Anda di halaman 1dari 27

A.

KAJIAN PUSTAKA

a. Perkembangan Sosial Emosional Anak

1. Pengertian Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini

Menurut Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar

Pendidikan Anak Usia Dini tingkat pencapaian perkembangan

menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan yang diharapkan dicapai

anak pada rentang usia tertentu. Perkembangan anak yang dicapai merupakan

integrasi aspek pemahaman nilai-nilai agama dan moral, fisik, kognitif,

bahasa, dan sosial-emosional. Pertumbuhan anak yang mencakup pemantauan

kondisi kesehatan dan gizi mengacu pada panduan Kartu Menuju Sehat

(KMS) dan deteksi dini tumbuh kembang anak.

Perkembangan dapat diartikan dengan serangkaian perubahan-

perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan

pengalaman. Perkembangan (development) menitik beratkan pada

bertambahnya (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks

dalam pola yang teratur dan dapat diramaikan, sebagai hasil dari proses

pematangan. Hal ini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel

tubuh, jaringan tubuh dan organ-organ dan sistem organ yang berkembang

sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat menjalankan fungsinya. Jadi

perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi

badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang melainkan sutau

proses intregasi dari banyak struktur dan fungsi yang komplek. Menurut

Suyadi (2010:108) Perkembangan sosial adalah tingkat jalinan interaksi anak


dengan orang lain mulai dari orang tua, saudara, teman bermain, hingga

masyarakat secara luas. Sementara perkembangan emosional adalah luapan

perasaan ketika anak berinteraksi dengan orang lain. Dengan demikian

perkembangan sosial emosional adalah kepekaan anak untuk memahami

perasaan orang lain ketika berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.

Perkembangan sosial pada anak ditandai dengan kemampuan anak

untuk beradaptasi dengan lingkungan, menjalin pertemanan yang melibaTkan

emosi,pikiran dan perilakunya. Perkembangan sosial adalah proses dimana

anak mengembangkan ketrampilan interpersonalnya, belajar menjalin

persahabatan, meningkaTkan pemahamannya tentang orang diluar dirinya

juga belajar penalaran moral dan perilaku. Perkembangan emosi berkaitan

dengan cara anak memahami, mengekspresikan dan belajar mengendalikan

emosinya seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. (Materi

PLPG PAUD, 2013:480).

Jadi kesimpulannya kemampuan sosial adalah kemampuan

berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain Berdasarkan pengertian

diatas dapat dipahami bahwa perkembangan sosial emosional tidak dapat

dipisahkan satu sama lain, dengan kata lain membahas perkembangan emosi

harus bersinggungan dengan perkembangan sosial anak. Demikian pula

sebaliknya, membahas perkembangan sosial harius melibatkan emosional.

Sebab keduanya terintegrasi dalam bingkai kejiawaan yang utuh.

Emosi adalah kondisi kejiawaan manusia. Karena sifatnya psikis

atau kejiawaan, maka emosi hanya dapat dikaji melalui letupan-letupan


emosional atau gejala-gejala dan fenomena-fenomena, seperti kondisi sedih,

gembira, gelisah, benci dan sebagainya. Namun kondisi emosi masing-masing

anak berbeda-beda. Oleh karena itu, memberikan permainan untuk mengasah

emosi anak juga berbeda-beda Shapiro dalam Suyadi (2010:109).

Menurut Muhibin dalam Nugraha (2005 : 1.13) Perkembangan sosial

merupakan proses pembentukan pribadi dalam masyarakat yakni pribadi

dalam keluarga, budaya dan bangsa. Perubahan sosial utama terjadi pada saat

anak mulai sekolah, anak mulai berhubungan dengan orang dewasa menjadi

hubungan dengan anak-anak sebaya lain. Pada anak-anak tertentu perubahan

ini menjadi lebih sulit dibandingkan dengan anak lainnya. Karena anak sudah

mulai belajar bersaing dan bekerjasama, belajar menerima atau menolak

standar perilaku dan akan mengalihkan hubungan serta mengikuti kelompok

atau geng.

Pada masa awal hidup manusia, yang disebut dengan anak usia dini,

akan mengembangkan rasa kepercayaan pada lingkungan. Dengan

memberikan perawatan dengan penuh kelembutan, kasih sayang, dan

perhatian yang konsisten anak akan mengembangkan kepercayaan pada

lingkungan. Anak yang merasa percaya pada lingkungan akan dapat

mengembangkan persahabatan dan kedekatan dengan orang lain.

Ketika mulai tergabung dalam kelompok bermain dan Kelompok

Bermain, anak usia pra-sekolah akan belajar mengembangkan interaksi

sosialnya dengan lebih luas. Tidak hanya dengan anggota keluarga yang lain

tetapi juga terhadap guru, teman sebaya beserta anggota keluarga taman
tersebut.Agar sukses dalam beradaptasi denganlingkungan hidup pergaulan

yang makin luas tersebut tentu saja keterampilan anak harus dilatih. Sesuai

dengan tugas perkembangan anak, maka kegiatan bermain merupakan sarana

yang paling tepat untuk mengembangkan keterampilan sosial anak.

