Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN POST SECTIO CAESAREA (SC)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
a. Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
b. Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau
disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
(Mochtar, 1998)
2. Etiologi
Indikasi SC : Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar
section caesarea adalah :
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar melebihi 4000 gr
e. Perdarahan antepartum (Manuaba, I.B, 2001)
Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan
sectio adalah :
a. Malpersentasi janin
1. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan
atau cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak
lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida
dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun
tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang
dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila
panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b. Plasenta previa sentralis dan lateralis
c. Presentasi lengkap bila reposisi tidak berhasil.

d. Gemeli menurut Eastman, sectio cesarea dianjurkan bila janin pertama


letak lintang atau presentasi bahu, bila terjadi interior (looking of the
e.
f.
g.
h.

twins), distosia karena tumor, gawat janin dan sebagainya.


Partus lama
Partus tidak maju
Pre-eklamsia dan hipertensi
Distosia serviks
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat

lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan


segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa
totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat
mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga
dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada
placenta previa walaupun anak sudah mati.
3. Klasifikasi Operasi Sectio Caesarea (SC)
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio Caesarea Transperitonealis
a) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang
pada corpus uteri.
b) Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah
uterus.
2) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis
dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan
apabila :
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (tranversal)
3) Sayatan huruf T (T Insisian)
c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira 10cm.
d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen
bawah rahim kira-kira 10cm

4. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, preeklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada
pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan
insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah
insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka
post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah
risiko infeksi.
5. Pathway Terlampir
6. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis

Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa


hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya
peritonitis, sepsis dan lain-lain.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :
Luka kandung kemih, embolisme paru paru. Suatu komplikasi yang
baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus,
sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea
klasik.
7. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis section caesarea, antara lain :
a. Nyeri akibat luka pembedahan
b. Luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan berlebihan atau banyak
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
f. Emosi klien labil dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru.
g. Terpasang kateter urinarius pada system eliminasi BAK
h. Dengan auskultasi bising usus tidak terdengar atau mungkin samar
i. Immobilisasi karena adanya pengaruh anestesi
j. Bunyi paru jelas dan vesikuler dengan RR 20x/menit
k. Karena kelahiran secara SC mungkin tidak direncanakan maka bisanya
kurang pahami prosedur
8. Pemeriksaan Penunjang

a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari


kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit
9. Penatalaksanaan Medis Post SC
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%,
garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan
tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah
operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi


setengah duduk (semifowler)
5) Selanjutnya

selama

berturut-turut,

hari

demi

hari,

pasien

dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan


kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca
operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik : Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbedabeda setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan (Manuaba, 1999).
10. Prognosis

Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan


persediaan darah yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh
lebih aman dari pada dahulu.
Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga
yang kompeten < 2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas
pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi
pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung
dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea.
Menurut statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal dan
intranatal yang baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7% (Mochtar,
1998).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung
b. Keluhan utama klien saat ini
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien
multipara
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kirakira 600-800 mL
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai
wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan,
ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
c. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d. Neurosensori

Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal


epidural.
e. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma
bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan
uterus mungkin ada.
f. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea
sedang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi : pelepasan
mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam
pembedahan (section caesarea)
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka
kering bekas operasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
d. Sindrom defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan
anestesi dan pembedahan
e. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan secara menyeluruh akibat tindakan
anestesi

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

Keperawatan
Hasil
Nyeri
akut Setelah
diberikan
berhubungan

keperawatan

Rasional

1. Lakukan

1. Mempengaruhi

pengkajian

pilihan

secara

pengawasan

cedera biologi : diharapkan nyeri klien

komprehensi

keefektifan

pelepasan

intervensi.

dengan

asuhan

Intervensi

agen selama x 6 jam


berkurang / terkontrol

mediator

nyeri dengan kriteria hasil :

tentang

nyeri

(histamin,

Klien melaporkan

meliputi

prostaglandin)

nyeri berkurang /

lokasi,

akibat

terkontrol

karakteristik,

jaringan

trauma
dalam

Wajah

tidak

durasi,

pembedahan

tampak meringis

frekuensi,

(section caesarea)

