PENDAHULUAN
sehingga mampu menAmpilkan gambar anatomis tubuh dalam manusia dalam bentuk
irisan atau slice. Prinsip kerja CT-Scan menggunakan sinar-x sebagai sumber radiasi.
Sinar-x berasal dari tabung yang terletak berhadapan dengan sejumlah detektor, dimana
keduanya bergerak secara sinkron memutari pasien sebagai objek yang ditempatkan
Perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat pesat akhir-akhir ini telah
Hounsfileds pada tahun 1969. CT- Scan adalah suatu metode pencitraan dengan
menggunakan sinar-x dan merupakan bagian dari pemeriksaan radiodiagnostik yang dapat
Scan dapat membantu menegakkan diagnosa salah satunya adalah terhadap klinis corpus
alienum.
thorax dengan klinis Efusi Pleura dextra dan massa pulmo dextra dilakukan dengan
prosedur yang sama dengan pemeriksaan CT-Scan Thorax biasa, ia tidak secara langsung
1
melakukan pemeriksaan CT-Scan Thorax dengan menggunakan media kontras untuk
Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut mengenai
teknik pemeriksaan CT-Scan Thorax dengan klinis Efusi Pleura dextra dan Massa Pulmo
SCAN THORAX DENGAN KASUS EFUSI PLEURA DEXTRA DAN MASSA PULMO
Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
.3.1. Bagaimana prosedur pemeriksaan CT-Scan Thorax dengan kasus Efusi Pleura
Hardjolukito ?
.3.1. Mengapa pada pemeriksaan CT Scan Thorax dengan kasus Efusi Pleura dextra
.3.1. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan CT-Scan Thorax dengan kasus Efusi
Pleura dextra dan Massa Pulmo dextra di Instalasi Radiodiagnostik RSPAU. Dr.
S. Hardjolukito ?
2
.3.1. Untuk mengetahui alasan tidak menggunakan media kontras pada pemeriksaan
CT Scan Thorax dengan kasus Efusi Pleura dextra dan Massa Pulmo dextra di
Manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan laporan kasus ini antara lain:
Penulis dapat menambah pengalaman dan dapat mengetahui lebih lanjut tentang
teknik pemeriksaan CT-Scan Thorax dengan dengan kasus Efusi pleura dextra dan
CT-Scan Thorax dengan kasus Efusi pleura dextra dan Massa Pulmo dextra
pada pemeriksaan CT-Scan Thorax dengan kasus Efusi Pleura dextra dan Massa
Pulmo dextra.
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan
sistematika penulisan.
3
Berisi tentang anatomi, fisiologi dan patologi dari pada otak dan mata. Dasar-dasar CT-
BAB IV : PENUTUP
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Gambar kedudukan paru
Setiap paru berbentuk kerucut dan neniliki :
a. Apeks, yang meluas ke dalam leher sekitar 2,5 cm ke atas clavivula.
b. Permukaan costo-vertebral, menempel pada bagian dalam dinding dada.
c. Permukaan mediantinum menempel pada perikardium dan jantung.
d. Basis, terletak pada diafragma (Pearce, 2003 : 216).
Paru kanan terbagi menjadi dua fisura dan tiga lobus yaitu superior, media dan
inferior. Paru kiri terbagi oleh sebuah fisura dan dua lobus yaitu superior dan
inferior (Pearce, 2003 : 215).
Brochus pada setiap sel sisi bercabang menjadi cabang-cabang utama, satu
untuk setiap lobus paru. Segmen paru daerah tersebut disuplai oleh cabang utama
bronchus, setiap segmen adalah unit mandiri dengan supali darah sendiri. Paru
kanan memiliki sepuluh segmen, paru kiri memiliki sembilan segmen. Setiap
segmen berbentuk biji yang tipis pada hilus paru (Pearce, 2003 :214).
Di dalam segmen, cabang brochus utama memecah menjadi cabang-cabang
yang lebih kecil. Duktus alveolus adalah cabang yang paling kecil, setiap ujung
terdapat sekelompok alveolus. Alveolus adalah kantong berdinding tipis yang
mengandung udara, melalui seluruh dinding inilah terjadi pertukaran gas. Setiap
paru mengenadung sekitar 300 juta alveoli. Lubang-lubang kecil di dalam dinding
alveola memungkinkan udara melewati suatu alveolus ke alveolus lain (Pearce,
2003 : 214).
Lobus primer atau unit paru adalah broncheolus dengan kelompok alveolusnya
(Pearce, 2003 : 216).
