Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2021


UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

TONSILOFARINGITIS AKUT

Oleh :

Rachmat Ariedarmawan S
4520112007

Pembimbing :
Dr. Nur Ayu Lestari, M.Biomed. Sp.A.

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Rachmat Ariedarmawan S

NIM : 4520112007

Judul Laporan Kasus : Tonsilofaringitis

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada


Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa.

Makassar, Juli 2021

Pembimbing

Dr. Nur Ayu Lestari M.Biomed. Sp.A.


BAB I

KASUS

A. Kasus
Data Pasien
- Nama : An. A
- Umur : 7 tahun
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Agama : Islam
- Alamat : Simbang
- Tanggal Masuk : 27 Juli 2021
- Bangsal : Tulip
- No. RM : 165419
- Diagnosis Masuk : Febris pro evaluasi

B. Status Medis Pasien


1. Keluhan Utama: Demam sejak 3 hari yang lalu

2. Anamnesis
Anak datang dengan keluhan demam naik turun sejak 3 hari yang lalu.
Mual ada, muntah ada, Nyeri kepala dan nyeri menelan ada, batuk tidak ada,
sesak tidak ada, BAK lancar. BAB terakhir tanggal 26/7/2021 dengan warna
dan konsistensi biasa. Anak pernah mengeluhkan penyakit yang sama
sebelumnya 2 bulan yang lalu. Riwayat keluarga disangkal. Riwayat alergi
disangkal. Nafsu makan anak berkurang sejak sakit. Ibu anak mengatakan
imunisasi anaknya lengkap. Anak lahir cukup bulan. Asi sampai umur 3
bulan.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit yang sama dengan keluarga.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat demam dan nyeri menelan sekitar 2 bulan yang
lalu namun sembuh.

5. Riwayat Persalinan
Berdasarkan alloanamnesis, Ibu pasien mengatakan bahwa pasien lahir
cukup bulan, di Rumah Sakit dan dibantu oleh Dokter. Pemberian ASI hingga
usia dua tahun dan telah mendapatkan imunisasi yang lengkap. Pasien
merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara, saudara pertama berjenis kelamin
perempuan yang berusia 15 tahun, saudara kedua berjenis kelamin laki-laki
berusia 13 tahun.

C. Pemeriksaan Fisis
1. Keadaan Umum
- Kesan keadaan sakit : Sakit ringan
- Kesadaran : Composmentis, GCS 15
- Status Gizi :
a) Inspeksi umum : Proporsi tubuh baik
b) Data Antropometrik :
BB : 21,5 Kg
TB : 125 cm
LK : 50 cm
LD : 61 cm
LP : 61 cm
c) Berdasarkan CDC

INTEPRETASI : Gizi kurang, Perawakan normal


Perempuan usia 7 Tahun, 7 Bulan
BB aktual : 21,5 kg
TB : 125 cm
BB/U : 86% (Berat badan kurang)
TB/U : 99% (Perawakan normal)
BB/TB : 86% (Gizi kurang)

2. Tanda Vital
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Frekuensi Nadi : 85 x/menit
Frekuensi Nafas : 20x / menit
Suhu : 38,3ºC

3. Head to Toe
Kepala
Bentuk : Normosefali
Muka : Simetris, terdapat edema diseluruh wajah
Rambut : berwarna hitam dan sukar dicabut
Ubun besar : sudah tertutup
Mata : Isokor, diameter 2,5 mm/ 2,5 mm, tidak ada anemis dan
tidak Ada icterus, tidak ada edema pada palpebral.
Hidung : tidak ada rinore, tidak ada epistaksis
Telinga : tidak ada otore

Mulut
Bibir : tidak kering
Lidah : tidak kotor
Sel mulut : tidak ada hiperemis
Leher : tidak ada pembesaran dan tidak ada massa
Kelenjar limfa : tidak ada pembesaran kelenjar
Gigi : Ada caries
Tenggorokan : Faring hiperemis dan tidak ada edema
Tonsil : T3 – T3 hiperemis
Thorax
Inspeksi : datar, simetris kiri dan kanan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi dan Wheezing tidak ada

