Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi
di RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO KOTA SEMARANG
HALAMAN JUDUL
Disusun oleh :
Pembimbing :
dr. Luh Putu Endyah Santi M., Sp. Rad
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas karunia dan rahmat yang
diberikan, sehingga penulisan laporan kasus yang berjudul “Seorang laki-laki dengan Stroke
perdarahan” dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik Radiologi sebagai syarat
kelulusan dapat terselesaikan tanpa hambatan dan rintangan yang berarti.
Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lepas
dari bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan keluarga atas bantuan dan pengertiannya
selama penulisan karya tulis ini serta yang terhormat:
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari kata sempurna , oleh karena itu kritik
dan saran bersifat membangun dan berbagai pihak sangat penulis harapkan . Akhir kata,
Semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan segala pihak yang
telah membantu. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun
pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
3
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit stroke sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang utama baik di
negara maju maupun di negara berkembang, karena disamping menyebabkan angka kematian
yang tinggi, stroke juga sebagai penyebab kecacatan yang utama. Di Amerika Serikat, stroke
menjadi penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Diperkirakan ada
700.000 kasus stroke di Amerika Serikat setiap tahunnya, dan 200.000 diantaranya dengan
serangan berulang. Menurut WHO, ada 15 juta populasi terserang stroke setiap tahun di seluruh
dunia dan terbanyak adalah usia tua dengan kematian rata-rata setiap 10 tahun antara 55 dan 85
tahun.1 Berdasarkan data dari Balitbangkes, terjadi peningkatan prevalensi stroke dari 8,3 per
1.000 pada Riskesdas 2007 menjadi 12,1 per 100 pada Riskesdas 2013 (Untuk stroke responden
usia 15 tahun ke atas), dimana untuk kelompok umur 21-30 tahun (0,74%), 31-40 (4,5%), 41-50
tahun (18,5%), 51-60 tahun (33,8%) dan > 60 tahun (42,1%).2
Dalam beberapa dekade terakhir, metode neuroimaging telah terbukti baik untuk
meningkatkan penanganan untuk stroke. Tomografi yang terkomputerisasi (CT Scan) dan MRI
(magnetic resonance imaging) telah secara rutin digunakan untuk membedakan antara perdarahan
intraserebral atau kontraindikasi lain dari trombolisis, untuk mendeteksi penyakit lain yang
bergejala sama seperti stroke dan untuk memperkirakan waktu kejadian dari terjadinya stroke.
Dengan ketersediaan yang cepat dan metode imaging yang semakin modern, diharapkan dapat
membuat deteksi dan penatalaksanaan terhadap stroke menjadi lebih baik lagi di masa depan.3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut American Heart Association (AHA) dalam Family Guide to Stroke, otak adalah
organ manusia yang kompleks. Setiap area dari otak mempunyai fungs khusus. Otak merupakan
organ tubuh yang ikut berpartisipasi pada semua kegiatan tubuh, yang dapat berupa bergerak,
merasa, berfikir, berbicara, emosi, mengenang, berkhayal, membaca, menulis, berhitung, melihat,
mendengar, dan lain-lain. Bila bagian-bagian dari otak ini terganggu, misalnya suplai darah
berkurang, maka tugasnya pun dapat terganggu.4,5
Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari berat badan seluruhnya,
namun oksigen yang dibutuhkan hampir mencapai 20% dari kebutuhan badan seluruhnya.