A. Anatomi Pleura
Pleura adalah membran tipis transparan yang melapisi paru dalam dua lapis
yaitu lapisan viceral, yang melekat erat pada permukaan paru dan lapisan paretale
yang melapisi permukaan dinding dada. Kedua lapisan ini bersambungan pada
hilus paru. Kavum paru adalah rongga diantara kedua lapisan trsebut. Permukaan
yang saling melekat itu lembab dan salaing brgerak satu sama lain (Pearce, 2003 :
219).
6
B. Anatomi Mediastinum
Mediastinum adalah daerah di dalam dada diantara kedua paru. Ruang ini
dibagi mediastinum superior dan inferior oleh garis imaginer yang ditarik ke
belakang dari angulus sternalis (manubrium dengan corpus sterni) ke vertebra
thorachal IV.
Mediastinum mengandung :
a. Arcus aorta dan cabang-cabangnya.
b. Venacava superior dan vena brachiosevalica.
c. Trachea.
d. Oesofagus.
e. Ductus thoracicus.
f. Glandula timus atau sisanya.
g. Nervus vagus dan vrenicus (Pearce, 2003 : 220).
2.1.2. Fisiologi Thorax
Fisiologi pernafasan dapat dibedakan menjadi dua yaitu : pernafasan paru-paru
( pernafasan eksterna ) dan pernafasan jaringan ( pernafasan interna )
A. Pernafasan Paru – paru ( Pernafasan Eksterna )
Merupakan pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang terjadi pada paru-
paru. Oksigen diambil melalui mulut dan hidung waktu bernafas, oksigen
masuk melalui trakea dan sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam
kapiler pulmonary. Alveoli memisahkan oksigen dari darah , oksigen menembus
membran , diambil oleh sel darah merah , dibawa ke jantung dan dipompakan
ke seluruh tubuh. 4 proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner :
1. Ventilasi Pulmoner , gerakan pernafasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar.
2. Arus darah melalui paru mengandung O2, masuk ke seluruh tubuh dan
CO2 dari tubuh masuk ke paru
3. Distribusi arus uadara dan arus darah sedemikisn rupa dengan jumlah yang
tepat bias mencapai seluruh bagian.
4. Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbondioksida
lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.
7
B. Pernafasan Jaringan ( Pernafasan Interna )
Darah merah yang banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh masuk
ke jaringan akhirnya mencapai kapiler darah mengeluarkan oksigen ke dalam
jaringan , mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paru
terjadi pernafasan internal.
8
.2.2. Efusi Pleura
Pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak
keadaan yang dapat berasal dari dalam paru sendiri, misalnya infeksi, baik oleh
bakteri maupun virus atau jamur, tumor paru, tumor mediastinum, metastasis, atau
disebabkan oleh keadaan kelainan sistemik, antara lain penyakit-penyakit yang
mengakibatkan terhambatnya aliran getah bening, hipoproteinemia pada penyakit
ginjal, hati, dan kegagalan jantung. Tidak jarang disebabkan juga oleh trauma
akibat kecelakaan atau tindakan pembedahan.
Cairan (pleural effusion) dapat berupa :
1. Cairan Transudat, terdiri atas cairan yang bening, biasanya ditemukan
dalam kegagalan jantung, kegagalan ginjal yang akut atau kronik, keadaan
hipoproteinemia pada kegagalan fungsi hati, pemberian cairan infuse yang
berlebihan, dan fibroma ovarii (Meig’s syndrome).
2. Cairan eksudat, berisi cairan kekeruh-keruhan, paling sering ditemukan
pada infeksi tuberculosis, atau nanah (empiema) dan penyakit-penyakit
kolagen (lupus eritematosus, rheumatoid arthritis).
3. Cairan darah, dapat disebabkan trauma terbuka atau tertutup, infark paru,
dan karsinoma paru.
4. Cairan getah bening; meskipun jarang terjadi, tetapi dapat diakibatkan
oleh sumbatan aliran getah bening thoraks, misalnya pada filiariasis atau
metastasis pada kelenjar getah bening dari suatu keganasan (Radiologi
Diagnostik,1992).
9
Efusi pleura dapat terjadi karena pembentukan cairan pleura yang berlebihan
(dari pleura parietalis ruang interstisial/cavum peritonium)dan adanya
penurunan pengangkut cairan melalui limfatik (Horison,2000).Gejala yang
muncul berupa sesak nafas,rasa berat pada dada,batuk yang disertai dengan
keluarnya darah,demam tinggi.
