Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

” PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT


BENIGNA PROSTATE HYPERPLASIA (BPH) TERHADAP
PENGETAHUAN PASIEN DI RUANG BEDAH PRIA
RSUD JAYAPURA”

Oleh:

Dwi Aris Kurniawan


22221037

PROGRAM PROFESI NERS


IKesT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Hiperplasia prostat benigna adalah perbesaran atau hipertrofi prostat, kelenjar

prostat membesar, memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan

menyumbat aliran keluar urine dapat mengakibatkan hidronefrosis dan

hidroureter. ( Brunner & Suddarth, 2000 )

Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra,

menyebabkan gejala urinaria dan menyebabkan terhambatnya aliran urine

keluar dari bulu-buli. ( Nursalam, 2006 )

BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar

prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih

dan menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer dan Bare,

2002).

B. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.

Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen.

Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada

beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :

a. Dihydrotestosteron

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel

dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .

b. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron


Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan

penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

c. Interaksi stroma – epitel

Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan

penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi

stroma dan epitel.

d. Berkurangnya sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma

dan epitel dari kelenjar prostat

e. Teori sel stem

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit

C. PATOFISIOLOGI

Ketika seorang berusia diatas 50 tahun, maka semakin besar kemungkinan

untuk terjadinya gangguan atau kerusakan pada organ-organ tubuh. Pada pria

ketika menginjak usia 50 tahun keatas maka terjadi penurunan fungsi testis.

Akibatnya adalah ketidakseimbangan hormon testosteron dan

dehidrotestosteron sehingga memacu pertumbuhan atau pembesaran prostat

( dalam hal ini prostat dapat mencapai 60-100 gram atau bahkan lebih ).

Pembesaran kelenjar prostat dapat meluas ke arah atas (bladder) sehingga

mempersempit saluran uretra yang pada akhirnya akan menyumbat urine dan

menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan didalam bladder. Sebagai

kompensasi terhadap tekanan uretra prostatika maka otot-otot destrusor dan

buli-buli berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan ini. Kontraksi secara

terus menerus menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli. Tekanan


intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak

terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini akan

menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks

vesiko ureter. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus dapat menyebabkan

gagal ginjal. Pada klien benigna prostat hiperplasia urine yang dikeluarkan

tidak tuntas sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi,

sehingga seseorang cenderung mengejan untuk mengeluarkan urine tersebut

dan menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomen sehingga dapat

menimbulkan hernia dan hemoroid.

Pembesaran prostat ini akan menimbulkan keluhan atau tanda dan gejala

seperti sulit memulai miksi, nokturia ( bangun tengah malam untuk

berkemih ), sering berkemih anyang-anyangan, abdomen tegang, pancaran

urine menurun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tidak lancar,

dribling ( urine menetes terus setelah berkemih ), rasa seperti kandung kemih

tidak kosong dengan baik, sakit atau nyeri ketika berkemih, retensi urine akut

( bila lebih dari 60 ml urine tetap berada dalam kandung kemih setelah

berkemih ), anoreksia, mual dan muntah.

Apabila tidak segera ditangani, dapat menimbulkan komplikasi antara lain

gagal ginjal, hemoroid dan hernia bahkan kematian. 

D. TANDA DAN GEJALA

a. Gejala iritatif meliputi  :

i. Peningkatan frekuensi berkemih

ii. Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)


iii. Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda

(urgensi)

iv. Nyeri pada saat miksi (disuria)

b. Gejala obstruktif meliputi :

i. Pancaran urin melemah

ii. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan

baik

iii. Kalau mau miksi harus menunggu lama

iv. Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih

v. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus

vi. Urin terus menetes setelah berkemih

vii. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan

inkontinensia karena penumpukan berlebih.

viii. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi

produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis

dan volume residu yang besar.

c. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah,

dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.

Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :

i. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing tak

puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari

ii. Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan

mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam

bertambah hebat.
iii. Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa

timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan

dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG

a. Urinalisa

Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel

leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri

harus diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran

kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat

menyebabkan hematuri.

Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar

dari fungsi ginjal dan status metabolik.

Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar

penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai

PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml,

dihitung Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi

dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi

prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml

b. Pemeriksaan darah lengkap

Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka

semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan

biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka

fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji.


Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit,

CT, BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.

c. Pemeriksaan radiologis

Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan

sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat

disfungsi buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat

adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat

juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan

prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari Pielografi

intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan

hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin.

Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal,

mendeteksi residu urin dan batu ginjal.

BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah

terlihat bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat

/mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli

dapat dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya dikencingkan.

Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel. Selagi

kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin.

Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin.

F. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan

semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran kemih

dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik

mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi yang menyebabkan

peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan herniadan

hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan

yang menambah keluhan iritasidan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam

vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme,yang dapat

menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis

(Sjamsuhidajat, 2005)

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada klien benigna prostat hiperplasia terdiri dari

penatalaksanaan medis, penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan

diit.

a. Penatalaksanaan medis

i. Pemberian obat-obatan antara lain Alfa 1-blocker seperti : doxazosin,

prazosin tamsulosin dan terazosin. Obat-obat tersebut menyebabkan

pengenduran otot-otot pada kandung kemih sehingga penderita lebih

mudah berkemih. Finasterid, obat ini menyebabkan meningkatnya laju

aliran kemih dan mengurangi gejala. Efek samping dari obat ini adalah

berkurangnya gairah seksual. Untuk prostatitis kronis diberikan

antibiotik.

ii. Pembedahan
1. Trans Urethral Reseksi Prostat ( TUR atau TURP ) prosedur

pembedahan yang dilakukan melalui endoskopi TUR dilaksanakan

bila pembesaran terjadi pada lobus tengah yang langsung

melingkari uretra. Sedapat mungkin hanya sedikit jaringan yang

mengalami reseksi sehingga pendarahan yang besar dapat dicegah

dan kebutuhan waktu untuk bedah tidak terlalu lama. Restoskop

sejenis instrumen hampir serupa dengan cystoscope tapi dilengkapi

dengan alat pemotong dan couter yang disambungkan dengan arus

listrik dimasukan lewat uretra. Kandung kemih dibilas terus

menerus selama prosedur berjalan. Pasien mendapat alat untuk

masa terhadap shock listrik dengan lempeng logam yang diberi

pelumas yang ditempatkan pada bawah paha. Kepingan jaringan

yang halus dibuang dengan irisan dan tempat tempat pendarahan

dihentikan dengan couterisasi. Setelah TUR dipasang folley kateter

tiga saluran ( three way cateter ) ukuran 24 Fr yang dilengkapi

balon 30-40 ml. Setelah balon kateter dikembangkan, kateter

ditarik kebawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang

bekerja sebagai hemostat. Kemudian ditraksi pada kateter folley

untuk meningkatkan tekanan pada daerah operasi sehingga dapat

mengendalikan pendarahan. Ukuran kateter yang besar dipasang

untuk memperlancar membuang gumpalan darah dari kandung

kemih.

2. Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat

kelenjar prostat dari uretra melalui kandung kemih..


3. Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar prostat melalui

suatu insisi dalam perineum yaitu diantara skrotum dan rektum.

4. Prostatektomi retropubik adalah insisi abdomen mendekati kelenjar

prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa

memasuki kandung kemih.

5. Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur pembedahan

dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra.

6. Trans Uretral Needle Ablation ( TUNA ), alat yang dimasukkan

melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat

mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan 

mengalirkan panas sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum

yang menancap dijaringan prostat.

b. Penatalaksanaan keperawatan menurut Brunner and Suddart, (2000)

i. Mandi air hangat

ii. Segera berkemih pada saat keinginan untuk berkemih muncul.

iii. Menghindari minuman beralkohol

iv. Menghindari asupan cairan yang berlebihan terutama pada malam

hari.

v. Untuk mengurangi nokturia, sebaiknya kurangi asupan cairan beberapa

jam sebelum tidur.


BAB II
PEMBAHASAN

1. Kasus
Pada tanggal 13 Desember 2021 , jam 09.30. Tn.L datang ke rumah sakit
muhammad hoesin palembang di ruang kelingi 2. Tn.L berusia 61 tahun,
pendidikan SD, alamat dusun 1 desa bangun sari Baturaja,, perkerjaan petani.
Istri pasien mengatakan Tn.L BAK berdarah sejak 4 hari yang lalu, sebelum di
rujuk ke rumah sakit muhammad hoesin palembang pasien pernah dirawat di
rumah sakit myria KM 7 Palembang selama 1 hari, setelah di rawat selama 1
hari di rs myria pasien di rujuk di rs muhammad hoesin palembang. Saat di
lakukan pengkajian pasien terlihat lemah TTV: TD: 120/80 mmHg, N:
88x/menit, T: 360C, RR: 20x/menit, setelah dilakukan pengkajian TTV
dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil hemoglobin: 4.9, eritrosit:
1.92, leukosit: 10.67, hematokrit: 15, trombosit: 335, basofil: 0, eosinofil: 1,
netrofil: 81, limfosit: 13, monosit:: 5, kalium: 6.7, albumin: 2.2, ureum: 111,
asam urat: 6.8. setelah dilakukan pengkajian TTV dan pemeriksaan
laboratorium pasien dilakukan pemasangan kateter dan saluran irigasi. Saat
dilakukan pengkajian pada tanggal 16 Desermber 2021 pasien mengeluh nyeri
dan BAK berdarah dengan skala nyeri 3, keadaan umum lemah , pasien
tampak cemas dan setelah dilakukan pengkajian TTV: TD: 136/84 mmHg, N:
71x/menit, T: 360C, RR: 20x/menit.
2. Pertanyaan Klinis
Apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang benigna prostate
hyperplasia (BPH) terhadap pengetahuan pasien?