Oksigen ini diperoleh dari darah. Pada keadaan normal, darah yang mengalir ke otak (CBF =
cerebro blood flow) adalah 50-60 ml/100 g otak/menit. Ada 3 selaput yang melapisi otak, yaitu
duramater, araknoid dan pia mater.4
Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis (kanan dan kiri) dan
arteri karotis interna (kanan dan kiri). Arteri vertebralis menyuplai darah ke area belakang dan
area bawah dari otak, sampai di tempurung kepala dan arteri karotis interna menyuplai darah ke
area depan dan area atas otak.6
5
Gambar 1.2 Aliran darah arteri yang menuju otak6
Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna bersatu membentuk sirkulus
willisi. Sistem ini memungkinkan pembagian darah di dalam kepala untuk mengimbangi setiap
gerakan leher jika aliran darah dalam salah satu pembuluh nadi leher mengalami kegagalan.6
Ada dua hemisfer serebri (belahan otak), yaitu hemisfer serebri sinistra (kiri) dan hemisfer
serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri sinistra (kiri) berfungsi dalam mengendalikan gerakan
sisi kanan tubuh, seperti berbicara, berhitung dan menulis, sedangkan hemisfer serebri dextra
(kanan) berfungsi dalam mengendalikan gerakan sisi kiri tubuh, seperti perasaan, kemampuan
seni, keterampilan dan orientasi.6 Selain itu otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai
6
pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area Wernicke atau pusat
bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat
koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ.7
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada
anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah.
Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.7
Berdasarkan defenisi WHO (World Health Organization) stroke adalah gangguan fungsi
serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang terjadi mendadak dan cepat, berlangsung
lebih dari 24 jam atau meninggal disebabkan oleh gangguan pembuluh darah.8 Stroke adalah
hilangnya sebagian fungsi otak yang terjadi secara mendadak atau tiba-tiba akibat dari sumbatan
atau pecahnya pembuluh darah otak. Tanpa oksigen dan nutrisi penting yang dialirkan bersama
dengan darah, sel otak akan rusak atau mati dalam beberapa menit.9 Stroke atau gangguan aliran
darah di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat
(disabilitas, invaliditas), utama pada kelompok usia diatas 45 tahun.10
7
II.3 Epidemiologi Stroke
Stroke adalah penyebab kematian terbesar ketiga di negara-negara industri setelah
penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke pada populasi kulit putih berkisar antara 500-600
per 100.000 penduduk. Dilaporkan di Selandia baru 793 per 100.000 penduduk, di Perancis 1445
per 100.000 penduduk. Rentang pada Negara sedang berkembang juga bervariasi. Di China,
prevalensi stroke 620 per 100.000 penduduk, dan Thailand 690 per 100.000 penduduk.8
Stroke adalah penyebab neurologis utama pasien datang ke rumah sakit dan penyebab
kematian tertinggi ketiga di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker.9 Setiap
tahunnya 500.000 orang di negara ini mengalami stroke dan 150.000 meninggal. Prevalensi secara
keseluruhan adalah 750/ 100.000.9
Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal
kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9%
(umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun). Kejadian stroke
(insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk dan kecacatan; 1,6% tidak berubah; 4,3% semakin
memberat. Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun
sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%. Stroke
menyerang usia produktif dan usia lanjut yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam
pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari.10
Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke (15,4%), yang
disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%). Hasil Riskesdas 2007, prevalensi
stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh
tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe
Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000 penduduk).11
8
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
ii. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
iii. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
iv. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan Kausal:
i. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di
otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang
kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh
terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh
tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada
pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil
terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
ii. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak
yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah
tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
9
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
i. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
ii. Gangguan mental.
iii. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
iv. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
v. Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
i. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak di
pangkal maka lengan lebih menonjol.
ii. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
iii. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
i. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
ii. Meningkatnya refleks tendon.
iii. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
iv. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar (vertigo).
v. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
vi. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit b
icara (disatria).
vii. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap
(strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan
(disorientasi).
viii. Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata
yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya
gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata
(hemianopia homonim).
ix. Gangguan pendengaran.
x. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
i. Koma
ii. Hemiparesis kontra lateral.
iii. Ketidakmampuan membaca (aleksia).
iv. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
10
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
i. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu,
Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran
melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain
tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang
lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian
diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.
ii. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak. Dibedakan dari
Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah
ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah
ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi
ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
iii. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
iv. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah
terjadinya kerusakan otak.
v. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat
kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai
dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan
dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh
sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
vi. Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan
melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.
vii. Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada
kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan terjadi-
nya gangguan bicara.
viii. Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi
virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.
ix. Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.
