Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MATA KULIAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


(ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT KLIEN DENGAN
TRAUMA THORAX)

Dosen Pembimbing :
Dr. Ninuk Dian K, S.Kep., Ns., MANP

Disusun Oleh:
SGD 6
Kelas A2 2016

Regyana Mutiara Guti 131611133013


Indah Latifa 131611133016
Dwi Utari Wahyuning Putri 131611133019
Indriani Dwi Wulandari 131611133034
Elin Nur Annisa 131611133037
Nesya Ellyka 131611133038
Dinda Dhia Aldin Kholidiyah 131611133041
Yohana Rahmawati Santoso 131611133111
Muhammad Dzakiyyul Fikri Wachid 131611133115

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas Rahmatnya


sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang membahas tentang.
Terima kasih kami ucapkan kepada para pengajar atas bimbingan dan pendidikan
yang diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Dengan pemahaman berdasarkan pokok bahasan Asuhan Keperawatan
Gawat Darurat Klien Dengan Pneumothorax, Hemathorax dan Flail Chest. Kami
sadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaannya.
yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya
bagi kami yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi
teman-teman dan kami khususnya.

Surabaya, 04 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................3
2.1 Anatomi Fisiologi........................................................................................................3
2.2 Definisi........................................................................................................................5
2.3 Etiologi........................................................................................................................5
2.4 Klasifikasi....................................................................................................................6
2.5 Manifestasi Klinis........................................................................................................6
2.6 WOC............................................................................................................................7
2.7 Penatalaksanaan Umum...............................................................................................8
2.8 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................................8
2.9 Komplikasi...................................................................................................................8
2.10 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat........................................................................8
BAB 3 PENUTUP..........................................................................................................13
3.1 Kesimpulan................................................................................................................13
3.2 Saran..........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................15

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini terjadi peningkatan jumlah kasus trauma meningkat


tajam. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya penggunaan kendaraan
bermotor yang juga diikuti oleh meningkatnya jumlah kecelakaan.
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari
cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan
dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut (Sudoyo, 2010).

Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3


kehidupan di kota besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus kematian
akibat trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di Amerika.
Diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang
disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25% di Amerika (Sudoyo,
2010). Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks.
Trauma toraks dapat meningkatkan kematian akibat Pneumotoraks 38%,
Hematotoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail chest 69%
(Nugroho, 2015).

Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam,


kecelakaan lalu lintas atau luka tembak. Bila tidak mengenai jantung,
biasanya dapat menembus rongga paru-paru. Akibatnya, selain terjadi
pendarahan dari rongga paru-paru, udara juga akan masuk ke dalam
rongga paru-paru. Oleh karena itu, pau-paru pada sisi yang luka akan
mengempis. Penderita Nampak kesakitan ketika bernapas dan mendadak
merasa sesak dan gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang (Sudoyo,
2010).

Angka kematian ini dapat diturunkan melalui upaya pencegahan


trauma dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin
kepada korbannya. Perlu diingat bahwa penanggulangan trauma bukan

1
hanya masalah di rumah sakit, tetapi mencakup penanggulangan
menyeluruh yang dimulai di tempat kejadian, dalam perjalanan ke rumah
sakit dan dirumah sakit. Trauma thorax yang memerlukan tindakan darurat
adalah obstruksi jalan nafas, hemotoraks besar, tamponade jantung,
pneumotoraks desak, flail chest, pneumotoraks terbuka, dan kebocoran
udara trakeobronkial. Semua kelainan ini menyebabkan gawat dada atau
toraks akut analog dengan gawat perut, dalam arti diagnosis harus
ditegakkan secepat mungkin dan penanganan dilakukan segera
untuk mempertahankan pernafasan, ventilasi paru dan pendarahan.
Dalam hal ini peran profesi tenaga kesehatan khususnya perawat sangat
dibutuhkan untuk menekan angka kematian pada trauma thorax. Selain itu
perawat juga sangat penting untuk mengkaji setiap respon klinis yang
ditimbulkan oleh penderita trauma thorax khususnya pada pneumothorax,
hemathorax dan flail chest untuk menentukan asuhan keperawatan gawat
darurat yang tepat untuk penderita.

