(mengesakan Allah dalam tiga perkara yaitu penciptaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan pengaturan-Nya.),
mulkiyah (mengesakan Allah dalam segala perbuatan-Nya di akhirat.) maupun ilahiyyah
(mengesakan segala bentuk peribadatan bagi Allah, seperti berdo'a, meminta, tawakal, takut,
berharap, menyembelih, bernadzar, cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan
Allah dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam), secara langsung atau tidak, secara nyata atau
terselubung.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam KBBI, 1990: 984) syirik berarti penyekutuan Allah
SWT dengan yang lain. Misalnya pengakuan kemampuan ilmu daripada kemampuan dan kekuatan
Allah SWT, peribadatan selain kepada Allah SWT dengan menyembah patung, tempat-tempat
keramat dan kuburan, dan kepercayaan terhadap keampuhan peninggalan-peninggalan nenek
moyang, yang diyakini menentukan dan mempengaruhi jalan kehidupan.
Syirik menurut Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan membagi syirik kedalam dua kategori, yaitu:
1) Syirik Besar
Syirik besar merupakan suatu dosa yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama Islam
dan menjadikannya kekal di dalam neraka. Jika ia meninggal dunia dan belum bertaubat dari
padanya. Syirik besar adalah memalingkan suatu bentuk ibadah kepada selain Allah Swt,
seperti berdoa kepada selain Allah Swt, menyembelih kurban dan bernadzar untuk selain
Allah Swt, seperti untuk kuburan, jin dan setan. Termasuk juga takut kepada orang-orang
yang telah meninggal dunia, jin maupun setan. Berdoa memohon pemenuhan kebutuhan
dan menghilangkan kesusahan, hal yang saat ini dilakukan disekeliling bangunan-bangunan
yang didirikan di atas para wali orang-orang shalih.
2. Syiriknya orang yang meletakkan Ilah lain disisi Allah Swt. Kesemua jenis ini terjadi
karena mengikuti hawa nafsu, syahwat, dan setan.
Imam al-Kafawi yang dikutip oleh Musthafa Murad, menyebutkan syirik terbagi menjadi
6 yaitu:
1. Syirik Istiqlal
Yaitu menetapkan 2 sekutu yang saling independen (memiliki
kekuasaan masing-masing), sebagaimana syiriknya orang majusi.
a. Syirik Tab’idh (membagi menjadi dua bagian) yaitu menyusun pembagian ilah di
antara ilah-ilah selain Allah Swt, sebagaimana syiriknya orang-orang
Nasrani (konsep Trinitas).
b. Syirik Taqriblain (pendekatan), yaitu beribadah kepada selain Allah Swt
dengan tujuan agar ilah selain Allah Swt itu dapat mendekatkan dirinya kepada Allah Swt
dengan sedekat-dekatnya, sebagaimana syiriknya orang- orang jahiliyah terdahulu.
c. Syirik Taqlid (meniru-niru), yaitu beribadah kepada selain Allah Swt disebabkan
meniru-niru orang lain, sebagaimana syiriknya orang-orang jahiliyah sekarang.
d. Syirik Asbab (sebab-sebab), yaitu menyadarkan diri kepada pengaruh sebab- sebab
yang wajar (hanya bersifat biasa), sebagaimana syiriknya orang-orang ahli filsafat,
Naturalis, serta pengikut-pengikut mereka.
e. Syirik Aghradh (tujuan), yaitu menjalankan suatu amalan yang ditujukan untuk selain
Allah Swt.
Zainal Arifin Djamaris, Islam Aqidah dan Syari’ah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996), cet. 1, h. 226.
Musthafa Murad, Minhajul Mu’min pedoman hidup bagi orang mukmin, (Semarang:
Pustaka Arafah, 2011), cet. 1, h. 50-5