Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

CT-Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, komputer dan televisi

sehingga mampu menAmpilkan gambar anatomis tubuh dalam manusia dalam bentuk

irisan atau slice. Prinsip kerja CT-Scan menggunakan sinar-x sebagai sumber radiasi.

Sinar-x berasal dari tabung yang terletak berhadapan dengan sejumlah detektor, dimana

keduanya bergerak secara sinkron memutari pasien sebagai objek yang ditempatkan

diantaranya (Rasad, 2000).

Perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat pesat akhir-akhir ini telah

menimbulkan banyak perubahan khususnya di bidang pencitraan diagnostik dengan

ditemukannya Computerized Tomography Scanner (CT- Scan). CT-scan baru berkembang

setelah terjadinya era komputerisasi dengan dikembangkannya perpaduan antara

pemeriksaan Radiologi dengan komputer oleh seseorang berkebangsaan Inggris, Godfrey

Hounsfileds pada tahun 1969. CT- Scan adalah suatu metode pencitraan dengan

menggunakan sinar-x dan merupakan bagian dari pemeriksaan radiodiagnostik yang dapat

menampilkan gambaran anatomi tubuh dalam bentuk slice/lembaran, pemeriksaan CT-

Scan dapat membantu menegakkan diagnosa salah satunya adalah terhadap klinis corpus

alienum.

Di Instalasi Radiodiagnostik RSPAU dr. S. Hardjolukito pemeriksaan CT Scan

thorax dengan klinis Efusi Pleura dextra dan massa pulmo dextra dilakukan dengan

prosedur yang sama dengan pemeriksaan CT-Scan Thorax biasa, ia tidak secara langsung

1
melakukan pemeriksaan CT-Scan Thorax dengan menggunakan media kontras untuk

mengetahui metastase Tumor Pulmo.

Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut mengenai

teknik pemeriksaan CT-Scan Thorax dengan klinis Efusi Pleura dextra dan Massa Pulmo

dextra di Instalasi Radiodiagnostik RSPAU. DR. S. HARDJOLUKITO dan

mengangkatnya sebagai laporan kasus yang berjudul “ TEKNIK PEMERIKSAAN CT-

SCAN THORAX DENGAN KASUS EFUSI PLEURA DEXTRA DAN MASSA PULMO

DEXTRA DI INSTALASI RADIODIGNOSTIK RSPAU. DR. S. HARDJOLUKITO”

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai

berikut :

.3.1. Bagaimana prosedur pemeriksaan CT-Scan Thorax dengan kasus Efusi Pleura

dextra dan Massa Pulmo dextra di Instalasi Radiodiagnostik RSPAU. Dr. S.

Hardjolukito ?

.3.1. Mengapa pada pemeriksaan CT Scan Thorax dengan kasus Efusi Pleura dextra

dan Massa Pulmo dextra di Instalasi Radiodiagnostik RSPAU. Dr. S. Hardjolukito

tidak menggunakan media kontras ?

1.3 Tujuan Masalah

.3.1. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan CT-Scan Thorax dengan kasus Efusi

Pleura dextra dan Massa Pulmo dextra di Instalasi Radiodiagnostik RSPAU. Dr.

S. Hardjolukito ?

2
.3.1. Untuk mengetahui alasan tidak menggunakan media kontras pada pemeriksaan

CT Scan Thorax dengan kasus Efusi Pleura dextra dan Massa Pulmo dextra di

Instalasi Radiodiagnostik RSPAU. Dr. S. Hardjolukito

1.4 Manfaat Masalah

Manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan laporan kasus ini antara lain:

1.4.1 Bagi Penulis

Penulis dapat menambah pengalaman dan dapat mengetahui lebih lanjut tentang

teknik pemeriksaan CT-Scan Thorax dengan dengan kasus Efusi pleura dextra dan

Massa Pulmo dextra di Instalasi Radiodiagnostik RSPAU Dr. S. Hardjolukito .

1.4.2 Bagi Pembaca

Pembaca dapat memperoleh informasi dan pengetahuan tentang teknik pemeriksaan

CT-Scan Thorax dengan kasus Efusi pleura dextra dan Massa Pulmo dextra

di Instalasi Radiodiagnostik RSPAU Dr. S. Hardjolukito.

1.4.3 Bagi Rumah Sakit

Dapat memberikan dorongan dalam meningkatkan pelayanan diagnostik, khususnya

pada pemeriksaan CT-Scan Thorax dengan kasus Efusi Pleura dextra dan Massa

Pulmo dextra.

1.5 Sistimatika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan

sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

3
Berisi tentang anatomi, fisiologi dan patologi dari pada otak dan mata. Dasar-dasar CT-

Scan, serta teknik pemeriksaan CT-Scan Kepala.

BAB III : HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang paparan kasus dan pembahasan.