1.2 Tujuan

a. Tujuan Umum
Menjelaskan konsep penyakit dan asuhan keperawatan gawat darurat pada
penyakit thorax.
b. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan konsep penyakit pneumothorax.
2. Menjelaskan konsep penyakit hemathorax.
3. Menjelaskan konsep penyakit flail chest.
4. Menjelaskan asuhan keperawatan gawat darurat pada penyakit
pneumothorax.
5. Menjelaskan asuhan keperawatan gawat darurat pada penyakit
hemathorax.
6. Menjelaskan asuhan keperawatan gawat darurat pada penyakit flail
chest.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi
Secara anatomis hepar adalah kelenjar terbesar didalam tubuh,
yang terletak di bagian teratas dalam rongga abdomen di sebelah kanan di
bawah diafragma. Hepar menempati hampir seluruh regio hypochondrica
dextra, sebagian besar epigastrium dan seringkali meluas sampai ke regio
hypochondrica sinistra sejauh linea mammilaria.
2.1.1 Rongga Toraks
Rongga toraks dibatasi oleh diafragma dengan rongga abdomen.
Rongga toraks dapat dibagi ke dalam dua bagian utama, yaitu paru-paru
(kiri dan kanan) dan mediastinum. Mediastinum dibagi ke dalam dua
bagian : superior dan inferior, sedangkan yang inferior dibagi lagi menjadi
3 bagian, yaitu : anterior, medial, dan posterior.
Rongga toraks bagian atas atau Apertura Thoracis Superior
merupakan pintu masuk rongga toraks yang disusun oleh permukaan
ventral vertebra torakal I (posterior), bagian medial dari iga I kiri dan
kanan (lateral), serta manubrium sterni (anterior). Bagian bawah rongga
toraks atau aperture thoracis inferior adalah area yang dibatasi oleh sisi
ventral vertebra torakal XII, lateral oleh batas bawah iga dan anterior oleh
processus xiphoideus. Diafragma sebagai pembatas rongga toraks dan
rongga abdomen, memiliki bentuk seperti kubah dengan puncak menjorok
ke superior, sehingga sebagian rongga abdomen sebenarnya terletak di
dalam area toraks. Pada garis tengah dibagian anterior terletak sternum
yang terdiri dari 3 bagian, manubrium, korpus, dan processus xiphoideus.
Titik paling atas sternum dikenal sebagai sterna notch atau incisura
jugularis, yang tampak berupa lekukan antara kedua kaput klavikula.
Incisura ini setinggi batas bawah dari vertebra torakal ke-2. Angulus
ludovici adalah tonjolan yang terjadi oleh karena pertemuan bagian korpus
dan manubrium sterni. Setinggi organ ini terdapat organ-organ penting
seperti arkus aorta dan karina. Bagian terakhir sternum adalah processus
xiphoideus yang dapat diraba sebagai ujung bawah yang lunak dari
sternum, kira-kira setinggi vertebra torakal 9. Klavikula dapat dengan
mudah diraba atau dilihat karena hanya ditutupi oleh subkutis dan kulit.
Scapula dapat diraba dari permukaan dengan margo vertebralis, angulus
inferior, dan spina. Untuk vertebra, sebagai patokan hanya dapat diraba
processus spinosus vertebra, pada bagian atas yang terbesar dan paling
menonjol adalah vertebra torakalis pertama. Garis-garis yang penting
adlah linea midsternalis, linea parasternalis dan midklavikularis.

3
Gambar 2.1 Anatomi Rongga Thorax
2.1.2 Dinding Toraks
Rangka toraks dibatasi pada bagian luar oleh iga-iga (tulang costa).
Terdapat 12 pasang iga : 7 iga pertama melekat pada vertebra yang
bersesuaian, sedangkan iga ke 8,9,10 menempel pada costa 7. Diantara
batas inferior dan permukaaan internal terdapat costal groove, tempat
berjalannya arteri-vena-nervus intercostals. Iga pertama merupakan iga
yang penting oleh karena tempat melintasnya plexus brachialis, arteri dan
vena subklavia. Sela iga ada 11 (sela iga ke 12 tidak ada) dan terisi oleh m.
intercostalis externus dan internus.
2.1.3 Isi Rongga Thoraks
Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi
oleh pleura visceralis dan pleura parietalis, dimana pleura merupakan
membrane aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik,
didaerah ini terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menutup
kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya
sensitive, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama-
sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan
diafragma. Sedangkan Rongga mediastinum dan isinya terletak di tengah
dada. Mediastinum dibagi menjadi bagian anterior, medius, posterior, dan
superior.

