Anda di halaman 1dari 84

MAKALAH

SEJARAH INDONESIA KERAJAAN ISLAM DI


INDONESIA

Disusun oleh
Nama : Nadzim Sabrian
Kelas : X – IIS – 4

SMA NEGERI 66 JAKARTA


Jl. Bango III, RT.7/RW.3, Pd. Labu, Kec. Cilandak, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta 12450

TAHUN AJARAN 2019 / 2020


1. Kerajaan Samudera Pasai
A. Letak Geografis

Letak kerajaan ini ada di daerah pesisir utara Pulau Sumatera, tepatnya di Kota Lhokseumawe
dan Aceh Utara, Provinsi Aceh.

B. Silsilah Kerajaan

 Sultan Malik Al-Shalih ( ? – 1297 )


Menurut kronika atau hikayat Raja-Raja Pasai Sulthan inilah yang mendirikan kerajaan
Samudra, pada batu nisannya yang terdapat di kecamatan Samudera, kabupaten Aceh
Utara. Tertera tahun mangkat baginda yaitu 696 H atau 1297 M, baginda digantikan oleh
puteranya yaitu Sultan Muhammad Malik Az-Zahir.

 Sultan Muhammad Malik Az-Zahir ( 1297 – 1326 ) 


Pada saat Sultan Muhammad Malik Az-Zahir, kerajaan Samudra Pasai sudah memiliki
uang emas yang dinamakan dengan “Dirham”. Mata uang tersebut dalam koleksi Jenderal
G.E.C. Van Daalen

 Sultan Mahmud az-Zahir ( 1326 - ± 1345 )


Menurut hikayat Raja-Raja Pasai Sultan Mahmud ini diserang oleh kerajan Siam, karena
tidak mau memenuhi permintaan Siam untuk memberikan upeti. Serangan tersebut dapat
digagalkannya, dan baginda membuang adiknya Sultan Malik al-Mansur ke Tamiang,
karena al-Mansur mengambil wanita dari istananya ketika Mahmud ke luar Pasai. Sultan
Mahmud digantikan oleh adiknya sendiri

 Sultan Mansur Malik az-Zahir ( 1326 - ? )


Menurut hikayat baginda adalah cucu dari Sultan Malik al-Shalih, sedangkan menurut
Sejarah Melayu baginda ini adalah anak dari Muhammad Malik az-Zahir. J. P. Moquette
berpendapat bahwa genealogie yang terdapat dalam Sejarah Melayu lebih dapat
dipercaya, oleh karena didukung oleh epigrafi yang terdapat pada makam yang terindah
di Pasai yaitu makam Sultanah Nahrisyah ( sekarang makamnya sudah terlihat suram ).
Meski pun ada perbedaan antara tradisi tersebut diatas, namun Sultan Mansur ini
memang memerintah di Samudra Pasai berdasarkan Derham yang terdapat dalam koleksi
H. Scheffer. Tidak tertutup kemungkinan bahwa Sultan Mansur ini adalah Sultan yang
memerintah Samudra Pasai kemudian, yaitu pada abad XV dan XVI. Menurut hikayat
Sultan Mansur mangkat ketika perjalanan pulang ke Pasai dari Tamiang, tempat ia
dibuang oleh kakandanya Sultan Malik al-Mahmud.

 Sultan Ahmad az-Zahir ( 1346 – 1383 )


Dalam masa pemerintahan Sultan ini, kerajaan Majapahit menyerang Pasai yakni sekitar
tahun 1361 M. menurut hikayat Raja-Raja Pasai, kerajaan Pasai kalah dan Sultan Ahmad
melarikan diri, banyak orang pasai ditawan dan dibawa ke pulau Jawa. Oleh Raja
Majapahit mereka diperbolehkan tinggal dimana mereka suka.

 Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir ( 1383 – 1405 )


Sultan ini dalam berita Tiongkok disebut Tsai-nu-li-a-pi-ting-ki. Ia tewas dipanah oleh
Raja Nakur, dan Raja Nakur ini adalah raja negeri Pedir ( Pidie sekarang ). Permaisuri
Zain al-Abidin menyerukan bahwa barang siapa yang dapat membunuh raja Nakur akan
dijadikan suaminya dan akan memerintah bersama putranya. Seorang nelayan berhasil
membunuh raja Nakur itu dan ia pun diangkat menjadi raja dan ia-lah yang diberi gelar
Sultan Sallah ad-Din.

 Sultanah Nahrasyiah ( 1405 – 1412 )


Sultanah ini janda Sultan Zain al-Abidin, baginda mangkat pada hari senin 17 Zulhijjah
831 H atau 27 September 1428 M. Makamnya terbuat dari batu pualam dan merupakan
makam yang terindah pahatannya di pulau Sumatera. Makam sunan Gresik di Jawa
Timur menyerupai makam Sultanah ini. C. Snouk Hurgronje berpendapat bahwa
Sultanah ini bernama Bahiyah.

 Sultan Sallah ad-Din  ( 1405 – 1412 )


Seperti yang sudah disinggung diatas Sultan ini berasal dari nelayan. Mungkin berita dari
Tiongkok itu benar, mengingat bahwa pada derham Sultan ini tidak tertera gelar Malik
az-Zahir. Ketika kembali dari negeri Cina, Sultan Sallah ad-Din ini dibunuh oleh anak
tirinya Abu Malik az-Zahir pada tahun 1412.

 Sultan Abu Zaid Malik az-Zahir ( 1412 - ? )


Bertia Tiongkok menyebutnya A-pu-sai, Sultan ini mengirimkan adiknya ke Cina untuk
minta pengesahan dari kaisar Tiongkok terhadap kedudukannya sebagai raja. Tidak di
ketahui kapan baginda wafat, karena sumber dan bacaan-bacaan tentang sisilah raja-raja
Pasai banyak yang hilang.

C. Masa Kejayaan
Kejayaan Kerajaan Samudra Pasai terjadi pada masa pemerintahan Sultan Malik Tahir,
kerajaan ini berkembang menjadi pusat perdagangan Internasional. Kondisi Pelabuhan
dipenuhi dengan para pedagang dari berbagai penjuru dunia seperti Asia, Eropa, Cina
bahkan Afrika. Kejayaan Samudra Pasai diperoleh dari hasil penggabungan beberapa
kerajaan kecil di sekitar daerah tersebut.
Beliau memimpin kerajaan dalam kurun waktu 1297 sampai 1326 Masehi. Tercatat selama
abad 13 sampai abad 16, kerajaan ini dikenal sebagai kerajaan yang mempunyai pelabuhan
yang sangat sibuk. Saat itu, Samudra Pasai dapat mengekspor lada sekitar 8 ribu sampai 10
ribu bhara setiap tahunnya.

D. Peninggalan

1. Dirham

Zaman dulu uang tidak pakai kertas, maka dari itu dirham-dirham yang ada di Kerajaan
Samudera Pasai dibuat dari 70% emas murni 18 karat tanpa campuran kimia kertas. Koin ini
berukuran mungil, berdiameter 10 mm dengan 0,6 gram setiap koinnya.

2. Cakra Donya

Cakra Donya adalah sebuah lonceng yang bisa dibilang keramat. Cakra Donya ini
merupakan lonceng yang berupa mahkota besi berbentuk stupa buatan Cina tahun 1409 M.
Lonceng ini memilik tinggi 125 cm dan lebar 75 cm. Cakra sendiri memiliki arti poros kereta,
lambang-lambang Wishnu, matahari atau cakrawala. Sementara Donya berarti dunia.
3. Naskah Surat Sultan Zainal Abidin

Naskah surat Sultan Zainal Abidin merupakan surat yang ditulis oleh Sultan Zainal Abidin
sebelum meninggal pada tahun 1518 Masehi atau 923 Hijriah. Surat ini ditujukan kepada
Kapitan Moran yang bertindak atas nama wakil Raja Portugis di India.

4. Stempel Kerajaan

Stempel ini diduga milik Sultan Muhamad Malikul Zahir yang merupakan Sultan Kedua
Kerajaan Samudera Pasai. Dugaan tersebut dilontarkan oleh oleh tim peneliti sejarah kerajaan
Islam. Stempel ini ditemukan di Desa Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh
Utara.

E. Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial Budaya

1. Kehidupan Politik
Setelah resmi menjadi kerajaan Islam (kerajaan bercorak Islam pertama di Indonesia),
Samudera Pasai berkembang pesat menjadi pusat perdagangan dan pusat studi Islam yang
ramai. Pedagang dari India, Benggala, Gujarat, Arab, Cina serta daerah di sekitarnya banyak
berdatangan di Samudera Pasai.

Samudera Pasai setelah pertahanannya kuat segera meluaskan kekuasaan ke daerah


pedalaman, meliputi Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga, Beruana, Simpag, Buloh Telang,
Benua, Samudera, Perlak, Hambu Aer, Rama Candhi, Tukas, Pekan, dan Pasai. Dalam rangka
islamisasi, Sultan Malik al Saleh menikah dengan putri Raja Perlak.

2. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan Eknomi masyakarat Kerajaan Samudera Pasai berkaitan dengan perdagangan dan
pelayaran. Hal itu disebabkan karena letak Kerajaan Samudera Pasai yang dekat dengan Selat
Malaka yang menjadi jalur pelayaran dunia saat itu. Samudra Pasai memanfaatkan Selat
Malaka yang menghubungkan Samudra Pasai – Arab – India – Cina. Samudra Pasai juga
menyiapkan bandar-bandar dagang yang digunakan untuk menambah perbekalan untuk
berlayar selanjutnya, mengurus masalah perkapalan, mengumpulkan barang dagangan yang
akan dikirim ke luar negeri, dan menyimpan barang dagangan sebelum diantar ke beberapa
daerah di Indonesia.

3. Kehidupan Sosial Budaya


Para pedagang asing yang singgah di Malaka untuk sementara menetap beberapa lama untuk
mengurusi perdagangan mereka. Dengan demikian, para pedagang dari berbagai bangsa itu
bergaul selama beberapa lama dengan penduduk setempat. Kesempatan itu digunakan oleh
pedagang Islam dari Gujarat, Persia, dan Arab untuk menyebarkan agama Islam.

F. Keruntuhan

Pada abad ke-15 kerajaan Samudra Pasai kehilangan kekuasaan perdagangan atas Selat
Malaka, dan kemudian dikacaukan Portugis pada tahun 1511-20. Akhirnya kerajaan ini
dihisab kesultanan Aceh  yang timbul tahun 1520-an. Warisan peradaban Islam
internasionalnya diteruskan dan dikembangkan di Aceh.

