Anda di halaman 1dari 42

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini kami susun sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan
medikal bedah dengan Diagnosa keperawatan pada pasien gangguan sistem
pernapasan Pneumothorax dan hemothorax
Terima kasih kami sampaikan kepada dosen mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya
terselesaikan tugas makalah ini.
Demikianlah tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan dapat
memenuhi tugas mata kuliah Patologi dan kami berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi diri kami dan khususnya untuk pembaca.
Tidak lupa pula kami mengharap kritik dan saran untuk memperbaiki
makalah kami ini, di karenakan banyak kekurangan dalam mengerjakan makalah
ini.

Samarinda, 30 November 2016

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................................................
1
C. Tujuan Makalah..................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Review anatomi fisiologi sistem pernapasan .....................................................
3
B. Pengkajian gangguan sistem pernapasan ...........................................................
4
C. Diagnose keperawatan pasien gangguan sistem pernapasan .............................
10
D. Perencanaa keperawatan pasien ganggauan sistem pernapasan.........................
11
E. Implementasi keperawatan pasien ganggauan sistem pernapasan .....................
14
F. Evaluasi asuhan keperawatan pasien ganggauan sistem pernapasan..................
24
G. Pemberian oksigen dengan berbagai cara...........................................................
25
H. Fisioterapi dada...................................................................................................
25
I. Tindakan Pemberian Inhalasi..............................................................................
27
J. Melakukan perawatan WSD...............................................................................

ii
33
K. Askep preop, intraop dan pascaop......................................................................

36

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.........................................................................................................

37

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................


38

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam
kavum/rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negati
f untuk dapatmempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi).
Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada
akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura
viseral dapat menyebabkanudara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga
paru akan kolaps. Paling seringterjadi spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat
pula sebagai akibat trauma toraks dankarena berbagai prosedur diagnostik
maupun terapeutik.Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi
pada TB paru sebelumditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah
dan dikenal sebagai pneumotoraks artifisial.
hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam
atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat
menyebabkan terjadinya hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan
dan tidak memerlukan intervensi operasi. Hemotoraks akut yang cukup
banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang
dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga
pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura,
dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi
darah atau cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap
kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik. Walaupun banyak faktor
yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita
hemotoraks, status fisiologi dan volume darah yang kelura dari selang dada
merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara
cepat dari selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih
dari 200 ml tiap jamuntuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi

1
darah terus menerus, eksplorasi bedah herus dipertimbangkan.

B. Rumusan Masalah
A. Apa definisi dari pneumothorax dan hemothorax ?
B. Bagaimana penanganan pasien pneumothorax dan hemothorax ?
C. Apa saja yang dilakukan pada pasien pneumothorax dan hemothorax ?

C. Tujuan
A. Untuk mengetahui definisi dari pneumothorax dan hemothorax.
B. Untuk mengetahui penanganan pasien pneumothorax dan hemothorax.
C. Untuk mengetahui apa saja uang harus dilakukan pada pasien
pneumothorax dan hemothorax.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan


1. Pengertian Pernafasan
Pernafasan merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung O2 dan mengeluarkan Co2 sebagai sisa dari oksidasi dari
tubuh. Penghisapan udara ke dalam tubuh disebut proses inspirasi dan
menghembuskan udara keluar tubuh disebut proses ekspirasi.Manusia
membutuhkan suplay oksigen secara terus-menerus untuk proses
respirasi sel, dan membuang kelebihan karbondioksida sebagai limbah
beracun produk dari proses tersebut.
Pertukaran gas antara oksigen dengan karbondioksida dilakukan
agar proses respirasi sel terus berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan
untuk proses respirasi sel ini berasal dari atmosfer, yang menyediakan
kandungan gas oksigen sebanyak 21% dari seluruh gas yang ada.
Oksigen masuk kedalam tubuh melalui perantaraan alat pernapasan dan
pada manusiadisebut alveolus yang terdapat di paru-paru berfungsi
sebagai permukaan untuk tempat pertukaran gas.

2. Saluran Pernafasan
Saluran pernafasan dari atas kebawah dapat dirinci sebagai berikut :
Rongga hidung, faring, laring, trakea, percabangan bronkus, paru-paru
(bronkiolus, alveolus). Saluran nafas bagian atas adalah rongga hidung,
faring dan laringdan saluran nafas bagian bawah adalah trachea, bronchi,
bronchioli dan percabangannya sampai alveoli.
Area konduksi adalah sepanjang saluran nafas berakhir sampai
bronchioli terminalis, tempat lewatnya udara pernapasan, membersihkan,
melembabkan & menyamakan udara dengan suhu tubuh hidung, faring,
trakhea, bronkus, bronkiolus terminalis.Area fungsional atau respirasi

3
adalah mulai bronchioli respiratory sampai alveoli, proses pertukaran
udara dengan darah.

3. Anatomi Fisiologi Rongga Thorax


Kerangka dada terdiri atas tulang dan tulang rawan. Batas batas
yang membentuk rongga di dalam thorax ialah :
a) Depan : Sternum dan tulang rawan igSpirometri dan Radiologia
iga.
b) Belakang : 12 ruas tulang punggung beserta cakram antarruas
(diskus invertebralis) yang terbuat dari tulang rawan.
c) Samping : Iga iga beserta otot interkostal
d) Bawah : Diafragma
e) Atas : Dasar leher.
f) Rongga thorax berisikan :
Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi penuh oleh paru paru
beserta pembungkus pleuranya. Pleura ini membungkus setiap belah, dan
membentuk batas lateral pada mediastinum. Mediastinum ialah ruang di
dalam rongga dada antara kedua paru paru. Isinya jantung dan
pembuluh pembuluh darah besar, usofagus, duktus torasika, aorta
desendens, dan vena kava superior, saraf vagus, dan frenikus dan
sejumlah besar kelenjar limfe.

B. Pengkajian Gangguan Sistem Pernafasan Pneumothoraks dan


Hematoraks (Anamnesa, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan
Labolatorium, Spirometri dan Radioterapi)
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan,
verifikasi, dan komunikasi data tentang klien. Fase proses keperawatan ini
mencakup dua langkah yaitu pengumpulan data dari sumber primer (klien)
dan sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai
dasar untuk diagnosa keperawatan (Bandman dan Bandman, 1995). Metode
pengumpulan data meliputi berikut ini :

4
1. Melakukan wawancara.
2. Riwayat kesehatan/keperawatan.
3. Pemeriksaan fisik.
4. Mengumpulkan data penunjang hasil laboratorium dan diagnostik lain
serta catatan kesehatan (rekam medik).