Jantung : iktus cordis tidak tampak


Batas kiri : ICS V midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS IV parasternal dextra
Batas atas : ICS II parasternal dextra
Irama : bunyi jantung I/II murni reguler
Souffle : tidak ada
Thrill : tidak ada

Abdomen
PP : Datar dan mengikuti gerak nafas
PD : peristaltik kesan normal
PK : bunyi timpani
PR : tidak ada pembesaran organ

Genitalia
Alat kelamin : tidak ada kelainan

Ekstremitas : Edema tidak ada, CRT < 2 detik

Reflekas Fisiologis
KPR : Ada / Ada
APR : Ada / Ada
BPR : Ada / Ada
TPR : Ada / Ada

Kekuatan Otot : Baik


Tonus Otot : Baik
Reflex patologi : Tidak ada

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium darah rutin (27 Juli 2021)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai normal

WBC 10.3 x 103/uL 4.5-13.5

Gran 8.1 x 103uL 2.0-8.0

Lymph% 15,6% 20.0.-60.0


Gran% 78.9% 50-70
HGB 13.6 g/dL 12.0-16.0
HCT 40.1 % 35-49
PCT 0.084% 0.108-0.282

2. Pemeriksaan Foto Thorax AP


Tidak dilakukan

3. Pemeriksaan Imunoserologi
Tidak dilakukan

E. Diagnosis Kerja : Tonsilofaringitis akut


F. Planning dan Tatalaksana
Tindakan pertama (Instalasi Gawat Darurat):
- IVFD Ringer Lactat 16 tpm
- Injeksi Paracetamol 210 mg / 8 jam / IV
- Injeksi Ondansentron 1/2 amp / 8 jam / IV
Terapi di Bangsal Tulip :
- IVFD Ringer Lactat 16 tpm
- Injeksi Paracetamol 210 mg / 8 jam / IV
- Injeksi Ondansentron 1/2 amp / 8 jam / IV
- Ceftriaxone 1 gram/24jam
G. Follow UP
Tanggal TTV Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter
Selasa, 27 S: Orangtua pasien mengatakan P :
Juli 2021 anaknya demam sejak 3 hari - IVFD Ringer Laktat
yang lalu disertai mual dan 16 tpm
muntah, nyeri kepala ada, flu - Injeksi Paracetamol
tidak ada, batuk tidak ada, nyeri 210 mg/8 jam/IV
ulu hati tidak ada, BAB dan BAK - Injeksi Ondancetron
kesan normal. ½ amp/8 jam/IV

O: Keadaan sakit ringan,


composmentis
Tekanan Darah: -
Nadi : 96x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu badan : 38,3°C

A: Febris pro evaluasi


Rabu, 28 Juli S: Demam sudah hari ke 4, P :
2021 demam naik turun, terutama - IVFD Ringer Laktat
malam hari, mual ada, muntah 16 tpm
ada, nyeri kepala ada, nyeri - Injeksi Paracetamol
menelan ada, batuk tidak ada, 210 mg/8 jam/IV
sesak tidak ada, nyeri ulu hati - Injeksi Ondancetron
tidak ada, buang air besar dan ½ amp/8 jam/IV
BAK kesan normal. - Ceftriaxone 1 gr/24
jam
O: Sakit ringan
Tekanan Darah: 100/60 mmHG
Nadi : 85 x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu badan : 37,5°C
SpO2 : 99%
Kepala : Normocephal.
Mata : Anemis tidak ada, Ikterik
tidak ada.
Hidung : Sekret tidak ada.
Bibir : Tidak kering
Tenggorokan: Tonsil T3/T3,
hiperemis
Leher : Tidak ada pembesaran
Thoraks : Bentuk dada simetris,
bunyi nafas vesikuler.
Abdomen : Peristaltik ada, nyeri
tekan tidak ada.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT
<2 detik, Edema tidak ada.