Hancur dan hilangnya peranan Kerajaan Pasai dalam jaringan antarbangsa ketika suatu pusat
kekuasan baru muncul di ujung barat pulau Sumatera, yakni Kerajaan Aceh Darussalam.
Kerajaan ini muncul pada abad 16 Masehi.

Kerajaan Islam yang dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah kala itu menaklukkan Kerajaan
Pasai sehingga wilayah Pasai dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Islam
Darussalam. Kerajaan Islam Samudera Pasai akhirnya dipindahkan ke Aceh Darussalam
(sekarang Banda Aceh).

2. Kerajaan Aceh

A. Letak Geografis

 Kerajaan Aceh Darussalam mulai awal abad XVI hingga abad XIX (tahun 1873/1874)
terletak di ujung sebelah Utara pulau sumatera dan merupakan bahagian paling utara dan
paling barat dari kepulauan Nusantara. Di sebelah Barat terbentang Samudera Hindia,
sebelah timur dan utara terbentang selat Malaka.
B. Silsilah Kerajaan

1. Sultan Ali Mughayat Syah


Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa Sultan Ali Mughayat Syah merupakan sultan
pertama di kerajaan ini. Beliau memerintah sejak tahun 1514 hingga 1528. Saat menjabat
Sultan Ali Mughayat, melakukan perluasan wilayah yang ada di Sumatera Utara, yakni Daya
dan Pasai. Selain itu, Sultan Ali pun melakukan penyerangan di wilayah kekuasaan Portugis
di Malaka. Sultan Ali Mughayat Syah wafat di tahun 1530, kepemimpinan digantikan oleh
puteranya bernama Salahuddin.

2. Sultan Salahuddin

Pemerintahan ini, berawal setelah wafatnya sang ayah, yakni Sultan Ali Mughayat Syah.
Akan tetapi, kerajaan yang dipimpin olrh Sultan Salahuddin ini tidak mengami kemajuan,
justru yang dialami hanyalah kemunduran. Disebabkan karena, Sultan Salahuddin tidak
mampu mengurus Kerajaan Aceh dengan baik dan benar. Sehingga, kepemimpinan Sultan
Salahuddin digantikan oleh saudaranya bernama Sultan Alaudin Riayat Syah di tahun 1537.

3. Sultan Alaudin Riayat Syah


Kepemimpinan Sultan Alaudin sejak 1537 hingga tahun 1568. Ketika Sultan Alaudin menjabat,
kerajaan mengalami kemajuan yang signifikan. Dimana salah satunya menjadikan kerajaan ini
Bandar Utama di Asia bagi pendatang Muslim Mancanegara. Hal ini, tentunya telah didukung
kondisi Malaka yang telah dikuasai oleh Portugis. Sehingga membuat para pedagang lebih
memilih menghindari Malaka dan masuk ke rute pesisir Barat Sumatera. Kejadian ini
merupakan berkah tersendiri bagi pihak kerajaan, dimana Aceh menjadi bandar transit bagi
perdagangan lada dan rempah – rempah dari pulau lain. Selain itu, kerajaan ini juga mampu
menciptakan pasukan angkatan laut yang kuat, guna menghadapi persaingan Portugis di
wilayah Nusantara.

4. Sultan Iskandar Muda

Setelah kepemerintahan Sultan Alauddin berakhir, kerajaan ini dilanjutkan Sultan Iskandar
Muda. Beliau naik tahta diawal abad ke-17, dimana pada masa pemerintahan ini, Kerajaan
Aceh bisa menembus puncak kejayaan.
5. Sultan Iskandar Thani
Sultan Iskandar Thani merupakan penerus dari Sultan Iskandar Muda. Beliau sangat berbeda
dengan beberapa sultan – sultan sebelumnya. Sultan Iskandar Thani, lebih memilih untuk
memajukan negerinya, dibandingkan harus menaklukkan kerajaan – kerajaan lain guna
memperluas wilayah kekuasaannya. Karena kebijakan yang diterapkan, keadaan situasi maupun
kondisi di kerajaan serta rakyat menjadi damai dan tentram. Selain itu, Syariat Islam sangat
ditegakkan oleh Sultan Iskandar Thani. Bukan hanya semata – mata bergantung pada hukum
yang terjadi sebelumnya. Bahkan hubungan antara wilayah – wilayah yang telah dikuasi pun
berjalan dengan baik dan damai.

C. Masa Kejayaan

Kerajaan Aceh menjalani masa keemasan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, yaitu
sekitar tahun 1607 sampai tahun 1636. Pada masa ini, kerajaan aceh mengalami banyak
kemajuan di berbagai bidang, baik dalam hal wilayah kekuasaan, ekonomi, pendidikan, politik
luar negeri, maupun kemiliteran kerajaan.

Sultan Iskandar Muda memperluas wilayah teritorialnya dan terus meningkatkan perdagangan
rempah-rempah menjadi suatu komoditi ekspor yang berpotensial bagi kemakmuran masyarakat
Aceh. Ia mampu menguasai Pahang tahun 1618, daerah Kedah tahun 1619, serta Perak pada
tahun 1620, dimana daerah tersebut merupakan daerah penghasil timah. Bahkan dimasa
kepemimpinannya Kerajaan Aceh mampu menyerang Johor dan Melayu hingga Singapura
sekitar tahun 1613 dan 1615. Ia pun diberi gelar Iskandar Agung dari Timur.

D. Peninggalan

1. Masjid Raya Baiturrahman

Peninggalan Kerajaan Aceh yang pertama serta yang paling terkenal yaitu Masjid Raya
Baiturrahman. Masjid yang dibangun Sultan Iskandar Muda pada sekitar tahun 1612 Masehi ini
terletak di pusat Kota Banda Aceh. Ketika agresi militer Belanda II, masjid ini pernah dibakar.
Tetapi pada selang 4 tahun setelahnya, Belanda membangunnya kembali untuk meredam amarah
rakyat Aceh yang akan berperang merebut syahid. Ketika bencana Tsunami menimpa Aceh pada
2004 lalu, masjid peninggalan sejarah Islam di Indonesia satu ini jadi pelindung untuk sebagian
masyarakat Aceh. Kekokohan bangunannya tidak dapat digentarkan oleh sapuan ombak laut yang
saat itu meluluhlantahkan kota Banda Aceh.

2. Taman Sari Gunongan

Taman Sari Gunongan yaitu salah satu peninggalan Kerajaan Aceh, setelah keraton (dalam) tak
dapat terselamatkan karena pasukan Belanda yang menyerbu Aceh. Taman ini dibangun pada
saat pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang memerintah tahun 1607-1636. Sultan Iskandar
Muda berhasil menaklukkan Kerajaan Pahang serta Kerajaan Johor di Semenanjung Malaka.

3. Benteng Indra Patra

Setelah Kerajaan Hindu, muncul Kerajaan Islam yang pada masa jayanya dipimpin oleh Sultan
Iskandar Muda. Pada masa ini, benteng masih dipakai sebagai tempat pertahanan melawan
penjajah Portugis. Sultan Iskandar Muda memberi tugas pada Laksamana Malahayati, ia
merupakan seorang laksamana perempuan pertama di dunia yang memimpin pasukan di wilayah
pertahanan ini. Benteng ini merupakan benteng yang dibangun oleh Kerajaan Lamuri, yaitu
sebuah Kerajaan Hindu pertama di Aceh. Walau pada akhirnya Islam mendominasi di Aceh,
tetapi sultan serta ratu yang memimpin Aceh tak pernah berniat sekalipun menghancurkan jejak
peninggalan nenek moyangnya.
4. Meriam Kesultanan Aceh

Pada masa Sultan Selim II dari Turki Utsmani, dikirimkan beberapa pembuat senjata serta teknisi
dari Turki ke Aceh. Lalu Aceh menyerap kemampuan ini serta dapat memproduksi meriam
sendiri dari kuningan. Perlu anda ketahui, meriam ini digunakan untuk mempertahankan Aceh
dari serangan penjajah.

E. Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial Budaya

1. Kehidupan Politik

Setelah malaka berhasil diduduki oleh Portugis pada tahun 1511, Kerajaan Aceh mulai
berkembang dikarenakan sebagian besar pedagang-pedagang besar islam dari Malaka pindah
ke Aceh. Selain itu, penyebab lainnya Aceh menjadi ramai ialah karena runtuhnya Samudra
Pasai ke tangan Portugis pada tahun 1521.Dan berdasarkan silsilah sultan – sultan Aceh, dan
berita – berita Eropa, kerajaan Aceh berhasil melepaskan diri dari kerajaan pedir. Dan pada
saat itu pula berdirilah kerajaan Aceh dengan raja pertama dipimpin oleh Sultan Ali
Mughayat pada tahun 1514-1528. Dan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda pada
tahun 1607 – 1636, kerajaan Aceh mengalami Kejayaan. Sultan Iskandar Muda memiliki
suatu cita – cita untuk menjadikan Aceh menjadi kerajaan yang kuat nan besar. Oleh karena
itu, Sultan Ali Mughayat memiliki tekat untuk menakhlukkan kerajaan – kerajaan di
Semenanjung Malaka diantaranya Pahang, Kedah, Perlak, Johor dan masih banyak lagi.
Setelah Sultan Iskandar Muda meninggal, kepemimpinannya digantikan oleh Sultan Iskandar
Tani pada tahun 1636-1641. Dan kemudian kerajaan Aceh mengalami kemunduran
dikarenakan tidak ada sultan – sultan yang kuat lagi, sehingga Aceh pada tahun 1641 tidak
mampu lagi untuk melawan Belanda yang pada saat itu menguasai Malaka.

2. Kehidupan Ekonomi
Perekonomian masyarakat Aceh pada saat itu yang paling utama adalah perdagangan.
Pada suatu daerah yang subur banyak menghasilkan lada. Karena daerah – daerah pantai
timur dan barat di kuasai oleh Aceh, maka jumlah ekspor ladanya pun semakin
bertambah banyak.

Selain itu karena beberapa daerah Semenanjung Malaka juga dikuasai oleh Aceh, juga
menyebabkan bertambahnya badan ekspor penting timah dan juga lada. Dan selat Malaka
juga menjadi daerah kekuasaan Aceh yang mana selat ini merupakan jalan dangang
internasional. Sehingga banyak pedagang – pedagang dari bangsa asing yang berdagang
ke daerah Aceh seperti Belanda, Inggris, Arab, Persia, Turki, India dan lain sebagainya.
Adapun barang – barang yang diekspor ke luar negeri antara lain beras, lada
(minangkabau), rempah – rempah (Maluku) dan barang – barang yang di import ke
Indonesia di kala itu antara lain kain dari Koromendal (India), Jepang dan China, Minyak
Wangi dari Eropa dan Timur Tengah. Dan perlu diketahui juga bahwa kapal – kapal Aceh
juga termasuk kapal yang aktif di dalam perdagangan dan pelayaran sampai ke laut
merah.