Pada pasien dengan gangguan system respirasi yaitu sebagai berikut :

1. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan yang telah
lalu.Perawat juga mengkaji keadaan pasien dan keluarganya.Kajian
tersebut berfokus kepada manifestasi klinik keluhan utama, kejadian yang
membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, dan riwayat psikososial.Riwayat kesehatan dimulai
dari biografi pasien. Aspek yang sangat erat hubungannya dengan
gangguan sistem pernapasan adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat
kerja dan tempat tinggal.

2. Keluhan Utama
Keluhan utama akan mentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan pasien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa
muncul antara lain :
a) Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada pasien dengan gangguan sistem
pernapasan. Tanyakan berapa lama pasien mengalami batuk dan
bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik atau
hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan apakah batuk produktif
atau non produktif.
b) Peningkatan Produksi Sputum
Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama dengan batuk
atau bersihan tenggorokan. Percabangan trakheobronkial secara

5
normal memproduksi sekitar 3ons mukus setiap hari sebagai bagian
dari mekanisme pembersihan normal. Produksi sputum akibat batuk
adalah tidak normal. Tanyakan dan catat warna, konsistensi, bau, dan
jumlah dari sputum. Jika terjadi infeksi, sputum dapat berwarna
kuning atau hijau, putih atau kelabu dan jernih. Pada keadaan edema
paru-paru, sputum berwarna merah muda karena mengandung darah
dengan jumlah yang banyak.
c) Dispnea
Dispnea merupakan suatu persepsi kesulitan bernapas/napas pendek
dan merupakan perasaan subjektif pasien.Perawat mengkaji tentang
kemampuan pasien saat melakukan aktivitas.
d) Hemoptisis
Hemoptisis adalah darah yang keluar dari mulut saat batuk. Perawat
mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan
hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru-paru biasanya
berwarna merah terang karena darah dalam paru-paru distimulasi
segera oleh reflek batuk.
e) Chest Pain
Nyeri dada dapat berhubungan dengan dengan masalah jantung dan
paru-paru.Gambaran lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat
untuk membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, kardiak dan
gastrointestinal.

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Yang perlu ditanyakan perawat kepada pasien tentang riwayat penyakit
pernapasan adalah:
a) Riwayat merokok
Merokok merupakan penyebab utama kanker paru-paru, emfisemia,
dan bronkitis kronis.Semua keadaan itu sangat jarang menimpa.
Anamnesis harus mencangkup usia mulainya merokok secara rutin,

6
rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari, dan usia menghentikan
kebiasaan merokok.
b) Alergi
c) Riwayat pengobatan masa lalu
d) Tempat tinggal

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru
ada tiga hal yaitu:
a) Penyakit infeksi
Khususnya tuberkulosis paru ditularkan melalui satu orang ke orang
lain. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi
akan dapat diketahui sumber penularannya.
b) Kelainan alergi
Contohnya asma bronkial
c) Pasien bronkitis kronis

5. Kajian Sistem (Review of System)


a. Inspeksi
Prosedur inspeksi yang dilakukan oleh perawat adalah:
1) Pemeriksaan dada dimulai dari dada posterior dan pasien harus
dalam keadaan duduk.
2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang
lainnya.
3) Tindakan dilakukan dari atas sampai ke bawah.
4) Inspeksi dada posterior terhadap warna kulit dan kondisinya
(skar, lesi dan massa) dan gangguan tulang belakang (kifosis,
skoliosis dan lordosis).
5) Catat jumlah (frekuensi napas), irama (reguler/irreguler),
kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakan dada.

7
6) Observasi tipe pernapasan seperti: pernapasan hidung atau
pernapasan diafragma serta penggunaan otot bantu pernapasan
dan retraksi intercostae.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I)
dan fase ekspirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya adalah 1 :
2. Fase ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya
obstruksi pada jalan napas dan sering ditemukan pada pasien
dengan Chronic Airflow Limititation (CAL) / Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPADA).
8) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior
(AP) dengan diameter lateral/transversal (T). Rasio normal
berkisar antara 1:2 sampai 5:7, tergantung dari kondisi cairan
tubuh pasien.
6. Kelainan pada bentuk dada adalah:
a) Barrel chest
Timbul akibat terjadinya over inflation paru-paru. Terdapat
peningkatan diameter AP:T (1:1), sering terjadi pada pasien
emfisemia.
b) Funnel chest (pectus excavatum)
Timbul jika terjadi depresi pada bagian bawah dari sternum. Hal ini
akan menekan jantung dan pembuluh darah besar yang mengakibatkan
murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfans syndariome
atau akibat kecelakaan kerja.
c) Pigeon chest (pectus carinatum)
Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum yang
mengakibatkan terjadi peningkatan diameter AP. Terjadi pada pasien
dengan kifoskoliosis berat.
d) Kyphoscoliosis (kifoskoliosis)
Terlihat dengan adanya elevasi scapula yang akan mengganggu
pergerakan paru-paru. Kelainan ini dapat timbul pada pasien dengan
osteoporosis dan kelainan musculoskeletal lain yang mempengaruhi

8
toraks. Kifosis adalah meningkatnya kelengkungan normal columna
vertebrae thoracalis menyebabkan pasien tampak bongkok. Sedangkan
skoliosis adalah melengkungnya vertebrae thoracalis ke samping,
disertai rotasi vertebrae.
7. Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak
adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru-paru atau
pleura.
8. Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan napas
9. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit, dan
mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi). Palpasi toraks berguna untuk
mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti massa, lesi, dan
bengak. Perlu dikaji juga kelembutan kulit terutama jika pasien mengeluh
nyeri.Perhatikan adanya getaran dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara (vocal premitus).
10. Perkusi
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ
yang ada di sekitarnya, dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Jenis
suara perkusi ada dua jenis yaitu:
a) Suara perkusi abnormal
Hiperresonan: bergaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru-paru yang abnormal berisi
udara.
Flatness: nadanya lebih tinggi dari dullness dan dapat didengar
pada perkusi daerah paha, dimana seluruh areanya berisi jaringan.

11. Auskultasi
Auskultasi merupakan pengkajian yang sangat bermakna mencangkup
mendengar suara napas normal dan suara tambahan (abnormal).Suara

9
napas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan napas dari
laring ke alveoli dan bersifat bersih.
a) Jenis suara napas tambahan adalah:
Wheezing: terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan
karakter suara nyaring, musical, suara terus-menerus yang
disebabkan aliran udara melalui jalan napas yang menyempit.
Ronchi: terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter
suara terdengar perlahan, nyaring, dan suara mengorok terus-
menerus. Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan
produksi sputum.
Pleural fiction rub: terdengar saat inspirasi dan ekspirasi.
Karakter suara kasar, berciut, dan suara seperti gesekan akibat
dari inflamasi pada daerah pleura. Sering kali pasien mengalami
nyeri saat bernapas dalam.
Crackles, dibagi menjadi dua jenis yaitu:
Fine crackles: setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi.
Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati
daerah yang lembab di alveoli atau bronkhiolus. Suara seperti
rambut yang digesekkan.
Coarse crackles: lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter
suara lemah, kasar, suara gesekan terpotong akibat terdapatnya
cairan atau sekresi pada jalan napas yang besar. Mungkin akan
berubah ketika pasien batuk.

