Anda di halaman 1dari 39

TUGAS SEJARAH

NAMA :Shafrizal Aufal Ikhsani

KELAS :X IPA 1

KERAJAAN SAMUDRA PASAI

a. Nama-nama raja samudra pasai

No Periode Nama Sultan atau Gelar

1 1267 – 1297 Sultan Malik as-Saleh (Meurah Silu)

2 1297 – 1326 Sultan Al-Malik azh-Zhahir I / Muhammad I

3 1326 – 133? Sultan Ahmad I

4 133? – 1349 Sultan Al-Malik azh-Zhahir II

5 1349 – 1406 Sultan Zainal Abidin I

6 1406 – 1428 Ratu Nahrasyiyah

7 1428 – 1438 Sultan Zainal Abidin II

8 1438 – 1462 Sultan Shalahuddin

9 1462 – 1464 Sultan Ahmad II

10 1464 – 1466 Sultan Abu Zaid Ahmad III

11 1466 – 1466 Sultan Ahmad IV


12 1466 – 1468 Sultan Mahmud

13 1468 – 1474 Sultan Zainal Abidin III

14 1474 – 1495 Sultan Muhammad Syah II

15 1495 – 1495 Sultan Al-Kamil

16 1495 – 1506 Sultan Adlullah

17 1506 – 1507 Sultan Muhammad Syah III

18 1507 – 1509 Sultan Abdullah

19 1509 – 1514 Sultan Ahmad V

20 1514 – 1517 Sultan Zainal Abidin IV

b. Kehidupan politik

Setelah resmi menjadi kerajaan Islam (kerajaan bercorak Islam pertama di


Indonesia), Samudera Pasai berkembang pesat menjadi pusat perdagangan dan
pusat studi Islam yang ramai. Pedagang dari India, Benggala, Gujarat, Arab,
Cina serta daerah di sekitarnya banyak berdatangan di Samudera Pasai.

Samudera Pasai setelah pertahanannya kuat segera meluaskan


kekuasaan ke daerah pedalaman, meliputi Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga,
Beruana, Simpag, Buloh Telang, Benua, Samudera, Perlak, Hambu Aer, Rama
Candhi, Tukas, Pekan, dan Pasai. Dalam rangka islamisasi, Sultan Malik al
Saleh menikah dengan putri Raja Perlak.
Sultan Malik al Saleh mangkat pada tahun 1297 dan dimakamkan di
Kampung Samudera Mukim Blang Me dengan nisan makam berciri Islam.
Jabatan Sultan Pasai kemudian diteruskan oleh putranya, Sultan Malik al Thahir.
Sultan ini memiliki dua orang putra, yaitu Malik al Mahmud dan Malik al Mansur.
Ketika masih kecil, keduanya diasuh oleh Sayid Ali Ghiatuddin dan Sayid
Asmayuddin. Kedua orang putranya itulah yang kemudian mewarisi takhta
kerajaan. Sementara itu, kedua pengasuhnya itu diangkat menjadi perdana
menteri. Ibu kota kerajaan pernah dipindahkan ke Lhok seumawe.

Sepeninggal Sultan Malik al-Saleh, Samudra Pasai diperintah oleh Malik


al-Zahir I (1297 – 1302). Ia sering mendapat sebutan Sultan Muhammad. Pada
masa pemerintahannya, tidak banyak yang dilakukan. Kemudian takhta
digantikan oleh Ahmad yang bergelar Al Malik az-Zahir II. Pada masanya,
Samudra Pasai dikunjungi oleh Ibnu Batutah, seorang utusan dari Delhi yang
sedang mengadakan perjalanan ke Cina dan singgah di sana. Menurut Ibnu
Batutah, Samudra Pasai memiliki armada dagang yang sangat kuat. Baginda
raja yang bermazhab Syafi'i sangat kuat imannya sehingga berusaha menjadikan
Samudra Pasai sebagai pusat agama Islam yang bermazhab Syafi'i.

Pada abad ke-16, bangsa Portugis memasuki perairan Selat Malaka dan
berhasil menguasai Samudera Pasai pada 1521 hingga tahun 1541. Selanjutnya
wilayah Samudera Pasai menjadi kekuasaan Kerajaan Aceh yang berpusat di
Bandar Aceh Darussalam. Waktu itu yang menjadi raja di Aceh adalah Sultan Ali
Mughayat.
c. Kehidupan ekonomi

Kehidupan Eknomi masyakarat Kerajaan Samudera Pasai berkaitan


dengan perdagangan dan pelayaran. Hal itu disebabkan karena letak Kerajaan
Samudera Pasai yang dekat dengan Selat Malaka yang menjadi jalur pelayaran
dunia saat itu. Samudra Pasai memanfaatkan Selat Malaka yang
menghubungkan Samudra Pasai – Arab – India – Cina. Samudra Pasai juga
menyiapkan bandar-bandar dagang yang digunakan untuk menambah
perbekalan untuk berlayar selanjutnya, mengurus masalah perkapalan,
mengumpulkan barang dagangan yang akan dikirim ke luar negeri, dan
menyimpan barang dagangan sebelum diantar ke beberapa daerah di Indonesia.

d. Kehidupan Sosial-Budaya

Para pedagang asing yang singgah di Malaka untuk sementara menetap


beberapa lama untuk mengurusi perdagangan mereka. Dengan demikian, para
pedagang dari berbagai bangsa itu bergaul selama beberapa lama dengan
penduduk setempat. Kesempatan itu digunakan oleh pedagang Islam dari
Gujarat, Persia, dan Arab untuk menyebarkan agama Islam. Dengan demikian,
kehidupan sosial masyarakat dapat lebih maju, bidang perdagangan dan
pelayaran juga bertambah maju.
Kerajaan Samudera Pasai sangat dipengaruhi oleh Islam. Hal itu terbukti
terjadinya perubahan aliran Syiah menjadi aliran Syafi’i di Samudera Pasai
ternyata mengikuti perubahan di Mesir. Pada saat itu di Mesir sedang terjadi
pergantian kekuasaan dari Dinasti Fatimah yang beraliran Syiah kepada Dinasti
Mameluk yang beraliran Syafi’i. Aliran syafi’i dalam perkembangannya di Pasai
menyesuaikan dengan adatistiadat setempat sehingga kehidupan sosial
masyarakatnya merupakan campuran Islam dengan adat istiadat setempat.
e. Kejayaan kerajaan samudra pasai

Masa kebangkitan kembali kerajaan Samudera Pasai adalah dibawah


masa pemerintahan Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir. Tepatnya pada tahun
1383 sampai tahun 1405. Menurut catatan dari negeri Cina dalam bentuk kronik
cina Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir dikenal dalam catatan tersebut dengan
nama cina Tsai-nu-li-a-pi-ting-ki. Namun saya masa pemerintahan Sultan Zain
Al-Abidin Malik Az-Zahir harus berakhir ditandai dengan tewasnya beliau di
tangan Raja Nakur dalam sebuah pertempuran. Sejak itu Kekuasaan Kerajaan
Samudera Pasai dipimpin oleh Janda Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir yaitu
Sultanah Nahrasiyah. Raja Perempuan pertama Kerajaan Samudera Pasai.

Dibawah tampuk kepemimpinan Sultanah Nahrasiyah, Kerajaan


Samudera Pasai mengalami masa kejayaan. Pada masa pemerintahannya
pernah didatangi seorang Laksamana Laut Cheng Ho. Armada Cheng Ho
berkunjung berkali-kali ke Kerajaan Samudera Pasai antaranya tahun 1405,
1408 dan 1412.

Cheng ho dalam laporannya yang ditulis oleh pembantunya seperti Ma


Huan dan Fei Xin. Dalam catatannya menuliskan bahwa batas wilayah Kerajaan
Samudera Pasai adalah sebelah selatan dan timur terdapat pegunungan tinggi.
Sebelah timur berbatasan dengan kerajaan Aru. Utara dengan laut dan dua
kerajaan disebelah barat yaitu Kerajaan nakur dan Kerajaan Lide. Terus kearah
barat ada kerajaan Lamuri yang jika kesana perjalannya menempuh jarak 3 hari
dan 3 malam dari pasai.

f. Runtuhnya kerajaan samudra pasai


Runtuhnya Kerajaan Samudera Pasai ini diakibatkan beberapa pengaruh
internal dan eksternal. Internal kerajaan sebelum masa keruntuhan sering terlibat
pertikaian antar keluarga kerajaan. Perebutan kekuasaan dan jabatan kerap
terjadi. Perang Saudara dan pemberontakan tidak bisa dihindari. Bahkan Raja
saat itu meminta bantuan kepada Raja Melaka untuk meredam pemberontakan.
Namun tidak urung terjadi karena pada tahun 1511 Kerajaan Melaka jatuh
ketangan Portugal. Sepuluh tahun kemudia tepatnya 1521 Portugal menyerang
Kerajaan Samudera Pasai dan runtuhlah kerajaan itu. Tetapi bibit kerajaan
masih ada sehingga tahun 1524 Kerajaan Samudera Pasai menjadi bagian dari
Kesultanan Aceh.

g. peninggalan kerajaan samudra pasai


1. Koin Emas

Koin emas (atau disebut dengan Dirham) sebagai peninggalan sejarah


merupakan alat pembayaran yang sah digunakan dalam wilayah Kerajaan
Samudra Pasai. Pembuatan koin dirham ini memakai bahan dari campuran
emas, perak, dan tembaga dan menghasilkan ciri khas unik koin emas dengan
tulisan Arab.

2. Cakra Donya

Cakra Donya ialah sebuah lonceng besar yang terbuat dari besi dan
berbentuk stupa yang dihadiahkan oleh kaisar China kepada Sultan Samudra
Pasai.

Bagian-bagian lonceng tersebut diukir  dengan ukiran bertuliskan huruf


Arab dan China dengan desain yang indah. Sampai saat ini, Cakra Donya masih
tetap utuh dan dapat anda lihat di wilayah Lhokseumawe.

3. Naskah Surat Sultan Zainal Abidin

Terdapat peninggalan naskah surat yang ditulis oleh Sultan Zainal Abidin
yang selanjutnya dikirimkan kepada Kapten Moran sebelum dirinya meninggal.
Naskah tersebut ditulis dengan menggunakan bahasa Arab. Isi naskah tersebut
adalah tentang kondisi Samudra Pasai pada tahun 1511 M ketika Malaka jatuh
ke tangan Portugis.

4. Makam Raja-raja Pasai

Makam Raja-raja Pasai merupakan peninggalan sejarah berharga yang


sangat melekat mengenai eksistensi Samudra Pasai. Terdapat banyak makam
para Raja Pasai yang memerintah dari waktu ke waktu. Salah satunya adalah
makam Sultan Malik As-Saleh yang terletak di Desa Beuringin, Kecamatan
Samudra dengan batu nisan yang ditulis dengan huruf Arab dan Makam Sultan
Maulana Al Zhahir yang terletak di sebelahnya.

5. Makam Perdana Menteri

Samudra Pasai juga meninggalkan beberapa makam perdana menteri.


Salah satu makam perdana menteri yang terkenal adalah  makam Tengku
Yacob.