3. Kehidupan Sosial Budaya

Letak Aceh yang strategis menyebabkan perdagangannya maju pesat. Dengan demikian,
kebudayaan masyarakatnya juga makin bertambah maju karena sering berhubungan dengan
bangsa lain. Contoh dari hal tersebut adalah tersusunnya hukum adat yang dilandasi ajaran Islam
yang disebut Hukum Adat Makuta Alam. Menurut Hukum Adat Makuta Alam pengangkatan
sultan haruslah semufakat hukum dengan adat. Oleh karena itu, ketika seorang sultan
dinobatkan, ia berdiri di atas tabal, ulama yang memegang Al-Qur’an berdiri di kanan,
sedangkan perdana menteri yang memegang pedang berdiri di kiri.

Hukum Adat Makuta Alam memberikan gambaran kekuasaan Sultan Aceh, seperti berikut:
1. mengangkat panglima sagi dan ulebalang, pada saat pengangkatan mereka mendapat
kehormatan bunyi dentuman meriam sebanyak 21 kali;
2. mengadili perkara yang berhubungan dengan pemerintahan;
3. menerima kunjungan kehormatan termasuk pedagang-pedagang asing;
4. mengangkat ahli hukum (ulama);
5. mengangkat orang cerdik pandai untuk mengurus kerajaan;
6. melindungi rakyat dari kesewenang-wenangan para pejabat kerajaan.

Dalam menjalankan kekuasaan, sultan mendapat pengawasan dari alim ulama, kadi, dan Dewan
Kehakiman. Mereka terutama bertugas memberi peringatan kepada sultan terhadap pelanggaran
adat dan syara’ yang dilakukan. Sultan Iskandar Muda berhasil menanamkan jiwa keagamaan
pada masyarakat Aceh yang mengandung jiwa merdeka, semangat membangun, rasa persatuan
dan kesatuan, serta semangat berjuang anti penjajahan yang tinggi. Oleh karena itu, tidaklah
berlebihan jika Aceh mendapat sebutan Serambi Mekah. Itulah sebabnya, bangsa-bangsa Barat
tidak mampu menembus pertahanan Aceh.
F. Keruntuhan
Masa keruntuhan Kerajaan Aceh dimulai sejak Sultan Sikandar Thani wafat. Kerajaan menajdi
kalang kabut dengan sistem yang tidak lagi tertata dengan baik. Tidak ada lagi sosok pemimpin
yang bisa dipilih, sehingga kerajaan mengalami vacuum of power ( kekosongan kekuasaan).
Kemana lagi coba larinya, kalau nggak kehilangan daerah kekuasaan. Ya, beberapa daerah
kekuasaan Aceh, seperti Minangkabau, Johor, dan Pahang pun akhirnya melepaskan diri.
Sangat menyedihkan karena Kesultanan Aceh yang didirikan oleh pendirinya dengan susah
payah.

Selain itu, faktor penyebab keruntuhan Kesultanan Aceh adalah karena adanya pertikaian intern
kerajaan, yakni dikarenakan perbedaan aliran Islam yang dianut oleh kaum Brahmana atau
bagsawan dan kaun ulama ( antara Islam Sunnah wal Jama’ah dan Islam Syiah).

Pertikaian terjadi terus menerus dan semakin parah. Akhirnya tercatat dalam sejarah bahwa
Kesultanan Aceh runtuh di abad ke-20 dengan jatuhnya wilayah kekuasaan Aceh ke tangan
penjajah Belanda.

3. Kerajaan Demak

A. Letak Geografis

Awalnya letak ibukota kerajaan Demak atau pusat pemerintahannya berada di Bintara, namun
di pindah pada masa raja selanjutnya yakni saat Sunan Prawoto (raja ke 4) berkuasa. Saat itu
lokasi keraton di pindah ke Prawata, pada periode ini Demak dikenal dengan nama Demak
Prawata (Prawoto).

Lokasi kerajaan Demak kemudian digeser lagi sepeninggal Sunan Prawoto, yakni terletak di
Jipang. Berlangsung saat Arya Penangsang memerintah Kerajaan Demak. Pada saat ia
berkuasa, kerajaan Demak telah mengalami kemunduran. Setelah dipindahkan, kerajaan Demak
selanjutnya dikenal dengan nama Demak Jipang (dekat dengan Cepu)
B. Silsilah Kerajaan

1. Raden Patah (1500-1518)


Dikenal juga sebagai Pangeran Jimbun, Raden Patah diberi gelar Sultan Alam Akbar al-Fatah
saat menjadi pemimpin Kerajaan Demak. Di bawah masa pemerintahannya Masjid Agung
Demak didirikan di tengah Alun-alun Demak.

Selain itu, posisi kerajaan ini semakin penting kala Malaka jatuh ke tangan Portugis. Meski
demikian, Raden Patah tidak ingin mengambil risiko besar dan mengutus putranya Pati Unus
beserta armadanya pada 1513 untuk menyerang Portugis di Malaka. Sayangnya, serangan tadi
tidak berbuah manis karena kualitas persenjataan yang tak imbang.

2. Pati Unus (1518-1521)


Pati Unus serta-merta memegang pemerintahan Kerajaan Demak saat Raden Patah wafat pada
1518. Kendati penyerangannya terhadap Portugis di Malaka gagal, Pati Unus tetap dianggap
sebagai panglima perang gagah nan berani, sekaligus disegani masyarakatnya.

Bahkan dia mendapat julukan Pangeran Sabrang Lor. Selepas perjalanan ke Malaka, Pati Unus
merancang penyerangan selanjutnya ke Katir. Hal ini dilakukan untuk mengadakan blokade
terhadap Portugis dan kali ini strateginya berhasil membuat para pendatang tersebut kekurangan
stok makanan.

3. Sultan Trenggono (1521-1546)


Karena Pati Unus tidak memiliki keturunan, maka tampuk kekuasaan jatuh ke tangan adiknya,
Sultan Trenggono. Di bawah pemerintahannya pula Kerajaan Demak mengalami masa kejayaan.
Selain dikenal sebagai pemimpin bijaksana, Sultan Treggono mampu memperluas wilayah
kekuasaannya hingga ke Jawa Barat dan Jawa Timur. Pada 1522, dia mengirimkan tentara
kerajaan di bawah pimpinan Fatahillah ke Sunda Kelapa untuk mengusir Portugis.

Tak lama setelah itu, Sunda Kelapa berganti nama menjadi Jayakarta dan dikenal dengan nama
Jakarta beberapa abad kemudian.

C. Masa Kejayaan

Kerajaan Demak dikenal sebagai kerajaan terkuat di Jawa pada awal abad ke-16. Seperti yang
telah disebutkan, Sultan Trenggono adalah sosok yang membawa kerajaan ini ke masa kejayaan.
Bukan cuma Sunda Kelapa, wilayah-wilayah lain seperti Tuban, Madiun, Surabaya, Pasuruan,
Malang, dan kerajaan Hindu terakhir di Jawa, Blambangan, berhasil dikuasai.

Sultan Trenggono juga melakukan pernikahan politik lewat perjodohan Pangeran Hadiri dengan
puterinya; Pangeran Paserahan dengan putrinya (lalu memerintah di Cirebon); Fatahillah dengan
adiknya; Joko Tingkir dengan adiknya. Sultan Trenggono gugur selepas pertempuran
menaklukkan Pasuruan pada 1946 dan posisinya lantas digantikan Sunan Prawoto.
D. Peninggalan

1. Masjid Agung Demak

Terletak di wilayah Desa Kauman, Demak, Jawa Tengah, Masjid Agung Demak juga menjadi
salah satu peninggalan yang sangat memiliki historis, yang bernilai filosofis dan menjadi simbol
keislaman warga Demak. Didirikan oleh Walisongo pada tahun 1479, masjid ini juga telah
mengalami pemugaran berkali-kali.

Masjid ini juga menjadi salah satu bukti sejarah paling autentik mengenai Kerajaan Demak yang
tumbuh menjadi kerajaan yang menjadi pusat penyebaran umat Islam di Jawa. Nilai filosofi dan
juga arsitektur dari sebuah masjid ini sangatlah memukau.

2. Soko Tatal Atau Soko Guru

Soko Guru merupakan sebuah tiang yang memiliki diameter 1 meter yang berguna sebagai
tiang penyangga. Digunakan sebagai tiang penyangga pada Masjid Agung Demak yang
jumlahnya empat buah. Menurut cerita Soko Guru merupakan tiang buatan Sunan Kalijaga
sendiri.

Pada saat pendirian sebuah Masjid Agung Demak Soko Guru masih jadi 3 buah saja. Maka
untuk dapat mengejar ketertinggalan kurangnya 1 Soko Guru dibuatlah Soko dari Tatal.

Beliau juga menyambungkan sisa-sisa ketiga soko sebelumnya dengan kekuatan spiritual
beliau. Dan jadilah Soko Guru yang berasal dari sebuah tatal.
3. Situs Kolam Wudlu Masjid Demak

Dulunya kolam wudlu dijadikan sebagai tempat berwudlu para musafir dan juga para santri
ketika datang waktu sholat. Namanya juga kolam karena tidak seperti bentuk tempat wudlu
zaman sekarang.

Namun sekarang fungsi dari kolam wudlu itu sudah tidak seperti dulu. Sekarang kolam wudlu
tidak digunakan lagi dan hanya dapat dijadikan sebagai peninggalan.

Nilai filosofis dari sebuah kolam wudlu ini juga sangat tinggi.  Anda bisa melihat situs kolam
wudlu ini sebagai bentuk peninggalan yang masih ada di Masjid Agung Demak.

4. Piring Campa

Piring Campa merupakan sebuah piring yang diberikan oleh Putri dari Campa. Putri dari
Campa itu sendiri adalah seorang Ibu dari Raden Patah. Beliau merupakan keturunan dari
kerajaan Pasai yang beragama Islam. Nilai keislaman Raden Patah juga diturunkan dari
Ibunya ini.

Jumlahnya bisa mencapai 65 buah piring. Piring Campa juga sebagian dipasang di dinding
Masjid Agung Demak. Sedangkan sebagian piring campa ini diletakkan di tempat Imam.
Keindahan piring Campa akan semakin menambah nilai filosofis Masjid Agung Demak.

E. Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial Budaya

1. Kehidupan Politik

Dimulai dari pendirinya yakni Radepn Patah yang mendapat gelar Senapati Jumbung
Ngabdurrahman Panembahan Sayidin Panatagama kerajaan ini dibawah pimpinannya.
Sisitem kerajaan kesultanan atau menganut Agama Islam. Setelah Raden Patah wafat
digantikan oleh Pati Unus yang dulunya merupakan seorang panglima armada laut Kerajaan
Demak.

Dengan keberaniannya, Pati Unus menyerang Portugis walaupun misinya gagal beliau tetap
mendapatkan julukan Pangeran Sebrang Lor karena keberaniannya tersebut.

Setelah Pati Unus wafat kemudian digantikan oleh Sultan Trenggana, dan dibawah
kepemimpinan beliaulah Kerajaan Demak mengalami puncak kejayaan.

2. Kehidupan Ekonomi

Menjadi salah satu pelabuhan terbesar di Nusantara, Demak memagang peranan yang penting
dalam berbagai aktivitas perekonomian antarpulau.

Hal itu juga ditunjang dari daerah pertanian yang lumayan luas dan menjadi sumber
penghasilan bahan makanan seperti beras dan lainnya. Hal ini juga membuat aktivitas
perdagangan semakin meningkat. Barang yang diekspor yaitu Lilin, Madu dan Beras.

Diekspor ke Malaka melalui Pelabuhan Jepara. Melalui aktivitas tersebutlah kerajaan demak
mendapat keuntungan sangat besar.

3. Kehidupan Sosial Budaya

Dalam kehidupan sosial dan budaya, kerajaan ini sudah hidup dengan tentran dan teratur. Roda
kehidupan diatur dengan menggunakan hukum Islam sebab pada dasarnya Demak merupakan
tempat berkumpulnya para Wali Sanga yang menyebarkan islam di pulau Jawa

F. Keruntuhan.

Kekacauan di Kerajaan Demak mulai terjadi selepas wafatnya Sultan Trenggono. Sejumlah
calon raja bertikai, di antaranya putra Sultan Trenggono, Sunan Prawoto, dan Arya Penangsang
(putra Pangeran Sekar Ing Seda Lepen).

Sunan Prawoto membunuh adik tiri Sultan Trenggono, sementara itu Arya Penangsang
mendapatkan dukungan Sunan Kudus selaku gurunya untuk merebut takhta Demak. Dia juga
mengirimkan Rangkud, anak buahnya, untuk membalas dendam atas kematian sang ayah.

Ada dua versi cerita seputar pembunuhan Sunan Prawoto berdasarkan Babad Tanah Jawi.
Kesatu, dia dibunuh setelah mengakui kesalahannya pada Rangkud. Kedua, Rangkud sempat
berkelahi dengan Sunan Prawoto setelah tak sengaja menikam istri sang sunan. Tak berbeda
jauh, Arya Penangsangan juga menghabisi adipati Jepara beserta istri.
Ratu Kalinyamat, dibantu Joko Tingkir/Hadiwijaya beserta menantu Sultan Trenggono,
mengangkat senjata untuk melawan Arya Penangsang. Ketika Arya Penangsang berhasil
dihabisi, Kerajaan Demak pada akhirnya jatuh ke tangan Pajang pada 1586.

4. Kerajaan Islam Pajang

A. Letak Geografis

Berpindahnya kerajaan Islam dari Demak ke Pajang merupakan kemenangan Islam Kejawen
atas Islam ortodoksi. Setelah berkuasa beberapa waktu, kerajaan ini akhirnya mencapai masa
kejayaan pada masa raja pertama mereka, yaitu sultan Hadiwijaya. Namun pada
perkembangannya, kerajaan ini kemudian mengalami masa disintegrasi setelah sultan
Hadiwijaya meninggal pada tahun 1582 M.

B. Silsilah Kerajaan

1. Jaka Tingkir

Nama aslinya adalah Mas Karebet, putra Ki Ageng Pengging atau Ki Kebo Kenanga. Ketika
ia dilahirkan, ayahnya sedang menggelar pertunjukan wayang beber dengan dalang Ki
Ageng Tingkir. Kedua ki ageng ini adalah murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang,
Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia. Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng
Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kesultanan Demak. Sebagai
pelaksana hukuman ialah Sunan Kudus. Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging
jatuh sakit dan meninggal pula. Sejak itu, Mas Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai
Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir). Mas Karebet tumbuh menjadi pemuda yang gemar
bertapa, dan dijuluki Jaka Tingkir.

2. Arya Pangiri

Arya Pangiri merupakan raja kedua setelah Jaka Tingkir. Arya Pangiri berasal dari Demak.
Ayahnya bernama Sultan Prawoto yang merupakan raja ke-empat kerajaan Demak. Arya
Pangiri pernah menjabat sebagai bupati di Demak. Namun setelah sultan Hadiwijaya
meninggal dunia, ia kemudian menjadi raja Pajang menggantikan sultan Hadiwijaya. setelah
menjabat sebagai sultan di kerajaan ini, ia kemudian bergelar sultan Ngawantipura.
3. Pangeran Benawa
Pangeran Benawa merupakan anak dari Sultan Hadiwijaya. ia bergelar Sultan Prabuwijaya.
Sejak kecil, ia sudah dipersaudarakan dengan Sutawijaya yang nantinya akan mendirikan
kerajaan Mataram. Pada perkembangannya, melalui garis keturunannya-lah nantinya akan
dilahirkan orang-orang besar dan pujangga-pujanga besar. Setelah Sultan
Prabuwijaya  meninggal pada tahun 1587, kerajaan Pajang menjadi negara yang tunduk
sepenuhnya terhadap Mataram. Hal ini disebabkan tidak adanya pengganti yang cukup
cakap untuk memegang kendali pemerintahan Pajang.

C. Masa Kejayaan

Kerajaan Pajang merupakan Kerajaan Islam pertama yang letaknya berada di wilayah pedalaman
Jawa. Pada saat Kerajaan Islam Pajang berdiri, kekuasaan cuman ada di sekitaran Jawa Tengah.

Hal ini terjadi karena ketika kerajaan Islam Demak mengalami kemunduran, banyak wilayah di
Jawa Timur yang mulai melepaskan diri.

Namun selanjutnya pada tahun 1586 M, Sultan Hadiwijaya beserta beberapa adipati yang ada di
Jawa Timur kemudian dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prepen. Pada pertemuan
tersebut kemudian para adipati di Jawa Timur mengakui kedaulatan Kerajaan Pajang atas
kadipaten yang ada di Jawa Timur. Kerajaan Islam Pajang sendiri mengalami masa keemasan
atau masa kejayaan kerajaan Pajang adalah pada masa Sultan Hadiwijaya. Ada banyak
pencapaian yang berhasil diraih pada masa Sultan Hadiwijaya. Perpindahan kekuasaan Islam
Demak ke Pajang sendiri seakan menjadi sebuah simbol dari kemenangan Islam kejawen atas
Islam ortodok pada masa itu.

D. Peninggalan

1. Masjid Laweyan

Masjid Laweyan merupakan masjid peninggalan kerajaan Pajang yang sampai saat ini bangunan
fisiknya masih dapat kita temukan di Kampung Batik, Laweyan, Solo. Masjid ini didirikannya
oleh raja pertama Kerajaan Pajang pada tahun 1546.

2. Makam Para Bangsawan


Di wilayah halaman Masjid Laweyan terdapat kompleks pemakaman para bangsawan Kerajaan
Pajang. Kompleks pemakaman ini berisi sekitar 20 makam yang salah satunya merupakan
makam dari Ki Ageng Henis, salah satu pendiri Kerajaan Pajang.

3. Bandar Kabanaran

Bandar Kabanaran merupakan sebuah bandar atau tempat perdagangan yang terletak di tepi anak
sungai Bengawan Solo.

4. Kesenian Batik

Selain meninggalkan beberapa benda dan situs yang bersejarah, peradaban masyarakat Kerajaan
Pajang pada masa silam juga mewariskan kesenian batik tulis.

Batik yang sampai saat ini kita kenal ternyata awalnya adalah buah karya masyarakat Laweyan
di masa silam.

E. Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial Budaya


1. Kehidupan Politik

Kerajaan Pajang ini bisa dikatakan sebagai kerajaan bekas dari Demak. Hal ini karena sejarah
berdirinya Kerajaan Pajang tidak bisa dipisahkan dari Kerajaan Demak. Pendiri Kerajaan Pajang
adalah Joko Tingkir yang kala itu berhasil menumpas Aryo Penangsang. Aryo Penangsang sendiri
adalah raja di Demak yang tidak diinginkan oleh peihak keluarga besar Demak. Dari sini
kemudian keluarga meminta bantuan Joko Tingkir untuk menyingkirkan Aryo Penangsang.
Setelah berjalannya waktu, Kerajaan Demak runtuh maka Joko Tingkir kemudian menggeser
pusat pemerintahan di Demak ke Pajang yang sekaligus menjadi penanda berdirinya Kerajaan
Islam Pajang.

2. Kehidupan Ekonomi

Meski merupakan kerajaan baru jika dibanding dengan Kerajaan Demak, namun secara ekonomi
Kerajaan Pajang sangatlah baik. Kesejahteraan rakyatnya cukup terjamin dengan berbagai hasil
bumi yang dihasilkan. Ketika Kerajaan Demak masih berkuasa, bahkan Kerajaan Pajang ini
sudah berhasil mengekspor beras ke beberapa daerah melalui perniagaan dengan memanfaatkan
Bengawan Solo sebagai jalur transportasi. Pada umumnya, masyarakat Pajang mengandalkan
hasil kebun dan pertanian untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Bahkan Pajang berhasil menjadi
lumbung beras pada sekitar abad ke 16 dan ke 17. Hal ini karena irigasi di daerah Pajang sangat
bagus dengan adanya Bengawan Solo sehingga irigasi lancar yang kemudian membuat hasil
pertanian melimpah.

3. Kehidupan Sosial Budaya

Meski kerajaan Pajang merupakan salah satu Kerajaan Islam di Jawa, namun pengaruh tradisi
Hindu masih kentara. Sehingga beberapa kebudayaan pun masih ada yang menggunakan tradisi-
tradisi Hindu. Masyarakat di Pajang juga masih banyak yang menjalankan beberapa tradisi yang
sudah turun temurun dari nenek moyang mereka. Pada masa kejayaan Kerajaan Pajang, terjadi
akulturasi budaya antara Hindu dan Islam yang kuat. Bahkan, kemunculan Kerajaan Pajang ini
juga banyak yang menafsirkan kembalinya kekuasaan Islam kejawen dari Islam ortodok.

F. Keruntuhan

Setelah sultan Hadiwijaya meninggal, terjadi perebutan kekuasaan antara penerus-penerusnya.