C. Diagnosa Keperawatan pasien Gangguan System Pernafasan


Pneumothoraks dan Hemathoraks
1. Diagnosa Keperawatan Gangguan Sistem pernafasan
Penumothoraks
a. Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan
menurunya ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan
dalam rongga pleura.

10
b. Resiko tinggi trauma pernapasan berhubungan dengan pemasangan
WSB.
c. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan pada
informasi.
2. Diagnosa Gangguan Sistem Pernafasan Hemathoraks
a. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru (adanya kumpulan darah dalam rongga pleura).
b. Gangguan rasa nyaman, nyeri dada berhubungan dengan cedera
pada jaringan paru.
c. (Resiko tinggi) Trauma / penghentian napas b/d penyakit saat
ini/proses cedera, system dariainase dada, kurang pendidikan
keamanan/pencegahan.
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya
sekret pada jalan nafas akibat ketidakmampuan batuk efektif.
e. Kurang pengetahuan / kebutuhan belajar (tentang kondisi dan aturan
pengobatan) berhubungan dengan kurang terpajan dengan informasi.

D. Perencanaan Keperawatan Gangguan System Pernafasan


1. Perencanaan Keperawatan Gangguan System Pernafasan
Pneumothoraks
a. Identifikasi factor penyebab kolaps spontan, trauma keganasan,
infeksi komplikasi mekanik pernapasan.
b. Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi
c. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, atau dalam posisi
duduk.
d. Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR)
e. Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 jam.
f. Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan napas dalam yang efektif.
g. Kolaborasi untuk tindakan dekompresi dengan pemasangan WSD.
h. Kaji kualitas, frekuensi,dan kedalaman pernapasan,laporkan setiap

11
perubahan yang terjadi.
i. Observasi tanda-tanda vital (nadi, rr).
j. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk.
k. Perhatikan undulasi pada selang WSD
l. Anjurkan klien untuk memegang selang apabila akan mengubah
posisi
m. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu.
n. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh.
o. Beri penjelasan pada klien tentang perawatan WSD.
p. Bantu dan ajarkan klien unuk melakukan napas dalam yang efektif.

2. Perencanaan Keperawatan Gangguan System Pernafasan


Hemathoraks
a. Identifikasi etiologi /factor pencetus, contoh kolaps spontan, trauma,
infeksi, komplikasi ventilasi mekanik.
b. Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan/pernapasan serak,
dispnea, terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.
c. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi
mekanik dan catat perubahan tekanan udara.
d. Auskultasi bunyi napas.
e. Kaji adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam
f. kaji fremitus
g. Kaji adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam.
h. Pertahankan posisi nyaman (peninggian kepala tempat tidur).
i. Pertahankan perilaku tenang, Bantu klien untuk kontrol diri dengan
gunakan pernapasan lambat/dalam.
j. Bila selang dada dipasang :
1) Periksa pengontrol pengisap untuk jumlah hisapan yang benar
(batas air, pengatur dinding/meja disusun tepat).
2) Periksa batas cairan pada botol pengisap pertahankan pada batas
yang ditentukan.

12
3) observasi gelembung udara botol penampung.
4) Evaluasi ketidak normalan/kontuinitas gelembung botol
penampung
5) Klem selang pada bagian bawa unit dariainase bila kebocoran
udara berlanjut.
k. kolaborasi: dalam pemberian terapi oksigen tambahan melalui
kanula/masker sesuai indikasi.
l. kolaborasi: kaji seri foto thorax
m. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi
yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil .
n. selidiki perubahan karakteristik nyeri
o. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
dan non invasive.
p. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot
rangka, yang dapatmenurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan
relaksasi masase.
q. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
r. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan
menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
s. Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik.
t. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah
pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1
2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 2 hari
u. Kaji dengan pasien tujuan / fungsi dariainase dada.
v. Pasangkan kateter torak kedinding dada dan berikan panjang selang
ekstra sebelum memindahkan/mengubah posisi pasien:
1) Amankan sisi sambungan selang.
2) Beri bantalan pada sisi dengan kasa/plester.
3) Amankan unit dariainase pada tempat tidur pasien.
4) Berikan alat transportasi aman bila pasien dikirim keluar unit untuk
tujuan diagnostic.

13
5) Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit.
j. Anjurkan pasien untuk menghindari berbaring/menarik selang.
k. Identifikasi perubahan / situasi yang harus dilaporkan pada
perawat.Contoh perubahan bunyi gelembung, lapar udara tiba-tiba, nyeri
dada segera lepaskan alat.
l. Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak terlepas/tercabut.

E. Implementasi Keperawatan Pada Pasien Gangguan Pernafasan


Pneumothoraks dan Hemathoraks
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh
perawat.Intervensi dilakukan untuk membantu pasien dalam mencapai hasil
yang diharapkan.Intervensi disebut juga implementasi yang merupakan
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan (Griffith & Christensen, 1986).
Intervensi keperawatan harus spesifik dan dinyatakan dengan
jelas.Pengkualifikasian seperti bagaimana, kapan, di mana, frekuensi, dan
besarnya memberikan isi dari aktivitas yang direncanakan.Intervensi
keperawatan dapat dibagi menjadi dua yaitu mandiri yaitu dilakukan oleh
perawat dan kolaboratif yaitu yang dilakukan oleh pemberi perawatan
lainnya.

1. Implementasi Keperawatan Gangguan System Pernafasan


Pneumothorax

Pada pasien dengan gangguan system respirasi yaitu sebagai berikut :

a. Intervensi Pernafasan, Resiko Gangguan

1) Intervansi Generik

14
a) Kaji adanya penurunan nyeri yang optimal dengan periode
keletihan atau depresi pernapasan yang minimalBeri
semangat untuk melakukan ambulasi segera setelah
konsisten dengan rencana perawatan medis
b) Jika tidak dapat berjalan, tetapkan suatu aturan untuk turun
dari tempat tidur duduk di kursi beberapa kali sehari
(misalnya, 1 jam setelah makan dan 1 jam sebelum tidur)
c) Tingkatkan aktivitas secara bertahap, jelaskan bahwa fungsi
pernapasan akan meningkat dan dispnea akan menurun
dengan melakukan latihan
d) Bantu untuk reposisi, mengubah posisitubuh dengan sering
dari satu sisi ke sisi yang lainnya, (setiap jam jika mungkin)
e) Beri semangat untuk melakukan latihan napas dalam dan
latihan batuk yang terkontrol lima kali setiap jam
f) Ajarkan individu untuk menggunakan botol tiup atau
spidometer intensif setiap jam saat bangun (pada kerusakan
neuromuskular berat, ada baiknya individu dibangunkan
selama malam hari)
g) Auskultasi bidang paru setiap 8 jam, tingkatkan frekuensi
jika ada gangguan bunyi napas