BAB III
ANALISIS JURNAL

1. Nama Penulis Jurnal


Aldrin Onesimus Sarauwl , Rifki Sakinah Nompo , Arvia
2. Tujuan Penelitian
Untuk ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang benigna prostate
hyperplasia (BPH) terhadap pengetahuan pasien?
3. Tempat Penelitian
Ruang Bedah Pria RSUD Jayapura
4. Metode dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode Quasi Eksperimen One Group Pre
Test-Post Test. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan
Agustus 2019. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling
dengan jumlah minimal sampel 30 responden sesuai kriteria inklusi dan
eksklusi.
5. PICO
P : Benign prostat hyperplasia (BPH)
I : 30 responden
C: tingkat pengetahuan sebelum dan setelah pendidikan kesehatan
O: pengaruh pendidikan kesehatan tentang benigna prostate hyperplasia
(BPH) terhadap pengetahuan pasien

6. Searching Literature Jurnal


Setelah dilakukan Searching Literature (journal) di google scholar, di
dapatkan 609 journal yang terkait dan dipilih jurnal denan judul “pengaruh
pendidikan kesehatan tentang benigna prostate hyperplasia (BPH) terhadap
pengetahuan pasien” dengan alasan:
a. Jurnal tersebut sesuai dengan kasus
b. Jurnal tersebut up to date
7. VIA
a. Validity
1) Desain
Jenis penelitian ini menggunakan metode Quasi Eksperimen One
Group Pre Test-Post Test. Pengambilan sampel menggunakan teknik
purposive sampling
2) Sample
Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 responden.
3) Rendomnisasi
Terdapat 3 instrumen yang digunakan dalam penelitian diantaranya:
kuesioner karakteristik responden, kuesioner pengetahuan BPH, dan
satuan acara penyuluhan (SAP). Kuesioner pengetahuan BPH terlebih
dahulu dilakukan uji validitas menggunakan Pearson Product Moment
dan reabilitas Alpha Cronbach. Dari 25 item pernyataan, didapatkan 23
item valid dan 2 item tidak valid dibuang/ didelete oleh peneliti,
sehingga didapatkan rerata (mean) uji validitas = 0.624 dan hasil uji
reliabilitas = 0.935 yang dilakukan terhadap 15 orang sampel.

b. Importance dalam Hasil


1) Karateristik Subjek
usia, pendidikan, pekerjaan
2) Beda Proporsi
Berdasarkan peneliti menjabarkan usia responden menurut
Departemen Kesehatan tahun 2009. Dari 30 respoden yang diteliti, 2
orang atau 6.7% berusia 46-55 tahun, 8 orang atau 26.7% berusia 56-
65 tahun, dan 20 orang atau 66.7% berusia >65 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia antara >65
tahun, dan paling sedikit berada pada usia 46-55 tahun.
Kriteria responden berdasarkan tingkat pendidikan. Dari 30
responden yang diteliti, 1 orang atau 3.3% tidak bersekolah, 8 orang
atau 26.7% berpendidikan SD, 9 orang atau 30.0% berpendidikan
SMP, 11 orang atau 36.7% berpendidikan SMA, dan 1 orang atau
3.3% berpendidikan S1. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
responden berpendidikan SMA dan sangat kecil responden
berpendidikan S1 dan tidak sekolah.
Pada peneliti menjabarkan tentang karakteristik responden
berdasarkan pekerjaan, dari 30 responden yang diteliti terdapat 19
orang atau 63.3% bekerja, dan 11 orang atau 36.7% tidak bekerja. Hal
ini menunjukkan bahwa sebagaian besar responden memiliki
pekerjaan, hal ini dilakukan karena laki-laki memiliki tanggung jawab
sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah.