Beliau wafat pada Muharram 630 H atau bertepatan dengan Agustus


1252 M. Batu nisannya ditulis dengan tulisan indah yang mencakup ayat Qursi,
Surat Al-Imron :18, dan Surat At-Taubah 21-22.

Itulah seputar sejarah yang ditinggalkan oleh Kerajaan Samudra Pasai


sebagai Kerajaan Islam pertama di Indonesia. Banyak penjelajah terkenal yang
berkunjung ke wilayah Samudra Pasai sehingga banyak catatan sejarah yang
berhasil ditorehkan.

Catatan sejarah tersebut menjadi suatu bahan yang dapat dipelajari bagi
generasi-generasi masa depan yang ingin tahu bagaimana keadaan Kerajaan
Pasai di masa lampau.

Catatan sejarah yang sangat melekat adalah mengenai masa kejayaan


dan masa keruntuhan Samudra Pasai. Pada masa kejayaannya, Samudra Pasai
kuat dalam berbagai bidang sehingga memiliki pengaruh besar dan disegani
kerajaan-kerajaan lain.

Sementara pada masa kemundurannya, disebabkan oleh faktor perang


saudara dan invasi Portugal ke wilayah Samudra Pasai.

sejarah lain yang penting adalah peninggalan sejarahnya. Terdapat


beberapa peninggalan sejarah penting seperti barang berharga serta makam
para raja dan menteri. Peninggalan sejarah merupakan bukti kuat untuk
menunjukkan kehidupan Kerajaan Samudra Pasai di masa lampau.

KERAJAAN ACEH

a. Nama-namaraja pada kerajaan Aceh

Sultan Malik as-Saleh (Meurah Silu) (1267 – 1297)


Sultan Al-Malik azh-Zhahir I / Muhammad I (1297 – 1326)
Sultan Ahmad I (1326 – 133?)
Sultan Al-Malik azh-Zhahir II (133? – 1349)
Sultan Zainal Abidin I (1349 – 1406)
Ratu Nahrasyiyah (1406 – 1428)
Sultan Zainal Abidin II (1428 – 1438)
Sultan Shalahuddin (1438 – 1462)
Sultan Ahmad II (1462 – 1464)
Sultan Abu Zaid Ahmad III (1464 – 1466)
Sultan Ahmad IV (1466 – 1466)
Sultan Mahmud (1466 – 1468)
Sultan Zainal Abidin III (1468 – 1474)
Sultan Muhammad Syah II (1474 – 1495)
Sultan Al-Kamil (1495 – 1495)
Sultan Adlullah (1495 – 1506)
Sultan Muhammad Syah III (1506 – 1507)
Sultan Abdullah (1507 – 1509)
Sultan Ahmad V (1509 – 1514)
Sultan Zainal Abidin IV (1514 – 1517)

b. Kehidupan politik

Kerajaan Aceh didirikan Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1530
setelah melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pidie. Tahun 1564 Kerajaan
Aceh di bawah pimpinan Sultan Alaudin al-Kahar (1537-1568). Sultan Alaudin al-
Kahar menyerang kerajaan Johor dan berhasil menangkap Sultan Johor, namun
kerajaan Johor tetap berdiri dan menentang Aceh. Pada masa kerajaan Aceh
dipimpin oleh Alaudin Riayat Syah datang pasukan Belanda yang dipimpin oleh
Cornelis de Houtman untuk meminta ijin berdagang di Aceh.

Penggantinya adalah Sultan Ali Riayat dengan panggilan Sultan Muda, ia


berkuasa dari tahun 1604-1607. Pada masa inilah, Portugis melakukan
penyerangan karena ingin melakukan monopoli perdagangan di Aceh, tapi usaha
ini tidak berhasil.

Setelah Sultan Muda digantikan oleh Sultan Iskandar Muda dari tahun
1607-1636, kerajaan Aceh mengalami kejayaan dalam perdagangan. Banyak
terjadi penaklukan di wilayah yang berdekatan dengan Aceh seperti Deli (1612),
Bintan (1614), Kampar, Pariaman, Minangkabau, Perak, Pahang dan Kedah
(1615-1619).

Gejala kemunduran Kerajaan Aceh muncul saat Sultan Iskandar Muda


digantikan oleh Sultan Iskandar Thani (Sultan Iskandar Sani) yang memerintah
tahun 1637-1642. Iskandar Sani adalah menantu Iskandar Muda. Tak seperti
mertuanya, ia lebih mementingkan pembangunan dalam negeri daripada
ekspansi luar negeri. Dalam masa pemerintahannnya yang singkat, empat tahun,
Aceh berada dalam keadaan damai dan sejahtera, hukum syariat Islam
ditegakkan, dan hubungan dengan kerajaan-kerajaan bawahan dilakukan tanpa
tekanan politik ataupun militer.

Pada masa Iskandar Sani ini, ilmu pengetahuan tentang Islam juga
berkembang pesat. Kemajuan ini didukung oleh kehadiran Nuruddin ar-Raniri,
seorang pemimpin tarekat dari Gujarat, India. Nuruddin menjalin hubungan yang
erat dengan Sultan Iskandar Sani. Maka dari itu, ia kemudian diangkat menjadi
mufti (penasehat) Sultan. Pada masa ini terjadi pertikaian antara golongan
bangsawan (Teuku) dengan golongan agama (Teungku).

Seusai Iskandar Sani, yang memerintah Aceh berikutnya adalah empat


orang sultanah (sultan perempuan) berturut-turut. Sultanah yang pertama adalah
Safiatuddin Tajul Alam (1641- 1675), janda Iskandar Sani. Kemudian berturut-
turut adalah Sri Ratu Naqiyatuddin Nurul Alam, Inayat Syah, dan Kamalat Syah.
Pada masa Sultanah Kamalat Syah ini turun fatwa dari Mekah yang melarang
Aceh dipimpin oleh kaum wanita. Pada 1699 pemerintahan Aceh pun dipegang
oleh kaum pria kembali.

Pada tahun 1816, sultan Aceh yang bernama Saiful Alam bertikai dengan
Jawharul Alam Aminuddin. Kesempatan ini dipergunakan oleh Gubernur
Jenderal asal Inggris, Thomas Stanford Raffles yang ingin menguasai Aceh yang
belum pernah ditundukkan oleh Belanda. Ketika itu pemerintahan Hindia
Belanda yang menguasai Indonesia tengah digantikan oleh pemerintahan
Inggris. Pada tanggal 22 April 1818, Raffles yang ketika itu berkedudukan di
Bengkulu, mengadakan perjanjian dagang dengan Aminuddin. Berkat bantuan
pasukan Inggris akhirnya Aminuddin menjadi sultan Aceh pada tahun 1816,
menggantikan Sultan Saiful Alam.

Pada tahun 1824, pihak Inggris dan Belanda mengadakan perjanjian di


London, Inggris. Traktat London ini berisikan bahwa Inggris dan Belanda tak
boleh mengadakan praktik kolonialisme di Aceh. Namun, pada 1871,
berdasarkan keputusan Traktat Sumatera, Belanda kemudian berhak
memperluas wilayah jajahannya ke Aceh.
Dua tahun kemudian, tahun 1873, Belanda menyerbu Kerajaan Aceh.
Alasan Belanda adalah karena Aceh selalu melindungi para pembajak laut.
Sejak saat itu, Aceh terus terlibat peperangan dengan Belanda. Lahirlah
pahlawan-pahlawan tangguh dari Aceh, pria-wanita, di antaranya Teuku Umar,
Cut Nyak Dien, Panglima Polim.

Perang Aceh ini baru berhenti pada tahun 1912 setelah Belanda
mengetahui taktik perang orang-orang Aceh. Runtuhlah Kerajaan Aceh, yang
dikenal sebagai Serambi Mekah, yang telah berdiri selama tiga abad lebih.
Kemenangan Belanda ini berkat bantuan Dr. Snouck Horgronje, yang
sebelumnya menyamar sebagai seorang muslim di Aceh. Pada tahun 1945 Aceh
menjadi bagian dari Republik Indonesia
c. Kehidupan ekonomi

Kehidupan ekonomi masyarakat Aceh adalah dalam bidang pelayaran


dan perdagangan. Pada masa kejayaannya, perekonomian berkembang pesat.
Penguasaan Aceh atas daerah-daerah pantai barat dan timur Sumatra banyak
menghasilkan lada. Sementara itu, Semenanjung Malaka banyak menghasilkan
lada dan timah. Hasil bumi dan alam menjadi bahan ekspor yang penting bagi
Aceh, sehingga perekonomian Aceh maju dengan pesat.

Bidang perdagangan yang maju menjadikan Aceh makin makmur. Setelah


Sultan Ibrahim dapat menaklukkan Pedir yang kaya akan lada putih, Aceh makin
bertambah makmur. Dengan kekayaan melimpah, Aceh mampu membangun
angkatan bersenjata yang kuat. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda,
Aceh mencapai puncak kejayaan. Dari daerah yang ditaklukkan didatangkan
lada dan emas sehingga Aceh merupakan sumber komoditas lada dan emas.

d.Kehidupan sosial –budaya

Selain di bidang perekonomian, pengaruh letak yang strategis membuat


kehidupan sosial budaya di kerajaan Aceh tumbuh pesat. Hal ini disebabkan
karena interaksi dengan orang-orang luar seperti pedagang-pedagang dari Timur
Tengah dan Eropa. 

Kehidupan sosial budaya dapat dilihat landasan hukum yang berlaku yang
didasari dari ajaran Islam. Hukum adat ini disebut hukum adat Makuta Alam.
Berdasarkan hukum ini, pengangkatan seorang sultan diatur dengan sedemikian
rupa dengan melibatkan ulama dan perdana menteri.

Sisa-sisa arsitektur bangunan peninggalan kesultanan Aceh


keberadaannya tidak terlalu banyak, disebabkan karena sudah terbakar pada
masa perang Aceh. Beberapa bangunan yang masih tersisa contohnya seperti
Istana Dalam Darud Donya yang sekarang menjadi Pendopo Gubernur Aceh. 
Selain istana, beberapa peninggalan yang masih dapat kita lihat sampai
sekarang seperti Masjid Tua Indrapuri, Benteng Indra Patra, Gunongan, Pinto
Khop, dan kompleks pemakaman keluarga kesultanan Aceh.

e.Kejayaan kerajaan Aceh

Kesultanan Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan


Sultan Iskandar Muda [1607-1636]. Pada masa kepemimpinannya, Aceh telah
berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari selat Malaka. Kejadian ini
dilukiskan dlm La Grand Encyclopedie bahwa pada tahun 1582, bangsa Aceh
sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda [Sumatera, Jawa &
Kalimantan] serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu. Selain itu Aceh
juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yg melayari Lautan
Hindia.Pada tahun 1586, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap
Portugis di Melaka dengan armada yg terdiri dari 500 buah kapal perang & 60.
000 tentara laut. Serangan ini dlm upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat
Malaka & semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung
Malaka dari segala penjuru, namun penyerangan ini gagal dikarenakan adanya
persekongkolan antara Portugis dengan kesultanan Pahang. Dalam lapangan
pembinaan kesusasteraan & ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa
ulama ternama, yg karangan mereka menjadi rujukan utama dlm bidang masing-
masing, seperti Hamzah Fansuri dlm bukunya Tabyan Fi Ma’rifati al-U Adyan,
Syamsuddin al-Sumatrani dlm bukunya Mi’raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-
Raniri dlm bukunya Sirat al-Mustaqim, & Syekh Abdul Rauf Singkili dlm bukunya
Mi’raj al-Tulabb Fi Fashil.

f. Runtuhnya kerajaan Aceh

Kerajaan ini mulai mengalami kemunduran sejak meninggalnya sultan


Iskandar Thani. Hal itu dikarenakan tidak ada lagi generasi yang mampu
mengatur daerah milik Kerajaan Aceh yang begitu luas. Akibatnya, banyak
daerah taklukan yang melepaskan diri seperti Johor, Pahang, dan Minangkabau.