Klien

tampak

kualitas,

dapat

rileks,

dapat

intensitas

mempengaruhi

berisitirahat,

dan

nyeri

dan

beraktivitas sesuai

faktor

kemampuan

presipitasi.
2. Observasi
respon

2. Tingkat

ansietas

persepsi / reaksi
terhadap nyeri.

nonverbal
dari
ketidaknyam

3. Mengetahui sejauh

anan

mana

pengaruh

(misalnya

nyeri

terhadap

wajah

kualitas

meringis)

pasien.

hidup

terutama
ketidakmam
puan

untuk

berkomunika
si

secara

efektif.
3. Kaji

4. Memfokuskan
kembali perhatian,

efek

meningkatkan

pengalaman

kontrol

nyeri

meningkatkan

terhadap

harga

kualitas

kemampuan

hidup

(ex:

dan
diri

dan

koping

beraktivitas,
tidur,
istirahat,

5. Memberikan

rileks,

ketenangan kepada

kognisi,

pasien

perasaan,

nyeri

dan

bertambah

sehingga
tidak

hubungan
sosial)
4. Ajarkan
menggunaka
n teknik

6. Analgetik

dapat

nonanalgetik

mengurangi

(relaksasi

pengikatan

progresif,

mediator

latihan napas

nyeri pada reseptor

dalam,

nyeri

imajinasi,

dapat mengurangi

sentuhan

rasa nyeri

kimiawi
sehingga

terapeutik.)
5. Kontrol
faktor

faktor
lingkungan
yang

yang

dapat
mempengaru
hi

respon

pasien
terhadap
ketidaknyam
anan
(ruangan,
suhu,
cahaya, dan
suara)
6. Kolaborasi
untuk
penggunaan
kontrol
analgetik,
Risiko

tinggi Setelah

diberikan

jika perlu.
1. Tinjau ulang

1. Kondisi

dasar

terhadap

infeksi asuhan

berhubungan
dengan

keperawatan

selama x 6 jam

trauma diharapkan klien tidak

jaringan / luka mengalami


bekas
(SC)

infeksi

operasi dengan kriteria hasil :

kondisi dasar /

seperti diabetes /

faktor

hemoragi

risiko

yang

ada

menimbulkan

sebelumnya.

potensial

Catat

infeksi

waktu

risiko
/

Tidak terjadi tanda

pecah

penyembuhan luka

ketuban.

yang buruk. Pecah

tanda

infeksi

(kalor, rubor, dolor,

ketuban

tumor,

terjadi

fungsio

laesea)
Suhu

yang
24

jam

sebelum
dan

nadi

pembedahan dapat

dalam batas normal

menimbulkan

( suhu = 36,5 -37,50

koriamnionitis

C, frekuensi nadi =

sebelum intervensi

60 - 100x/ menit)

bedah dan dapat

WBC dalam batas

mempengaruhi

normal (4,10-10,9

proses

10^3 / uL)

penyembuhan luka

Hb

dalam

batas

2. Mengetahui secara

normal (13,5-17,5
g/dL)

dini
2. Kaji adanya tanda
(kalor,

terjadinya

infeksi

sehingga

dapat

dilakukan

HCT dalam batas

infeksi

normal (41-53 %)

rubor, dolor, tumor,

pemilihan

fungsio laesa)

intervensi

secara

tepat dan cepat


3. Meminimalisir
3. Lakukan
perawatan
dengan
aseptik

adanya
luka
teknik

kontaminasi

pada

luka

dapat

yang

menimbulkan
infeksi

4. Balutan
4. Inspeksi

balutan

steril

menutupi luka dan

abdominal

melindungi

terhadap eksudat /

dari

rembesan.

kontaminasi.