BAB IV : PENUTUP

Berisi kesimpulan dan saran.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fungsi Thorax


2.1.1. Anatomi Thorax
Thorax merupakan rongga yang berbentuk kerucut, pada bagian bawah lebih besar dari
pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari pada bagian depan.
Rongga dada berisi paru-paru dan mediastinum. Mediastinum adalah ruang di dalam
rongga dada di antara kedua paru-paru. Di dalam rongga dada terdapat beberapa sistem
diantaranya yaitu sistem pernafasan dan peredaran darah. Organ pernafasan yang terletak
dalam rongga dada yaitu esofagus dan paru, sedangkan pada sistem peredaran darah
yaitu jantung, pembuluh darah dan saluran linfe. Pembuluh darah pada sistem peredaran
darah terdiri dari arteri yang membawa darah dari jantung, vena yang membawa darah
ke jantung dan kapiler yang merupakan jalan lalulintas makanan dan bhan buangan
(Pearce, 2003 : 53).

Gambar 1 Anatomi Thorax (Pearce, 2002: 216).

5
Gambar kedudukan paru
Setiap paru berbentuk kerucut dan neniliki :
a. Apeks, yang meluas ke dalam leher sekitar 2,5 cm ke atas clavivula.
b. Permukaan costo-vertebral, menempel pada bagian dalam dinding dada.
c. Permukaan mediantinum menempel pada perikardium dan jantung.
d. Basis, terletak pada diafragma (Pearce, 2003 : 216).
Paru kanan terbagi menjadi dua fisura dan tiga lobus yaitu superior, media dan
inferior. Paru kiri terbagi oleh sebuah fisura dan dua lobus yaitu superior dan
inferior (Pearce, 2003 : 215).
Brochus pada setiap sel sisi bercabang menjadi cabang-cabang utama, satu
untuk setiap lobus paru. Segmen paru daerah tersebut disuplai oleh cabang utama
bronchus, setiap segmen adalah unit mandiri dengan supali darah sendiri. Paru
kanan memiliki sepuluh segmen, paru kiri memiliki sembilan segmen. Setiap
segmen berbentuk biji yang tipis pada hilus paru (Pearce, 2003 :214).
Di dalam segmen, cabang brochus utama memecah menjadi cabang-cabang
yang lebih kecil. Duktus alveolus adalah cabang yang paling kecil, setiap ujung
terdapat sekelompok alveolus. Alveolus adalah kantong berdinding tipis yang
mengandung udara, melalui seluruh dinding inilah terjadi pertukaran gas. Setiap
paru mengenadung sekitar 300 juta alveoli. Lubang-lubang kecil di dalam dinding
alveola memungkinkan udara melewati suatu alveolus ke alveolus lain (Pearce,
2003 : 214).
Lobus primer atau unit paru adalah broncheolus dengan kelompok alveolusnya
(Pearce, 2003 : 216).
A. Anatomi Pleura
Pleura adalah membran tipis transparan yang melapisi paru dalam dua lapis
yaitu lapisan viceral, yang melekat erat pada permukaan paru dan lapisan paretale
yang melapisi permukaan dinding dada. Kedua lapisan ini bersambungan pada
hilus paru. Kavum paru adalah rongga diantara kedua lapisan trsebut. Permukaan
yang saling melekat itu lembab dan salaing brgerak satu sama lain (Pearce, 2003 :
219).

6
B. Anatomi Mediastinum
Mediastinum adalah daerah di dalam dada diantara kedua paru. Ruang ini
dibagi mediastinum superior dan inferior oleh garis imaginer yang ditarik ke
belakang dari angulus sternalis (manubrium dengan corpus sterni) ke vertebra
thorachal IV.
Mediastinum mengandung :
a. Arcus aorta dan cabang-cabangnya.
b. Venacava superior dan vena brachiosevalica.
c. Trachea.
d. Oesofagus.
e. Ductus thoracicus.
f. Glandula timus atau sisanya.
g. Nervus vagus dan vrenicus (Pearce, 2003 : 220).
2.1.2. Fisiologi Thorax
Fisiologi pernafasan dapat dibedakan menjadi dua yaitu : pernafasan paru-paru
( pernafasan eksterna ) dan pernafasan jaringan ( pernafasan interna )
A. Pernafasan Paru – paru ( Pernafasan Eksterna )
Merupakan pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang terjadi pada paru-
paru. Oksigen diambil melalui mulut dan hidung waktu bernafas, oksigen
masuk melalui trakea dan sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam
kapiler pulmonary. Alveoli memisahkan oksigen dari darah , oksigen menembus
membran , diambil oleh sel darah merah , dibawa ke jantung dan dipompakan
ke seluruh tubuh. 4 proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner :
1. Ventilasi Pulmoner , gerakan pernafasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar.
2. Arus darah melalui paru mengandung O2, masuk ke seluruh tubuh dan
CO2 dari tubuh masuk ke paru
3. Distribusi arus uadara dan arus darah sedemikisn rupa dengan jumlah yang
tepat bias mencapai seluruh bagian.
4. Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbondioksida
lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.