Selain itu, terjadi pertikaian terus menerus antara golongan ulama


(Teungku) dan bangsawan (Teuku). Pertikaian ini dipicu oleh perbedaan aliran
keagamaan (aliran Sunnah wal Jama’ah dan Syiah).
Meskipun begitu, Kerajaan Aceh tetap berdiri sampai abad ke 20.
Kerajaan Aceh juga sempat dipimpin beberapa Sultanah (Ratu). Ratu yang
pernah memimpin Kerajaan Aceh yaitu  Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam (1641-
1675 dan Sri Ratu Naqiatuddin Nur Alam (1675-1678).

Sayangnya, pertikaian yang terjadi terus menerus serta wilayah Kerajaan


Aceh yang terus berkurang membuat Kerajaan Aceh runtuh di awal abad 20 dan
dikuasai oleh Belanda.

h. Peninggalan kerajaan Aceh


1. Masjid Raya Baiturrahman

Bangunan Masjid ini merupakan kebanggaan rakyat Aceh sampai


sekarang. Masjid raya Baiturrahman ini dibangun oleh Sultan Iskandar Muda
pada tahun 1612 Masehi. Letaknya tepat di tengah  pusat Kota Banda Aceh.
Mesjid ini pernah dibakar saat Agresi Militer II dan akhirnya dibangun kembali
oleh pihak Belanda.

Ketika Tsunami 2004 Melanda Aceh, Mesjid ini tetap kokoh berdiri
melindungi warga yang berlindung di dalamnya. Sampai saat ini, masjid ini terus
dikembangkan atau direnovasi menjadi lebih cantik. Terakhir,masjid ini telah
direnovasi menjadi mirip dengan masjid Nabawi di Madinah.

2. Gunongan

Gunongan ini merupakan bangunan yang juga dibangun oleh Sultan


Iskandar Muda. Bangunan ini dibangun atas dasar cinta Sultan Iskandar Muda
pada seorang Putri dari Pahang (Putroe Phaang).  Sultan Iskandar muda
menjadikannya sebagai permaisuri. Karena cintanya yang sangat besar, Sultan
Iskandar Muda memenuhi keinginan Putroe Phaang untuk membangun sebuah
taman sari yang indah yang dilengkapi dengan Gunongan.

Saat ini, Taman Sari dan Gunongan menjadi tempat yang terpisah
menjadi taman sari, taman putro phaang dan Gunongan. Letak antara tiga
tempat itu hampir berdekatan dengan Masjid raya Baiturrahman sehingga anda
mudah mengunjunginya.

3. Mesjid Tua Indrapuri

Masjid ini awalnya adalah sebuah candi peninggalan dari Kerajaan Hindu
di Aceh. Namun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, candi ini
diubah fungsinya menjadi masjid. Anda masih dapat melihat bangunan yang
strukturnya mirip dengan candi namun berpadu dengan nuansa Islami ini di
Indrapuri, Aceh Besar.

Selain tiga tempat diatas, masih banyak peninggalan lain yang masih
terjaga. Peninggalan berupa benda misalnya uang logam emas, meriam, dan
lain-lain. sementara itu, penerapan qanun yang berasal dari pemerintahan sultan
Iskandar muda juga diterapkan dalam pemerintahan Aceh saat ini.

Demikianlah pemaparan lebih lengkap tentang sejarah Kerajaan Aceh.


Meskipun Kerajaan ini sudah lama runtuh, pengaruh nilai-nilai dan peninggalan
lainnya masih terjaga di masyarakat Aceh. Oleh karena itu kita harus
melestarikannya.

Nama sultan-sultan dari Kerajaan Aceh ini pun masih dikenang oleh
masyarakat Aceh sampai saat ini. Hal itu menunjukkan bahwa Kerajaan ini
memang menorehkan bekas sejarah yang besar di tanah rencong.

Kerajaan Banten

A. Nama-nama raja pada kerajaan Banten


No. Masa/Tahun Nama Sultan Nama Lain
1 1552 - 1570 Sultan Maulana Hasanuddin Pangeran Sabakinking
2 1570 - 1585 Sultan Maulana Yusuf Pangeran Pasareyan
 Pangeran Sedangrana
3 1585 - 1596 Sultan Maulana Muhammad  Prabu Seda ing Palembang

 Pangeran Ratu
Sultan Abdul Mafakhir
4 1596 - 1647  Sultan Agung
Mahmud Abdulkadir
 Pangeran Anom
5 1647 - 1651 Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad  Sultan Kilen

 Abu al-Fath Abdul Fattah


Sultan Ageng Tirtayasa[51]  Pangeran Dipati
6 1651 - 1683
[47][3][8][8][8][9]  Pangeran Surya

 Sultan Haji
Sultan Abu Nashar Abdul
7 1683 - 1687  Pangeran Dakar
Qahar
8 1687 - 1690 Sultan Abu al-Fadhl
Muhammad Yahya
 Pangeran Adipadi
Sultan Abu al-Mahasin
9 1690 - 1733  Kang Sinihun ing Nagari Banten
Muhammad Zainulabidin
Sultan Abdullah Muhammad
10 1733 - 1750
Syifa Zainularifin

Sultan Syarifuddin Ratu


1750 - 1752 Pangeran Syarifuddin
Wakil2

Sultan Abu al-Ma'ali


11 1752 - 1753 Pangeran Arya Adisantika
Muhammad Wasi
Sultan Abu al-Nasr
12 1753 - 1773 Muhammad Arif
Zainulasyiqin
13 1773 - 1799 Sultan Aliyuddin I Abu al-Mafakhir Muhammad Aliyuddin
Sultan Muhammad
14 1799 - 1801
Muhyiddin Zainussalihin
Sultan Muhammad Ishaq
15 1801 - 1802
Zainulmuttaqin
Caretaker Sultan Wakil
1802 - 1803
Pangeran Natawijaya
16 1803 - 1808 Sultan Aliyuddin II Abu al-Mafakhir Muhammad Aqiluddin
Caretaker Sultan Wakil
1808 - 1809
Pangeran Suramenggala
Sultan Maulana Muhammad Muhammad bin Muhammad Muhyiddin
17 1809 - 1813
Shafiuddin Zainussalihin

B. Kehidupan Politik kerajaan Banten


Sultan pertama Kerajaan Banten ini adalah Sultan Hasanuddin yang
memerintah tahun 1522-1570. Ia adalah putra Fatahillah, seorang panglima
tentara Demak yang pernah diutus oleh Sultan Trenggana menguasai
bandarbandar di Jawa Barat. Pada waktu Kerajaan Demak berkuasa, daerah
Banten merupakan bagian dari Kerajaan Demak. Namun setelah Kerajaan
Demak mengalami kemunduran, Banten akhirnya melepaskan diri dari pengaruh
kekuasaan Demak.Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) membuat para
pedagang muslim memindahkan jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. Pada
masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Banten berkembang menjadi
pusat perdagangan. Hasanuddin memperluas kekuasaan Banten ke daerah
penghasil lada, Lampung di Sumatra Selatan yang sudah sejak lama mempunyai
hubungan dengan Jawa Barat. Dengan demikian, ia telah meletakkan dasar-
dasar bagi kemakmuran Banten sebagai pelabuhan lada. Pada tahun 1570,
Sultan Hasanuddin wafat.

Penguasa Banten selanjutnya adalah Maulana Yusuf (1570-1580), putra


Hasanuddin. Di bawah kekuasaannya Kerajaan Banten pada tahun 1579
berhasil menaklukkan dan menguasai Kerajaan Pajajaran (Hindu). Akibatnya
pendukung setia Kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yaitu daerah
Banten Selatan, mereka dikenal dengan Suku Badui. Setelah Pajajaran
ditaklukkan, konon kalangan elite Sunda memeluk agama Islam.Maulana Yusuf
digantikan oleh Maulana Muhammad (1580-1596). Pada akhir kekuasaannya,
Maulana Muhammad menyerang Kesultanan Palembang. Dalam usaha
menaklukkan Palembang, Maulana Muhammad tewas dan selanjutnya putra
mahkotanya yang bernama Pangeran Ratu naik takhta. Ia bergelar Sultan Abul
Mufakhir Mahmud Abdul Kadir. Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan
pada masa putra Pangeran Ratu yang bernama Sultan Ageng Tirtayasa (1651-
1682). Ia sangat menentang kekuasaan Belanda.Usaha untuk mengalahkan
orang-orang Belanda yang telah membentuk VOC serta menguasai pelabuhan
Jayakarta yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa mengalami kegagalan.
Setelah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mulai dikuasai oleh
Belanda di bawah pemerintahan Sultan Haji.

C. Kehidupan ekonomi kerajaan Banten


Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa dapat
berkembang menjadi bandar perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam.
Adapun faktor-faktornya ialah: (1) letaknya strategis dalam lalu lintas
perdagangan; (2) jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, sehingga para pedagang
Islam tidak lagi singgah di Malaka namun langsung menuju Banten; (3) Banten
mempunyai bahan ekspor penting yakni lada.Banten yang menjadi maju banyak
dikunjungi pedagang-pedagang dari Arab, Gujarat, Persia, Turki, Cina dan
sebagainya. Di kota dagang Banten segera terbentuk perkampungan-
perkampungan menurut asal bangsa itu, seperti orang-orang Arab mendirikan
Kampung Pakojan, orang Cina mendirikan Kampung Pacinan, orang-orang
Indonesia mendirikan Kampung Banda, Kampung Jawa dan sebagainya.

D. Kehidupan sosial dan budaya kerajaan Banten


Sejak Banten di-Islamkan oleh Fatahilah (Faletehan) tahun 1527,
kehidupan sosial masyarakat secara berangsur- angsur mulai berlandaskan
ajaran-ajaran Islam. Setelah Banten berhasil mengalahkan Pajajaran, pengaruh
Islam makin kuat di daerah pedalaman. Pendukung kerajaan Pajajaran
menyingkir ke pedalaman, yakni ke daerah Banten Selatan, mereka dikenal
sebagai Suku Badui. Kepercayaan mereka disebut Pasundan Kawitan yang
artinya Pasundan yang pertama. Mereka mempertahankan tradisi-tradisi lama
dan menolak pengaruh Islam

Kehidupan sosial masyarakat Banten semasa Sultan Ageng Tirtayasa


cukup baik, karena sultan memerhatikan kehidupan dan kesejahteran rakyatnya.
Namun setelah Sultan Ageng Tirtayasa meninggal, dan adanya campur tangan
Belanda dalam berbagai kehidupan sosial masyarakat berubah merosot tajam.
Seni budaya masyarakat ditemukan pada bangunan Masjid Agung Banten
(tumpang lima), dan bangunan gapura-gapura di Kaibon Banten. Di samping itu
juga bangunan istana yang dibangun oleh Jan Lukas Cardeel, orang Belanda,
pelarian dari Batavia yang telah menganut agama Islam. Susunan istananya
menyerupai istana raja di Eropa.