Sebagai dasar pembelajaran dan mengembangkan sosial anak,

seorang pendidik atau orang tua harus mengetahui karakter dasar

perkembangan sosial anak agar pembelajaran dan umpan balik yang diberikan

pada anak sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Perkembangan sosial

dapat diartikan sebagai squence dari perubahan yang bersinambungan dalam

perilaku individu untuk menjadi mahluk sosial ini dalam term kesadaran

hubungan aku-engkau atau hubungan subjek-objek (Nurihsan, 2007:166).

Pola pertama anak cenderung menarik diri secara tegas dari

lingkungannya, mereka senang menyendiri dan cenderung inovert yaitu

berorientasi ke dalam dirinya. Pola kedua anak tersebut merespons kehidupan

yang ada di lingkungannya secara aktif. Adapun pola ketiga anak cenderung

pasif, kurang merespons terhadap kehidupan yang terjadi di lingkungan yang

ada di sekitarnya.

Menurut Nurihsan (2007:154) Emosi itu dapat didefinisikan sebagai

suatu susasana yang kompleks (a kompleks feeling state) dan getaran jiwa (a

strid up state) yang menyertai atau muncul sebelum/sesudah terjadinya

perilaku. Gejala-gejala seperti takut, cemas, marah, dongkol, iri, cemburu,

senang, kasih sayang, simpati, merupakan beberapa proses manifestasi dari

keadaan emosional pada diri seseorang.


Aspek emosional dari suatu perilaku pada umumnya, selalu

melibaTkan tiga variabel, yaitu : rangsangan yang menimbulkan emosi (the

stimulus variable), perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi bila

mengalami emosi (the organismic variable), dan pola sambutan ekspresi atas

terjadinya pengalaman emosional itu (the response variable). Yang mungkin

dapat diubah dan dipengaruhi atau diperbaiki (oleh para pendidik dan guru)

adalah variabel pertama dan ketiga (the stimulus-response variables),

sedangkan variabel kedua tidak mungkin karena merupakan proses fisiologis

yang terjadi pada organisme secara mekanis.

Selanjutnya ada dua dimensi emosional yang sangan penting

diketahui para pendidik, terutama para guru, ialah : (1) senang tidak senang

(pleasent- unpleasent) atau suka tidak suka(like-dislike) dan(2) intensitas

dalam term kuat- lemah (strength-weakness) atau halus kasarnya atau dalam

dangkalnya emosi tersebut. Hal-hal itu penting karena dapat memberikan

motivasi pengarahan dan integritas perilaku seseorang, disamping mungkin

pula akan merupakan hambatan-hambatan yang bersifat fatal (ingat bentuk-

bentuk perilaku yang frustasi.

Jadi kesimpulannya, emosi adalah merupakan kata yang digunakan

untuk mengurai suatu status kegusaran pada organisme yang ditandai dengan

adanya gangguan dari perasaan serta perubahan fisiologis. Emosi yang

khusus ditunjukan melalui marah, takut, sedih, serta senang. Rentang emosi

tidak saja terdiri dari perasaan yang penuh kuasa dan keras anak tetapi juga

status emosional sedang sampai tenang.


Peningkatan pertumbuhan anak, perilaku emosional tampaknya juga

lebih terintegrasi secara baik. Anak mampu untuk mengendalikan dan

menguasai impuls emosi dalam tingkat yang lebih besar sehingga, anak

mampu menggunakan emosi secara spontan serta untuk keperluan

meningkatkan kehidupan.

2. Ciri-ciri Perkembangan Sosial Dan Emosional Anak Usia Dini

Perkembangan sosial dan emosional meliputi kemampuan

komunikasi, memahami diri sendiri dan orang lain, kemampuan untuk

mengendalikan emosi atau perasaan, bersimpati dan berempati terhadap orang

lain, membangun interaksi sosial yang hangat dan berkualitas dengan orang

lain, serta mampu menunjukkan sikap dan perilaku yang penuh penghargaan

terhadap diri sendiri dan orang lain serta sesuai dengan aturan masyarakat

disekitarnya.

Perkembangan emosi merupakan salah satu faktor yang turut

menentukan keberhasilan individu dalam kehidupan. Meskipun seorang anak

memiliki kemampuan intelektual/kognitif yang sangat baik, tetapi bila

kemampuan emosional tidak baik anak tersebut akan mengalami hambatan

dalam pergaulan dan kehidupan.

Hurlock dalam Suyadi (2010:110) secara umum pola perkembangan

emosi anak meliputi 9 apek yaitu rasa takut, malu, khawatir, cemas, marah,

cemburu, duka cita, rasa ingin tahu dan rasa gembira.

Seperti halnya orang dewasa, anak usia 3-4 tahun telah mampu
mengekspresikan perasaannya. Setiap saat, anak mencoba mencari perhatian

kita dengan berbagai macam bentuk reaksi emosional seperti marah, senang

ataupun sedih.Anak-anak yang memiliki kemampuan emosional yang baik

terlihat lebih mandiri, memiliki kemauan yang keras penuh percaya diri

memiliki tujuan-tujuan tertentu.