2.3. Perkembangan CT- Scan
Setelah Godfrey Hounsfield dari EMI Limited London dan James Ambrosse dari
Atkinson Morley’s Hospital mulai memperkenalkan MSCT pada tahun 1970 di London
Inggris maka CT-Scan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Ct- Scan pada
masa tersebut hanya dapat men-scanning kepala dengan waktu pemeriksaan yang cukup
lama. Pada periode- periode selanjutnya CT- Scan mengalami berbagai pembaharuan
dimulai dari CT-Scan generasi kedua hingga CT-Scan generasi ke lima. Pada prinsipnya
pembaharuan tersebut terletak pada fungsi pemeriksaan dan waktu pemeriksaan yang
semakin singkat (Carlton and Arlene, 2001).
Pada tahun 1990, CT-Scan mengalami kemajuan yang cukup penting yaitu mulai
di perkenalkan Helical/Spiral CT. Keunggulan dari piranti ini adalah waktu eksposi yang
semakin singkat. Helical CT menggunakn metode slip ring yang pada prinsipnya
menggantikan kabel – kabel tegangan tinngi yang terpasang pada tabung sinar-x dapat
berotasi secara terus – menerus sambil mengeksposi pasien yang bergerak secara
kontinyu. Prinsip inilah yang di kenal sebagai spiral. Didalam Helical CT di kenal slice
dan multi slice. Perbedaan utama dari kedua prinsip ini terletak pada ring detector
sehingga mempengaruhi lamanya pemeriksaan dan esolusi gambar yang di hasilkan
(Seeram, 2001).
a. CT- Scan Generasi Pertama
10
b. CT- Scan Generasi Kedua
Pada generasi ini prinsip dasar scanner mengalami perbaikan yang cukup
besar dibandingkan dengan generasi pertama. Pancaran berkas sinar-x yang di
hasilkan ialah model kipas angin dengan jumlah detektor 30 buah serta waktu
scanning sangat pendek. Waktu scanning hanya 15 detik untuk 1 slice atau 10
menit untuk 40 slice.
c. CT-Scan Generasi ketiga
CT- Scan generasi ini telah menggunakan detektor sejumlah 960 buah
dengan rotasi tabung dan detektor sejauh 360 secara semourna dalam
menghasilkan 1 slice data jaringan selam 1 detik.
d. MSCT Generasi Keempat
11
Di dalam komputer terjadi proses pengolahan dan perekonstruksian gambar
dengan penerapan prinsip matematika atau yang lebih di kenal dengan rekontruksi
algoritma. Dari proses pengolahan tersebut di peroleh data analog yang selanjutnya
ditampilkan ke layar monitor. Gambar yang di tampilkan dalam layar monitor
merupakan irisan penampang tubuh yang disebut scan (Tortorici and Patrick, 1995).
Tampilan gambar organ pada layar monitor pada mulanya dapat berupa irisan
aksial, sagital maupun koronal. Selanjutya dapat di buat beberapa irisan lain yang di
dasari irisan tersebut. Tampilan ini merupakan hasil rekonstruksi melalui metode yang di
kenal dengan teknik post processing. Ada beberapa teknik post processing yang
tersedia pada MSCT, salah satunya teknik recontruksi 2 dimensi dengan metode
multiplanar (MPR) yaitu teknik rekonstruksi yang dibuat untuk mendapatkan gambaran
penampang sagital, koronal dan oblik (Seeram, 2011).
.4.1. Komponen Dasar MSCT
12
sudah memakai sistem satu konsul yaitu sistem kontrol, sistem
pencetak gambar dan sitem perekam gambar (Tortorici and Petrick,
1995).
13
a. Slice Thickness
14
scan dan pitch di bagi dengan scan time per rotasi. Sehingga menjadi
10mm atau 10 cm. MSCT saat ini memiliki kemampuan scanning sampai
dengan 150 cm.
e. Faktor Eksposi
15
Rekonstruksi matrik adalah derajat baris dan kolom dari picture
element (pixel) dalam proses perekonstruksian gambar. Pada umumnya
matrik yang digunakan berukuran 512 x 512 atau 1024 x1024.
k. Rekonstruksi Algoritma
16
Kortek tulang + 800 Darah + 13 – 18
Gumpalan darah + 55 – 75 CSF + 15
Limpa + 50 – 70 Tumor + 3 – 35
Hati + 40 – 70 Kandung empedu + 5 – 30
Pankreas + 40 -60 Air 0
Ginjal + 40 - 60 Mata - 25
Aorta + 35 – 50 Lemak - 100
Otot + 35 – 50 Paru - 140 –
Substansi putih + 36 - 46 Udara 400
- 1.000
17
e. Memberi penjelasan kepada pasien mengenai prosedur dan jalannya
pemeriksaan dengan jelas.
f. Penderita melepaskan aksesoris seperti kalung, bra dan mengganti baju
dengan baju khusus pasien supaya tidak menyebabkan timbulnya artefak.
