Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH HASIL PENELITIAN MUSEUM TROWULAN

DOSEN PENGAMPU : HIKMAH MUHAIMIN S,Sos.I,M.PSDM

OLEH : 1. AKH. ZAINUL ABIDIN


2. EFA RAHMAWATI
3. ERNIATI DEWI ARUM
4. FARAH DHITA .F
5. HANNES KURNIAWAN .B.S
6. PUJA AGUSTIN EKA.D

UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT


Jl. Raya Jabon KM. NO 7 Gayaman Mojoanyar Mojokerto
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PRODI ILMU PEMERINTAHAN
TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ Hasil Penelitian Museum Trowulan” .
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Pemerintahan
Nasional dan Peradaban Politik Islam di Universitas Islam Majapahit.

Dalam Penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan
maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua
pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini saya sebagai penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada
Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah museum trowulan.........................................................................................3
2.2 Koleksi museum trowulan.................................................................................................3
2.3 Hubungan museum dengan kreajaan majapahit..........................................................4
2.4 Peninggalan majapahit yang memperlihatkan kebesaranna...........................................4

BAB III PENUTUP


Kesimpulan...............................................................................................................................5
Metodelogi...............................................................................................................................6
Daftar Pustaka.........................................................................................................................7
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Situs Trowulan merupakan situs perkotaan klasik peninggalan Kerajaan Majapahit. Luasnya 11 km x
9 km, yang mencakup wilayah Kecamatan Trowulan dan Sooko di Kabupaten Mojokerto serta
Kecamatan Mojoagung dan Mojowarno di Kabupaten Jombang. Situs ini merupakan ujung
penghabisan dari 3 gunung, yaitu Gunung Penanggngan, Gunung Welirang, dan Gunung Anjasmara.
Keadaan geografis daerah Trowulan yang landai dan air tanahnya dangkal sangat cocok digunakan
untuk pemukiman. Sebagai bekas kota pada masa lampau, di Situs Trowulan ini banyak ditemukan
berbagai peninggalan arkeologis.
Penelitian terhadap Situs Trowulan dilakukan pertama kali oleh Wardenaar pada tahun 1815. Raffles
menugaskannya untuk mengadakan pencatatan peninggalan arkeologi di Mojokerto. Hasil
pencatatan Wardenaar itu dituliskan Raffles dalam bukunya yang terkenal, History of Java (1817).
Dalam buku tersebut disebutkan bahwa berbagai obyek arkeologi
dengan judul Toelichting over den Ouden Pilaar van Majapahit (1958). Sementara itu, R.D.M
Verbeek mengadakan kunjungan ke Trowulan dan menerbitkan laporannya dalam
artikel Oudheden yang berada di Trowulan merupakan peninggalan dari kerajaan Majapahit.

