindroma ini ditandai oleh
adanya gangguan pada tulang-tulang yang dibentuk melalui proses osifikasi
endokondral, terutama tulang-tulang panjang.

Selain itu, Achondroplasia

memberikan karakteristik pada kraniofasial. Achondroplasia juga dikenal dengan


nama Achondroplastic Dwarfism, Chondrodystrophia Fetalis, Chondrodystrophy
Syndrome atau Osteosclerosis Congenital.
A. Insiden dan Epidemiologi Achondroplasia
Achondroplasia adalah tipe dwarfisme yang paling sering dijumpai. Insiden
yang paling umum menyebabkan Achondroplasia adalah sekitar 1/26.000 sampai
1/66.000 kelahiran hidup. Achondroplasia bersifat autosomal dominant inheritance,
namun kira-kira 85-90% dari kasus ini memperlihatkan de novo gene mutation atau
mutasi gen yang spontan. Ini artinya bahwa kedua orang tua tanpa Achondroplasia,
bisa memiliki anak dengan Achondroplasia. Jika salah satu orang tua mempunyai
gen Achondroplasia, maka anaknya 50% mempunyai peluang untuk mendapat
kelainan Achondroplasia yang diturunkan heterozigot Achondroplasia. Jika kedua

orang tua menderita Achondroplasia, maka peluang untuk mendapatkan anak


normal 25%, anak yang menderita Achondroplasia 50% dan 25% anak dengan
homozigot Achondroplasia (biasanya meninggal). Achondroplasia dapat terjadi pada
laki-laki maupun perempuan dengan frekwensi yang sama.
B. Etiologi dan Patofisiologi Achondoplasia
Achondroplasia disebabkan oleh mutasi dominan autosomal pada gen
FGFR3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan pendek kromosom 4p16.3.
Gen FGFR3 berfungsi memberi instruksi dalam hal pembentukan protein yang
terlibat dalam pembentukan dan pemeliharaan tulang, khususnya pembentukan
tulang secara osifikasi endokondral. Dua mutasi spesifik pada gen FGFR3
bertanggungjawab pada hampir semua kasus Achondroplasia. Sekitar 98% kasus,
terjadi mutasi G ke A pada nukleotida 1138 pada gen FGFR3. Sebesar 1% kasus
disebabkan oleh mutasi G ke C. Mutasi-mutasi ini mengakibatkan protein tidak
bekerja sebagaimana mestinya, sehingga mempengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan tulang.
Osifikasi endokondral adalah salah satu jenis pertumbuhan tulang dimana
sel

mesenkim

berdifferensiasi

yang

tidak

membentuk

terdifferensiasi
kondroblas.

langsung

berkondensasi

dan

Kondroblas

berproliferasi

dan

berdifferensiasi membentuk kondrosit yang secara bertahap menjadi matur


membentuk hipertrofik kondrosit. Setelah itu, hipertrofik kondrosit akan mengalami
apoptosis (kematian sel) dan pada regio tersebut terjadi kalsifikasi matriks
ekstraseluler. Proses ini akan membentuk pelat pertumbuhan (growth plate) dan
pertumbuhan normal tulang panjang tercapai
melalui differensiasi dan maturasi kondrosit yang sinkron. Adanya mutasi gen

FGFR3 pada Achondroplasia menyebabkan gangguan pada proses osifikasi


endokondral, dimana kecepatan perubahan sel kartilago menjadi tulang pada pelat
pertumbuhan (growth plates) menurun sehingga pertumbuhan dan perkembangan
tulang terganggu.
Pada lingkup kraniofasial yang terpengaruh adalah basis kranium dan

bagian

tengah wajah (midface) karena bagian-bagian ini dibentuk secara osifikasi endokondral.
Rongga kranium dan maksila dibentuk secara osifikasi intramebranosa, sedangkan
mandibula dibentuk melalui osifikasi periosteal dan aposisi.
Basis kranium yang kurang berkembang pada penderita Achondroplasia
berpengaruh pada perkembangan maksila, karena pertumbuhan basis kranium akan
mendorong maksila ke anterior dan ke bawah. Saat perlekatan maksila ke ujung
anterior basis kranium, perpanjangan atau pertumbuhan basis kranium akan
mendorong maksila ke anterior. Sampai usia 6 tahun, pergerakan dari pertumbuhan
basis