2.4.2. Persiapan alat dan bahan (Wasripin, 2007)
a. Pesawat CT Scan
b. Tabung oksigen
c. Media kontras : Omnipaque 100-150 cc
d. Wing niddle
e. Spuit 20ml
f. Kassa dan kapas
g. Alcohol
h. Alat fiksasi
2.4.3. Teknik pemeriksaan CT Scan thorax
Pasien diposisikan tidur terlentang di atas meja pemeriksaan dengan posisi kepala
dekat gentry. Pasien diposisikan MSP ( Mid Saggital Plane )tubuh sejajardengan
lampu indicator longitudinal. Kedua lengan pasien diletakkan diatas kepala.
Untuk mengurangi artefak yang diakibatkan pergerakan pasien diberi fiksasi
berupa tali pengikat. Foam padding yang diletakan dibawah lutut pasien dapat
mengurangi tekanan. Pasien diberi informasi mengenai cara pernafasan yang tepat
sebelum pemeriksaan . (Neseth, 2000)
Media kontras dimasukan secara injeksi melalui vena cubiti dengan injector atau
manual (tangan). Jumlah media kontras sekitar 60-150 cc dengan kecepatan 2-4
cc/detik. Scaning dilakukan 30-60 detik sejak pemasukkan kontras. Banyaknya
media kontras dan kecepatan injeksi serta delay time tergantung dari berat badan
dan organ yang ingin dinilai (Wesripin, 2007)
18
2.4.4. Scannogram CT Scan thorax
BAB III
19
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sekitar tiga hari sebelum Tn. S dibawa ke RSPAU Dr. S. Hardjolukito Tn.
S mengalami sesak nafas dan batuk batuk terus , hingga akhirnya pada
tanggal 06 Januari 2014 Tn. S di bawa ke UGD RSPAU Dr. S.
Hardjolukito. Kemudian Tn. S di bawa oleh perawat UGD ke instalasi
radiologi RSPAU Dr. S. Hardjolukito dengan membawa permintaan foto
thorax, setelah melihat hasil dari foto Thorax dokter yang menangani
meminta foto CT Scan Thorax agar lebih jelas dalam mendiagnosa.
3.1.3 Teknik Pemeriksaan Thorax pada Kasus Efusi Pleura dan Massa Pulmo
Dextra di Instalasi Radiologi RSPAU Dr. S. Hardjolukito.
a. Persiapan Pasien
20
Pada tanggal 06 Januari 2014, pasien dating ke Instalasi Radiologi
dengan membawa surat permintaan foto CT Scan Thorax. Tidak ada
persiapan khusus untuk pemeriksaan. Hanya melepaskan benda-
benda logam yang ada pada tubuh pasien. Dan mengganti baju
dengan baju pasien yang sudah disediakan.
b. Persiapan Alat
Persiapan Alat :
1. Pesawat CT Scan
Merk : Siemens Somatom Emotion
No. Serial : 32456
No. Model : 10165880
2. Tabung Oksigen
3. Alat Fiksasi
4. Meja Konsul
5. Printer : Kodak Dry View 5800 Laser Imanger
6. Baju Pasien
c. Teknik Pemeriksaan CT Scan Thorax
1. Posisi Pasien
Pasien diposisikan terlentang diatas meja pemeriksaan kedua
lengan tangan dinaikan keatas kemudian diberi fiksasi
dengan diikatkan pada alat imobilisasi. Tali pengikat
direkatkan pada bagian dada. Kemudian diberi aba-aba tarik
nafas kemudian ditahan melalui suara yang sudah deprogram
dalam pesawat CT Scan
2. Posisi Obyek
a) Pasien diposisikan sehingga MSP (Mid Sagital Plane)
Tubuh pasien sejajar dengan lampu positioning
longitudinal
b) MCP (Mid Coronal Plane) pada pasien akan masuk
melalui pertengahan dari bidang horizontal gentry
dari pesawat CT Scan
21
c) Parameter CT Scan
1. Sconogram Thoraks AP
2. Range C7 sampai
diafragma
3. Slice 1,5 – 10 mm
Thickness
4. FOV 318 mm
6. KV 130
7. mAs 70
e) Hasil Radiograf
22
f) Hasil Bacaan Radiograf CT Scan Thorax
Bayangan hipodens inhomogen densitas jaringan
lunak dengan klasifikasi terutama dibadian tengahnya
dihemithorax dextrae, menyikong suatu effuse pleura
terlokalisir.
