Anda di halaman 1dari 21

TEKNIK PEMERIKSAAN

1. Metode Single Contrast


 Pemeriksaan Oesophagus Maag Duodenum (OMD) didahului dengan
pemeriksaan esophagus dengan menggunakan metode single contrast.
Pada metode ini, pasien diinstruksikan untuk meminum suspense
barium sulfat sebanyak 60 ml dengan perbandingan kekentalan 1:1,
pemberian suspensi barium sulfat ini dilakukan untuk melihat
kelainan yang terjadi pada oesofagus dan mukosa lambung dengan
menggunakan teknik flourscopy.
 Setelah oesofagus dan mukosa lambung terisi suspensi barium sulfat
lagi dengan kekentalan yang lebih encer dibandingkan dengan
kekentalan pada pemeriksaan esophagus yaitu dengan perbandingan
1:4 sebanyak 220-240 ml. fungsi dari peminuman sespensi barium
sulfat yang kedua ini adalah agar semua lambung terisi barium sulfat.
2. Metode Double Contrast
Bahan-bahan yang digunakan pada metode double contrast yaitu :
✓ Suspensi barium sulfat sebanyak 220-240 ml.
✓ Ez-gas yang dapat menghasilkan gas sebanyak +- 200-300 ml di dalam
lambung.
✓ 1 ampul buscopan atau glucagon.

 Pemeriksaan dimulai dengan peminuman suspense barium sulfat yang


telah dicampur dengan ez-gas. Pasien akan merasa lambungnya terisi
oleh gas, pasien diinstruksikan untuk tidak bersendawa selama
pemeriksaan.
 Kemudian pasien disuntikkan busopan atau glucagon sebanyak 1
ampul secara intra vena yang bertujuan untuk mengurangi gerak
peristaltic lambung. Langkah berikutnya, pasien dipersilahkan untuk
tiduran diatas meja pemeriksaan dan diinstruksikan untuk merubah
posisi dari supine – oblique – prone. Tujuan dari gerakan ini agar
suspense barium sulfat melapisi seluruh mukosa lambung.
PROSEDUR PENGAMBILAN GAMBAR
 Pengambilan gambar radiografi menggunakan teknik
fluoroscopy. Dengan pemanfaatan system spot film device
yang ada pada teknik ini, dapat dibuat film radiografi
dengan beberapa seri. Untuk gambaran oesofagus
menggunakan film seri 3. Dimulai dari gambaran bagian
proximal, sampai bagian distal pada proyeksi AP dan
Lateral. Sedangakan untuk gambaran lambung dibuat
film seri 2, dimulai dari gambaran fundus sampai pylorus
pada proyeksi AP dan Oblique.
3. Teknik Pemeriksaan
 Pasien diposisikan erect diantara meja pemeriksaan dan tube yang
sebelumnya meja pemeriksaan sudah diposisikan vertical untuk
mengevaluasi jantung, paru-paru dan abdomen dengan menggunakan
teknik fluoroscopy.
 Setelah itu, pasien diminumkan suspense barium sulfat, pada saat
pasien menelan barium sulfat dikontrol fluoroscopy sehingga radiolog
dapat melihat struktur dan kelainan yang terjadi di oesofagus.
 Langkah selanjutnya mengevaluasi lambung dan duodenum.
Pemeriksaan lambung dan duodenum bisa dilakukan dengan single
contrast atau double contrast.
 Pasien diberikan suspense barium sulfat dan diinstruksikan untuk
meminumnya. Pasien diinstruksikan untuk supine diatas meja
horizontal sebelumnya.
4. Prosedur Pengambilan Gambar

• Prosedur pengambilan gambaran oesofagus dilakukan dengan posisi


pasien RAO 35- atau LPO. Dibuat dengan posisi oblique agar gambaran
oesofagus tidak superposisi dengan vertebrae dan jantung. Pemeriksaan
dapat dilakukan dengan posisi berdiri atau tiduran. Posisis tiduran
bertujuan untuk pengisian oesofagus terutama oesofagus bagian
proximal. Pada posisi ini dapat diobservasi varises dari oesofagus, karena
pada posisi tiduran tekanan vena akan bertambah.
• Prosedur pengambilan gambar lambung dan duodenum dilakukan
dengan posisi tegak atau tiduran dan proyeksi yang dipakai adalah PA,
Lateral, RAO, AP erect sesuai dengan indikasi yang ditemukan saat
fluoroscopy. Proyeksi AP bertujuan untuk melihat kontur lambung. LPO
posisi dengan letak kepala yang lebih rendah dari pada kaki
(trendelenburg) dengan kemiringan 25-30 derajat yang bertujuan untuk
melihat hiatal hernia. AP erect bertujuan untuk melihat bentuk dan
posisi dari lambung. RAO 40-70 derajat untuk melihat lambung bagian
pylorus dan duodenal tergantung pada ukuran dan letak lambung.
Menurut Bontranger : 2001