7
B. Pernafasan Jaringan ( Pernafasan Interna )
Darah merah yang banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh masuk
ke jaringan akhirnya mencapai kapiler darah mengeluarkan oksigen ke dalam
jaringan , mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paru
terjadi pernafasan internal.

.2. Patologi Thorax

2.2.1. Massa Pulmo


Pemeriksaan Computer Tomografi (CT) dapat memberikan informasi lebih
banyak. Penilaian pada massa primer paru berupa besarnya densitas massa yang
dapat memberikan gambaran yang inhomogen pada masssa sifat ganas atau
homogeny pada massa jinak. Pemberin bahan kontras intra vena dapat
menentukam sifat massa pada massa ganas umumnya.
Sebagian besar (45%-60%) tumor ganas paru termasuk carcinoma bronkogenik
adalah jenis epidermoid. Pada jenis epidermoid ini dapat mengalami nekrosis dan
membentuk kavitas, tumor ini juga bias menjalar melalui hematogen pada
stadium lanjut. Carsinoma bronkogen pada awal terbentuknya akan tampak
seperti bayangan noduler kecil diperifer paru akan berkembang mnjadi satu massa
sebelum menjadi keluhan. Biasanya massa di paru sebesar 4-12 cm terbentuk
bulat atau oval yang berbenjol dan kadang-kadang pada pemeriksaan tomography
terlihat gambaran yang radiolusen yang menunjukan adanya nekrosis didalam
tumor (rasad, 2005). Gejala yang sering timbul yaitu, turunnya berat badan ,
batuk, dan hemoptisis, dipsnea dan nyeri dada. Nyeri ini sering disebabkan oleh
pleuritis dan perubahan obstruktif (underwood, 2000).
Sebagian besar tumor tumbuh dari bronkus dekat daerah hilus, biasanya pada
lobus atas atau bronkus utama. Kemudian pada sebelah distal, paruakan
mengalami konsolidasi disertai magrofag yang berbuih, sebagai hasil dari
obstruksi bronkus sebelah proksimal. Beberapa adenocarsinoma timbul disebelah
perifer. Tumor perifer yang kecil sangat mudah diobati dengan pembedahan
apabila dapat dideteksi sebelum terjadi metastase.

8
.2.2. Efusi Pleura
Pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak
keadaan yang dapat berasal dari dalam paru sendiri, misalnya infeksi, baik oleh
bakteri maupun virus atau jamur, tumor paru, tumor mediastinum, metastasis, atau
disebabkan oleh keadaan kelainan sistemik, antara lain penyakit-penyakit yang
mengakibatkan terhambatnya aliran getah bening, hipoproteinemia pada penyakit
ginjal, hati, dan kegagalan jantung. Tidak jarang disebabkan juga oleh trauma
akibat kecelakaan atau tindakan pembedahan.
Cairan (pleural effusion) dapat berupa :
1. Cairan Transudat, terdiri atas cairan yang bening, biasanya ditemukan
dalam kegagalan jantung, kegagalan ginjal yang akut atau kronik, keadaan
hipoproteinemia pada kegagalan fungsi hati, pemberian cairan infuse yang
berlebihan, dan fibroma ovarii (Meig’s syndrome).
2. Cairan eksudat, berisi cairan kekeruh-keruhan, paling sering ditemukan
pada infeksi tuberculosis, atau nanah (empiema) dan penyakit-penyakit
kolagen (lupus eritematosus, rheumatoid arthritis).
3. Cairan darah, dapat disebabkan trauma terbuka atau tertutup, infark paru,
dan karsinoma paru.
4. Cairan getah bening; meskipun jarang terjadi, tetapi dapat diakibatkan
oleh sumbatan aliran getah bening thoraks, misalnya pada filiariasis atau
metastasis pada kelenjar getah bening dari suatu keganasan (Radiologi
Diagnostik,1992).

Ada beberapa tipe efusi pleura antara lain :


1. Empyema
Terjadi karena danya cairan yang berupa nanah.
2. Cylothorak
Keadaan dimana terdapat penumpuan getah bening pada rongga pleura.
3. Hemothorak
Terjadi karena adanya darah dalam cairan rongga pleura.

