Tromboemboli Vena
Disusun Oleh :
Lidyanila F. Gusman
00000002405
Pembimbing :
dr. Vito A. Damay, M.Kes, SpJP (K), FIHA, FICA
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Tromboemboli vena (TEV) merupakan suatu spektrum kondisi yang
mencakup trombosis vena dalam /TVD (Deep Vein Thrombosis/ DVT) dan emboli
paru /EP (Pulmonary Embolism/ PE).1 Trombosis vena dalam adalah hambatan
aliran vena tungkai atau lengan menuju jantung yang disebabkan oleh trombus di
lumen vena dalam. Berdasarkan lokasinya, trombosis vena dalam dibagi menjadi
thrombosis vena distal dan trombosis vena proksimal. Emboli paru adalah kelainan
jaringan paru yang disebabkan oleh embolus yang menyumbat arteri pulmonalis.
Bekuan vena sistemik yang menyangkut di percabangan arteri pulmonalis
merupakan salah satu komplikasi dari trombosis vena dalam yang umumnya terjadi
pada kaki atau panggul.
2.2. Epidemiologi
Berdasarkan penelitian di beberapa negara, selama 25 tahun terakhir ini
angka kejadian tromboemboli vena meningkat tajam seiring dengan bertambahnya
2
usia (Gambar 1). Angka kejadian trombosis vena dalam yang baru di Amerika
Serikat adalah sekitar 50 orang per 100.000 penduduk, sedangkan pada usia lebih
dari 70 tahun diperkirakan angka kejadian trombosis vena dalam lebih tinggi yaitu
3
200 orang per 100.000 penduduk. Hampir dua pertiga kasus TEV adalah trombosis
vena dalam (TVD) yang 80% diantaranya adalah TVD proksimal. Penelitian di
Eropa melaporkan angka kejadian kasus TVD sebanyak 70-140 kasus dari 100.000
4
penduduk per tahun.
Dari sekitar 7 juta pasien rawat inap medikal maupun surgikal yang dirawat
pada 944 rumah sakit di Amerika Serikat, tromboemboli vena adalah komplikasi
medis kedua terbanyak, salah satu penyebab peningkatan lama perawatan dan
4
2
Gambar 1. Angka kejadian tromboemboli vena berdasarkan kelompok usia.
5
2.4. Patogenesis
Trombus terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Trombus arteri terdiri dari
trombosit yang diikat oleh fibrin yang tipis, sedangkan trombus vena terbentuk di
daerah stasis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam jumlah yang besar.
Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi dalam tubuh berada dalam
keadaan cair namun bekuan darah akan terbentuk jika teraktivasi atau terpapar
dengan permukaan. Rudolph Virchow menjelaskan 3 proses trombogenesis yang
dikenal dengan trias Virchow. Trias Virchow terdiri dari gangguan pada aliran darah
vena yang menyebabkan stasis vena, keadaan hiperkoagulabilitas dimana terdapat
gangguan keseimbangan prokoagulan dan antikoagulan dan cedera vaskular dimana
6
terdapat gangguan pada dinding pembuluh darah (endotel).
Trombosis akan terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik dan
mekanisme protektif terganggu. Faktor trombogenik termasuk di dalamnya adalah
gangguan sel endotel, terpaparnya subendotel, aktivasi trombosit atau interaksinya
dengan kolagen subendotel, aktivasi koagulasi, terganggunya fibrinolisis dan stasis
aliran darah. Sedangkan yang termasuk dalam mekanisme protektif adalah faktor
antitrombotik, netralisasi faktor pembekuan yang aktif oleh komponen sel endotel,
hambatan faktor pembekuan yang aktif oleh inhibitor, pemecahan faktor
pembekuan oleh protease dan lisisnya trombus oleh sistim fibrinolisis.
2.5. Diagnosis
2.5.1. Trombosis Vena Dalam
Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat
penting dalam pendekatan diagnosis pasien dengan dugaan trombosis.