Gambar 2.2 Anatomi Rongga Pleura

4
2.2 Definisi
Pneumothorax adalah udara atau gas dalam rongga pleura, yang dapat
terjadi secara spontan (spontaneous pleura), sebagai akibat trauma ataupun
proses patologis, atau dimasukkan dengan sengaja (Dorland 1998:872).
Pneumothorax atau kolaps paru–paru adalah penimbunan udara atau gas di
dalam rongga pleura. Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara
selaput yang melapisi paru – paru dan rongga dada.
Hematothoraks merupakan suatu keadaan di mana darah terakumulasi
pada rongga pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada
yang menjadi predisposisi terpenting perembesan darah berkumpul di
kantong pleura tidak bisa diserap oleh lapisan pleura. (Muttaqin, 2012).
Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal
darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau
pembuluh darah besar. Meskipun beberapa penulis menyatakan bahwa
nilai hematokrit minimal 50% diperlukan untuk membedakan hemothorax
dari perdarahan efusi pleura, kebanyakan penulis tidak setuju pada setiap
perbedaan spesifik (Mancini, 2015).
Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang
berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah
kostokondral. Angka kejadian dari flail chest sekitar 5%, dan kecelakaan
lalu lintas menjadi penyebab yang paling sering. Diagnosis flail chest
didapatkan berdasarkan 27 pemeriksaan fisik, foto Toraks, dan CT scan
Toraks (Wanek & Mayberry, 2004; Milisavljevic, et al., 2012; Lugo, et al.,
2015).
2.3 Etiologi
Pneumothorax Hemathorax Flail Chest

Spontan: Traumatik: Trauma Tumpul:


a. Primer: bleb (kantong udara) Diakibatkan oleh trauma Penyebab trauma tumpul yang
dan bulla (kantong kecil berisi benda tumpul maupun sering mengakibatkan adanya
udara) yang terbentuk antara benda tajam, atau akibat fraktur costa antara lain yaitu,
jaringan paru dan pleura. kecelakaan. kecelakaan lalulintas,
b. Sekunder: disebabkan oleh kecelakaan pada pejalan kaki,
berbagai penyakit paru, jatuh dari ketinggian, atau
misalnya PPOK, TBC paru, jatuh pada lantai yang keras
Spontan:
cystic fibrosis, pneumosistis atau akibat perkelahian.
pneumonia, fibrosis pulmoner Umumnya disebabkan
idiopatik, dan emboli paru. Truma Tembus:
oleh ruptur dari adhesi
pleura, neoplasma, Penyebab trauma tembus yang
Traumatik:
metastasis paru, ataupun sering menimbulkan fraktur
Trauma penetrasi pada regio komplikasi dari terapi costa yaitu, luka tusuk dan
thorax, trauma tumpul pada regio antikoagulan untuk emboli luka tembak
thorax, barotrauma (pemakaian paru.
ventilator terutama dengan PEEP Bukan trauma:

5
tinggi, fraktur iga Fraktur kosta terutama akibat
gerakan yang menimbulkan
Iatrogenik: Iatrogenik: putaran rongga dada secara
Biopsi aspirasi jarum transthorakal berlebihan atau oleh karena
Komplikasi dari
nodul pulmoner, biopsi pleura atau adanya gerakan yang
pembedahan
transbronkial, trorakosentesis, berlebihan dan stress fraktur,
kardiopulmonal,
pemasangan vena kateter sentral seperti pada gerakan olahraga
pemasangan kateter
pada vena subklavia atau jugular yaitu, lempar martil, soft ball,
jugular atau subklavia,
interna, blok saraf interkostal. tennis, golf.
dan biopsi paru.