11
II.4.2 Stroke Hemoragik13
Stroke hemoragik dibagi atas:
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah
dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak
disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma
kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia,
pemakaian antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat,
amiloidosis serebrovaskular.
b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah ke dalam
ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya aneurisma (50%),
pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan 25%
kausanya tidak diketahui.
b. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena jembatan
(bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di
dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.
12
Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri kepala, tajam penglihatan mundur
akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda deficit neurologik daerah otak yang tertekan. Gejala
ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala.
13
itu demam dan hiperglikemia harus diatasi dan jika bisa dicegah. Penurunan suhu setidaknya 2 –
3ºC dapat menurunkan kebutuhan metabolik neuron dan meningkatkan toleransi terhadap hipoksia
sebesar 25-30%.7
14
II.8 Penatalaksanaan Stroke6,7
1. Breathing : jalan nafas harus terbuka, hisap lendir dan beri oksigen.
2. Blood : Pertahankan tekanan darah yang cukup, evaluasi fungsi jantung dan organ
vital lain. Tekanan darah tidak boleh segera diturunkan karena dapat
memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik >220 mmHg
dan atau diastolik >120mmHg.
3. Brain : jika terjadi peningkatan tekanan intra kranial dengan gejala sakit kepala,
muntah proyektil dan bradikardi relatif, segera beri manitol 20% 1-1,5
gr/kgBB lanjutkan dengan 6x100cc (0,5gr/kgBB) dalam 15-20 menit.
4. Bladder : pertahankan bladder dan rektum, hindari infeksi saluran kemih, jika
terjadi retensio urin pasang kateter.
5. Bowel : kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, pasang
NGT jika kesulitan menelan.
Non Farmakologis
1. Mengendalikan faktor risiko
2. Rehabilitasi medik dilakukan sedini mungkin, dengan tujuan :
Memperbaiki fungsi motorik
Mencegah kontraktur sendi
Agar penderita dapat mandiri
Rehabilitasi sosial
II.10 Prognosis
Prognosis dipengaruhi oleh usia pasien, tingkat kesadaran, jenis kelamin, tekanan darah,
penyebab stroke, dan ada atau tidaknya penyakit komorbid.7
15
PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA STROKE
Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang penting pada
pasien stroke. Hal ini penting agar dapat mendiagnosis secara tepat stroke dan subtipenya, untuk
mengidentifikasi penyebab utamanya dan penyakit terkait lain, untuk menentukan terapi dan
strategi pengelolaan terbaik, serta untuk memantau kemajuan pengobatan. Pada stroke,
pemeriksaan radiologis yang umum dilakukan adalah CT Scan dan MRI.3
16
Gambar 1. CT scan otak menunjukkan
sirkulasi infark anterior kanan total (A) empat
jam dan (B) pada lima hari setelah onset
gejala. (A) Tanda-tanda halus infark awal:
kehilangan ganglia basal di kanan (panah
putih bandingkan dengan caudate dan inti
lentiform), kehilangan deferensiasi materi
abu-abu/putih (panah hitam), pembengkakan
kecil dengan penipisan sulcal (panah hitam).