9
Efusi pleura dapat terjadi karena pembentukan cairan pleura yang berlebihan
(dari pleura parietalis ruang interstisial/cavum peritonium)dan adanya
penurunan pengangkut cairan melalui limfatik (Horison,2000).Gejala yang
muncul berupa sesak nafas,rasa berat pada dada,batuk yang disertai dengan
keluarnya darah,demam tinggi.
2.3. Perkembangan CT- Scan

Setelah Godfrey Hounsfield dari EMI Limited London dan James Ambrosse dari
Atkinson Morley’s Hospital mulai memperkenalkan MSCT pada tahun 1970 di London
Inggris maka CT-Scan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Ct- Scan pada
masa tersebut hanya dapat men-scanning kepala dengan waktu pemeriksaan yang cukup
lama. Pada periode- periode selanjutnya CT- Scan mengalami berbagai pembaharuan
dimulai dari CT-Scan generasi kedua hingga CT-Scan generasi ke lima. Pada prinsipnya
pembaharuan tersebut terletak pada fungsi pemeriksaan dan waktu pemeriksaan yang
semakin singkat (Carlton and Arlene, 2001).
Pada tahun 1990, CT-Scan mengalami kemajuan yang cukup penting yaitu mulai
di perkenalkan Helical/Spiral CT. Keunggulan dari piranti ini adalah waktu eksposi yang
semakin singkat. Helical CT menggunakn metode slip ring yang pada prinsipnya
menggantikan kabel – kabel tegangan tinngi yang terpasang pada tabung sinar-x dapat
berotasi secara terus – menerus sambil mengeksposi pasien yang bergerak secara
kontinyu. Prinsip inilah yang di kenal sebagai spiral. Didalam Helical CT di kenal slice
dan multi slice. Perbedaan utama dari kedua prinsip ini terletak pada ring detector
sehingga mempengaruhi lamanya pemeriksaan dan esolusi gambar yang di hasilkan
(Seeram, 2001).
a. CT- Scan Generasi Pertama

Prinsip kerja scanner CT- Scan generasi pertama ialah menggunakan


pancaran berkas sinar –x berbentuk pensil yang di terima oleh salah satu atau
dua detektor. Waktu yang di butuhkan untuk 1 slice dengan rotasi tabung sinar-
x dan detektor sebesar 180 adalah sekitar 4,5 menit.

10
b. CT- Scan Generasi Kedua

Pada generasi ini prinsip dasar scanner mengalami perbaikan yang cukup
besar dibandingkan dengan generasi pertama. Pancaran berkas sinar-x yang di
hasilkan ialah model kipas angin dengan jumlah detektor 30 buah serta waktu
scanning sangat pendek. Waktu scanning hanya 15 detik untuk 1 slice atau 10
menit untuk 40 slice.
c. CT-Scan Generasi ketiga

CT- Scan generasi ini telah menggunakan detektor sejumlah 960 buah
dengan rotasi tabung dan detektor sejauh 360 secara semourna dalam
menghasilkan 1 slice data jaringan selam 1 detik.
d. MSCT Generasi Keempat

MSCT generasi keempat disebut dengan CT Helical atau CT Spiral.


Kelebihannnya penggambaran organ akan lebih cepat dan dapat di olah
menjadi gambar 3 dimensi melalui pengolahan komputer. Generasi ini
menggunakn teknologi fixed-ring yang mempunyai 4800 detektor. Saat
pemeriksaan tabung sinar-x berputar 360 derajat mengelilingi detektor yang
diam dengan waktu scanning sama dengan MSCT generasi ketiga.
e. MSCT Generasi Kelima

MSCT Generasi Kelima diklasifikasikan sebagai MSCT kepal tinggi,


karena dapat memperoleh scan data dalam milidetik.
.4. Dasar – Dasar MSCT

MSCT merupakan suatu modalitas dalam bidang radiodiagnostik yang


memanfaatkan sinar –x dan komputer sehingga mampu menghasilkan gambaran
anatomis tubuh manusia dalam bentuk slice atau irisan (Bontrager, 2001)
Pada MSCT prinsip kerjanya hanya dapat men – scanning tubuh dengan irisan
melintang tubuh. Namun dengan memanfaatkan teknologi komputer maka gambaran
aksial yang telah didapatkam dapat di reformat kembali sehingga di dapatkan gambaran
koronal, sagital, oblik, diagonal bahkan bentuk 3 dimensi dari objek tersebut (Frank,
2012).

11
Di dalam komputer terjadi proses pengolahan dan perekonstruksian gambar
dengan penerapan prinsip matematika atau yang lebih di kenal dengan rekontruksi
algoritma. Dari proses pengolahan tersebut di peroleh data analog yang selanjutnya
ditampilkan ke layar monitor. Gambar yang di tampilkan dalam layar monitor
merupakan irisan penampang tubuh yang disebut scan (Tortorici and Patrick, 1995).
Tampilan gambar organ pada layar monitor pada mulanya dapat berupa irisan
aksial, sagital maupun koronal. Selanjutya dapat di buat beberapa irisan lain yang di
dasari irisan tersebut. Tampilan ini merupakan hasil rekonstruksi melalui metode yang di
kenal dengan teknik post processing. Ada beberapa teknik post processing yang
tersedia pada MSCT, salah satunya teknik recontruksi 2 dimensi dengan metode
multiplanar (MPR) yaitu teknik rekonstruksi yang dibuat untuk mendapatkan gambaran
penampang sagital, koronal dan oblik (Seeram, 2011).
.4.1. Komponen Dasar MSCT