2) Intervensi Pediatrik

a) Observasi terhadap pernapasan cuping hidung, retraksi,


atau sianosis

b) Izinkan anak untuk memilih warna air dalam botol tiup

c) Pantau masukan, keluaran, dan berta jenis urine

d) Beri penjelasan sesuai usia untuk latihan napas dalam

b. Intervensi Disfungsi Respons Penyapihan Ventilator

15
1) Intervensi Generik

a) Jika memungkinkan, kaji faktor penyebab


ketidakberhasilan upaya penyapihan sebelumnya

b) Ketidakadekutan substrat energi: oksigen nutrisi dan


istirahat

c) Status kenyamanan takadekuat

d) Kebutuhan aktivitas berlebihan

e) Penurunan harga diri, rasa percaya diri, kontrol pernapasan

f) Kurangnya pengetahuan tentang perannya

g) Kurangnya hubungan saling percaya dengan staf

h) Keadaan emosional negatif

i) Lingkungan penyapihan yang merugikan

Tetapkan kesiapan penyapihan (Geisman, 1989)

a) Konsentrasi oksigen pada ventilator 50% atau kurang


b) Tekanan ekspirasi-akhir positif kurang dari 5 cm tekanan
air

c) Frekuensi pernapasan kurang dari 30 kali permenit

d) Ventilasi menit kurang dari 10 liter per menit

e) Tekanan dinamik dan statik rendah, dengan komplains


sedikitnya 35 cm tekanan air

f) Kekuatan otot pernapasan adekuat

16
g) Istirahatkan, kontrol rasa tak nyaman

h) Keinginan untuk mencoba penyapihan

Jika kesiapan penyapihan ditetapkan ada, libatkan klien dalam


penetapan rencana

a) Jelaskan proses penyapihan


b) Bekerja sama dalam negosiasi tujuan penyapihan progresif

c) Jelaskan bahwa tujuan akan ditelaan kembali setiap hari


bersama individu

Rujuk ke protokol unit untuk prosedur penyapihan yang


khusus

Jelaskan perannya dalam proses penyapihan

a) Perkuat perasaan harga diri, kemanjuran diri dan kontrol


diri
b) Perlihatkan kepercayaan pada kemampuan pasien untuk
penyapihan

c) Pertahankan kepercayaan pasien dengan mengadopsi


langkah penyapihan (membutuhkan intruksi dokter)
yang akan menjamin keberhasilan dan meminimalkan
kemunduran

d) Tingkatkan kepercayaan dalam staf dan lingkungan.

Kurangi pengaruh negatif dari ansietas dan keletihan

a) Pantau status dengan teratur untuk menghindari


keletihan dan ansietas yang tidak semestinya

17
b) Beri periode istirahat yang teratur sebelum keletihan
berlanjut

c) Jika individu mulai gelisah, bicaralah padanya untuk


menennagkan sementara tetap di samping tempat tidur

d) Jika percobaan penyapihan dihentikan, arahkan persepsi


pasien pada kegagalan penyapihan. Yakinkan pasien
bahwa percobaan adalah latihan yang baik dan bentuk
latihan yang sangat berguna.

j) Ciptakan lingkungan penyapihan yang positif, yang


meningkatkan perasaan aman individu.

k) Koordinasikan aktivitas yang perlu untuk meningkatkan


waktu istirahat atau relaksaai yang adekuat.

l) Koordinasikan jadwal analgesik dengan jadwal penyapihan.

m) Mulai percobaan penyapihan saat individu cukup istirahat,


biasanya pada pagi hari setelah tidur malam.

n) Diskusikan elemen proses penyapihan dengna petugas


kesehatan lain untuk memaksimalkan kemungkinan
keberhasilan penyapihan.

2) Intervensi pediatric

Tunda pemberian makan per oral 2 jam sebelum upaya


penyapihan dan setelah ekstubasi.

c. Intervensi Resiko Disfungsi Respons Penyapihan Ventilator

1) Intervensi Generik

18
a) Kaji faktor penyebab dan penunjang dari ketidakadekuatan
keefektifan diri tentang diri tentang kesiapan penyapihan

b) Ungkapkan kebutuhan lanjut untuk dukungan ventilator

c) Meminta untuk menunda dimulainya penyapihan

d) Merasa prihatin tentang kemempuan penyesuaian terhadap


dukungan ventilator derajat rendah atau tentang
kemungkinan keberhasilan penyapihan

e) Agitasi ketika penyapihan dibicarakan

f) Peningkatan tekanan darah, nadi dan pernapasan ketika


membicarakan penyapihan.

Kurangi faktor risiko

Negosiasikan dengan staf medis untuk menunda dimulainya


penyapihan dan rencana penyapihan dengan langkah perlahan
sehingga dapat memastikan keberhasilan setiap langkah.

d. Intervensi Ketidakefektifan Pola Pernafasan

1) Intervensi Generik

Untuk Hiperventilasi

a) Pastikan individu bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk


menjamin keamanan
b) Alihkan perhatian individu dari memikirkan tentang
keadaan ansietas dengan meminta individu
mempertahankan kontak mata dengan anda. Katakan,

19
Sekarang perhatikan Saya dan bernapaslah perlahan-lahan
bersama Saya seperti ini

c) Pertimbangkan penggunaan kantong kertas jika bermaksud


mengeluarkan kembali ekspirasi udara

d) Tetap bersama individu dan latih untuk bernapas perlahan-


lahan, bernapas lebih efektif

e) Jelaskan seorang dapat belajar untuk mengatasi


hiperventilasi melalui kontrol pernapasan secar sadar
apabila penyebabnya tidak diketahui

f) Mendiskusikan kemungkinan penyebab, fisik dan


emosional dan metoda penanganan yang efektif

2) Intervensi Pediatrik

Jika anak cenderung bronkospasme, obat-obatan dapat


diindikasikan

e. Intervensi Gangguan Pertukaran Gas

1) Aktivitas Utama

a) Kaji bunyi paru, frekuensi napas,kedalaman dan usaha


napas serta produksi sputum
b) Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi
c) Pantau hasil gas darah (misal PaO2 yang rendah, PaCO2
yang meningkat, kemunduran tingkat respirasi)
d) Pantau kadar elektrolit
e) Pantau status mental
f) Peningkatan frekuensi pemantauan pada saat pasien tampak
somnolen

20
g) Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa
mulut
h) Identifikasi kebutuhan pasien akan insersi jalan napas
aktual/potensial
i) Auskultasi bunyi napas, tandai area penurunan atau
hilangnya ventilasi dan adanya bunyi tambahan
j) Pantau status pernapasan dan oksigenasi
k) Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen,
pengisap,spirometer)
l) Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi
m) Jelaskan pada pasien dan keluarga alasan suatu tindakan
dilakukan misal: terapi oksigen
n) Ajarkan teknik perawatan di rumah (pengobatan, aktivitas,
alat bantu, tanda dan gejala yang perlu dilaporkan)
o) Ajarkan batuk efektif