Perkembangan sosial dan emosional memiliki arti yang sama penting

dengan perkembangan kognitif atau motoriknya. Pada dua tahun pertama bayi

serta batita telah mampu menunjukkan tempat ekspresi emosional dasar yaitu

: bahagia,sedih, marah dan takut. Seiring pertambahan usiannya, anak akan

belajar mengembangkan ekspresinya, emosi lainnya, seperti rasa malu,rasa

bangga, rasa bersalah, merasa dihina, serta kecewa.

Pada usia pra sekolah anak pada tahap ini mulai belajar

mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan. Rasa inisiatif mulai

menguasai anak. Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas tertentu. Anak

mulai disertakan sebagai individu, misalnya turut serta merapikan tempat

tidur atau membantu orang tua didapur. Anak mulai memperluas

pergaulannya, misalnya menjadi aktif di luar rumah, kemampuan berbahasa

semakin meningkat. Hubungan dengan teman sebaya dan sodara untuk

menang sendiri.

Peran ayah sudah mulai berjalan pada fase ini dan hubungan segitiga

antara ayah, ibu, anak sangat penting untuk membina kemantapan identitas

diri. Orang tua dapat melatih anak untuk mengintegrasikan peran-peran sosial

dan tanggung jawab sosial. Pada tahap ini kadang-kadang anak tidak dapat
mencapai tujuannya atau kegiatannya karena keterbatasannya, tetapi bila

tuntutan lingkungan misalnya dari orang tua atau orang lain terlalu

berlebihan maka dapat mengakibatkan anak aktifitasnya atau imajinasinya

buruk, akhirnya timbul rasa kecewa dan bersalah.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak Usia

Dini

Menurut Yusuf (2011:21) hereditas merupakan totalitas karakteristik

individu yang diwariskan orang tua kepada anak atau segala potensi baik fisik

maupun psikis yang dimiliki oleh individu sejak masa konsepsi sebagai

pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen.setiap individu dilahirkan

kedunia dengan membawa hereditas tertentu.

Hereditas atau keturunan merupakan aspek individu yang bersifat

bawaan dan memiliki potensi untuk berkembang. Seberapa jauh

perkembangannya, bergantung pada kualitas hereditas dan lingkungan yang

mempengaruhinya. Lingkungan merupakan faktor penting disamping

hereditas yang menentukan perkembangan individu,

Menurut Yusuf (2011:36) berpendapat dalam nada yang sama bahwa

“keluarga merupakan unsur sosial terkecil yang bersifat universal, artinya

terdapat pada setiap masyarakat didunia atau suati sistem sosial yang

terpancang atau terbentuk dalam sistem sosial yang lebih besar”. Keluarga

memiliki peran yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi

anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang
nilai-nilai kehidupan baik agama maupun sosial budaya yang diberikan

merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi prbadi

dan anggota masyarakat yang sehat. Melalui perawatan dan perlakuan yang

baik dari orang tua anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya baik

fisik, biologis, maupun sosiologisnya. Apabila anak telah memperoleh rasa

aman, penerimaan sosial dan harga dirinya, maka anak dapat memenuhi

kebutuhan tertingginya yaitu perwujudan diri.

Kelas sosial atau status ekonomi juga menjadi faktor yang

mempengaruhi perkembangan sosial anak usia dini. Maccoby dkk dalam

Yusuf (2011:53) telah membandingkan orang tua kelas menengah dan atas

dengan kelas bawah atau pekerja hasilnya menunjukkan bahwa orang tua

kelas bawah atau pekerja cenderung sangat menekankan kepatuhan dan

respek tehadap otoritas, lebih keras dan otoriter, kurang memberikan alasan

kepada anak, kurang bersikap hangat dan memberikan kasih sayang terhadap

anak.

Tikunas dalam Yusuf (2011:53) mengemukakan pendapat Becker,

Deutsch, Kohre dan Seldom, tentang kaitan antara kelas sosial dengan cara

atau tekhnik orang tua dalam mengatur anak, yaitu bahwa : kelas bawah

cenderung lebih keras dalam “toilet training” dan lebih sering menggunakan

hukuman fisik, dibandingkan dengan kelas menengah. Anak-anak dari kelas

bawah cenderung lebih agresif, independent dan lebih awal dalam

pengalaman seksual, untuk kelas menengah cenderung lebih memberikan

pengawasan dan perhatiannya sebagai orang tua. Para ibunya merasa


bertanggung jawab terhadap tingkah laku anak- anaknya dan menerapkan

kontrol yang lebih halus.

Mereka mempunyai ambisi untuk memperoleh status yang lebih

tinggi dan menekan anak untuk mengejar statusnya melalui pendidikan atau

latihan profesional. kelas atas cenderung lebih memanfaaTkan waktu

luangnya dengan kegiatan-kegiatan tertentu, lebih memiliki latar belakang

pendidikan yang reputasinya tinggi dan biasanya senang mngembangkan

apresiasi estetikanya. Anak – anaknnya cenderung memiliki rasa percaya diri

dan cenderung bersikap memanipulasi aspek realitas.