A: Tonsilofaringitis akut

Rabu, 29 Juli S: Anak sudah tidak demam, P:


2021 mual tidak ada, muntah ada, - IVFD Ringer Laktat
batuk tidak ada, sesak tidak 16 tpm
ada, nyeri ulu hati tidak ada, - Injeksi Paracetamol
BAB kesan normal, Anak belum 210 mg/8 jam/IV
BAB sejak masuk Rumah Sakit - Injeksi Ondancetron
(3 hari yang lalu), nafsu makan ½ amp/8 jam/IV
baik, tidur pulas. - Ceftriaxone 1 gr/24
jam
O: Sakit ringan, Composmentis.
Tekanan Darah: 105/70 mmhg
Nadi : 85 x/menit
Pernapasan : 22x/menit
Suhu badan : 36,7°C
SpO2 : 98%
Kepala : Normocephal.
Mata : Anemis tidak ada, Ikterik
tidak ada.
Hidung : Sekret tidak ada.
Bibir : Tidak kering
Tenggorokan: Tonsil T3/T3,
hiperemis
Leher : Tidak ada pembesaran
Thoraks : Bentuk dada simetris,
bunyi nafas vesikuler.
Abdomen : Peristaltik ada, nyeri
tekan tidak ada.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT
<2 detik, Edema tidak ada.

A: Tonsilofaringitis akut

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
TONSILOFARINGITIS AKUT

A. Definisi
Istilah faringitis akut digunakan untuk menunjukkan semua infeksi akut
pada faring, termasuk tonsilitis (tonsilofaringitis) yang berlangsung hingga 14
hari. Faringitis merupakan peradangan akut membran mukosa faring dan
struktur lain di sekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung
dan tonsil, jarang terjadi hanya infeksi lokal pada faring atau tonsil. Oleh
karena itu, pengertian faringitis secara luas mencakup tonsilitis,
nasofaringitis, dan tonsilofaringitis. Infeksi pada daerah faring dan sekitarnya
ditandai dengan keluhan nyeri tenggorok. Faringitis Streptokokus Beta
Hemolitikus grup A (SBHGA) adalah infeksi akut orofaring dan atau
nasofaring oleh SBHGA.1,2

B. Patofisiologi
Nasofaring dan orofaring adalah tempat untuk organisme ini, kontak
langsung dengan mukosa nasofaring atau orofaring yang terinfeksi atau
dengan benda yang terkontaminasi seperti sikat gigi merupakan cara
penularan yang kurang berperan, demikian juga penularan melalui makanan. 1
Penyebaran SBHGA memerlukan pejamu yang rentan dan difasilitasi
dengan kontak yang erat. Infeksi jarang terjadi pada anak berusia di bawah 2
tahun, mungkin karena kurang kuatnya SBHGA melekat pada sel-sel epitel.
Infeksi pada toddlers paling sering melibatkan nasofaring atau kulit
(impetigo). Remaja biasanya telah mengalami kontak dengan organisme
beberapa kali sehingga terbentuk kekebalan, oleh karena itu infeksi SBHGA
lebih jarang pada kelompok ini.1
Kontak erat dengan sekumpulan besar anak, misalnya pada kelompok
anak sekolah, akan mempertinggi penyebaran penyakit. Rata-rata anak
prasekolah mengalami 4−8 episode infeksi saluran respiratori atas setiap
tahunnya, sedangkan anak usia sekolah mengalami 2−6 episode setiap
tahunnya.1
Faringitis akut jarang disebabkan oleh bakteri, di antara penyebab bakteri
tersebut, SBHGA merupakan penyebab terbanyak. Streptokokus grup C dan
D telah terbukti dapat menyebabkan epidemi faringitis akut, sering berkaitan
dengan makanan (foodborne) dan air (waterborne) yang terkontaminasi.
Pada beberapa kasus dapat menyebabkan glomerulonefritis akut (GNA).
Organisme ini mungkin juga dapat menyebabkan kasus-kasus faringitis
sporadik yang menyerupai faringitis SBHGA, tetapi kurang berat.
Streptokokus grup C dan D lebih sering terjadi pada dewasa. 1
Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring
yang kemudian menyebabkan respon peradangan lokal. Rhinovirus
menyebabkan iritasi mukosa faring sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian
besar peradangan melibatkan nasofaring, uvula, dan palatum mole.
Perjalanan penyakitnya ialah terjadi inokulasi dari agen infeksius di faring
yang menyebabkan peradangan lokal, sehingga menyebabkan eritema
faring, tonsil, atau keduanya. Infeksi Streptokokus ditandai dengan invasi
lokal serta penglepasan toksin ekstraselular dan protease. Transmisi dari
virus yang khusus dan SBHGA terutama terjadi akibat kontak tangan dengan
sekret hidung dibandingkan dengan kontak oral. Gejala akan tampak setelah
masa inkubasi yang pendek, yaitu 24−72 jam. 1

