Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum w.w.
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya dan tidak lupa pula sholawat serta salam kami ucapkan
kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Guru mata pelajaran PKn
serta teman-teman yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ Sejarah
Penyebaran Agama Buddha Di Thailand”.
Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam makalah ini,
sehingga kami senantiasa terbuka untuk menerima saran dan keritik dari pembaca
demi penyempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum w.w.

Soreang, Oktober 2019

Penyusun
( X- Tataboga 1 )

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar ................................................................................................. i


Daftar isi ........................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan .............................................................................. 2
BAB II Pembahasan
A. Sejarah awal masuknya Buddha di Thailand ................................... 3
B. Sejarah Buddha di Thailand ............................................................. 3
C. Penyebarannya, Tokoh dan Aliran-Alirannya
Agama Buddha di Thailand ............................................................. 6
BAB III Penutup
A. Kesimpulan....................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Buddha dan Buddhaisme
Menurut Buddha hidup adalah kesengsaraan, sebab manusia terikat
oleh realitas yang selalu di dalamnya mengikuti hukum karma. Tidak ada
yang kekal, semua berubah. Manusia membebaskan diri dari kesengsaran
dengan jalan ARYASATA (empat jalan kebenara); Duka-Satya, Tresna-
Satya, Nirodha-Satya, dan Marga-Satya. Jalan Buddha bukan masuk dalam
ruang lingkup agama yang praktis, melainkan bagaimana cara membedakan
diri tentang Tuhan.
Dalam perkembangannya, Buddha pun juga mengalami perubahan
sehingga melahirkan beberapa aliran besar seperti;
1. Ajaran Sunyavana (kekosongan, meneruskan ajaran Buddha sendiri)
2. Ajaran Tathata oleh Asvaghosa.
Pada awalnya agama Buddha tidak pernah mengembangkan suatu
gerakan pengutusan, dimana ajaran Buddha menyebar jauh dan luas di
subbenua India dan dari sana agama Budha menyebar ke seluruh Asia. Di tiap
budaya yang ditemuinya, cara-cara dan gaya-gaya Buddha disesuaikan dengan
watak setempat, tanpa mengubah pokok-pokok penting tentang kebijaksanaan
dan welas asih. Namun, agama Buddha tidak pernah mengembangkan hierarki
kekuasaan agama dengan seorang pimpinan penguasa. Di setiap negara yang
menerima ajaran Buddha, mengembangkan bentuknya sendiri, struktur
agamanya sendiri, dan pimpinan rohaninya sendiri.
Akibat adanya penyebaran ajaran Buddha, maka terjadilah akulturasi.
Akulturasi ini sendiri merupakan hal yang sudah wajar terjadi selain karena
ajaran Buddha yang memiliki nilai toleransi tinggi, juga karena tidak ada satu
agama pun yang memiliki hak untuk memaksakan ajaran maupun tradisinya
kepada masyarakat dengan tradisi setempat. Penyebab kedua terbentuknya
aliran-aliran yang berbeda dalam agama Buddha adalah karena adanya
perbedaan persepsi, dan ini pun juga adalah hal yang wajar. Sebagai sebuah
3
ajaran yang bersumber pada pengalaman manusianya sendiri, sudah tentu
banyak persepsi yang muncul selama kurang lebih 2500 tahun. Saat ini
terdapat 3 aliran utama dalam Buddhisme di dunia, yaitu:
1. Theravada (baca: The-ra-wa-da) Sebagai aliran yang memegang teguh
Dharma Winaya sesuai kitab Tripitaka Pali. Oleh karena itu disebut juga
sebagai ajaran para sesepuh atau juga Early Buddhism (Buddhisme Awal).
Theravada berkembang di Asia bagian selatan (Sri Lanka) dan Asia
Tenggara.
2. Mahayana Sebagai ajaran yang berkembang pesat di Asia bagian timur
(khususnya) dan seluruh Asia (umumnya)
3. Vajrayana atau Tantrayana Sebenarnya merupakan bagian dari Mahayana
namun memiliki perbedaan doktrin maka terbentuklah aliran ini. Pada
mulanya merupakan akulturasi antara ajaran Buddha dengan kebudayaan
dan tradisi Tibet