2.4 Klasifikasi
Pneumothorax Hemathorax

Berdasarkan terjadinya, yaitu: a. Hemothorak Kecil: yang tampak sebagian


bayangan kurang dari 15% pada foto
a. Artificial, udara lingkungan luar masuk ke rontgen, perkusi pekak sampai iga IX.
dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau Jumlah darah sampai 300 ml.
pneumothoraks disengaja (artificial) dengan b. Hemothorak Sedang: 15-35% tertutup
terapi bayangan pada foto rontgen, perkusi pekak
b. Traumatic, masuknya udara melaui sampai iga VI. Jumlah darah sampai 800
mediastinum yang disebabkan trauma pada ml.
trakea atau esophagus akibat tindakan c. Hemothorak Besar: lebih 35% pada foto
pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) rontgen, pekak sampai cranial, iga IV.
atau benda asing tajam yang tertelan Jumlah darah sampai lebih dari 800 ml.
c. Spontan, timbul sobekan subpleura dari (Bararah, 2013)
bulla sehingga udara dalam rongga pleura
melalui suatu lubang robekan atau katup

2.5 Manifestasi Klinis


Pneumothorax Hemathorax Flail Chest

Spontan primer: Nyeri dada, pasien Tampak adanya


menunjukkan distres gerakan paradoksal
a. Nyeri dada tipe pleuritik (nyeri seperti pernapasan berat, napas segmen yang
ditusuk yang terlokalisir) onset mendadak, pendek, takikardi, mengambang (tidak
dengan atau tanpa sesak napas hipotensi, pucat, dingin, akan tampak pada
b. Beberapa pasien mengeluhkan nyeri pada dan takipneu. Pasien klien yang
ujung bahu juga dapat mengalami menggunakan
c. Biasanya gejala minimal atau bahkan anemia sampai syok. ventilator), nyeri hebat
tidak ada gejala. di bagian dada karena
Spontan sekunder: terputusnya integritas
jaringan parenkim
Gejala sesak napas sangat dominan. paru, sesak nafas,
Perburukan gejala pada pneumothorax takikardi, sianosis,
spontan jarang terjadi kecuali terjadi akral dingin
hematopneumothorax atau terdapat etiologi
lain.
Tanda-tanda lain: hipoksemia akut,
hipotensi, sianosis, nafas berat, status mental
berubah dan hiperkapnia.

6
2.7 Penatalaksanaan Umum
Pneumothorax Hemathorax Flail Chest

Tindakan dekompresi Farmakologi a. Pain control


b. Stabilisasi area flail
Membuat hubungan antara a. Pemberian Oksigen chest (memasukkan ke
rongga pleura dengan b. Resusitasi cairan ventilator, fiksasi
lingkungan luar dengan cara: c. Pemberian antibiotika, internal melalui operasi)
dilakukan apabila ada c. Bronchial toilet
Membuat hubungan dengan
udara luar melalui kontraventil Non Farmakologi d. Fisioterapi agresif
menggunakan pipa Water e. Tindakan bronkoskopi
Sealed Drainage (WSD), Pemberian diet untuk pasien untuk bronchial toilet
Pengisapan kontin (continous dengan hemotorak yaitu diet
suction), Pencabutan drain TKTP (Tinggi Kalori Tinggi
Protein).

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pneumothorax Hemathorax Flail Chest

Pemeriksaan Radiologi. 1. Sinar X dada: a. Rontgen Standar


Gambaran radiologis menyatakan akumulasi b. EKG
pneumotoraks akan tampak udara/cairan pada area c. Monitor laju nafas,
hitam, rata, dan paru yang pleura. Analisis Gas Darah
kolaps akan tampak garis yang 2. AGD: variable tergantung (AGD)
merupakan tepi paru. dari derajat fungsi paru d. Pulse Oksimetri
yang dipengaruhi,
3. Hemoglobin: Kadar Hb
menurun < 10 gr %,
menunjukkan kehilangan
darah

2.9 Komplikasi
1. Kehilangan darah
2. Kegagalan pernapasan
3. Syok
4. Kematian
5. Fibrosis atau parut dari membran pleura

8
2.10 Asuhan Keperawatan
Seorang laki-laki, Tn A, 24 tahun, 55 kg mengalami kecelakaan motor akibat
bertabrakan dengan motor kecepatan tinggi, terlempar 4 meter. Pasien dibawa ke RS
setempat. Pasien mengeluh sesak, dengan RR 30 x/menit, terdengar suara ronki,
pernafasan cuping hidung disertai penggunaan otot bantu pernapasan, penafasan
paradoksal di dada kanan depan interkosta 3-4. Saturasi perifer 90% menggunakan
masker reservoir O2 10 lpm. Dari foto toraks tampak hemopneumotoraks di dada
sebelah kanan. Tn. A mengeluh nyeri dada sebelah kanan, tampak gelisah dan sulit
tidur. Untuk hemodinamik, perfusi dingin pucat, sianosis, nadi 118 x/menit, tekanan
darah 86/46 mmHg. Kesadaran pasien berawal dari GCS E3V5M6 disertai dengan
pupil anisokor kanan 5 mm, kiri 3 mm. Penilaian pasien ini adalah flail chest dengan
fraktur kosta anterior kanan 3 dan 4 disertai kontusio pulmonum kanan, hemodinamik
tidak stabil internal bleeding

