Anda di halaman 1dari 17

TRAUMA DADA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah : Keperawatan Gawat Darurat
Dosen pengampu :
Ns.Kristina Everentia Ngasu, S.kep., M.Kep

KELOMPOK 1
Disusun oleh :
1. Rizky Fajar Lesmana (18215187)
2. Safinah Fatimah (18215188)
3. Soniatun Nisya (18215212)
4. Sopian Sauri (18215213)
5. Sri Wiwin (18215215)
6. Tiara Chandra K (18215225)
7. Irfan Alamsyah (18215243)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes
YATSI) TANGERANG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
tepat pada waktunya. Tujuan dari pembuatan makalah ini diajukan untuk memenuhi
tugas kelompok Keperawatan Gawat Darurat.

Saya ucapkan beribu-ribu terimakasih atas bantuan dari pembimbing dan


berbagai pihak dan penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dari diri penulis
tanpa bantuan dan dukungannya sulit bagi penulis untuk menyelesaikan tugas ini.
Dalam kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada

1. Ibu Ida Faridah, S.Kp.,M.Kes selaku ketua Stikes YATSI Tangerang.


2. Ibu Ns. Febi Ratnasari, M.Kep. selaku Kaprodi S1 Keperawatan.
3. Ibu Ns. Mimi Miftah Mutiara, S.Kep selaku Penanggung Jawab Akademik S1
Keperawatan Tingkat 3D Keperawatan.
4. Ibu Ns.Kristina Everentia Ngasu, S.kep.,M. Kep selaku dosen pengampu mata
kuliah Keperawatan Gawat Darurat.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan masukan dan saran yang bersifat membangun demi pendidikan
dan perbaikan dimasa mendatang.

Akhirul kalam penulis ucapkan alhamdulillah dan terima kasih untuk semuanya.

Tangerang, 22 Juni 2021

KELOMPOK 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan Masalah.....................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Trauma Dada......................................................................3


B. Etiologi dan Faktor Resiko...................................................................3
C. Patofisiologi..........................................................................................4
D. Manifestasi Klinis.................................................................................5
E. Komplikasi Trauma Dada.....................................................................5
F. Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................7
G. Penatalaksanaan Medis.........................................................................8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................11
B. Saran.....................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dada adalah bagian tubuh yang besar dan mudah terpapar sehingga rentan
terkena cedera tumbukan. Oleh karena itu dada adalah rumah untuk jantung,
paru-paru dan pembuluh darah besa, trauma dada sering mengancam jiwa.
Cedera pada rangka toraks dan isi didalamnya dapat mengganggu kemampuan
jantung memompa darah atau kemampuan paru untukmenukar udara dan
mengoksigenasi darah. Bahaya utama yang berkaitan dengan cedera dada
adalah perdarahan dalam dan organ yang tertusuk.

Trauma dada dapat bervriasi dari benturan dan goresan yang cukup ringan
hingga trauma tabrakan yang parah atau trauma tusuk parah. Cedera dada
dapat berupa cedera tembus atau tumpul. Cedera tembus dapat menciptakan
luka dada terbuka, sehingga udara atmosfer dapat masuk kedalam rongga
pleura dan mengganggu mekanisme ventilasi vakum normal. Cedera tembus
dada dapat merusak paru-paru, jantung, dan struktur toraks lainnya. Cedera
tumpul biasanya karena cedera deselerasi yang berhubungan dengan
kecelakaan lalu lintas. Cedera tumpul dada juga dapat terjadi karena jatuh atau
pukulan pada dada.

Gejala yang dapat dirasakan oleh pasien trauma dada yaitu: Nyeri pada
tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi, pembengkakan lokal dan
krepitasi yang sangat palpasi, pasien menahan dadanya dan bernafas pendek,
dyspnea, takipnea, takikardi, tekanan darah menurun, gelisah dan agitas,
kemungkinan cyanosis, batuk mengeluarkan sputum bercak darah,
hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit dan ada jejas pada
thorak.

Pemeriksaan awal ditunjukan untuk mengidentifikasi dan menangani


kondisi yang segera mengancam jiwa. Klien apapun dengan trauma dada
harus dianggap memiliki cedera yang parah hingga terbukti sebaliknya.
Bebasnya jalan napas, kecukupan napas, dan kecukupan sirkulasi (yaitu,
adanya syok), atau ABC, hrus menjadi prioritas pertama. Imobilisasi klien
yang diduga cedera tulang belakang juga harus dilakukan.

B. Rumusan masalah

1. Apakah definisi trauma dada?


1
2. Apa saja etiologi dan faktor resiko trauma dada ?
3. Apa patofisiologi trauma dada ?
4. Apa manifestasi klinik dari trauma dada ?
5. Apa saja komplikasi pada trauma dada ?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada trauma dada ?
7. Apa saja penatalaksaan medis pada trauma dada ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari trauma dada
2. Untuk mengetahui etiologi dan faktor resiko dari trauma dada
3. Untuk mengetahui patofisiologi trauma dada
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik trauma dada
5. Untuk mengetahui komplikasi dari trauma dada
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada trauma dada
7. Untuk mengetahui penatalaksaan medis pada trauma dada

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Trauma Dada

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh


benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-
paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul
yang dapat menyebabkan gangguan system pernafasan. Trauma dada adalah
masalah utama yang paling sering terjadi pada bagian emergency. Cidera pada
dada dapat mengenai tulang-tulang sangkar dada, pleura dan paru-paru,
diagfragma atau organ-organ dalam mediastinum.

Cidera pada dada secara luas diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu,
cidera penetrasi dan tumpul. Cidera penetrasi (missal, pneumotoraks terbukaa,
hemotoraks, cidera trakeobronklial, kontusio pulmonal, ruptur diagfragma)
menggangu intergritas dinding dada dan mengakibatkan perubahan dalam
tekanan intratoraks. Cidera tumpul (missal, pneumotoraks tertutup,
pneumotoraks tensi, cidera trakeobronklial, fail chest, rupture diagfragma,
cidera mediastinal, fraktur rusuk) merusak struktur di dalam rongga dada
ntanpa mengganggu integritas dinding dada.

Penyebab utama cidera pada dada adalah kecelakaan kendaraan bermotor


missal, sepeda motor atau mobil. Pukulan benda-benda tumpul pada dada atau
akibat terjatuh juga dapat menyebabkan cidera dada nonpenetrasi. Luka
penetrasi umumnya diakibatkan oleh tusukan senjata tajam atau luka akibat
tembakan.

B. Etiologi dan Faktor Resiko

1. Fraktur Tulang Rusuk

Fraktur tulang rusuk merupakan cedera dada yang sering terjadi,


terutama pada orang tua. Fraktir tersebut biasanya berhubungan dengan
cedera tumpul, seperti dari jauh, pukulan di dada, batuk atau bersin,
tumbukan dada terhadap roda kemudi saat deselerasi cepat, atau trauma
yang lebih tidak jelas, seperti mendorong furnitur pada klien osteoporosis.
Rusuk kelima hingga kesembilan merupakan yang paling sering terkena.

2. Fraktur Sternum

Fraktur sternum biasanya terjadi akibat cedera tumpul deselerasi, seperti


3
tumbukan dengan roda kemudi. Sekitar 40% hingga 60% klien dengan
fraktur sternum memiliki cedera besar lai, seperti dada gail, kontusio paru
dan jantung, ruptur oarta, trakea, bronkus, atau esofagus, serta hemotoraks
atau pneumotoraks.

C. Patofisiologi

Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah ventilasi


pernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh
otot - otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan
tekanan negatif dari intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara
pasif ke paru - paru selama inspirasi. Trauma dada mempengaruhi strukur -
struktur yang berbeda dari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi
kedalam 4 komponen, yaitu dinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan
mediastinum. Dalam dinding dada termasuk tulang - tulang dada dan otot -
otot yang terkait. Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal
dan dapat terisi oleh darah ataupun udara yang menyertai suatu trauma toraks.
Parenkim paru termasuk paru - paru dan jalan nafas yang berhubungan, dan
mungkin dapat mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel.
Mediastinum termasuk jantung, aorta / pembuluh darah besar dari toraks,
cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggungjawab
untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmoner dalam menghantarkan oksigenasi
darah untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara
dan darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat
dari cedera toraks (Eckstein & Handerson, 2014; Lugo,, et al., 2015).

Secara klinis penyebab dari trauma dada bergantung juga pada beberapa
faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera
lain yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien -
pasien trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek
pada fungsi respirasinya dan secara sekunder akan berhubungan dengan
disfungsi jantung. Pengobatan dari trauma Toraks bertujuan untuk
mengembalikan fungsi kardiorespirasi menjadi normal, menghentikan
perdarahan dan mencegah sepsis (Saaiq, et al., 2010; Eckstein & Handerson,
2014; Lugo,, et al., 2015)

Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma dada dapat ringan sampai
berat tergantung pada besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma.
Kerusakan anatomi yang ringan pada dinding toraks berupa fraktur kosta
simpel. Sedangkan kerusakan anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta

4
multipel dengan komplikasi pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio
pulmonum. Trauma yang lebih berat menyebakan robekan pembuluh darah
besar dan trauma langsung pada jantung (Saaiq et al., 2010; Lugo, et al.,
2015 ).

Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat


mengganggu fungsi fisiologis dari sistem respirasi dan kardiovaskuler.
Gangguan sistem respirasi dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat
tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal respirasi dapat berupa
gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi, dan gangguan mekanik alat
pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada trauma toraks adalah
gangguan faal jantung dan pembuluh darah (Saaiq, et al., 2010; Mattox, et al.,
2013; Lugo,, et al., 2015).

D. Manifestasi Klinis

1. Nyeri lokal dan rasa tegang diatas area fraktur saat inspirasi dan palpasi

2. Pernapasan dangkal

3. Kecendrungan klien untuk memegang dada secara protektif arau bernapas


dangkal untuk meminimalkan gerakan dada

4. Kadang kala memar atau tanda-tanda dipermukaan dari trauma pada lokasi
cedera

5. Patahan tulang yang menonjol jika frakturnya kominutif

6. Sensasi bunyi klik saat inspirasi jika terjadi pemisahan kostokondral atau
dislokasi

7. Pembengkakan dan kepucatan diatas lokasi fraktur

E. Komplikasi Trauma Dada

1. Fraktur Tulang Iga

Fraktur tulang iga paling sering terjadi pada trauma dada dan sering
pada dewasa daripada anak-anak. Iga 1 s/d 4 sulit terjadi, kematian > 50%
dan iga 5 s/d 9 paling sering patah. Sedangkan iga 10 s/d 12 jarang patah
relative elastis dan letaknya menggantung, bila terjadi fraktur curigai
kerusakan intra abdomen. Dan bisa menyebabkan flail chest dengan 2 iga
berurutan patah, dan ini sering terjadi pada fraktur iga. Fraktur iga juga
bisa menyebabkan hipoksemia dan gagal nafas.
5
2. Fraktur tulang dada (sternum)

Fraktur ini angka kejadiannya 5% dari trauma dada. Jika terjadi fraktur
ini perlu proses/daya yang besar, resusitasi jantung/paru dapat juga
menyebabkan patah sternum, hiperfleksi (tertekuk). Sering terjadi pada
trauma muka dan kepala, benturan searah sama dan sering terjadi di
corpus dari pada xiphoid. Akibat fraktur ini timbul nyeri lokasi jelas
(tajam), berkurang setelah 2 hingga 6 minggu, nyeri bertambah dengan
gerakan

3. Fraktur Tulang Klavicula

Fraktur ini jarang terjadi kalaupun terjadi jarang terjadi komplikasi. Pada
umumnya terjadi kerusakan syaraf pleksus brakialis, pembuluh darah
subklavia & struktur intra thoraks lain.

4. Fraktur tulang Vertebra torakal

Fraktur inii dapat dilihat dari adanya perdarahan sebagai massa


paraspinal pada foto torak. Terjadinya fraktur ini dapat dicurigai adanya
perlukaan korda spinalis. Fraktur ini mengakibatkan komplikasi kilotorak.

5. Luka jaringan lunak

Luka jaringan lunak dan kulit dada dipakai untuk memperkirakan luka
bagian dada dalam. Pada perawatan lama, luka terbuka dapat menjadi
sumber infeksi, terutama bila terdapat luka bakar.

6. Emfisema subcutis

Emfisema subcutis menyebabkan laserasi pada larings/esophagus, dan


dapat mengakibatkan udara masuk ke mediastinum dan leher dan udara ini
mengalir lewat planus fasialis menimbulkan emfisema subkutis yang
luas. Laserasi pada pleura parietalis (patah iga) dengan pneumotorak –
enfisema subcutis dada. Masuk ke periorbita, sehingga kelopak mata
sulit dibuka, ke bawah bisa meluas ke perineum dan skrotum.

7. Trauma pleura

a. Pneumotoraks

Akibat robekan pleura viseralis/parietalis udara akan masuk ke rongga


pleura. Trauma tumpul mengakibatkan patah tulang melukai pleura
dan parenkin paru, maka terjadi robekan trakeobronkial. Luka terbuka
6
dinding dada & udara kesedot ke rongga torak. Terjadi tension
pneumotorak, jenis tertutup dan progresif, dapat terjadi kolap paru dan
bergesernya mediastinum. Pneumotoraks dapat menyebabkan
gangguan kardiovaskuler dan syok. Komplikasinya berupa empiema,
disamping disertai hemotoraks atau kilotorak.

b. Hemotorak

Terjadi sering karena adanya ruptur a.interkostalis, darah di rongga


torak menekan pada paru menyebabkan kolaps/atelektasis, jantung dan
mediastinun, tergantung banyaknya volume darah.

c. Empiema

Mengakibatkan hemotorak kronik terinfeksi atau WSD/pungsi pleura


tidak steril.

8. Jejas paru Dapat terjadi peradangan; sebab benturan tumpul, eksudasi


inflamasi dari komponen dan sel radang alveolar & parenkim paru
(pneumonitis). Bila murni jejas paru dalam 1 – 2 hari gambaran pada
foto torak akan membaik/normal paling lama hari 10. Komplikasinya,
yaitu pneumonitis, abses paru dan empiema, bisa juga terjadi kista paru
(udara/darah) atau kedua2nya, fokus infeksi/hemoptisis.

9. Jantung: tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur


klep jantung.

10. Pembuluh darah besar: hematothoraks.

11. Esofagus: mediastinitis.

12. Diafragma: herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal
(Mowschenson, 1990)

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Anamnesa dan pemeriksaan fisik

Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari


trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari
kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.

2. Pemeriksaan foto toraks

Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien


7
dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan
dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius
trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.

3. CT Scan

Sangat membantu dalam membuat diagnose pada trauma tumpul toraks,


seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro
sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari
pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks
foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan
Aortografi

4. Ekhokardiografi

Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan


diagnose adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium,
cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung
ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini
bila dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan
spesifitasnya hampir 96%.

5. Elektrokardiografi

Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi


akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma .
Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi,
tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya kontusi
jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit,
hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.

6. Angiografi

Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya


cedera aorta pada trauma tumpul toraks.

G. Penatalaksaan Trauma Dada

1. Penatalaksanaan

a. Fraktur tulang Vertebra torakal

Bila dicurigai adanya dislokasi vertebra atau patah pasien harus


ditempatkan pada bed datar dan pasien tidak digeser-geser. Dan
8
awasi gerakan napas dengan ketat, reflek batuk sering tidak adekuat.

b. Luka jaringan lunak

Luka harus segera dibersihkan & ditutup, mencegah infeksi dan


memperkesil resiko kebocoran udara ke rongga torak.

c. Emfisema subcutis

Evaluasi luasnya enfisema perlu dilakukan dengan memberikan tanda.


Bila emfisema tidak bertambah, maka udara diserap oleh tubuh, hal ini
terjadi pada pasien dengan ventilator, maka lakukan dekompresi
mediastinum.

d. Pneumotoraks

Penangan cepat dan segera, perlu WSD walaupun kecil, segera tutup
dengan WSD jika terjadi robekan trakeobronkial tutup luka setelah
pasien stabil, sambil menunggu pasang WSD lakukan pungsi pleura
dengan kateter vena (abokat).

e. Hemotorak

Penanganan pasang WSD, Apabila darah keluar lebih dari 400 cc/2
jam/lebih dari 500 cc dalam 1 jam pertama setelah wsd, bertambah
/jam lakukan operasi.

f. Empiema

Penatalaksanaan WSD dan antibiotik sistemik, bila gagal lakukan


dekortikasi lakukan pungsi pleura dengan kateter vena (abokat).

2. Terapi

a. Jika perdarahan yang terjadi dan kematian disebabkan oleh karena


renjatan perdarahan ( hemorrhagic shock ), maka diperlukan
transfusi dan infus yang cepat melalui vena femoralis.

b. Dilakukan pemeriksaan fisik untuk menilai keadaan rongga thoraks,


apakah terdapat luka, kontusio, deformitas, fraktur klavikula, sternum,
iga, dan perubahan mediastinum.

c. Bila keadaan telah memungkinkan, maka dilakukan foto thoraks dalam


posisi setengah berdiri. Dari hasil foto ini dapat dinilai apakah terdapat
hemotoraks, fraktur iga, kelainan sternum, dan perubahan mediastinum
9
d. Bila perdarahan yang terjadi tetapi tidak dapat diatasi, maka dilakukan
tindakan torakotomi.

e. Apabila terdapat “ tension pneumothoraks “, maka segera lakukan


aspirasi dengan memasukkan klanula pada ICS II midklavikula,
kemudian dilanjutkan dengan pemasangan WSD.

f. Apabila fraktur iga disertai hemothoraks, maka dilakukan drainase.


Bila timbul rasa nyeri diberikan analgetik.

g. Apabila terdapat kontusio paru maka, pengobatan yang diberikan sama


seperti pada kagagalan pernafasan ( respiratory failure ).

h. Apabila terdapat kontusio jantung, maka dilakukan thorakotomi.

i. Apabila terjadi temponade jantung, maka lakukan tindakan


perikardioktomi. Apabila terjadi ruptur aorta, maka dilakukan
aortografi dan selanjutnya tindakan thorakotomi.

j. Apabila terdapat ruptur diafragma, maka lakukan eksplorasi abdomen


dan selanjutnya diafragma dijahit kembali.

k. Apabila terdapat ruptur trakea, maka dilakukan pemasangan intubasi


yang cukup panjang dan selanjutnya dilakukan eksplorasi dan trakea
dijahit kembali.

l. Pneumomediastinum ditandai dengan adanya emfisema yang hebat,


dimana pada pemeriksaan radiologi tampak bayangan “radiolucent”,
maka dilakukanpengeluaran udara dengan cara insisi dan multipel.

m. Apabila terdapat sindroma dada tumpul (flail chest), maka dilakukan


pemasangan PEEP (Tekanan Positif Akhir Ekspirasi)

1
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh


benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-
paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul
yang dapat menyebabkan gangguan system pernafasan. Trauma dada adalah
masalah utama yang paling sering terjadi pada bagian emergency. Cidera pada
dada dapat mengenai tulang-tulang sangkar dada, pleura dan paru-paru,
diagfragma atau organ-organ dalam mediastinum.

Gejala yang dapat dirasakan oleh pasien trauma dada yaitu: Nyeri pada
tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi, pembengkakan lokal dan
krepitasi yang sangat palpasi, pasien menahan dadanya dan bernafas pendek,
dyspnea, takipnea, takikardi, tekanan darah menurun, gelisah dan agitas,
kemungkinan cyanosis, batuk mengeluarkan sputum bercak darah,
hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit dan ada jejas pada
thorak.

Cidera pada dada secara luas diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu,
cidera penetrasi dan tumpul. Cidera penetrasi (missal, pneumotoraks terbukaa,
hemotoraks, cidera trakeobronklial, kontusio pulmonal, ruptur diagfragma)
menggangu intergritas dinding dada dan mengakibatkan perubahan dalam
tekanan intratoraks. Cidera tumpul (missal, pneumotoraks tertutup,
pneumotoraks tensi, cidera trakeobronklial, fail chest, rupture diagfragma,
cidera mediastinal, fraktur rusuk) merusak struktur di dalam rongga dada
ntanpa mengganggu integritas dinding dada.

Penyebab utama cidera pada dada adalah kecelakaan kendaraan bermotor


missal, sepeda motor atau mobil. Pukulan benda-benda tumpul pada dada atau
akibat terjatuh juga dapat menyebabkan cidera dada nonpenetrasi. Luka
penetrasi umumnya diakibatkan oleh tusukan senjata tajam atau luka akibat
tembakan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis menyampaikan saran sebagai berikut:

1. Mahasiswa

1
a. Diharapkan mahasiswa dapat menyampaikan ide atau memberikan

1
pelayanan dengan baik .

b. Diharapkan mahasiswa lebih memahami tentang konsep


kegawatdaruratan dengan lebih banyak membaca buku sumber yang
ada.

2. Untuk Institusi

Diharapkan dapat lebih meningkatkan sarana dan prasarana yang


mendukung proses pembelajaran seperti penambahan buku sumber
diperpustakaan.

1
DAFTAR PUSTAKA

Black.M Joyce, Hawks J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan, Edisi 8 buku 3. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta :
Penerbit Salemba Medika

Sylvia A.Price. 2000. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta


EGC.

Anda mungkin juga menyukai