Keluhan utama pasien dengan TVD adalah nyeri pada tungkai bawah saat
beraktivitas maupun istirahat yang disertai dengan edema. Riwayat
penyakit sebelumnya dan riwayat trombosis pada keluarga merupakan hal
penting karena dapat diketahui faktor risiko dan riwayat trombosis
sebelumnya. Pada pemeriksaan fisis, tanda-tanda klinis yang klasik tidak
selalu ditemukan. Gambaran klasik TVD adalah edema tungkai unilateral,
eritema, hangat, nyeri, dapat diraba pembuluh darah superfisial dan
6
Homan’s sign positif. Dalam pendekatan diagnosis klinis terhadap
trombosis vena dalam, skoring Wells dapat digunakan (Tabel 2).
7
serta sensitivitas 100% dan spesifisitas 90-100% untuk TVD distal
simtomatik. Diagnosis pasti dari TVD dapat ditegakkan dengan Contrast
venography, namun tindakan ini merupakan tindakan invasif yang harus
sangat dipertimbangkan risikonya.
8
Tabel 3. Wells rule, simplified version. 9
Gambaran Klinis Nilai
Riwayat TVD atau EP +1
Denyut jantung >100 kali/menit +1
Paska bedah atau imobilisasi dalam 4 minggu terakhir +1
Hemoptisis +1
Kanker aktif +1
Tanda dan gejala klinis TVD +1
Kecil kemungkinan diagnosis alternatif dari EP +1
Two level score ; PE unlikely 0-1
; PE likely >1
paru pada EKG adalah SI-QIII-TIII dimana adanya gelombang S pada lead
I, gelombang Q pada lead III dan T inverted pada lead III. Pemeriksaan
analisa gas darah dapat menunjukkan penurunan tekanan pO2 dan pCO2
yang disertai dengan alkalosis namun hasil analisa gas darah normal tidak
dapat menyingkirkan adanya emboli paru.
Pemeriksaan berupa CT angiography (CTA) merupakan prosedur
yang tidak invasif dengan sensitifitas 95,5% dan spesifitas 97,6% untuk
emboli paru. Pada pasien yang memiliki kontraindikasi untuk dilakukan
CTA seperti pada pasien dengan renal insufficiency dan keadaan alergi,
pemeriksaan Ventilation-Perfusion (V/Q) Lung Scanning menjadi prosedur
baku untuk menegakkan diagnosis emboli paru.
Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh European Society of
Cardiology (ESC), pendekatan diagnosis emboli paru dibedakan
berdasarkan keadaan hemodinamik pasien. Pasien dianggap memiliki
keadaan hemodinamik tidak stabil apabila pasien terduga emboli paru
yang disertai dengan keadaan hipotensi atau syok. Kebutuhan pemeriksaan
9
CTA pada pasien dengan keadaan hemodinamik stabil dipertimbangkan
terlebih dahulu dengan melihat keadaan klinis pasien melalui skoring
Wells (Tabel 3). Sedangkan pada pasien dengan keadaan hemodinamik
tidak stabil, pemeriksaan CTA langsung dilakukan tanpa
10
2.6. Tatalaksana
Tujuan dari penatalaksaan trombosis vena dalam adalah untuk menghentikan
bertambahnya trombus, menghentikan pembengkakan tungkai, membuang bekuan
darah (trombektomi), mencegah disfungsi vena atau sindroma paska trombosis
3
(post thrombotic syndrome) dan mencegah terjadinya emboli.
Terapi simtomatik berupa pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri
juga diberikan. Jika terjadi hipoksemia refrakter ketika pasien sudah diberikan
oksigen, tindakan intubasi dan ventilasi mekanik dapat dipertimbangkan namun
harus diperhatikan kemungkinan perburukan hemodinamik karena gangguan aliran
darah balik ke jantung (venous return).
