24164/prosiding18/06
Agus Heryana
Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat
Jln. Cinambo 136 Ujungberung, Bandung 40294
E-mail: agus.yana17@yahoo.co.id
Abstract
P ower was born from the centrality of the power of God to himself through his confident teach-
ing that implicates the faithfulness and obedience of his followers. Past power and leader-
ship includes 3 (three) things namely (1) His government system that serves as a means of com-
munication between the ruler and his people, (2) The criteria of leadership, and (3) The source
of the leadership itself. The dynamics of the kingdom and its rulers experienced ups and downs
according to the ability and firmness in living the teachings of his life. The form of the Govern-
ment of the Sunda kingdom based on the Tritangtu on Earth is actually sourced to the teachings
of life that become guidelines for rulers. The source of life was recorded on the manuscripts of
Sunda Kuna, such as: Carita Parahiyangan, Siksa Kandang Karesian, Sewaka Darma, and Am-
anat Galunggung. The manuscript is traced using a content analysis method.
Keywords: power, leadership, Tritangtu on Earth, teachings, the torment of the Siksa.
Abstrak
K ekuasaan lahir dari pemusatan kekuatan Tuhan pada diri melalui ajaran yang diyakininya
yang berimplikasi pada kesetiaan dan ketaatan pengikutnya. Kekuasaan dan kepemimpinan
masa lalu mencakup 3 (tiga) hal yaitu (1) sistem pemerintahannya yang berfungsi sebagai
alat komunikasi antara penguasa dan rakyatnya, (2) kriteria kepemimpinan, dan (3) sumber
kepemimpinan itu sendiri. Dinamika kerajaan dan penguasanya mengalami pasang surut
sesuai dengan kemampuan dan keteguhan dalam menjalankan ajaran kehidupannya. Bentuk
pemerintahan kerajaan Sunda yang didasarkan pada Tritangtu di bumi sesungguhnya bersumber
pada ajaran-ajaran kehidupan yang menjadi pedoman penguasanya. Sumber kehidupan itu
tercatat pada naskah-naskah Sunda Kuna, seperti: Carita Parahiyangan, Siksa Kandang Karesian,
Sewaka Darma, Amanat Galunggung. Naskah–naskah tersebut ditelusuri kandungannya dengan
menggunakan metode konten analisis (content analysis)
Kata kunci: kekuasaan, kepemimpinan, Tritangtu di bumi, ajaran, sanghiyang Siksa
PENDAHULUAN
Kekuasaan melingkupi wilayah, waktu dan
yang merupakan representatif dari kekuasaan sosial budaya masyarakat Sunda masa lalu,
dan kepemimpinan itu sendiri. termasuk di dalamnya tentang kekuasaan
Berbicara kekuasaan pada masa lampau dan kepemimpinan. Naskah yang dimaksud
tidak akan lepas dari keberadaan raja-raja di antaranya adalah: (1) Sewaka Darma (SD)
di Nusantara, tak terkecuali pula pada raja- (Kropak 408), (2) Sanghyang Siksakandang
raja di wilayah Sunda. Catatan-catatan Karesian (SSKK) (Kropak 630), (3) Amanat
keberadaan kerajaan Sunda terdapat pada Galunggung (Kropak 632) yang ditranskripsi
tinggalan budaya dalam bentuk prasasti dan diterjemahkan Saleh Danasasmita (1987)
dan naskah. Bahasan lebih rinci tentang memuat di antaranya tentang kepemimpinan.
kekuasaan dan kepemimpinan Sunda masa Demikian pula naskah (4) Sang Hyang Hayu
lalu terdapat pada naskah-naskah. Namun (Darsa,1998) memuat karakter yang harus
demikian, kebanyakan naskah-naskahnya dimiliki seorang pemimpin. Sementara itu,
mengenai ajaran kerohanian, kecuali naskah naskah (5) Carita Parahyangan (Kropak
Carita Parahyangan dan Fragmen Carita 406) berisi naskah kelompok sejarah
Parahyangan (abad ke-16) berisi nama-nama menginformasikan raja-raja yang pernah
raja dan lamanya berkuasa. berkuasa di wilayah Sunda (Atja,1981); (6)
Ratu Pakuan (Kropak 410) (Atja,1970),
Tinjauan atas sejumlah pustaka mengenai (7) naskah-naskah kelompok Wangsakerta,
kepemimpinan tradisional Sunda belum seperti: Nagarakretabhumi I.5 (Atja,1986),
diperoleh secara lengkap. Dalam pengertian Pustaka Rajya Rajya I Bhumi Nusantara I.1
belum ditemukan buku yang membahas (Atja,1987).
secara khusus tentang itu, kecuali makalah- Teks naskah Sunda –seperti dikemukakan
makalah yang dipresentasikan dalam sebuah di atas- kebanyakan berbentuk paparan
seminar. Tahun 2002 Balai Kajian Sejarah (deskriptif). Bentuk data yang bersifat
dan Nilai Tradisional mengadakan seminar deskripsi tersebut sering dianalisis menurut
“Nyukcruk Galur Hukum Tilu, Ngaludang Tri isinya dan karena itu analisis macam ini
Tangtu Di Bumi” yang memperbincangkan disebut juga analisis isi (content analysis)
kepemimpinan Sunda. Pada kesempatan itu (Supardi, tt: 87) atau analisis konten. Metode
Ayatrohaedi (2002b) menyampaikan makalah analisis konten digunakan untuk mengungkap,
Kepemimpinan Dalam Masyarakat Sunda memahami, dan menangkap pesan karya
Berdasarkan Naskah. Isinya adalah paparan sastra. Pemahaman tersebut mengandalkan
mengenai konsep kepemimpinan yang tafsir sastra yang rigid. Artinya, peneliti telah
merujuk pada naskah-naskah Sunda pra-Islam. membangun konsep yang akan diungkap, baru
Paparan selanjutnya adalah Jatisunda (2002) memasuki karya sastra (Endraswara,2013:
tentang “Teuleu Tangtu System Kepemimpinan 160). Sebagai catatan yang dimaksud karya
Tradisional Masyarakat Adat Urang Rawayan sastra di sini adalah teks naskah-naskah Sunda.
dan Pancer Pangawinan” Ia membahas Selain itu, digunakan pula metode intertekstual
kepemimpinan di masyarakat kampung adat sebatas mengetengahkan informasi yang
yang masih kental dengan tradisi huma- dirujuk sebuah teks. Dalam pengertian
nya dan Toyibin Wiranatakusumah (2002) informasi yang terdapat dalam sebuah teks
mengetengahkan “Aktualisasi Tri Tangtu dijelaskan oleh teks lain yang sezaman. Oleh
di Bumi pada kehidupan orang Sunda karena itu, bukanlah kebetulan sebuah karya
Dewasa Ini”. Ia menjelaskan bagaimana sastra baru mendapatkan makna hakikinya
pengejawantahan tri tangtu di bumi: rama- bila dijajarkan atau dipertentangkan dengan
prabu-resi dalam kehidupan bernegara dan karya sebelumnya. Seringkali karya sastra itu
berbangsa. tercipta karena menanggapi, menyerap, dan
Berikut adalah pustaka naskah Sunda mentransformasikan karya sastra sebelumnya
yang dijadikan “kitab suci” untuk menelusuri (Riffaterre,1978:11,23), cf. Teeuw,1983: 65).
