Anda di halaman 1dari 11

ADVOKASI DAN KOMUNIKASI

DALAM KEPERAWATAN KRITIS

Kelompok 3 Ners B

Universitas Negeri Gorontalo


Definisi
American Association of Critical-Care Nurse (AACCN) 2012


Asuhan keperawatan kritis mencakup diagnosis dan penatalaksanaan respon manusia terhadap penyakit aktual atau potensial yang
mengancam kehidupan. Lingkup asuhannya didefinisikan dengan interaksi perawat kritis dan lingkungan yang memberikan sumber-sumber
adekuat untuk pemberian perawatan.

The American Nurses Association (ANA) termasuk advokasi dalam definisi


keperawatan yang di terbitkan oleh wikipedia:


Keperawatan adalah perlindungan, promosi, dan optimalisasi kesehatan dan kemampuan, pencegahan penyakit dan cedera, fasilitasi
penyembuhan, pengentasan penderitaan melalui diagnosis dan pengobatan respons manusia, dan advokasi dalam perawatan individu,
keluarga, kelompok, komunitas, dan populasi.

Advokasi dalam keperawatan menemukan landasan teoretisnya dalam etika keperawatan .


Misalnya, Kode Etik Perawat ANA mencakup bahasa yang berkaitan dengan advokasi pasien:


Komitmen utama perawat adalah kepada pasien, baik individu, keluarga, kelompok, atau komunitas.

Perawat mempromosikan, mengadvokasi, dan berusaha melindungi kesehatan, keselamatan, dan hak pasien. ( terakhir diedit 2 bulan yang
lalu oleh wikipedia dan diakses 2 hari yang lalu)
Dalam artikel Alfrina Hany tentang Peran perawat kritis dalam advokasi dan
komunikasi yang di terbitkan pada tahun 2018, ia menuliskan bahwa :


Perawat kritis yang ideal mempunyai komunikasi interpersonal, jiwa kepemimpinan,
perencanaan strategis, berpikir kritis, dan pengambilan keputusan yang baik.

Perawat kritis diharapkan mampu berperan sebagai mediator, fasilitator yang baik
antara pasien, keluarga, maupun tim kesehatan lain. Perawat kritis bisa membela hak
dan nilai pasien dan keluarganya, mengkomunikasikan harapan dan keinginan pasien
dan keluarganya kepada anggota tim kesehatan lainnya begitu pula sebaliknya.
Dalam jurnal penelitian yang dilakukan oleh Afidah Etty dan Sulisno Madya tahun
2013 tentang gambaran pelaksanaan peran advokat Perawat di Rumah Sakit Negeri
di Kabupaten Semarang, mendapatkan :


Pelaksanaan tindakan peran advokasi meliputi memberi informasi, menjadi mediator dan melindungi
pasien.

Faktor yang mempengaruhi pelaksanaannya terdiri dari faktor penghambat dan faktor pendukung.
Faktor yang menjadi penghambat antara lain: kepemimpinan dokter, lemahnya dukungan organisasi,
kurangnya perhatian terhadap advokasi, kurangnya jumlah tenaga perawat, kondisi emosional
keluarga, terbatasnya fasilitas kesehatan dan lemahnya kode etik.

Sementara itu faktor yang mendukung meliputi: kondisi pasien, pengetahuan tentang kondisi pasien,
pendidikan keperawatan yang semakin tinggi, kewajiban perawat dan dukungan instansi rumah sakit..
Dalam penelitian tersebut di atas, memperoleh hasil bahwa :


Advokasi tidak hanya diartikan sebatas pada tindakan membela pasien tetapi juga
meliputi tindakan memberi informasi, bertindak atas nama pasien, menjadi
mediator dan melindungi pasien. Perawat diharapkan dapat mengoptimalkan
perannya sebagai advokat yaitu dengan memberikan informasi yang dibutuhkan
oleh pasien, menjadi penghubung antara pasien dan tim kesehatan lain, membela
hak-hak pasien dan melindungi pasien dari tindakan yang merugikan
Sebagai contoh komunikasinya.
Dalam hasil kegiatan role play yang ada dalam artikel
Alfrina Hany terdapat 4 kasus yang dilakukan oleh 4
kelompok :