E. Kejayaan kerajaan Banten


Kesultanan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan Abu Fath Abdul Fatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan
Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan
internasional, sehingga perekonomian kesultanan itu maju pesat.Wilayah
kekuasaannya pun semakin meluas, meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak
direbut kesultanan Mataram dan serta wilayah yang sekarang menjadi Provinsi
Lampung.Kesultanan Banten mengadakan hubungan dengan negara-negara lain
melalui jalur laut. Pengiriman pejabat ke berbagai negara seringkali dilakukan
pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Inilah masa keemasan
Kesultanan Banten.Sultan Ageng Tirtayasa sempat mengirimkan dua orang
utusannya ke Inggris sebagai duta besar yang ditugasi juga membeli senjata.
Selain itu, sultan menggalang hubungan baik dengan Aceh, Makassar, India,
Mongol, Turki, dan Arab.Para penguasa Banten yang pergi ke Arab untuk
menunaikan haji dan ke Inggris untuk menunaikan tugas sebagai utusan,
menggunakan kapal milik pedagang Inggris.Sebagai sultan ke-6, Sultan Ageng
Tirtayasa, tegas menentang segala bentuk penjajahan bangsa asing atas
negaranya. Ia tidak pernah berkeinginan untuk berkompromi dengan Belanda.
Pada 1645 hubungan Banten dengan Belanda semakin panas.Pada 1656
pasukan Banten bergerilya di sekitar Batavia. Setahun kemudian, Belanda
menawarkan perjanjian damai. Lantaran perjanjian itu hanya menguntungkan
Belanda, sultan Banten menolaknya. Pada 1580 meletuslah perang besar antara
Banten dan Belanda.Perang itu berakhir pada 10 Juli 1659 dengan ditandai
penandatanganan perjanjian gencatan senjata.

F. Runtuhnya kerajaan Banten


Seperti yang telah kita ketahui, setelah masa pemerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa berakhir, banyak terjadi konflik di dalam kerajaan.Hal ini disebabkan
karena perlawanan oleh sultan kepada pihak penjajah yang tidak disetujui oleh
Sultan Haji. Dan celah tersebut dimanfaatkan oleh pihak VOC untuk mengadu
domba atau devide et impera.Kemudian dengan lihainya VOC memutuskan
untuk membela pihak Sultan Haji untuk melawan Sultan Ageng Tirtayasa.Tak
hanya sampai situ, VOC juga ikut campur tangan dalam menyukseskan
pemimpin di wilayah Banten serta memastikan bahwa raja yang terpilih nantinya
adalah raja yang lemah serta tidak akan menjadi potensi kubu perlawanan bagi
mereka di kemudian hari.Tepat di tahun 1680, perselisihan diantara raja semakin
tak bisa dihindari. Sehingga VOC melancarkan aksinya dengan dalih membantu
Sultan Haji untuk mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa.Perang dinginpun
semakin menjadi sehingga menjadi salah satu penyebab utama keruntuhan
Kerajaan Banten.

G. Peninggalan kerajaan Banten


1. Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten adalah salah satu peninggalan bersejarah dari
Kerajaan Banten yang hingga kini masih dapat kita jumpai.Didirikan pada tahun
1652 di masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanudin, masjid ini terletak di
Desa Banten Lama, 10 km utara Kota Serang.Mempunyai corak yang unik dan
memiliki nilai historis yang tinggi menjadikan masjid ini ramai dikunjungi oleh
para wisatawan.

2. Istana Keraton Kaibon Banten


Istana Keraton Kaibon Banten merupakan tempat tinggal dari ibunda
Sultan Syaifudin yang bernama Ratu Aisyah.Namun di tahun 1832, Banten
mengalami bentrok dengan Belanda yang saat itu dipimpin oleh Daendels,
sehingga meruntuhkan bangunan tersebut. Jadi, untuk saat ini kita hanya dapat
melihat reruntuhannya saja.

3.Istana Keraton Surosowan Banten


Istana yang satu ini merupakan tempat tinggal para sultan Kerajaan
Banten yang sekaligus menjadi pusat kepemerintahan.Namun nasibnya sama
dengan istana Keraton Kaibon, hanya tersisa kepingan reruntuhannya saja yang
bisa kita jumpai hingga sekarang.
4. Benteng Speelwijk
Tembek setinggi 3 meter ini merupakan bukti bahwa Kerjaan Banten
merupakan poros utama maritim nusantara di masa silam.Di bangun pada tahun
1585, selain digunakan sebagai benteng pertahanan, bangunan ini juga
digunakan sebagai tempat untuk mengawasi aktifitas pelayaran di sekitar Selat
Sunda.Di dalam benteng ini terdapat beberapa meriam kuni serta sebuah
terowongan yang menghubungkan benteng dan keraton Surosowan.

5. Danau Tasikardi
Danau Tasikardi dibuat pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf
yang memiliki luas 5 hektar dan telah dilapisi dengan ubin dan batu bata.Fungsi
dari danau ini pada saat itu sebagai sumber utama pasokan air bagi keluarga
kerajaan yang tinggal di istana Kaibon dan juga sebagai irigasi untuk
persawahan di sekitar Banten.Namun sekarang, luas danau tersebut telah
mengalami penyusutan karena lapisan batu bata di dasarnya telah tertimbuh
tanah sedimen yang terbawa arus sungai.

6. Vihara Avalokitesvara
Meskipun kita ketahui bahwa kerajaan Banten bernuansa islam, namun
toleransi yang tercipta di kerajaan itu sangatlah tinggi.Di buktikan oleh vihara
yang bernama Avalokitesvara sebagai tempat ibadah umat Budha.Dan sampai
sekarang, vihara ini masih berdiri dengan kokoh.Ada keunikan dari vihara yang
satu ini, pada bagian temboknya terdapat relief yang mengisahkan siluman ular
putih yang melegenda kala itu.

7. Meriam Ki Amuk
Meriam ini terdapat di dalam bangunan benteng Speelwijk. Di namai Ki
Amuk sebab daya ledak dari meriam ini sangatlah tinggi serta jarak
tembakannya sangatlah jauh.Konon katanya, meriam ini merupakan hasil
rampasan dari pemerintahan kolonial Belanda pada saat terjadinya
perang.Meriam ini merupakan meriam yang paling besar dan unik yang ada di
benteng Speelwijk.

8. Peninggalan Lainnya
Selain peninggalan bersejarah dari Kerjaan Banten di atas, terdapat pula
peninggalan lainnya seperti mahkota binokasih, keris panunggul naga, dan keris
naga sasra yang hingga kini tersimpan dengan baik di dalam Museum Kota
Banten.
Kerajaan Demak

A. Nama-nama raja pada kerajaan Demak


1. Raden Patah (1478 sampai 1518 M)
2. Patih Unus (1518 sampai 1521 M)
3. Sultan Trenggana (1521 sampai 1546 M)
4. Sunan Prawoto (1546 sampai 1549 M)
5. Arya Penangsang (1549 sampai 1554 M)

B. Kehidupan politik
Kerajaan Demak berdiri kira-kira tahun 1478. Hal itu didasarkan pada saat
jatuhnya Majapahit yang diperintah oleh Prabu Kertabumi (Brawijaya V) dengan
ditandai candrasengkala, sirna ilang kertaning bumi (artinya tahun 1400 Saka
atau tahun 1478 Masehi). Para wali kemudian sepakat untuk menobatkan Raden
Patah menjadi raja di Kerajaan Demak dengan gelar Senapati Jimbung
Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Untuk jabatan
patih diangkat Ki Wanapala dengan gelar MangkuratKerajaan Demak
berkembang menjadi kerajaan besar, di bawah kepemimpinan Raden Patah
(1481-1518). Negeri-negeri di pantai utara Jawa yang sudah menganut Islam
mengakui kedaulatan Demak. Bahkan Kekuasaan Demak meluas ke Sukadana
(Kalimantan Selatan), Palembang, dan Jambi. Pada tahun 1512 dan 1513, di
bawah pimpinan putranya yang bernama Adipati Unus, Demak dengan kekuatan
90 buah jung dan 12.000 tentara berusaha membebaskan Malaka dari
kekuasaan Portugis dan menguasai perdagangan di Selat Malaka. Karena
pernah menyerang ke Malaka Adipati Unus diberi gelar Pangeran Sabrang Lor
(Pangeran yang pernah menyeberang ke utara).

Setelah Raden Patah wafat pada tahun 1518 M, Kerajaan Demak


dipimpin oleh Adipati Unus (1518-1521). Ia menjadi Sultan Demak selama tiga
tahun. Kemudian ia digantikan oleh adiknya yang bernama Sultan Trenggana
(1521- 1546) melalui perebutan takhta dengan Pangeran Sekar Sedo Lepen.
Untuk memperluas daerah kekuasaannya, Sultan Trenggana menikahkan putra-
putrinya, antara lain dinikahkan dengan Pangeran Hadiri dari Kalinyamat
(Jepara) dan Pangeran Adiwijaya dari Pajang. Sultan Trenggana berhasil
meluaskan kekuasaannya ke daerah pedalaman. Ia berhasil menaklukkan Daha
(Kediri), Madiun, dan Pasuruan. Pada saat melancarkan ekspedisi melawan
Panarukan, Sultan Trenggana terbunuh. Pada masa Sultan Trenggana, wilayah
kekuasaan Kerajaan Demak sangat luas meliputi Banten, Jayakarta, Cirebon
(Jawa Barat), Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur.Wafatnya Sultan
Trenggana (1546) menyebabkan kemunduran Kerajaan Demak. Terjadi
perebutan kekuasaan antara Pangeran Prawato (putra Sultan Trenggana)
dengan Aria Panangsang (keturunan Sekar Sedo Lepen (adik Sultan
Trenggana)). Dalam perebutan kekuasaan itu, Aria Panangsang membunuh
Pangeran Prawoto dan putranya, Pangeran Hadiri. Ratu Kalinyamat dan Aria
Pangiri memohon bantuan kepada Adiwijaya di Pajang. Dalam pertempuran itu,
Adiwijaya berhasil membunuh Aria Panangsang. Setelah itu, Adiwijaya
memindahkan ibu kota Kerajaan Demak ke Pajang pada tahun 1568. Peristiwa
ini menjadi akhir dari Kerajaan Demak.