2) Aktivitas Kolaboratif

a) Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan akan


pemeriksaan gas darah arteri dan penggunaan alat bantu
yang dianjurkan sesuai dengan adanya perubahan kondisi
pasien

b) Laporkan perubahan sehubungan dengan pengkajian data


(misal: bunyi napas, pola napas, analisa gas darah
arteri,sputum,efek dari pengobatan)

c) Berikan obat yang diresepkan (misal: natrium bikarbonat)


untuk mempertahankan kesiembangan asam-basa

d) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanis

e) Berikan oksigen sesuai dengan keperluan

21
f) Berikan bronkodilator, aerosol, nebulasi

3) Aktivitas Lain

a) Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan


prosedur untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan
rasa kendali

b) Beri jaminan kepada pasien selama periode disstres atau


cemas

c) Lakukan higiene mulut secara teratur

d) Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen


(misal mengurangi kecemasan, pengendalian demam dan
nyeri)

e) Atur posisi untuk memaksimalkan potensial ventilasi dan


mengurangi dispnea

f) Masukkan jalan napas buatan melalui hidung atau


nasofaring

g) Lakukan fisioterapi dada sesuai kebutuhan

h) Bersihkan sekret dengan suctioning atau batuk efektif

i) Rencanakan perawatan pasien yang menggunakan


ventilator:

Meyakinkan keadekuatan pemberian oksigen dengan


melaporkan ketidaknormalan gas darah arteri,
menggunakan ambubeg yang dilekatkan pada sumber

22
oksigen di sisi bed dan melakukan hiperoksigenasi
sebelum melakukan pengisapan

Meyakinkan keefektifan pola napas dengan megkaji


sinkronisasi dan kemungkinan kebutuhan sedasi

Memertahankan kepatenan jalan napas dengan


melakukan pengisapan dan memertahankan selang
endotrakea atau pindahkan ke sisi tempat tidur

Memantau komplikasi (pneumotoraks)

Memastikan ketepatan penempatan selang ET

2. Implementasi Keperawatan Gangguan System Pernafasan


Hemathoraks
Berdasarkan tingkat keparahannya dibagi menjadi :
a. Hemothorak kecil : cukup diobservasi, gerakan aktif (fisioterapi)
dan tidak memerlukan tindakan khusus.
b. Hemothorak sedang : di pungsi dan penderita diberi transfusi.
Dipungsi sedapat mungkin dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata
kambuh dipasang penyalir sekat air.
c. Hemothorak besar : diberikan penyalir sekat air di rongga antar iga
dan transfusi.
Kematian penderita Hemothorax dapat disebabkan karena
banyaknya darah yang hilang dan terjadinya kegagalan dalam bernapas.
Kegagalan pernapasan disebabkan karena adanya sejumlah besar darah
dalam rongga pleura yang menekan jaringan paru serta berkurangnya
jaringan paru yang melakukan ventilasi. Maka, pengobatan hemothorax
sebagai berikut:
a. Pengosongan rongga pleura dari darah
b. Menghentikan pendarahan
c. Memperbaiki keadaan umum.

23
Adapun tindakan yang dapat dilakukan adalah:
a. Resusitasi cairan.
1) Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume
darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga
pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat
dengan jarum besar dan kemudian pemnberian darah dengan
golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat
dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk
autotranfusi bersamaan dengan pemberian infus dipasang pula
chest tube ( WSD ).
2) Pemasangan chest tube ( WSD ) ukuran besar agar darah pada
toraks tersebut dapat cepat keluar sehingga tidak membeku
didalam pleura. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga
terlihat pada foto toraks sebaiknya di terapi dengan chest tube
kaliber besar. Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari
rongga pleura mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di
dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor
kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah / cairan juga
memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan
terjadinya ruptur diafragma traumatik. WSD adalah suatu sistem
dariainase yang menggunakan air. Fungsi WSD sendiri adalah
untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural / cavum
pleura.
3) Apabila dengan pemasangan WSD, darah tetap tidak berhenti,
maka dipertimbangkan untuk Thorakotomi.
4) Pemberian terapi Oksigen 2-4 Liter/menit, lamanya disesuaikan
dengan perubahan klinis. Lebih baik lagi jika dimonitor dengan
analisa BGA. Usahakan sampai gas darah penderita kembali
normal.
5) Transfusi darah: dilihat dari penurunan kadar Hb. Sebagai
patokan, dapat dipakat perhitungan sebagai berikut: setiap 250

24
cc darah (dari penderita dengan Hb 15 gr %)dapat menaikan
g % Hb.
6) Pemberian antibiotika: dilakukan apabila ada infeksi sekunder.
7) Apabila terjadi penebalan pleura, pertimbangkan pemberian
dekortikasi.

F. Evaluasi Asuhan Keperawatan Pasien yang Mengalami Gangguan Paru


atau Pernafasan
1. Evaluasi Asuhan Keperawatan Pasien yang Mengalami
pneumothorax

Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap


ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan
dapat berhasil atau gagal. (Alfaro-LeFevre, 1994).Evaluasi adalah
perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan
lainnya (Griffith & Christensen, 1986).
Perawat menemukan reaksi klien terhadap intervensi keperawatan yang
telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dari rencana
keperawatan dapat diterima. Perencanaan merupakan dasar yang
mendukung suatu evaluasi. Menetapkan kembali informasi baru yang
diberikan kepada klien untuk mengganti atau menghapus diagnosa
keperawatan, tujuan, atau intervensi keperawatan. Menentukan target dari
suatu hasil yang ingin dicapai adalah keputusan bersama antara perawat
dan klien (Yura & Walsh, 1988).
Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu sendiri.
Proses evaluasi memerlukan beberapa keterampilan dalam menetapkan
rencana asuhan keperawatan, termasuk pengetahuan mengenai standar
asuhan keperawatan, respon klien yang normal terhadap tindakan
keperawatan, dan pengetahuan konsep teladan dari keperawatan.
Evaluasi disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan

25
mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap
dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak
berhasil.
Pasien mempertahankan patensi jalan napas yang ditunjukkan dengan:

1. Peningkatan jalan napas


2. Frekuaensi dan kedalaman napas sesuai
3. Gas-gas darah dalam batasan normal

Pasien mempertahankan pola pernapasan yang efektif, frekuensi, irama


dan kedalaman pernapasan normal, penurunan dispnea, gas-gas darah
batas normal.
2. Evaluasi Asuhan Keperawatan Pasien yang Mengalami Hemothorax
Evaluasi yang diharapkan pada hemothorax adalah
1) Pola pernapasan efektif
2) Jalan napas lancer atau normal
3) Nyeri berkurang atau hilang
4) Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
5) Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
6) Infeksi tidak terjadi atau terkontrol