Kelompok 1 : Peran perawat saat orientasi pasien dan keluarga masuk ke ruang ICU.
Kegiatan yang dilakukan:


Perawat melakukan orientasi dan edukasi kepada  keluarga pasien yang baru masuk. Perawat memberikan informasi tentang jam berkunjung,
dpjp, hak pasien dan keluarga, alur layanan, rencana terapi, perencanaan, keperluan yang diperlukan oleh pasien, mengajarkan cuci tangan,
pengenalan peralatan dalam perawatan, dll. Perawat juga menjawab semua pertanyaan keluarga/kakak pasien dan melakukan evaluasi
terhadap tindakan yang dilakukan.

Masukan: perlu untuk spesifik mengarahkan dan langsung menunjukkan ruangan atau alat, perlu untuk diorientasian nama perawat,
ruangan, waktu dan tempat apabila pasien berada dalam kondisi CM, penggunaan gelang identitas harus ada dimulai saat pasien masuk ke
rumah sakit. Kelompok sudah menjelaskan dengan baik semua informasi saat orientasi dan melakukan edukasi pada keluarga pasien yang
masuk ke ruang intensif.
Kelompok 2 : Peran perawat saat edukasi pada pasien dan keluarga tentang
penggunaan peralatan hemodinamik di ICU. Kegiatan yang dilakukan:


Perawat melakukan penjelasan tentang fungsi alat ke pasien dan keluarga, penjelasan kondisi kepada keluarga, penjelasan
oksimetri, alat ekg dan interpretasinya, nadi, nilai normalnya, saturasi oksigen dan perlunya untuk pemberian oksigen,
pemantauan tekanan darah, pernapasan, suhu tubuh. Koordinasi dengan keluarga, inform consent di ttd keluarga.

Masukan : perlu spesifik lokasi serah terima berlangsung, apakah pada tahap awal masuk atau hanya pada saat tertentu
pada bedside pasien dengan fokus hanya untuk edukasi pada keluarga. Fase krisis keluarga tidak terlihat, apakah keluarga
dalam status siap untuk belajar berada pada hari 1 di ICU atau beberapa hari setelah pasien berada di ICU. Dalam edukasi
hendaknya perawat mengambil posisi dekat dengan alat hemodinamik yang dikenalkan ke keluarga sehingga dapat
dipahami oleh keluarga. Perawat dengan baik sekali melakukan evaluasi dan meminta koordinasi pasien dan keluarga
dalam proses perawatan.
Kelompok 3: Peran Perawat ketika advokasi kondisi pasien kritis saat ronde
multidisiplin tentang rencana perawatan pasien


Setting 1 pada ronde multidisiplin yang berada pada bedside pasien.  Perawat melaporkan billing dan kie trakeostomi dan keberatan biaya, Dokter anestesi melaporkan MBO
dan trakeostomi dengan memperhatikan pembiayaan, dokter bedah saraf sebagai DPJP melihat tidak setuju MBO dan setuju untuk trakeostomi. Keluarga dipanggil untuk
terlibat dijelaskan kondisi MBO, dan diminta keluar. Setting 2 Keluarga bertanya-tanya kondisi anaknya, menuju ke ruang kepala perawat. Perawat menjelaskan tentang MBO,
masalah biaya. Perawat memanggil perawat yang hadir di ronde, menanyakan pemahaman keluarga ttg kondisi pasien. Keluarga menolak kondisi yang dijelaskan. Perawat
menjelaskan dan diserahkan kepada keluarga untuk keputusannya. Kalau tidak MBO dijelaskan kondisinya. Perawat memberikan motivasi dan dukungan.