C. Kehidupan ekonomi
Perekonomian Demak berkembang ke arah perdagangan maritim dan
agraria. Ambisi Kerajaan Demak menjadi negara maritim diwujudkan dengan
upayanya merebut Malaka dari tangan Portugis, namun upaya ini ternyata tidak
berhasil. Perdagangan antara Demak dengan pelabuhan-pelabuhan lain di
Nusantara cukup ramai, Demak berfungsi sebagai pelabuhan transito
(penghubung) daerah penghasil rempah-rempah dan memiliki sumber
penghasilan pertanian yang cukup besar.Demak dalam bidang ekonomi,
berperan penting karena mempunyai daerah pertanian yang cukup luas dan
sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Selain itu, perdagangannya
juga maju. Komoditas yang diekspor, antara lain beras, madu, dan lilin. Barang
tersebut diekspor ke Malaka melalui Pelabuhan Jepara. Dengan demikian,
kehidupan ekonomi masyarakat berkembang lebih baik.Sebagai negara maritim,
Demak menjalankan fungsinya sebagai penghubung atau transito antara daerah
penghasil rempah-rempah di bagian timur dengan Malaka, dan dari Malaka
kemudian dibawa para pedagang menuju kawasan Barat. Berkembangnya
perekonomian Demak di samping faktor dunia kemaritiman, juga faktor
perdagangan hasil-hasil pertanian.

D. Kehidupan sosial dan budaya


Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak telah berjalan teratur.
Pemerintahan diatur dengan hukum Islam. Akan tetapi, norma-norma atau
tradisi-tradisi lama tidak ditinggalkan begitu saja.Hasil kebudayaan Kerajaan
Demak merupakan kebudayaan yang berkaitan dengan Islam. Hasil
kebudayaannya yang cukup terkenal dan sampai sekarang masih tetap berdiri
adalah Masjid Agung Demak. Masjid itu merupakan lambang kebesaran Demak
sebagai kerajaan Islam. Masjid Agung Demak selain kaya dengan ukir-ukiran
bercirikan Islam juga memiliki keistimewaan, yaitu salah satu tiangnya dibuat dari
kumpulan sisa-sisa kayu bekas pembangunan masjid itu sendiri yang disatukan
(tatal).Selain Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga salah seorang dari Wali
Sanga juga meletakkan dasar-dasar perayaan Sekaten pada masa Kerajaan
Demak. Perayaan itu digunakan oleh Sunan Kalijaga untuk menarik minat
masyarakat agar masuk Islam. Sekaten ini kemudian menjadi tradisi atau
kebudayaan yang terus dipelihara sampai sekarang.

E. Kejayaan kerajaan Demak


Titik awal kejayaan Demak sebenarnya dimulai  dari peristiwa ditaklukannya
Majapahit oleh Demak, sebab dari peristiwa penaklukan itu pada nyatanya
membuat mata kerajaan-kerajaan di Nusantara menjadi tertunduk memandang
kekuatan Demak, setalah peristiwa itu pula juga negara-negara bawahan
Majapahit yang tersebar di Nusantara secara otomatis menjadi bawahan
Demak. 

Luasnya kekuasaan Majapahit yang diwarisi oleh kerajaan Demak ini rupanya
dimanfaatkan benar-benar oleh Demak, Demak memanfaatkan upeti yang
didapat dari kerajaan-kerajaan Bawahannya untuk memperkuat armada
tempurnya, kekuatan tempur Demak tercatat pada peristiwa pengiriman Ribuan
tentara disertai beberapa puluh Kapal perang Demak ke Malaka untuk
menyerang Portugis dan peristiwa penyerangan Demak ke Galuh, Sunda Kelapa
dan Banten bersama sekutunya kerajaan Cirebon. 

Selain itu juga kekayaan Demak yang dihasilkan dari penerimaan upeti dari
kerajaan-kerajaan bawahanya ternyata digunakan juga untuk membiyayai
ongkos penyebaran agama Islam. Bahkan saking seriusnya Demak membuat
semacam tim Pendakwah yang ditugaskan Khusus untuk menyebarkan Islam
dipulau Jawa yang diketuai oleh Wali 9, dan benar saja ternyata pada
kemudianya seluruh Jawa dapat di Islamkan oleh Demak melalui kiprah tim
pendakwah yang diketuai para wali 9 itu. Masa inilah yang disebut sebagai masa
Kejayaan Kerajaan  Demak, yaitu ketika Demak diperintah oleh Sultan ke I
hingga Sultan ke III (Fatahillah, Pati Unus dan Sultan Trenggana), dari mulai
tahun 1475 sampai dengan 1546 masehi.

F. Runtuhnya kerajaan Demak


Sultan Trenggono/ Tranggana, saudara Adipati Unus. Dia memerintah
tahun 1512-1546. Tatkala memerintah, kerajaan telah diperluas ke barat dan ke
hulu Sungai Brantas atau pada saat ini dikenal dengan kota Malang. Sebagai
lambang kebesaran Islam, Masjid Demak pun dibangun kembali.Adapun orang-
orang Portugis di Malaka, dirasanaya sebagai ancaman dan bahaya.Untuk
menggempur langsung dia belum sanggup. Namun demikian, dia berusaha
perluasan daerah-daerah yang dikuasai oleh Portugis yang telah berhasil
menguasai pula daerah pase di Sumatra Utara. Seorang ulam terkemuka dari
pase Fattahilah yang sempat melarikan diri dari kepungan orang Portugis, di
terima oleh Trenggono.Ternyata Fattahilah dapat menghalangi kemajuan orang-
orang Portugis dengan merebut kunci-kunci perdagangan Kerajaan Pejajaran di
Jawa Barat yang belum masuk Islam, yaitu Banten dan Cirebon. Sementara itu,
Trenggono sendiri berhasil menaklukan Mataram dipedalaman Jawa Tengah dan
juga Singasari Jawa Timur bagian selatan. Pasuruan dan Panukuan dapat
bertahan, sedangkan Blambangan menjadi bagian Kerajaan Bali yang tetap
Hindu. Dalam usahanya untuk menyerang Pasuruan pada tahun 1546,
Trenggono Wafat. Dengan wafatnya Sultan Trenggono, timbulah pertengkaran
yang maha hebat di Demak tentang siapa yang menggantikannya.

Setelah Sultan Trenggono wafat muncul kekacauan dan pertempuran


antara para calon pengganti Raja. Konon, ibukota Demak pun hancur karenanya.
Para calon pengganti raja yang bertikai itu adalah anak Trenggono, Sunan
Prawoto dan Arya Penangsang anak dari Pangeran Sekar Ing Seda Lepen, adik
tiri sultan trenggono yang dibunuh oleh Sunan Prawoto ketika membantu
ayahnya merebut tahta Demak. Arya penangsang dengan dukungan dari
gurunya Sunan Kudus untuk merebut takhta Demak, mengirim anak buahnya
yang bernama Rangkud untuk membalas kematian ayahnya.

Pada tahun 1549 menurut Babad Tanah Jawi, pada suatu malam
Rangkud berhasil menyusup ke dalam kamar tidur Sunan Prawoto. Sunan
mengakui kesalahannya telah membunuh Pangeran Seda Lepen. Ia rela
dihukum mati asalkan keluarganya diampuni. Menurut Babad Tanah Jawi, pada
suatu malam Rangkud berhasil menyusup ke dalam kamar tidur Sunan Prawoto.
Sunan mengakui kesalahannya telah membunuh Pangeran Seda Lepen. Ia rela
dihukum mati asalkan keluarganya diampuni Rangkud setuju. Ia lalu menikam
dada Sunan Prawoto yang pasrah tanpa perlawanan sampai tembus. Ternyata
istri Sunan sedang berlindung di balik punggungnya. Akibatnya ia pun tewas
pula. Melihat istrinya meninggal, Sunan Prawoto marah dan sempat membunuh
Rangkud dengan sisa-sisa tenaganya.Arya Penangsang juga membunuh adipati
Jepara yang sangat besar pengaruhnya, istri adipati Jepara, Ratu Kalinyamat
mengangakat senjata dan dibantu oleh adipati yang lain untuk melawan Arya
Penangsang. Salah satunya adalah Hadiwijaya ( Jaka Tingkir ), menantu Sultan
Trenggono yang berkuasa di Pajang ( Boyolali ). Akhirnya, Joko Tingkir dapat
membuuh Arya Penangsang. Pada tahun 1586, Keraton Demak pun dipindah ke
Pajang.

G. Peninggalan kerajaan Demak

1. Masjid Agung Demak


Peninggalan Kerajaan Demak yang paling dikenal tentu adalah Masjid
Agung Demak. Bangunan yang didirikan oleh Walisongo pada tahun 1479 ini
masih berdiri kokoh hingga saat ini meski sudah mengalami beberapa renovasi.
Bangunan ini juga menjadi salah satu bukti bahwa kerajaan Demak pada masa
silam telah menjadi pusat pengajaran dan penyebaran Islam di Jawa. Jika Anda
tertarik untuk melihat keunikan arsitektur dan nilai-nilai filosofisnya , datanglah ke
masjid ini. Letaknya berada di Desa Kauman, Demak – Jawa Tengah.

2. Pintu Bledek
Dalam bahasa Indonesia, Bledek berarti petir, oleh karena itu, pintu
bledek bisa diartikan sebagai pintu petir. Pintu ini dibuat oleh Ki Ageng Selo pada
tahun 1466 dan menjadi pintu utama dari Masjid Agung Demak. Berdasarkan
cerita yang beredar, pintu ini dinamai pintu bledek tak lain karena Ki Ageng Selo
memang membuatnya dari petir yang menyambar. Saat ini, pintu bledek sudah
tak lagi digunakan sebagai pintu masjid. Pintu bledek dimuseumkan karena
sudah mulai lapuk dan tua. Ia menjadi koleksi peninggalan Kerajaan Demak dan
kini disimpan di dalam Masjid Agung Demak.

3. Soko Tatal dan Soko Guru


Soko Guru adalah tiang berdiameter mencapai 1 meter yang berfungsi
sebagai penyangga tegak kokohnya bangunan Masjid Demak. Ada 4 buah soko
guru yang digunakan masjid ini, dan berdasarkan cerita semua soko guru
tersebut dibuat oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Sang Sunan mendapat tugas untuk
membuat semua tiang tersebut sendiri, hanya saja saat ia baru membuat 3 buah
tiang setelah masjid siap berdiri. Sunan Kalijaga dengan sangat terpaksa
kemudian menyambungkan semua tatal atau potongan-potongan kayu sisa
pembuatan 3 soko guru dengan kekuatan spiritualnya dan mengubahnya
menjadi soko tatal alias soko guru yang terbuat dari tatal.

4. Bedug dan Kentongan


Bedug dan kentongan yang terdapat di Masjid Agung Demak juga
merupakan peninggalan Kerajaan Demak yang bersejarah dan tak boleh
dilupakan. Kedua alat ini digunakan pada masa silam sebagai alat untuk
memanggil masyarakat sekitar mesjid agar segera datang melaksanakan sholat
5 waktu setelah adzan dikumandangkan. Kentongan berbentuk menyerupai tapal
kuda memiliki filosofi bahwa jika kentongan tersebut dipukul, maka warga sekitar
harus segera datang untuk melaksanakan sholat 5 waktu secepat orang naik
kuda.