3.2. PEMBAHASAN
3.2.1. Prosedur pemeriksaan CT Scan Thorax dengan kasus efusi pleura dextra dan
massa pulmo dextra di instalasi radiologi RSPAU Dr. S. Hardjolukito.
a. Persiapan Pasien
Persiapan pasien yang dilakukan tidak ada persiapan khusus bagi
pasien, hanya melepas sesuatu yang bersifat logam,supaya tidak
mengganggu gambaran radiograf. Hal ini tidak sesuai dengan teori,
menurut teori dibutuhkan persiapan pasien sebelum dilakukan
pemeriksaan CT Scan Thorak karena menggunakan media kontras.
b. Persiapan alat dan bahan
Pada umumnya persiapan alat dan bahan yang digunakan sama
dengan teori, hanya saja tidak menggunakan media kontras maka
tidak memerlukan persiapan alat dan bahan.
23
c. Parameter CT Scan
Parameter yang digunakan seperti FOV, Window Widht, Window
Level, Gantry tilt, Kv, mAs, Scanogram sudah sesuai dengan teori,
hanya saja slice thickness yang digunakan saat proses scaning
menggunakan 1,5 mm, kemudian ssat proses print menggunakan 5
mm. Alasan memakai dua slice thickness karena slice thickness 1,5
mm digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih detail dan
menghasilkan resolusi yang lebih jelas, sedangkan saat proses print
slice thickness yang digunakan 5mm karena untuk menghemat
penggunaan film
d. Teknik Pemeriksaan
Pelaksanaan prosedur pemeriksaan CT Scan Thorak pada kasus
Efusi Pleura dextra dan Massa Pulmo dextra ini tidak sesuai dengan
teori. Menurut penulis penggunaan media kontras pada kasus ini
seharusnya digunakan untuk mendapatkan gambaran radiograf yang
lebih maksimal, dengan menggunakan media kontras dapat
menentukan patologi anatomis dan menentukan letak massa dengan
jelas. Hal ini diperkuat dengan teori yang di sampaikan Nesseth dan
William (2000) bahwa pemeriksaan CT Scan Thorax harus
menggunakan media kontras khususnya pada kasus massa.
3.2.2. Alasan tidak menggunakan media kontras pada pemeriksaan CT Scan Thorak
pada kasus Efusi Pleura dextra dan Massa Pulmo dextra di Instalasi Radiologi
RSPAU dr. S. Hardjolukito :
24
BAB V
4.1. KESIMPULAN
25
Dari hasil pembahasan mengenai pelaksanaan CT Scan Thorax dengan kasus Efusi
Pleura dextra dan Massa Pulmo dextra di Instalasi Radiodiagnostik RSPAU. Dr. S.
Hardjolukito didapatkan kesimpulan :
4.1.1. Teknik pemeriksaan CT Scan Thorak dengan kasus Efusi Pleura dextra dan
Massa Pulmo dextra di Instalasi Radiodiagnostik RSPAU. Dr. S. Hardjolukito
tidak sama dengan teori. Pelaksanaan pemeriksaan CT Scan thorax dilapangan
tidak menggunakan media kontras.
4.1.2. Pada pemeriksaan CT Scan Thorak dengan kasus Efusi Pleura dextra dan Massa
Pulmo dextra di Instalasi Radiodiagnostik RSPAU. Dr. S. Hardjolukito tidak
menggunakan media kontras karena kemungkinan terjadi kontra indikasi
terhadap pasien saat penggunaan media kontras, karena gambaran Ct Scan yang
dihasilakan juga sudah dapat memperlihatkan massa pulmo.
4.2. SARAN
4.2.1. Sebaiknya pemeriksaan CT Scan thorax dilakukan dengan menggunakan media
kontras.
4.2.2. Sebaiknya CT Scan thorax dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap yang
sudah ada.
26