C. Manifestasi klinis
Gejala faringitis yang khas akibat bakteri Streptokokus berupa nyeri
tenggorokan dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam. Urutan gejala
yang biasanya dikeluhkan oleh anak berusia di atas 2 tahun adalah nyeri
kepala, nyeri perut, dan muntah. Selain itu juga didapatkan demam yang
dapat mencapai suhu 40°C, beberapa jam kemudian terdapat nyeri
tenggorok. Gejala seperti rinorea, suara serak, batuk, konjungtivitis, dan diare
biasanya disebabkan oleh virus. Kontak dengan penderita rinitis juga dapat
ditemukan pada anamnesis.1,3
Pada pemeriksaan fisis, tidak semua pasien tonsilofaringitis akut
Streptokokus menunjukkan tanda infeksi Streptokokus, yaitu eritema pada
tonsil dan faring yang disertai dengan pembesaran tonsil. 1,3
Faringitis streptokokus sangat mungkin jika dijumpai gejala dan tanda berikut:
- awitan akut, disertai mual dan muntah
- faring hiperemis
- demam
- nyeri tenggorokan
- tonsil bengkak dengan eksudasi
- kelenjar getah bening leher anterior bengkak dan nyeri
- uvula bengkak dan merah
- ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo sekunder
- ruam skarlatina
- petekie palatum mole.
Tanda khas faringitis difteri adalah membran asimetris, mudah berdarah,
dan berwarna kelabu pada faring. Membran tersebut dapat meluas dari batas
anterior tonsil hingga ke palatum mole dan/atau ke uvula. 1,3
Pada faringitis akibat virus, dapat juga ditemukan ulkus di palatum mole
dan dinding faring serta eksudat di palatum dan tonsil, tetapi sulit dibedakan
dengan eksudat pada faringitis Streptokokus. Gejala yang timbul dapat
menghilang dalam 24 jam, berlangsung 4-10 hari (self limiting disease),
jarang menimbulkan komplikasi, dan memiliki prognosis yang baik. 1,3
Berdasarkan Gradingnya, pembesaran tonsil dibagi menjadi 4. Yaitu : 4
a. T0: jika tonsil sudah diangkat
b. T1 : Tonsil normal/ masih ada di dalam fossa tonsilaris
c. T2 : Tonsil sudah melewati pilar posterior tetapi belum melewati garis
para median
d. T3: Tonsil melewati garis paramedian tetapi belum lewat garis median
(uvula)
e. T4 : Tonsil melewati garis median

D. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan laboratorium.
Sulit untuk membedakan antara faringitis Streptokokus dan faringitis virus
hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Baku emas penegakan
diagnosis faringitis bakteri atau virus adalah melalui pemeriksaan kultur dari
apusan tenggorok. Apusan tenggorok yang adekuat pada area tonsil
diperlukan untuk menegakkan adanya S. pyogenes. Untuk
memaksimalisasikan akurasi, maka diambil apusan dari dinding faring
posterior dan regio tonsil, lalu diinokulasikan pada media agar darah domba
5% dan piringan basitrasin diaplikasikan, kemudian ditunggu selama 24 jam. 1
Pada saat ini terdapat metode yang cepat untuk mendeteksi antigen
Streptokokus grup A (rapid antigen detection test). Metode uji cepat ini
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi (sekitar 90% dan
95%) dan hasilnya dapat diketahui dalam 10 menit, sehingga metode ini
setidaknya dapat digunakan sebagai pengganti pemeriksaan kultur. Secara
umum, bila uji tersebut negatif, maka apusan tenggorok seharusnya dikultur
pada dua cawan agar darah untuk mendapatkan hasil yang terbaik untuk S.
pyogenes. Pemeriksaan kultur dapat membantu mengurangi pemberian
antibiotik yang tidak perlu pada pasien faringitis. 1,2

E. Tatalaksana
Bagi sebagian besar pasien, tonsilitis adalah penyakit yang sembuh
sendiri. Mengingat penyebab tersering adalah virus. Pengobatan utama
tonsilitis akut adalah perawatan suportif, termasuk obat-obatan seperti NSAID
dapat meredakan gejala. Pemberian antibiotik tidak diperlukan pada faringitis
virus, karena tidak akan mempercepat waktu penyembuhan atau mengurangi
derajat keparahan. Apabila terdapat nyeri yang berlebih atau demam, dapat
diberikan parasetamol atau ibuprofen.1
Pembertian antibiotik pada faringitis dan tonsilitis harus berdasarkan pada
gejala klinis dan hasil kultur positif pada pemeriksaan usapan tenggorok.
Namun, Aturan klinis seperti Modifikasi skor Centor dapat digunakan untuk
mengidentifikasi pasien dengan risiko infeksi GABHS rendah, sedang, dan
tinggi dalam penentuan tindak lajut pada pasien. 1,5
Antibiotik pilihan pada terapi faringitis akut Streptokokus grup A adalah
Penisilin V oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari atau
benzatin penisilin G IM dosis tunggal dengan dosis 600.000 IU (BB<30 kg)
dan 1.200.000 IU (BB>30 kg).1
Amoksisilin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin pada anak yang
lebih kecil, karena selain efeknya sama, amoksisilin juga memiliki rasa yang
lebih enak. Amoksisilin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi 2 selama 6 hari,
efektivitasnya sama dengan penisilin V oral selama 10 hari. Untuk anak yang
alergi penisilin dapat diberikan eritromisin etil suksinat 40 mg/kgBB/hari,
eritromisin estolat 20-40 mg/kgBB/hari, dengan pemberian 2, 3, atau 4 kali
per hari selama 10 hari; atau dapat juga diberikan makrolid baru misalnya
azitromisin dengan dosis tunggal 10 mg/kgBB/hari, selama 3 hari berturut-
turut. Antibiotik golongan sefalosporin gnerasi I dan II dapat juga memberikan
efek yang sama, tetapi pemakaiannya tidk dianjurkan, karena selain mahal
risiko resistensinya juga lebih besar.1
Apabila hasil kultur kembali positif, beberapa kepustakaan menyarankan
terapi kedua, dengan pilihan obat oral klindamisin 20-30 mg/kgBB/hari
selama 10 hari; amoksisilin-klavulanat 4 mg/kgBB/hari terbagi menjadi 3
dosis selama 10 hari; atau injeksi Benzathine penicillin G intramuskular, dosis
tunggal 600.000 IU (BB<30 kg) atau 1.200.000 IU (BB>30 kg). Akan tetapi,
bila setelah terapi kedua kultur tetap positif, kemungkinan pasien merupakan
pasien karier, yang memiliki risiko ringan terkena demam reumatik. Golongan
tersebut tidak memerlukan terapi tambahan. 1
Tonsilektomi telah digunakan secara luas untuk mengurangi frekuensi
tonsilitis rekuren. Dasar ilmiah tindakan ini masih belum jelas. Pengobatan
dengan adenoidektomi dan tonsilektomi telah menurun dalam 2 dekade
terakhir. Ukuran tonsil dan adenoid bukanlah indikator yang tepat.
Tonsilektomi biasanya dilakukan pada tonsilofaringitis berulang atau kronis. 1