Kemudian ia digantikan oleh Aria Pangiri yang berasal dari Demak. Aria Pangiri kemudian
bertempat tinggal di keraton Pajang. Dalam menjalankan roda pemerntahannya, Arya Pangiri
banyak didampingi oleh orang-orang dari Demak. Selain itu, tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh Arya Pangiri juga banyak yang merugikan rakyat, sehingga menimbulkan rasa tidak senang
dari rakyat. Sementara itu, seorang anak dari sultan Hadiwijaya yang bernama Benawa, dijadikan
penguasa di Jipang. Pangeran Benawa merasa tidak puas dengan jabatan yang didapatnya.
Sehingga ia meminta bantuan kepada senopati Mataram, Sutawijaya, untuk menyingkirkan Aria
Pangiri.

Pada tahun 1586, Pangeran Benawa yang telah bersekutu dengan Sutawijaya, mengambil


keputusan untuk menyerbu Pajang. Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berangkat untuk
menurunkan Arya Pangiri dari takhtanya. Perang terjadi di kota Pajang. Pasukan Arya Pangiri
yang terdiri atas 300 orang Pajang, 2000 orang Demak, dan 400 orang seberang dapat dikalahkan
pasukan koalisi Benawa dan Sutawijaya. Arya Pangiri sendiri tertangkap, tetapi diampuni
nyawanya setelah Ratu Pembayun, istrinya meminta ampunan.

Sutawijaya mengembalikan Arya Pangiri ke Demak, serta mengangkat Pangeran


Benawa sebagai raja baru di Pajang. Benawa kemudian berinisiatif untuk membalas budi kepada
kesultanan Mataram, ia kemudian berinisiatif untuk menyerahkan hak atas warisan ayahnya
kepada Senopati Mataram tersebut. Namun, senopati menolak.

Senopati tersebut kemudian meminta “Perhiasan emas intan kerajaan Pajang”. Dengan demikian,
pangeran Benawa dikukuhkan menjadi sultan di kerajaan Pajang, namun dibawah kekuasaan
Mataram. Sepeninggal sultan Benawa, terdapat beberapa orang sultan yang sempat memerintah.
Tetapi pada tahun 1617-1618 M, terjadi pemberontakan besar di Pajang yang dipimpin oleh
Sultan Agung. Pada tahun 1618 M, kerajaan Pajang mengalami kekalahan melawan Mataram.
Dengan demikian, runtuhlah kerajaan Pajang ini.

5. Kerajaan Mataram Islam

A. Letak Geografis

Letak Kerajaan Mataram Islam secara geografis terletak di Pulau Jawa bagian tengah, yaitu
meliputi Kota Jogjakarta, Solo, dan Kabupaten Magelang. Itulah wilayah inti yang dari dahulu
disebut Mataram. Meskipun demikian perlu anda pahami bahwa meskipun pada mulanya istilah
Mataram hanya mencakup daerah itu-itu saja akan tetapi mengingat dalam Sejarahnya Kerajaan
Mataram wilayahnya luas, maka kebanyakan orang menganggap Mataram wilayahnya meliputi
Propinsi Jogjakarta dan Jawa Tengah sekarang.

B. Silsilah Kerajaan

1. Ki Ageng Pamanahan
Raja pertama dari Kerajaan Mataram adalah Ki Ageng Pamanahan. Beliau merupakan pendiri
Desa Mataram yang menjadi cikal bakal Kerajaan Mataram di tahun 1556. Desa Mataram ini
awalnya berupa hutan yang bernama Alas Mentaok kemudian dijadikan pemukiman penduduk.

Di tahun 1584 Ki Ageng Pamanahan menghembuskan napas terakhirnya dan dimakamkan di


kawasan Kotagede.

2. Panembahan Senopati
Kekuasaan Mataram kemudian dilanjutkan ke tangan anak Ki Ageng Pamanahan yakni
Sutawijaya. Sutawajaya merupakan anak angkat dan menantu Sultan Kerajaan Pajang. Beliau
juga menjadi senapati di Kerajaan Pajang yang kemudian bergelar Panembahan Senapati.

Di bawah pemerintahan Panembahan Senapati Kerajaan Mataram mengalami kebangkitan.


Kerajaan ini kemudian memperluas wilayahnya mulai dari Pajang kemudia ke Demak, Pasuruan,
Tuban, Madiun dan sebagian wilayah Surabaya. Di tahun 1523 Panembahan Senapati wafat dan
digantikan oleh RM. Jolang, anaknya.

3. Panembahan Anyakrawati
Panembahan Anyakrawati atau Raden Mas Jolang merupakan keturunan dari Panembahan
Senapati dengan putri dari Ki Ageng Panjawi. Ia memerintah mulai dari 1606 sampai 1613.
Raden Mas Jolang mangkat pada 1613 tepatnya di Desa Krapyak kemudian dimakamkan di
makam agung Kotagede.  

4. RM. Rangsang
Sepeninggal Panembahan Anyakrawati, kekuasaan diteruskan ke putra Raden Mas Jolang, yakni
Raden Mas Rangsang. Beliau memerintah mulai 1613 sampai 1645. RM. Rangsang lebih dikenal
sebagai Sultan Agung, raja terbesar di Kerajaan Mataram. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan
Mataram mencapai kejayaannya bahkan menguasai hampir seluruh wilayah Tanah Jawa.

Sultan Agung tak hanya melakukan penaklukan wilayah, tapi juga gigih melawan VOC. Beliau
wafat di tahun 1645 dan dimakamkan di Imogiri. Di masa pemerintahannya, kerajaan Islam ini
berkembang pesat sebagai Kerajaan Agraris bukan sebagai Kerajaan Maritim.

5. Amangkurat I
Setelah Sultan Agung mangkat, kekuasaan diturunkan ke putranya Sultan Amangkurat. Pada
tahun 1647 Sultan Amangkurat memindahkan pusat kerajinan yang awalnya di Kotagede ke
Keraton Plered.
Sultan Amangkurat menjadi raja mulai dari 1638 sampai 1647. Tak seperti pendahulunya yang
bersimpangan dengan VOC, Amangkurat I justru berteman dengan VOC. Hal ini memicu
perpecahan pada Kerajaan Mataram Islam. Amangkurat I wafat pada bulan Juli 1677.

6. Amangkurat II
Amangkurat II merupakan pendiri Kasunanan Kartasura yang menjadi kelanjutan Kesultanan
Mataram. Amangkurat II memerintah mulai tahun 1677 – 1703. Raden Mas Rahmat sering
disebut juga sebagai Sunan Amral (Admiral) karena menjadi raja Jawa yang pertama kali
menggunakan pakaian dinas berupa pakaian Eropa.

C. Masa Kejayaan

Kerajaan Mataram mengalami masa kejayaan di bawah pemerintahan Raden Mas Rangsang atau
sultan Agung. Pada masa pemerintahannya, ia memindahkan lokasi keraton ke Karta (Jawa.
Kerta sehingga disebut Mataram Karta). Pemerintahannya mencakup wilayah Pulau Jawa dan
Madura kecuali Batavia.

Karena sering mengalami gesekan dalam penguasaan perdagangan dengan VOC di Batavia,
Kerajaan Mataram kemudian berkoalisi dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon
untuk melawan VOC.

D. Peninggalan

1. Masjid Kotagede

Sebagai kerajaan bercorak Islam, Mataram Islam tentu memiliki sebuah masjid utama sebagai
pusat penyebaran Islam dan sarana ibadah masyarakatnya. Masjid tersebut hingga kini masih
dapat ditemukan di Kotagede.
Masjid Kotagede adalah masjid peninggalan Kerajaan Mataram Islam yang didirikan pada tahun
1640. Karena akulturasi budaya, corak Hindu Budha masih terdapat pada desain arsitektur
bangunannya. Hingga kini masjid ini masih sering digunakan untuk kegiatan dakwah masyarakat
sekitarnya.

2. Meriam Segara Wana dan Syuh Brata

Segara Wana dan Syuh Brata adalah nama dari 2 buah meriam berukuran besar pemberian JP
Coen, pimpinan militer Belanda kepada Sultan Agung. Meriam ini diberikan sebagai hadiah
kepada Kerajaan Mataram Islam karena Sultan Agung telah berjanji untuk tidak menyerang
Batavia lagi. Kedua meriam peninggalan Kerajaan Mataram Islam tersebut kini diletakan di
depan Keraton Surakarta sebagai hiasan bersejarah.

3. Pertapaan Kembang Lampir

Kembang Lampir adalah sebuah tempat yang biasa digunakan Ki Ageng Pemanahan untuk
bertapa dan mencari wahyu bagi kemajuan Keraton Mataram. Petilasan ini terletak Desa Giri
Sekar, Kec. Panggang, Gunung Kidul. Letaknya tidak jauh dari Jalan Raya Panggang-Baron. Di
sana, Anda dapat menemukan patung para pendiri Dinasti Mataram Islam, yaitu Panembahan
Senapati, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Juru Mertani.

4. Kitab Sastra Gending

Selain meninggalkan beberapa benda bersejarah, Kerajaan Mataram Islam juga meninggalkan
sebuah karya sastra bernama Kitab Sastra Gending. Kitab yang ditulis Sultan Agung ini berisi
tentang ajaran filsafat tentang bagaimana cara menjadi manusia berakhlak. Konon, kitab Sastra
Gending ditulis ketika Sultan Agung selesai melakukan penyerangan ke Batavia.

E. Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial Budaya

1. Kehidupan Politik

Sutawijaya sebagai raja pertama Kerajaan Mataram Islam, mengangkat diri pada tahun 1586-
1601 dengan ibu kota kerajaan di Kota Gede. Sutawijaya berhasil membawa Mataram menjadi
Kerajaan Islam dengan luas wilayah yang terus berkembang. Terbukti pada masa kekuasaannya,
Mataram berhasil memperluas kekuasaan sampai ke daerah timur seprti Surabaya, Madiun dan
Ponorogo, dan ke barat menundukkan Cirebon dan Galuh. Kerajaan Mataram berhasil mencapai
masa jayanya ketika dipimpin oleh Sultan Agun Hanyokrokusumo (1613-1645).

Sultan Agung cukup lama menjadi penguasa di Mataram, yaitu sekitar 32 tahun. Masa
kekuasaannya dibedakan dalam dua periode, yaitu periode pertama adalah masa penyatuan
negara dan periode ke dua adalah masa pembangunan negara. Pada masa kepemimpinan Sultan
Agung, Mataram berhasil menundukkan Gresik, Surabaya, Kediri, Pasuruan dan Tuban,
selanjutnya Lasem, Pamekasan, dan Sumenep. Dan bahkan bukan saja menguasai pulau Jawa,
Mataram juga berhail meluaskan daerah kekuasaan sampai pada Palembang, Sukadana
(Kalimantan) dan Goa.