kerajaan, termasuk rakyat, dianggap milik siliwangi yang bermakna silih berganti dengan
raja, sehingga sabda raja pun dianggap nama “harum”. Berdasarkan julukan tersebut,
sebagai hukum. Hubungan rakyat dengan dalam cerita mitos mengenai Kerajaan Sunda-
raja berlangsung dalam ikatan feodal yang Pajajaran disebutkan adanya raja bernama
melembaga menjadi tradisi. Hubungan itu Prabu Siliwangi (Danasasmita,2003e:123).
dikenal dengan kawula-gusti (Hardjasaputra, Prabu Siliwangi menurut Wangsakerta adalah
2004: 18). Meskipun kekuasaan raja gelar Sri Baduga Maharaja karena dalam hal
bersifat absolut dan kepemimpinan raja kekuasaan ia menggantikan Prabu Wangi
adalah kepemimpinan dengan otoritas (Linggabuana) dan Prabu Wangisuta (Wastu
kharismatik1, tetapi raja-raja Sunda pada Kancana). Dalam naskah Kertabumi I/5
umumnya tidak bertindak sewenang-wenang. h. 22/23 ditegaskan “Sri Baduga Maharaja
Budaya kekuasaan ditunjukkan oleh sikap sangat banyak jasanya terhadap negri Sunda.
dan tindakan raja yang ditujukan untuk Kekuasaannya seolah-olah tidak berbeda
kepentingan kerajaan dan rakyat. Sikap dan dengan Sang Prabu Maharaja yang gugur
budaya kekuasaan itu cenderung demokratis2. di Bubat. Itulah sebabnya ia digelari Prabu
Misalnya, dalam menentukan batas Siliwangi karena menggantikan pemerintahan
wilayah kerajaan, Sanjaya melakukannya Sang Prabu Wangi yaitu yang gugur di
dengan cara musyawarah. “Dah Rahiyang Bubat dan Sang Prabu Wangisuta yaitu yang
Sanjaya: “Naha tu karémpan? Aing mendiang di Nusa Larang” (Danasasmita,
ayeuna kreta, aing deung bapangku, 1983-1984b: 3).
Rahiyangtang Kuku, Sang Seuweukarma. Tujuan kekuasaan raja-raja Sunda
Hanteu ngalancan aing ayeuna. Ayeuna ta sesungguh tercermin pada ajaran rohaninya
karah: “Alas Dangiyang Guru di tengah, alas sebagaimana tercerminkan pada 4
Rahiyang Isora di wétan paralor Paraga deung sumber kehidupan (Sanghiyang Siksa,
Cilotiran, ti kulon Tarum, ka kulon Watangageung, Prabuguru Darmasiksa, dan
alas Tohaan di Sunda.” (CP XIV 33b) Mahaprabu Nila Wastu Kancana). Hal
‘Berkata Rahiyang Sanjaya:”Apa yang tersebut secara tidak langsung merefleksikan
kutakuti? Aku sekarang sentosa; aku raja/pemimpin yang dianggap ideal adalah
dan bapakku Rahiyangtang Kuku, Sang raja yang taat menjalankan ajaran agama,
Seuweukarma. Aku tidak lagi bermusuhan. memelihara tradisi leluhur, menghormati
Sekarang (kita atur) begini: Daerah Dangiang pemimpin agama, memakmurkan negeri,
Guru di Tengah, daerah Rahiyang Isora mensejahterakan dan menentramkan
di sebelah Timur aliran Utara kali Praga kehidupan rakyat.
dan Cilotiran, dari tepi Barat Citarum ke
Adapun kekuasaan raja Sunda tercermin
Barat, daerah Tohaan di Sunda’ (Atja &
pada simbol-simbol kerajaan salah satunya
Danasasmita,1981: 12-13. 33)
adalah lima bangunan keraton yang disebut
Selanjutnya, kecintaan dan penghormatan Sri-bima-(P)unta (Na)rayana Madura
rakyat terhadap pemimpin (raja-raja Sunda) Suradipati (CP XVI). Sayang bangunan
diekspresikan dalam bentuk penyebutan tersebut tidak dapat disaksikan lagi karena
atau gelar/julukan. Di antara julukan yang terbuat dari kayu dan indah dihiasi relief
sangat terkenal adalah julukan silihwangi atau (Ekadjati,2015: 96). Selanjutnya, tahta
penobatan yang disebut Sriman Sriwacana
masih dapat disaksikan di lapangan depan
1 Pemimpin kharismatik adalah pemimpin yang mesjid Agung Banten, karena tahta penobatan
mampu menggerakkan orang lain melalui
ini dibawa ke Banten oleh Panembahan
kekuatan pribadinya (Hardjasaputra, 2004: 17)
2 Hardjasaputra,. http://sundaislam.wordpress. Yusuf tahun 1579, tatkala Pakuan Pajajaran
com/2008/02/02/budaya-kekuasaan-sunda- ditundukkan oleh pasukan Banten (Hoessein
analisis-historis/ Djajadiningrtat, 1913).
terdiri atas Ninik Mamak, Cerdik Pandai kosep yang nyaris sama dengan tritngtu.
dan Alim Ulama. Masyarakat Adat Batak Dalam mengatur tanan kehidupan masyarakat
(Sumatera Utara) mengenal Dalihan Na Tolu Kampung Naga mereka berpijak pada tiga
terdiri atas: Hula-hula, Boru dan Dongan hal yaitu: (1). pamundut gancang caosan
Tubu. Masyarakat adat di kaki Gunung Rinjani (permintaan segera penuhi); (2) parentah
di Pulau Lombok dengan istilah Watu Tolu. gancang lakonan (perintah segera laksanakan)
menurut keterangan lisan Saleh Danasasmita dan (3) panyaur gancang temonan (panggilan
(alm), konon pada tahun 1677 Kesultanan segera hadiri) (Heryana,2010: 14)
Cirebon pun dikuasai oleh trio penguasa, yaitu: Naskah Amanat Galunggung atau
Sultan Sepuh, Sultan Anom dan Panembahan koropak 632 - seperti ditulis pada awal uraian
Cirebon (Anis Djatisunda,2002:5) dan Jawa - menjelaskan tentang kedudukan Tritangtu di
Barat (Sunda) dikenal dengan sebutan Tangtu Bumi yaitu rama - resi – ratu/prabu, ketiga
Teuleu, Tritangtu (di Bhumi). tiganya mempunyai tugas yang berbeda tetapi
Sebuah pemerintahan, baik kerajaan tidak dapat dipisah-pisahkan. Tidak ada di
maupun parlemen dalam wujud negara antara mereka yang berkedudukan lebih tinggi
republik atau federasi tidak lepas dari sistem dari yang lainnya. Tugasnya setara dan sama-
pemerintahannya. Kerajaan merupakan sama mulia ketiga pemimpin tersebut harus
bentuk dari sistem pemerintahan masa lalu bersama-sama menegakkan kebajikan dan
di Nusantara sesungguhnya memiliki sistem kemuliaan melalui ucapan perbuatan. Dunia
pemerintahan yang mumpuni pada masanya. kemakmuran tanggung jawab sang rama,
Mustahil sebuah kerajaan berdiri puluhan dunia kesejahteraan hidup tanggung jawab
tahun tanpa ditopang oleh sistem pemerintahan sang resi, dunia pemerintahan tanggung jawab
yang baik.Sisa-sisa system pemeritahan masa sang prabu/ratu. Jagat palangka di sang
lalu itu masih dapat dilacak keberadaannya prabu, jagat daranan di sang rama, jagat
di lingkungan lembaga-lembaga adat di kreta di sang resi (Danasasmita,1987d:121).