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah awal masuknya Agama Buddha di Thailand?
2. Bagaimana sejarah Buddha di Thailand?
3. Penyebarannya, Tokoh dan Aliran-Alirannya Agama Buddha di
Thailand?
C. Tujuan Penulisan
Agar siswa sapat mengetahui bagaimana awal sejarah masuknya, sejarah
Buddha, Tokoh aliran serta penyebaran dan perkembangan agama Buddha
di Thailand.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah awal masuknya Buddha di Thailand


Manurut legenda, agama Buddha masuk ke Thailand sekitar abad ke-
3 S.M. ketika Raja Asoka mengirimkan dua orang Bhikku ke sana yang
diterima oleh suku Mosn yang mendiami kota Burma dan Thailand. Sampai
abad ke-7 corak agama budha itu masih berkembang di Thailand yang
dipengaruhi oleh aliran Theravada, kemudian pada abad ke-8 yang awalnya
dari aliran Theravada menjadi aliran Mahayana, Terutama yang berasal dari
kerajaan Sriwijaya, mulai kelihatan bersamaan dengan masuknya unsur-unsur
agama Hindu di Thailand Timur.
B. Sejarah Buddha di Thailand
Anak ketiga dari Phoh Khun Sriindraditya, Phoh Khun
Ramkamhaeng, berhasil takhta Thailand dan memerintah sebagai raja ketiga
dari Sukhothai. Dalam pemerintahan ini Sukhothai berada di ketinggian
kekuasaan dan kemakmuran. Kerajaan-Nya diperpanjang di utara sampai Prae
dan Nan, di timur ke Vientiane, di selatan ke ujung ekstrim dari Semenanjung
Melayu dan di barat sejauh Hongsavadi. Dialah yang menciptakan alfabet
Thailand untuk menggantikan abjad Khmer tua dan yang memperkenalkan
bentuk sekarang dari Theravada Buddhisme kepada orang-orang Thailand.
Pada saat ini Buddha telah menghilang di India dan pusat agama
pindah ke Ceylon mana, di bawah perlindungan Raja Parakramabahu Agung
yang ditiru Raja Asoka, para biarawan bersatu dan teks-teks suci yang
dibangun kembali dalam kemurnian aslinya. Sebuah Dewan umumnya
dikenal sebagai Dewan Buddhis Ketujuh diadakan di bawah pimpinan
Kassapa Thera .
Dengan pengaruh kebangkitan ini, rahib Buddha dikirim dari berbagai
negara untuk mempelajari Ajaran baru direvisi dan Disiplin sana. Ini
biarawan reordained dan mengambil kembali pulang prosedur penahbisan
direvisi (Upasampadavidhi) kemudian dikenal sebagai Lankavamsa.

5
Beberapa dari mereka bahkan mengundang bhikkhu Ceylon untuk menemani
mereka untuk mengajarkan bentuk murni Dharma di negara mereka.
Di Thailand, para biarawan dari sekte Lankavamsa menetap pertama
di Nakorn Sridhammaraj dan ketenaran mereka segera mencapai Sukhothai.
Raja Ramkamhaeng kemudian mengundang Pembesar disebut Phra
Mahaswami ke ibukota dan memberinya dukungan raja dalam menyebarkan
Ajaran. Dikatakan bahwa gambar Phra Buddha Sihing dipindahkan dari
Ceylon ke Thailand saat ini.
Setelah itu Buddhisme Theravada tradisi Lankavamsa menjadi
populer dan lebih dan lebih luas dipraktekkan di Thailand. Beberapa raja
Thailand seperti King Lithai Sukhothai dan Raja Borom Trailokanath awal
Ayudhya bahkan memasuki Ordo dan tinggal untuk beberapa waktu sebagai
bhikkhu. Hal ini kemudian mengakibatkan kebiasaan pemuda Thailand
memasuki Ordo setidaknya waktu yang singkat dalam hidup mereka. Pali
dipelajari dan digunakan sebagai bahasa dasar Kitab Suci bukan bahasa
Sansekerta. Para biarawan dari sekte-sekte yang lebih tua secara bertahap
bergabung dengan mereka dari tradisi direformasi menjadi satu sekte tunggal.
Buddhisme Mahayana diadopsi di bawah Sriwijaya dan aturan Merah
menurun dan akhirnya menghilang. Ini menandai periode di mana semua
umat Buddha di Thailand bersatu di bawah iman satu saja dari Buddhisme
Theravada yang baru direvisi.
Kerajaan Thai disebut Sriayudhya didirikan di pusat Thailand oleh
Raja Uthong dari dinasti Chiengrai. Pada pertengahan abad berikutnya, tiga
kerajaan Thailand telah bersatu di bawah kekuasaan Ayudhya.
Selama periode Ayudhya, Dewan Buddhis umumnya dikenal sebagai
Dewan Kesepuluh, yang pertama akan diadakan di Thailand, disebut oleh
Raja, Tilokaraj dari Chiengmai Pada saat itu para bhikkhu Lanna sangat
terkenal dalam studi Pali dan banyak karya ilmiah dalam bahasa Pali yang
diproduksi di Lanna.
Pada masa pemerintahan Raja Boromkos, raja Ceylon berkeinginan
untuk membangkitkan kembali Buddhisme di tanah dan dikirim ke Thailand
untuk bhikkhu yang bisa mendirikan kembali penahbisan yang lebih tinggi.