mW.R Van Hovell (1849), J.V.G Brumund dan Jonathan Rigg menerbitkan penelitian mereka
dalam Journal of The Indian Archipelago and Eastern Asia. J. Hageman menulis tentang Trowulan van
Majapahit in 1815 en 1887. Penelitian terhadap Situs Trowulan kemudian dilanjutkan oleh R.A.A
Kromodjojo Adinegoro, seorang Bupati Mojokerto (1849-1916) yang sangat memperhatikan
peninggalan arkeologi di Trowulan. R.A.A Kromodjojo Adinegoro juga memerintahkan penggalian
Candi Tikus dan merintis berdirinya Museum Trowulan sebagai pelestari kebesaran Kerajaan
Majapahit. Pada tahun 1907, J. Knebel, anggotaCommisie voor Oudheidkundig Orderzoek op Java en
Madura melakukan inventarisasi peninggalan arkeologi di Trowulan. N.J Krom juga mengulas
peninggalan Kerajaan Majapahit di Trowulan dalam karyanya Inleiding tot de Hindoe Javaansche
Kunst(1923).
Penelitian yang lebih mendalam mengenai Situs Trowulan dilakukan olehOudheeidkundige
Vereeneging Majapahit atau disingkat OVM yang didirikan oleh R.A.A Kromodjojo Adinegoro
bekerja sama dengan Maclaine Pont. Dalam kurun waktu antara 1921-1924 Maclaine Pont
melakukan penggalian-penggalian di Trowulan dengan tujuan untuk mencocokkannya dengan uraian
Kitab Negarakertagama. Penelitian Maclaine Pont tersebut menghasilkan Sketsa Rekonstruksi Kota
Majapahit di Trowulan.
Berpedoman pada Kitab Negarakertagama pupuh VIII-XII, Stutterheim melakukan penelitian
mengenai bentuk Ibukota Kerajaan Majapahit. Stutterheim menyimpulkan bahwa tata kota Kraton
Majapahit dapat dianalogikan dengan Kraton Yogyakarta dan Surakarta. Lebih jauh disebutkan
bahwa bangunan yang terdapat di dalam kompleks kraton mirip dengan bangunan yang terdapat di
dalam kompleks puri di Bali (Sttuterheim, 1948).[1]
Penelitian kemudian dilanjutkan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) pada
tahun 70-an sampai tahun 1993. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional ini mencoba mencari bukti-
bukti tentang kota Majapahit. Langkah yang ditempuh adalah penggalian berdasarkan nama tempat
yag disebut dalam Kitab Negarakertagama dan penemuan baru yang tidak sengaja oleh penduduk.
Temuan berbagai benda bersejarah menunjukkan bahwa situs ini tidak hanya berupa tempat tinggal
saja. Ada situs lainnya seperti situs upacara, agama, bangunan suci, industri, perjagalan, makam,
sawah, psar, kanal, dan waduk. Situs-sits tersebut membagi suatu kota ke wilayah yang lebih kecil
dan dihubngkan dengan jalan. Namun, sampai sekarang penelitian-penelitian yang dilakukan belum
memberikan pemahaman yang utuh tentang keseluruhan tata kota Majapahit seperti yang
dikemukakan Mpu Prapanca dalam Kitab Negarakertagama. Keterangan baru kembali didapatkan
setelah adanya upaya dari Tim Geografi Universitas Gajah Mada yang membuat foto udara Situs
Trowulan. Foto udara tersebut memberikan gambaran bahwa dulunya Situs Trowulan merupakan
kota berparit.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Berdirinya Museum Trowulan ?
2. Koleksi Apa Saja yang Tersimpan di Museum Trowulan ?
3. Bagaimana Hubungan Museum Trowulan dengan Kerajaan Majapahit ?
4. Apa Saja Peninggalan Kerajaan Majapahit di Trowulan yang Memperlihatkan Kebesarannya ?
C. Kerangka Konseptual
Penelitian mengenai Museum Trowulan sebagai bukti kebesaran Kerajaan Majapahit ini
dilaksanakan pada tanggal 7 April 2013 di kompeks Museum Trowulan yang mencakup wilayah
Kecamatan Trowulan dan Sooko di Kabupaten Mojokerto serta Kecamatan Mojoagung dan
Mojowarno di Jombang, Jawa Timur.Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode observasi.
Metode ini digunakan penulis untuk mengamati berbagai peninggalan sejarah terutama dari masa
Majapahit yang berada di Museum Trowulan. Melalui pengamatan terhadap benda-benda
peninggalan sejarah tersebut, dapat diketahui bagaimana aspek-aspek kehidupan masyarakat
Majapahit pada zaman dahulu. Termasuk bagaimana bentuk tata kota dan permukiman masyarakat.
Laporan ini berisi tentang Sejarah Berdirinya Museum Trowulan, Koleksi yang Ada di Museum
Trowulan, hubungan antara museum Trowulan dengan Kerajaan Majapahit, serta peninggalan
kerajaan majapahit yang memperlihatkan kebesarannya.
D. Tujuan
1. Mengetahui Sejarah Berdirinya Museum Trowulan.
2. Mengetahui Koleksi yang Ada di Museum Trowulan.
3. Mengetahui hubungan antara museum Trowulan dengan Kerajaan Majapahit.
4. Mengetahui peninggalan kerajaan majapahit yang memperlihatkan kebesarannya.
5. Untuk memenuhi tugas kuliah kerja lapangan I.
E. Manfaat
1. Memperkaya pengetahuan mengenai sejarah masa Hindu-Buddha di Indonesia.
2. Menambah pengetahuan tentang peninggalan sejarah yang tersimpan di Museum Trowulan.
3. Memuat pengetahuan tentang kebesaran kerajaan Majapahit.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Museum Trowulan
Pada tangga 24 April 1924, R.A.A Kromodjojo Adinegoro salah seorang bupati Mojokerto
bekerjasama dengan Ir.Henry Maclaine Pont seorang arsitek Belanda untuk
mendirikan Oudheeidkundige Vereeneging Majapahit (OVM) yaitu suatu perkumpulan yang
bertujuan untuk meneliti peninggalan-peninggalan majapahit. OVM menempati sebuah rumah di
situs Trowulan yang terletak di jalan raya Mojokerto-Jombang km. 13 untuk menyimpan artefak-
artefak yang diperoleh baik melalui penggalian, survey, maupun penemuan yang tak sengaja.
Mengingat banyaknya artefak yang layak untuk dipamerkan, maka direncanakan untuk membangun
sebuah museum yang terealisasi pada tahun 1926 dan dikenal dengan nama Museum Trowulan.
Pada tahun 1942 Museum Trowulan ditutup untuk umum kerana Maclaine Pont ditawan oleh
Jepang. Sejak itu museum berpindah-pindah tangan dan akhirnya dikelola Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala Jawa Timur. Tugas kantor tersebut tidak hanya melaksanakan perlindungan
terhadap benda cagar budaya peninggalan Majapahit saja, tetapi seluruh peninggalan kuno yang
tersebar di seluruh wilayah Jawa Timur. Oleh karena itu, koleksinya semakin bertambah banyak.
Guna mengatasi hal tersebut museum dipindahkan ke tempat yang lebih luas berjarak sekitar 2 km
dari tempat semula, namun masih di situs Trowulan. Museum baru tersebut sesuai dengan struktur
organisasinya disebut sebagai Balai Penyelamatan Arca. Namun, masyarakat tetap mengenalnya
sebagai Museum Trowulan.
Pada tahun 1999 koleksi prasasti peninggalan R.A.A Kromodjojo Adinegoro dipindahkan dari Gedung
Arca Mojokerto ke Museum Trowulan, sehingga koleksi Museum Trowulan semakin lengkap.
Berdasarkan fungsinya, museum Trowulan kemudian diberi nama sebagai Balai Penyelamatan Arca
BP3 Jatim. Mengingat kebutuhan informasi yang semakin lama semakin meningkat dari masyarakat
tentang Majapahit, maka kini nama Balai Penyelamatan Arca BP3 Jatim diubah menjadi Pusat
Informasi Majapahit. Walaupun terjadi perubahan, namun pada prinsipnya hal tersebut tidak
merubah fungsinya secara signifikan, yaitu sebagai museum dan balai penyelamatan benda cagar
budaya di Jawa Timur. Untuk menampung benda koleksi cagar budaya yang setiap tahun terus
bertambah dan untuk meningkatkan pelayanan sajian kepada masyarakat, maka BP3 Jatim terus
melakukan pembenahan terhadap museum.

B. Koleksi yang Tersimpan di Museum


Sesuai dengan sejarahnya, koleksi Pusat Informasi Majapahit didominasi oleh benda cagar budaya
peninggalan Majapahit. Melalui peninggalan-peninggalan tersebut beberapa aspek budaya
Majapahit dapat dikaji lebih lanjut, seperti bidang pertanian, irigasi arsitektur, perdagangan,
perindustrian, agama, dan kesenian. Keseluruhan koleksi tersebut ditata di gedung, pendopo,
maupun halaman museum. Berdasarkan bahanya koleksi Museum Trowulan yang dipamerkan dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Koleksi Tanah Liat (Terakota)
a. Koleksi terakota manusia
b. Alat-alat produksi
c. Alat-alat rumah tangga
d. Arsitektur
2. Koleksi Keramik.
Koleksi keramik yang dimiliki oleh Pusat Informasi Majapahit berasal dari beberapa negara asing,
seperti Cina, Thailand, dan Vietnam. Keramik-keramik tersebut memiliki berbagai bentuk dan fungsi.,
seperti guci, teko, piring, mangkuk, sendok, dan vas bunga.
3. Koleksi Logam
Koleksi benda cagar budaya berbahan logam yang dimiliki Pusat Informasi Majapahit dapat
diklasifikasikan dalam beberapa kelompok seperti koleksi mata uang kuno, koleksi alat-alat upacara
seperti bokor, pedupaan, lampu, cermin, guci, dan genta serta koleksi alat musik.
4. Koleksi Batu
Koleksi benda cagar budaya yang berbahan batu berdasarkan jenisnya dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa kelompok sebagai berikut.
a. Koleksi miniatur dan komponen candi
b. Koleksi arca
c. Koleksi relief
d. Koleksi prasasti
Selain itu koleksi benda cagar budaya yang berbahan batu yang dimiliki oleh Pusat Informasi
Majapahit juga terdapat alat-alat dan fosil binatang dari masa prasejarah.

C. Hubungan Antara Museum Trowulan dengan Kerajaan Majapahit


Kita tahu Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan terbesar yang wilyahnya mencakup sebagian
besar wilayah Asia tenggara. Trowulan diduga kuat merupakan bekas pusat kerajaan Majapahit
karena banyak ditemukan bukti bukti pendukung yang memperkuat pendapat ini. Bukti-buktinya
sampai sekarang masih ditemukan di berbagai penjuru kota Torwulan yang disimpan dalam satu
komplek situs yaitu Museum Trowulan. Banyak candi, pentirtaan, makam kuno ditemukan yang
menandakan adanya hubungan Trowulan dengan Kerajaan Majapahit.
Sekitar Trowulan ditemukan reruntuhan pemukiman kuno yang menandakan pada Zaman Kerajaan
Majapahit sudah ada sistem pola pemukiman yang tersusun atas banyak pemukiman. Ditemukan
juga reruntuhan tembok yang berbahan baku batu bata merah yang diduga merupakan pagar yang
dahulu mengitari Keraton Majaphit. Tembok tersebut mempunyai gapura yang digunakan sebagai
pintu gerbang menuju keraton. Gapura itu dipastikan gapura bajangratu yang telah ditemukan dan
mengalami pemugaran. Seperti halnya kerajaan yang lain, berbagai kegiatan masyarakat berada
diluar gapura Keraton.
Maka dari ditemukan arkeolog tentang adanya aktivitas industry yang terbiukti ditemukannya uang
logam kuno masa Majaphit. Hal ini berarti di Trowulan masyarakatnya telah mengenal perdagangan
dan sistem pasar. Selain itu masyarakat Trowulan pada masa itu juga telah mengenal sitem
keagamaan yang dibuktikannya dengan ditemukanya arca dan candi yang dulu digunakan untuk
menyembah dewa.
Hal ini menunjukan memang ada hubungan antara Museum Trowulan dengan kerajaan Majapahit.
Kerajaan Majapahit yang pada masa itu dikenal sebagai kerajaan yang besar menjadikan pusat
kerajaannya di Trowulan. Trowulan memang saat ini telah dijadikan sebagai Museum karena
memang menyimpan bukti sejrah kebesaran Kerajaaan Majapahit yang telah dibugar maupun telah
dikubur.
Museum Trowulan dan Kerajaan Majapahit mempunyai kaitan yang sangat erat. Situs Trowulan,
termasuk di dalamnya adalah komplek Museum Trowulan kemungkinan besar dulunya merupakan
pusat kota Majapahit. Hal ini didukung dengan ditemukannya situs pemukiman yang terbuat dari
batu bata dan bangunan lain seperti candi, gapura, dan sarana irigasi.
Berbagai peninggalan yang ditemukan di situs ini, telah banyak membantu mengungkap berbagai
aspek-aspek kehidupan masyarakat Majapahit. Museum Trowulan juga menjadi sarana pelestari
berbagai benda bersejarah yang menjadi peninggalan Majapahit. Sehingga sampai sekarang, dapat
dilihat bagaimana kebesaran Kerajaan Majapahit melalui peninggalan-peninggalan yang disimpan di
Museum Trowulan.

