Anda di halaman 1dari 90

KONSEP DASAR DAN ASUHAN

KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN BENIGNA PROSTAT
HIPERPLASIA (BPH)
Kelompok 2 :
Aprilia Susanti ( 1863030020)
Seltira Sirait (1863030011)
Dimas Prasetio (1863030008)

Prodi DIII Keperawatan


Fakultas Vokasi
Universitas Kristen Indonesia
Jakarta
2020
Latar Belakang

60%

50%

40%
Column2
30%
Series 1
20%

10%

0%
Negara Maju Asia
Latar Belakang

Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (2015)


diperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus degeneratif salah satunya adalah BPH,
dengan insiden di negara maju sebanyak 19%, sedangkan beberapa negara di Asia
menderita penyakit BPH berkisar 59% di Filiphina (Wenying, 2015).
Latar Belakang

40%

20%
Column2
0%
9th th 0th 0th
-4 -59 6 7
40
50 s ia s ia
ia U U
Us sia
U

Prevelansi BPH di Indonesia berdasarkan usia


Definisi

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,


disebabkan oleh karena hiperplasi beberans atau semua komponen prostat meliputi
jaringan kelenjar/ jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra
pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr.Sutomo, 1994).
Anatomi dan Fisiologi

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria


yang terletak disebelah inferior buli-buli di depan rektum
dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah
kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih
20 gram.
Kelenjar prostat yang terbagi atas beberapa zona,
antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional,
zona fibromuskuler, dan zona periuretra. Sebagian besar
hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional
(Reynard J., 2006).
Anatomi dan Fisiologi
Kelenjar postat merupakan
organ berkapsul yang terletak
dibawah kandung kemih dan
ditembus oleh uretra. Uretra
yang menembus kandung kemih ini
disebut uretra pars prostatika.
Lumen uretra pars prostatika
dilapisi oleh epitel transisional
(Eroschenko., 2008).
Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai


sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar
prostat sangat tergantung pada hormone androgen. Factor
lain yang erat kaitannya dengan BPH adalh proses penuaan
mulai ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan
frekuensi makin bertambah sesuai dengan bertambahnya
umur, sehingga di atas umur 80 tahun kira-kira 80%
menderita kelelahan ini.
Beberapa hipotesa yang diduga timbulnya hiperplasi
prostat menurut roger Kirby antara lain:

Perubahan
keseimbang Interaksi
Dihydroste
an hormon stroma-
stosteron
estrogen- epitel
testosteron

Berkurangn
ya sel Teori sel
yang mati stem
Etiologi
beberapa hipotesa yang diduga timbulnya hiperplasi prostat menurut roger Kirby antara
lain:

 Dihydrostestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
 Perubahan keseimbangan hormon estrogen-testosteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormone ekstogen dan
penurunan testosterone yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
Etiologi
beberapa hipotesa yang diduga timbulnya hiperplasi prostat menurut roger Kirby antara
lain:
 Interaksi stroma-epitel
Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan
penuruna transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel
 Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma
dan epitel dari kelenjar prostat
 Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
Klasifikasi
Derajat Benigne Prostat Hyperplasia
BPH terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya
 Derajat I
1) Keluhan prostatisme
2) Ditemukan peninjolan prostat 1-2 cm, berat ± 20 gram
3) Sisa urin kurang dari 50 cc
4) Ancaran lemah, nocturia
Klasifikasi

 Derajat II
1) Keluhan miksi terasa panas, sakit, dysuria, nuctoria bertambah berat
2) Panas badan tinggi (menggigil)
3) Nyeri daerah pinggang
4) Prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa urin 50- 100 cc dan
beratnnya +20-40 gram
Klasifikasi

Derajat III
1) Gangguan lebih berat dari derajat 2
2) Batas sudah tak teraba
3) Sisa urin lebih 100 cc
4) Penonjolan prostat 3-4 cm, dan beratnya 40 gram
Klasifikasi