Nusantara. Informasi sistem pemerintahan dapat
Konsep Tritangtu di Bhumi dalam direkonstruksi (dibinaulang) melalui teks-teks
masyarakat Sunda dewasa ini belumlah naskah kuna.Teks naskah SSKK secara tidak
hilang. Ucapan Ibu Rama yang berarti langsung menyodorkan sistem pemerintahan
ayah ibu menunjukkan ”sisa” tritangtu. yang disebut Tri tangtu Di Bumi, sebuah
Arti rama adalah ayah atau bapak. Namun sistem pembagian kekuasaan sebagaimana
demikian, pada masyarakat adat Rawayan Trias Politika dari Montesqiu.
(Baduy) sistem tritangtu masih digunakan. Ini ujar sang sadu basana mahayu
Pada masyarakat Rawayan (Baduy) dikenal drebyana. Ini tri-tangtu di bumi. Bayu
sebutan ”Tangtu Teulu” untuk menunjukkan kita pinaka prĕbu, sabda kita pinaka
wilayah kekuasaan” masing-masing puun rama, hĕdap kita pinaka rĕsi. Ya tri tangtu
(ketua adat). Ketiga puun di Kampung Tangtu di bumi, ya kangkĕn pinĕguh ning bwana
(Kampung Baduy Dalam) seperti: Cikeusik ngaranna (Danasasmita, 1987d:90).
(Tangtu Padaageung), Cikartawana (Tangtu
Kadukujang) dan Cibeo (Tangtu Parahiyang),
Artinya:
masing-masing menyandang fungsi sebagai
Puun Rama, Puun Pandita, dan Puun Ini ujar sang budiman waktu
Ponggawa (pengganti Prebu). Kata Puun menyentosakan pribadinya. Inilah tiga
berarti pohon, pokok, pangkal; Tangtu berarti ketentuan di dunia. Kesentosaan kita
tentu, pasti, pokok (Jatisunda,2002:2). ibarat raja, ucap kita ibarat rama, budi kita
ibarat resi. Itulah tritangtu di dunia, yang
Dalam pada itu masyarakat adat Kampung disebut peneguh dunia (Danasasmita,
Naga di Kabupaten Tasikmalaya memiliki 1987d: 114-115).
Jadi, nu nangganan adalah pejabat yang cukup semacam “juklak” (petunjuk pelaksaanan) dari
memperoleh kepercayaan dari raja. Parigeuing. Selanjutnya akan diuraikan pada
Dengan demikian, struktur kerajaan sub sumber kehidupan: ajaran Sanghyang
Sunda dapat dibinaulang sebagai berikut: Di Siksa.
tingkat pemerintah pusat, kekuasaan tertinggi Sifat kepemimpinan itu semuan tercatat
berada di tangan raja. Dalam pelaksanaan dalam ajaran kuno yang terdapat pada ajaran:
tugasnya sehari-hari, raja dibantu oleh (1) Watang Ageung; (2) Sanghyang Siksa; (3)
mangkubumi yang membawahi beberapa Ajaran Prabuguru Darmasiksa; (4) Ajaran
orang nu nangganan. Di samping itu, ada putra Mahaprabu Nila Wastu Kancana
makuta yangakan menggantikan kedudukan
raja jika raja meninggal atau mengundurkan ♦♦ Syarat Pemimpin
diri. Untuk mengelola wilayah yang sangat Informasi teks naskah kuna secara tidak
luas itu, raja dibantu oleh beberapa orang langsung mensyaratkan seorang pemimpin
raja bawahan atau raja daerah. Raja-raja seyogyanya memiliki kompentensi sebagai
itu melaksanakan tugas mereka sehari-hari berikut.
bertindak sebagai raja yang merdeka, namun
• Berani, Kuat, dan Sakti
mereka tetap mengakui raja Sunda sebagai
jungjunan mereka(Ayatrohaedi,2002b: 5). Pemimpin merupakan sosok pemberani
dan memiliki kekuatan berupa kesaktian.
Dalam hal raja tidak mempunyai anak
Seorang pemimpin, disadari atau tidak,
laki-laki yang berhak menggantikannya
selalu berhubungan dengan kekuasaan
sebagai raja, tahta dapat beralih kepada
yang diperolehnya melalui kekuatan atau
menantunya. Jika putra makuta masih terlalu
kemampuan dirinya (Heryana,2014: 169).
muda untuk memegang tampuk pemerintahan,
Dalam hal tertentu, pemimpin harus tampil
mangkubumi dapat bertindak sebagai pejabat
digaris depan dengan disertai keberanian
sementara raja. Dalam pada itu, untuk masalah
”mengalirkan darah”. Artinya, kekerasan,
perniagaan, di bandar-bandar kerajaan raja
atau ketegasan bertindak diperlukan untuk
diwakili oleh syahbandar yang bertindak
mencapai tujuan. Berikut adalah peristiwa
untuk dan atas nama Raja Sunda di bandar
Sanjaya ditantang untuk membuktikan
yang dikuasakan kepada mereka.
kesaktian dan kemampuannya mengalahkan
kerajaan lain.
Kepemimpinan
Carek Rahiang Sanjaya: ”Patih, indit
Selanjutnya, sistem pemerintahan tidak sia, tanyakeun ka Batara Dangiang
akan dapat berjalan efektif dan berhasil Guru, saha kituh anu pantes pikeun
dalam mencapai tujuan tanpa disertai nyekel pamarentahan di urang ayeuna.”
seorang pemimpin. Pemimpin berperan Sadatangna patih ka Galunggung,
dalam membawa rakyatnya mencapai carek Batara Dangiang Guru:
tujuan hidup yang sejahtera dan sentausa. Di ”Na aya pibejaeunnaon, patih?”
sinilah diperlukan syarat dan sifat (kriteria) ”Pangampura, kami teh diutus ku
pemimpin yang diperlukan. Pada naskah Rahiang Sanjaya, menta nu bakal
yang dimaksud terdapat istilah Parigeuing dan marentah, adi Rahiang Purbasora.”
Dasa Pasanta yang menguraikan bagaimana Hanteu dibikeun ku Batara dangiang Guru.
seorang pemimpin berlaku. Parigeuing Carek Batara Dangiang Guru: ”Rahiang
adalah pemimpin yang bisa memerintah Sanjaya, indit beunangkeun ku sorangan.
atau menyuruh seseorang dengan ucapan Elehkeun Guruhaji Pagerwesi,
menyejukkan hati dan tidak mengjengkelkan elehkeun Wulan, Sang
orang yang diperintah atau disuruhnya itu. Tumanggal, elehkeun Guruhaji
Adapun Dasa Pasanta merupakan uraian atau Tepus jeung elehkeun Guruhaji Balitar.
Jig indit Rahiyang Sanjaya; elehkeun hal mustahil terjadi ”gagal-tahta”. Seorang
Sang Wulan, Sang Tumanggal, Sang calon raja gagal naik tahta disebabkan
Pandawa di Kuningan. Maranehna ketidaksehatan jasmani dan rohani. Naskah
meunang kasaktian,nu ngalantarankeun CP menginformasikan dua orang raja yang
Sang Wulan, Sang Tumanggal, gagal naik tahta disebabkan cacat tubuh, yaitu
Sang Pandawa di Kuningan henteu Rahiang Sempakwaja dan Rahiyang Kidul
kabawah ku dangiang Guru. Lamun (Heryana,2014: 170). Hal itu tergambarkan
kaelehkeun bener maneh sakti.” pada kalimat berikut.