MSCT mempunyai 3 komponen yaitu gantry, couch, dan console. Gantry


dan couch berada di dalam ruangan pemeriksaan sedangkan consule diletakkan
terpisah dalam ruang kontrol.
. Gantry

Gantry merupakan rumah tabung yang berbentuk persegi atau


lingkaran dengan terowongan di bagian tengah. Gantry ini terdiri dari
beberapa komponen antara tabung sinar- x, kolimator dan detektor.
. Couch (Meja Pemeriksaan)

Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk menempatkan dan


memposisikan pasien. Komponen ini biasanya terbuat dari fiber
karbon karena bernomor atom rendah dan sangat kuat menahan obyek
yang di tempatkan di atasnya.
3. Consule (Sistem Konsul)

Consule tersedia dalam berbagai variasi. Model lama masih


menggunkan dua sistem konsul yaitu untuk pengoprasian MSCT
sendiri dan untuk perekam dan pencetakan gambar. Model terbaru

12
sudah memakai sistem satu konsul yaitu sistem kontrol, sistem
pencetak gambar dan sitem perekam gambar (Tortorici and Petrick,
1995).

Gambar 2.2. Komponen – komponen MSCT (Frank, 2012)

.4.2. Parameter MSCT

Penampilan gambar yang baik tergantung pada kualitas gambar yang di


hasilkan sehingga aspek klinis dari gambar tersebut dapat dimanfaatkan untuk
menegakkan diagnosa. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pada MSCT di kenal
beberapa parameter diantaranya : (Romas L.E, 2012)

Gambar 2.3 Gantry Berbentuk Lingkaran (Freund, 2012)

13
a. Slice Thickness

Slice tickness merupakan tebal tipisnya suatu irisan. Pengaruh


ukuran slice thickness terhadap gambaran yaitu semakin tipis slice
thickness semakin baik kualitasnya. Tetapi, di satu sisi ukuran slice
thickness yang semakin tipis akan menghasilkan noise yang tinggi. Selain
itu, dengan mempertipis irisan maka jumlah irisa akan bertambah banyak
sehingga semakin besar radiasi yang di terima oleh pasien . Tetapi hal ini
dapat di atasi dengan software rekontruksi yang mampu mempertipis
ukuran slice setelah di peroleh raw data hasil scan langsung. Misalkan
memilih slice thickness 5mm diawal, setelah gambar dapat di rekontruksi
lagi menjadi separuh menjadi 2,5 mm. Nilai slice thickness pada MSCT
berada dalam rentang 0,3 – 10 mm.
b. Range

Range adalah perpaduan antara kombinasi dari beberapa slice


thickness. Pemanfaatan Range adalah untuk mendapatkan ketebalan irisan
yang berbeda pada suatu lapangan pemeriksaan.
c. Increment

Berhubungan dengan slice thickness dan slice width, increment


dapat juga di katakan sebagai interval. Increment dapat didefinisikan
sebagai jarak /gap antara slice. Jika increment nilainya lebih kecil dari
slice thikcness maka di katakan overlapping. Jika nilainya sama dengan
slice thikcness, maka tidak ada jarak antara slice atau berimpit. Nilai
increment berkisar pada rentang 0,1 -10 mm.
d. Volume Coverage

Volume Coverage di artikan sebagai ukuran panjang objek yang di


dapat di cover selam scan. Volume coverage ditentukan oleh slice
thikcness, scan time per rotasi, durasi scanning dan pitch. Sebagai contoh
jika slice thikcness 10mm, scan per rotasi 1 detik, durasi scan 10 detik dan
pitch= 1 maka volume coverage adalah hasil kali slice thikcnees, durasi

14
scan dan pitch di bagi dengan scan time per rotasi. Sehingga menjadi
10mm atau 10 cm. MSCT saat ini memiliki kemampuan scanning sampai
dengan 150 cm.
e. Faktor Eksposi

Faktor eksposi adalah faktor – faktor yang berpengaruh terhadap


eksposi meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mAs), waktu eksposi
(s). Besarnya tabung dapat di pilih secara otomatis di setiap pemeriksaan.
f. Gantry Tilt

Gantry tilt merupakan sudut yang di bentuk oleh gantry. Gantry


tilt di perlukan pada pemeriksaan misalnya jika pada suatu positioning
pasien tidak dapat di posisikan dengan sudut 0 derajat. Sehingga di bantu
dengan penyudutan gantry. Gantry dapat miring positif dan negatif sampai
25 – 30.
g. Pitch

Pitch hanya di jumpai pada MSCT jenis spiral. Pitch merupakan


hasil dari jarak pergerakan meja per rotasi di bagi dengan slice 10mm
maka pitch = 1.
h. Field Of View

Field Of View (FOV) merupakan ukuran luas objek yang akan di


citrakan dan di tempatkan dalam 1024 x 1024 matrik di atas. Semakin
besar FOV semakin besar pula ukuran pixelnya.
i. Scan Time