G. Pemberian Oksigen dengan Berbagai Cara (NRM, RM, Nasal Kanul)


1. Pemberian oksigen lembab melalui nasal kanul 2-4 L/menit sampai
sesak nafas hilang
2. Pemberian oksigen lembab melalui RM 8-10 L/menit sampai sesak
napas hilang
3. Pemberian oksigen lembab melalui NRM 10-12 L/menit sampai sesak
napas hilang

H. Fisioterapi Dada
Dengan Cara Breathing Exercise
1. Deep Breathing Exercise

26
Tidak hanya ditujukan untuk membersihkan mukus dari jln napas, tapi
juga digunakan untuk meningktkn volume paru dan beberapa manfaat lain
seperti meningktkn ventilasi, mprthnkan alveolus tetap mngembang,
meningkatkan oksigenasi , mobilisasi sangkar thorax & meningktkn
kekuatan dan efisiensi otot pernapasan. (levenson,1992).
2. Segmental Breathing Exercise
Pemberian rangsangan sentuhan & penguluran mmberikan stimulasi
pada otot pernapasn untuk berkontraksi lebih kuat selama inspirasi
sehingga atau semakin menambah pengembangan sangkar thorax
sehingga dapat meningktkan volume paru (zadai,1992).
3. diafragmatik breathing exercise
kontrol napas dengan mengoreksi penggunaan diafragma dan rileksasi
otot accesori. tujuannya meningkatkan oksigenasi dan ventilasi serta
melatih dnan mengontrol gerakan otot diafragma. breathing control
a. seperti merasakan nafas normal
b. tarik nafas pelan, teratur dan relaks melalui hidung atau mulut
c. kemudian pelan dihembuskan melalui mulut.
d. ekspirasi dilakukan secara pasif dan tidak memanjang.
e. hindari memakai otot-otot dada berlebihan
f. bila penderita kesulitan melakukan sendiri bisa dibantu fisioterapis
postural dariainase (pd)
g. merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari
berbagai segmen paru dengan menggunakan pengaruh gaya
gravitasi.
h. waktu yang terbaik untuk melakukan postural drainase yaitu sekitar
1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar 1 jam sebelumtidur pada
malam hari.
i. pada dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam
saluran nafas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga
tidak terjadi atelektasis.
j. pada penderita dengan produksi sputum yang banyak postural
drainase lebih efektif bila disertai dengan clapping dan vibrating.
I. Melakukan Tindakan Terapi Inhalasi
1. Pengertian

27
Inhalasi adalah alat pengobatan dengan cara memberi obat untuk
dihirup agar dapat langsung masuk menuju paru-paru sebagai organ
sasaran obatnya. Alat ini biasanya digunakan dalam proses perawatan
penyakit saluran pernafasan yang akut maupun kronik, misalnya pada
penyakit asma. Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan
obat dalam bentuk uap kepada si sakit langsung melalui alat
pernapasannya (hidung ke paru-paru).
Inhalasi memberikan pengiriman obat yang cepat melewati
permukaan luas dari saluran nafas dan epitel paru-paru, yang
menghasilkan efek hampir sama cepatnya dengan efek yang di hasilkan
oleh pemberian obat secara intravena. Cara pemberian ini di gunakan
untuk obat-obat berupa gas (misalnya, beberapa obat anestetik) atau obat
yang dapat di dispersi dalam suatu eorosol. Rute tersebut terutama
efektif dan menyenangkan untuk penderita- penderita dengan keluhan-
keluhan pernafasan (misalnya, Asma atau penyakit paru obstruktif
kronis) karena obat yang di berikan langsung ketempat kerjanya efek
samping sistemik minimal.
2. Tujuan Pengobatan Secara Inhalasi
a. Memenuhi kekurangan zat asam
b. Membantu kelancaran metabolisme
c. Sebagai tindakan pengobatan
d. Mencegah hipoxia(misalnya pada penyelam, penerbang, pendaki
gunung, pekerja tambang)
Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan
absorpsinya terjadi secara cepat dibanding cara sistemik, maka
penggunaan terapi inhalasi sangat bermanfaat pada keadaan serangan
yang membutuhkan pengobatan segera dan untuk menghindari efek
samping sistemik yang ditimbulkannya.
Biasanya terapi inhalasi ditujukan untuk mengatasi bronkospasme,
mengencerkan sputum, menurunkan hipereaktiviti bronkus, serta
mengatasi infeksi.Terapi inhalasi ini baik digunakan pada terapi jangka

28
panjang untuk menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkan
obat, terutama penggunaan kortikosteroid.
Pada asma, penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurangi efek
samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral atau per oral,
karena dosis yang sangat kecil dibandingkan jenis lainnya. Terapi ini
biasanya digunakan dalam proses perawatan penyakit saluran pernafasan
yang akut maupun kronik, misalnya pada penyakit asma. Asma termasuk
penyakit yang sering terjadi pada anak-anak.Ashma adalah suatu
gangguan pada saluran bronchial yang mempunyai ciri bronchospasme
periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas).Selain asma ada batuk /
pilek karena alergi adalah gangguan saluran pernafasan yang paling
umum terjadi. Banyak cara dicoba untuk mempercepat penyembuhan
dan pengurangan gejala akibat masalah ini termasuk secara inhalasi.
3. Keuntungan Dan Kerugian Pengobatan Secara Inhalasi
a. Keuntungan
Dibandingkan dengan terapi oral (obat yang diminum), terapi
ini lebih efektif, kerjanya lebih cepat pada organ targetnya, serta
membutuhkan dosis obat yang lebih kecil, sehingga efek
sampingnya ke organ lainpun lebih sedikit. Sebanyak 20-30% obat
akan masuk di saluran napas dan paru-paru, sedangkan 2-5%
mungkin akan mengendap di mulut dan tenggorokan. Bandingkan
dengan obat oral. Ibaratnya obat tersebut akan "jalan-jalan" dulu ke
lambung, ginjal, atau jantung sebelum sampai ke sasarannya, yakni
paru-paru. Pada anak-anak, umumnya diberi tambahan masker agar
obat tidak menyemprot kemana-mana. Dengan cara ini, bayi/balita
cukup bersikap pasif dan ini jelas menguntungkan.
b. Kerugian
Jika penggunaan di bawah pemeriksaan dokter dan obat yang di
pakai tidak cocok dengan keadaan mulut dan sistem pernafasan , hal
yang mungkin bisa terjadi adalah iritasi pada mulut dan gangguan
pernafasan. Jadi pengguna pengobatan inhalasi akan terus

