Anda di halaman 1dari 17

A.

Landasan teori
1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi
defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa
darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan
sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya
sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial
yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. (Mary,2009). World
Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM
merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam suatu jawaban yang jelas
dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema
anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana dapat defisiensi insulin
absolut atau relativ dan gangguan fungsi insulin (Gustaviani, 2006).

2.

Etiologi
Insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) atau diabetes mellitus
tergantrung insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel P pulau langerhans
akibat proses autoimun. Sedangkan Non insulin Dependent Diabetes (NIDDm)
atau Diabets Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan
relative sel p dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunya kemampuan

21

insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel 3 tidak mampu mengimbangi
resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relative insulin. Ketidak
mampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa,
maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsangan sekresi insulin
lain. Berarti sel P pancreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
3.

Epidemiologi
Prevalensi DM cenderung meningkat, hal ini dikarenakan DM bersifat

muktifaktorial yang dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Umur ternyata


merupakan salah satu faktor yang bersifat mandiri dalam pengaruhnya terhadap
perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Dari jumlah tersebut dikatakan 50%
adalah pasien berumur > 60 tahun (Gustaviani, 2006).
Pada sebuah penelitian oleh Cardiovascular Heart Study (CHS) di
Amerika dari tahun 1996-1997 didapati hanya 12 % populasi lanjut usia dengan
DM yang mencapai kadar gula darah di bawah nilai acuan yang ditetapkan
American Diabetes Association.
4. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi dari WHO (2006) dibagi beberapa type yaitu :
a. Diabetes mellitus type I, Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang
dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada
pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan

21

hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena
keturunan.kerusakan sel beta pancreas atau penyakit-penyakit yang mengganggu
pruduksi insulin dapat menyebabkan timbulnyadiabetes tipe I . infeksi virus dan
autoimun dapat menyebabkan menyebabkan kerusakan sel beta pancreas pada
banyak pasien diabetes tipe I, meskipun factor herediter juga berperan penting
untuk menentukan kerentanan sel-sel beta terhadap gannguan-gangguan tersebut.
Pada beberapa kasus , kecenderungan herediter dapat menyebabkan degenerasi sel
beta, bahkan tanpa adanya infeksi virus atau kelainan autoimun.
Onset diabetes tipe I biasanya dimulai pada umur 14 tahun di Amerika Serikat.
Diabetes tipe I dapat timbul tiba-tiba dalam beberapa hari atau minggu, dengan
tiga gejala sisa yang utama :
1. Naiknya kadar glukosa darah
2. Peningkatan pengunaan lemak sebagai sumber energy dan untuk
pembentukan kolesterol oleh hati
3. Berkurangnya protein didalam jaringan tubuh.
b.Diabetes mellitus type II, Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM),
yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua
yaitu :
1.)Non obesitas
2.)Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi

21

biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada orang
tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas. Diabetes tipe II sering
dijumpai dari tipe I, dan kira-kiraditemukan sebanyak 90% dari kasus diabetes
militus. Pada kebanyakan kasus, onset diabetes mellitus tipe II terjadi diatas umu
30, sering kali diantara usia 50 dan 60 tahun, dan penyakit ini timbulsecara
perlahan-lahan. Oleh karena itu, sindrom ini sering disebut sebagai onset-dewasa.
Akan tetapi, akhir-akgir ini dijumpai peningkatan kasus yang terjadi pada individu
yang berusia lebih muda, sebagian berusia kurang dari 20 tahun dengan diabetes
mellitus tipe II. Tren tersebut agaknya berkaitan terutama dengan peningkatan
prevalensi obesitas, yaitu factor resiko trpenting untuk diabetes tipe II pada anakanak dan dewasa.
c. Diabetes mellitus type lain
1.) Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal,
diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan
lain-lain.
2.) Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain : Furasemid,
thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
3.) Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama
kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan
kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionic
somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam
amino dan glukosa ke fetus.

21

5. Patofisiologi
Proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila
insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan
tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah
meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun
dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap
insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2, jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor
insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang
masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.
6. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan
akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM
lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang
luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena

21

katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan
luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati visceral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
21

15. Penyakit koroner


16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang
tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan
inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,
akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak
terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien
DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut.
Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan
timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi,
kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang
biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat
banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi
sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
7. Komplikasi Diabetes Mellitus
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang
termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis
(DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang
termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic,

21

neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.

a.

Komplikasi akut
Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat

pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat
sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi
( penyakit)

Komplikasi kronis:

a.

Retinopati diabetic

Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina.
Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru,
tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat
mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio
retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
b.

Nefropati diabetic

Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.
Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi.
Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.

21

c.

Neuropati

Neuropati diabetic terjadi pada 60 70% individu DM. neuropati diabetic yang
paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
d.

Displidemia

Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.


e.

Hipertensi

Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,


mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi
bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan
ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit
makrovaskular.
f.

Kaki diabetic

Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan
sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki
mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati,
iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
g.

Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,


yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.

21

Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen


atau hipoglikemik oral.
8.

Pemeriksaan Penunjang

1.

Glukosa darah sewaktu

2.

Kadar glukosa darah puasa

3.

Tes toleransi glukosa


Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM

Belum pasti DM

DM

Kadar glukosa darah sewaktu


Plasma vena
Darah kapiler

< 100

100-200

>200

<80

80-200

>200

<110

110-120

>126

<90

90-110

>110

Kadar glukosa darah puasa


Plasma vena
Darah kapiler
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1.

Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2.

Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

21

3.

Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah


mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

21

9.

Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas


insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi
vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah
mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan
rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga
meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan
sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara
fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat
aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan
jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas
dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk para
pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung
meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah,
meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi,

21

serta membantu menurunkan berat badan.

c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara
rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk
mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
d. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif
hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk
mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan untuk
membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
e. Pendidikan

Diet yang harus dikomsumsi

Latihan

Penggunaan insulin

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

21

a) Riwayat Kesehatan Keluarga


Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b) Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c) Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
d) Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan
tekanan darah

e) Integritas Ego
Stress, ansietas
f) Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
g) Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
h) Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan.
i) Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)

21

j) Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
k) Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme protein, lemak.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai
dengan tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada ektremitas.
4) Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang
5) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
6) Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.

3. Implementasi Keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan.

4. Evaluasi

21

I.

Dx I :
Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat.
Berat badan pasien stabil atau penambahan ke arah rentang
biasanya.

II.

Dx II :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh
tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan
pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan
kadar elektrolit dalam batas normal.

III.

Dx III :
Pasien mengalami peningkatan integritas kulit.

IV.

Dx IV :
Pasien mulai mengalami peningkatan tingkat energi.
Pasien mampu untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan.

V.

Dx V :
Pasien tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
Pasien mampu merubah gaya hidup untuk mencegah terjadinya
infeksi.

21

21

Anda mungkin juga menyukai