4. Tahap perkembangan sosial emosional

Telah diuraikan di muka bahwa perkembangan dimulai sejak masa

konsepsi dan berakhir menjelang kematian. Perkembangan yang begitu

panjang ini, oleh para ahli dibagi-bagi atas fase-fase atau tahap

perkembangan. Penentuan fase atau tahap-tahap tersebut didasarkan atas

karakteristik utama yang menonjol pada periode waktu tertentu.

Perkembangan tahap perkembangan yang paling tua, dikemukakan

oleh Aristoteles seorang filosof Yunani yang hidup antara tahun 384 sampai

322 sebelum masehi. Aristoteles dalam Nana Syaodih (2009:117) membagi

masa perkembangan menjadi tiga tahap, yaitu : masa kanak-kanak (0 – 7

tahun), masa anak (7 – 14 tahun), masa remaja (14 – 21 tahun) setelah itu

adalah masa dewasa.

Menurut Hildayani dkk dalam harter (2005:2.4) Terdapat perubahan


dalam pemahaman diri antara usia 5 dan 7 tahun, perubahan itu terjadi dalam

tiga langkah, yang secara actual membentuk kemajuan yang kontinu, adapun

tahap- tahap sebagai berikut:

a. Pernyataan tentang diri merupakan single representation artinya

pernyataan yang dibuat anak merupakan satu dimensi yang terpisah-

pisah. Pemikiran anak melompat dari ide khusus ke ide khusus lainnya

tanpa hubungan yang logis.

b. Tahap representational mapping anak mulai menghubungkan satu aspek

dengan aspek yang lain dalam dirinya. Bagaimanapun hubungan logis

yang dibuat antara bagian-bagian dari gambaran dirinya masih

diekspresikannya dalam cara yang sepenuhnya positif dan bersifat hitam

putih.

c. Tahap representational system mengambil tempat pada usia sekolah

ketika anak mulai mengintegrasikan ciri-ciri khusus dari diri kedalam

konsep yang umum dan multidimensional. Penggambaran diri secara

hitam putih menurun dan diskripsi diri menjadi lebih seimbang.

Donald B.Helms dan Jeffrey S. Turner (1981:28) memberikan urutan

lengkap dari perkembangan individu, yaitu : masa pranatal atau sebelum lahir

dari masa konsepsi sampai lahir, bayi 0 – 2 tahun, kanak-kanak 2 – ¾ tahun,

anak kecil ¾ - 5/6 tahun, anak 6 – 12 tahun, remaja 12 – 19 tahun, dewasa

muda 19 – 30 tahun, dewasa 30 – 65 tahun dan usia lanjut 65 ke atas.


b. Metode Bercerita di Kelompok Bermain

1. Pengertian Metode Bercerita Bagi Anak KB

Menurut Masitoh (2008:10.8) metode bercerita merupakan salah satu

strategi pembalajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak

KB dengan membawakan cerita kepada ank secara lisan. Menurut Dhieni

(2008:6.5) metode bercerita adalah suatu cara penyampaian atau penyajian

materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak

didik Kelompok Bermain.

Menurut Moeslihatun (2004:157) metode bercerita merupakan salah

satu pemberian pengalaman belajar bagi anak KB dengan membawakan cerita

kepada anak secara lisan. Cerita yang dibawakan guru harus menarik dan

mengundang perhatian anak dan tidak lepas dari tujuan pendidikan bagi anak

KB. Bila isi cerita itu dikaitkan dengan dunia kehidupan anak KB, maka

mereka dapat memahami isi cerita itu, mereka akan mendengarkannya

dengan penuh perhatian dan dengan mudah dapat menangkap isi cerita.

Dunia kehidupan anak itu penuh suka cita, maka kegiatan bercerita

harus diusahakan dapat menberikan perasaan gembira, lucu dan mengasyikan.

Dunia kehidupan anak-anak itu dapat berkaitkan dengan lingkungan keluarga,

sekolah, masyarakat. Kegiatan bercerita diusahakan menjadi pengalaman bagi

anak KB yang bersifat unik dan menarik yang menggetarkan perasaan anak

dan memotivasi anak untuk mengikuti cerita itu sampai selasai.

Seperti telah dikemukakan untuk menjadi seorang guru KB yang

pandai bercerita dengan baik memang diperlukan persiapan dan latihan.


Persiapan yang penting antara lain penguasaan isi cerita secara tuntas serta

ketrampilan menceritakan cukup baik dan lancar. Untuk terampil bercerita

guru harus selalu berlatih dalam irama dan modulasi suara secara terus

menerus dan intensif. Agar dapat menarik perhatian anak dalam bercerita,

guru dapat menggunakan bermacam perlengkapam panggung yang

mengundang perhatian anak karena guru dengan menggunakan perlengkapan

tersebut dapat menciptakan situasi emosional sesuai dengan tema cerita.

Bagaimana guru memilih cerita yang baik, yang cocok dengan

kehidupan anak, sehingga dapat mengundang perhatian anak secara utuh?