A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
A. Airway : jalan nafas tidak paten, suara nafas ronki, terdapat retraksi
otot, tampak sesak.
B. Breathing : frekuensi nafas cepat, pernapasan cuping hidung,
penggunaan otot bantu pernapasan
C. Circulation : frekuensi denyut jantung cepat, sianosis, akral
dingin
D. Disability : AVPU sadar
E. Exposure : pernafasan paradoksal
2. Pengkajian Sekunder
Anamnesis
a. Identitas klien
Nama : Tn A
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 24 tahun
Alamat : Surabaya
Agama : Islam
Bahasa : Indonesia
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Wiraswasta
Golongan darah : O
No. register : 123xxx
Tanggal MRS : 31 Agustus 2019
Diagnosa medis :

9
b. Keluhan utama
Sesak, nyeri dada sebelah kanan
c. Riwayat penyakit sekarang
Tn A, laki-laki 24 tahun berat 55 kg mengalami kecelakaan
motor akibat bertabrakan dengan motor kecepatan tinggi dan
terlempar 4 meter. Kemudian Tn A dibawa ke RS. Awal datang
pasien mengeluh sesak. Tn A juga mengeluh nyeri dada kanan,
gelisah dan sulit tidur. hasil pengkajian terlihat RR 30x/menit,
terdengar suara ronki, pernafasan cuping hidung, bantuan otot
bantu pernapasan, penafasan paradoksal di dada kanan depan
interkosta 3-4. Saturasi perifer 90%. Dari hasil foto toraks tampak
hemopneumotoraks. Hemodinamik Tn A perfusi dingin pucat,
sianosis, nadi 118 x/menit, tekanan darah 86/46 mmHg suhu 36,4°C.
Kesadaran pasien berawal dari GCS E3V5M6 disertai dengan pupil
anisokor kanan 5 mm, kiri 3 mm. Tn A menggunakan masker
reservoir O2 10 lpm
d. Riwayat penyakit dahulu
Tidak dikaji

B. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : sesak, terdengar suara ronki, pernafasan cuping hidung
disertai penggunaan otot bantu pernapasan, penafasan paradoksal di dada kanan
depan interkosta 3-4
Kesadaran : GCS E3V5M6
TTV :
TD : 86/46 mmHg
Nadi : 118x/menit
RR : 30x/menit
SpO2 : 90%
Suhu : 36,4°C

C. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jaan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret berlebih,
gumpaan darah yang menghalangi pernafasan
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas tulang dada
ditandai dengan dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, takipnea,
pernafasan cuping hidung.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik : trauma toraks

10
D. Intervensi

Diagnosa: bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret berlebih, gumpaan darah yang
menghalangi pernafasan
Definisi: ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan
nafas tetap paten
Domain 0001 kategori fisiologi, subkategori: respiratori

Analisa data Etiologi SLKI SIKI

Do: Hematoraks Setelah dilakukan tindakan Manajmen jalan nafas


↓ keperawatan selama 1X 24 (1.01011)
- Terdapat suara
Ekspensi paru jam diharapkan masalah
nafas tambahan, - Pertahankan
keperawatan bersihan jalan
ronki ↓ kepatenan jalan nafas
nafas tidak efektif dapat
- Hasil foto toraks dengan head-tilt dan
Edema teratasi dengan kriteria hasil
terdapat chin-lift
trakea/faringeal,
hemopneumotor Bersihan jalan napas - Posisikan semi
meningkatkan
ak (L.01001) fowler
produksi sekret dan
- Terlihat sianosis - Monitor bunyi napas
penurunan -
Suara nafas tidak lagi
- RR 30X/ menit tambahan
kemampua batuk rongki
Ds: - Monitor pola nafas
efektif - Tidak menunjukan
pasien
- sianosis
↓ - Lakukan
- Tidak lagi dispnea,
penghisapan lendir
Gangguan ventilasi pernafasan normal 18-
20x/menit
Diagnosa: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan deformitas tulang dada ditandai dengan dispnea,
penggunaan otot bantu pernapasan, takipnea, pernafasan cuping hidung.
Definisi: Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Domain 0005 Kategori Fisiologis, Subkategori: Respiratori.