Rahiang Sanjaya tuluy perang ka (Nelah) Rahiang Wereh, nu matak disebut
Kuningan. Eleh Rahiang Sanjaya kitu, waktu ditilar, adi lanceuk masih
diuber-uber, nepi kawalungan laleutik keneh. Teu tulus jadi ratu, lantaran
Kuningan. Rahiang Sanjaya undur. (huntuna) rohang, mangkana katelah
(CP IX, Atja:1968) Rahiang Sempakwaja. Rahiyang Kidul
Artinya: oge hanteu bisa jadi ratu sabab burut,
Kata Rahiyang Sanjaya:”Sang Patih, nya jadi Wikuraja. (CP XI,Atja:1968)
pergilah engkau ! Tanyakan kepada Artinya:
Batara Dangiyang Guru, siapa yang akan Rahiyang Wereh sebab dinamai demikian,
memerintah di sini !” sebab pada masa ditinggalkan (oleh
Setiba sang patih di Galunggung, kata ayahnya) sebagai anak kakak-beradik,
Batara Dangiyang Guru: “Apa kabarmu, tidak dapat menjadi raja karena ompong.
Sang Patih ?” Karena itulah ia dinamai Sempakwaja.
“Maaf, aku disuruh oleh Rahiyang Sanjaya Rahiyang Kidul pun urung menjadi ratu
meminta calon pemegang pemerintahan, karena hernia, lalu menjadi wikuraja.
yaitu adik Rahiyang Purbasora.”
Tidak diberikan oleh Batara Dangiyang • Pendidikan
Guru. Keberhasilan seorang pemimpin
Kata Batara Dangiyang Guru: “Rahiyang erat kaitannya dengan pendidikannya.
Sanjaya harus pergi menguji diri. Keberhasilan pendidikan sangat bergantung
Kalahkan Guru Haji Pagerwesi, kalahkan pula kepada kualitas guru yang bersangkutan
Guruhaji Mananggul, kalahkan Guru (Heryana,2014: 170). Seorang Wastukencana,
Haji Tepus, kalahkan Guru Haji Balitar. tidaklah akan menjadi besar dan wangi namanya
Pergilah Rahiyang Sanjaya, kalahkan Sang manakala ia tidak didik oleh seorang guru
Wulan, Sang Tumanggal, Sang Pandawa yang saleh, yaitu Sang Bunisora. Iaditinggal
di Kuningan, tidak dikuasai Dangiyang wafat ayahnya, Prabu Linggabuana, pada usia
Guru. Bila mampu mengalahkannya, 9 tahun. Ayahnya meninggal pada peristiwa
terbuktilah kesaktiannya. Bubat tahun 1357 M. Usia yang masih muda
Rahiyang Sanjaya pergi ke Kuningan, tidak memungkinkan menjabat kedudukan
lalu diperangi. Kalah rahiyang Sanjaya. sebagai Raja Sunda. Karena itu pemerintahan
Dikejar sampai di Sungai Kuningan. dipegang oleh pamannya, Sang Bunisora4.
Rahiyang Sanjaya mundur.
4 Aya na seuweu Prebu, wangi ngaranna, inyana
• Sehat jasmani rohani Prebu Niskalawastu Kancana nu surup di
Kelayakan seorang pemimpin wajib sehat Nusalarang ring giri Wanakusuma. Lawasniya
ratu saratusopat tahun, kena rampés na agama,
jasmani dan rohani bukanlah milik persyaratan
kretajuga. Tandang pa ompong jwa pon,
masyarakat moderen, tetapi masyarakat masa kenana ratu élé h ku satmata. Nurut nu ngasuh
lalu pun mensyaratkan hal yang sama. Bukan Hiyang Bunisora, nu surup ka Gegeromas.
Sang Bunisora sebagai Raja Sunda ia bergelar tingkat ketujuh (nirawerah) akan padamlah
Prabu Batara Guru Pangadiparamarta segala hasrat dan nafsu. Tingkat satmata itulah
Janadewabrata. la disebut juga Batara Guru di yang telah dicapai Batara Guru di Jampang.
Jampang, bahkan ada pula yang menyebutnya
Prabu Kuda Lalean (Danasasmita, 1983-
1984a:37). Prabu Bunisora sangat tekun • Musyawarah
mendalami agama sehingga ia dipandang Setelah lama berperang, Rahiang Sanjaya
sebagai seorang raja-pendeta. Penulis Carita sudah merasa lelah dan sudah saatnya untuk
Parahiyangan menggelarinya satmata.Di berdamai. Oleh karena itulah, ia kemudian
bawah asuhannya, Wastu Kancana menerima bermusyawarah untuk membagikan wilayah
didikan yang lengkap. la mendapat bimbingan kekuasaannya.
pengetahuan kenegaraan dan keagamaan. Carek Rahiang Sanjaya: ”Na naon nu
Menurut kropak 630 (SSKK) tingkat jadi karempan teh? Ayeuna aing hayang
batin manusia dalam pendalaman agama runtut raut. Aing jeung bapa, Rahiang
adalah: acara, adigama, gurugama, Kuku, Sang Seuweukarma. Ayeuna aing
tuhagama, satmata, surakloka, nirawĕrah moal ngalawan. Ayeuna urang tetepkeun:
(Atja & Danasasmita,1981c: 65). Satmata5 tanah bagian Dangiang Guru di tengah,
adalah tingkat kelima dan tahap tertinggi bagi bagian Rangiang Isora ti Wetan; jauhna
seseorang yang masih ingin mencampuri urusan nepi ka kalereun Paraga jeung Cilotiran,
duniawi. Setelah mencapai tingkat keenam ti Kulon Tarum, ka Kulon bagian Tohaan
(surakloka) orang sudah menertawakan dunia di Sunda.” Sanggeus Rahiangtang Kuku
(sinis terhadap kehidupan umum), dan pada mulang ka Arile, sadatangna ka Arile,
putus hancana di dunya, hilang dina umur
Batara Guru di Jampang.Sakitu nu diturut nu kacida kolotna. (CP XIV,Atja:1968a)
ku nu mawa lemahcai. CP VIII (“Aya deui
Artinya:
putra Prebu, kasohor ngaranna, nya eta Prebu
Niskalawastu kancana, nu tilem di Nusalarang Ujar Rahiang Sanjaya,”Apa yang
gunung Wanakusuma. Lawasna jadi ratu menjadi halangan? Sekarang aku ingin
saratus opat taun, lantaran hade ngajalankeun berdamai. Aku dan bapak Rahiang
agama, nagara gemah ripah.Sanajan umurna
Kuku, Sang Seuweukarma. Sekarang
ngora keneh, tingkah lakuna seperti nu geus rea
luangna, lantaran ratu eleh ku satmata, nurut aku tidak akan melawan. Mari kita
ka nu ngasuh, Hiang Bunisora, nu hilang di tetapkan tanah bagian Dangiang Guru
Gegeromas. Batara Guru di Jampang.” di tengah, bagian Rangiang Isora dari
Timur ; luasnya hingga ke utara Paraga
5 Lamun hayang nyaho di agama parigama dan Cilotiran, dari Barat Tarum, keBarat
ma: acara eleh ku adigama, adigama eleh
bagian Tohaan di Sunda.” Setelah
ku gurugama, gurugama eleh ku tuhagama,
tuhagama eleh ku satmata, satmata eleh ku Rahiangtang Kuku kembali ke Arile,
surakloka, surakloka eleh ku niraweerah. Utama setibanya ke Arile, ia wafat, meninggal
janma wahye dosa. Wahye dosa utama janma; dunia pada umur tua.