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pemilihan cerita yang baik.

Pertama, cerita itu harus menarik dan memikat perhatian guru itu sendiri.

Kalau cerita itu menarik dan memikat perhatian, maka guru akan bersungguh-

sungguh dalam menceritakan kepada anak secara mengasyikan. Kedua, cerita

itu harus sesuai dengan kepribadian anak, gaya, dan bakat anak supaya

memiliki daya tarik terhadap perhatian anak dan keterlibatan aktif dalam

kegiatan bercerita. Ketiga, cerita itu harus sesuai dengan tingkat usia dan

kemampuan mencerna isi cerita anak usia KB. Cerita itu harus cukup pendek

dalam rentangan jangkauan waktu perhatian anak. Kepada anak usia dini,

guru tidak dapat menuntut anak untuk aktif mendengarkan cerita guru dalam

waktu yang lama diluar batas waktu ketahanan untuk mendengar.

Agar kegiatan bercerita dapat dilaksanakan secra efektif, kelompok

anak peserta kegiatan harus dalam kelompok kecil. Anak-anak usia dini

dalam kegiatan bercerita ingin dekat sekali dengan guru sehingga dapat
menanggapi cerita guru baik secara verbal dan fisik yang kadang-kadang sulit

dilaksanakan bila kelompoknya besar. Bercerita dapat dilaksanakan daengan

menyuruh anak-anak duduk dilantai, terutama bila lantainya diberi tikar atau

karpet, mereka menganggap pengaturan semacam itu lebih memberikan iklim

yang menyenangkan dan ketenangan.

2. Manfaat Bercerita Bagi Anak KB

Menurut Bachri (2005:11) bercerita dapat memperluas wawasan dan

cara berfikir anak sebab dalam kegiatan bercerita anak mendapat tambahan

pengalaman yang bisa jadi merupakan hal baru baginya atau jika seandainya

bukan merupakan hal baru tentu akan mendapatkan kesempatan untuk

mengulang kembali ingatan akan hal yang pernah di dapat atau dialaminya.

Tambahan pengalaman tersebut tentu akan memperluas wawasan anak,

sementara itu cara berfikir anak juga akan mendapat tambahan dengan

pengenalan dan penambahan logika-logika atas cerita yang didengarnya.

Semakin terlatih kemampuan berlogika melalui cerita yang didengarnya anak

akan memiliki cara berfikir yang lebih luas.

Menurut Moeslihatun (2004:169) bercerita memberikan pengalaman

belajar untuk berlatih mendengarkan melalui mendengar akan memperoleh

bermacam-macam informasi tentang pengetahuan, nilai dan sikap untuk

dihayati dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Bila anak berlatih untuk

mendengarkan dengan baik maka ia akan terlatih untuk menjadi pendengar

yang kreatif dan kritis. Pendengar yang kreatif mampu menemukan


pemikiran- pemikiran baru berdasarkan apa yang didengar, sedangkan

pendengar kritis mampu menemukan ketidaksesuaian antara apa yang

didengar dan yang dipahami.

Kegiatan bercerita memberikan pengalaman belajar yang unik dan

menarik serta dapat menggetarkan perasaan, membangkitkan semangat dan

menimbulkan keasikan sendiri memungkinkan mengembangkan dimensi

perasaan anak KB. Guru yang pandai bertutur dalam bercerita akan

menjadikan perasaan anak larut dalam kehidupan imajinatif ia merasa sedih

jika tokoh dalam cerita yang disakiti, ia merasa senang jika tokoh yang lain

melindungi dan suka menolong.

Menurut Tadkiroatun Musfiroh (2005:95) ditinjau dari beberapa

aspek, manfaat bercerita sebagai berikut :

a. Membantu pembentukan pribadi dan moral anak.

b. Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi.

c. Memacu kemampuan verbal anak

d. Merangsang minat menulis anak.

e. Merangsang minat baca anak.

f. Membuka cakrawala pengetahuan anak.

3. Tujuan Bercerita Bagi Anak KB.

Sesuai dengan manfaat penggunan metode bercerita bagi anak KB

yang telah dikemukakan, kegiatan bercerita merupakan salah satu cara yang

ditempuh guru untuk memberi pengalaman belajar agar anak memperoleh


pengalaman isi cerita yang disampaikan lebih baik. Melalui bercerita anak

menyerap pesan-pesan yang dituturkan melalui kegiatan bercerita. Penuturan

cerita yang sarat informasi atau nilai-nilai itu dihayati anak dan diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Hidayat dalam Bachri (2005:11) tujuan pembelajaran

dengan bercerita dalam program kegiatan di KB adalah :

1. Mengembangkan kemampuan dasar untuk mengembangkan daya cipta

dalam pengertian membuat anak kreatif yaitu lancar, fleksibel dan

orisinal dalam bertutur kata, berfikir serta berolah tangan dan berolah

tubuh sebagai latihan motorik halus dan motorik kasar.

2. Pengembangan kemampuan dasar dalam pengembangan bahasa agar

anak didik mampu berkomunikasi secara lisan dengan lingkungan.