2. Kehidupan Ekonomi

Kehidupan ekonomi Kerajaan Islam banyak ditopang dengan daerah pertanian atau agraris. Hal
ini tentu saja karena letak geografis Kerajaan Mataram Islam yang berada di pedalaman dan
memiliki tanah yang subur. Kondisi geografis yang sangat mendukung ini menjadikan kehidupan
ekonomi Kerajaan Islam Mataram berkembang begitu pesat dan bahkan sampai bisa menjadi
kerajaan pengekspor beras terbesar pada saat itu. Selain mengandalkan hasil pertanian,
masyarakat Mataram juga pandai melakukan perdagangan laut. Bukti nya adalah mereka mampu
menguasai daerah-daerah pelabuhan di sepanjang pantai utara Jawa. Kekuatan ekonomi yang
ditopang dengan kemampuan pertanian dan maritim ini kemudian yang menjadikan Kerajaan
Mataram Islam menjadi sangat kuat di nusantara.

3. Kehidupan Sosial Budaya

Bermula dari kehidupan ekonomi yang berpijak pada kemampuan pertanian, maka dari situ
kemudian disusun suatu masyarakat yang bersifat feodal. Para pejabat dari kerajan memperoleh
imbalan berupa tanah garapan atau lungguh. Yang kemudian hal ini memicu munculnya tuan-
tuan tanah di tanah Jawa. Kehidupan budaya pada masa perkembangan Kerajaan Islam Mataram
sendiri cukup bagus, artinya ada banyak kreasi yang muncul. Ada perkembangan seni tari, seni
pahat, seni sastra dan lainnya. Selain itu, juga muncul akulturasi antara kebudayaan Hindu
Buddha dan Islam. Contohnya adalah acara Grebeg yang pada awalnya adalah sebuah tradisi
pada jaman Majapahit untuk pemujaan roh nenek moyang, kemudian digeser untuk perayaan
hari besar Islam.

Sehingga menjadi banyak muncul acara Grebeg, seperti Grebeg Syawal, Grebeg Maulud dan
acara lainnya. Selain itu, pada penanggalan juga terjadi akulturasi budaya. Hitungan tahun yang
pada mulanya merpakan tarikh Hindu yang didasarkan pada peredaran Matahari, kemudian sejak
tahun 1633 dirubah menjadi tarikh Islam yang didasarkan pada peredaran bulan. Tahun Hindu
1555 kemudian diteruskan dengan perhitungan baru yang dikenal dengan sebutan Tahun Jawa.
Selain itu, Sultan Agung juga termasuk orang yang kreatif di bidang kesusastraan. Beliau
mengarang Kitab Sastra Gending yang merupakan kitab filsafat. Selain itu juga muncul berbagai
kitab seperti Nitisruti, Nitisastra, dan Astabrata yang berisi ajaran tabiat baik yang bersumber
pada kitab Ramayana.

F. Keruntuhan

Masa keruntuhan Kerajaan Mataram sebenarnya mulai terlihat sejak kegagalannya mengusir
VOC dari Batavia. Tapi keruntuhan tersebut terlihat jelas ketika Amangkurat I memindahkan
lokasi keraton ke Plered di tahun 1647.

Di masa pemerintahan Amangkurat I, Kesultanan Mataram sering mengalami pemberontakan.


Pemberontakan terbesar yang dipimpin oleh Trunajaya akhirnya memaksa Amangkurat I untuk
berkoalisi dengan VOC.

Pengganti Amangkurat I, yakni Amangkurat II juga kurang disukai oleh kalangan istana karena
begitu tunduk oleh VOC. Hal ini memicu pemberontakan yang memaksa keraton dipindahkan ke
Kartasura karena keraton yang lama dianggap sudah tercemar. Setelah Amangkurat II wafat,
kekuasaan diturunkan ke Amangkurat III, Amangkurat IV dan Pakubuwana II.

Tak seperti pendahulunya yang tunduk pada VOC, Amangkurat III tak tunduk pada VOC. Hal
ini membuat VOC geram dan menobatkan Pakubuwana I sebagai raja. Adanya dua orang raja
memicu perpecahan internal di kalangan keraton.
Amangkurat III kemudian melakukan pemberontakan dan ditangkap di Batavia. Kekacauan
politik baru bisa diredakan pada masa Pakubuwana III yang membagi wilayah Mataram menjadi
dua yakni Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta.

6. Kerajaan Cirebon

A. Letak Geografis

Letak Kerajaan Cirebon secara geografis di pesisir pantai pulau Jawa, merupakan mata rantai
dalam jalan perdagangan internasional pada waktu itu yang antara lain membentang dari
kepulauan Maluku hingga teluk Parsi (jagad pustaka : 2013). Pedagang yang datang dari
berbagai pulau bahkan berbagai Negara. Tidak heran heran jika pada wilayah ini menjadi jalur
perdagangan yang ramai.

B. Silsilah Kerajaan

1. Pangeran Walangsungsang (1430-1479 M)


Pangeran Walangsungsang atau Cakrabuana memerintah pada tahun 1430-1479 M.

Beliau merupakan Sultan Cirebon I yang ditunjuk ketika desa Cirebon akhirnya berubah menjadi
kadipaten di bawah naungan Pajajaran.

Pangeran Cakrabuana merupakan putra pertama dari Prabu Siliwangi, raja Pajajaran. Namun
tidak mendapatkan haknya sebagai putra mahkota Pajajaran. Hal ini dikarenakan beliau memeluk
agama Islam, sementara Pajajaran mayoritas memiliki agama Sunda Wiwitan. Karena hal itu,
Pangeran Cakrabuana terbuang dan mengasingkan diri. Suatu ketika, Cakrabuana memperistri
Nyai Retna Riris yang tak lain adalah anak dari Ki Gedeng Alang-alang. Oleh karenanya,
Cakrabuana diangkat sebagai kepala desa Cirebon setelah Ki Gedeng Alang-alang
wafat.Sepeninggal Ki Gedeng Alang-alang, Cirebon menjadi lebih aktif dikarenakan
terdengarnya kabar bahwa anak Prabu Siliwangi menjadi sukses di sebuah daerah. Karena
kebanggaan Prabu Siliwangi terhadap anaknya, dijadikanlah Cirebon sebagai kerajaan di bawah
Pajajaran tahun 1430 M.Pangeran Walangsungsang atau Cakrabuana terus aktif menyebarkan
agama Islam pada rakyat Cirebon.Menjabat hingga tahun 1529 beliau wafat dan dimakamkan di
Gunung Sembung, Cirebon.

2. Sunan Gunung Jati (1479-1495 M)


Sunan Gunung Jati memiliki nama lain Syarif Hidayatullah merupakan keponakan dari Pangeran
Walangsungsang.

Pada tahun 1479 hingga 1495 beliau memimpin Cirebon. Beliau merupakan salah satu
Walisongo yang terkenal menyebarkan agama Islam ke penjuru Pulau Jawa terutama Jawa Barat.

Dalam masa kepemimpinannya kerajaan Cirebon menjadi berjaya dan semakin luas wilayahnya.

Beberapa daerah ditaklukan seperti pajajaran timur, barat, tengah bahkan Jayakarta.

Pelabuhan-pelabuhan menjadi aktif sebagai jalur pelayaran dan perdagangan ketika masa
pemerintahan Sunan Gunung Jati.

Pada jalur perdagangan inilah, beliau juga turut menyebarkan agama Islam yang
mempengaruhi kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam terbesar di Pulau Jawa.

3. Pangeran Agung (1568-1649 M)
Sebelum Pangeran Agung menjabat, telah terjadi beberapa kali kekosongan pemimpin.

Dimulai dari Pangeran Pasarean yang wafat sebelum penobatan. Akhirnya kepemimpinan ini
jatuh ke tangan Pangeran Sedang Kemuning yang juga wafat sebelum penobatan.

Pangeran Agung merupakan cicit Sunan Gunung Jati. Beliau memimpin Cirebon selama kurang
lebih 80 tahun dari tahun 1568-1649.

Beliau wafat tahun 1649 dengan meninggalkan 5 orang anak dan seorang istri.

4. Panembahan Girilaya (1649-1662 M)
Setelah wafatnya Pangeran Agung, pemerintahan akhirnya beralih ke Pangeran Sedang Gayam.

Namun lagi-lagi, beliau harus wafat sebelum dinobatkan sebagai raja. Akhirnya kepemimpinan
jatuh pada anaknya yaitu Panembahan Girilaya.

Pada tahun 1649-1662, Panembahan Girilaya memerintah. Beliau memiliki nama lain Pangeran
Putera atau Sultan Abdul Karim.

Di masa kepemimpinan Panembahan Girilaya inilah, kesultanan Cirebon mulai mengalami


gejolak politik.
Adanya perdebatan antara kerajaan Mataram dan kerajaan Banten membuat masa jaya Cirebon
harus berakhir dan runtuh.

C. Masa Kejayaan

Karena Sunan Gunung Jati memiliki tingkat interaksi sosial yang baik dengan rakyatnya, ia
menjadi raja yang sangat di senangi. Kerajaan Cirebon mengalami masa-masa keemasan ketika
dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Pada tahun 1479-1649 M masa keemasan ini berlangsung
selama 170 tahun. Pada masa kejayaan ini, pemerintahan Cirebon membangun beberapa istana,
masjid, mushola, dan infrastruktur lainnya. Agama Islam terus disebarkan secara aktif dan
pelabuhan-pelabuhan menjadi pusat perdagangan yang menopang perekonomian rakyat Cirebon.
Perluasan wilayah juga dilakukan di daerah Jawa Barat serta Jawa Timur. Bahkan kesultanan
Cirebon mampu menaklukan Pajajaran Barat melalui kesultanan Banten dengan diprakarsai oleh
Sunan Gunung Jati.

D. Peninggalan

1. Keraton Kasepuhan Cirebon

Keraton Kasepuhan Cirebon adalah salah satu peninggalan bersejarah besar dari Kerajaan atau
Kesultanan Cirebon. Keraton Kasepuhan ini dibangun pada tahun 1430 oleh pangeran
Cakrabuana. Keraton ini memiliki nama lain yaitu Keraton Pakungwati yang disematkan
langsung oleh Pangeran Cakrabuana.

2. Keraton Kacirebonan
Keraton Kacirebonan merupakan sebuah bangunan bersejarah yang dibangun pada tahun 1800
M. Bangunan ini difungsikan sebagai alat penyimpan barang-barang berharga seperti alat perang,
wayang, gamelan dan keris.