Waktu scanning dapat diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan


selama sinar-x keluar dalamdurasi waktu tertentu. MSCT mampu
melakukan scanning continue tanpa putus sampai dengan 100 detik.
Sedangkan scan time per rotation merupakan waktu yang di perlukan
untuk satu putaran tabung sinar-x scan time per rotasi untuk masing-
masing pesawat berbeda, tetapi berkisar dari 0,3- 3 detik.
j. Rekonstruksi Matrik

15
Rekonstruksi matrik adalah derajat baris dan kolom dari picture
element (pixel) dalam proses perekonstruksian gambar. Pada umumnya
matrik yang digunakan berukuran 512 x 512 atau 1024 x1024.
k. Rekonstruksi Algoritma

Rekonstruksi algoritma di sebut juga dengan filter dan kernel.


Rekonstruksi algoritma adalah prosedur matematika yang di gunakan
dalam merekonstruksi gambar. Dengan adanya metode ini maka gambaran
seperti tulang, jaringan lunak dan jaringan – jaringan lain dapat di bedakan
dengan jelas pada layar monitor. Prinsipnya pengaturan rekonstruksi
algoritma adalah smooth/soft, standart dan sharp. Smooth akan
menghasilkan low contras resolution dengan noise yang rendah.
Sebaliknya untuk sharp menghasilkan high resolution dan noise yang
tinggi. Sedangkan standart merupakan algoritma dengan mengadopsi nilai
contrast resolution dan noise yang berimbang.
l. Window Level

Window level adalah nilai tengah dari window yang di gunakan


untuk penampilan gambar. Nilainya dapat di pilih dan tergantung pada
karakteristik pelemahan dari struktur obyek yang di periksa. Window level
menentukan densitas gambar yang di hasilkan.
m. Window Width

Window width adalah rentang nilai computed tomography yang


dikonversi menjadi gray level untuk di tampilkan dalam tv monitor.
Tabel. Nilai Multi Slice Computed Tomography (Housfield Units) pada
jaringan

Tipe Jaringan Nilai Tipe Jaringan Nilai


MSCT MSCT
Tulang petrosum + 3.000 Otak kecil + 30
Rata – rata tulang + 1.000 Substansi kelabu + 20 – 40

16
Kortek tulang + 800 Darah + 13 – 18
Gumpalan darah + 55 – 75 CSF + 15
Limpa + 50 – 70 Tumor + 3 – 35
Hati + 40 – 70 Kandung empedu + 5 – 30
Pankreas + 40 -60 Air 0
Ginjal + 40 - 60 Mata - 25
Aorta + 35 – 50 Lemak - 100
Otot + 35 – 50 Paru - 140 –
Substansi putih + 36 - 46 Udara 400
- 1.000

(Carlton and Arlene, 2001)


n. Window Level

Window level adalah nilai tengah dari window yang di gunakan


untuk penampilan gambar. Nilain nya dapat di pilih dan tergantung pada
karakteristik pelemahan dari struktur objek yang di periksa. Window level
menentukan densitas gambar yang akan di hasilkan.

.4. Pemeriksaan CT Scan Thorax


Pencitraan paru-paru pada umumnya ditampilkan dengan gambaran axial. Gambaran
axial tidak perlu memerlukan penyudutan gentry. Media kontras yang disuntikan melalui
intravena dapat digunakan untuk membedakan massa dengan pembuluh darah
mediastinum. Selain itu penggunaan media kontras dapat membantu dalam penilaian
malforasi vaskuler. Dalam memakai media kontras harus digunakan sesuai standar.
Kemudian FOV (Field Of View)diatur cukup besar agar dapat mencakup batas lateral
dari thorax (Neseth, 2000)
2.4.1. Persiapan Pasien
a. Puasa 4-6 jam sebelum pemeriksaan
b. Periksa laboraturium kadar ureum dan creatinin
c. Pasien diberi penjelasan tentang pemeriksaan yang akan dilakukan.
d. Cek riwayat asma, alergi dan penyakit lain.

17
e. Memberi penjelasan kepada pasien mengenai prosedur dan jalannya
pemeriksaan dengan jelas.
f. Penderita melepaskan aksesoris seperti kalung, bra dan mengganti baju
dengan baju khusus pasien supaya tidak menyebabkan timbulnya artefak.
2.4.2. Persiapan alat dan bahan (Wasripin, 2007)
a. Pesawat CT Scan
b. Tabung oksigen
c. Media kontras : Omnipaque 100-150 cc
d. Wing niddle
e. Spuit 20ml
f. Kassa dan kapas
g. Alcohol
h. Alat fiksasi
2.4.3. Teknik pemeriksaan CT Scan thorax