D. Peninggalan Kerajaan Majapahit yang Memperlihatkan Kebesarannya.


Kondisi ibukota dua kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara sangat berbeda. Jika di Palembang
menjadi wadah dari berjuta penduduk, Trowulan terbatas hanya desa kecil.
Ibukota Majapahit terletak di bagian barat yaitu Mojokerto, berdasar pada sebuah situs yang dekat
dengan sungai Brantas. Riset arkeologi dilakukan di situs ini, di mana hanya ada beberapa jejak dari
kejayaannya. Sebagian besar sisa fondasi istana dan candinya berada di bawah tanah, dan lahan
pada tempatnya berdiri sekarang menjadi persawahan. Semua bangunan utama dan tembok-
tembok yang mengelilinginya terbuat dari batu bata merah. Sampai saat ini dikenal dengan sebutan
“batu majapahit”.
Riset arkeologis yang dilakukan di situs ini member bukti bahwa Trowulan bukan sebuah kota dalam
arti seperti ibukota-ibukota lainnya. Tidak seperti kota-kota Melayu, tidak ada perbentengan atau
benteng-benteng tetapi sebuah kelompok struktur atau kompleks bangunan yang dipisahkan oleh
jalan yang lebar dan alun-alun terbuka yang luas. Skema bangunan yang kompleks tersebut meliputi
sebuah wilayah yang luasnya 100 km2. Kompleks-kompleks tersebut memiliki pelataran, pepohonan
dan paviliun terbuka yang dikelilingi oleh dinding atau pagar. Area tengahnya diperuntukkan oleh
keluarga dari pimpinan rumah tangga. Bagian-bagian yang lain dihuni oleh para pembantu atau tamu
atau untuk upacara-upacara.[2]
Terdapat sebuah tendon air yang cukup besar bernama “segaran”,luasnya kira-kira 6 hektar. Sisa-
sisa pipa air yang terbuat dari tanah liat memperlihatkan bahwa fasilitas penyediaan air minum,
aktivitas komersial dan industrial pernah ada. Kota tersebut diorganisir dengan unit-unit pemukiman
dan distrik-distrik yang diperuntukkan bagi kegiatan industritertentu seperti pandai besi, tukang
besi, pembuat gerabah dan lain-lain. Masing-masing distrik dikendalikan oleh sebuah dewan,
di bawah pengawasan seorang bangsawan. Pasar diadakan dalam jadwal teratur dilahan-lahan
kosong yang memisahkan distrik-distrik. Pasar-pasar tersebut diawasi oleh pejabat resmi yang digaji
dengan hasil pajak pasar.[3]
Selain itu terdapat pelabuhan yang dinamakan Bubat, terletak dibagian utara kota, pada tepi sungai
Brantas. Sungai ini merupakan jalan utama dalam pengiriman barang meskipun ada juga beberapa
jalan yang dapat digunakan untuk masuk dan keluar kota. Penjelasan Odorofic of Pordeone dan para
pedagang Cina member sebuah gambaran tentang kemakmuran kota tersebut. Mpu Prapanca
dalam Negarakertagamamenjelaskan kompleks kerajaan secara panjang lebar. Berdasarkan
keterangan-keterangan ini, Pigeaud[4] telah bisa mereka ulang garis besar keraton.
Keraton dikelilingi oleh sebuah dinding batu bata merah berketinggian lebih dari 10 m dan memiliki
gerbang pintu ganda. Di depan pintu utara ada sebuah lapangan besar, pada bagian baratnya ada
arena untuk adu jago dan pada sisi timur ada benteng bagi sebuah garnisun kecil. Keraton tersebut
di bagi menjadi tiga pelataran :
Yang pertama adalah bangunan-bangunan religius dan sebuah menar putih yang besar. Akses
menuju pelataran kedua adalah pada satu sisi dan pada sisi lainnya ada banyak pemandian.
· Rumah para punggawa, yang dibangun dengan tiang-tiang dengan lantai kayu terletak di
pelataran kedua.
· Rumah punggawa yang lebih tinggi tatarannya dan sebuah pendapa besar terletak di pelataran
ketiga. Kamar-kamar raja juga terletak pada salah satu sisi dari pelataran ini dan istananya adalah
pavilion kayu yang didirikan di atas teras batu bata merah.[5]
Semacam simbolisme muncul dalam penampang structural Trowulan, yang kelihatannya ditentukan
oleh tradisi-tradisi kosmik dan dualisme yang sangat disukai oleh para arsitek Majapahit. Dualisme
itu tercermin dengan adanya keraton kepangeranan yang terletak di barat dan timur, yang saling
terkait satu sama lain. Contoh yang paling menarik dari dualisme yang sangat dihargai Singasari dan
Majapahit tercermin dalam ritual pembagian wilayah Airlangga menjadi dua kerajaan kembar. Oleh
karena itu penampang Trowulan bisa dipandang sebagai sebuah perwujudan simbolik dari konsepsi
struktur kekuasaan negara, seperti yang dibayangkan para arsiteknya. Lingkaran konsentrik
bangunan-bangunan dan pemukiman-pemukiman berseberangan dalam dua lokasi.