3) Beda Mean

Berdasarkan usia sebagaian besar responden berada pada rentang


usia > 65 tahun yaitu sebanyak 20 orang (66.7%).
Berdasarkan Pendidikan Berdasarkan tingkat pendidikan,
responden terbanyak memiliki status pendidikan SMA yaitu sebanyak
11 orang (36.7%)
Berdasarkan pekerjaan, dari hasil penelitian diketahui bahwa lebih
dari sebagian responden masih memiliki pekerjaan yaitu sebanyak 19
orang (63.3%).
4) Nilai p value
Dari hasil penelitian diketahui ada pengaruh pendidikan kesehatan
tentang benigna prostate hyperplasia (BPH) terhadap pengetahuan
pasien di Ruang Bedah Pria RSUD Jayapura, hal ini ditunjukkan dari
hasil (Asymp. Sig. 2-tailed) = 0.000uji Wilcoxon < 0.05 yang
menunjukkan adanya pengaruh yang dilakukan.
c. Applicability
1) Dalam Diskusi
Hubungan Usia responden dengan kejadian benigna prostate
hyperplasia (BPH). Dari 30 respoden yang diteliti, 2 orang atau 6.7%
berusia 46-55 tahun, 8 orang atau 26.7% berusia 56-65 tahun, dan 20
orang atau 66.7% berusia >65 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar responden berusia antara >65 tahun, dan paling sedikit
berada pada usia 46-55 tahun.
Hubungan responden berdasarkan tingkat pendidikan terhadap
benigna prostate hyperplasia (BPH). Dari 30 responden yang diteliti,
1 orang atau 3.3% tidak bersekolah, 8 orang atau 26.7% berpendidikan
SD, 9 orang atau 30.0% berpendidikan SMP, 11 orang atau 36.7%
berpendidikan SMA, dan 1 orang atau 3.3% berpendidikan S1. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian responden berpendidikan SMA dan
sangat kecil responden berpendidikan S1 dan tidak sekolah.
Hubungan responden berdasarkan pekerjaan terhadap benigna
prostate hyperplasia (BPH). dari 30 responden yang diteliti terdapat
19 orang atau 63.3% bekerja, dan 11 orang atau 36.7% tidak bekerja.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagaian besar responden memiliki
pekerjaan, hal ini dilakukan karena laki-laki memiliki tanggung jawab
sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah.
2) Karateristik Klien
usia, pendidikan, pekerjaan
3) Fasilitas Biaya
Tidak dicamtumkan jumlah biaya yang digunakan

8. Diskusi (Membandingkan jurnal dan kasus)


Kriteria responden berdasarkan tingkat pendidikan. Dari 30 responden
yang diteliti, 1 orang atau 3.3% tidak bersekolah, 8 orang atau 26.7%
berpendidikan SD, 9 orang atau 30.0% berpendidikan SMP, 11 orang atau
36.7% berpendidikan SMA, dan 1 orang atau 3.3% berpendidikan S1. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian responden berpendidikan SMA dan sangat kecil
responden berpendidikan S1 dan tidak sekolah.
peneliti menggambarkan tingkat pengetahuan responden sebelum
dilakukan pendidikan kesehatan. Diketahui 4 dari 30 responden yang diteliti 1
orang atau 3.3% memiliki pengetahuan baik, 9 orang atau 30.0% memiliki
pengetahuan cukup, dan 20 orang atau 66.7% memiliki pengetahuan kurang.
Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari sebagian responden sebelum dilakukan
pendidikan kesehatan memiliki pengetahuan kurang.
peneliti menggambarkan tingkat pengetahuan responden setelah dilakukan
pendidikan kesehatan. Diketahui dari 30 responden yang diteliti 9 orang atau
30.0% memiliki pengetahuan baik, 20 orang atau 66.7% memiliki
pengetahuan cukup, dan 1 orang atau 3.3% memiliki pengetahuan kurang. Hal
ini menunjukkan bahwa lebih dari sebagian responden setelah dilakukan
pendidikan kesehatan memiliki pengetahuan cukup.
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang pengaruh pendidikan kesehatan


tentang benigna prostate hyperplasia (BPH) terhadap pengetahuan pasien, maka dapat
disimpulkan: Dari hasil penelitian diketahui tingkat pengetahuan sebelum diberikan
pendidikan kesehatan tentang BPH dengan kriteria baik 1 orang (3.3%), cukup 9 orang
(30.0%), dan kurang 20 orang (66.7%). Dari hasil penelitian diketahui tingkat
pengetahuan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang BPH dengan kriteria baik
9 orang (30.0%), cukup 20 orang (66.7%), dan kurang 1 orang (3.3%).Dari hasil
penelitian diketahui ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang benigna prostate
hyperplasia (BPH) terhadap pengetahuan pasien di Ruang Bedah Pria RSUD Jayapura,
hal ini ditunjukkan dari hasil (Asymp. Sig. 2-tailed) = 0.000uji Wilcoxon < 0.05
yang menunjukkan adanya pengaruh yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth , 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah.

Terjemahan Suzanne C. Smeltzer. Edisi 8. Vol 8. Penerbit Buku

Kedokteran EGC: Jakarta.

Corwin, Elizabeth J, 2001, Buku Saku Patofisiologi, Alih bahasa, Brahm U.

Pendit, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan

SistemPerkemihan Ed 1. Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh

Agung Waluyo (dkk), EGC, Jakarta.

Sarauw, Nompo, Arvia, (2019), Pengaruh pendidikan kesehatan tentang penyakit


benigna prostate hyperplasia (bph) terhadap pengetahuan pasien di ruang
bedah pria rsud jayapura.

Anda mungkin juga menyukai