Pada hari kelima ada hipodens jelas dan infark
besar dengan pergeseran pembengkakan garis
tengah dan obstruksi dari ventrikel lateral
kiri.14
17
spin gema MRI T2, meskipun cerebromalacea dapat terlihat. Secara khusus, spin
cepat sering digunakan gema urutan kepadatan T2 dan proton yang relatif sensitif
sedangkan urutan gradient echo adalah yang paling sensitif.14
Gambar 2. Pencitraan otak dari seorang wanita berusia 75 tahun enam minggu setelah stroke
otak kiri. (A) CT scan,(B) perputaran gema MR T2 scan,(C) Gradient gema MRI. Catatan
pada CT scan (A) daerah bercahaya konsisten dengan penyakit pembuluh kecil. Daerah lusen
di hemisfer sinistra terlihat seperti suatu infark. MRI (B,C) yang diperoleh pada hari yang
sama menunjukkan perubahan iskemik tidak hanya lebih kecil (bintik-bintik putih) tetapi juga
perdarahan (daerah gelap) dalam inti lentiform kiri. Perdarahan lebih mudah diidentifikasi
pada gradient gema MRI (C) dari pada spin gema cepat T2 (B). Ada juga
microhaemorrhages tua terlihat pada gradient gema MR (titik hitam) dan lesi kalsifikasi
insidental kecil dilobus oksipital (panah).14
18
Gambar 3. Trombosis vena serebri dan infark (A) dan (B) pasca intravena kontras. Scan yang
diperoleh pada enam jam setelah onset gejala. Perhatikan bahwa hipodensity di wilayah temporal
kiri posterior jauh lebih berkembang daripada untuk infark arteri pada usia yang sama (1A), dengan
tepi yang lebih jelas dan pusat perdarahan (panah putih). Setelah ada peningkatan pusat (panah
putih) dan sinus melintang terlihat trombose (panah hitam). Wilayah yang terkena dampak tidak
sesuai dengan arteri serebral tengah atau serebral posterior, memberikan petunjuk lebih lanjut untuk
asal vena.14
19
mungkin tidak mendeteksi suatu stroke hingga sampai enam jam setelah ia telah
mulai, dan suatu CT scan adakalanya tidak dapat mendeteksinya sampai ia
berumur 12 sampai 24 jam. Pada DWI, TIA memiliki lesi terlihat relevan pada
saat DWI dicitrakan dalam waktu 24 jam. DWI mungkin paling berguna secara
klinis untuk mengidentifikasi lesi positif pada pasien dengan stroke kortikal atau
lacunar kecil, atau untuk menentukan apakah pasien dengan infark sebelumnya
dan tanda-tanda memburuk telah mengembangkan infark baru atau tidak; DWI
mungkin positif sampai seminggu di setidaknya setelah pencitraan perfusi
stroke.14
d. Angiogram Konvensional
Suatu angiogram adalah tes lain yang digunakan untuk melihat pembuluh-
pembuluh darah. Suatu tabung kateter yang panjang dimasukkan kedalam suatu arteri
(biasanya di area pangkal paha) dan dye disuntikan ketika x-rays secara simultan
diambil. Dimana suatu angiogram memberikan beberapa dari gambar-gambar yang
paling detil dari anatomi pembuluh darah, ia juga adalah suatu prosedur invasif dan
digunakan hanya ketika diperlukan secara mutlak. Contohnya, suatu angiogram
dilakukan setelah suatu hemorrhage ketika sumber perdarahan yang tepat perlu
diidentifikasi. Ia juga adakalanya dilaksanakan untuk secara akurat mengevaluasi
kondisi dari suatu arteri karotid ketika operasi untuk membuka halangan pembuluh
darah itu direnungkan.3,14
20
sinus pra-kontras, atau mengisi cacat pada sinus pasca kontras), atau opak sinus
paranasal atau mastoids menunjukkan kemungkinan infeksi sebagai penyebab
thrombosis harus dicari.3
MRI menunjukkan gambaran lebih jelas, meskipun mereka mungkin terlihat
pada CT. Membedakan tumor dari infark pada CT (atau MRI) biasanya tidak masalah,
tetapi kadang-kadang tumor yang tumbuh lambat seperti glioma dapat meniru infark