Lepaskan

balutan

sesuai indikasi

luka

cedera

Rembesan

dapat

menandakan
terjadinya
hematoma

yang

memerlukan
intervensi lanjut
5. Cuci
5. Anjurkan klien dan
keluarga

untuk

mencuci

tangan

tangan

menurunkan resiko
terjadinya

infeksi

nosokomial

sebelum / sesudah
menyentuh luka
6. Pantau

6. Peningkatan suhu,
nadi,

dan

WBC

peningkatan suhu,

merupakan

salah

nadi,

satu

data

pemeriksaan

penunjang

yang

laboratorium

dapat

jumlah WBC / sel

mengidentifikasi

darah putih

adanya bakteri di

dan

dalam

darah.

Proses tubuh untuk


melawan

bakteri

akan meningkatkan
produksi panas dan
frekuensi nadi. Sel
darah putih akan

meningkat sebagai
kompensasi untuk
melawan
yang

bakteri

menginvasi

tubuh.
7. Risiko
7. Kolaborasi

untuk

pemeriksaan
dan

Hb

Ht.

Catat

perkiraan

pasca

melahirkan

dan

proses

penyembuhan akan
buruk bila kadar

kehilangan
selama

infeksi

darah

prosedur

pembedahan.

Hb

rendah

dan

terjadi kehilangan
darah berlebihan.
8. Mempertahankan

8. Anjurkan

intake

nutrisi yang cukup

keseimbangan
nutrisi

untuk

mendukung
perpusi
dan

jaringan

memberikan

nutrisi yang perlu


untuk

regenerasi

selular

dan

penyembuhan
jaringan
9. Antibiotik
9. Kolaborasi

menghambat

penggunaan
antibiotik
Ansietas

Setelah

diberikan

berhubungan

asuhan

keperawatan

indikasi
1. Kaji
psikologis

dapat

proses infeksi
sesuai
respon

1. Keberadaan sistem
pendukung

klien

dengan

selama x 6 jam

terhadap kejadian

(misalnya

kurangnya

diharapkan

dan ketersediaan

pasangan)

sistem

memberikan

pendukung

dukungan

secara

informasi tentang klien


prosedur

ansietas
berkurang

dengan kriteria hasil :

dapat

pembedahan,

Klien terlihat lebih

psikologis

dan

penyembuhan,

tenang dan tidak

membantu

klien

dan

gelisah

dalam

Klien

mengungkapkan

mengungkapkan

masalahnya

perawatan

post operasi

bahwa ansietasnya
berkurang

2. Tetap

bersama

2. Keberadaan

klien,

bersikap

perawat

tenang

dan

dapat

memberikan

menunjukkan

dukungan

dan

rasa empati

perhatian

pada

klien

sehingga

klien

merasa

nyaman

dan

mengurangi
ansietas

yang

dirasakannya
3. Observasi respon
nonverbal

klien

3. Ansietas seringkali
tidak

dilaporkan

(misalnya:

secara

verbal

gelisah)

namun

tampak

berkaitan dengan

pada pola perilaku

ansietas

klien

yang

dirasakan
4. Dukung

secara

nonverbal
dan

4. Mendukung

arahkan kembali

mekanisme koping

mekanisme

dasar,

koping

meningkatkan rasa
percaya diri klien
sehingga
menurunkan
ansietas

5. Berikan

5. Kurangnya

informasi
benar

yang

mengenai

informasi

dan

misinterpretasi

prosedur

klien

pembedahan,

informasi

penyembuhan,

dimiliki

dan

sebelumnya dapat

perawatan

post operasi

terhadap
yang

mempengaruhi
ansietas

yang

dirasakan
6. Diskusikan

6. Klien

pengalaman

harapan
kelahiran

dapat

mengalami
penyimpangan

anak

pada masa lalu

memori

dari

melahirkan. Masa
lalu / persepsi yang
tidak realistis dan
abnormalitas
mengenai

proses

persalinan SC akan
meningkatkan
ansietas.
7. Evaluasi

7. Identifikasi

perubahan

keefektifan

ansietas

yang

intervensi

yang

dialami

klien

telah diberikan

Sindrom
perawatan
b/d
fisik

defisit Setelah
diri asuhan

diberikan -

keperawatan 1. Kaji kesiapan

kelemahan selama x 6 jam

Mobilisasi:

1. Kesiapan klien

klien dalam

dalam melakukan

melakukan

aktivitas

defisit

aktivitas untuk

mempermudah

perawatan diri dengan

perawatan diri

intervensi yang akan

akibat diharapkan

tindakan anestesi terjadi


dan pembedahan

secara verbal
Mobilisasi :

tidak

kriteria hasil :
-

Mobilisasi

diberikan
2. Monitor

2. Untuk mengetahui

Pergerakan otot

ketidakmampuan

sejauh mana

( 5 = not

klien saat

aktivitas perawatan

compromised )
Bergerak lebih

melakukan

diri yang bisa dan

perawatan diri

tidak bisa dilakukan

mudah ( 5 = not

klien sehingga

compromised )
Perubahan

memudahkan
memberi intervensi

penampilan ( 5 =

selanjutnya

not compromised )

3. Mengetahui
3. Memantau
aktivitas

perkembangan
perawatan diri klien

perawatan diri
klien
4. Bantu klien dalam

4. Membantu
membersihkan tubuh

perawatan diri

klien walau klien

mandi dan

dalam keadaan

berpakaian

lumpuh
5. Membantu

5. Berikan

memandirikan kien

kesempatan klien

sejauh kemampuan

berpartisipasi

yang dimiliki

dalam perawatan

diri

6. Membantu

6. Berikan feedback
positif terhadap

keinginan klien utuk

perubahan klien

tetap menjaga

dalam perawatan

kebersihan diri

diri

7. Pihak keluarga dapat

7. Menjelaskan pada

Intoleransi
aktivitas

Setelah
b/d asuhan

meningkatkan

membantu

anggota keluarga

meyakinkan klien

rasional dari

dalam prosedur

prosedur yang

tindakan

akan dilakukan

keperawatan yang
dilakukan
1. Untuk mengetahui

diberikan 1. Kaji tingkat


keperawatan

kemampuan klien

seberapa

besar

kelemahan secara selama x 6 jam

untuk beraktivitas

keterbatasan

klien

menyeluruh
akibat
anestesi

diharapkan intoleransi

dalam beraktivitas.

tindakan aktivitas dapat diatasi 2. Kaji


dengan kriteria hasil :
Klien

tampak

aktivitas terhadap

aktivitas yang dapat

kondisi luka dan

dilakukan klien

mampu

kondisi

beraktivitas

umum

sendiri

pengaruh 2. Mengetahui batasan

tubuh

3. Bantu klien untuk 3. Membantu

klien

Klien tidak pucat

memenuhi

memenuhi aktivitas

Klien

kebutuhan

yang

tidak

tampak lemah

aktivitas

sehari-

hari
4. Bantu klien untuk
melakukan
tindakan

sesuai

dengan
kemampuan/

tidak

bisa

dilakukan sendiri
4. Aktivitas
sesuai
kemampuan
lebih
dilakukan

yang
dengan
dapat
mudah
oleh

kondisi klien
5. Evaluasi
perkembangan
kemampuan klien
melakukan
aktivitas

klien.
5. Mengetahui
kebutuhan
perawatan diri yang
dapat

Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah
disusun

5.

Evaluasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea)
Evaluasi :
Klien melaporkan nyeri berkurang / terkontrol
Wajah tidak tampak meringis
Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai
kemampuan
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka
kering bekas operasi
Evaluasi :
Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor,
fungsio laesea)
Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,5 0 C, frekuensi
nadi = 60 - 100x/ menit)
WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
Evaluasi :

tidak

dapat klien lakukan


sendiri.

4.

dan

Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah


Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan
Evaluasi :
Ibu dapat melakukan perawatan terhadap dirinya
Kebutuhan ADL terpenuhi
e. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan secara menyeluruh akibat tindakan
anestesi
Evaluasi :
Klien tampak mampu beraktivitas sendiri
Klien tidak pucat
Klien tidak tampak lemah

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi.
Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana


Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT
Grame

Anda mungkin juga menyukai