29
berkonsultasi pada dokter tentang obat nya. Selain hal itu obat relatif
lebih mahal dan bahkan mahal dari pada obat oral.
4. Jenis-Jenis Inhalasi
Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi
(penumpukan) obat dalam mulut (orofaring), sehingga mengurangi
jumlah obat yang tertelan, dan mengurangi efek sistemik.Deposisi
(penyimpanan) dalam paru pun lebih baik, sehingga didapatkan efek
terapetik (pengobatan) yang baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk
kering (DPI = Dry Powder Inhaler) seperti Spinhaler, Diskhaler,
Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler memerlukan inspirasi
(upaya menarik/menghirup napas) yang kuat. Umumnya bentuk ini
dianjurkan untuk anak usia sekolah.
a. Metered Dose Inhaler (MDI) tanpa Spacer
Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat
dengan mulut, sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi
berkurang. Hal ini mengurangi pengendapan di orofaring (saluran
napas atas). Spacer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml)
dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut
dengan volume 700-1000 ml. Penggunaan spacer ini sangat
menguntungkan pada anak.
b. MDI (Metered-dose Inhaler)
Cara Penggunaan :
1) Lepaskan penutup aerosol
2) Pegang tabung obat di antara ibu jari dan jari telunjuk kemudian
kocok seperti gambar
3) Ekspirasi maksimal. Semakin banyak udara yang dihembuskan,
semakin dalam obat dapat dihirup.
4) Letakkan mouthpiece di antara kedua bibir, katupkan kedua
bibir kuat-kuat

30
5) Lakukan inspirasi secara perlahan. Pada awal inspirasi, tekan
MDI seperti pada gambar. Lanjutkan inspirasi anda selambat
dan sedalam mungkin.
6) Tahan nafas selama kurang lebih 10 detik agar obat dapat
bekerja
7) Keluarkan nafas secara perlahan
8) Kumur setelah pemakaian (mengurangi ES stomatitis)
c. Dry Powder Inhaler (DPI)
Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI
memerlukan hirupan yang cukup kuat.Pada anak yang kecil, hal ini
sulit dilakukan.Pada anak yang lebih besar, penggunaan obat serbuk
ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi
dibandingkan MDI.Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih
tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan.Sehingga dianjurkan
diberikan pada anak di atas 5 tahun.
Cara Penggunaan Inhaler:
1) Sebelum menarik nafas, buanglah nafas seluruhnya, sebanyak
mungkin

2) Ambillah inhaler, kemudian kocok

3) Peganglah inhaler, sedemikian hingga mulut inhaler terletak


dibagian bawah

4) Tempatkanlah inhaler dengan jarak kurang lebih dua jari di


depan mulut (jangan meletakkan mulut kita terlalu dekat dengan
bagian mulut inhaler)

5) Bukalah mulut dan tariklah nafas perlahan-lahan dan dalam,


bersamaan dengan menekan inhaler (waktu saat menarik nafas
dan menekan inhaler adalah waktu yang penting bagi obat untuk
bekerja secara efektif)

31
6) Segera setelah obat masuk, tahan nafas selama 10 detik (jika
tidak membawa jam, sebaiknya hitung dalam hati dari satu
hingga sepuluh)

7) Setelah itu, jika masih dibutuhkan dapat mengulangi menghirup


lagi seperti cara diatas, sesuai aturan pakai yang diresepkan oleh
dokter

8) Setelah selesai, bilas atau kumur dengan air putih untuk


mencegah efek samping yang mungkin terjadi.Pengobatan asma
harus dilakukan secara tepat dan benar untuk mengurangi gejala
yang timbul. Pengobatan asma memerlukan kerja sama antara
pasien, keluarga, dan dokternya. Oleh karena itu pasien asma
dan keluarganya harus diberi informasi lengkap tentang obat
yang dikonsumsinya; kegunaan, dosis, aturan pakai, cara pakai
dan efek samping yang mungkin timbul. Pasien hendaknya juga
menghindari faktor yang menjadi penyebab timbulnya asma.
Selain itu, pasien harus diingatkan untuk selalu membawa obat
asma kemanapun dia pergi, menyimpan obat-obatnya dengan
baik, serta mengecek tanggal kadaluarsa obat tersebut. Hal ini
perlu diperhatikan agar semakin hari kualitas hidup pasien
semakin meningkat.

d. Nebulizer
Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan
menjadi aerosol secara terus menerus dengan tenaga yang berasal
dari udara yang dipadatkan atau gelombang ultrasonik sehingga
dalam prakteknya dikenal 2 jenis alat nebulizer yaitu ultrasonic
nebulizer dan jet nebulizer. Hasil pengobatan dengan nebulizer lebih
banyak bergantung pada jenis nebulizer yang digunakan.
Nebulizer yang dapat menghasilkan partikel aerosol terus
menerus ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya timbul
pada saat penderita melakukan inhalasi sehingga obat tidak banyak

32
terbuang. Keuntungan terapi inhalasi menggunakan nebulizer adalah
tidak atau sedikit memerlukan koordinasi pasien, hanya memerlukan
pernafasan tidal, beberapa jenis obat dapat dicampur (misalnya
salbutamol dan natrium kromoglikat).Kekurangannya adalah karena
alat cukup besar, memerlukan sumber tenaga listrik dan relatif
mahal.
1) Prosedur Perawatan Dengan Nebulizer
a) Letakkan kompresor udara pada permukaan yang
mendukung untuk beratnya. Lepaskan selang dari
kompresor .
b) sebelum melakukan perawatan ini, cuci tangan terlebih
dahulu dengan subun kemudian keringkan.
c) hati-hati dalam menghitung pengobatan secara tepat sesuai
dengan perintah dan letakkan dalam tutup nebulizer.
d) pasang/ gunakan tutup nebulizer dan masker atau sungkup.
e) hubungkan pipa ke kompresor aerosol dan tutup nebulizer.
f) nyalakan kompresor untuk memastikan alat tersebut bekerja
dengan baik.
g) duduk dalam posisi tegak baik dalam pangkuan atau kursi.
h) apabila menggunakan masker, letakkan dalam posisi yang
tepat dan nyaman pada bagian wajah.
i) apabila menggunakan (mouthpiece) letakkan secara tepat
antara gigi dan lidah.
j) bernafaslah secara normal lewat mulut. Secara periodic
ambil nafas dalam dan tahan selama 2 sampai 3 detik
sebelum melepaskan nafas.
k) lanjutkan perawatan ini sampai obat habis ( antara 9 sampai
10 menit).
l) apabila pasien merasa pusing atau gelisah, hentikan
perawatan dan istirahat selama kurang lebih 5 menit.
5. Indikasi Dan Kontraindikasi Pemberian Obat Secara Inhalasi