 Teknik Pemeriksaan
a) Metode Single Contrast
 Untuk pemeriksaan oesofagus menggunakan metode single contrast. Barium
sulfat untuk pemeriksaan ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu thin barium dan
thick barium. Thin barium didapat dari pencampuran bubuk barium sulfat
dengan air dengan perbandingan 1:1. Thick barium didapat dari pencampuran
bubuk barium sulfat dengan air dengan perbandingan 3:1. Penggunaan thick
barium lebih baik karena dapet memperlihatkan mukosa oesofagus lebih
tegas.

Cara pemberian bahan kontras untuk oesofagus yaitu :


✓ Pertama pasien diberikan 2-3 sendok makan barium dan diinstruksikan untuk
meminumnya.
✓ Setelah itu pasien diberikan 2-3 sendok makan Barium dan diinstruksikan
untuk meminumnya.
 Setelah esophagus dan mukosa lambung terisi suspense barium sulfat, pasien
diminumkan suspense barium sulfat lagi dengan kekentalan yang lebih encer
yaitu perbandingan 1:3.
Metode Double Contrast
 Pemeriksaan dimulai dengan pemberian tablet everfaccet yang telah
dicairkan dengan air dan diinstruksikan agar pasien meminumnya.
Setelah itu, berikan suspense barium sulfat dengan kekentalan yang
lebih encer yaitu 1:4. Pasien akan merasa lambungnya terisi oleh gas,
pasien diinstruksikan untuk tidak bersendawa selama pemeriksaan.
 Langkah selanjutnya, pasien diinstruksikan untuk recumbent di atas
meja pemeriksaan. Kemudian perut pasien dipalpasi oleh radiolog
dengan tujuan agar suspense barium sulfat melapisi seluruh mukosa
lambung.
Prosedur Pengambilan Gambar
 Pemeriksaan didahului dengan mengevaluasi jantung, paru-paru, diafragma
dan abdomen pasien dengan posisi pasien erect diantara meja pemeriksaan
yang telah diposisikan vertical dengan layar fluoroscopy.
 Pasien diberikan suspense barium sulfat dan diinstruksikan untuk menelan
beberapa teguk. Proses ini dikontrol fluoroscopy. Bila pasien tidak
memungkinkan untuk diposisikan erect, pemeriksaan dapat dilakukan dengan
posisi recumbent diatas meja pemeriksaan. Posisi ini diharapkan pengisian
lumen esophagus oleh barium sulfat lebih sempurna dibagian proximal.
 Pengambilan gambar radiografi untuk esophagus diperlukan proyeksi RAO
(30-40 derajat), Lateral, dan AP. Proyeksi RAO bertujuan agar gambaran
esophagus tidak superposisi dengan vertebrae dan jantung. Proyeksi lateral
terlihat gambaran esophagus terletak diantara vertebrae dan jantung. Proyeksi
ini diperlukan apabila ada klinis massa atau tumor esophagus dapat terlihat
letak dari massa tersebut.
 Pengambilan gambar radiografi untuk lambung dan duodenum diperluukan
proyeksi RAO (40-70 derajat), PA, Lateral Kanan, LPO. Proyeksi RAO
digunakan untuk melihat gambaran keseluruhan dari lambung dan
duodenum. Proyeksi PA digunakan untuk melihat pylorus dan corpus lambung
dan dapat juga dijadikan tanda klinis gastritis. Proyeksi LPO digunakan untuk
melihat duodenal bulb yang bebas superposisi dari pylorus lambung.
Teknik Flouroscopy
 Fluoroscopy adalah cara pemeriksaan yang menggunakan sifat tembus
sinar-X dan suatu tabir yang bersifat luminisensi bila terkena sinar-X
tersebut. Fluoroscopy terutama diperlukan untuk menyelidiki
pergerakan suatu organ atau system tubuh seperti dinamika alat-alat
peredaran darah, misalnya jantung dan pembuluh darah besar, serta
pernafasan berupa pergerakan diafragma dan paru-paru. (Rasad.2005)
 Dengan menggunakan teknik Fluoroscopy, radiolog dapat
memberikan diagnose selama jalannya pmeriksaan. Oleh karena itu,
pemeriksaan fluoroscopy secara primer dilakukan oleh radiolog. Peran
radiografer sebagai mitra selama pemeriksaan, termasuk didalam
pengambilan gambarradiografi. Pemeriksaan fluoroscopy umumnya
digunakan untuk mengevaluasi dan mengobservasi fungsi fisiologis
tubuh yang umumnya bergerak, seperti proses menelan, proses
jalannya bahan kontras ke dalam traktus digestivus, dll.
PROYEKSI PEMOTRETAN
Proyeksi PA
 Posisi Pasien : berdiri/prone.
 Posisi Obyek : MSP pada pertengahan meja / kaset.
Batas Atas : Xyphoid ( Th 9-10 ). Batas Bawah: SIAS.
 CR : vertikal  kaset.
 CP : Pada pylorus dan bulbus duodeni.
- Stenik : 1-2 inchi dibawah L2 menuju lateral batas costae dan 1 inchi kekiri
dari C. Vertebrae
- Astenic : 2 inchi dibawah L2
- Hiperstenic : 2 Inchi diatas level duodenum
 FFD : 100 cm.
 Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas.
 Kriteria Gambar :
- Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum
- Body dan pylorus tercover
- Struktur gambar dapat menampakkan jaringan dari lambung dan
duodenum
- Tampak struktur anatomis sesuai dengan kelainan dan patologi yang ada
 Proyeksi PA Oblique (RAO)
 Posisi Pasien : recumbent, prone
 Posisi Obyek : Abdomen diatur sehingga abdomen membentuk sudut 40 – 70
derajat dengan tepi depan MSP, lengan tangan sebelah kiri flexi ke depan, knee
joint flexi.
 CR : vertikal  kaset.
 CP : daerah bulbus duodeni
- Stenik : 1-2 inch dari L2
- Asthenic : 2-5 inchi di bawah L2
- Hiperstenic : 2-5 inchi di atas L2
 FFD : 100 cm
 Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas
 Kriteria Gambar :
- Struktur ditampakkan : daerah lambung dan lengkung duodenum
membentuk huruf C
- Tampak bagian – bagian dari lambung bebas superposisi
- Dapat menampakkan daerah yang mempunyai indikasi / kelainan
- Tidak tampak kekaburan dan pergerakan.
 Proyeksi LPO (Left Posterior Oblique)
 Posisi Pasien : recumbent
 Posisi Obyek : dari posisi supine dirotasikan 30 – 60 derajat dengan bagian kiri
menempel meja, tungkai difleksikan untuk menopang.
 Batas atas : Proc. xyphoideus. Batas bawah : SIAS
 CR : vertikal  kaset.
 CP : pertengahan crista iliaca
- Stenik : L1
- Astenic : 2 inchi dibawah L1 mendekat mid line
- Hiperstenic : 2 Inchi diatas L1
 FFD : 100 cm
 Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas
 Kriteria Gambar :
- Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum, bulbus duodenum
tanpa superposisi dengan pylorus
- Fundud tampak tertempeli BaSO4
- Pada double kontras tampak batas body dan pylorus dengan batas udara
- Tidak ada pergerakan dan kekaburan gambaran lambung dan duodenum
d. Proyeksi Lateral