Menurut Muslichatun (2004:171) kegiatan bercerita anak dibimbing

mengembangkan kemampuan untuk mendengarkan cerita guru yang

bertujuan untuk memberikan informasi atau menanamkan nilai-nilai sosial,

moral dan keagamaan, pemberian informasi tentang lingkungan fisik dan

lingkungan sosial. Lingkungan fisik itu meliputi segala sesuatu yang ada

disekitar anak yang non manusia, dalam kaitan lingkungan fisik melalui

bercerita anak memperoleh informasi tentang binatang, peristiwa yang terjadi

dalam lingkungan anak, bermacam-macam makanan, pakaian, perumahan,

tanaman yang terdapat dilinghkungan rumah, sekolah kejadian di rumah dan

jalan. Sedangkan informasi tentang lingkungan sosial meliputi orang yang

ada dalam keluarga, sekolah dan masyarakat, dalam masyarakat tiap orang
memiliki pekerjaan yang harus dilakukan setiap hari yang memberikan

pelayanan jasa kepada orang lain atau menghasilkan sesuatu untuk memenuhi

kebutuhan orang lain.

Pendapat diatas dikuatkan dengan pendapat dari Masitoh (2006:10.6)

yaitu tentang tujuan kegiatan bercerita bagi anak KB yaitu :

1) Menanamkan pesan-pesan atau nilai-nilai social, moral dan agama yang

terkandung dalam sebuah cerita, sehingga mereka dapat menghayatinya

dan menjalankan dalam kehidupan sehari-hari.

2) Guru dapat memberikan informasi tentang lingkungan fisik dan

lingkungan sosial yang perlu diketahui oleh siswa.

Tujuan bercerita adalah agar anak mampu mendengarkan dengan

baik, dapat bertanya apabila ada yang kurang dipahami, berkomentar,

menjawab pertanyaan, selanjutnya mampu menceritakan dan

mengekspresikan kembali, maka nilai-nilai tertanam di jiwa anak seiring

perkembangannya.Tujuan dan manfaat metode bercerita di Kelompok

Bermain adalah melatih daya serap, daya tangkap, daya pikir, daya

konsentrasi dan daya imajinasi dan fantasi anak, sekaligus membantu

perkembangan berbahas anak dalam berkomunikaasi, dalam kondisi anak

senang, nyaman, antusias penuh perhatian.

Bercerita kepada anak memainkan peranan penting bukan saja dalam

menumbuhkan dan kebisaaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan

bahasa dan pikiran anak.Bahasa berpengaruh besar pada perkembangan

pikiran anak. Arti pentingnya cerita bagi pendidikan anak usia dini, tidak
dapat dilepaskan dari kemampuan guru dalam mengemas nilainilai luhur

dalam kehidupan dalam cerita, yang sebenarnya menjadi tolak ukur

kebermaknaan bercerita.

Dalam kegiatan bercerita anak dibimbing mengembangkan

kemampuan untuk mendengarkan cerita guru yang bertujuan untuk

memberikan informasi atau menanamkan nilai-nilai sosial, moral dan

keagamaan. Pemberian informasi tentang lingkungan fisik dan lingkungan

sosial. Lingkungan fisik itu meliputi segala sesuatu yang ada disekitar anak

yang non-manusia. Dalam kaitan lingkungan fisik melalui bercerita anak

memperoleh informasi tentang binatang, peristiwa yang terjadi dari lingkunga

anak, bermacam pakaian, makanan, perumahan, tanaman tang terdapat

dihalaman rumah, sekolah, kejadian dirumah dan dijalan. Sedang informasi

tentang lingkungan sosial meliputi : orang yang ada dilingkungan keluarga,

disekolah dan dimasyarakat.

Bermacam nilai sosial, moral dan agama dapat ditanamkan melalui

kegiatan bercerita. Nilai-nilai sosial yang dapat ditanamkan kepada anak

KB yakni bagaimana seharusnya sikap seseorang dalam hidup bersama

dengan orang lain. Dalam hidup bersama orang lain harus ditanamkan saling

menghormati, saling menghargai hak orang lain, saling membutuhkan,

menyadari tanggung jawab bersama, saling menolong.Jadi dapat diambil

kesimpulan tujuan dari metode bercerita diantaranya :

a. Melatih daya tangkap anak

b. Melatih daya pikir


c. Melatih daya konsentrasi

d. Membantu perkembangan fantasi/imajinasi anak

e. Menciptakan suasana menyenangkan dan akrab didalam kelas

4. Kelebihan dan kekurangan Metode Bercerita

Setiap metode pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan,untuk

itudengan adanya metode yang bervariasi dapat membantu pencapaian

pembelajaran.

Kelebihan metode bercerita antara lain sebagai berikut :

a. Dapat menjangkau jumlah anak yang relative lebih banyak

b. Waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan efektif dan efisien

c. Pengaturan kelas menjadi lebih sederhana

d. Guru dapat menguasai kelas dengan mudah.

e. Secara relative tidak banyak memerlukan biaya.