a. Perekonomian Pada Masa Majapahit


Bidang perekonomian yang paling menonjol pada Masa Majapahit adalah pertanian, perdagangan,
dan industri. Ketiga bidang inilah yang diharapkan memberikan kontribusi terhadap kehidupan
kenegaraan dan kesejahteraan rakyat Majapahit. Salah satu usaha yang dilakukan negara adalah
dengan memungut pajak atas segala hal yang berhubungan dengan distribusi, baik dari hasil
pertanian, barang-barang perdagangan, maupun hasil kerajinan industri. Pertanian, perdagangan,
dan industri sudah menggnakan teknologi yang cukup maju. Barang-barang yang dihasilkan pun
berkualitas tinggi, sehingga memberikan pemasukan yang besar bagi perekonomian
Majapahit. Dalam melakukan jual beli, penduduk Majapahit menggunakan uang kepeng dari
berbagai dinasti dan uang yang dikenal di Majapahit.
Berdasarkan bukti-bukti sejarah dan arkeologis dapat diketahui bahwa leju pertumbuhan ekonomi
Majapahit didorong oleh kegiatan dan terbentuknya jejaring perniagaan baik lokal maupun regional.
Dalam Ying-Yai Sheng-Lan disebut beberapa kota pelabuhan yang berada dibawah kekuasaan
Majapahit yaitu Tuban, Gresik, dan Surabaya. Pelabuhan tersebut telah diunjungi pedagang asing
dari Arab, Persia, Turki, India, dan Cina. Pedagang Majapahit tidak hanya terbatas melakukan
perdagangan di wilayahnya. Mereka juga pergi ke pulau-pulau lain seperti Banda, Ternate, Ambon,
Banjarmasin, Malaka hingga ke Filipina. Beberapa daerah tersebut tercatat dalam kitab
Negarakretagama dan termasuk kategori negeri yang menyerahkan upeti dalam sistem pertukaran
Tributari (Pertukaran Barang). Pedagang Majapahit membawa beras dan hasil bumi yang
dipertukarkan dengan barang lain seperti keramik, tekstil dan rempah-rempah.
Bidang kegiatan perekonomian Majapahit tersebut dapat diamati dengan ditemukannya beberapa
peninggalan arkeologis yang berasal dari luar negeri seperti porselin Cina yang sebagian besar
berasal dari dinasti Song. Selain itu ditemukan juga keramik Vietnam da keramik Thailand. Selain
sistem pertukaran barang, mata uang juga telah digunakan dalam transaksi jual beli. Jenis mata uang
ini antara lain uang lokal seperti uang gobog dan uang ma dari perak dan emas. Kepeng Cina dari
dinasti Tang, Song, Ming, dan Qing juga berlaku di Majapahit. Dlam transaksi jual beli, alat satuan
ukur seperti tibangan dari terakota dan batu juga telah dikenal.
b. Perdagangan Pada Masa Majapahit
Perdagangan pada masa ini berkembang pesat dibandingkan masa-masa sebelumnya. Banyak kota-
kota pelabuhan yang pada Masa Majapahit berubah menjadi pelabuhan internasional. Misalnya
Tuban, Gresik, dan Surabaya. Kota-kota pelabuhan tersebut sering dikunjungi oleh pedagang-
pedagang dari berbagai negara seperti Arab, Persia, Turki, Cina, dan India.Berbagai macam barang
yang diperdagangkan antara lain hasil bumi, seperti beras, sirih, pinang, buah-buahan, bawang,
kapas, dan ketumbar, industri rumah tangga yng terdiri dari perkakas dari besi dan tembaga,
pakaian, payung, berbagai hewan ternak, berbagai hasil kerajinan, garam, dan rempah-rempah.
Komoditi impor di Majapahit antara lain kain sutra dari Cina, pedang dari Timur Tengah, nila, lilin,
emas, perak, tembaga, batik, gading, dan kapur barus. Penduduk Majapahit menyukai keramik dan
manik-manik kaca dari Cina.
c. Pertanian pada Masa Majapahit
Jenis pertanian yang berkembang pada masa Majapahit berdasarkan data prasasti, kaya sastra, dan
relief candi dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu pertanian basah atau sawah dan pertanian kering.
Pertanian basah atau sawah ini menggunakan irigasi yang teratur. Sedangkan pertanian kering ada
pada tegalan, ladang, atau kebun. Beberapa upaya dilakukan penguasa kerajaan untuk
meningkatkan hasil panen, dengan cara membangun waduk untuk mengatasi bahaya banjir dan
mengatur irigasi. Alat-alat pertanian yang digunakan pada masa ini antara lain cangkul, bajak, garu,
ani-ani, lesung, lumpang, alu, dan tampah.
d. Seni Pertunjukan Pada Masa Majapahit
Masyarakat Majapahit menikmati berbagai macam Seni Pertunjukan yang beragam. Pertunjukan
yang ada yaitu pertunjukan musik dan tarik suara, pertunjukan wayang, pertunjukan drama boneka,
pertunjukan tari, serta pertunjukan lawak. Pada pertunjukan seni musik digunakan gamelan sebagai
pengiringnya. Gamelan terdiri dari alat musik yang beraneka ragam seperti alat musik tiup (seruling),
alat musik petik (siter, clempung, rebab), alat musik pukul (gong, reyong), serta kendang.
Pertunjukan wayang berfungsi sebagai hiburan pelengkap dalam suatu pesta atau hajatan.
Sementara, seni pertunjukan boneka dilakukan dengan menggunakan patung-patung terakota,
mengangkat lakon dari cerita-cerita kidung. Seni pertunjukan tari dilakukan pada saat upacara-
upacara keagamaan khusus seperti upacara ziarah. Pertunjukan lawak juga dikenal luas tidak hanya
di kalangan masyarakat saja tetapi juga umum diselenggarakan kalangan kerajaan.
e. Organisasi Sosial Masyarakat Majapahit
Masyarakat Majapahit merupakan masyarakat yang heterogen khususnya dalam bidang ekonomi,
sosial, maupun agama. Hal ini menyebabkan munculnya stratifikasi sosial dalam masyarakat.
Stratifikasi ini umumnya dikaitkan dengan adanya catur asrama atau catur warna dalam tradisi
keagamaan Hindu. Catur asrama merupakan tingkatan atau jenjang hidup yang terdiri atas:
1. Brahmacari (masa untuk mencari ilmu pengetahuan)
2. Grhasta (masa untuk berumah tangga)