 Posisi Pasien : pasien miring arah kanan, atur kaki dan dan tangan mengikuti
kemiringan pasien.
 Posisi Obyek : bahu dan daerah costae dalam posisi lateral, batas atas xyphoid,
batas bawah crista iliaka
 CR : vertikal  kaset.
 CP : bulbus duodenum pada L1
- Stenik : 1-1,5 ke depan dari mid coronal plane
- Astenic : 2 inchi dibawah L1
- Hiperstenic : 2 Inchi diatas L1
 FFD : 100 cm
 Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas
 Kriteria Gambar :
- Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum tercovercelah
retrogastric, pylorus dan lengkung duodenum akan terlihat jelas
khususnya pada tipe hiperstenic
- Lengkung duodenum terletak pada sekitar L1
- Dapat memperlihatkan anatomi dan kelainan yang ada
e. Proyeksi AP
 Posisi Pasien : supine
 Posisi Obyek : MSP pada mid line meja, pastikan tubuh tidak ada rotasi
 CR : vertikal  kaset.
 CP : pada L1 ( diantara xypoid dan batas bawah costae )
- Stenik : L1
- Asthenic : 2 inchi di bawah L1
- Hiperstenic : 1 inchi di atas L1
 FFD : 100 cm
 Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas
 Kriteria Gambar :
- Struktur ditampakkan : lambung dan duodenum, diafragma dan paru-
paru bagian bawah
- Tampak bagian – bagian dari lambung bebas superposisi
- Dapat menampakkan daerah yang mempunyai indikasi / kelainan
- Tidak tampak kekaburan dan pergerakan.

Anda mungkin juga menyukai