5. Situs Kolam Wudlu


Situs kolam wudlu dibuat seiring berdirinya bangunan Masjid Demak.
Situs ini dahulunya digunakan sebagai tempat berwudlu para santri atau
musyafir yang berkunjung ke Masjid untuk melaksanakan sholat. Namun, saat ini
situs tersebut sudah tidak digunakan lagi untuk berwudlu dan hanya boleh dilihat
sebagai benda peninggalan sejarah.

6. Maksurah Maksurah
adalah dinding berukir kaligrafi tulisan Arab yang menghiasi bangunan
Masjid Demak. Maksurah tersebut dibuat sekitar tahun 1866 Masehi, tepatnya
pada saat Aryo Purbaningrat menjabat sebagai Adipati Demak. Adapun tulisan
dalam kaligrafi tersebut bermakna tentang ke-Esa-an Alloh.

7. Dampar Kencana
Dampar kencana adalah singgasana para Sultan yang kemudian dialih
fungsikan sebagai mimbar khutbah di Masjid Agung Demak. Peninggalan
Kerajaan Demak yang satu ini hingga kini masih terawat rapi di dalam tempat
penyimpanannya di Masjid Demak.

8. Piring Campa
Piring Camapa adalah piring pemberian seorang putri dari Campa yang
tak lain adalah ibu dari Raden Patah. Piring ini jumlahnya ada 65 buah. Sebagian
dipasang sebagai hiasan di dinding masjid, sedangkan sebagian lain dipasang di
tempat imam.

KERAJAAN MATARAM ISLAM

a. Nama-nama raja kerjaan mataram islam


1. Ki ageng pamanahan (1556)
2. Penembahan senepati (1564-1601)
3. Raden mas jolang (1601-1613)
4. Raden mas rangsang (1613-1645)
5. Amangkurat I (1645-1677).
6. Amangkurat II (1677-1703)

b. Kehidupan politik
Setelah berhasil dlm memindahkan pusat dr kerajaan Pajang menuju
Mataram, Sutawijaya kemudian dinobatkan untuk menjadi Raja Mataram. Ia
kemudian memiliki gelar sebagai Panembahan Senapati Ing Alaga Sayidin
Panatagama atau yg dikenal sebagai Panembahan Senapati. Dia kemudian
memerintah di Kerajaan Mataram yg dimulai pd tahun 1586. Di bawah
kepemimpinannya, ternyata banyak terjadi sebuah pemberontakan yg ada di
pesisir pantai utara jawa.

Terdapat beberapa daerah yg menentang upaya Senapati didlm memperluas


wilayah kekuasaannya. Hal tesebut disebabkan Panembahan Senapati
melaksanakan perluasan kekuasaannya sampai ke Surabaya, Madiun,
Pasuruan, Ponorogo, Blambangan, Panarukan, Galuh dan Cirebon. Meskipun
dgn susah payahnya, Panembahan terus melakukan usaha dlm menundukkan
bupati-bupati yg selalu berniat untuk menentangnya. Kemudian pd tahun 1595,
Daerah Galuh dan Cirebon yg ada di Jawa Barat mampu dikalahkan oleh
Kerajaan Mataram Islam. Sehingga pd akhir dr masa kepemimpinan
Panembahan Senapati, Mataram berhasil dlm meletakkan landasan
kekuasaanya yg dimulai dr Pasuruan yg ada di Jawa Timur sampai ke Galuh yg
ada di Jawa Barat.

c. Kehidupan ekonomi

Letak kerajaan mataram Islam berada dlm pedlman Jawa, pd kehidupan


perekonomian dr kerajaan Mataram Islam itu banyak bertumpu dr adanya sektor
pertanian. Adapun basis pertanian tersebut berada di Jawa bagian tengah dgn
memiliki komoditas utama yaitu beras. Di abad ke-17, Mataram ialah pengekspor
beras yg terbesar yg ada dinusantara. Selain untuk mengandalkan sektor
pertanian, Kerajaan Mataram juga berhasil dlm menguasai bidang perdagangan
dgn memiliki komoditas yg utama palawija dan beras.

Adapun ciri kehidupan dr kerajaan Mataram islam ialah menganut sistem


feodal yg berdasar atas sistem agraris. Para bangsawan dan pejabat diberikan
imbalan berupa tanah lungguh yg dijadikan sebagai sumber ekonomi. Untuk
selanjutnya, tanah lungguh tersebut kemudian digarap oleh para penduduk yg
berniat menyerahkan sebagian dr hasil pertaniannya untuk penguasa sebagai
sebuah imbalan. Adapun ikatan antara rakyat dan bangsawan disebut sebagai
sistem patron-klien.

d. Kehidupan sosial-budaya

Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik
berdasarkan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja.
Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang
kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang
keagamaan terdapat penghulu, khotib, naid, dan surantana yang bertugas
memimpin upacara-upacara keagamaan. Di bidang pengadilan,dalam istana
terdapat jabatan jaksa yang bertugas menjalankan pengadilan istana. Untuk
menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan, diciptakan peraturan yang
dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi oleh seluruh penduduk

Kehidupan Kebudayaan
Berbeda halnya dgn kerajaan Islam yg memiliki corak maritim, Kerajaan
Mataram Islam lebih pd corak agraris denga mempunyai ciri feodal. Raja ialah
pemiliki seluruh tanah yg ada di kerajaan beserta segala isinya. Sultan juga
memiliki peran dlm panatagama atau pengatur dlm kehidupan agama Islam
untuk masyarakatnya. Pd kehidupan budaya di masa Kerajaan Mataram
kemudian berkembang sangat pesat baik dlm bidang seni sastra maupun ukir,
Lukis, dan bangunan.

Pd masa kepemimpinan Sultan Agung telah terjadi perhitungan Jawa Hindu atau
Saka menjadi penanggalan Islam atau Hijriah. Pd perhitungan tahun Islam
tersebut berdasar dr adanya peredaran bulan dan telah dimulai sejak tahun
1633. Selain itu, Sultan Agung juga telah menyusun karya sastra yg sangat
terkenal disebut sebagai kitab sastra Gending dan menyusun adanya kitab
undang-undang baru yg telah menjadi panduan yg berasal dr hukum Islam dgn
Hukum Adat Jawa yg dikenal sebagai Hukum Surya Alam.

e. Kejayaan kerajaan maaram islam

Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya pada jaman Sultan Agung


Hanyokrokusumo (1613-1646). Daerah kekuasaannya mencakup Pulau Jawa
(kecuali Banten dan Batavia), Pulau Madura, dan daerah Sukadana di
Kalimantan Barat. Pada waktu itu, Batavia dikuasai VOC (Vereenigde Oost
Indische Compagnie ) Belanda.Kekuatan militer Mataram sangat besar.
Sultan Agung yang sangat anti kolonialisme itumenyerang VOC di Batavia
sebanyak dua kali (1628 dan 1629). Menurut Moejanto sepertiyang dikutip
oleh Purwadi (2007), Sultan Agung memakai konsep politik keagungbinataran
yang berarti bahwa kerajaan Mataram harus berupa ketunggalan, utuh, bulat,
tidak tersaingi,dan tidak terbagi-bagi.

f. Runtuhnya kerajaan mataram islam

Kemunduran Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung


merebut Batavia dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda. Setelah
kekalahan itu, kehidupan ekonomi rakyat tidak terurus karena sebagian
rakyat dikerahkan untuk berperang. Rasa permusuhan Wangsa Sailendra
terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika Wangsa Isana berkuasa.
Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang
menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah Anjukladang (sekarang
Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh pihak Mpu Sindok.
g. Peninggalan kerajaan mataram islam

1. Puing – puing candi Hindu dan Budha di aliran Sungai Opak serta aliran

sungai Progo

2. Batu Datar yang berada di Lipura letaknya tidak jauh di barat daya kota

Yogyakarta

3. Pakaian Kiai Gundil atau yang lebih dikenal dengan Kiai Antakusuma

4. Masjid Agung Negara yang dibangun pada tahun 1763 oleh PB III.

5. Masjid Jami Pakuncen yang didirikan oleh sunan Amangkurat I

6. Gapura Makam Kota Gede,yang merupakan perpaduan

dari corak hindu dan islam.

7. Masjid yang berada di Makam Kota Gede.

8. Bangsal Duda

9. Rumah Kalang

10. Makam dari Raja- Raja Mataram yang berlokasi diImogiri.

KERAJAAN GOWA DAN TALLO

a. Nama-nama raja pada kerajaan gowa dan tallo

 Raja yang pernah memimpin Kerajaan Gowa:

1. Tumanurung Bainea (±1300)


2. Tumassalangga Baraya
3. Puang Loe Lembang
4. I Tuniatabanri
5. Karampang ri Gowa
6. Tunatangka Lopi (±1400)
7. Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
8. Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
9. Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad ke-16)
10. I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng
(1546-1565)
11. I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
12. I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-
1590)
13. I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593)
14. I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I Tuminanga ri Gaukanna;
Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni1639, merupakan
penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam
15. I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid
Tuminanga ri Papang Batuna; Lahir 11 Desember1605, berkuasa mulai
tahun 1639 hingga wafatnya 6 November1653
16. I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan
Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana; Lahir tanggal 12 Januari1631,
berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni1670
17. I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu';
Lahir 31 Maret1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7
Mei1681
18. Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara; Lahir 29
November1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15
Agustus1681
19. I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil
Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709)
20. La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-
1711)
21. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
22. I Manrabbia Sultan Najamuddin
23. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi; Menjabat untuk kedua
kalinya pada tahun 1735
24. I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
25. I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
26. Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka)
(1747-1795)
27. I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang
(1767-1769)
28. I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri
Mattanging (1770-1778)
29. I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
30. I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri
Katangka (1816-1825)
31. La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
32. I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid
Tuminanga ri Kakuasanna (1826 - wafat 30 Januari1893)
33. I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri
Kalabbiranna (1893 - wafat 18 Mei1895)
34. I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain
Tuminang ri Bundu'na; Memerintah sejak tanggal 18 Mei1895, dimahkotai
di Makassar pada tanggal 5 Desember1895, ia melakukan perlawanan
terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19 Oktober1905 dan diberhentikan
dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April1906, kemudian
meninggal akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada tanggal 25
Desember1906.
35. I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad
Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)
36. Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul
Kadir Aidudin (1946-1978) sekaligus menjadi Kepala Daerah TK II Gowa
(bupati Gowa) pertama dan mendeklarasikan diri sebagai Raja Gowa
terakhir setelah Kerajaan Gowa dinyatakan bergabung dengan NKRIa

Raja yang pernah memimpin kerajaan Tallo:

Pertengahan
Karaeng Loe ri Sero, Tuniawanga ri Anak Tunatangkalopi Raja
1 s.d. akhir abad
Sero Gowa ke-6
ke-15

Akhir abad ke-


2 Karaeng Tunilabu ri Suriwa Anak raja sebelumnya
15 - 1500-an

I Mangayoangberang Karaeng Pasi' 1500-an -


3 Anak raja sebelumnya
gelar anumerta Karaeng Tunipasuru 1540/43

I Mappatakakatana Daeng Padulu',


Anak raja sebelumnya,
Karaeng Pattingalloang, gelar
4 1540/43 - 1576 perdana menteri pertama
anumerta "Tumenanga ri
Kerajaan Gowa-Tallo
Makkoayang"