Penatalaksanaan trombosis vena dalam terdiri dari 3 fase (Gambar 5) yaitu
fase inisial (hari ke 5-21), fase jangka panjang (bulan ke 3-6) dan fase lanjutan
(setelah bulan ke 6). Semua pasien dengan TVD harus diberikan penatalaksaan
inisial dan juga jangka panjang. Keputusan pemberian tatalaksana lanjutan
Pada pasien dengan TVD proksimal dan TVD distal yang memiliki risiko
tinggi, antikoagulan diberikan selama minimal 3 bulan. Pada pasien dengan TVD
distal yan memliki risiko rendah, antikoagulan dapat diberikan dalam durasi yang
lebih singkat (4-6 minggu). Unfractionated heparin (UFH) merupakan
antikoagulan yang sudah lama digunakan dalam penatalaksanaan TVD. Mekanisme
kerja dari heparin adalah dengan meningkatkan kerja antitrombin III dan
melepaskan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Unfractionated heparin
diberikan secara bolus sebanyak 80 IU/kg dan dilanjutkan dengan dosis sebanyak
11
18 IU/kg/jam. Sebelum pemberian UFH, pemeriksaan risiko pendarahan berupa
nilai APTT, PT dan jumlah trombosit harus dilakukan (Tabel 4). Pemeriksaan aPTT
diulang setelah 6 jam pemberian UFH untuk evaluasi perdarahan dan penyesuaian
dosis pemberian UFH. Pemberian heparin dengan berat molekul rendah (Low
molecular weight heparin /LMWH) dapat dipertimbangkan karena risiko
perdarahan yang lebih rendah dan pemantauan laboratorium yang lebih mudah
(Tabel 5). 3
13
Tabel 7. Kontraindikasi terapi trombolitik.9
Kontraindikasi Absolut Kontraindikasi Relatif
- Stroke perdarahan - TIA dalam 6 bulan terakhir
- Stroke iskemik, 6 bulan terakhir - Dalam terapi antikoagulan
- Gangguan SSP atau neoplasma - Kehamilan atau satu minggu postpartum
- Trauma major, pembedahan atau trauma - Resusitasi traumatik
kepala dalam 3 minggu terakhir - Hipertensi refraktori (TD >180mmHg)
- Perdarahan gastrointestional - Advanced liver disease
- Risiko perdarahan yang sudah diketahui - Infective endocarditis
- Ulkus peptikum aktif
2.7. Komplikasi
Komplikasi jangka panjang yang seringkali terjadi menyertai tromboemboli
vena adalah sindroma paska trombosis (post-thrombotic syndrome) yang
didefinisikan sebagai gejala vena kronis dan tanda sekunder akibat TVD. Sindroma
paska trombosis ini adalah komplikasi TVD yang seringkali terjadi. Faktor risiko
dari terjadinya sindroma paska trombosis adalah adanya riwayat TVD, lokasi
trombosis di proksimal dan residual veins obstruction. Faktor risiko lain yang juga
dapat memicu munculnya sindroma paska trombosis adalah obesitas dan kontrol
INR yang buruk selama 3 bulan pertama perawatan. Skoring Villalta dapat
digunakan untuk mengevaluasi pendekatan klinis serta pengobatan yang diberikan
14
2.8. Prognosis
Sekitar 50% pasien dengan DVT proksimal simtomatis yang tidak diberikan
terapi akan berkembang menjadi emboli paru simtomatis dalam waktu 3 bulan.
Meskipun sudah mendapatkan terapi yang adekuat, DVT tetap dapat terulang.
Sekitar 10% pasien dengan DVT simtomatis berkembang menjadi sindroma paska
trombosis berat dalam waktu 5 tahun.
Prognosis dari emboli paru baik bila terapi yang tepat diberikan dengan
segera. Angka kematian karena emboli paru mencapai 15% dalam 6 bulan.
Sedangkan pada emboli paru masif, 70 % pasien mengalami kematian dalam waktu
2 jam sesudah serangan akut. Prognosis juga terbilang buruk pada pasien dengan
emboli paru kronik dan berulang. Resolusi komplit dapat tercapai dalam waktu 7-
19 hari, tergantung dari terapi yang diberikan dan derajat emboli paru.
2.9. Pencegahan
Karena sebagian besar tromboemboli vena bersifat asimtomatik, maka
pencegahan terjadinya trombosis atau dikenal juga dengan sebutan
tromboprofilaksis harus dipertimbangkan terutama pada kasus-kasus dengan resiko
3
tinggi. Risiko terjadinya tromboemboli vena dibagi menjadi risiko rendah, risiko
sedang, risiko tinggi dan risiko sangat tinggi (Tabel 9).3
Metode-metode trombofilaksis yang dapat digunakan adalah ambulasi dini,
graduated compression stockings, pneumatic compression decises, dan pemberian
antikoagulan seperti antagonis vitamin K (warfarin), UFH subkutan dan LMWH.