Keraton ini berbentuk memanjang dari arah utara ke selatan sama halnya dengan keraton-keraton
lain yang ada di Cirebon. Lebar dari Keraton Kacirebonan ini mencapai 46.500 meter persegi
dengan corak bangunan tradisional berpadu dengan bangunan khas Eropa.

3. Keraton Kanoman

Setelah Keraton Kasepuhan Cirebon dan Keraton Kacirebonan, masih ada Keraton Kanoman
yang mana Keraton ini dibangun pada tahun 1678 M oleh Pangeran Mohamad Badridin atau
yang akrab dikenal Pangeran Kertawijaya dengan luas sekitar 6 hektare.

Keraton ini masih memegang tradisi atau adat istiadat seperti melakukan tradisi Grebeg Syawal
dan berziarah pada makam para leluhur. Keraton yang berlokasi tak jauh dari Pasar Kanoman ini
memiliki banyak sekali titik bersejarah di dalamnya seperti alun-alun keraton dan beberapa
bangunan serta benda lainnya.

4. Makam Sunan Gunung Jati


Kerajaan  Cirebon tak pernah lepas dari tokoh yang bernama Syarief Hidayatullah atau yang
akrab disapa Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung hati ini merupakan salah satu wali songo yang
menyebarkan ajaran Islam di Nusantara.

E. Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial Budaya

1. Kehidupan Politik

Perkembangan politik yang terjadi pada Cirebon berawal dari hubungan politiknya dengan
Demak. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan Cirebon. Dikatakan oleh Tome Pires yang
menjadi Dipati Cirebon adalah seorang yang berasal dari Gresik. Babad Cirebon menceritakan
tentang adanya kekuasaan kekuasaan Cakrabuana atau Haji Abdullah yang menyebarkan
agama  islam di kota tersebut sehingga upeti berupa terasi ke pusat Pajajaran lambat laun
dihentikan. Selain hubungannya dengan Demak, kehidupan politik pada kala itu juga
dipengaruhi oleh beberapa konflik. Konflik yang terjadi ada konflik internal dan  menjadi vassal
VOC.

2. Kehidupan Ekonomi

Perekonomian Demak berkembang ke arah perdagangan maritim dan agraria. Ambisi Kerajaan
Demak menjadi negara maritim diwujudkan dengan upayanya merebut Malaka dari tangan
Portugis, namun upaya ini ternyata tidak berhasil. Perdagangan antara Demak dengan
pelabuhan-pelabuhan lain di Nusantara cukup ramai, Demak berfungsi sebagai pelabuhan
transito (penghubung) daerah penghasil rempah-rempah dan mempunyai sumber penghasilan
pertanian yang cukup besar. Demak dalam bidang ekonomi, berperan penting sebab mempunyai
daerah pertanian yang cukup luas dan sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras.
Selain itu, perdagangannya juga maju. Komoditas yang diekspor, antara lain beras, madu, dan
lilin. Barang itu diekspor ke Malaka melalui Pelabuhan Jepara. Dengan demikian, kehidupan
ekonomi masyarakat berkembang lebih baik.

3. Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak sudah berjalan teratur. Pemerintahan diatur
dengan hukum Islam. Akan tetapi, norma-norma atau tradisi-tradisi lama tidak ditinggalkan
begitu saja. Keadaan sosial di Demak tidak jauh berbeda dengan masa berkuasanya Majapahit.

Perbedaan yang mencolok terdapat pada penggunaan aturan-aturan dan hukum yang cocok
dengan ajaran Islam, sehingga terasa lebih tertib dan teratur. Demak adalah pusat penyebaran
agama Islam di Nusantara. Lahirnya wali-wali di Demak membuat lebih cepat proses
penyebaran agama Islam bahkan sampai ke pelosok. Mendirikan pesantren adalah cara
penyebaran agama Islam yang efektif. Hitu yang berasal dari Ternate, pernah belajar di
pesantren yang didirikan oleh Sunan Giri. Setelah selesai belajar, dia menyebarkan agama Islam
di Ternate. Hasil kebudayaan Kerajaan Demak adalah kebudayaan yang berkaitan dengan Islam.
Hasil kebudayaannya yang cukup terkenal dan sampai sekarang masih tetap berdiri adalah
Masjid Agung Demak.

F. Keruntuhan
 Terjadi perpecahan antara putra putra raja Cirebon
 Adanya ikut campur VOC dalam mengatur tatanan kerajaan Cirebon
 Kematian penembahan Girilaya, sehingga terjadi kevakuman kekuasaan

7. Kerajaan Banten
a. Letak Geografis

Secara geografis, Kerajaan Banten terletak di provinsi Banten. Wilayah kerajaan ini meliputi
bagian barat Pulau Jawa, seluruh bagian Lampung dan sebagai wilayah di bagian selatan
Jawa Barat. Hal ini yang menjadikan Kerajaan Banten sebagai penguasa jalur pelayaran dan
perdagangan yang melewati Selat Sunda.
b. Sumber Sejarah
Menurut Carita Parahyangan, jauh sebelum masuknya Islam (dari Demak), Banten
merupakan bagian penting dari Kerajaan Pajajaran yang bercorak Hindu.
Berbagai sumber sejarah asing, mulai dari sumber Cina yang berjudul Shung Peng Hsiang
Sung (1430) hingga berita Tome Pires (1512), menyebutkan bahwa Banten sebagai salah satu
dari beberapa rute pelayaran mereka.

c. Silsilah Kerajaan

1. Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin merupakan raja pertama Kerajaan Banten dan anak dari Sunan Gunung
Jati. Saat Kerajaan Demak terjadi perebutan kekuasaan, wilayah Cirebon dan Banten
berusaha melepaskan diri. Hingga akhirnya, Kerajaan Banten menjadi kerajaan yang
berdaulat. Sultan Hasanuddin sendiri berkuasa selama 18 tahun dari tahun 1552 – 1570 M.

Di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Banten berhasil menaklukan wilayah


Lampung yang memiliki banyak hasil rempah – rempah. Terlebih lagi, Selat Sunda yang
menjadi jalur pelayaran dan perdagangan terkenal. Selama kepemimpinannya juga, Bandar
Banter berhasil menjadi bandar yang ramai dikunjungi oleh para saudagar dari Gujarat,
Venesia dan Persia.  

Sultan Hasanuddin wafat pada tahun 1570 M. Kepenguasan Kerajaan Banten kemudian
digantikan oleh anaknya Maulana Yusuf.

2. Maulana Yusuf

Raja kedua Kerajaan Banten adalah Maulana Yusuf yang berkuasa dari tahun 1570 hingga
1580. Selama kepemimpinannya, Kerajaan Banten berhasil menundukan Kerajaan Pajajaran
yang berada di Pakuan.

Bahkan, beliau berhasil menurunkan Prabu Sedah yang merupakan raja Kerajaan Pajajaran.
Hal ini yang menyebabkan banyak rakyat Pajajaran yang mengungsi ke gunung. Keturunan
rakyat Pajajaran kala itu masih bisa kita lihat sebagai suku badui.

3. Maulana Muhammad

Setelah wafatnya Sultan Maulana Yusuf, tahta Kerajaan Banten diduduki oleh anaknya,
yakni Sultan Maulana Muhammad. Namun, saat beliau naik tahta masih dalam usia belia,
yakni 9 tahun. Sehingga tahta kerajaan dipegang oleh Mangkubumu Jayanegara hingga
beliau berusia cukup dewasa, yakni 16 tahun.

Saat pemerintahan Sultan Maulana Muhammad, Kerajaan Banten menggempur kesultanan


Palembang yang didirikan oleh Ki Gendeng Sure. Ki Gendeng Sure sendiri masih keturunan
kesultanan Demak sehingga Kerajaan Banten yang juga merupakan keturunan Demak

4. Pangeran Ratu

Pangeran Ratu atau dikenal dengan Abdul Mufakhir merupakan raja ke empat dan pengganti
Sultan Maulana Muhammad. Pada saat tahta beliau masih berusia 5 bulan, sehingga
kepemerintahan dibantu oleh Mangkubumi Ranamanggela. Pada pemerintahan Pangeran
Ratu inilah bangsa Belanda yang dipimpin oleh Cornelius de Houtman pertama kali mendarat
di Banten pada tanggal 22 Juni 1596.

5. Sultan Ageng Tirtayasa


Sepeninggalnya, Pangeran Ratu, Kerajaan Banten diduduki oleh anaknya, Sultan Ageng
Tirtayasa. Dalam masa pemerintahan beliau inilah, Kerajaan Banten mengalami kemajuan
yang pesat. Bahkan, Kerajaan Banten menjalin hubungan dengan negara luar, seperti Moghul
dan Turki. Walaupun begitu, beliau tidak mau bekerja sama dengan Belanda.

6. Sultan Abdul Nasar

Raja terakhir Kerajaan Banten adalah Sultan Abdul Nasar. Selama masa pemerintahan,
beliau masih bersikukuh tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Sayangnya, kekuasaan
Belanda semakin kuat. Alhasil, Kerajaan Banten menjadi runtuh.

d. Masa Kejayaan
Kesultanan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fath Abdul
Fatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten
telah menjadi pelabuhan internasional, sehingga perekonomian kesultanan itu maju pesat.

e. Peninggalan

1. Masjid Agung Banten


Masjid ini terletak di desa Banten Lama, Kecamaran Kaseman. Keunikan yang dimilikinya
adalah bentuk menara yang mirip seperti mercusuar. Bagian atap masjid mirip pagoda. Pada
bagian kanan dan kiri terdapat serambi dan makam Kesultanan Banten dan keluarganya.

2. Istana Keraton Kaibon


Istana ini merupakan tempat tinggal bunda ratu Aisyah. Beliau merupakan ibunda dari Sultan
Saifudin.

3. Istana Keraton Surosowan


Istana ini menjadi central pemerintahan Kerajaan Banten sekaligus tempat tinggal para sultan
Banten.

4. Benteng Speelwijk
Benteng ini merupakan bukti penjagaan Kerajaan Banten atas serangan laut  sekaligus
digunakan untuk memantau aktivitas pelayaran.

5. Danau Tasikardi
Danau ini merupakan danau buatan pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf dengan
lapisan batu bara dan keramik.