33
a. Indikasi
1) Pasien sesak nafas dan batuk broncho pneumonia
2) Ppom (bronchitis, emfisema)
3) Asma bronchial
4) Rhinitis dan sinusitis
5) Paska tracheostomi
6) Pilek dengan hidung sesak dan berlendir
7) Selaput lendir mengering
8) Iritasi kerongkongan, radang selaput lendir
9) Saluran pernafasan bagian atas
b. Kontraindikasi
1) Pasien yang tidak sadar/confusion tidak kooperatif dengan
prosedur ini, membutuhkan mask / sungkup , tetapi mask
efektifnya berkurang secara spesifik. Medikasi nebulizer
kontraindikasi pada keadaan dimana suara nafas tidak ada /
berkurang, kecuali jika medikasi nebulizer diberikan melalui
endotracheal tube yang menggunakan tekanan positif.
2) Pasien dengan penurunan pertukaran gas juga tidak dapat
menggerakkan/ memasukkan medikasi secara adekuat ke dalam
saluran nafas.
3) Pemakaian katekolamin pada pasien dengan cardiac irritability
harus dengan perlahan. Ketika di inhalasi katekolamin dapat
meningkatkan cardiac rate dan menimbulkan disritmia.
Medikasi nebulizer tidak dapat diberikan terlalu lama melalui
IPPB(intermittent positive pressure breathing), sebab IPPB
mengiritasi dan meningkatkan bronkhospasme.

J. Melakukan Perawatan WSD


Water Seal Drainage ( WSD ) merupakan suatu intervensi yang penting
untuk memperbaiki pertukaran gas dan pernapasan pada periode pasca
operatif yang dilakukan pada daerah thorax khususnya pada masalah paru-

34
paru.
WSD adalah suatu tindakan invansif yang dilakukan dengan memasukan
suatu kateter/ selang kedalam rongga pleura ,rongga thorax,mediastinum
dengan maksud untuk mengeluarkan udara, cairan termasuk darah dan pus
dari rongga tersebut agar mampu mengembang atau ekspansi secara normal.
Bedanya tindakan WSD dengan tindakan punksi atau thorakosintesis
adalah pemasangan kateter / selang pada WSD berlangsung lebih lama dan
dihubungkan dengan suatu botol penampung.
1. Indikasi, Lokasi Dan Tujuan Pemasangan WSD
a. Indikasi

1) Pneumothoraks yang disebabkan oleh :


a) Spontan > 20 % karena rupture bleb
b) Luka tusuk tembus
c) Klem dada yang terlalu lama
d) Kerusakan selang dada pada sistem drainage
2) Hemothoraks yang disebabkan oleh :
a) robekan pleura
b) kelebihan antikoagulan
c) pasca bedah thoraks
3) Empyema disebabkan oleh :
a) Penyakit paru serius
b) Kondisi inflamasi
4) Bedah paru karena :
a) Ruptur pleura sehingga udara dapat masuk kedalam rongga
pleura
b) Reseksi segmental. Misalnya : pada tumor paru , TBC
c) Lobectomy. Missal : pada tumor paru, abses, TBC
d) Pneumektomi.
5) Efusi pleura yang disebabkan oleh :
a) Post operasi jantung
b. Lokasi
1) Memungkinkan cairan ( darah, pus, efusi pleura ) keluar dari rongga
pleura
2) Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura

35
3) Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura ( reflux drainage)
yang dapat
4) menyebabkan pneumotoraks
5) Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan
mempertahankan tekanan
6) negatif pada intra pleura.
c. Tujuan
1) Apikal
a) Letak selang pada intercosta III midclavicula
b) Dimasukan secara anterolateral
c) Fungsi : Untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
2) Basal
a) Letak selang pada intercosta V-VI atau intercosta VIII-IX
midaksilaler
b) Fungsi : Untuk mengeluarkan cairan dan rongga pleura

2. Perawatan WSD
Pelepasan Selang WSD :
a. Instruksikan klien untuk melakukan maneuver valsava dengan lambat
dan bernapas dengan tenang
b. Selang dada diklem dan dengan cepat dilepas
c. Secara bersamaan,pasangkan balutan kecil kedap udara dengan
penutup kasa dan difiksasi dengan plaster adesif/tahan air.
Indikasi Pelepasan Selang WSD :
a. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :
1) Tidak ada undulasi, namun perlu hati-hati karena tidak adanya
undulasi juga salah satu tanda yang menyatakan kondisi motor
suction tidak jalan, selang tersumbat / terlipat atau paru
memang sudah benar-benar mengembang.
2) Tidak ada cairan keluar
3) Tidak ada gelembung udara yang keluar
4) Tidak ada kesulitan bernapas
5) Dari foto rontgent menunjukan tidak ada cairan atau udara

b. Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau
pengurutan pada selang.
3. Komplikasi Pelepasan WSD
a. Perdarahan intercosta
b. Empisema

36
c. Kerusakan pada saraf interkosta, vena, arteri
d. Pneumothoraks kambuhan.

K. Askep Preop, Intraop, Pascaop Klien Yang Mengalami Gangguan Sistem


Pernafasan Pneeumothoraks Dan Hemathoraks

37
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pneumotoraks adalah keluarnya udara dari paru yang cidera, ke dalam ruang
pleura sering diakibatkan karena robeknya pleura ( Suzanne C. Smeltzer, 2001).
Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya :
Pneumotoraks Spontan (primer dan sekunder)
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa disertai penyakit paru yang
mendasarinya, sedangkan pneumotoraks spontan sekunder merupakan
komplikasi dari penyakit paru yang mendahuluinya.
Tension Pneumotoraks
Disebabkan trauma tajam, infeksi paru, resusitasi kardiopulmoner.
Hemothorax adalah suatu kondisi dimana adanya kumpulan darah di dalam
ruang antara dinding dada dan paru-paru (rongga pleura). Penyebab paling umum
dari hemothorax adalah trauma dada aklibat trauma tumpul maupun trauma benda
tajam.
Kematian penderita Hemothorax dapat disebabkan karena banyaknya darah
yang hilang dan terjadinya kegagalan dalam bernapas. Kegagalan pernapasan
disebabkan karena adanya sejumlah besar darah dalam rongga pleura yang
menekan jaringan paru serta berkurangnya jaringan paru yang melakukan
ventilasi.

38
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Asuhan Keperawatan Pada Klien Hemathorax. Diakses Pada 28


November 2016 Pukul 02.15
Alamat: file:///E:/hemotoraks/ASUHAN

%20KEPERAWATAN%20PADA%20KLIEN

%20HEMOTHORAKS%20%20%20INFORMASI

%20SEPUTAR%20KESEHATAN.htm

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi Pada Praktik

Klinis. EGC : Jakarta

Doenges,Marilyn E. 2004. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC: Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC :

Jakarta

USU. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Pneumothorax. Diakses Pada 30


November 2016 Pukul 08.33
Alamat:http://laporan-pendahuluan.asuhan-
keperawatan.com/laporan-pendahuluan-pneumothorax-
77730/

39

Anda mungkin juga menyukai