I Sambo Daeng Niasseng Karaeng


5 1576-1593 Anak raja sebelumnya
Pattingalloang Karaeng Bainea

I Mallingkaan Daeng Mannyonri,


Anak raja ke-4,
Karaeng Matoayya, "Sultan Abdullah
6 1593–1623 raja muslim pertama
Awalul Islam", gelar anumerta
Kesultanan Makassar
"Tumenanga ri Agamana"

7 I Manginyarrang Daeng Makkio, 1623–1641 Anak raja sebelumnya,


Karaeng Kanjilo, "Sultan Abdul Jafar pernah menyerang Timor
Muzaffar", Tumammalinga ri Timoro,
gelar anumerta "Tumenanga ri Tallo"

I Mangadacinna I Daeng Baqle,


Karaeng Pattingalloang, "Sultan
8 1641-1654 Saudara raja sebelumnya
Mahmud", gelar anumerta
"Tumenanga ri Bontobiraeng"

I Mappaiyo Daeng Mannyauru',


9 "Sultan Harun Al Rasyid", gelar 1654-1673 Anak raja ke-7
anumerta "Tumenanga ri Lampana"

I Mappincara Daeng Mattinri,


Karaeng Kanjilo, "Sultan Abdul
10 1673–1709 Anak raja sebelumnya
Qadir", gelar anumerta "Tumenanga
ri Pasi'"

I Mappau'rangi Daeng Mannuntungi,


11 Karaeng Boddia, "Sultan Sirajuddin", 1709–1714 Anak raja sebelumnya
gelar anumerta "Tumenanga ri Tallo"

I Manrabbia Daeng Ma'nassa,


Karaeng Kanjilo, "Sultan Anak raja sebelumnya,
12 1714–1729
Najamuddin", gelar anumerta meninggal di Jawa
"Tumenanga ri Jawayya"

I Makkasu’mang Daeng Mattalik,


Karaeng Lempangang, "Sultan
13 1739–1760 Saudara raja sebelumnya
Syafiuddin", gelar anumerta
"Tumenanga ri Butta Labbiri'na"

b. Kehidupan politik

Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan Datuk Robandang/Dato’


Ri Bandang dari Sumatera, hingga pada abad 17 Islam berkembang pesat di
Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar memeluk agama Islam. Raja Makasar
yang pertama memeluk Islam yaitu Sultan Alaudin. Sejak pemerintahan Sultan
Alaudin kerajaan Makasar berkembang menjadi kerajaan maritim dan
berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad Said (1639 –
1653).

Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin


pasukannya untuk menggempur pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya
kedudukan Belanda terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin maka
Belanda memberikan julukan sebagai Ayam Jantan dari Timur.

Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar adalah


dengan cara melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan
Bone . Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar
mengadakan persetujuan kepada VOC melepaskan diri dari kekuasaan
Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk
menghancurkan Makasar.

Akibat persekutuan itu akhirnya Belanda bisa menguasai ibukota kerajaan


Makasar. Dan dengan terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui
kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya
tentu sangat merugikan kerajaan Makasar.

Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:

 VOC mendapat hak monopoli perdagangan di Makasar.


 Belanda bisa mendirikan benteng di Makasar.
 Makasar wajib melepaskan daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau
di luar Makasar.
 Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.

Walaupun perjanjian sudah diadakan, perlawanan Makasar kepada


Belanda tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu
Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda.
Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan
pasukannya besar-besaran. Akhirnya Belanda bisa menguasai sepenuhnya
kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.

c. Kehidupan ekonomi

Makassar tumbuh menjadi pelabuhan yang ramai karena letaknya di


tengahtengah antara Maluku, Jawa, Kalimantan, Sumatra, dan Malaka.
Pertumbuhan Makassar makin cepat setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis
(1511), sedangkan Maluku dikuasai oleh Portugis dan Belanda. Banyak
pedagang dari Malaka, Aceh, dan Maluku yang pindah ke Makassar. Para
pedagang Makassar membawa beras dan gula dari Jawa dan daerah Makassar
sendiri ke Maluku yang ditukarkan dengan rempah-rempah. Rempah-rempah itu
lalu dijual ke Malaka dan pulangnya membawa dagangan, seperti kain dari India,
sutra dan tembikar dari Cina, serta berlian dari Banjar.
Untuk menunjang Makasar sebagai pelabuhan transito dan untuk
mencukupi kebutuhannya, maka kerajaan ini menguasai daerah-daerah
sekitarnya. Di sebelah timur ditaklukanlah Kerajaan Bone; sedangan untuk
memperlancar dan memperluas jalan perdagangan, Makasar mengusai daerah-
daerah selatan, seperti pulau Selayar, Buton demikian juga Lombok dan
Sumbawa di Nusa Tenggara Barat. Dengan demikian jalan perdagangan waktu
musim Barat yang melalui sebelah Utara kepulauan Nusa Tenggara dan jalan
perdagangan waktu musim Timur yang melalui sebelah selatan dapat
dikuasainya.

Makasar berkembang sebagai pelabuhan Internasional, sehingga banyak


pedagang Asing seperti Portugis, Inggris, dan Denmark berdagang di Makasar.
Dengan jenis perahu-perahunya seperti Pinisi dan Lambo, pedagang-pedagang
Makasar memegang peranan penting dalam perdagangan di Indonesia. Hal ini
menyebabkan mereka berhadapan dengan Belanda yang menimbulkan
beberapa kali peperangan. Pihak Belanda yang merasa berkuasa atas Maluku
sebagai sumber rempah-rempah, menganggap Makasar sebagai pelabuhan
gelap; sebab di Makasar diperjualbelikan rempah-rempah yang berasal dari
Maluku.

Untuk mengatur pelayaran dan perniagaan dalam wilayahnya disusunlah hukum


niaga dan perniagaan yang disebut Ade Allopioping Bicarance Pabbalu'e dan
sebuah naskah lontar karya Amanna Gappa.

d. Kehidupan sosial-budaya

Sudah sejak lama suku bangsa Bugis dikenal sebagai bangsa pelaut yang
ulung. Salah satu hasil budayanya yang mengagumkan adalah perahu  pinisi.
Dengan menggunakan perahu itu, mereka mengarungi lautan lepas dan
membangun jaringan pelayaran dan perdagangan antarpulau bahkan
antarkawasan. Para penguasa Gowa sudah sejak lama menerapkan prinsip
mare liberum atau laut bebas. Meskipun begitu, mereka sangat terikat dengan
dengan norma adat yang ketat. Norma yang dianut masyarakat Makassar biasa
disebut pangadakkang  bersumber dari ajaran agama Islam. Bahkan hingga kini,
masyarakat Makassar terkenal dengan penghormatannya yang kuat pada
norma-norma adat. Struktur sosial masyarakat Makassar meliputi golongan
bangsawan yang disebut  karaeng, rakyat kebanyakan yang disebut  to
maradeka dan hamba sahaya yang disebut  ata.

e. Kejayaan kerajaan gowa dam tallo

Pusat Kerajaan Gowa-Tallo terletak di Sambaopu, Makassar, Sulawesi


Selatan. Gowa merupakan kerajaan Maritim yang kuat dan memiliki armada
kapal perang yang gagah perkasa dan benteng-benteng yang kokoh. Raja
Gowa yang bernama Sultan Alauddin mengajak raja-raja Bone,Soppeng, dan
Wajo untuk memeluk agama islam. Pada tahun 1638 Sultan Alauddin wafat.
Digantikan oleh Sultan Hassanudin Kerjaan Gowa berhasil mencapai puncak
kejayaannya. Sumber kemakmuran rakyat adalah dari perdagangan rempah-
rempah. Tetapi kemakmuran rakyat diganggu oleh Belanda yang berusaha
untuk memonopoli perdagangan dan menguasai perairan Nusantara. Sultan
Hassanudin dengan gagah dengan gagah berani melawan usaha monopoli
Belanda.Dengan kegigihannya itu Sultan Hassanudin dijuluki De Haan van de
Oosten "Ayam Jantan dari Timur". Sultan Hassanudin memerintah sejak
tahun 1653-1669. 

f. Runtuhnya kerajaan gowa dan tallo

Sebab runtuhnya kerajaan Gowa-Tallo adalah karena pengkhianatan Raja


Arupalaka dari Bone dan Belanda berhasil mengalahkan Sultan Hasanuddin
dengan memaksanya menandatangani Perjanjian Bongaya pada tahun 1667.

g. Peninggalan kerajaan gowa dan tallo

1. Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam)