Derajat IV
1) Inkontinesia
2) Prostat lebih menonjol dari 4 cm
3) Ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal , hydronesrosis
Klasifikasi

Gejala klinik dibagi menjadi 4 gradasi berdasarkan penemuan pada colok


dubur dan sisa volume urin

Derajat Colok dubur Sisa vol.urin

I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba <50 ml

II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai 50-100 ml

III Batas atas prostat tidak bisa diraba >100 ml

IV Retensi urin total


Pada perabaan melalui colok dubur harus diperhatikan konsistensi
prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensinya kenyah,
kesmentrisan, adalah nodul pada prostat, apa batas atas dapat diraba.
Dengan colok dubur besarnya prostat dibedakan:
1. Grade 1: perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram
2. Grade 2: perkiraan beratnya antara 20-40 gram
3. Grade 3: perkiraan beratnya dari 40 gram
Komplikasi
1. Urinary traktus infection
2. Retensi urin akut
3. Obstruktif dengan dilatasi uretra,
hydronefrosis dan gangguan fungsi ginjal
bila operasi bila terjadi
4. Impotensi (kerusakan nefron pudendes)
5. Hemoragic paska bedah
6. Fistula
7. Struktur pasca bedah
8. Inkontinesa urin
Patologi dan Patofisiologi

Dengan pertambahan umur , kelenjar prostat akan


mengalami hyperplasia, bila prostat membesar akan
meluas ke atas (baldder). Didalam akan terjadinya
persempitan saluran uretra prostatica dan menyumbat
aliran urin. fase ini dapat meningkatkan tekanan
intravesikal.
Patologi dan Patofisiologi

Adapun pathofisiologi dari masing-masing gejala adalah:


 Penurunan kekuatan dan caliber aliran yang disebabkan
resistensi uretra adalah gambaran awal dan menetap dari
BPH
 Hesistancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu
yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
 Intermittency terjadi karena detrusor tidak dapat
mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi.Terminal
dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi
karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
Patologi dan Patofisiologi
 Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap
setiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek. Frekuensi
terutama Terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari
korteks berkurang dan tonus spingter dan uretra berkurang selama tidur.
 Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh
ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.
 Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya
penyakit, urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli
mencapai compliance maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik
melebihi tekanan spingter.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh BPH disebut sebagai
syndrome prostatisme, dibagi menjadi dua yaitu:
Gejala obstruktif yaitu:
 Hesitancy yaitu memulai kencing yang lama
dan sering kali disertai dengan mengejan
yang dsisebabkan oleh karena otot
destrussor buli-buli memerlukan waktu
beberapa lama meningkatkan tekanan
intavesikal guna mengatasi adanya tekanan
dalam uretra prostatika .
Manifestasi Klinis
 Intermittency yaitu terputus-putusnya aliran kencing,
disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam
mempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya
miksi
 Terminal dribbling yaitu menetesnya urin pada air kencing
 Pancaran lemah: kelemahan kekuatan dan caliber pancaran
destrusor memerlukan waktu untuk dapat melampaui
tekanan uretra.
 Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa
belum puas.
Manifestasi Klinis

Gejala iritasi yaitu :


 Urgency yaitu perasaan ingin bak yang sulit
ditahan
 Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering
dari biasanya dapat terjadi pada malam hari
(nocturia) dan pada siang hari
 Dusuria yaitu nyeri pada waktu kencing
Patoflowdiagram
Hormone estrogen & Faktor usia
Sel prostat
testosterone tidak Plorikerasi
umur panjang
seimbang abnormal sel strem
Sel Stoma
Pertumbuhan Sel yang mati
Produksi stoma
Berpacu kurang
dan epitel
berlebihan