Analisa data Etiologi SLKI SIKI

DO: Trauma Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan


keperawatan selama 1 x 24 napas (1.01011)
- Dispnea. ↓
jam diharapkan masalah
- Penggunaan otot - Monitor pola
Robekan pleura pola napas tidak efektif
bantu pernapasan, napas (frekuensi,
dapat teratasi dengan
- Takipnea, RR = 30 ↓ kedalaman, usaha
kriteria hasil
x/menit napas)/
- Pernafasan cuping - Monitor bunyi

11
hidung. Pneumothorax Pola napas (L.01004) napas tambahan.
- Hasil foto toraks - Posisikan semi-
↓ - Dispnea menurun
terdapat fowler atau
- Tidak ada penggunaan
hemopneumotorak Akumulasi udara dalam fowler.
otot bantu napas
- DS: - kavum pleura
- Tidak ada pernapasan
↓ cuping hidung
- Frekuensi napas
Penurunan ekspansi paru
membaik, pernafasan
↓ normal 18-20x/menit

Pola napas tidak efektif

Diagnosa: Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik : trauma toraks
Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan
Domain 0077 kategori psikologis, subkategori: nyeri dan kenyamanan

Analisa data Etiologi SLKI SIKI

Do: Trauma tumpul Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238)


↓ tindakan keperawatan - Identifikasi faktor yang
- Terlihat gelisah Cedera jaringan lunak, selama 1X 24 jam memperberat dan
- Frekuensi nadi ↓ diharapkan masalah memperingan nyeri
meningkat : 118 Perdarahan jaringan
keperawatan nyeri akut - Control lingkungan
x/menit interstitium, pendarahan
dapat berkurang dengan yang memperberat rasa
- RR 30X/ menit intra alveolar, kolaps
arteri dan arteri-arteri kriteria hasil nyeri
- Pernafasan
kecil - Kolaborasi pemberian
cuping hidung Tingkat Nyeri
↓ analgetik jika perlu
disertai (L.08066)
Reabsorbsi darah oleh
penafasan
pleura tidak - Keluhan nyeri Pemantauan nyeri (I.08242)
paradoksal
memadai/tidak optimal menurun - Monitor kualitas nyeri
Ds: ↓ - Gelisah menurun - Monitor lokasi dan
- P : trauma Merangsang reseptor - Tekanan darah penyebaran nyeri
nyeri pada pleura - Monitor intensitas
- Q : tidak normal 90-120
viseralis dan parietalis nyeri menggunakan
dikaji mmHg

- R : dada - Nadi normal 60- skala
Diskontinuitas jaringan
kanan depan 100x/menit - Atur interval waktu

- S : tidak - Pola napas membaik pemantauan sesuai
dikaji Nyeri akut 18-20x/menit dengan kondisi pasien
- T : tidak
dikaji

12
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pneumothorax adalah udara atau gas dalam rongga pleura, yang dapat
terjadi secara spontan (spontaneous pleura), sebagai akibat trauma ataupun proses
patologis, atau dimasukkan dengan sengaja. Pneumothorax terjadi karena adanya
kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura.
Pada pneumothorax terutup ditandai oleh nyeri tajam saat ekspirasi, peningkatan
frekuensi napas, produksi keringat berlebihan, penurunan tekanan darah. Pada
pneumothorax spontan ditandai oleh napas pendek dan timbul secara tiba-tiba
tanpa ada trauma dari luar paru. Pada pneumothorax tension ditandai oleh sesak
napas berat, penurunan sampai hilangnya pergerakan dada pada sisi yang sakit.
Pada pneumothorax terbuka ditandai oleh sesak napas berat, terlihat adanya luka
terbuka dan suara mengisap ditempat luka saat ekspirasi. Penatalaksanaan umum
diantaranya adalah tindakan dekompresi, apabila terdapat proses lain di paru,
pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya (misal pada TB paru diberi
OAT), dan istirahat total. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakan dengan
melakukan pemeriksaan penunjang diantaranya pemeriksaan radiologi.

Akumulasi darah dalam dada atau hemothoraks adalah masalah yang


relative umum, paling sering akibat cedera untuk struktur intrathoracic atau
dinding dada. Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas
yang akan menyebabkan rongga paksa tumpul pada rongga thorak (hemothoraks)

13
dan rongga abdomen. Trauma tajam dapat disebabkan oleh tikaman dan
tembakan. Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan hemotoraks adalah nyeri
dada, pasien menunjukkan distres pernapasan berat, napas pendek, takikardi,
hipotensi, pucat, dingin, dan takipneu. Pasien juga dapat mengalami anemia
sampai syok. Penatalaksanaan umum diantaranya adalah pemberian oksigenasi,
resusitasi cairan, tramadol, asam tranexamat, ranitidine dan diet TKTP. Diagnosis
penyakit ini dapat ditegakan dengan melakukan pemeriksaan penunjang
diantaranya pemeriksaan darah lengkap, sinar X dada, AGD, CT scan, dan analisis
cairan pleura.

Flail chest adalah area toraks yang melayang, disebabkan adanya


fraktur iga multipel berturutan lebih atau sama dengan 3 iga, dan memiliki garis
fraktur lebih atau sama dengan 2 pada tiap iganya. Flail chest diakibatkan oleh
trauma tumpul, trauma tembus dan bukan trauma. Manifestasi klinis dari flail
chest adalah tampak adanya gerakan paradoksal segmen yang mengambang,
sesak nafas, takikardi, sianosis, dan nyeri bagian dada. Penatalaksanaan umum
diantaranya adalah perawatan intensif dengan memantau adanya tanda-tanda
gagal napas, pain control, stabilisasi area flail chest, bronchial toilet, fisioterapi
agresif, dan tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet. Diagnosis penyakit ini
dapat ditegakan dengan melakukan pemeriksaan penunjang diantaranya rontgen
dada, EKG, monitor laju nafas, AGD dan pulse oksimetri.

3.2 Saran

A. Saran untuk Mahasiswa


Mahasiswa diharapkan dapat lebih mengetahui dan memahami penyakit
pneumothorax, hemathorax, dan flail chest, mengenai pencegahan, dan
penatalaksanaannya. Mahasiswa diharapkan juga dapat mengetahui asuhan
keperawatan gawat darurat secara tepat, khususnya mahasiswa
keperawatan.
B. Saran untuk Masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat memahami dan mengetahui tentang penyakit
pneumothorax, hemathorax, dan flail chest, penyebab dan pencegahannya,

14
sehingga masyarakat dapat melakukan tindakan agar tidak terjadi penyakit
tersebut serta dapat melakukan gaya hidup yang sehat secara mandiri.
C. Saran untuk Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan harus mengetahui penyebab, pencegahan dan
penanganan penyakit pneumothorax, hemathorax, dan flail chest sehingga
tenaga kesehatan tepat dalam membuat asuhan pada pasien dengan
penyakit pneumothorax, hemathorax, dan flail chest. Selain itu tenaga
kesehatan harus mampu memberikan edukasi kepada masyarakat
mengenai penyakit pneumothorax, hemathorax, dan flail chest.

DAFTAR PUSTAKA
Boersma WG, Stigt JA, Smit HJM. Treatment of haemothorax. (2010). Respir
Med [Internet], 104(11):1583–7. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.rmed.2010.08.006 .

Hobbs BD, Foreman MG, Bowler R, Jacobson F, Make BJ, Castaldi PJ, et al.
(2014). Pneumothorax risk factors in smokers with and without chronic
obstructive pulmonary disease. Ann Am Thorac Soc, 11(9): 1387–94.

Kim HY, Song KS, Goo JM, Lee JS, Lee KS, Lim TH. (2018). Thoracic Sequelae
and Complication of Tuberculosis. RadioGraphics 2001; 21:839–860. 
11. Daley BJ. Pneumothorax. 

Mahoozi HR, Volmerig J, Hecker E. Modern Management of Traumatic


Hemothorax. (2016). J Trauma Treat, 5(3). 

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1 . Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

15
Syaifuddin, Haji. (2011). Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi
untuk Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Tschoop JM, Bintcliffe O, Astoul P, Canalis E, Driese P, Janssen J, et al. ERS


task force statement: diagnosis and treatment of primary spontaneous
pneumothorax. Eur Respir J 2015; 46: p. 323-330

16

Anda mungkin juga menyukai