Kekurangan Metode Bercerita yaitu :

a. Anak didik menajadi pasif, karena lebih banyak mendengarkan atau

menerima penjalasan guru

b. Kurang merangsang perkembangan kreativitas dan mengutarakan

pendapatnya.

c. Daya serap atau daya tangkap anak didik berbeda dan masih lemah

sehingga sukar memahami isi cerita

d. Cepat menumbuhkan rasa bosan apa bila penyajianya kurang baik.


5. Media Pembelajaran Anak Usia Dini

1) Pengertian Media

Kata “media” berasal dari bahasa latin “medius” yang secara harfiah

berarti “tengah”, “perantara” atau “pengantar”. Dalam bahasa arab media

adalah perantara atau pengantar pean dari mengirim kepada penerima pesan

(Arsyad, 20017:3).

Heinich, dkk dalam Arsyad (2007:4) mengemukakan istilah medium

sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima.

Seperti televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan,

bahan- bahan cetakan dan sejenisnya adalah media komunikasi apabila media

itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau

mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media

pembelajaran.

Gagne dan Briggs dalam Arsyad (2007:4) secara implisit

mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat secara fisik digunakan

untuk menyampaikan isi materi pengajaran. Dengan kata lain, media adalah

komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi

instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk

belajar.

Anitah Sri (2009:1) Kata media bersal dari bahasa latin yang

merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang terletak

di tengah (antara dua pihak atau kutub) atau suatu alat. Media juga dapat

diartikan sebagai perantara atau penghubung antara dua pihak yaitu antara
sumber pesan dengan penerima pesan atau informasi.

Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran

akan membantu efektifitas proses pembelajaan dan menyampaikan pesan isi

pelajaran. Selanjutnya akan dapat membantu anak (siswa) meningkatnkan

pemahaman, penyajian data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan

penafsiran data dan memadatkan informasi.

Kegiatan bercerita dengan menggunakan media atau alat peraga,

berarti guru menyajikan pada anak didik agar lebih menarik perhatian dan

ketertariakan anak untuk menyimak proses bercerita berlangsung, sehingga

diharapkan anak- anak mampu menyerap cerita sekaligus nilai-nilai

mengendap pada jiwanya.

Pengalaman emosional dan intelektual anak pada saat menyimak

cerita sedang berlangsung, membekali anak dengan sesuatu yang bermanfaat

bagi hudupnya, karena cerita menyajikan konsep yang membuat anak lebih

memahami hidup dan permasalahannya. Cerita menjadi menarik bagi anak

karena meyerupai hidup yang sebenarnya, tetapi tidak sama dengan

kehidupan itu sendiri.(Sudjiman, 1991 dalam Takdiroatun Musfiroh.

2005:38)

Sebagaimana cerita untuk orang dewasa, maka cerita anak tetap

memiliki unsur-unsur utama perkembangan fiksi, seperti tema dan amanat,

tokoh, alur, setting, sudut pandang dan sarana kebahasaan. Unsur-unsur

tersebut diolah sedemikian rupa sehingga tetap tercerna oleh anak

(Takdiroatun Musfiroh, 2005:38)


2) Fungsi Media

Media pembelajaran dan metode mengajar adalah dua unsur yang

amat penting. Kedua aspek ini saling berkaitan pemilihan salah satu metode

mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai

meskipun masih ada berbagai aspek yang harus diperhatikan dalam memilih

media. Salah satu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu

mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi dan lingkungan belajar

yang ditata dan diciptakan oleh guru.

Menurut Lavie dan Lentz dalam Arsyad (2005:17) mengemukakan 4

(empat) fungsi media pembelajaran khususnya media visual yaitu :

1) Fungsi Atensi media visual merupakan inti, menarik dan mengarahkan

perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan

dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi

pelajaran.

2) Fungsi Afektif media visual dapat terlihar dari tingkat kenikmatan siswa

ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau

lambang visual menggugah emosi dan sikap siswa misalnya informasi

yang menyangkut masalah sosial atau ras.

3) Fungsi Kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang

mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar

pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan

yang terkandung dalam gambar.

4) Fungsi Kompensatoris media visual media pembelajaran terlihat dari


hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk

memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk

mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali

dengan kata lain media pembelajaran berfungsi untuk

mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan

memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara

verbal.

Menurut Dale dalam Arsyad (2005:23) mengemukakan bahwa

bahan- bahan audio visual dapat memberikan banyak manfaat asalkan guru

berperan aktif dalam proses pembelajaran. Hubungan guru, siswa tetap

merupakan elemen paling penting dalam sistem pendidikan modern saat ini.

Guru harus selalu hadir untuk menyajikan materi pembelajaran dengan

bantuan media apasaja agar manfaat berikut ini dapat terekalisasi.

1) MeningkaTkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas

2) Membuahkan perubahan signifikan tingkah laku siswa

3) Menunjukkan hubungan antara mata pelajaran dan kebutuhan minat

siswa dengan meningkatnya motifasi belajar

4) Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa

5) Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi beragai kemampuan

6) Mendorong kemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan

jalan melibatkan imajinasi dan partisipasi aktif yang membangkitkan

meningkatnya hasil belajar

7) Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu siswa


menemukan seberapa banyak telah mereka pelajari

8) Melengkapi pengalaman yang kaya dengan pengalaman itu konsep-

konsep yang bermakna dapat dikembangkan

9) Memperluas wawasan dan pengalaman siswa yang mencerminkan

pembelajaran non verbalistik dan membuat generalisasi yang tepat

10) Meyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan pikiran yang siswa

butuhkan jika mereka membangun struktur konsep dan sistem gagasan

yang bermakna.

Menurut Sudjana dan Rifai dalam Arsyad (2005:25) mengemukakan

manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa yaitu :

1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat

menumbuhkan motivasi belajar

2) Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih

dipahami oleh siswa dan memungkinkan menguasai dan mencapai tujuan

pembelajaran

3) Metode mengajar akan lebih bervariasi tidak semata-mata komunikasi

verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru sehingga siswa tidak bosan

dan guru tidak kehabisan tenaga apalagi kalau guru mengajar pada setiap

jam pelajaran

4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya

mendengarkan uraian guru tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati,

melakukan, mendemonstrasikan, memerankan dan lain-lain.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan beberapa manfaat


praktis dari penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar

sebagai berikut :

1) Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi

2) Media pembelajaran dapat meningkaTkan dan mengarahkan perhatian

anak sehingga dapat menimbulkan motovasi belajar

3) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan


waktu

4) Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada

siswa tentang peristiwa dilingkungan mereka serta memungkinkan

terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat.

5) Alat Peraga Boneka jari

Bercerita dengan menggunakan Boneka Jari adalah gambar (tokoh

cerita) dibuat lalu ditempel pada jari tangan. Dalam memainkan peran tokoh

cerita jari tangan harus terampil.

1. Cara membuat :

1) Mencari gambar, boneka ukuran kecil sebagai tokoh dalam cerita

yang ada binatang atau boneka orang-orangan

2) Gambar binatang dan boneka orang-orangan yang dengan ukuran

kecil diikat dengan pita atau bentuk cincin (karet)

2. Cara menggunakan;

1) Sarung tangan kita pakai

2) Kita ambil gambar tokoh atau boneka yang akan digunakan untuk

kegiatan bercerita dimasukkan dalam jari secara bergantian menurut


alur cerita.

3. Langkah-langkah Kegiatan Bercerita

Pengalaman belajar melalui penuturan cerita diberikan oleh guru

telebih dahulu menetapkan menetapkan rancangan langkah-langkah yang

harus dilalui dalam bercerita. Bentuk cerita mana yang dipilih pada dasarnya

langkah-langkah kegiatannya sama. Sesuai dengan rancangan tema dan tujuan

maka ditetapkan langkah sebagai berikut :

1) Mengkomunikasikan tujuan dan tema dalam kegiatan bercerita kepada

anak

Tujuan bercerita sebagaimana telah ditetapkan adalah untuk

menanamkan sikap peka dan tanggap terhadap penderitaan orang lain, suka

menolong dan mencintai orang lain

2) Mengatur tempat duduk anak

Apakah sebagian anak atau seluruhnya yang ikut mendengarkan

cerita dan apakah harus duduk di lantai diberi alas tikar atau karpet atau

duduk di kursi dengan formasi setengah lingkaran, kemudian mengatur bahan

dan alat yang dipergunakan sebagai alat bantu bercerita dengan bentuk

bercerita yang dipilih

3) Merupakan pembukaan kegiatan bercerita

Guru menggali pengalaman-pengalaman anak dengan kaitan

peristiwa yang akan dituturkan guru.

4) Merupakan pengembangan cerita yang dituturkan guru.

Guru menyajikan fakta-fakta disekitar kehidupan anak.


5) Bila guru telah menyajikan langkah ketiga dan keempat secara lancar

maka guru menetapkan rancangan cara-cara bertutur yang dapat

menggetarkan perasaan anak dengan cara memberikan gambaran anak-

anak yang bernasib baik kemudian guru menggambarkan penderitaan

tokoh cerita. Selanjutnya guru merancang upaya untuk menyentuh hati

nurani anak-anak supaya mau berteman dan tidak memilih-milih teman.

6) Merupakan langkah penutup kegiatan bercerita dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita dalam tokoh

tersebut dan dapat merubah tingkah laku anak dari yang sombong dan

tidak mau berteman menjadi rendah hati dan dapat menahan emosi.

B. Hipotesis Tindakan

Hipotesa adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan yang berlaku sampai terbukti melalui data yang dikumpulkan

(kunto 2006:2)

Hipotesa dalam penelitian ini adalah melalui kegiatan bercerita dengan

media boneka jari dapat meningkatakan perkembangan sosial emosional pada

anak didik kelompok B KB Al-Hikmah Desa Sukamulya Kecamatan

Talegong Kabupaten Garut, pada semester genap tahun ajaran 2018/2019.

Anda mungkin juga menyukai