kranium

adalah

bagian

penting

dalam

pertumbuhan

maksila

ke

anterior.
Kegagalan perkembangan atau pertumbuhan basis kranium secara normal
pada penderita Achondroplasia, memberikan karakteristik midface deficiency atau
hypoplasia midface. Hal ini yang mengakibatkan maksila menjadi retrognatik,
sedangkan mandibula normal atau sedikit prognatik, sehingga menghasilkan
hubungan rahang Klas III.
C. Diagnosis
1. Anamnesis
a. Tinggi Badan kedua orangtua
b. Usia Pubertas kedua orang tua
c. Riwayat keluarga perawakan pendek atau lambat pertumbuhannya

d. Riwayat keluarga yang berhubungan penyakitnya dengan perawakan


pendek
2. Pemeriksaan Fisik
a. Neurologi

Hipotonia

Keterlambatan motorik

Intelegensi normal disertai defisit minimal terhadap visualspatial

b. Kraniofasial

Pembesaran

tulang

kalvanal

dan

berlawanan

dengan

pengecilan tulang dasar tengkorak dan wajah

Megaensafalik dengan pelebaran frontal

Hipoplasia pada wajah tengah

Maloklusi gigi

c. Skeletal

Disporporsi perawatan badan

Rangka badan terlihat kecil

Pemendekan tulang proksimal tubuh disertai lipatan kulit


berlebihan

Brakidaktili dan konfigurasi lengan segitiga

Hiperekstensibility

Ekstensi dan rotasi pada siku

Genuvarum

3. Laboratorium

Pemeriksaan analisis DNA pada FGFR3 untuk mengidentifikasi mutasi


genetik.
4. Radiodiagnostik
a. Kontraktur dasar tengkorak
b. Keterbatasan progresif interpendikular dan lordosis regio lumbal
c. Spinal stenosis
d. Pendeknya leher femur dan deformitas panggul
D. Penatalaksanaan
1. Pengobatan
a. Monitor ketat BB dan TB
b. Monitor perkembangan monitorik, bicara dan interaksi sosial
c. Evaluasi adanya maloklusi pada gigi
d. Kontrol BB
e. Terapi hormon pertumbuhan pengganti
f. Terapi anti-inflamasi

2. Terapi Bedah
a. Laminektomi
b. Fusi spinal pada kifosis persisten disertai penggunaan dan modifikasi brace
c. Prosedur distraksi osteogenesis disertai tendontomi di tendon Achilles

7. Sindaktili
Epidemilogi
1:2000 -3000 kelahiran hidup
Klasifikasi
Tipe 1 : sedehana , lenyatuan jaringan lunak pada jari tangan
Tipe 2 : inkomplit sederhana
Tipe 3 : komplit sederhana

Tipe 4 : sindaktili kompleks dimana terjadi penyatuan pada tulang kartilago


Tipe 5 : komplikasi, dimana terjadi fusi tulang dan abnormalitas tulang jari.
Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui. 10-40% kasus berhubungan dengan riwayat
keluarga.
Diagnosis
Kumpulkan riwayat keluarga, riwayat pranatal dan postnatal, riwayat
kelahiran, berat badan lahir. Catat dan dokumentasi jari tangan yang abnormal.
Gerakkan jari secara pasif untuk mengetahui ada atau tidak penyatuan tulang. Pada
radiologi lihat bony sinostosis, delta falang, simphalangism.
Tatalaksana
Dilakukan lembedahan pada usia 5-6 bulan agar tidak terjadi malrotasi dan
angulasi baru serta sindaktili bisa berulang.
Prognosis
Kondisi akan membaik jika dilakukan tindakan sedini mungkin
8. Deformitas Sprengel
Suatu kondisi yang berhubungan dengan malposisi dan
displasia dari skapula.
-Etiologi
Penyebab pasti belum diidentifikasi,tetapi ada faktor genetik
yang menjadi faktor penyebabnya.
-Patofisologi
Secara patogenensis masih belum ada penjelasan yang
memuaskan.
-Gambaran klinis
Ketidaksimetrisan bahu dan restriksi dari abduksi bahu.
-Penatalaksanaan

1.Konservatif :latihan fisik untuk memelihara ROM dan


kekuatan otot-otot

perikapsuler

2.Pembedahan :bertujuan untuk pelepasan dari ikatan


skapula,dan relokasi skapula.

G. Daftar pustaka
1. Noor, Helmi Zairin.2013.Buku Ajar Gangguan
Muskuloskletal.Jakarta: Salemba Media.
2. Rasjad,Chairuddin.2009.Pengantar Ilmu Bedah
Ortopedi.Jakarta: PT. Yarsif Watampone
3. Buku Ilmu Penyakit Dalam edisi VI

Anda mungkin juga menyukai