Menghambat Retensi Resiko Tinggi Prostat Membesar


aliran urina Urine Kekurangan
Cairan

Resiko Obstruksi
perdarahan akut /kronis

Penyempitan Penekanan Resiko Tinggi TURP (Resiko


lumen ureter serabut-serabut Cedera Tinggi Disfungsi
prostatika syaraf Seksual)
Peningkatan lumen Kerusakan mukosa Iritasi mukosa Pemasangan
ureter prostatika urogenital kandung kemih, Folley cateter
terputusnya jaringan,
trauma bekas insisi
Pe ketebalan otot Obstruksi oleh
destruksor (fase jendolan darah post
kompensasi) operasi
Penurunan Rangsangan
pertahanan tubuh syaraf diameter
kecil
Terbentuknya Kurang informasi
sakula/ trabekula terhadap
Resiko Tinggi Infeksi pembedahan
Gate kontrole
Kelemahan otot terbuka
destruktor Media pertumbuhan Kurang
kuman Pengetahuan
Nyeri Akut
Pe kemampuan
fungsi V.U Residu urine berlebih Gangguan Pola Ansietas
Tidur
Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal,
serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk
memperoleh data dasar keadaan umum klien.
Pemeriksaan urin lengkap dan kulturnya juga
diperlukan. PSA (Prostatik Spesific Antigen)
penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya
keganasan.
Pemeriksaan Penunjang
 Darah lengkap sebagai data dasar keadaan umum penderita.
 Gula darah, untuk mencari kemungkinan adanya penyakit Diabetes
Melitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli
(buli-buli nerogen).
 Faal ginjal (BUN, kreatinin serum), untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. Analisis
urin diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan
infeksi/in- flamasi pada saluran kemih.
 Pemeriksaan kultur urin berguna dalam mencari jenis kuman yang
menyebabkan infeksi dan menentukan sensitivitas kuman terhadap
beberapa anti mikroba yang diujikan.
Pemeriksaan Penunjang
 Flowmetri
Flowmetri adalah alat khusus untuk mengukur
pancaran urin dengan satuan ml/detik. Penderita
dengan sindroma protatisme perlu di periksa dengan
flowmetri sebelum dan sesudah terapi. Penilaian:
 Fmak <10ml/detik --- - Obstruktif.
 Fmak 10-15 ml/detik-- -Borderline.
 Fmak >15 ml/detik--- nonobstruktif
Pemeriksaan Penunjang
 Radiologi
Pada Pemeriksaan Radiologi ditujukan untuk:
 Menentukan volume Benigna Prostat Hyperplasia.
 Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual
urin.
 Mencari ada tidaknya kelainan
Beberapa pemeriksaan radiologi
Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus
urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli, adanya batu atau
kalkulosa prostat dan trkadng dapat menunjukkan bayangan buli-
buli yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu
retensi urin.
Pemeriksaan Penunjang
 Pielografi intra vena, digunakan untuk melihat fungsi ekskresi ginjal dan
adanya hidronefrosis. Dengan IVP, buli-bulidilihatsebelum,sementara dan
sesudah isinya dikosongkan. Sebelum, untuk melihat adanya intravesikal
tumor dan divertikel. Sementara (voiding cystografi), untuk melihat
adanya reflux urin. Sesudah (post evacuation), untuk melihat residual
urin.
 Ultrasonografi (USG),dapat dilakukan secara transabdominal atau
trasrektal (transrektal ultrasonografi=TRUS) Selain untuk mengetahui
pembesaran prostat < pemeriksaan USG dapat pula menentukan volume
buli-buli, mengukur sisa urin dan keadaan patologi lain seperti
divertikel, tumor dan batu. Dengan TRUS dapat diukur besar prostat
untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat
dapat pula dilakukan dengan USG suprapubik.
Pemeriksaan Penunjang
 Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan
cystoscopy. Pemeriksaan ini untuk memberi gambaran kemungkinan
tumor dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas bila
darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen di dalam vesika.
Selain itu dapat juga memberi keterangan mengenahi besarprostat
dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat pennon
jalan prostat ke dalam uretra.
 Kateterisasi
Mengukur "rest urin" Yaitu mengukur jumlah sisa urin setelah miksi
sepontan dengan cara kateterisasi. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya
dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada
hipertropi prostat. Kateterisasi
Penatalaksanaan
 Terapi modalitas pada BPH adalah:
 Watchful (observasi) faitu pengawasan berkala pada klien
setiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan
klien.
 Medikamentosa Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan
keluhan ringan, sedang, danberat tanpa disertai penyulit
serta indikasi terapi pembedahan tetapi masih terdapat
kontraindikasi atau belum "well motivated" Obat yang
digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis
rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan
golongan supresor androgen.
Penatalaksanaan
 Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah:
 Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin
akut.
 Klien dengan residual urin > 100 ml.
 Klien dengan penyulit.
 Terapi medikamentosa tidak berhasil.
 Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.