kortikal kecil dengan muncul berbentuk baji yang melibatkan korteks dan materi putih
yang berdekatan, sedikit hipodens, dan tidak meningkatkan dengan kontras.12
Kadang-kadang tumor juga dapat hadir sebagai pendarahan dan pendarahan
mungkin cukup luas untuk melenyapkan sementara pada neoplasma yang mendasari
di scan. Waktu adalah alat diagnostik yang berguna, mengulangi pencitraan akan
memperjelas diagnosis, infark dan pendarahan umumnya mendapatkan lebih kecil
sedangkan tumor tetap sama atau menjadi lebih besar. Lebih lanjut, pasien yang pada
awalnya hadir dengan apa yang tampak seperti stroke langsung, namun yang tidak
berperilaku sebagai stroke khas, harus mengulangi scan untuk mengidentifikasi
sesekali tumor atau lesi non-vaskular. Ensefalitis kadang bisa meniru stroke, terutama
pada pasien ditemukan dengan kesadaran berkurang, neurologi fokal, dan tidak ada
riwayat dari awal.10
Pencitraan, baik CT, MRI atau lanjutan MRI teknik, tidak selalu andal
membedakan antara klinis. Diagnosis tergantung pada penilaian lainnya. Diseksi dari
karotis atau vertebralis arteri harus dicurigai pada pasien dengan nyeri leher dan
stroke. MRI adalah yang terbaik karena dapat menunjukkan pembuluh darah dan lesi
parenkim. Sebuah gambaran khas adalah penyempitan aliran arteri karotis atau
vertebralis karena sebuah cincin atau sinyal yang tinggi disebabkan oleh perdarahan
di dinding arteri. Penampilan juga dapat menirukan oleh aliran lambat dalam arteri
atas stenosis (ateromatosa) ketat, atau proksimal ke oklusi arteri besar intrakranial,
sehingga hati-hati untuk menegakkan diagnosis.14
Mengingat implikasi terapi mungkin, intra-arteri angiografi harus
dipertimbangkan jika ada keraguan untuk diagnosis dari diseksi. CADASIL (cerebral
autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and leucoencephalopathy)
menyebabkan kelainan yang menonjol pada subkortikal memeberikan gambaran putih
yang mungkin meniru beberapa infark lacunar dan atrofi, sering pada pasien yang
relatif muda, dan imaging mendukung diagnosis.12
21
MELAS (mitochondrial encephalopathy, lactic acidosis, and stroke)
menyajikan dengan stroke pada pasien yang lebih muda. Pada CT atau MR kortikal
seperti infark terlihat di daerah temporal atau occipito-temporal posterior, sering
bilateral dan tidak menempati wilayah pembuluh darah yang khas.5,7
22
BAB III
LAPORAN KASUS
Umur : 44 th
Agama : Islam
No.RM : 433144
Tanggal keluar :-
3.2. Anamnesis
Data anamnesis diperoleh pada tanggal 21 Mei 2019 di ICU RSUD K.R.M.T
Wongsonegoro Semarang.
Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang
Dari hasil anamnesis didapatkan pasien datang ke RSUD K.R.M.T Wongsonegoro
Semarang pada tanggal 21 Mei 2019 dengan keluhan Penurunan kesadaran 1 hari yang lalu.
Lalu pasien dibawa ke IGD RSUD , sebelumnya pasien muntah-muntah lebih dari 5 kali dan
pasien tidak sadarkan diri , setelah pasien sadar anggota gerak kiri pasien lemas . Nafsu
makan baik.
23
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Riwayat minum alkohol
sudah lebih dari 25 tahun , merokok lebih dari 26 tahun , riwayat hipertensi tak terkontrol
sudah 10 tahun terapi hanya beli obat nyeri kepala diwarung RW: DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi DM disangkal ,
Riwayat Sosioekonomi
Pasien bekerja sebagai wiraswasta, bengkel dirumah , ekonomi cukup
Status Generalisata
Keadaan umum : tampak sakit berat, lemas
Kesadaran : Compos mentis
Suhu : 37oC``
Nadi : 102x / menit
Pernapasan : 26x/ menit
Status antropometrik : TB : 169 , Berat badan : 67,5 kg.