sing sawatek agama parigama ma pratanda
tanya. (SSKK XVIII, Danasasmita,1987d:84-85) ♦♦ Sumber Kehidupan: Agama atau
(Bila ingin mengetahui segala macam agama
dan parigama: acara tunduk kepada adigama,
Ajaran
adigama tunduk kepada gurugama, gurugama Agama atau ajaran menjadi pedoman
tunduk kepada tuhagama, tuhagama tunduk
hidup dalam bernegara, terutama para raja
kepada satmata, satmata tunduk kepada
surakloka, surakloka tunduk kepada nirawerah. tempo dulu. Agama atau ajaran tidak saja
Manusia utama bebas dari dosa, Bebas dari dosa berfungsi sebagai agama pribadi, tetapi
ciri manusia utama; segala hal mengenai agama juga secara tidak langsung menjadi agama
dan parigama bertanyalah kepada pratanda). negara (kerajaan). Ada empat ajaran yang
dijadikan rujukan dalam menjalankan roda orang. Menurut naskah itu,/1/(...) ini byakta:
pemerintahan. Kempat ajaran itu adalah beuli ulah barang denge mo ma nu sieup
sebagai berikut. didenge kenana dora bancana, sangkan ulah
riemu mala na lunas papa naraka; hengan
• Sanghyang Siksa lamun kapahayu ma sinengguh utama ti
Dalam naskah CP itu tercatat empat orang pangreungeu. mata ulah barang deuleu mo
raja yang dikatakan berpegang kepada ajaran ma nu sieup dideuleu kenana dora bancana,
Sanghyang Siksa, yaitu Rahyang Sanjaya, sangkan ulah nemu mala na lunas papa
Rahyang Manisri, Prabu Darmasiksa, dan naraka; hengan lamun kapahayu ma sinengguh
Prabu Jayadewata. utama ning deuleu (...) ’Inilah kenyataannya:
Telinga jangan mendengarkan (sesuatu) yang
Ketika membicarakan Rahyang Sanjaya, tidak layak didengar karena menjadi pintu
naskah CP antara lain mencatat,/19b/(...) bencana, penyebab kita mendapat celaka di
pun rahiyang sanjaya, rahyangtang kuku tu dasar kenistaan neraka; namun kalau telinga
meunang tapana, mikukuh sanghyang darma terpelihara, kita akan mendapat keutamaan
kalawan sanghyang siksa (...) ‘”Maaf, Rahyang dalam pendengaran. Mata jangan sembarang
Sanjaya. Rahyangtang Kuku itu berhasil dalam melihat (sesuatu) yang tidak layak dilihat
tapanya: karena berpegang teguh kepada karena menjadi pintu bencana, penyebab
Sanghyang Darma dan Sanghyang Siksa” kita mendapat celaka di dasar kenistaan
‘(Atja & Danasasmita,1981: 11, 31). neraka, namun bila mata terpelihara, kita akan
Salah seorang raja Sunda yang cukup lama mendapat keutamaan dalam penglihatan.
memerintah adalah Sang Manisri, sebagaimana Setelah telinga dan mata, indra lain yang
diberitakan,/31b/(...) sang manisri lawas(niya) harus dipelihara dengan baik adalah kulit
adêg ratu gênêp puluh tahun, kena isis di ’kulit’, letah ’lidah’, irung ’hidung’, sungut
sanghyang siksa (...)’Sang Manisri menjadi ’mulut’, lőngőn ’lengan, tangan’, suku ’kaki’,
raja selama 60 tahun karena ia memperhatikan payu ’lubang dubur’, dan baga purusa (baga
Sanghyang Siksa’. (Atja & Danasasmita,1981: ’kemaluan perempuan’ dan purusa ’kemaluan
13, 33). Berita berikutnya sehubungan dengan laki-laki). Jika kesepuluh pintu nafsu itu sudah
Prabu Darmasiksa yang memerintah justru terpelihara, maka rampes twahna urang reya,
sangat lama (150 tahun menurut CP, 122 maka nguni twah sang dewa ratu ’sempurnalah
tahun menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi perbuatan orang banyak, demikian pula
Nusantara),/20a/(...) ti sang wiku nu ngawakan perbuatan sang raja’.
jati sunda, mikukuh sanghyang darma
Ajaran yang kedua berkenaan dengan
ngawakah sanghyang siksa (...)’Dari para wiku
masalah ketaatan dan kewajiban setiap orang
yang menjalankan ajaran Sunda asli, berpegang
sebagaimana diamanatkan oleh sang budiman
teguh kepada Sanghyang Darma, mengamalkan
sejati:/2/(...) anak bakti di bapa, ewe bakti di
Sanghyang Siksa’ (Atja & Danasasmita,1981:
laki, hulun bakti di pacandaan, sisya bakti di
15, 35). Akhimya, ketika memberitakan
guru, wang tani bakti di wado, wado bakti
Prabu Jayadewata yang berkuasa selama 39
di mantri, mantri bakti di nu nangganan, nu
tahun, CP mencatat,/23a/tan krêta ja laki(bi)
nangganan bakti di mangkubumi, mangkubumi
dina urang reya, ja loba di sanghyang siksa
bakti di ratu, ratu bakti di dewata, dewata
’Tidak sejahtera (bahagia) kehidupan keluarga
bakti di hyang. ’Anak tunduk kepada bapak,
orang banyak karena mereka banyak (yang)
istri tunduk kepada suami, hamba tunduk
melanggar (ajaran) Sanghyang Siksa’ (Atja &
kepada majikan, siswa tunduk kepada guru,
Danasasmita,1981: 16, 36).
petani tunduk kepada wado, wado tunduk
Ajaran pertama yang disampaikan naskah kepada mantri, mantri tunduk kepada ”yang
SSKK berkenaan dengan fungsi dasaindra, menangani”, ”yang menangani” tunduk
yaitu sepuluh indra utama yang dimiliki setiap kepada mangkubumi, mangkubumi tunduk
kepada raja, raja tunduk kepada dewata, (4) Pesok (memikat): Perintah ketika
dewata tunduk kepada hyang’. disampaikan harus menimbulkan
Ajaran berikutnya berkenaan dengan orang yang diperintahnya terpikat
bagaimana cara melaksanakan tugas atau hatinya.Artinya pemimpin perlu sering
darma setiap orang. Melaksanakan tugas itu melakukan silaturahmi untuk memikat
ternyata terdiri atas dua hal, yang pertama hati orang-orang yang dipimpinnya serta
yang berupa keharusan, sedangkan yang kedua menimbulkan perasaan tenang dan tentram
berupa larangan. Naskah SSKK menyebutkan (5) Asih (pengasih): Perintah harus disertai
bahwa/4/(...) ini karma ning hulun, saka jalan kewelas-asihan seorang pemimpin kepada
urang hulun, karma ma ngarana pibudion, bawahannya.Artinya agar orang yang
tingkah paripolah saka jalan ngaranya. maka diperintah ikut memiliki rasa tanggung
takut maka jarot, maka atong maka toang di jawab, pemimpin harus menunjukkan
tingkah di pitwahon, di.ulah di pisabdaan ’Ini rasa sayang kepada bawahannya
pekerjaan hamba untuk jalan kita mengabdi. (6) Karunia: suruhan atau perintah harus
Pekerjaan itu disebut akal budi, tingkah itu dirasakan sebagai karunia, anugrah atau
namanya jalan. Hendaknya takut, berhati-hati, sebagai kepercayaan pimpinan. Pemimpin
hormat sopan dalam tingkah, dalam perbuatan, harus memiliki sifat penyayang dan
dalam ulah dan perkataan’. Jika kita tetap memberi nilai lebih kepada bawahannya.
setia dalam pengabdian, akan pulih dari noda
yang sepuluh, pasti terhapus dosa dan hilang (7) Mupreruk/Mukpruk (membujuk):
penderitaan bersua dengan kebahagiaan. Seorang pemimpin harus bisa membujuk
dan mengambil hati bawahannya hingga
Ajaran selanjutnya berkaitan dengan
orang yang diperintahnya tidak merasa
kriteria pemimpin. Pada naskah yang
dipaksa. Dalam tataran teknisnya
dimaksud terdapat istilah Parigeuing dan Dasa
pemimpin perlu memberi kepercayaan
Pasanta yang menguraikan kriteria seorang
kepada bawahan, sehingga mereka
pemimpin. Parigeuing adalah pemimpin yang
merasa dihargai kemampuannya.
bisa memerintah atau menyuruh seseorang
dengan ucapan menyejukkan hati dan tidak (8) Ngulas (mengulas): Pemimpin harus
mengjengkelkan orang yang diperintah atau pandai berkomentar terhadap hasil
disuruhnya itu. Adapun Dasa Pasanta merupakan pekerjaan bawahannya dengan cara yang
uraian atau semacam “juklak” (petunjuk baik dan tidak menyinggung perasaannya.
pelaksaanan) dari Parigeuing. Dasa Pasanta Ada juga yang memaknai pemimpin
berarti sepuluh penentram. Sepuluh penentram dituntut menumbuhkan kesadaran kepada
yang dimaksud adalah sebagai berikut. bawahan agar tidak melaksanakan
pekerjaan karena terpaksa
(1) Guna (berguna): Perintah harus jelas
manfaatnya oleh yang menerima (9) Nyecep (menentramkan hati): Seorang
perintahagar terjadi kesamaan persepsi. pempimpin harus pandai menentramkan
(2) Rama/Ramah: Perintah disampaikan hati bawahannya, agar hatinya gembira
dengan kewajaran; muka cerah dan dan senang. Misalnya, pemimpin dalam
ramah. Hal ini akan menyebabkan orang mengkritik pekerjaan bawahan harus
yang diperintahnya akan merasa senang dilakukan dengan cara arif, teliti dan
dan dihargai sebagai manusia yang bijaksana.
memiliki harga diri. (10) Ngala angen (Mengambil hati): Pemimpin
(3) Hook (kekaguman) : Perintah harus harus dapat mengambil simpati bawahan.
menimbulkan rasa kekaguman sekaligus Sifat ini tentunya akan melahirkan
menumbuhkan kepercayaan diri dengan tanggung jawab yang besar dari orang
cara menghargai prestasi kerjanya. yang disuruhnya.pemimpin perlu pula
berbasa basi untuk menarik simpati Medangjati, inya Sang Layuwatang, nya
bawahan, misalnya dengan menanyakan nu nyieun Sanghiyang Watang Ageung
keadaan keluarga. (CP I,Atja:1968 a)
Konsep kepemimpinan tidaklah Artinya:
tunggal. Dalam naskah lain Sanghyang
Hayu (Darsa,1998) terdapat istilah Astaguna Sang Kandiawan kemudian menamakan
‘delapan kearifan’. Astaguna itu adalah dirinya Rahiyangta Dewaraja. Ketika
pedoman yang harus diketahui dan dijiwai ia menjadi rajaresi, menamakan dirinya
serta dilaksanakan oleh Sang Sewaka Darma Rahiyangta di Medangjati, yaitu Sang
‘Para Pengabdi Hukum’, masing-masing Layuwatang. Dialah yang menyusun
ialah (1) animan ‘berbudi halus/ramah, (2) Sanghiyang Watang Ageung.
ahiman ‘tegas’, (3) mahiman ‘berwawasan
Kutipan bagian awal dari naskah CP
luas’, (4) lagiman ‘gesit-terampil’, (5)
menyebutkan adanya nama Sanghiyang
prapti ‘tepat sasaran’, (6) prakamya ‘ulet-
tekun’, (7) isitwa ‘jujur’, dan (8) wasitwa Watang Ageung. Nama ini juga terdapat
‘terbuka dikritik’. Astaguna inilah yang pada naskah Para Putera Rama dan
mesti dijiwai, terutama oleh pada raja, Rawana dan Bujangga Manik, tetapi dengan
kaum intelektual, dan para pejabat pelayan sebutan lain yaitu apus ageung (naskah
masyarakat lainnya. agung). Kitab suci apus ageung juga
muncul dalam naskah Bujangga Manik;
ketika pergi dari tempat tinggal orang
• Watangageung
tuanya dia membawa kitab suci itu, serta
Ngangaranan manéh Rahiyangta buku lain, yakni Siksaguru (bait 653-654)
Déwaraja. Basa lumaku ngarajarési (Noorduyn,2009: 147). Watang (Ageung)
ngangaranan manéh Rahiyangta ri adalah kitab agung atau sejenis teks suci
500 Basa aing ngasuh boncah Ketika aku mengasuh anak itu
Horeng nuturkeun ka cai Ternyata mengikuti tuan ke sungai
Mantara aing milangan Lalu aku membaca mantera
Na sanghiang Watangageung Dalam sanghiang Watangageung
Si utun hanteu disiar Ananda tidak kucari
atau teks keagamaan yang dalam cerita dari para wiku yang melaksanakan
Para Putera Rama dan Rawana menjelma keaslian Sunda, berpegang teguh kepada
menjadi anak bernama Puspalawa dengan Sanghyang Darma, mengamalkan
kekuatan magis Hayam Canggong (bait Sanghyang Siksa.
422,455,503) (Noorduyn,2009: 545). Ada dua tokoh raja dalam naskah CP
Uraian lebih lanjut mengenai “kitab suci” yang menonjol dan dianggap berhasil dalam
Sanghiyang Watang Ageung tidak diketahui, melaksanakan ajaran Siksa Kandang Karesian.
kecuali penulisnya yaitu Sang Kandiawan atau Kedua tokoh yang dimaksud adalah Prabu
Sang Layuwatang. Namun demikian, kitab yang Darmasiksa dan Mahaprabu Niskala Wastu
dimaksud diduga merupakan sebuah ajaran guna Kancana. Tokoh pertama berkaitan dengan
mencapai kesempurnaan hidup sebagaimana kerajaan Saunggalah di Kuningan dan tokoh
digambarkan pada teks CP berikut. kedua berkaitan dengan kerajaan Kawali.
(22a) angadeg wiku énak di Sanghiyang Setelah ditelusuri, ternyata Prabuguru
Linggawesi, brata siya puja tanpa Darmasiksa (Danasasmita,1983-1984 a: 18-
lum. Sang wiku énak ngadéwasasana 23) adalah tokoh yang meletakkan dasar-
ngawakan Sanghiyang Watang Ageung, dasar pandangan hidup/visi ajaran hidup
énak ngadeg manu-rajasuniya. secara tertulis berupa nasehat. Naskahnya
Artinya: disebut sebagai Amanat Dari Galunggung,
disebut juga sebagai Naskah Ciburuy (nama
(Sang raja) memenuhi undang- tempat di Garut Selatan tempat ditemukan
undang raja, berpijak pada Sanghiyang naskah Galunggung) atau disebut pula kropak
Linggawesi. Ia bertapa dan memuja tanpa No.632 (Danasasmita,1987d: 6). Berikut
henti. sang wiku tenteram menunaikan adalah sebagian rangkuman amanat-amanat
undnag-undang dewa, melaksanakan Prabuguru Darmasiksa, khususnya amanat
Sanghiyang Watangageung, tenteram yang berkaitan dengan kepemimpinan
menjadi manusia-raja-pertapa (Atja & (Danasasmita,1987d: 124-132).
Danasasmita,1981: 16, 36).
a) Perlu mempunyai kewaspadaan akan
• Ajaran Prabuguru Darmasiksa kemungkinan dapat direbutnya kemuliaan
(kewibawaan dan kekuasaan) serta
Diganti ku Sang Rakean Darmasiksa,
kejayaan bangsa sendiri oleh orang asing.
titisan Sanghiang Wisnu, nya eta nu
ngawangun sanghiang binajapanti. Nu b) Harus dijaga kemungkinan orang asing
ngajadikeun para kabuyutan ti sang dapat merebut kabuyutan (tanah yang
rama, ti sang resi, ti sang disri, ti sang disakralkan)
tarahan tina parahiangan. “Tina naon c) Lebih berharga kulit lasun (musang) yang
berkahna?” Ti sang wiku nu mibanda berada di tempat sampah dari pada raja
Sunda pituin, mituhu Sanghiang Darma, putra yang tidak bisa mempertahankan
ngamalkeun Sanghiang Siksa.(CP XVII, kabuyutan/tanah airnya
Atja:1968) d) Orang yang keras kepala, yaitu orang
Artinya: yang ingin menang sendiri, tidak mau
Digantikan lagi oleh Sang Rakeyan mendengar nasihat ayah-bunda, tidak
Darmasiksa, penjelmaan Sanghyang mengindahkan ajaran moral (patikrama).
Wisnu. Dialah yang membuat panti e) Peliharalah kesempurnaan agama,
pendidikan, yang menjadikan tempat- pegangan hidup kita semua
tempat suci bagi sang rama, sang resi, f) Dalam ajaran patikrama (etika), yang
sang disri, sang tarahan di tempat-tempat disebut bertapa itu adalah beramal/
pemujaan. Dari mana mengetahuinya? bekerja, yaitu apa yang kita kerjakan
g) Kejujuran dan kebenaran itu ada pada 6) Kuat pendirian tidak mudah
diri sendiri terpengaruh.
h) Yang disebut berkemampuan itu adalah: 7)
Jangan mendengarkan ucapan-
Harus cekatan, terampil, tulus hati, ucapan yang buruk.
rajin dan tekun, bertawakal, tangkas, 8) Konsentrasikan perhatian pada cita-
bersemangat, perwira/berjiwa pahlawan, cita yang ingin dicapai.
cermat, teliti, penuh keutamaan dan
berani tampil. Yang dikatakan semua ini n) Perilaku Negatif:
itulah yang disebut orang yang berhasil 1) Jangan merasa diri yang paling benar,
tapanya, benar-benar kaya, kesempurnaan paling jujur, paling lurus.
amal yang mulia.
2) Jangan menikah dengan saudara.
i) Pengisi neraka itu adalah manusia yang 3) Jangan membunuh yang tidak
suka mengeluh karena malas beramal; berdosa.
banyak yang diinginkannya tetapi tidak
4) Jangan merampas hak orang lain.
tersedia di rumahnya; akhirnya meminta-
minta kepada orang lain. 5) Jangan menyakiti orang yang tidak
bersalah.
j) Amal yang baik seperti ilmu padi makin
lama makin merunduk karena penuh 6) Jangan saling mencurigai.
bernas. 7) Jangan memarahi orang yang tidak
bersalah.
k) Ada dahulu (masa lampau) maka ada
sekarang (masa kini), tidak akan ada 8) Jangan tidak berbakti kepada leluhur
masa sekarang kalau tidak ada masa yang yang telah mampu mempertahankan
terdahulu.Ada pokok (pohon) ada pula tanahnya (kabuyutannya) pada
batangnya, tidak akan ada batang kalau jamannya.
tidak ada pokoknya. 9) Jangan berebut kedudukan.
l) Ketidakpastian dan kesemerawutan 10) Jangan berebut penghasilan.
keadaan dunia ini disebabkan karena 11) Jangan berebut hadiah.
salah perilaku dan salah tindak dari para 12) Jangan berkata berteriak, berkata
orang terkemuka, penguasa, para cerdik menyindir-nyindir, menjelekkan
pandai, para orang kaya; semuanya salah sesama orang dan jangan berbicara
bertindak, termasuk para raja di seluruh mengada-ada.
dunia. 13) pemalas,
m) Perilaku Positif: 14) keras kepala,
1) Harus bersama- sama mengerjakan 15) pandir/bodoh,
kemuliaan, melalui: perbuatan, 16) pemenung,
ucapan dan itikad yang bijaksana; 17) pemalu,
2) Perbuatan, ucapan dan tekad harus 18) mudah tersinggung/babarian,
bijaksana; 19) lamban,
3) Harus bersifat hakiki, bersungguh- 20) kurang semangat,
sungguh, memikat hati, suka
21) gemar tiduran,
mengalah, murah senyum, berseri
hati dan mantap bicara, 22) lengah,
4) Perhatian harus selalu tertuju/ 23) tidak tertib,
terfokus pada alur yang dituju. 24) mudah lupa,
5) Senang akan keelokan/keindahan. 25) tidak punya keberanian/pengecut,
keeuwahannya, akan sejahtera; bila gusti nasi bagi orang yang lapar, bagaikan air minum
(tuan tanah) teguh dalam kegustiannya, bagi orang yang sedang haus, dan ibarat sirih-
akan sejahtera; bila menteri teguh pinang (sepaheun) bagi orang yang sedang
dalam kementeriannya, akan sejahtera; kesal. Itulah panca parisuda (lima penawar)
bila masang (ahli jerat(?)) teguh dalam yang terdapat dalam kritik. Bila kita bersedia
kemasangannya, akan sejahtera; bila menerimanya budi kita akan makin padat
bujangga (ahli pustaka) teguh dalam berisi ”kangken pare beurat sangga” (seperti
kebujanggaannya, akan sejahtera; bila padi yang runduk karena berat berisi).