 Pembedahan dapat dilakukan dengan:


 Retropubic Prostatectomy.
 Perineal Prostatectomy.
 Suprapubic/Open Prostatectomy.
 TURP.
 Trans Uretrhal Resectio (TUR), yaitu: Tindakan untuk
menghilangkan obstruksi prostat dengan menggunakan cystoscope
melalui urethra.
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN
BENIGNA PROSTAT
HIPERPLASIA (BPH)
Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
o Identitas
Pengkajian Identitas Identitas klien yang biasa di kaji pada penyakit sistem
perkemihan adalah usia, karena ada beberapa penyakit perkemihan banyak
terjadi pada klien atas usia 60 tahun.
o Keluhan utama Keluhan utama
yang sering ditemukan pada klien dengan penyakit pencernaan seperti: infeksi
saluran kemih, inkontinensia urin dan BPH adalah klien mengeluh nyeri saat
berkemih, urin keluar tidak terkontrol atau urin keluar menetes (retensio urin).
Pengkajian
● Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang diderita oleh
klien dari mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai klien dibawa ke
Rumah Sakit, dan apakah pernah memeriksakan diri ke tem pat lain selain
Rumah Sakit umum serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan
bagaimana perubahannya dan data yang didapatkan saat pengkajian.
● Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit perkemihan sebelumnya,
riwayat pekerjaan pada pekerja yang berhubungan dengan adanya riwayat
penyaki infeksi saluran kemoih, penggunaan obat-obatan, riwayat mengkonsumsi
alkohol dan merokok.
Pengkajian
● Riwayat penyakit keluarga
Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
yang sama karena faktor genetik/keturunan.
● Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
 Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan perkeminan
biasanya lemah.
 Kesadaran Kesadaran klien biasanya Composmentis, Apatis sampai Somnole
 Tanda-Tanda Vital:
 Suhu meningkat (>37° C).
 Nadi meningkat (N : 70-82x/menit)
 Tekanan darah meningkat
 Pernafasan biasannya mengalami normal atau meningkat
Pengkajian
● Permeriksaan Revlew of system (ROS)
● Sistem pernafasan (B1 : Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih dalam batas normal
● Sistem sirkulasi (B2: Bleeding)
Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apical, sirkulasi perifer, warna, dan
kehangatan
● Sistem persarafan (B3: Brain)
Kaji adanya hilanganya gerakan/sensasi , spasme otot, terlihat
kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan mata/ kejelasan melihat, dilatasi pupil.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri ansietas)
Pengkajian
● Sistem perkemihan (B4. Bleder)
Perubahan pola berkemih , seperti inkontinensia urin, dysuria, distensi
kndung kemih, warna dan bau urin dan kebersihannya
● Sistem pencernaan (B5. Bowel)
Konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi, auskultasi bising usus,
anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen
● Sistem muskulosklektal (B6 Bone)
Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/ mungkin terlokasi pada area jaringan
dapat berkurang dari imobilisasi, kontraktur atrofi otot, laserai kulit dan
perubahan warna
Pengkajian
● Pola fungsi aktivitas
yang perlu dikaji adalah aktifitas apa saja yang bisa dilakukan sehubungan dengan
adannya nyeri saat berkemih, ketidakmampuan mengontrol urin yang keluar atau
urin yang keluar mentes.
● Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penaganan kesehatan
● Pola nutrisi
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan, dan elektrolit, nafsu makan, pola
makan, diet, kesulitan menlan, mual/muntah, dan makanan kesukaan
● Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi ada tidaknya masalah
defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan kateter
Pengkajian
● Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap energy, jumlah jam tidur
pada siang dan malam, masalah tidur dan insomia
● Pola aktifitas dan istirahat
Menggambarkan pola latihan, aktifitas, fungsi pernafasan, dan sirkulasi, riwayat
penyakit jantung, frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan, pengkajian indeks
KATJ
● Pola hubungan dan peran
Menggambarkan dan mengetahuihubungan dan peran klien terhadap anggota
keluarga dan masyarakat di tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, dan
Pengkajian