Masukan : adanya klarifikasi dari kelompok lain tentang status kesadaran pasien yang Somnolen dalam deskripsi kasus akan tetapi dalam percakapan ronde pasien berada
pada kondisi MBO. masukan dari kelompok lain agar diskusi tidak berlangsung di bedside pasien akan tetapi pada ruangan lain. Masukan lain adalah bahasa yang digunakan
oleh perawat belum membumi, adanya istilah medis yang sering digunakan seperti MBO, dll. Adanya pertanyaan tentang siapa yang harusnya memberikan penjelasan
pertama kali apakah dokter atau perawatnya?. Dalam kasus ronde multidisiplin ini perawat hendaknya berfungsi sebagai penyedia, mediator, fasilitator antara pasien,
keluarga, dan tim kesehatan. Advokasi perawat dalam ronde multidisiplin adalah dimana perawat dapat menyampaikan keinginan dan harapan keluarga, begitu pula
sebaliknya perawat dapat menjelaskan kondisi dan keputusan tim kesehatan saat ronde. Perawat dapat memfasilitasi keluarga untuk pengambilan keputusan dalam keluarga.
Perawat diharapkan untuk tidak mengarahkan keluarga untuk mengambil keputusan tertentu. Alangkah lebih baik menempatkan setting diskusi perawat dan keluarga pasien
di awal role play sehingga perawat dapat membawa hasil diskusi tersebut saat ronde multidisplin berlangsung dalam rangka membantu tim dan dpjp dalam pengambilan
keputusan.
Kelompok 4 : Peran perawat saat memberikan kabar tidak baik untuk keluarga
pasien


Setting role play pada situasi di ruangan intensif, pada satu sisi memberikan gambaran keluarga kompleks dimana penanggung jawab
keluarga mengalami penyakit jantung koroner yang haus informasi dan sisi yang lain dimana tim sedang melakukan resusitasi jantung
paru pada pasien tersebut. Setting berikutnya adalah perawat memberikan informasi kepada keluarga tentang jantung koroner, hasil RJP
diberitahukan, meminta persetujuan keluarga untuk dilanjutkan RJP. Inform consent sudah diberikan. Keluarga pasien yang histeris juga
digambarkan pada scene ini.

Masukan : adanya situasi yang kontradiktif ditanyakan oleh kelompok lain dalam role play ini, dimana saat situasi penyelamatan
berlangsung perawat masih menanyakan kepada keluarga apakah akan dilanjutkan penyelamatan. adanya masukan dari kelompok lain
agar sesi penjelasan perawat ini dilakukan pada awal masuk sehingga sesuai dengan prognosis yang terjadi. Masukan lain adalah edukasi
diberikan pada salah seorang anggota keluarga yang dapat bertanggung jawab dan mengambil keputusan dalam situasi yang kritis.
Fokuslah pada fungsi perawat sebagai advokat dan komunikator dimana perawat dapat memfasilitasi keluarga untuk dapat mendampingi
pasien dalam fase terminal sehingga pasien dapat meninggal dengan bermartabat.
Daftar Pustaka
Afidah Etty N; Sulisno Madya. (2013) Ga,baran Pelaksanaan Peran Advokat Perawat di
Rumah Sakit Negeri di Kabupaten Semarang. Univeritas Diponegoro. Semarang.

Hany Alfrina (2018) Peran Perawat Kritis dalam Advokasi dan Komunikasi. Universitas
Brawijaya. Malang, Jawa Timur. Diakses pada hari Senin, 22 Februari 2021.

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Patient_advocacy . Diakses pada hari Senin, 22


Februari 2021.

Nurhadi Amk, SE, MH. PERLINDUNGAN & ADVOKASI HUKUM ORGANISASI PROFESI
TERHADAP MASALAH HUKUM PERAWAT. BBH PPNI Pusat
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai