Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

TRAUMA DADA

KELOMPOK 3 ;
 RISNAWATI
 IQRA AMALIA

SEKOLAH ILMU TINGGI KESEHATAN BINA GENERASI POLEWALI


MANDAR TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat limpahan rahmatnya kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dalam penulisan makalah ini tentunya tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan baik
dalam pembuatan makalah ini. Namun berkat bimbingan arahan serta bantuan berbagai pihak
atau teman kelompok akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.
Kelompok menyadari bahwa penulis makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kelompok
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Kelompok berharap semoga makalh
ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan tenaga keperawatan pada khususnya dan
meningkatkan perawatan pada pasien.
DAFTAR ISI

Latar belakang...............................................................................................1
Daftar isi........................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.....................................................................................3
B. Tujuan.................................................................................................3
C. Rumusan masalah..............................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
A.Definisi.................................................................................................4
B. Etiologi...............................................................................................4
C. Klasifikasi...........................................................................................4
D. Primary Survey....................................................................................5
E. Trauma dada yang mengancam nyawa segera....................................6
F. Trauma dada yang potensial mengancam nyawa..............................12
G. Trauma dada tidak mengancam nyawa.............................................18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................23
B. Saran..................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Henti jantung sering terjadi di instalasi gawat darurat dan return of spontaneuscriculation
(ROSC) masih rendah. ROSC dipengaruhi oleh kualitas kompresi RJP oleh perawat.
Tujuan: peneliatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor pemicu kualitas kompresi
RJP. Metode: penelitian ini menggunakan metode crossectional yang melibatkan 72
responden dengan teknik stratified sampiling di ruang IGD, kamar Bedah, ICU, HCU,
HCU paru, dan CVCU. Variabel udia ketergantungan, jenis kelamin, indeks massa tubuh
(IMT), kelelahan, pelatihan frekuensi, pengetahuan dan kesadaran diri dianalisis variabel
dependen variabel dependen kaualitas RJP. Hasil; hasil analisis uji chi-square dan uji
regresi logistik menunjukkan hubungan signifikan antara usia, jenis kelamin, IMT,
kelelahan, frekuensi pelatihan, pengetahuan, kesadaran diri dengan kualitas kompresi
pada resusitasi jantung paru (p<0,05), serta faktor yang paling dominan yatu jenis
kelamin (p<0,05;OR=0,01;CI=8,644-1144,269). Saran: rekrument perawat di unit kritis
harus mempertimbangkan faktor usia, jenis kelamin, IMT, frekuensi pelatihan,
pengetahuan dan kesadaran diri yang terbentur peningkatan tinggi angka harapan hidup
pasien henti jantung. Kata kunci:kualitas, RJP, faktor dan perawat.

B. Tujuan
Berharap penulis atau pembaca dapat mengetahui konsep medis dari penyakit trauma
dada.

C. Rumusan masalah
1. Apa itu trauma dada ?
2. Apa etiologi trauma thoraks?
3. Apa manifestasi trauma thoraks?
4. Jenis trauma dada apa saja yang ada?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

Trauma dada, baik itu tumpul atau penetrasi merupakan sumber morbiditas dan
mortalitas yang signifikan. Karena dada terdiri dari banyak organ yang bertanggung
jawab untuk ventilasi, oksigenasi, dan sirkulasi, cedera reumatik pada dada dapat
menyebabkankerusakan fungsi vital paling banyak. Trauma dada berpengaruh terhadap
salah satu seluruh komponen dinding dada dan kavum thorax. Trauma langsung pada
struktur tulang mengganggu pertukaran gas atau oksigenasi. Berdampak buruk pada
cardiac output yang disebabkan oleh kerusakan cardiac primer atau disfungsi, perubahan
tekanan intrathorakal dan penurunan venous return, atau gangguan pada pembuluh mayor
dan kehilangan darah masif.
Penyebab trauma dada yang paling banyak adalah tabrakan sepeda motor (motor
vechile crases/MVCs). Penganiayaan, jatuh, ledakan, trauma dada dapat dikategorikan
dalam kriteria mengancam nyawa.

B. Etiologi
1. Trauma tembus
a. Luka tembak
b. Luka tikam/tusuk
2. Trauma tumpul
a. Jatuh
b. Pukulan pada dada

C. Klasifikasi
Trauma dada dikelompokkan berdasarkan meknisme penyebab cedera, yaitu trauma
akibat benda tumpul dan trauma penetrasi akibat benda tajam.

1. Trauma tumpul
Trauma akibat benda tumpul menacu pada benturan pada dada yang menyebabkan
peningkatan tekanan di dalam rongga dada. Kondisi yang dikelompokkan ke dalam
trauma tumpul adalah tabrakan kendaraan bermotor (penyebab paling umum
terjadinya trauma dada), jatuh dari ketinggian, kekerasan dan kecelakaan akibat
ledakan. Hanya 10% dari seluruh kasus trauma tumpul pada dada yang memerlukan
prosedur pembedahan.

2. Trauma tajam
Trauma penetrasi akibat benda tajam mengacu pada trauma yang akibat penembakan,
luka tusuk dan luka lain yang menembus rongga dada. Meskipun jumlah kasus
trauma tumpul pada dada cenderung tinggi, trauma tajam pada dada menyebabkan
angka kematian yang lebih tinggi diabnding trauma tumpul. Lebih lanjut, trauma
tajam pada dada juga menyebabkan sekitar 15-30 persen orang yang mengalaminya
memerlukan penanganan beruba prosedur pembedahan. Angka tersebut lebih tinggi
jika dibanding kasus trauma tumpul dada.

D. Primary survey
Trauma yang mengancam hidup, dimulai dari penilaian jalan nafas (Airway) dan
ventilasi (Breathing):
1. Airway
Trauma pada jalan nafas harus dikenali dan diketahui selama fase primary survey
dengan:
a. Mendengarkan gerakan udara pada hidung, mulut dan daerah dada
b. Meneliti daerah orofaring karena summbatan oleh benda asing.
c. Mengawasi retraksi otot-otot intercostal dan supraklavikular.

2. Breathing
Penilaian kualitas pernafasan dengan cara :
a. Inspeksi : ada luka, perhatikan keseragaman gerak kedua sisi dada saat akhir
inspirasi atau ekspirasi.
b. Palpasi : ada kripitasi, nyeri tekan.
c. Perkusi : buyi sonor, hipersonor, prkak, timpani.
d. Auscultasi : bising nafas, bising abnormal.

Tanda gangguan pernafasn:


a. Pernafasan : <12 atau >20 kali / menit: berikan oksigen.
b. Pernafasan :<10 atau >30 kali / menit: bantu pernafasan bila perlu.

3. Circulation
Denyut nadi harus dinilai:
a. Kualitas
b. Frekuensi
c. Reguler / ireguler.

Denyut nadi readialis dan arteri dorsalis pedis tidak teraba: hipovolemia?
Lakukan palpasi dan inspeksi :
a. Tekanan darah
b. Tekanan nadi
1) Sirkulasi perifer, warna dan temperatur.
2) Pasang monitor jantung: distrimia/PVC? Trauma Miocard.
3) Pasang pulse oximeter: hipoksia/asidosis?
E. Trauma dada yang mengancam nyawa dengan segera
1. Tension pneumothorax
Tension pneumothorax terjadi ketika udara masuk ruang pleural sepanjang
inspirasi dan tidak dapat keluar selama ekspirasi. Udara berkumpul pada kavum
thorax menyebabkan ancaman hemodinamik yang mengancam nyawa. Peningkatan
tekanan intrathorakal menyebabkan sisi paru-paru yang mengalami trauma menjadi
kolaps. Tekanan dari akumulasi udara akan meningkat, paru – paru yang berlawanan
kolaps dan mediastinum bergeset,menekan jantung dan pembuluh vena besar. Venous
return, dan kemudian cardiac output, mengalami penurunan. Kondisi ini memerlukan
intervensi segera.
Tension pneumothorax disebabkan oleh trauma tumpul atau penetrasi, atau
komplikasi dari ventilasi mekanik. Pasien dengan pneumothorax kecil dengan cepat
setelah ventilasi tekanan positif, dengan bag-mask atau ventilator mekanik, dapat
diketahui sejak awal.

a. Tanda dan gejala


 Respiratory distress berat; dyspnea, gelisah dan takipnea
 Tanda penurunan curah jantung; takikardi, hipotensi, perfusi parifer yang
tidak baik, sianosis, dan gelisah
 Distensi vena jugularis karena mediastinum bergeser dan pembuluh vena
besar
 Deviasi trakea, menjauh dari sisi yang terkena (mengarah pada paru-paru
yang baik) dan memmungkinkan deviasi mdiatinum
 Hasil perkusi hipersonor pada dinding dada sisiyang terkena
 Bunyi jantung menjauh
 Gejala seperti distensi vena jugularis, pergeseran trakea dan sianosis akan
meningkat saat kondisi memburuk, dan pasien mungkin menunjukkan
tanda perburukan hipoksia seperti penurunan tingkat kesadaran

b. Prosedur Diagnostik
 Temuan klinis mungkin mengindikasikan perlu untuk dekompresi jarum
(lihat ‘intervensi terapeautik’ dibawah ) pada paru-paru yang terkena
sebelum melakukan prosedur diagnostik khusus, seperti radiografi dada.
 Radiografi dada: deviasi trakea dan pergeseran mediatinal mungkin
ditemukan

c. Intervensi Terapeautik
 Dukung airway, breathing dan circulation pasien; berikan suplementasi
oksigen.

KLASIFIKASI TRAUMA DADA


Trauma dada yang segera Trauma dada yang Trauma dada yang
mengancam jiwa berpotensi mengancam jiwa mengancam jiwa
Tension pneumothorax Disrupsi aorta Simple pneumothorax
Tamponade kordis Trauma kardiak tumpul Fraktue iga
Pneumothorax terbuka (konsusio kardiak Fraktur sternum
Hemothorax masif Distrupsi tracheobronchial Fraktur klavikula
Flail chest Robekan diafragma Fraktur skapula
Disrupsi esophagus

temuan pengkajian Kemungkinan penyebab injuri

Pernapasan Pneomothorax
Bunyi napas tidak simetris, Hemothorax
Ekspansi dada tidak simetris Obstruksi benda asing
Selang endotrakeal tidak pada tempatnya
Tension pneumothorax
Pergerakan dada paradoksal luka Flail chest
pada dinding dada Luka dada terbuka (open “sucking” chest
wound)
Udara subkutan Disrupsi tracheobronchial
Terauskultasi suara bowel/bising usus Ruptur diapragma
di dada
Sirkulasi Pneumotohrax masif
Tanda syok Tension aorta
 Perfusi kulit buruk Disrupsi aorta
 Perubahan tingkat kesadaran Tamponade kordis
 Takikardi
 Hipotensi Tamponade kordis
Bunyi jantung melemah Tamponade kordis
Distensi vena jugularis, tekanan Tension pneumothorax
vena sentral meningkat Transeksi aorta tidak komplet
Perbedaan tekanan darah pada
lengan

PENEMUAN ABNORMAL PADA PENGKAJIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN


TRAUMA DADA YANG MENGANCAM JIWA

2. Tamponade Kordis
Tamponade kordis adalah pengumpulan darah atau berkuan darah pada rongga
perikardial; akumulasi darahtersebut menekan jantung, membtasi pengisian ventrikel
dan menurunkan curah jantung. Penurunan fugsi jantung lansgung berhubungan
dengan kecepatan dan luasnya akumulasi cauiran. Jika akumulasi berlangsung cepat,
sebanyak 100-150 mL darah rongga perkardial dapat berpengaruh buruk terhadap
curah jantung. Penyebab utama tamponade kordis adalah trauma dada penetrasi (80-
90%) seperti luka temmbak.
a. Tanda dan gejala
 Nyeri dada
 Takikardi, takipnea, dan dispenia
 Bec’s triad (terjadi hanya pada sepertiga pasien dengan tamponade)
 Hipotensi
 Distensi vena leher (mungkin tidak ada pada hipovolemia berat)
 Suara jantung lemah atau terdengan jauh
 Perubahan status mental
 Pulsus paradoxus-penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg
selama inspirasi, disebabkan oleh menurunnya aliran baik vena.
b. Prosedur Diagnostik
 Elektrokardigram (EKG) mungkin menunjukkan;
- Voltase rendah kompleks QRS
- Pulseless electrical activity
- Perubahan arus listrik- amplitudo komplek QRS berubah
 Radiografi dada mungkin normal pada awalnya; mungkin terdapat
pelebaran mediatrum atau pembesaran bayangan jantung
 Focused Assesment with sonography for Trauma (FAST) selama
pengkajian primer dan sekunder mempunyai tingkat tingkat negative
yang signifikan
 Bedside echocardiography
 CT scan jika hemodinamik pasien stbil

c. Intervensi terapeutik
 Dukung airway, breating, and circulation; berikan oksigen tambahan
 Infus cairan intravena dengan cepat untuk meningkatkan tekanan
pengisian cardiac
 Pada pasien dengan hemoninamik tidak stabil, pericardiocentesis jantung
mungkin diperlukan untuk mengurangi tekanan jantung sementara,
memperpanjang waktu untuk memindahka pasien ke ruang operasi atau
pusat penanganan khusus
 Intervensi pembedahan secara umum diperlukan

3. Penumothorax Terbuka
Jika luka penetrasi berhubungan langsung dengan ruang pleura, maka udara
memasuki thorax dan tekanan negatif intrathorakal hilang. Seperti ada pneumothorax
tertutup, paru-paru pada sisi yang terkena kolaps. Udara berlanjut masuk dan keluar
rongga dada melalui luka terseut selama pasien inspirasi, membuat suara menghisap
(stucking sound). Jika luka pada dinding dada mendekati dua pertiga diameter trakea,
pada waktu inspirasi udara akan memilih masuk ruang pleuara daripada melalui jalan
napas atas pasien. Situasi ini menghasilkan hipoksida berat dan hiperkapnea.

a. Tanda dan gejala


 Riwayat trauma dada penetrasi; terlihat luka di dada (mungkin sekecil
lubang pemecah es)
 Tanda distres pernapasan; dispnea, takipnea, gelisah, dan sianosis.
 Terdengar suara menghisap (sucking sound) pada saat inspirasi
 Ekspansi dada asimetris
 Gelembung darah di sekitar luka pada saat ekspirasi. Dapat berkembang
emfisema subkutan

b. Proedur Diagnostik
 Temukan pengkajian klinis
 Radiografi dada akan menunjukkan tanda pneumotohorax

c. Intervensi terapeutik
 Dukung airway, breathing, dan circulation, berikan oksigen tmbahan
 Tutup luka dengan blutan tertutup tiga sisi secepatnya
 Observasi pasien dengan ketat terhadap perkembangan menjadi tension
pneumotorax (distres respirasi meningkat, distensi vena jugularis,
hipotensi). Jika tension pneumothprax terjadi, angkat balutan secepatnya
untuk mengurangi tension.
 Siapkan insersi tube dada secepatnya.

4. Hemothorax
Hemothorax merupakan akumulasi darah di ruang pleura dan dapat terjadi akibat
trauma penetrasi maupun trauma tumpul. Seringkali diikuti oleh pneumothorax,
perdarahan disebabkan laserasi pada intercosta, vena atau arteri mamae interna, atau
dari kerusakan parenkim paru secara langsung. Hemothorax masif dihasilkan dari
akumulasi cepat lebih dari 1500 Ml darah pada rongga dada dan menyebabkan
kerusakan repirasi dan sirkulasi.

a. Tanda dan gejala


 Tanda distres respirasi; dispnea dan takipnea
 Nyeri pada saat inspirasi
 Pergerakan dinding dada asimetris
 Tanda klinis syok hipovolemi; takipnea, takikardi,hippotensi akral dingin,
penurunan capillary refil, gelisah, dan kebingungan
 Penurunan suara napas pada sisi yang terkena
 Perkusi dullness pada sisi yang terkena
b. Prosedur diagnostik
 Lakukan airway, dan breathing, berikan oksigen tambahan.
 Perbaiki volume darah yang bersirkulasi dengan kristaloid dan produk
darah intravena
 Bantu penempatan tube dada.
 Tube ukuran besar dimasukkan pada ics keempat atau kelima pada
linea midaksilaris.
 Hubungkan tube dengan suction.
 Jaga unik drainase lebih rendah dari dada untuk membantu aliran
drainase.
 Jaga unit menghadap ke atas untuk mencegah hilangnya sistem
water seal
 Kaji dan dokumentasikan fluktuasi drainase pada selang, termasuk
output, warna drainase pada selang, termasuk output, warna
drainase, ada atau tidaknya kebocoran udara, juga lakukan
pengkajian sesuai pengkajian FOCA.
 Pertimbangkan autotransfusi
 Siapkan pembedahan darirat jika drainase awal lebih dari 1500 ml atau
drainase awal 1000 ml yang diikuti 200 ml drainase tiap 2 sampai 4 jam.

5. Flail chest
Flail chest terjadi dua atau lebih costa yang berurutan menglami fraktur pada dua atau
lebih tempat atau ketika sternum lepas. Segmen yang patah kehilangan kontinuitas
dengan dinding dada dan mengakibatkan perubahan tekanan intrathorakal melalui
gerakan paradoksal. Gerakan paradoksal dapat diartikan sebagai pergerakan segmen
flail berlawanan dengan dinding dada yang utuh. Pada waktu inpirasi, segmen yang
patah bergerak ke dalam, walaupun normalnya bergerak ke luar; seringkali segmen
yang patah tidak terlihat pada awalnya, ditemukan ketika pasien kelelahan akibat
peningkatan kerja pernapasan. Kerja pulmonal terganggu akibat flail cgest akan tetapi
gangguan akibat cedera pulmonal di bawahnya lebih signifikan.

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN AUTOTRANSFUSI

KEUNTUNGAN
Tersedia denga cepat terbatas untuk luka tidak terkontaminasi

Tidak ada ketakutan ketidakcocokan memerlukan peralatan khusus dan operator


Tidak terjadi komplikasi yang berhubungan terlatih
dengan darah yang tersimpan (9hiperkalemi,
hipokalmei, asidosis metabolik) tidak dapat digunakan pada luka yang terjadi >4-6
jam
Darah sesuai dengan temperatur tubuh,
hipotermi sekunder minimal
Mingkin dapat diterima pada pasien dengan
kepercayaan tertentu untuk transfusi darah

a. Tanda dan gejala


 Nyeri dada dan krepitasi tulang
 Distres resoirasi; dispnea, takipnea, dan kegagalan respirasi mungkin
terjadi
 Hemothorax dan pneumothorax
 Pergerakan dinding dada asmetri atau pergerakan paradoksal
 Kemungkinan emfisema subkutan.

b. Prosedur diagnostik
 Radiografi dada dan CT scan menunjukkan fraktur costa atau sternal
 Analisa gas darah (AGD) untuk menentukan status ventilasi

c. Intervensi Terapeutik
 Lakukan manajemen dengan narkotik sistemik, blok syaraf intercosta, atau
blok epidural
 Berikan oksigen tambahan untuk mempertahankan Po2 80-100 mmHg;
monitor oksimetri nadi secara kontinue
 Intubasi endoktrakheal dengan menggunakan ventilasi mekanik dan
positive end expiratory pressure (PEEP)
 Koreksi hipovolemia; berikan kristolid intravena secara bijaksana karena
kemungkinan kontusio pulmonal di bawahnya
 Pertimbangkan untuk inap atau di fasilitas penanganan khusus
 Antisipasi kemungkinan pembedahan untuk fiksasi internal segmen yang
patah
 Jangan lakukan stabililasi pada segmen yang patah dengan menggunakan
sandbags; tetapi gunakan splinting dengan gulungan handuk yang dapat
memberikan keuntungan jika hal tersebut meningkatkan volume tidak
pasien.

6. Ruptur Miokardium
Ruptur miokardiu traumatik dapat terdiri dari perforasi ventrikel (paling banyak
terjadi) atau atrium atau laserasi atau ruptur septum ventrikel atau katup jantung
(daun katup, chorde tendineae, otot papilaris). Tidak mengherankan, penyebab paling
banyak ruptur mokardium adalah tabrakan kendaraan bermotor kecepatan tinggi. Hal
ini hampir selalu menimbulkan kematian dengan cepat yang terjadi akibat pendarahan
atau tamponade kordis. Jika perikardium masih utuh, perdarahan mungkin
tertampung sementara, pindahkan pasien yang survive secepatnya ke departemen
gawat darurat.

a. Tanda dan gejala


 Hipotensi berat yang tidak berespon terhadap resusitasi cairan
 Distensi vena leher; mungkin tidak ada pada kondisi hipovolumia
 Suara jantung terdengar jauh
 Murmur kasar terdengar jauh
 Sianosis pada torso bagian atas, lengan dan kepala
 Sedikit tanda trauma thorax atau trauma dada masif

b. Prosedur diagnostik
 Radiografi dada untuk menemukan trauma dada lain seperti
hemopneumothorax
 Pemeriksaan FAST, transthoracic echocardiogram (TTE), and
transesophageal echocardiogram (TEE)

c. Intervensi terapeutik
 Minimalkan waktu prephospital pada tempat kejadian (“load and go”),
khususnya pada daerah perkotaan
 Intervensi pembedahan secepatnya merupakan pilihan dalam penanganan
 Pericardiosintesis dapat dilakukan sebagai penanganan sementara sampai
pembedahan dapat dilakukan
 Jika pasien tiba di departemen gawat darurat dengan tanda vital dan
kemudian mengalami henti kardiopulmonal, thoracotomi terbuka
(resuuciative thoracotomy) harus dipertimbangkan.

F. Trauma dada yang potensial mengancam nyawa


1. Injuri Aorta
Injuri pada aorta dapat terjadi dari lubang sobekan kecil (transeksi persial) sampai
ruptur aorta kopler yang menghasilkan perdarahan masif dan tingkat mortalitas awal
sebesar 60%-90%. Jika transeksi yang terjadi parsial, pasien mungkin bertahan
sampai dipindahkan ke rumah sakit, akan tetapi hampir semua pasien mempunyai
injuri serius, sisi yang paling umum mengalami injuri aorta adalah bagian distal arteri
subelavikula (isthmus aorta) dan akar aorta.

a. Tanda dan gejala


 Riwayat injuri deselarasi mendadak (tabrakan sepeda motor (MVC) tanpa
sabuk pengaman, terpental dari s[eda motor, jatuh dari ketinggian)
 Tanda signifikan trauma dinding dada (fraktur skapla, fraktur costae
pertama atau kedua, fraktur sternal, terbentue roda kemudi)
 Nyeri dada
 Nyeri punggung
 Tanda distres pernapasan; dispnea dan takipnea
 Tanda kegawatan sirkulasi : takikardi, hipotensi, perubahan tingkat
kesadaran, penurunan perfusi perifer.
 Murmur berat pada regio paraskapular
 Tekanan darah tidak sama pada ektremitas bagian atas
 Paraplegi akibat dari iskemi bagian distal aorta yang mengalami injuri

b. Prosedur Diagnostik
 Radigrafi dada
 Mediastinum melebar
 Gambaran aortic knob tampak kabur atau tidak terlihat
 Hemothorax
 Elevasi bronkus kanan
 CT dada apabila hemodinamik pasien stabil
 Pemeriksaan FAST pada dada, TEE, atau TEE
 Aortografi merupakan standar emas untuk mendeteksi injuri aorta,
sehingga mendapatkan visualisai aorta dan setiap tetesan ataupun/
sumbatan

c. Intervensi Terapeutik
 Dukung airway dan breathing; berikan oksigennasi tambahan
 Kontrol perdarahan apapun sumbernya (hemopneumothorax, fraktur
tulang panjang atau pelvis stabil, perdarahan intraknial)
 Resusitasi cairan dengan kritolaloid atau produk darah.
 Jika transeksi parsial, berikan short-acting beta-blockers (labetalol,
esmolol) untuk menurunkan heart rate dan menurunkan MAP mendekati
60 mmHg. Terapu ini memungkinkan pasien untuk dipindahkan ke pusat
perawatan khusus.
 Penempatan stent endovaskuler pada sisi yang mengalami transeksi parsial
apabila memungkinkan.
 Pembedahan terbuka dengan bypass cardiopulmonal mungkin diperlukan

2. Cedera tumpul jantung (Blunt Cardiac Injury)


Cedera tumpul jantung / blunt cardiac injury (BCI) terjadi lebih sering dari pada yang
terdiagnosis; hal tersebut tidak terlihat karena adanya cedera yang lebih parah. Cedera
tumpul jantung/BCI harus dipertimbangkan ketika mekanisme cedera adalah tabrakan
kendaraan bermotor dengan cedera akselerasi-deselarasi (khususnya ketika dada
menghantam roda setir(, crush injury, atau jatuh dari ketinggian. Cedera tumpul
jantung/BCI dapat disebabkan oleh kompresi dada selama resusitasi jantung paru
(RIP).

a. Tanda dan gejala


 Nyeri dada ringan sampai berat, biasanyan tidak menyebar sampai lengan
atau jdagu, dan tidak hilang dengan nitrogliserin
 Konstusio dan abrasi dinding dada
 Takikardi dan hipotensi
 Dispnea
 Mungkin terdapat tanda tamponade kordis

b. Prosedur Diagnostik
 Kecurigaan yang tinggi pada mekanisme injuri
 Monitoring jantung terus menerus mungkin menunjukkan sinus takikardi,
ventrikuler prematur atau kontraksi atrium, fibrilasi atrium.
 EKG 12 lead mungkin menunjukkan ST elevasi di segmen V1, V2, V3,
dan pola right bndle branch
 Echocardiogram transesophageal atau transthorasic untuk
mengidentifikasi untuk mengidentifikasi pergerakan dinding ventrikel kiri
abnormal
 CKMB dan troponin mungkin meningkatkan tetapi temuan tersebut bukan
merupakan predikator yang akurat

c. Intervensi Terapeutik
 Penanganan sama pada pasien dengan infark miokard akut, dengan
pengecualian terapi fibrinolitik
 Berikan oksigen tambahan
 Tempatkan pasien semi fowler dan bed rest
 Berikan analgesik untuk nyeri dada
 Pindahkan pasien ke unit intensif untuk monitoring jantung dan
hemodinamik
 Jika terdapat tanda kegagalan jantung, gunakan vasopressor untuk
menjaga tekanan darah 90 mmHg dan inotropik untuk meningkatkan
kontraktilitas
3. Kontusio pulmonal
Kuntosio pulmonal merupakan trauma dada potensial mengancam nyawa yang paling
banyak dan dapat terjadi berdamaan dengan trauma dada tumpul berat (kecelakaan
bermotor, jatuh dari ketinggian), luka tembak dengan kecepatan tinggi, atau
barotrauma berat akibat ledakan. Memar pada paremkim paru menyebabkan
kerusakan pada alveoli-membran kapiler dan edema alveoli dan perdarahan.
Kegagalan repirasi yang disebabkan hal tersebut dapat bertambah buruk beberapa jam
dan dalam kondisi tersebut jelas pasien lebih membutuhkan perawatan di unit
intersive dari pada di departemen gawat daryrat. Oleh karena iyu kecurigaan tinggi
mengenai kondisi tersebut harus menjadi paduan dalam pengkajian dan penanganan
pasien dalam kondisi tersebut.

a. Tanda dan gejala


 Tanda distres respirasi: dispnea, takipnea, gelisah, dan agitasi
 Nyeri dada dan memar pada dinding dada
 Batuk tidak efektif atau hemoptisis
 Penurunan bunyi napas, crackles, dan wheezing
 Adanya cedera berat lain pada dada.

b. Prosedur diagnostik
 Radiografi dada dapat menunjukkan infiltrasi akan tetapi hal tersebut
mungkin tidak terlihat sampai 2 jam atau lebih setelah cedera
 Monitor AGD untuk mengetahui hipoksia progresif
 Pemantauan SpO secara terus menerus

c. Intervensi terapeutik
 Berikan oksigen tambahan aliran tinggi; manajemen jalan napas lanjut
mungkin diperlukan jika hipoksia terjadi signifikan atau progresif
 Hati-hati dengan resusitasi cairan untuk meminimalkan terjadinya edema
pulmo intertisial
 Pertimbangkan pemasangan jalur arteri untuk menentukan AGD secara
rekuen
 Pertimbangkan support ventilasi non invasif untuk mencegah intubasi
endoktrakheal dan ventilasi mekanik, dimana hal terebut meningkatkan
morbiditas (ventilator associated pneumonia, sepsis) dan lama perawatan
di rumah sakit.
 Sediakan pengontrol nyeri yang adekuat

4. Disrupsi TrakheaobronkialG.
Kerusakan traumatik pada trakeobronkial merupakan cedera yang jarang diakibatkan
oleh trauma tumpul, lebih sering pada trauma dada penetrasi. Kerusakan terjadi
paling banyak pada 2 cm penetrasi. Oertimbangan injuri trakebronkial jika terdapat
riwayat tendangan karate atau injuri akibat rentangan tali, atau ketika terdapat
mekanisme cedera hentaman leher keroda setir pada kecelakaan kendaraan bermotor.
Jika pasien mengalami hantaman langsung atau penetrasi pada leher, kaji injuri
servikal atau thorax yang menyertai.

a. Tanda dan gejala


 Tanda obstruksi jalan napas: dapat terjadi secara cepat atau progresif
 Tanda distres respirasi: dispnea dan takipne
 Hoarseness
 Hemoptsis
 Emfisema sebcutan pada leher, wajah, atau area suprasternal
 Hamman’s (suara mengunyah atau gelembung, bersamaan dengan denyut
jantung, auskultasi diatas perikardium) mengindikasikan udara pada
mediastinum
 Jika pasien stabil, dapat dilakukan pemeriksaan gastrointestinal atas,
esophagoscopy, atau gastroscopy
 Bedside endoskopi

b. Prosedur Diagnostik
 Radiografi dada untuk melihat udra, pneumtothorax, fraktur iga yang
terjadi bersamaan
 Bronskopi untuk mendeteksi kerusakan
c. Intervensi Terapeutik
 Pertahankan jalan napas paten, intubasi endoktrakheal atau trakeostomi
mungkin diperlukan
 Berikan oksigen tambahan aliran tinggi
 Antisipasi dengan pemasangan selang dada dan mediatinum
 Jika tidak ada kontraindiksi pada cedera lain yang berhubungan,
tempatkan pasien pada posisi semi fowler
 Antisipasi kemungkinan pembedahan untuk perbaikan.

5. Ruptur diafragma
Ruptur diafragma dapat terjadi akibat trauma penetrasi, seperti luka tembak atau luka
tusuk, atau trauma tumpul yang disebabkan karenakan tabrakan kendaraan dengan
kecepatan tinggi. Ruptur paling banyak terjadi pada diafargma kiri dikarenakan
diafragma kanan mempunyai struktur yang lebih kuat dan sebagian terlindungi oleh
hati. Ruptur atau sobekan pada diafragma memungkinan terjadinya herniasi organ
abdomen ke kavum dada. Hal inin menyebabkan gangguan pada respirasi
danventilasi. Injuri pada thorax bagian bawah atau abdomen bagian atas
meningkatkan kewaspadaan terhadap cedera ini.

a. Tanda dan gejala


 Dispnea dan orthopnea
 Disfagia (kesulitan menelan)
 Bowel sound/suara bising usus rongga dada
 Nyeri dada, mungkin menyebar di bahu kiri (kehr’sign)
 Penurunan suara napas pada sisi yang terkena
 Makanan yang tidak tercerna yang feses di selang drainase dada

b. Prosedur Diagnostik
 Radigrafi dada pada awalnya tetapi kaji unik:
 Peningkatan diafragma kiri
 Herniasi usus ke rongga dada
 Orograstik atau nasogastik tampak menggulung di rongga dada
 Tidak adanya sudut kosofrenik di sisi yang berlawanan dengan yang mengalami cedera
 CT dada dan abdomen
 Pemeriksaan FAST mungkin mengindikasikan kenaikan diafragma

c. Intervensi terapeutik
 Pertahankan airway, breathing, dan circulation
 Selang orogastic atau nasogastrik untuk dikompresi perut
 Intervensi pembedahan darurat atau pindahkan pasien secepatnya ke
fasilitas penanganan khsus seperti perbaikan

6. Disrupsi esofagus
Dinding esofagus dilindungi dengan baik karena lokasinya yang berada di
mediastinum posterior sehingga gangguan esofagus akibat akibat trauma jarang
terjadi. Kerusakan ini biasanya tidak berdiri sendiri dan mungkin merupakan hasil
dari trauma penetrasi atau trauma tumpul. Ruptur esofagus seharusnya
dipertimbangkan pada kasus fraktur iga pertama dan kedua, fraktur servikal, dan
robek pada laryngotrakel

a. Tanda dan gejala


 Nyeri dada berat yang berlangsung mendadak atau nyeri leher setelah
mengalami trauma
 Takipnea, dispnea, stridor, dan gangguan pada jalan napas
 Nyeri telan dan disfagia
 Emfisema subkutan
 Hamman’sign: terdengar seperti mengunyah pada setiap denyutan jantung
dikarenakana akumulasi udara di mediastinum
 Pneumothorax dan hemothorax
 Isi lambung atau empedu pada drainase selang dada
 Udara bebas di inra abdominal
 Mortalitas tinggi akibat sepsis jikaterlambat menegakkan diagnosa lebih
dari dari 24 jam

b. Prosedur Diagnostik
 Radiografi dada mungkin menunjukkan :
 Elevasi hemidiafragma
 Kemungkinan terdapat bowel pattern (pola suara usus) di dada
 NGT melewati abdomen dan melingkar di rongga dada
 Jika pasien stabil, dapat dilakukan peneriksaan gastrointestinal atas, esophagoscopy, atau
gastroscopy
 Bedside endoskopi

c. Intervensi terapeutik
 Dukung jalan napas, pernapasan dan sirkulasi ; intubasi endotrakeal bisa
dilakukan
 Berikan akses intravena dan mulai berikan cairan
 Antisipasi pembedahan darurat atau pasien dipindahkan ke fasilitas khusus
untuk perbaikan

G. TRAUMA DADA TIDAK MENGANCAM NYAWA


1. Pneumotohrax sederhana
Pneumothorax sederhana atau tertutup terjadi ketika terjadi kebocoran paru-paru,
bronchus, atau trakhea bagian bawah yang mengakibatkan thorax kehilangan tekanan
negatifnya dan paru-paru mengalami kolaps tottal atau partial. Pneumothorax
tertutup sering diakibatkan oleh tusukan pada iga atau kompresi dada menekan glotis
yang tertutup (sama dengan meniup dan meletuskan kantong kertas); penyebab
iatrogenik meliputi kanulasi vena jugularis interna atau sublaikula. Pneumothorax
spontan dapat terjadi akibat lepuhan atau kista yang mengalami ruptur.

a. Tanda dan gejala


 Riwayat taruma dada tumpul atau cedera akibat ledakan
 Nyeri dada tajam, pleuritik dengan onset mendadak
 Tanda distres respirasi: dispnea dan takipnea
 Penurunan suara napas pada sisi yang terkena
 Pergerakan dinding dada tidak simetris
b. Prosedur diagnostik
 Adanya temuan pneumothorax pada radiografi dada
c. Intervensi Diagnostik
 Berikan oksigenasi tambahan; pemantauan SpO2 berkelanjutan
 Jika tidak ada konraindikasi tempatkan pasien pada posisi semi foler untuk
memperbaiki ekspansi dada
 Siakan insersi selang dada sesuai indikasi

2. Fraktur Iga
fraktur ifa merupakan cedera thorax yang paling sering ditemukan. Fraktur seiring
dihasilkan dari hantaman pada dada secara langsung tetapi juga dpat disebabkan oleh
penetrasi objek seperti tongak apagar atau peluru. Farktur dada iatrogenik terjadi
akibat dari kompresi adada atau abdominal trust.
Fraktur iga terjadi pada umunya terjadi di bagian lengkungan, yang merupakan
bagian yang paling lemah. Fraktur paling terjadi pada iga ke 4 – 9. Fraktr pada
strenum atau iga pertama atau kedua mengidentifikasikan energi yang mempengaruhi
tubuhsangat besar; pertimbangkan cedera cardiac atau cedera raskular yang
menyertai. Di sisi lan, fraktur pada iga bagian bawah mungkin menyebabkan robekan
pada diafragma atau cedera hati dan lien dan perdarahan lanjutan.

a. Tanda dan gejala


 Nyeri yang meningkat dengan pergerakan dan inspirasi
 Poin tenderness (pasien dapat menunukkan lokasi daerah yang nyeri)
 Bebat otot dada untuk menurunkan pergerakan dinding dada selama
inspirasi
 Abrasi, kemerahan, atau ekimosis pada sisi yang mengalami cedera dan
nyeri
 Teraba deformitas (stepp-off) apabila tulang yang mengakami fraktur
terpisah dan berpindah dari posisi normalnya
 Kapasitas pada bagian yang mengalami fraktur
 Kemungkinan terjadi emfisema subkutan apabila berhubungan dengan
cedera paru-paru atau tracheobronchial

b. Prosedur Diagnostik
 Radiografi dada untuk mengidentifikasi fraktur dan menyingkirkan cedera
thorax lainnya
 CT dada untuk mengevaluasi cedera jaringan lunak
 Arteriografi jika dicurigai terjadi injuri vaskular
c. Intervensi terapeutik
 Sediakan manajemen nyeri dengan angesik oral, nerve block intercostal,
atau anastesi epidural untuk membantu ventilasi dan ekspansi dada
adekuat
 Batasi aktivitas
 Berikan terpai dingin untuk 2 jam pertama, berikutnya terapi panas
 Pasien lansia dengan penyakit yang menyertai mengalami penurunan
perkembangan paru-paru dan mungkin membutuhkan hospitalisasi
 Monitor status respirasi dengan ketat untuk mendeteksi adanya perburukan
lebih awal
 Instruksikan pasien penggunaan spirometer secara tepat
 Tulang iga pada anak kecil terutama terususn dari kartilago dan secara
umu lebih lentur dan tidak mudah patah, pertimbangkan adanya
maltreatment pada kondisi fraktur yang tidak dapat dijelaskan
 Sabuk atau pengikat dada membatasi pergerakan dada, menyebabkan
atalektasis, dan merupakan kontraindikasi.