Pasien diposisikan tidur terlentang di atas meja pemeriksaan dengan posisi kepala
dekat gentry. Pasien diposisikan MSP ( Mid Saggital Plane )tubuh sejajardengan
lampu indicator longitudinal. Kedua lengan pasien diletakkan diatas kepala.
Untuk mengurangi artefak yang diakibatkan pergerakan pasien diberi fiksasi
berupa tali pengikat. Foam padding yang diletakan dibawah lutut pasien dapat
mengurangi tekanan. Pasien diberi informasi mengenai cara pernafasan yang tepat
sebelum pemeriksaan . (Neseth, 2000)

2.4.4. Teknik pemasukan media kontras

Media kontras dimasukan secara injeksi melalui vena cubiti dengan injector atau
manual (tangan). Jumlah media kontras sekitar 60-150 cc dengan kecepatan 2-4
cc/detik. Scaning dilakukan 30-60 detik sejak pemasukkan kontras. Banyaknya
media kontras dan kecepatan injeksi serta delay time tergantung dari berat badan
dan organ yang ingin dinilai (Wesripin, 2007)

18
2.4.4. Scannogram CT Scan thorax

Scenogram Thorax (Bontrager, 2005)

BAB III

19
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1. HASIL PENELITIAN


Pada bab ini penulis akan memeparkan hasil penelitian berupa pelaksaan pemeriksaan
CT Scan Thorax pada kasus efusi pleura dextra dan massa pulmo dextra di Instalasi
Radiologi RSPAU Dr. S. Hardjolukito.
3.1.1. Paparan Kasus
Nama : Tn. S
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat :
No. RM : 0745xx
Tanggal pemeriksaan : 06 Januari 2014
Pemeriksaan : CT Scan Thorax
Diagnose : Efusi Pleura dan Massa Pulmo Dextra
Dokter Pengirim : dr.Azhari, SpP

3.1.2 Riwayat Pasien

Sekitar tiga hari sebelum Tn. S dibawa ke RSPAU Dr. S. Hardjolukito Tn.
S mengalami sesak nafas dan batuk batuk terus , hingga akhirnya pada
tanggal 06 Januari 2014 Tn. S di bawa ke UGD RSPAU Dr. S.
Hardjolukito. Kemudian Tn. S di bawa oleh perawat UGD ke instalasi
radiologi RSPAU Dr. S. Hardjolukito dengan membawa permintaan foto
thorax, setelah melihat hasil dari foto Thorax dokter yang menangani
meminta foto CT Scan Thorax agar lebih jelas dalam mendiagnosa.

3.1.3 Teknik Pemeriksaan Thorax pada Kasus Efusi Pleura dan Massa Pulmo
Dextra di Instalasi Radiologi RSPAU Dr. S. Hardjolukito.

a. Persiapan Pasien

20
Pada tanggal 06 Januari 2014, pasien dating ke Instalasi Radiologi
dengan membawa surat permintaan foto CT Scan Thorax. Tidak ada
persiapan khusus untuk pemeriksaan. Hanya melepaskan benda-
benda logam yang ada pada tubuh pasien. Dan mengganti baju
dengan baju pasien yang sudah disediakan.
b. Persiapan Alat
Persiapan Alat :
1. Pesawat CT Scan
Merk : Siemens Somatom Emotion
No. Serial : 32456
No. Model : 10165880
2. Tabung Oksigen
3. Alat Fiksasi
4. Meja Konsul
5. Printer : Kodak Dry View 5800 Laser Imanger
6. Baju Pasien
c. Teknik Pemeriksaan CT Scan Thorax
1. Posisi Pasien
Pasien diposisikan terlentang diatas meja pemeriksaan kedua
lengan tangan dinaikan keatas kemudian diberi fiksasi
dengan diikatkan pada alat imobilisasi. Tali pengikat
direkatkan pada bagian dada. Kemudian diberi aba-aba tarik
nafas kemudian ditahan melalui suara yang sudah deprogram
dalam pesawat CT Scan
2. Posisi Obyek
a) Pasien diposisikan sehingga MSP (Mid Sagital Plane)
Tubuh pasien sejajar dengan lampu positioning
longitudinal
b) MCP (Mid Coronal Plane) pada pasien akan masuk
melalui pertengahan dari bidang horizontal gentry
dari pesawat CT Scan

21
c) Parameter CT Scan

1. Sconogram Thoraks AP

2. Range C7 sampai
diafragma

3. Slice 1,5 – 10 mm
Thickness

4. FOV 318 mm

5. Gantry Tilt Gantry tidak perlu


dimiringkan

6. KV 130

7. mAs 70

8. Rekontruksi High Resolution


Algorithma

9. Window Width _1200 HU

10. Window Level -600 HU sampai


-900 HU

d) Teknik Pengambilan Gambar


Data asli di recond terlebih dahulu menjadi irisan
dengan ketebalan irisan 1-1,5 mm. Kemudian
direcord menjadi potongan 5 mm. Menggunakan
window lungs dan window mediastinum. Apabila
terdapat massa maka daerah massa tersebut diukur
pada posisi saggital, axial, dan coronal untuk
mengetahui kepadatannya. Pilih gambaran yang dapat
menunjukan informasi, kemudain diprint.

e) Hasil Radiograf

22
f) Hasil Bacaan Radiograf CT Scan Thorax
Bayangan hipodens inhomogen densitas jaringan
lunak dengan klasifikasi terutama dibadian tengahnya
dihemithorax dextrae, menyikong suatu effuse pleura
terlokalisir.