tarahan (penambang penyeberangan) Masa kemakmuran Prabu Wastu secara
teguh dalam ketarahannya, akan sejahtera; hiperbolis dilukiskan oleh penulis Carita
bila disi (ahli siasat/obat/peramal) teguh Parahiyangan. Jangankan manusia, apah (air),
dalam kedisiannya, akan sejahtera; bila teja (cahaya), bayu (angin), akasa (langit)
rama(pengasuh rakyat) teguh dalam serta bu (eter) merasa betah berada di bawah
keramaannya, akan sejahtera; bila resi naungan pemerintahannya. Raja itu dipandang
teguh dalam keresiannya, akan sejahtera; sebagai tokoh teladan karena penulis itu
bila pebu teguh dalam keprabuannya, menganjurkan, ”sugan aya nu dek nurutan inya
akan sejahtera. twah nu surup ka nusalarang (Barang kali ada
Demikianlah seharusnya, pendeta dan yang hendak meniru perilaku yang mendiang
raja harus teguh membina kesejahteraan ke Nusalarang). Wastu Kancana dipusarakan di
di dunia, maka akan sejahteralah di Nusalarang. (Danasasmita,1983-1984a: 41).
utara selatan barat dan timur, di seluruh
hamparan bumi dan seluruh naungan Inilah gambaran tokoh Wastu Kancana
langit, sempurnalah kehidupan seluruh menurut penulis Carita Parahiyangan.
umat manusia (Danasasmita,1987 d: 115). Ayana seuweu Prebu Wangi, ngaranna
Dalam sebuah sloka kropak 630 lembar inyana Prebu Niskala Wastu Kancana
15 mengungkapkan ajaran Darma Pitutur nu surup di Nusa Larang ring Giri
yang berbunyi: Wanakusuma. Lawasnya ratu saratus opat
taliun kena rampes na agama, krêtayuga.
Tadaga carita hangsa, gajendra carita
banem, matsyanem carita sagarem, Tandang paompo ywa pon kenana ratu
puspanem carita bangbarem eleh ku satmata, nurut nu ngasuh, Hiyang
Bunisora nu surup ka Gêgêr Omas,
Artinya: Batara Guru di Jampang. Sakitu nu
Bila ingin tahu telaga tanyalah angsa, bila diturut ku nu mawa lemah-cai.
ingin tahu hutan tanyalah gajah; bila ingin Batara Guru di Jampang ma inya nu
tahu laut tanyalah ikan, bila ingin tahu nyieun ruku Sanghiyang Pake basa nu
bunga tanyalah kumbang. wastu dijieun ratu. Beunang nu pakabrata
Ungkapan di atas mengandung makna sewaka ka dewata. Nu ditiru oge pake
bertanyalah kepada ahlinya dan jangan keliru Sanghiyang Indra, ruku ta.
menempatkan orang dalam sesuatu tugas. Sakitu, sugan aya nu dek nurutan inya
Pada lempir 13 (SSKK) tercantum. twah nu surup ka Nusalarang. Daek eleh
”Lamun aya nu meda urang, aku sapameda ku satmata- Manana krêtayuga, eleh ku
sakalih” (kalau ada kritikan, terimalah kritik nu ngasuh.
itu). Di sini diperlukan kerelaan hati untuk Nya mana sang rama enak mangan,
menerima kritikan demi kebajikan dan sang resi enak ngaresianana, ngawakan
kesejahteraan. Pameda (kritik) itu ibarat air na purbatisti-purbajati. Sang disri
untuk mandi bagi orang yang sedang dekil, enak masini ngawakan na manusasana,
ibarat minyak bagi orang yang burik, bagaikan ngaduman alas parialas. Ku beet hamo
diukih, ku gêde hamo diukih. Nya mana Sang disti (peramal) dapat tenteram
sang tarahan enak lalayaran ngawakan meramu obat-obatan.(Raja) melaksanakan
manurajasasana. Sanghiyang apah, hukum-hukum kemanusiaan
teja, bayu, akasa, sang bu enak-enak (manurajasasana), membagikan hutan
ngalungguh di sanghiyang jagatpalaka. dan daerah sekitarnya. Tidak digugat oleh
Ngawakan sanghiyang rajasasana, yang kecil mau pun yang besar. Maka
angadêg di sanghiyang linggawêsi, brata Sang tarahan dapat tenteram berlayar
siya puja tan palum. memenuhi peraturan raja.
dan (3) Resi ialah kaum “akademisi” dan Ajaran kepemimpinan tercerminkan pada
agamawan yang bisa dianalogikan sebaga Dasa Pasanta. Dasa Prasanta tersebut, apabila
pemegang lembaga yudikatif. kita cermati, kaidahnya berpijak kepada kuantitas
Selanjutnya, ajaran kepemimpinan secara dan kualitas hubungan antarmanusia, tetapi tidak
tidak langsung mengisyaratkan persyaratan dalam kondisi yang kaku dan otoriter. Proses
yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin, komunikasinya tetap menggunakan asas silih
yaitu: (1) sehat jasmani dan rohani. (2) asih, silih asah, dan silih asuh.
memiliki kekuatan atau kesaktian; (3) Di samping hal di atas, perlu juga
pendidikan; dan (4) musyawarah sebagai jalan diselami ajaran Prabu Darmasiksa mengenai
mencapai kesepakatan dalam mengambil karakter-karakter positif dan negatif di dalam
keputusan. menjalankan kepemimpinan.
Pemimpin yang baik dan berhasil lebih Bentuk konkret pengamalan Siksa
disebabkan patuh dan taat pada ajaran (agama) Kandang Karesian digambarkan oleh
yang dianutnya. Beberapa catatan masa lalu tokoh Wastukancana yang telah berhasil
mengembarkan keruntuhan atau penggantian membangun kerajaan Sunda di Kawali. Ajaran
tahta kerajaan disebabkan perilaku (ahlak) yang ditingggalkanya untuk kita semua adalah
yang tidak sesuai dengan ajaran, dalam hal membiasakan diri berbuat kebajikan (pakena
ini ajaran siksa kandang. Namun sebaliknya, gawe rahayu) dan membiasakan diri berbuat
raja-raja yang sukses mengemban amanat kesejahteraan sejati (pakena kereta bener)
rakyatnya adalah mereka yang mengamalkan adalah sumber kejayaan dan kesentosaan
ajaran siksa kandang. negara.
DAFTAR PUSTAKA
Atja. (1968 a). Carita Parahiyangan. Titilar Karuhun Sunda. Bandung: Nusalarang.
-------------. (1970 b).Ratu Pakuan. Bandung: Lembaga Bahasa dan Sedjarah
Atja dan Saleh Danasasmita(1981c).Carita Parahiyangan: Transkripsi, Terjemahan dan Catatan.
Bandung: Proyek Pengembangan Permuseuman Jawa Barat.
Atja dan Ayatrohaedi (1986).Nagarakretabhumi I.5. Bandung: Bagian Proyek Penelitian dan
Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi) Direktorat Kebudayaan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Atja dan Edi S.Ekadjati(1987).Pustaka Rajya Rajya I Bhumi Nusantara I.1. Bandung: Bagian
Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi) Direktorat
Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ayatrohaedi dan Sri Saadah.(1995a) Janiniskala: Kehidupan Kerohanian Masyarakat Sunda
Sebelum Islam. Jakarta: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Pusat
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Ayatrohaedi.(2002b). Kepemimpinan Dalam Masyarakat Sunda Berdasar Naskah. Balai Kajian
Jarahnitra Bandung(Makalah)..
Danasasmita, Saleh dkk. (1983-1984a). Rintisan penelusuran masa silam Sejarah Jawa Barat,
jilid ketiga.Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat
I Jawa Barat.
-------------..(1983-1984b).Rintisan penelusuran masa silam Sejarah Jawa Barat, jilid keempat.
Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
Internet:
Hardjasaputra, A. Sobarna http://sundaislam.wordpress.com/2008/02/02/budaya-kekuasaan-
sunda-analisishistoris/