3. Wanaprasta (masa untuk mengundurkan diri dari kehidupan duniawi)
4. Sanyasa/Bhiksuka (masa melepaskan diri dari kehidupan duniawi)
Catur warna yang dimaksudkan di sini adalah empat golongan dalam masyarakat Hindu yang terdiri
dari brahmana yaitu golongan yang bertugas dan bertanggung jawab dalam masalah keagamaan,
ksatria yaitu gologan yang bertugas dalam bidang pemerintahan, waisya yaitu golongan yang
menyelenggarakan kesejahteraan melalui perekonomian, dan sudra yaitu golongan yang menjadi
pekerja.
Selain berdasarkan catur warna, masyarakat Majapahit juga digolongkan berdasarkan nilai ekonomi
dan kekuasaan yang diperoleh dalam masyarakat. stratifikasi tersebut adalah golongan penguasa
(raja dan pejabat tinggi), golongan rohaniawan, golongan rakyat biasa, dan golongan budak.
f. Kehidupan Religi Masyarakat Majapahit
Kitab Negarakretagama menjelaskan bahwa di Majapahit ada 3 pejabat pemerintah yang memegang
urusan agama yaitu Dharmadyaksa Kasewan untuk agama Siwa, Dharmadyaksa Kasogatan untuk
agama Budha dan Menteri Herhaji untuk agama Karsyan. Pejabat itu dibantu oleh Dharma-Upapatti
yang mengurusi sekte-sekte seperti Sivasiddhanta dan Bhairawapaksa. Dikerajaan Majaphit juga
berkembang agama Karesian yang dikembangkan dalam sekolah yang dipimpin oleh pendeta (Rsi).
Dasar ajarannya adalah sekte Sivasiddhanta. Kehidupan Religius di Majapahit mencapai tehap
perkembangan yang belum pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya, yeitu adanya penyatuan
antara agama Siwa-Budha. Pertemuan lintas agama tersebut terjadi pada tataran agama yang
tertingg, tetapi dalam prakteknya ritual ibadah tetap terpisah.
g. Teknologi Masyarakat Majapahit
Teknologi yang berkembang di Majapahit sudah sangat maju dijaman itu, seperti potret arsitektur
perkotaan Majapahit tergambar dari sebuah kesaksian musafir Cina yaitu Mahuan. Majapahit atau
yang dia sebut Man-ChePo-i digambarkan sebagai tempat tinggal raja yang dikelilingi tembok bata.
Keraton tampak seperti rumah bertingkat dan atapnya terbuat dari kayu tipis yang disusun seperti
ubin keramik. Lantainya terbuat dari papan yang ditutupi anyaman tikar pandan atau rotan. Rumah
penduduk biasa umumnya beratapkan jerami.
Bedasarkan berbagai sumber tertulis didapatkan pula gambaran menganai tata ruang perkotaan
Majapahit. Kota Majaphit berorientasi ke utara termasuk keraton. Pemukiman rakyat berada di
selatan. Pola kota tebagi menjadi 9 zona yang dibatasi oleh jaan-jalan yang berpotongan. Tempat
tinggal raja terletak ditengah. Sedangkan bangunan suci berada disebelah barat daya kota.
Arsitektur bangunan rumah tinggal pada masa Majapahit dapat dibedakan dalam tiga kelompok:
1. Arsitektur Jawa Kuno
Arsitektur Jawa Kuno mempunyai ciri:Konstruksi bangunannya dari kayu yang merupakan tiang
berdiri diatas tanah, mempunyai kolong dan tanpa pemisah ruang. Pemisah ruang hanya dilakukan
dengan menggunakan kain atau bahan tidak permanen, yang pada siang hari dapat dilepas.
Penutuyp atap menggunakan alang-alang atau ijuk.
2. Arsitektur Majapahit Lama
Arsitektur Majapahit Lama mempunyai ciri: konstruksi bangunan dari kayu yang berdiri di atas batur
dan belum ada pembatas yang permanen. Penutup atapnya sudah genting. Bangunan semacam ini
dapat berfungsi sebagai pendapa/balai maupun sebagai tempat untuk beristirahat.
3. Arsitektur Akhir Majapahit
Arsitektur Akhir Majapahit mempunyai ciri: sama dengan ciri arsitektur Majapahit lama namun telah
mempunyai pembatasyang permanen. Bentuk-bentuk bangunan semacam itu dapat dilihat pada
beberapa relief candi di Jawa Timur dan jawa Tengah.
Namun demikian perlu diketahui bahwa pada akhir periode Majapahit, masih dijumpai ketiga
macam bangunan diatas terutama karena adanya perbedaan fungsi bangunan yang masih digunakan
pada waktu itu.
Adanya perubahan nilai-nilai sosial dan mulai susahnya mendapatkan bahan bangunan kayu,
menjadikan bangunan- bangunan yang menggunakan kayu untuk kolom maupun dinding secara
perlahan mulai berkurang dari perbendaharaan arsitektur Jawa. Hal ini dipercepat dengan adanya
penduduk baru dari pulau lain dan orang asing yang datang ke Majapahit dalam rangka berdagang.
Mereka mendirikan berbagai macam bangunan yang menggunakan bahan bangunan tradisi
membangun rumah sesuai dengan kebutuhan baru sehingga bangunannya mempunyai ciri yang
berbeda. Kemudian orang Jawa meniru cara qmembangun para pedagang baru, sehingga terjadi
suatu sinkritisme arsitektur yang dapat dilihat pada relief candi.
Masyarakat Jawa telah mempunyai tradisi dan patokan membangun bangunan yang kuat dan
mempunyai kemampuan adaptasi yang baik sehingga perkembangan arsitektur pada zaman
Majapahit dapat berkembang dengan pesat. Kuatnya pedoman dan patokan membangun pada
waktu itu, memungkinkan pendekatan arsitektur Jawa dapat menyebar ke daerah lain terutama ke
Bali, karena Bali masih menganut kepercayaan yang sama yakni Hindu.
Arsitektur bangunan sakral pada dasarnya tidak banyak berbeda dengan bangunan biasa. Ketiga
macam bangunan di atas dapat dilihat dalam suatu tapak, yang mempunyai aturan pengelompokan
bangunnan tersendiri. Bangunan sakral yang ada pada situs majapahit pada umumnya mempunyai
dua atau tiga halaman. Halaman pertamanya mempunyai Candi Bentar seperti yang terdapat pada
Waringin Lawang untuk kelompok bangunan sakral Hindu. Pada kelompok bangunan sakral Budha
tidak ditemukan tana-tanda adanya candi Bentar.
h. Pola Keraton Majapahit
Kraton majapahit pada dasarnya dibangun secara bertahap. Hal tersebut disesuaikan dengan pola
pemukiman yang berkembang di Jawa pada waktu itu. Bangunan tempat tinggal raja dibangun di
tengah, dikelilingi oleh rumah-rumah pengikut dan perwira setianya. Perkembengan lingkungan
selanjutnya dilakukan sesuai dengan perkembangan kekuasaan dan kepercayaan. Dari data lapangan
dapat diketahui bahwa orientasi peletakan bangunan penting mengikuti susunan hirarki
kepercayaan Hindu dan Buddha. Diantara penulis terdahulu, ada yang berpendapat bahwa
peletakan dari bagian-bagian keraton Majapahit mengikuti patokan-patokan kota India. Hal tersebut
tidak dapat diterima karena mungkin sekali cara membangun kota dipengaruhi oleh kepercayaan
Hindu atau Buddha, namun tidak sama dengan cara membangun kota India. Salah satu dasar
orientasi yang rupanya digunakan dan menentukan tata ruang dan letak bangunan di Majapahit dan
jawa pada waktu itu adalah pada alam sekitar seperti gunung, dataran, dan laut. Gunung
disimbolkan sebagai tempat yang suci dan laut sebagai tempat yang kurang suci.
Letak keraton Majapahit berada pada suatu dataran rendah yang mempunyai sumber air. Laut
berada di sebelah utara, sedang gunung berada di sebelah selatan (orientasi gunung). Sehingga
dapat diperkirakan bahwa, letak fasilitas ibadah akan terletak di sebelah selatan, sedang fasilitas
kediaman raja akan ada di bagian tengah, dan bagian penerimaan tamu atau pintu masuk berada di
sebelah utara(Nagarakertagama).
Pengamatan gambar tapak keraton yang dilakukan oleh Pigeaud, Maclaine, Pont melihat adanya
pembagian halaman dalam keraton. Berpegangan pada pola jalan dapat diperkirakan bahwa keraton
terbagi dalam sembilan kotak oleh jalan-jalan yang berpotongan tegak lurus ari arah Timur-Barat dan
utara-Selatan. Karena pengembangan secara bertahap, maka kotak-kotak tersebut tidak sama
besarnya.
Kotak yang terletak di tengah diperuntukan bagi kediaman raja. Kotak-kotak sebelah tenggara dan
barat daya diperuntukan bangunan suci. Kotak tengah di utara kediaman raja diperuntukkan sebagai
tempat raja bertemu dengan rakyatnya yang biasanya disebut Siti Hinggil.
Tembok-tembok di Majapahit dibangun sesuai dengan kebuytuhan, keamanan, dan pertahanan.
Pembangunan tembok dilakukan secara bertahap dimulai dari bagian tengah, sehingga akhirnya
membentuk sembilan kotak halaman yang tidak sama luasnya mengikuti pola jalan utama dalam
keraton. Bagian tengah yang merupakan bagian yang sempitdibandingkan dengan bagian utara
maupun bagian selatannya.
Kelompok-kelompok perumahan yang berada di sekitar keraton adalah kelompok perumahan
Metahun, Wengker, di sebelah timur laut poros keraton, sedangkan di sebelah barat daya terdapat
suatu kompleks kedaton yang menurut Pigeaud adalah tempat tinggal ibunda Hayam Wuruk.[7]
Fasilitas ibadah yang berada di luar kompleks keraton pada arah barat laut adalah kompleks Candi
Berahu yang merupakan fasilitas ibadah Buddha. Fasilitas ibadah Buddhistis berada di sebelah barat
poros utar-selatan keraton, sedangkan sebelah timur poros tersebut adalah perletakan bangunan
ibadah Hindu, hal tersebut memperkuat pendapat bahwa fasilitas ibadah yang ada pada kotak
halaman keraton sebelah tenggara adalah tempat ibadah Hindu.
Bagian utara kota darimporos timur-barat merupakan bagian yang penting dari kota Majapahit
mengingat komunikasi dengan luar terjadi pada bagian kota tersebut. Alun-alun berada di sebelah
utara keraon begitu pula pasar dan lapangan Bubat. Di utara lapangan Bubat terdapat pemukiman
pedagang Islam, pedagang Cina, dan lainnya yang mempunyai cara membangun rumahnya barbeda
dengan rumah asli.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pusat Informasi Majapahit atau yang lebih dikenal dengan Museum Trowulan merupakan suatu
bukti yang menggambarkan kerajaan Majapahit jaman dahulu. Peninggalan Majapahit baik yang
tersimpan di Museum Trowulan maupun yang berada disekitar Museum Trowulan adalah bukti
kebesaran kerajaan Majapahit jaman dahulu. Peninggaan disekitar museum Trowulan antara lain
candi bajang ratu, candi brahu, candi tikus dan kolam segaran. Sedangkan peninggalan kerajaan
majapahit yang tersimpan didalam museum trowulan seperti benda-benda dari tanah liat / terakota,
benda dari logam, benda dari batu (arca, prasasti), dan keramik, baik keramik dari dalam negeri
maupun dari luar negeri.
Melihat dari berbagai peninggalan kerajaan Majapahit maka kita dapat melihat betapa agungnya
kerajaan majapahit jaman dahulu. Seperti melihat peniggalan keramik yang berasal dari
mancanegara, hal itu menandakan bahwa kerajaan Majapahit telah melakukan hubungan dengan
negara lain baik bidang ekonomi, sosial, politik, maupun hal lainnya. Selain itu kita juga bisa melihat
bahwa di Majapahit teknologinya juga sudah maju, dibuktikan dengan banyaknya peninggalan dari
logam yang bervariasi jenisnya. Hal itu menandakan bahwa jaman dahulu masayarakat Majapahit
telah pandai mengolah logam.
Hal lain yang membuktikan bahwa kerajaan Majapahit merupakan kerajaan yang maju terbukti dari
sketsa rekonstruksi kota Majapahit oleh Maclaine Pont. Dari sketsa peta tersebut maka dapat
diketahui bahwa kota di Majapahit telah tersusun dengan baik. Dari berbagai peninggalan kerajaan
Majapahit baik yang tersimpan di museum Trowulan maupun yang berada disekitar museum, maka
dapat disimpulkan bahwa kerajaan Majapahit sudah sangat maju.

B. Saran
Peninggalan kebudayaan di Indonesia ini merupakan suatu kekayaan yang tak ternilai harganya.
Seperti hal yang kita bahas diatas tentang peninggalan kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapait
merupakan kerajaan yang terbesar di Nusantara. Sehingga susngguh suatu kesalahan yang sangat
fatal bila kita sampai melupakan peninggalan kebudayaan nenek moyang kita. Oleh karena itu kita
sebagai generasi muda Indonesia janganlah sampai melupakan peninggalan kebudayaan nenek
moyang kita. Mengikuti zaman boleh asalkan yang positif dan tetap memegang teguh kebudayaan
kita. Karena dengan mengetahui kultur kebudayaan kita maka kita akan mengetahui jati diri kita
sebagai bangsa Indonesia atau bangsa timur. Karena dengan tidak mengetahui hal tersebut maka
kita hanya akan terbawa arus zaman yang negatif dan tidak pernah sadar bahwa kita sesunggunya
adalah bangsa timur yang menjunjung tinggi ragam kebudayaan dan meghormati satu sama lain.
Daftar Pustaka

 I Made Kusumajaya. Mengenal Kepurbakalaan Majapahit di Daerah Trowulan. Hal 3.


 J.Miksic, “Trowulan In Literature And Archeology” (1996). Ibid.
 G TH. Pigeaud, Java in 14th Century, A Study in Cultural Society, The Nagarakertagama By
Rakawi Prapanca of Majapahit (1963).
 Michel Munoz, Paul. Kerajaan-kerajaan awal kepulauan Indonesia. 2009. Hal 405
 Sartono Kartodirjo,dkk,700 tahun majapahit(1293-1993) suatu bunga rampai,1993.hal 125
 Sartono Kartodirjo,dkk,700 tahun majapahit(1293-1993) suatu bunga rampai,1993.hal 127

Anda mungkin juga menyukai