6
Sekelompok bhikkhu yang dipimpin oleh Phra Upali dikirim sana dan
pentahbisan Siam telah digunakan di Ceylon untuk saat ini. Ada juga
mengembangkan sekte Buddha disebut Syama Vamsa atau Upali Vamsa atau
Siyam Nikaya yang masih sekte utama di negara itu.
Ayudhya jatuh di bawah serangan dari Burma. Meskipun Burma itu
ditolak, negara itu tidak teratur dan Buddhisme menurun. Raja Taksin dan
Raja Rama aku sangat untuk menghidupkan kembali agama. Budha kedua
Dewan Thailand diadakan pada masa pemerintahan Raja Rama I. Tripitaka
dan komentar dikumpulkan, direvisi dan mapan. Emerald Buddha, para
Buddha dan Sihing banyak lainnya ternilai Buddha gambar dikumpulkan dan
diabadikan sebagai harta nasional di berbagai kuil di Bangkok.
Raja Mongkut adalah seorang biarawan selama dua puluh tujuh tahun
dan tahu ajaran baik. Mencari untuk memberikan kehidupan monastik mantan
ketat, ia mendirikan sebuah gerakan baru dalam Ordo dan menyebutnya sekte
Dhammayuttika untuk membedakannya dari Sangha asli, yang kemudian
disebut sekte Mahanikaya. Waktu berjalan dan ada gerakan, perubahan dan
perbaikan di kedua sekte sehingga pada saat ini dua sekte tidak berbeda
secara substansial dengan cara apapun dari satu sama lain.
Pemerintahan Raja Chulalongkorn (Rama V) menandai periode
perubahan besar dan kemajuan baik di sekuler dan dalam urusan agama.
Thailand ketiga Konsili Buddhis diadakan, dimana alfabet Thailand
digunakan dalam pembuatan salinan Tripitaka bukan dimodifikasi skrip
Khmer. Dengan perintah kerajaan versi revisi dari Tripitaka diterbitkan untuk
pertama kalinya dalam bentuk buku modern. Dua Buddha universitas
didirikan untuk pendidikan yang lebih tinggi dari rahib Buddha, Mahamakut,
dalam memori dari Kerajaan Bapa, dan Mahachulalongkorn, untuk
mengabadikan memori dari Pendiri sendiri. Dalam (1903 M) Undang-Undang
Administrasi Sangha itu disahkan untuk memberikan resmi pemerintah
terpisah untuk Order dan untuk mencapai keselarasan yang sempurna antara
Sangha dan Negara.

7
C. Penyebarannya, Tokoh dan Aliran-Alirannya Agama Buddha di
Thailand
Agama Buddha berkembang di Siam (sekarang disebut Thailand)
sudah sejak awal abad pertama atau kedua Masehi. Hal ini diketahui
berdasarkan hasil penggalian arkeologi di Phra Pathom (kira-kira 50
kilometer sebelah barat Bangkok) dan Pong Tuk (sebelah barat Phra
Pathom) berupa rupaṁBuddha serta lambang agama Buddha yaitu
dhammacakka.
Selain itu, juga dijumpai reruntuhan bangunan serta pahatan bagus yang
oleh para ahli diduga berasal dari pengaruh jaman Gupta (India) serta
diduga merupakan peninggalan dari Dvaravati. Dvaravati adalah suatu
kerajaan yang makmur pada jaman Huang Tsang, yaitu bagian pertama abad
ke-7 M. Pada abad ke-8 atau 9, Thailand dan Laos secara politis
merupakan bagian dari Kamboja serta dipengaruhi oleh keadaan kehidupan
beragama dari kerajaan Kamboja, dimana agama Brahmana dan agama
Buddha hidup berdampingan. Pada pertengahan abad ke-13, terjadi
perubahan politik sehingga Thailand yang menguasai seluruh wilayah
Thailand dan Laos serta mengakhiri supremasi politik Kamboja di wilayah
tersebut. Di bawah penguasaan Thailand, agama Buddha Theravāda dan
bahasa PāỊi kembali berjaya di Thailand dan Laos.
Manurut legenda, agama Buddha masuk ke Thailand sekitar abad
ke-3 S.M. ketika Raja Asoka mengirimkan dua orang Bhikku ke sana yang
diterima oleh suku Mosn yang mendiami kota Burma dan Thailand. Sampai
abad ke-7 corak agama budha itu masih berkembang di Thailand yang
dipengaruhi oleh aliran Theravada, kemudian pada abad ke-8 yang awalnya
dari aliran Theravada menjadi aliran Mahayana, Terutama yang berasal dari
kerajaan Sriwijaya, mulai kelihatan bersamaan dengan masuknya unsure-
unsur agama Hindu di Thailand Timur. Pada permulaan abad ke-13, terjadi
penyebaran agama Buddha yang kedua kalinya, dimana perkembangan yang
kedua ini masuk ke wilayah Burma,Thailand,Kamboja dan Tibet. Dan
penyebaran kedua ini mengandung dua aspek yaitu:
 pemeliharaan dan,
 tranmisi sentral ide aliran Theravada, yang dikenal dengan Abidharma.
8
dan masuknya aliran ini diwarnai dengan warna lokal serta dimasukan
kedalam situasi kultural dari beberapa negeri yang dijadikan satu kedalam
tradisi Abhidarma, sehingga ada cirri-ciri tersendiri dalam agama Buddha
aliran Theravada yang membedakan dari satu Negara dengan Negara lainnya.
Raja-raja Thailand itu menggunakan gelar “Rama” dan memberikan
perhatian yang besar terhadap perkembangan agama Budha, lebih dari itu,
hubungan antara raja dengan sangha juga sangat baik. Dimana Raja sebagai
pengawas dan pelindung dari sangha. pada masa raja Rama I, Kitab Tripitaka
berhasil dituliskan pada daun palma. Ia mengumumkan kepada rakyat
Thailand agar membersihkan sangha dari anggota-anggota yang tidak
berguna, memurnikan praktek kewiharaan dan meningkatkan studi dan
meditasi, dirintisnya pula tradisi bagi raja-raja Thailand untuk menjadi
anggota sangha beberapa lama sebelum menjadi raja Rama ke-IV, yang
tersebut Mongkrut, terkenal dalam pembaharuan pemikiran keagamaan. Ia
mengadakan reformasi dan penafsiran kembali ide-ide Buddha menurut
pemikiran Barat yang berkembang pada waktu itu. Salah satu usaha
pembaharuannya adalah membentuk aliran sangha yang dikenal dengan
Dharmayutika yang menekankan bahwa ajaran agama Buddha tidak
bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern. Sebagai mantan bhikku, ia
berhasil meningkatkan kehidupan sangha telah kehilangan gairah dan
membersihkannya dari unsur-unsur yang bertentangan dengan ideasli agama
Buddha. Dimasa modern, Rama IV pada tahun (1910-1925) adalah Raja
Thailand yang memebrikan warna Buddhis bagi Thailand. Ia menegakkan
soko-guru bagi persatuan kelangsungan dan identitas Thai, yaitu: bangsa,
agama dan raja. Agama Buddha merupakan agama nasional dan sebagaian
besar orang Thailand menjadi orang Thai berarti pula menjadi penganut
Buddha.
Berdasarkan tiga soko-guru yang dijadikan dasar persatuan Thialand
tersebut perkembangan agama Buddha berjalan dengan pesat sejalan dengan
perkembangan masyarakat Thai di zaman modern. Banyaknya Thai yang
menjadi bhikku tersebut adalah karena faktor tradisi yang sudah lama berlaku
yaitu bahwa seorang lelaki harus menjalani hidup sebagai bhikku selama

9
masa phasa, atau tiga bulan sepanjang hujan, di salahsatu wihara, sebagai
suatu upacara peralihan antara masa remaja dan masa perkawinan. Selain itu,
factor pendidikan yang disediakan sangha juga telah mendorong orang-orang
Thai memasuki sangha, terutama dari kalanagan rakyat biasa dan orang-
orang miskin. Fasilitas-fasilitas pendidikan yang diberikan oleh sangha ini,
baik yang berupa pendidikan agama ataupun pendidikan umum yang
disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku di sekolah-sekolah negeri, telah
membuka banyak kemungkinan bagi rakyat Thailand pada umumnya untuk
meningkatkan diri sekalipun mereka memiliki kemampuan yang terbatas
dalam masalah keuangan dan kesempatan.
Sangha memang sebagai peranan yang sangat penting dalam
kehidupan agama di Thailand. Inti dari sangha adalah para bhikku yang tlah
menjalani khidpan kebikhuan selama 10 tahun atau lebih dan menjadikan
agama sebagai bagian dari kehidupan mereka.
Sepanjang sejarah negeri Thai, pemerintah menyadari pentingny apara
sangha dalam masyarakatdan peranan agama sebagai pemesatu bangsa. Maka
dari iru pemerintah mengawasi sangha dan menempatkannya di bawah
supervise pemerintah dengan membentuk hirarki sangha yang bersifat
nasional sehingga pengaruh pemerintah cukup menentukan. Sangha dan
Bhikku sebagai perorangan tidak diharapkan memerankan peranan politik
yang lepas apalagi yang bertentangan dengan Negara. Pemerintah
mempergunakan hirarki sanghatersebut sebagai alat untuk integrasi nasional
serta pembangunan bangsa dan Negara Thai sampai sekarang.
Raja Thailand, Sri Suryavamsa Rama Maha Dharmikarajadhiraja,
bukan hanya sebagai seorang penguasa yang mendorong pengembangan
agama Buddha, tetapi beliau juga adalah seorang bhikkhu yang aktif
menyebarkan Dhamma ke seluruh negeri. Pada tahun 1361, Raja Thailand
mengirim sejumlah bhikkhu dan ācariya ke Ceylon serta mengundang
Mahasami Sangharaja dari Ceylon untuk berkunjung ke Thailand. Atas
prakarsa dan kegiatan raja, maka agama Buddha dan bahasa PāỊi
berkembang luas mencakup kerajaan-kerajaan kecil Hindu di wilayah Laos
seperti Alavirastra, Khmerrastra, Suvarnagrama, Unmargasila,

10
Yonakarastra, dan Haripunjaya. Sejak saat itu, agama Buddha mulai
menyebar dan agama Hindu mulai memudar.
Meskipun Thailand mendapatkan pengaruh agama Buddha yang
mendalam dari Cyelon, namun hal tersebut telah dibayar kembali oleh
Thailand, dimana raja Thailand mengirimkan rupaṁBuddha dari emas dan
perak, salinan kitab-kitab suci agama Buddha serta sejumlah bhikkhu ke
Ceylon. Dari peristiwa tersebut, dapat diartikan bahwa pada waktu itu
Ceylon mengakui Thailand sebagai negeri yang memiliki agama Buddha
dalam wujud yang murni.
Pada masa pemerintahan raja Rama I (1789) telah ditulis sebuah kitab
tentang sejarah pembacaan kitab suci (History of Recitals) oleh seorang
bhikkhu dari kerajaan, yaitu Somdej Phra vanarat (Bhadanta Vanaratana).
Dalam kitab tersebut, Bhikkhu Bhadanta Vanaratana menyebutkan sembilan
Saṅghayāna dalam agama Buddha (Theravāda). Sidang saṅgha tersebut
diselenggarakan tiga kali di India ( tiga sidang yang pertama), empat kali di
Ceylon (sidang yang ke-4, 5, 6, dan 7) serta dua kali di Thailand (sidang
yang ke-8 dan 9). Saṅghayāna ke-8 di Thailand berlangsung pada masa
pemerintahan Raja Sridharmacakravarti Tilaka Rajadhiraja, penguasa
Thailand bagian utara, diselenggarakan di VihāraMahābodhi Ārāma,
Chiengmai, selama satu tahun penuh antara tahun 1457 dan tahun 1483,
sedangkan Saṅghayāna ke-9 (menurut versi Thailand) berlangsung pada
tahun 1788 setelah terjadi perang antara Thailand dengan negeri
tetangganya. Dalam peperangan tersebut ibukota Ayuthia (Ayodhya) hancur
terbakar, banyak kitab dan kitab suci Tipiṭaka telah menjadi abu. Raja Rama
I dan saudaranya sangat prihatin atas keadaan saṅgha. Dan setelah
mendengar pendapat para bhikkhu, kemudian diselenggarakan Sidang
Saṅgha (Saṅghayāna) yang dihadiri oleh 218 Thera dan 32 Ācariya dan
selama satu tahun membacakan kembali kitab suci Tipiṭaka. Selama dan
sesudah Sidang Saṅgha, dilakukan rehabilitasi bangunan vihāra dan pagoda,
serta dibangun juga bangunan-bangunan baru

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Agama Buddha sampai ke Asia sebagai akibat aktivitas kolonialisasi
umat Hindu, yang bukan saja mendirikan pusat-pusat perdagangan, tapi juga
membawa serta cara pemujaan dan kebudayaan mereka dimana cara-cara dan
gaya-gaya Buddha disesuaikan dengan watak setempat, tanpa mengubah
pokok-pokok penting tentang kebijaksanaan dan welas asih.
Agama Buddha masuk ke Thailand sekitar abad ke-3 S.M. ketika Raja
Asoka mengirimkan dua orang Bhikku ke sana yang diterima oleh suku Mosn
yang mendiami kota Burma dan Thailand. Sampai abad ke-7 corak agama
budha itu masih berkembang di Thailand yang dipengaruhi oleh aliran
Theravada, kemudian pada abad ke-8 yang awalnya dari aliran Theravada
menjadi aliran Mahayana, Terutama yang berasal dari kerajaan Sriwijaya,
mulai kelihatan bersamaan dengan masuknya unsure-unsur agama Hindu di
Thailand Timur.
Pada permulaan abad ke-13, terjadi penyebaran agama Buddha yang
kedua kalinya, dimana perkembangan yang kedua ini masuk ke wilayah
Burma,Thailand,Kamboja dan Tibet. Dan penyebaran kedua ini mengandung
dua aspek yaitu:
1. pemeliharaan dan,
2. tranmisi sentral ide aliran Theravada, yang dikenal dengan Abidharma
Raja-raja Thailand itu menggunakan gelar “Rama” dan memberikan perhatian
yang besar terhadap perkembangan agama Budha
Dimasa modern, Rama IV pada tahun (1910-1925) adalah Raja Thailand
yang memeberikan warna Buddhis bagi Thailand.
Agama Buddha berkembang di Siam (sekarang disebut Thailand) sudah
sejak awal abad pertama atau kedua Masehi. Hal ini diketahui berdasarkan
hasil penggalian arkeologi di Phra Pathom (kira-kira 50 kilometer sebelah
barat Bangkok) dan Pong Tuk (sebelah barat Phra Pathom) berupa
rupaṁBuddha serta lambang agama Buddha yaitu dhammacakka.

12
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org › wiki › Agama_Buddha_di_Thailand
https://id.wikipedia.org › wiki › Sejarah_agama_Buddhyosepsetiawan007.
blogspot.com › 2017/03 › makalah-budhismebudha-dhamma.
blogspot.com › 2013/06 › buddhisme-di-korea-dan-thailand

13
MAKALAH
SEJARAH PENYEBARAN AGAMA BUDDHA DI THAILAND
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran PKn

Disusun oleh :

Annisatul Azizah
Fayal Lusina
Kania Dwi lestari
Nurul Shafa
Silvi Herliana
Tanti Triantiana
Tinarsyah

X – Tataboga 1

SMK NEGERI 1 SOREANG


Jl. Nyalindung No. 1 RT 02 RW 18, Soreang, Kecamatan Soreang,
Kabupaten Bandung Prov. Jawa Barat

2019 - 2020

14

Anda mungkin juga menyukai