F. Komplikasi
Kejadian komplikasi pada faringitis akut virus sangat jarang. Beberapa
kasus dapat berlanjut menjadi otitis media purulen bakteri. Pada faringitis
bakteri dan virus dapat ditemukan ulkus kronik yang cukup luas. 2
Komplikasi faringitis bakteri terjadi akibat perluasan langsung atau secara
hematogen. Akibat perluasan langsung, faringitis dapat berlanjut menjadi
rinosinusitis, otitis media, mastoiditis, adenitis servikal, abses retrofaringeal
atau parafaringeal, atau pneumonia. Penyebaran heatogen Streptokokus β
hemolitikus grup A dapat megakibatkan meningitis, osteomielitis, atau artritis
septik, sedangkan komplikasi nonsupuratif berupa demam reumatik dan
glomerulonefritis.2
G. Prognosis
Secara umum, prognosis tonsilitis sangat baik dan sembuh tanpa
komplikasi. Sebagian besar tonsilitis virus sembuh dalam 7-10 hari,
sedangkan tonsilitis bakteri dengan terapi antibiotik sesuai mulai membaik
dalam 24-48 jam.
Morbiditas dapat meningkat jika tonsilitis berulang sehingga mengganggu
aktivitas dalam sekolah dan bekerja.2
BAB III

ANALISABERDASARKAN BASIS BUKTI

A. DASAR DIAGNOSIS
Diagnosis kerja pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis didapatkan keluhan yaitu anak datang dengan keluhan
demam sejak 3 hari yang lalu disertai mual dan muntah. Nyeri kepala ada,
nyeri menelan ada, batuk tidak ada, sesak tidak ada, riwayat anak dengan
sakit yang sama sebelumnya 2 bulan yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa anak tampak sakit ringan,
tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 85x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu
38,3 C. Pada pemeriksaan fisik orofaring didapatkan tonsil T3/T3, tampak
hiperemis, faring hiperemis, dan caries pada gigi.
Sesuai dengan literatur, gejala yang ditemukan pada pasien ini
merupakan gejala dari Tonsilofaringitis akut yang disebabkan oleh infeksi
bakteri.

B. ALASAN PEMBERIAN TERAPI


- IVFD Ringer Laktat didasarkan sebagai stabilisasi cairan dan
hemodinamik pasien.
- Paracetamol diberikan pada pasien ini untuk mengurangi demam dan
meredakan gejala nyeri tonsil pada pasien ini.
- Ondasetron merupakan obat antiemetic untuk meredakan mual dan
muntah pasien.
- Pemberian Antibiotik pada pasien ini didasarkan oleh skor centor pasien
yaitu ≥ 4.

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN
Pada kasus ini, pasien didiagosis dengan tonsilofaringitis akut
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pengobatan yang dilakukan
diharapkan dapat mengurangi gejala yang dirasakan pasien dan mencegah
terjadinya perburukan. Penatalaksanaan pada pasien ini terdiri dari terapi
suportif dan antibiotik. Pemberian antibiotik pada pasien ini berdasarkan skor
centor pasien. Edukasi yang dapat diberikan yaitu penjelasan mengenai
perjalanan penyakit dan pengobatan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. BUKU AJAR RESPIROLOGI ANAK. I. Jakarta: Badan Penerbit


IDAI; 2008.
2. Anderson J, Paterek E. Tonsillitis [Internet]. StatPearls. 2020. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544342/
3. Soedarmo S. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit
Tropis. Jakarta: IDAI; 2002. 376–383 p.
4. Sundariyati IGAH. Tonsilitis Kronis Eksaserbasi Akut. Univ Udayana.
2017;1:1–24.
5. Kalra MG, Higgins KE, Perez ED. Common questions about
streptococcal pharyngitis. Am Fam Physician [Internet]. 2016;94(1):24–
31. Available from: https://www.aafp.org/afp/2016/0701/p24.html

Anda mungkin juga menyukai