3.2. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan, studi pustaka, dan dokumentasi dapat diambil


kesimpulan pada prosedur pemeriksaan CT Scan Thorak dengan kasus efusi pleura
dextra dan massa pulmo dextra di instalasi radiologi RSPAU Dr. S. Hardjolukito.
Selanjutkan penulis akan membahas permasalahan yang penulis ambil,yaitu :

3.2.1. Prosedur pemeriksaan CT Scan Thorax dengan kasus efusi pleura dextra dan
massa pulmo dextra di instalasi radiologi RSPAU Dr. S. Hardjolukito.
a. Persiapan Pasien
Persiapan pasien yang dilakukan tidak ada persiapan khusus bagi
pasien, hanya melepas sesuatu yang bersifat logam,supaya tidak
mengganggu gambaran radiograf. Hal ini tidak sesuai dengan teori,
menurut teori dibutuhkan persiapan pasien sebelum dilakukan
pemeriksaan CT Scan Thorak karena menggunakan media kontras.
b. Persiapan alat dan bahan
Pada umumnya persiapan alat dan bahan yang digunakan sama
dengan teori, hanya saja tidak menggunakan media kontras maka
tidak memerlukan persiapan alat dan bahan.
23
c. Parameter CT Scan
Parameter yang digunakan seperti FOV, Window Widht, Window
Level, Gantry tilt, Kv, mAs, Scanogram sudah sesuai dengan teori,
hanya saja slice thickness yang digunakan saat proses scaning
menggunakan 1,5 mm, kemudian ssat proses print menggunakan 5
mm. Alasan memakai dua slice thickness karena slice thickness 1,5
mm digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih detail dan
menghasilkan resolusi yang lebih jelas, sedangkan saat proses print
slice thickness yang digunakan 5mm karena untuk menghemat
penggunaan film
d. Teknik Pemeriksaan
Pelaksanaan prosedur pemeriksaan CT Scan Thorak pada kasus
Efusi Pleura dextra dan Massa Pulmo dextra ini tidak sesuai dengan
teori. Menurut penulis penggunaan media kontras pada kasus ini
seharusnya digunakan untuk mendapatkan gambaran radiograf yang
lebih maksimal, dengan menggunakan media kontras dapat
menentukan patologi anatomis dan menentukan letak massa dengan
jelas. Hal ini diperkuat dengan teori yang di sampaikan Nesseth dan
William (2000) bahwa pemeriksaan CT Scan Thorax harus
menggunakan media kontras khususnya pada kasus massa.

3.2.2. Alasan tidak menggunakan media kontras pada pemeriksaan CT Scan Thorak
pada kasus Efusi Pleura dextra dan Massa Pulmo dextra di Instalasi Radiologi
RSPAU dr. S. Hardjolukito :

a. Gambaran CT Scan yang dihasilkan sudah dapat memberikan


informasi yang jelas dan dapat memperlihatkan adanya massa
pulmo.

b. Kemungkinan dapat mengakibatkan kontra indikasi pada pasien


yang alergi obat-obatan.

24
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. KESIMPULAN

25
Dari hasil pembahasan mengenai pelaksanaan CT Scan Thorax dengan kasus Efusi
Pleura dextra dan Massa Pulmo dextra di Instalasi Radiodiagnostik RSPAU. Dr. S.
Hardjolukito didapatkan kesimpulan :
4.1.1. Teknik pemeriksaan CT Scan Thorak dengan kasus Efusi Pleura dextra dan
Massa Pulmo dextra di Instalasi Radiodiagnostik RSPAU. Dr. S. Hardjolukito
tidak sama dengan teori. Pelaksanaan pemeriksaan CT Scan thorax dilapangan
tidak menggunakan media kontras.
4.1.2. Pada pemeriksaan CT Scan Thorak dengan kasus Efusi Pleura dextra dan Massa
Pulmo dextra di Instalasi Radiodiagnostik RSPAU. Dr. S. Hardjolukito tidak
menggunakan media kontras karena kemungkinan terjadi kontra indikasi
terhadap pasien saat penggunaan media kontras, karena gambaran Ct Scan yang
dihasilakan juga sudah dapat memperlihatkan massa pulmo.
4.2. SARAN
4.2.1. Sebaiknya pemeriksaan CT Scan thorax dilakukan dengan menggunakan media
kontras.
4.2.2. Sebaiknya CT Scan thorax dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap yang
sudah ada.

26

Anda mungkin juga menyukai