3. Fraktur sternum
Fraktur pada sternum memerlukan tenaga yang sangat kuat; kondisi ini jarang
merupakan cedera yang berdiri sendiri. Sisi yang paling banyak mengalami fraktur
adalah bagian junction atau manubrium dan badan sternum (angle/ sudut lous) pada
ICS kedua. Sternum yang terlepas total dipertimbangkan sebagai flail segmen yang
sangat memerlukan penananagnan
Fraktur sternal secara umum dihasilkan oleh hantaman lansgung, sering
diakibatkan dari efek menghantam roda setir dengan kecepatan tinggi pada
kecelakaan mobil khusunya pada pasien lanjut usia, fraktur sternal dapat merupakan
komplikasi dari RIP.

a. Tanda dan gejala


 radiografi dada dan CT dada untuk melihat fraktur
 EKG 12 lead dan monitoring jantung secara berkelanjutan untuk
mendeteksi distrimia dan gangguan konduksi
 Biomarker jantung untuk memastikan tidak adanya trauma tumpul
jantung yang menyertai

b. Intervensi terapeutik
 Pengkajian ulang secara frekuen untuk mendeteksi kemungkinana
kuntosio pulmonal atau trauma tumpul jantung
 Kontrol nyeri untuk mendukung ventilasi adekuat
 Pembedahan yang memungkinkan untuk fiksasi sternum

4. Fraktur Klavikula
Klavikula merupakan bagian yang sering dan mudah mengalami fraktur. Fraktur
klavikula paling sering diakibatkan oleh energi tumpul dan secara khas ditemukan
pada cedera atlet akibat hantaman lateral atau jatuh dengan tangan menyangga.
Fraktur ini secara umum banyak pada anak-anak dan umunya tidak dianggap serius.
Fraktur kalvikula biasanya merupakan cedera tertutup dan dikategorikan berdasarkan
lokasi yang menglami patahan: distal (15%), tengah (80%) dan medial (5%). Fraktur
medial (dekat dengan sternum) dapat dihubungkan dengan cedera lain, seperti fraktur
costae pertama, fraktur sternum, dan pembuluh vena besar.

a. Tanda dan gejala


 Nyeri, pembengkakan dan memar diatas sisi yang fraktur
 Teraba deformitas pada daerah fraktur (step-of defect)
 Pergeseran inferior dan anterior bahu akibat hilangnya sokongan dari
tulang klavikula
 Penurunan pulsasi, sensai dan kelemahan motorik
b. Prosedur diagnostik
 Ice pack (d\kompres dengan es) pada area yang terkena
 Nonsteroidal anti- infammatory drugs atau narkotik untuk manajemen
nyeri
 Imobilasasi dengan sling
 Secara hati-hati kaji pulsasi padalengan sisi yang mengalami cedera untuk
mendeteksi kemungkinan kerusakan pada plexus brachialis
 Antisipasi reduksi tertutup pada fraktur pergeseran atau pembedahan
untuk reduksi terbuka pada fraktur terbuka

5. Fraktur Skapula
Harus ada kekuatan dan energi yang besar untuk memetahkan skapula. Cedera yang
jarang, fraktur skapua bermotor kecepatan tinggi atau jatuh dari ketinggian dan
biasanya berhubungan dengan cedera signifikan pada dada dan paru-paru.

a. Tanda dan gejala


 Nyeri yang berhubungan erat dengan pergerakan
 Jika sadar, mungkin memegang lengan mendekat dengan badan
 Tenderness (peka terhadap rasa nyeri), krepitasi, pembengkakan da
hematom diatas bagian fraktur

b. Prosedur Diagnostik
 Radiografi dada atau bahu; fraktur skapula pada awalnya diabaikan karena
berhubungan dengan cedera yang mengancam jiwa

c. Intervensi terapeutik
 Penanganan cedera mengancam jiwa yang mungkin terjadi bersamaan
 Manajemen nyeri
 Imobilisasi dengan sling
 Pembedahan untuk reduksi terbuka pada fraktur pergeseran yang berat
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma dada / thorax suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul maupun
tajam pada dada atau dinding toraks, yang penyebab kelainan (bentuk) pada
rangkatoraks. Perubahan bentuk pada toraks akibat trauma dapat penyebab gangguan
fungsi atau luka pada organ bagian dalam rongga thoraks seperti jantung dan paru-paru,
sehingga dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatis seperti hemothoraks,
pneumothoraks, tamponade jantung dan sebagainya.

Trauma dada diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu


1. Trauma tajam
2. Trauma tumpul

B. Saran
Penulis mengetahui bahwa makalh ini jauh dari kata sempurna sehingga sedang
mengharapkan saran dan kritik yang dibangun dari pembaca makalah ini sehingga bisa
mendekati kata sempurna. Pendapat dari para pembaca sangat berarti bagi kami guna
evaluasi untuk menyelamatkan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

belinda B,Hammond,MSN,RN,CEN,CCRN, p. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy.


singapore.

pipin Yunus, R. H. (2020, juni). juernal Sains Kesehatan. HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN
PENANGANAN AWAL PASIEN TRAUMA DADA, 4, 54-60.

Anda mungkin juga menyukai