Pemilihan metode profilaksis kembali lagi bergantung pada penilaian tampilan
klinis dan faktor resiko pada setiap kasus. Graduated compression stockings
dipasang pada ekstremitas bawah dengan tujuan untuk mengurangi penumpukan
darah vena. Penggunaan pneumatic compression device yang seringkali disebut
dengan sequential compression devices dapat mengurangi resiko pembentukan
15
Tabel 9. Kategori risiko trombosis dan tindakan pencegahan yang dianjurkan. 3
Risiko Kategori
Risiko rendah - Operasi minor pada pasien usia < 40 tahun tanpa faktor
(low risk) risiko tambahan
Risiko sedang - Operasi minor dengan faktor risiko tambahan
(intermediate risk) - Operasi bukan mayor pada pasien usia 40-60 tahun
tanpa faktor risiko tambahan
- Operasi mayor pada pasien usia < 40 tahun tanpa faktor
risiko tambahan
Risiko tinggi - Operasi bukan mayor pada pasien usisa > 60 tahun atau
(high risk) dengan faktor risiko tambahan
- Operasi mayor pada pasien usia > 40 tahun atau dengan
faktor risiko tambahan
Risiko sangat tinggi - Operasi mayor pada pasien usia >40 tahun
(very high risk) - Riwayat tromboemboli
- Riwayat trombofilia
- Kanker
16
BAB III
RINGKASAN
• Trombosis vena dalam adalah hambatan aliran vena menuju jantung yang
disebabkan oleh trombus di lumen vena dalam. Emboli paru adalah kelainan
jaringan paru yang disebabkan oleh embolus yang menyumbat arteri pulmonalis
• Tiga kelompok faktor pendukung yang dianggap memiliki peran penting dalam
pembentukannya yang dikenal sebagai Trias Virchow yaitu abnormalitas aliran
darah, dinding pembuluh darah dan komponen faktor koagulasi
• Gambaran klasik TVD adalah edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri,
dapat diraba pembuluh darah superfisial dan Homan’s sign positif. Dalam
pendekatan diagnosis klinis terhadap trombosis vena dalam, dapat digunakan
sistem skoring Wells
• Sebagian besar dari kasus emboli paru tidak menimbulkan gejala sehingga
diagnosis emboli paru seringkali terlewatkan. Pasien dengan emboli paru
seringkali datang dengan keluhan nyeri dada mendadak, sesak napas, hemoptisis,
keringat berlebih dan gelisah. Dalam pendekatan diagnosis terhadap emboli paru,
skoring Wells untuk emboli paru dapat digunakan sebagai parameter klinis
• Tujuan dari penatalaksaan trombosis vena dalam adalah untuk menghentikan
bertambahnya trombus, menghentikan pembengkakan tungkai, membuang bekuan
darah (trombektomi), mencegah disfungsi vena atau sindroma paska trombosis
(post thrombotic syndrome) dan mencegah terjadinya emboli
• Penatalaksanaan trombosis vena dalam terdiri dari 3 fase yaitu fase inisial (hari ke
5-21), fase jangka panjang (bulan ke 3-6) dan fase lanjutan (setelah bulan ke 6)
• Terapi trombolitik seperti streptokinase, rTPA atau urokinase dapat diberikan
dengan tujuan untuk memecahkan trombus secara cepat dengan cara
mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin
• Komplikasi jangka panjang yang seringkali terjadi menyertai tromboemboli vena
adalah sindroma paska trombosis (post-thrombotic syndrome)
17
DAFTAR PUSTAKA
18
11. Ramzi D, Leeper K. DVT and Pulmonary Embolism: Part II. Treatment and
Prevention. Am Fam Physician. 2004;69:2841–8.
12. Mazzolai L, Aboyans V, Ageno W, Agnelli G, Alatri A, Bauersachs R, et al.
Diagnosis and management of acute deep vein thrombosis : a joint consensus
document from the European society of cardiology working groups of aorta and
peripheral vascular diseases and pulmonary circulation and right ventricular
function. Eur Heart J. 2017;0:1–14.
13. Prandoni P, Kahn S. Post-thrombotic syndrome: prevalence, prognostication and
need for progress. Br J Haematol. 2009;145:286–95.
14. Baldwin MJ, Moore HM, Rudarakanchana N, Gohel M DA. Post-thrombotic
syndrome: a clinical review. J Thromb Haemost. 2013;11:795–805.
19