● Pola sensorik dan kognitif


Menjelaskan persepsi sensorik dan kognitif pola persepsi sensorik
meliputi pengkajian pengliatan, pendengaran, perasaan dan pembau.
Pada klien katarak dapat ditemukan gejala gangguan pengliatan perifer,
kesulitan memfokuskan kerja dengan merasa diruang gelap. Sedangkan
tandannya adalah tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil,
peningkatan air mata, pengkajian statatus mental menggunakan table
short portable mental status Qsionare (SPMSO)
Pengkajian
● Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan
konsep diri, peran, identitas diri. Manusia sebagai sistem terbuka dan makhluk bio-
psiko-sosio-kultural-spritual, kecemasan, ketakutan, dan dampak terhadap sakit.
Pengkajian tingkat depresi menggunakan table inventaris depresi back
● Pola seksual dan reproduksi
Menggambarkan kepuasan/masalah terhadap seksualitas
● Pola mekanisme/ penanggulangan stres dan koping
Menggambarkan kemampuan untuk mengangani stres
● Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai keyakinan termasuk spiritual
Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dalam proses


setelah melakukan pengkajian, yang merupakan suatu penilaian
klinis tentang respons individu, keluarga, atau komunitas
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan actual
ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat bertanggung
jawab.
Diagnosa Keperawatan

● Pre Operasi :
1. Obstruksi akut/kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran
prostat, dekompensasi otot destrusor dan ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi secara adekuat.
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa buli-buli, distensi kandung kemih,
kolik ginjal, infeksi urinaria.
3. Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan pascaobstruksi pasmodi.
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi
prosedur bedah
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhananpengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Diagnosa Keperawatan
● Post Operasi:
1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisisekunder pada
TUR-P
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur pasmodi: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
3. Resiko tinggi cedera: perdarahan berhubungan dengan tindakanpembedahan
4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten
akibat dari TUR-P.
5. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan
Intervensi Keperawatan

Intervensi adalah pengembangan strategi


desain untuk mencegah, mengurangi, dan
mengatasi masalah-masalah yang telah
diidentifikasikan dalam diagnose keperawatan.
Intervensi Keperawatan

● Sebelum Operasi.
1. Obstruksi akut/kronis berhubungan dengan obstruksi
mekanik, pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor
dan ketidak- mampuan kandung kemih untuk berkontraksi
secara adekuat.
● Tujuan : tidak terjadi obstruksi
● Kriteria hasil :Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba
distensi kandung kemih.
Intervensi Keperawatan
● Rencana tindakan dan rasional
1) Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatanpancaran urina
R/ Untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi
2) Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih
R/ Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang
dapat mempengaruhi fungsi ginjal
3) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R/ Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih
Intervensi Keperawatan

● Rencana tindakan dan rasional


4) Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransijantung.
R/ Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta
membersihkan ginjal, kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
5) Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik)
R/mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat
penyembuhan
Intervensi Keperawatan

2. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa buli- buli


distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
● TujuanNyeri hilang / terkontrol.
● Kriteria hasil : Klien melaporkan nyeri hilang/terkontrol,
menunjukkan keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik
sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks, tidur/istirahat
dengan tepat.
Intervensi Keperawatan
● Rencana tindakan dan rasional :
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0- 10).
R/ Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih/masase urin
sekitar kateter menunjukkanspasme buli-buli, yang cenderung lebih berat
pada pendekatan TURP (biasanya menurun dalam 48 jam).
2) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Per-tahankan selang
bebas dari lekukan dan bekuan.
R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan
resiko distensi/spasme buli- buli.
Intervensi Keperawatan
3) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
R/ Diperlukan selama fase awal selama fase akut.
4) Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan
punggung) dan aktivitasanterapeutik.
R/ Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembalianperhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
5) Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan.
R/ Meningkatkan edema serta meningkatkan penyembuhan (pendekatanperfusi
jaringan dan perbaikanunperineal).
6) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic
R/ Menghilangkan spasme.
Intervensi Keperawatan

3. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan


pascaobstruksi pasmodi.
● Tujuan : Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara.
● Kriteria hasil : Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan:
tanda- tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik,
membranmukosa lembab dan keluaran urin tepat.
Intervensi Keperawatan
● Rencana tindakan dan rasional :
1) Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/.
R/ Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidak
cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal.
2) Pantau masukan dan haluaran cairan.
R/ Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan peng-gantian
3) Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan,
penurunan tekanan darah, diaphoresis, pucat
R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik
Intervensi Keperawatan

4) Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi


R/ menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi
5) Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan sesuai indikas, contoh :
Hb/Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah
trombosi
R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah/kebutuhan
penggantian. Serta dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi
misalnya penurunan factor pembekuan darah
Intervensi Keperawatan

4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status


kesehatan atau menghadapi prosedur bedah
● Tujuan : Pasien tampak rileks
● Kriteria hasil : Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang
situasi, menunjukkan rentang yang tepat tentang perasaan dan
penurunan rasa takut
Intervensi Keperawatan
● Rencana tindakan dan rasional :
1) Damping klien dan bina hubungan saling percaya
R/menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu
2) Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan
R/ membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan
3) Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau
perasaan
R/ memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan
masalah
Intervensi Keperawatan
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi
● Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya
● Kriteria hasil : Melakukan perubahan pola hidup atau perilaku yang perlu,
berpartisipasi dalam program pengobatan
● Rencana tindakan dan rasional
1) Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien
R/ memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
informasi terapi
2) Dorong pasien dalam mengalami perasaan dan perhatian
R/ membantu pasien dalam mengalami perasaan
Intervensi Keperawatan
● Sesudah Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisisi
sekunder pada TUR-P
● Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
● Kriteria hasil :
 Klien menyatakan nyeri berkurang/hilang
 Ekspresi wajah klien tenang
 Klien akan menunjukkan keterampilan relaksasi
 Klien akan tidur/istirahat dengan tepat
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi Keperawatan
● Rencana Tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital
R/ mengetahuiperkembangan lebih lanjut
2. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam untuk mengenal gejala-
gejala dini dari spasmus kandungkemih
R/ menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat-obatan bisa diberikan
3. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih
R/klien dapat mendeteksi gejala dini spasmus kandung kemih
4. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai
48 jam
R/ memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer
Intervensi Keperawatan

5. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan
TUR-P
R/mengurangi tekanan pada luka insisi
6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi
R/ menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping
7. Jagalah selang drainase urine tetap aman di paha untuk mencegah peningkatan
tekanan pada kandung kemih, irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang
R/sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi
kandung kemih dengan peningkatan spasme
Intervensi Keperawatan

8. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar


kateter
R/ mengurang kemungkinan spasmus
9. Kolaborasi dengan dokter untuk member obat-obatan
(analgesic atau anti pasmodic)
R/ menghilangkan nyeri dan mencegah spasme kandung
kemih
Intervensi Keperawatan
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive : alat
selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering
● Tujuan : klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
● Kriteria hasil :
 Klien tidak mengalami infeksi
 Dapat mencapai waktu penyembuhan
 Tanda-tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda-tanda shock
Intervensi Keperawatan
● Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital, laporkan tanda-tanda shock dan demam
R/ mencegah sebelum terjadi shock
2. Observasi urine : warna, jumlah, bau
R/ mengidentifikasi adanya infeksi
3. Pertahanan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril
R/ mencegah pemasukan bakteri dan infeksi
Intervensi Keperawatan
4. Anjurkan intake cairan yang cukup (2500-3000) sehingga dapat menurunkan
potensial infeksi
R/meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan
mempertahankan fungsi ginjal
5. Pertahankan posisi urobag dibawah
R/ menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke
kandung kemih
6. Kolaborasi dengan dokter untuk member obat antibiotic
R/ untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan
Intervensi Keperawatan
3. Resiko tinggi cedera : perdarahan berhubungan dengan tindakan
pembedahan
● Tujuan : tidak terjadi perdarahan
● Kriteria hasil :
 Klien tidak menunjukkan tanda-tanda perdarahan
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
 Urine lancer lewat kateter
Intervensi Keperawatan
● Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam, masukan dan haluaran dan warna urine
R/deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah
kerusakan jaringan yang permanen
2. Pantau traksi kateter : catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas
R/ traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatic,
menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3-6 jam setelah pembedahan
3. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan
tanda-tanda perdarahan
R/ menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda-tanda perdarahan
Intervensi Keperawatan
4. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalam saluran kateter
R/ gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan
perdarahan kandung kemih
5. Sediakan diet makanan tinggi serat dan member obat untukmemudahkan
defekasi
R/ dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatic yang akan
mengendapkan perdarahan
6. Mencegah pemakaian thermometer rectal , pemeriksaan rectal atau huknah,
untuk sekurang-kurangnya satu minggu
R/ dapat menimbulkan perdarahan prostat
Intervensi Keperawatan
4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan
impoten akibat dari TUR-P
● Tujuan : Fungsi seksual dapat dipertahankan
● Kriteria hasil :
 Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun
 Klien menyatakan pemahaman situasi individual
 Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah
 Klien mengerti tentang pengaruh TUR-P pada seksual
Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan :
1. Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR-P
terhadap seksual
R/ untuk mengetahui masalah klien
2. Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dan
kejadian ejakulasi retrograde (air kemih seperti susu)
R/ kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi
seksual
Intervensi Keperawatan

3. Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi


R/ bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan
4. Dorong klien untuk menanyakan ke dokter selama di rawat di
rumah sakit dan kunjungan lanjutan
R/ untuk mengklasifikasi kekhawatiran dan memberikan akses
kepada penjelasan yang spesifik
Intervensi Keperawatan
5. Kurang pengetahuan tentang terapi berhubungan dengan kurang
informasi
● Tujuan : klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan
berobat lanjutan.
● Kriteria hasil :
 Klien akan melakukan perubahan perilaku
 Klien berpartisipasi dalam program pengobatan
 Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan
kebutuhan berobat lanjutan
Intervensi Keperawatan

● Rencana tindakan :
1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu dan
penjelasan mengenai cara mencegah terjadinya BPH
R/ dapat menimbulkan perdarahan, pencegahan sangat penting dalam
mencegah BPH
2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6
minggu dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan
R/ mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa
mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB
Intervensi Keperawatan

● Rencana tindakan :
3. Pemasukkan cairan sekurang-kurangnya 2500-3000 ml/hari
R/ mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah
4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter
R/ untuk menjamin tidak ada komplikasi
5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah
penuh
R/ untuk membantu proses penyembuhan
Intervensi Keperawatan