3.3. Pemeriksaan Sistematis
Kepala : Normocephal
Telinga : Discharge (-)
Hidung : Septum deviasi (-)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Dada
o Inspeksi : Simetris statis dinamis
o Palpasi : Sterm fremitus kanan = kiri
o Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
o Auskultasi : Suara dasar vesikuler dan suara tambahan (-)
Jantung
o Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
o Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial LMCS
o Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
o Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, bisinnng (-), gallop (-)
Perut
o Inspeksi : Cembung, venektasi (-), distensi (-)
o Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium(+)
24
o Perkusi : Nyeri ketok costovertebra (-)
o Auskultasi : Bising usus normal
o Ekstremitas : Akral dingin -/-
3.3.4. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG
Hasil Pembacaan
KESAN
(NSTEMI)
25
b. Laboratorium
26
KESAN :
Leukositosis
Hiperglikemia
Peningkatan kreatinine
27
c. FPA Thorax AP
Hasil pembacaan
KESAN
Cor :normal
28
d. FPA abdomen AP -LLD
Hasil Pembacaan
Tampak free air antara hepar dengan dinding lateral kanan abdomen
membentuk decubitus abdomen sign
KESAN
free air antara hepar dengan dinding lateral kanan abdomen membentuk
decubitus abdomen sign Gambaran Pneumoperitoneum
29
e. MSCT Scan kepala tanpa kontras
Tampak penebalan mukosa (CT Number 35-65 HU) pada sinus sphenoid kiri
dan maksilaris kanan-kiri,
30
Tampak kesuraman pada mastoid kanan kiri.
KESAN
Gambaran SAH
penebalan mukosa (CT Number 35-65 HU) pada sinus sphenoid kiri dan
maksilaris kanan-kiri DD polip ,sinusitis kronik, mastoiditis duplek
Daftar Masalah
Stroke Hemoragik
Manitol 125cc/6jam
Citicolin 500mg/12jam
Ondansentron 4mg/12jam
ORAL
Sucralfat 10mg/6jam
Candesartan 16mg/14jam
Amlodipin 10mg/24jam
TTV,
Stop rokok , dan alkohol , dan hidup sehat olahraga cukup , tidur dan makan obat tepat waktu
31
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini , dari alloanamnesis mengeluhkan nyeri kepala dan mual
muntah serta penurunan kesadaran mendadak dan mempunyai riwayat diabetes
sudah 7 tahun tetapi tidak pernah terkontrol , dan hipertensi sudah 12 tahun dan
tidak pernah terkontrol , pada pemeriksaan fisik didapatkan penurunan
kesadaran , GCS E2M3V1 , pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan GDS (201mg/dl) , leukositosis (21,3 ribu/ul) , creatinine
(1,2mg/dl), dan peningkatan PCO2 (42,6mmHg) pada BGA. Pada CT Scan
didapatkan gambaran perdarahan pons dan intercerebelar hemorrhage,
2Gambaran SAH , peningkatan TIK . Seluruh gejala klinis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang menunjukan bahwa pasien mengalami SAH.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Ropper AH, Brown RH. 2005. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill.
4. Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton. Jakarta: EGC. 11th ed.p.
5. Duus, Peter. 2006. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta: EGC.
6. Smith, WS, Johnston, SC, & Easton, JD. Cerebrovascular Disease. In: Hauser, S.L., ed. Harrison’s
Neurology in Clinical Medicine. USA: McGraw-Hill, 2006; 233-239.
7. Mansjoer, Arief, et al. 2000. Stroke dalam Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI, pp.17-20
9. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC. 2006 Jakarta.
10. Pokdi Stroke, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke Tahun
2011. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2011.
11. Departemen Kesehatan Indonesia. Tersedia: http://www.depkes.go.id Diakses pada 20 Februari
2015
13. World Health Organization. 2010. International Statistical Classification of Diseases and Related
Health Problems. Tersedia:
14. Lövblad KO, Pereira VM. Neuroimaging of Stroke. The Complementary Roles of CT and MRI.
Clinical Neurology. 2013;2:36-43
33