2. Batu Pallantikan

3. Batu Tamalate

4. Mesjid Katangka

5. Benteng Sumba Opu

6. Makam Syekh Yusuf

7. Kuburan Dari Datuk Ribandang

8. Sumur Baraniaya (Bungung Baraniaya)

9. Nisan-Nisan Yang Bercorak Seni Dan Kaligrafi

10. Susunan Batu-Batu Tembok Benteng Tallo

KERAJAAN TERNATE DAN TIDORE

a. Nama - nama raja pada Kerajaan Tarnate dan Tidore


1. Kolano Syahjati alias Muhammad Naqil bin Jaffar Assidiq
2. Kolano Bosamawange
3. Kolano Syuhud alias Subu
4. Kolano Balibunga
5. Kolano Duko adoya
6. Kolano Kie Matiti
7. Kolano Seli
8. Kolano Matagena
9. 1334-1372: Kolano Nuruddin
10. 1372-1405: Kolano Hasan Syah
11. 1495-1512: Sultan Ciriliyati alias Djamaluddin
12. 1512-1526: Sultan Al Mansur
13. 1526-1535: Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnain
14. 1535-1569: Sultan Kiyai Mansur
15. 1569-1586: Sultan Iskandar Sani
16. 1586-1600: Sultan Gapi Baguna
17. 1600-1626: Sultan Mole Majimo alias Zainuddin
18. 1626-1631: Sultan Ngora Malamo alias Alauddin Syah; memindahkan
pemerintahan dan mendirikan Kadato (Istana) Biji Negara di Toloa
19. 1631-1642: Sultan Gorontalo alias Saiduddin
20. 1642-1653: Sultan Saidi
21. 1653-1657: Sultan Mole Maginyau alias Malikiddin
22. 1657-1674: Sultan Saifuddin alias Jou Kota; memindahkan pemerintahan
dan mendirikan Kadato (Istana) Salero di Limau Timore (Soasiu)
23. 1674-1705: Sultan Hamzah Fahruddin
24. 1705-1708: Sultan Abdul Fadhlil Mansur
25. 1708-1728: Sultan Hasanuddin Kaicil Garcia
26. 1728-1757: Sultan Amir Bifodlil Aziz Muhidin Malikul Manan
27. 1757-1779: Sultan Muhammad Mashud Jamaluddin
28. 1780-1783: Sultan Patra Alam
29. 1784-1797: Sultan Hairul Alam Kamaluddin Asgar
30. 1797-1805: Sultan Syaidul Jehad Amiruddin Syaifuddin Syah Muhammad
El Mab’us Kaicil Paparangan Jou Barakati Nuku
31. 1805-1810: Sultan Zainal Abidin
32. 1810-1821: Sultan Motahuddin Muhammad Tahir
33. 1821-1856: Sultan Achmadul Mansur Sirajuddin Syah; pembangunan
Kadato (Istana) Kie
34. 1856-1892: Sultan Achmad Syaifuddin Alting
35. 1892-1894: Sultan Achmad Fatahuddin Alting
36. 1894-1906: Sultan Achmad Kawiyuddin Alting alias Shah Juan; setelah
wafat, terjadi konflik internal (Kadato Kie dihancurkan) hingga vakumnya
kekuasaan
37. 1947-1967: Sultan Zainal Abidin Syah; diikuti vakumnya kekuasaan
38. 1999-2012: Sultan Djafar Syah; pembangunan kembali Kadato Kie
39. 2012-sekarang: Sultan Husain Syah
b. Kehidupan Politik Kerajaan Tarnate dan Tidore
Di Maluku yang terletak di antara Sulawesi dan Irian terdapat dua
kerajaan, yakni Ternate dan Tidore. Kedua kerajaan ini terletak di sebelah
barat pulau Halmahera di Maluku Utara. Kedua kerajaan itu pusatnya
masing-masing di Pulau Ternate dan Tidore, tetapi wilayah kekuasaannya
mencakup sejumlah pulau di kepulauan Maluku dan Irian. Kerajaan Ternate
sebagai pemimpin Uli Lima yaitu persekutuan lima bersaudara dengan
wilayahnya mencakup Pulau- Pulau Ternate, Obi, Bacan, Seram dan Ambon.
Kerajaan Tidore sebagai pemimpin Uli Siwa, artinya persekutuan Sembilan
(persekutuan sembilan saudara) wilayahnya meliputi Pulau-Pulau Makyan,
Jailolo, atau Halmahera, dan pulau-pulau di daerah itu sampai dengan Irian
Barat. Antara keduanya saling terjadi persaingan dan persaingan makin
tampak setelah datangnya bangsa Barat.

Bangsa Barat yang pertama kali datang di Maluku ialah Portugis (1512)
yang kemudian bersekutu dengan Kerajaan Ternate. Jejak ini diikuti oleh
bangsa Spanyol yang berhasil mendarat di Maluku 1521 dan mengadakan
persekutuan dengan Kerajaan Tidore. Dua kekuatan telah berhadapan,
namun belum terjadi pecah perang. Untuk menyelesaikan persaingan antara
Portugis dan Spanyol, maka pada tahun 1529 diadakan Perjanjian Saragosa
yang isinya bangsa Spanyol harus meninggalkan Maluku dan memusatkan
kekuasaannya di Filipina dan bangsa Portugis tetap tinggal Maluku. Untuk
memperkuat kedudukannya di Maluku, maka Portugis mendirikan benteng
Sao Paulo. Menurut Portugis, benteng ini dibangun untuk melindungi Ternate
dari serangan Tidore. Tindakan Portugis di Maluku makin merajalela yakni
dengan cara memonopoli dalam perdagangan, terlalu ikut campur tangan
dalam urusan dalam negeri Ternate, sehingga menimbulkan pertentangan.
Salah seorang Sultan Ternate yang menentang ialah Sultan Hairun (1550-
1570). Untuk menyelesaikan pertentangan, diadakan perundingan antara
Ternate (Sultan Hairun) dengan Portugis (Gubernur Lopez de Mesquita) dan
perdamaian dapat dicapai pada tanggal 27 Februari 1570. Namun
perundingan persahabatan itu hanyalah tipuan belaka. Pada pagi harinya (28
Februari) Sultan Hairun mengadakan kunjungan ke benteng Sao Paulo, tetapi
ia disambut dengan suatu pembunuhan.

Atas kematian Sultan Hairun, rakyat Maluku bangkit menentang bangsa


Portugis di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putra dan pengganti Sultan
Hairun). Setelah dikepung selama 5 tahun, benteng Sao Paulo berhasil
diduduki (1575). Orang-orang Portugis yang menyerah tidak dibunuh tetapi
harus meninggalkan Ternate dan pindah ke Ambon. Sultan Baabullah dapat
meluaskan daerah kekuasaannya di Maluku. Daerah kekuasaannya
terbentang antara Sulawesi dan Irian; ke arah timur sampai Irian, barat
sampai pulau Buton, utara sampai Mindanao Selatan (Filipina), dan selatan
sampai dengan pulau Bima (Nusa Tenggara), sehingga ia mendapat julukan
"Tuan dari tujuh pulau dua pulau".

Pada abad ke-17, bangsa Belanda datang di Maluku dan segera terjadi
persaingan antara Belanda dan Portugis. Belanda akhirnya berhasil
menduduki benteng Portugis di Ambon dan dapat mengusir Portugis dari
Maluku (1605). Belanda yang tanpa ada saingan kemudian juga melakukan
tindakan yang sewenang-wenang, yakni:
1. Melaksanakan sistem penyerahan wajib sebagian hasil bumi
(rempahrempah) kepada VOC (contingenten).
2. Adanya perintah penebangan/pemusnahan tanaman rempah-rempah
jika harga rempah-rempah di pasaran turun (hak ekstirpasi) dan
penanaman kembali secara serentak apabila harga rempah-rempah di
pasaran naik/ meningkat.
3. Mengadakan pelayaran Hongi (patroli laut), yang diciptakan oleh
Frederick de Houtman (Gubernur pertama Ambon) yakni sistem
perondaan yang dilakukan oleh VOC dengan tujuan untuk mencegah
timbulnya perdagangan gelap dan mengawasi pelaksanaan monopoli
perdagangan di seluruh Maluku.
Tindakan-tindakan penindasan tersebut di atas jelas membuat rakyat
hidup tertekan dan menderita, sebagai reaksinya rakyat Maluku bangkit
mengangkat senjata melawan VOC. Pada tahun 1635-1646 rakyat di
kepulauan Hitu bangkit melawan VOC dibawah pimpinan Kakiali dan
Telukabesi. Pada tahun 1650 rakyat Ambon dipimpin oleh Saidi. Demikian
juga di daerah lain, seperti Seram, Haruku dan Saparua; namun semua
perlawanan berhasil dipadamkan oleh VOC.

Sampai akhir abad ke-17 tidak ada lagi perlawanan besar; akan tetapi
pada akhir abad ke-18 muncul lagi perlawanan besar yang mengguncangkan
kekuasaan VOC di Maluku. Jika melawan Portugis, Ternate memegang
peranan penting, maka untuk melawan VOC, Tidore yang memimpinnya.
Pada tahun 1780 rakyat Tidore bangkit melawan VOC di bawah pimpinan
Sultan Nuku. Selanjutnya Sultan Nuku juga berhasil menyatukan Ternate
dengan Tidore. Setelah Sultan Nuku meninggal (1805), tidak ada lagi
perlawaan yang kuat menentang VOC, maka mulailah VOC memperkokoh
kekuasaannya kembali di Maluku. Perlawanan yang lebih dahsyat di Maluku
baru muncul pada permulaan abad ke-19 di bawah pimpinan Pattimura.

c. Kehidupan konomi Kerajaan Tarnate dan Tidore

Kehidupan rakyat Maluku yang utama adalah pertanian dan perdagangan.


Tanah di kepulauan Maluku yang subur dan diliputi oleh hutan rimba, banyak
memberikan hasil berupa cengkih dan pala. Cengkih dan pala merupakan
rempah-rempah yang sangat diperlukan untuk ramuan obat-obatan dan
bumbu masak, karena mengandung bahan pemanas. Oleh karena itu, rem-
pah-rempah banyak diperlukan di daerah dingin seperti di Eropa. Dengan
hasil rempahrempah maka aktivitas pertanian dan perdagangan rakyat
Maluku maju dengan pesat.

d. Kehidupan Sosial & Budaya Kerajaan Tarnate dan Tidore

Kedatangan Portugis di Maluku yang semula untuk berdagang dan


mendapatkan rempah-rempah, juga menyebarkan agama Katolik. Pada
tahun 1534 missionaris Katolik, Fransiscus Xaverius telah berhasil
menyebarkan agama Katolik di Halmahera, Ternate, dan Ambon.
Telah kita ketahui bahwa sebelumnya di Maluku telah berkembang agama
Islam. Dengan demikian kehidupan agama telah mewarnai kehidupan sosial
masyarakat Maluku. Dalam kehidupan budaya, rakyat Maluku diliputi aktivitas
perekonomian, maka tidak banyak menghasilkan budaya. Salah satu karya
seni bangun yang terkenal ialah Istana Sultan Ternate dan Masjid kuno di
Ternate.

e. Kejayaan Kerajaan Tarnate dan Tidore

Masa Kejayaan Kerajaan Ternate


Kerajaan tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-
raja Ternate dan Tidore, Raja Ternate pertama adalah Muhammad Naqal
yang naik tahta pada tahun 1081 M. Baru

pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di kerajaan Tidore yang dibawa


oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan. Ciriliyah atau Sultan
Jamaluddin  bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.
Raja Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Nuku (1780-1805 M).

Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama


melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari
Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali
hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan
waspada.

Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis,
Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus
meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram,
Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan
Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia  juga giat menentang Belanda yang
berniat menjajah kembali.

f. Masa Kejayaan Kerajan Tidore


Kerajaan tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-
raja Ternate dan Tidore, Raja Ternate pertama adalah Muhammad Naqal
yang naik tahta pada tahun 1081 M. Baru pada tahun 1471 M, agama Islam
masuk di kerajaan Tidore yang dibawa oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang
kesembilan. Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin  bersedia masuk Islam berkat
dakwah Syekh Mansur dari Arab.

Raja Tidore mencapai  puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan


Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore
untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah
serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat
apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik,
berani, ulet, dan waspada.

Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh
Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya
terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau
Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti
Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia  juga giat menentang Belanda
yang berniat menjajah kembali.

g. Runtuhnya Kerajaan Tarnate dan Tidore

Masa Kemunduran Kerajaan Ternate


Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan
Kerajaan Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol )
yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah
tersebut. Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka
telah diadu domba oleh

Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir


Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku.  

Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang


dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku
berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur,
rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

Masa Kemunduran Kerajaan Tidore


Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan
Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis )
yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah
tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka
telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan
berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku.  

Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang


dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku
berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur,
rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

h. Peninggalan Kerajaan Tarnate dan Tidore

1. Istana Sultan Ternate

2. Benteng kerajaan Ternate dibangun pada tahun 1540 oleh Francisco


Serao, seorangpanglima Portugis yang pernah mendarat di Ternate.

3. Masjid di Ternate

4. Makam Sultan Baabullah


 Tidore 
1.     Benteng Tore sisa peninggalan Portugis dan Belanda.

2.     Keraton Tidore Keraton ini dibangun oleh Sultan Muhammad


Taher pada Tahun 1812 masa pemerintahan Sultan Syahjuan T.

Anda mungkin juga menyukai