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri/efek


pembedahan
● Tujuan : Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi
● Kriteria hasil :
■ Klien mampu beristirahat/tidur dalam waktu yang
cukup
■ Klien mengungkapkan sudah bisa tidur
■ Klien mampu menjelaskan factor penghambat tidur
Intervensi Keperawatan
● Rencana Tindakan :
1. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur
R/ menentukan rencana mengatasi gangguan
2. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk
menghindari
R/ meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan
3. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan
R/ suasana tenang akan mendukung istirahat
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri
(analgesik)
R/Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup
Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tahap pelaksanaan


terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk perawat bersama klien.
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi
yang telah direncanakan.
Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses


keperawatan. Kegiatan evaluasi ini merupakan kegiatan
dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan
untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara
optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan : Nyeri Akut
● Klien menunjukkan kemampuan menggunakan teknik non farmakologi untuk
mengurangi nyeri, dan tindakan pencegahan nyeri
● Klien mampu mengenal tanda-tanda pencetus nyeri untuk mencari
pertolongan
● Klien melaporkan nyeri berkurang
● Klien mengungkapkan kenyamanan setelah nyeri berkurang
● Klien menunjukkan tanda vital dalam batas normal
● Klien menunjukkan ekspresi wajah tenang
Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan : Risiko infeksi
● Klien menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal
● Klien menunjukkan nilai leukosit dalam batas normal
● Klien menunjukkan respirasi dalam batas normal
● Klien tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi
Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan
● Klien dapat mengenal nama penyakit
● Klien menunjukkan kemampuan menjelaskan proses penyakit
● Klien mampu menjelaskan factor penyebab dan risiko
● Klien mampu menjelaskan efek dari penyakit
● Klien mampu menjelaskan tindakan-tindakan untuk meminimalkan progresi penyakit
● Klien mampu menjelaskan tanda-tanda dan gejala komplikasi
Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan : Risiko infeksi
● Klien menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal
● Klien menunjukkan nilai leukosit dalam batas normal
● Klien menunjukkan respirasi dalam batas normal
● Klien tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi
Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan
● Klien dapat mengenal nama penyakit
● Klien menunjukkan kemampuan menjelaskan proses penyakit
● Klien mampu menjelaskan factor penyebab dan risiko
● Klien mampu menjelaskan efek dari penyakit
● Klien mampu menjelaskan tindakan-tindakan untuk meminimalkan progresi
penyakit
● Klien mampu menjelaskan tanda-tanda dan gejala komplikasi
Evaluasi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan : Disfungsi seksual


● Klien mau berdiskusi mengenai perubahan fungsi seksual
● Klien mau meminta informasi tentang perubahan fungsi
seksual
● Klien mengungkapkan pemahamannya tentang pembatasan
seksual secara medis
Kesimpulan
BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang disebabkan   oleh
faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam
kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya
BPH, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan
peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua.
Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40
tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik
anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya sekitar 50%, untuk
usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun sekitar 100% (Purnomo,
2011)
Daftar Pustaka
● Padila, 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika : Yogyakarta
● Ariani,Sofi.2016.Stop!Gagal Ginjal dan Gangguan-Gangguan Ginjal Lainnya.
Yogyakarta. Istana Media
● Yuli, Reni. 2014. Asuhan Keperawatan Gerontik. CV Trans Info Media: Jakarta
Timur
● http://eprints.umpo.ac.id/3368/2/BAB%20I.pdf (di akses pada tanggal 6
September 2020, pukul : 10:00)
● http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/7842/6.%20BAB%20II.
pdf?sequence=6&isAllowed=y
(di akses pada tanggal 6 September 2020, pukul : 10:00)
Thanks!

CREDITS: This presentation template was created


by Slidesgo, including icons by Flaticon, and
infographics & images by Freepik and illustrations
by Stories.

Anda mungkin juga menyukai