6. Vihara Avalokitesvara
Peninggalan ini merupakan bukti akan keterbukaan Kerajaan Banten dengan seluruh agama.
Pada dinding wihara terdapat relief legenda siluman ular putih.
7. Meriam Ki Amuk
Meriam ini terletak di dalam Bentang Speelwijk. Dinamakan demikian karena konon katanya
meriam ini memiliki daya tembakan jauh dan ledakan yang besar.

f. Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial-Budaya


A. Kehidupan Politik
Sultan pertama Kerajaan Banten ini adalah Sultan Hasanuddin yang memerintah tahun 1522-
1570. Ia adalah putra Fatahillah, seorang panglima tentara Demak yang pernah diutus oleh
Sultan Trenggana menguasai bandarbandar di Jawa Barat. Pada waktu Kerajaan Demak
berkuasa, daerah Banten merupakan bagian dari Kerajaan

Demak. Namun setelah Kerajaan Demak mengalami kemunduran, Banten akhirnya


melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan Demak.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) membuat para pedagang muslim memindahkan
jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin,
Kerajaan Banten berkembang menjadi pusat perdagangan. Hasanuddin memperluas
kekuasaan Banten ke daerah penghasil lada, Lampung di Sumatra Selatan yang sudah sejak
lama mempunyai hubungan dengan Jawa Barat. Dengan demikian, ia telah meletakkan dasar-
dasar bagi kemakmuran Banten sebagai pelabuhan lada. Pada tahun 1570, Sultan Hasanuddin
wafat.
Penguasa Banten selanjutnya adalah Maulana Yusuf (1570-1580), putra Hasanuddin. Di
bawah kekuasaannya Kerajaan Banten pada tahun 1579 berhasil menaklukkan dan
menguasai Kerajaan Pajajaran (Hindu). Akibatnya pendukung setia Kerajaan Pajajaran
menyingkir ke pedalaman, yaitu daerah Banten Selatan, mereka dikenal dengan Suku Badui.
Setelah Pajajaran ditaklukkan, konon kalangan elite Sunda memeluk agama Islam.
Maulana Yusuf digantikan oleh Maulana Muhammad (1580-1596). Pada akhir
kekuasaannya, Maulana Muhammad menyerang Kesultanan Palembang. Dalam usaha
menaklukkan Palembang, Maulana Muhammad tewas dan selanjutnya putra mahkotanya
yang bernama Pangeran Ratu naik takhta. Ia bergelar Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul
Kadir. Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa putra Pangeran Ratu yang
bernama Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Ia sangat menentang kekuasaan
Belanda.Usaha untuk mengalahkan orang-orang Belanda yang telah membentuk VOC serta
menguasai pelabuhan Jayakarta yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa mengalami
kegagalan. Setelah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mulai dikuasai oleh
Belanda di bawah pemerintahan Sultan Haji.
B. Kehidupan Ekonomi
Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa dapat berkembang menjadi bandar
perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. Adapun faktor-faktornya ialah: (1) letaknya
strategis dalam lalu lintas perdagangan; (2) jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, sehingga
para pedagang Islam tidak lagi singgah di Malaka namun langsung menuju Banten; (3)
Banten mempunyai bahan ekspor penting yakni lada.
Banten yang menjadi maju banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari Arab, Gujarat, Persia,
Turki, Cina dan sebagainya. Di kota dagang Banten segera terbentuk perkampungan-
perkampungan menurut asal bangsa itu, seperti orang-orang Arab mendirikan Kampung
Pakojan, orang Cina mendirikan Kampung Pacinan, orang-orang Indonesia mendirikan
Kampung Banda, Kampung Jawa dan sebagainya.
C. Kehidupan Sosial-budaya
Sejak Banten di-Islamkan oleh Fatahilah (Faletehan) tahun 1527, kehidupan sosial
masyarakat secara berangsur- angsur mulai berlandaskan ajaran-ajaran Islam. Setelah Banten
berhasil mengalahkan Pajajaran, pengaruh Islam makin kuat di daerah pedalaman.
Pendukung kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yakni ke daerah Banten Selatan,
mereka dikenal sebagai Suku Badui. Kepercayaan mereka disebut Pasundan Kawitan yang
artinya Pasundan yang pertama. Mereka mempertahankan tradisi-tradisi lama dan menolak
pengaruh Islam
Kehidupan sosial masyarakat Banten semasa Sultan Ageng Tirtayasa cukup baik, karena
sultan memerhatikan kehidupan dan kesejahteran rakyatnya. Namun setelah Sultan Ageng
Tirtayasa meninggal, dan adanya campur tangan Belanda dalam berbagai kehidupan sosial
masyarakat berubah merosot tajam. Seni budaya masyarakat ditemukan pada bangunan
Masjid Agung Banten (tumpang lima), dan bangunan gapura-gapura di Kaibon Banten. Di
samping itu juga bangunan istana yang dibangun oleh Jan Lukas Cardeel, orang Belanda,
pelarian dari Batavia yang telah menganut agama Islam. Susunan istananya menyerupai
istana raja di Eropa.

g. Masa Keruntuhan

Masa kemunduran Kerajaan Banten terjadi saat pemerintahan Sultan Ageng yang mengalami
perselisihan dengan anaknya, Sultan Haji atas perebutan kekuasan. Hal ini yang mulai
dimanfaatkan oleh VOC. VOC lebih memihak pada Sultan Haji. Sehingga Sultan Ageng
harus pergi ke arah pedalaman Sunda bersama kedua anaknya, Pangeran Purbaya dan Syekh
Yusuf.
Tetapi, pada tahun 1963, Sultan Ageng berhasil ditangkap dan dipenjara di Batavia.
Dilanjutkan dengan Syekh Yusuf pada 14 Desember dan Pangeran Purbaya yang
menyerahkan diri. Atas kemenangannya, Sultan Haji menghadiahkan wilayah Lampung
kepada VOC.
Setelah wafatnya, Sultan Haji, Banten sepenuhnya dikuasai oleh Hindia Belanda. Sehingga
pengangkatan Sultan harus mendapat persetujuan Gubenur Jendral Hindia Belanda.
Akhirnya, Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya dipilih sebagai pengganti Sultan Haji.
Kemudian digantikan oleh Sultan Abdul Mahasin Muhammad Zainal Abidin. Penyerang
Banten terjadi saat pemerintahan Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin
Zainussalihin.
Penyerang tersebut terjadi karena Sultan menolak memindahkan ibukota Banten ke Anyer.
Hingga tahun 1813, Kerajaan Banten runtuh dan dipegang oleh Inggris.
8. Kerajaan Banjar
a. Letak Geografis

Kerajaan Banjar adalah sebuah kesultanan wilayahnya saat ini termasuk ke dalam provinsi
Kalimantan Selatan, Indonesia. Wilayah Banjar yang lebih luas terbentang dari Tanjung
Sambar sampai Tanjung Aru. Kesultanan ini semula beribukota di Banjarmasin kemudian
dipindahkan ke beberapa tempat dan terkahir diMartapura.

b. Sumber Sejarah
Di antara sumber yang paling populer adalah Hikayat Lambung Mangkurat, atau Hikayat
Banjar. Berdasarkan sumber tersebut, di daerah Banjar telah berdiri Kerajaan Hindu, yaitu
Negara Dipa yang berpusat di Amuntai. Kemudian berdiri Negara Daha yang berpusat di
daerah sekitar Negara sekarang. Menurut Hikayat Banjar tersebut, Negara Dipa adalah
kerajaan pertama di Kalimantan Selatan.
c. Silsilah Kerajaan
1. Pangeran Samudra (1526 – 1545)

Dia adalah raja pertama Kerajaan Banjar yang terkenal dengan taktik yang cerdas. Berbagai
strategi dilakukan untuk mengenalkan Kerajaan Banjar di dunia. salah satunya adalah
dengan melakukan perluasan wilayah kekuasaan.

Awalnya, agama Pangeran Samudra bukan Islam. Namun setelah menjadi raja Banjar, dia
memeluk agama Islam. Sebagai buktinya, ada salah satu peninggalan sejarah Kesultanan
Banjar yang berupa masjid Sultan Suriansyah (diambil dari nama gelar saat dia menjadi
raja).

2. Sultan Rahmatullah ( 1545-1570)

Belum ada sumber sejarah lengkap untuk mengungkap tentang masa pemerintahan Sultan
Rahmatullah sebagai raja kedua Kerajaan Banjar ini. Namun kalian wajib tahu kalau raja
kedua Banjar ini adalah anak dari Sultan Suriansyah.

3. Sultan Hidayatullah (1570 – 1595)

Sesuai dengan silsilah raja-raja pada umumnya, setelah raja mangkat (mati), maka yang
akan menjadi penerus mahkota adalah putranya. Begitu pun setelah Sultan Rahmatullah
meninggal, maka Sultan Hidayatullah, sang putra, pun yang sudah pasti menggantikan.
Begitu pun dengan diangkatnya Sultan Hidayatullah ini sebagai raja setelah Rahmatullah.

4. Sultan Mustain Billah ( 1595 – 1620)

Nama lain beliau adalah Pangeran Kecil. Di masa pemerintahannya, ibukota Kerajaan
Banjar dipindahkan ke daerah Kayutangi di Martapura,. Pemindahan ini bukantanpa sebab,
melainkan memang karena sebuah penyerangan yang dilakukan oleh Belanda.

5. Ratu Agung (1620 – 1637)

Dia adalah ratu kelima selanjutnya yang menduduki tahta Kerajaan Banjar. Nah yang perlu
kalian ketahui adalah bahwa Ratu Agung ini adalah putra Marhum Penembahan yang saat
menjadi raja memiliki gelar Sultan Inayatullah.

6. Sultan Saidullah (1637 – 1642)

Dia adalah putra kedua dari Sultan Mustain Billah. Bergelar sebagai Sultan Saidullah,
Sultan dengan nama asli Pangeran Dpati Anom 1. Karena kehebatannya memimpin perang,
gelarnya pun ditambah, yakni dijuluki sebagai Pangeran Darat.
7. Adipati Halid (1642 – 1660)

Adipati Halid atau Pangeran Dipati Mangkubumi menjabat setelah setelah Pangeran Dipati
Anta-Kusuma wafat. Dilihat dari silsilah kerajaan, Pangeran Dipati Anta-Kasuma ini
adalah paman dari Pangeran Darat.

Lalu Adipati Halid ini adalah paman tiri dari Pangeran Dipati Anta-Kasuma. Lalu, kenapa
nggak putra mahkota aja yang jadi raja? ya, Adipati Halid ini hanya menggantikan saja,
sampai mirullah Bagus Kesuma (putra Sultan Saidullah) dewasa. Lebih tepatnya, Adipati
Halid disebut sebagai wali sultan.

8. Amirullah Bagus Kesuma (1660 – 1663)

Nah, baru deh kalau sudah cukup umur, putra mahkota diangkat menjadi raja,
menggantikan ayahnya. Amirullah Bagus Kesuma akhirnya menjaid raja kerajaan Banjar.

9. Pangeran Adipati Anum (1663 – 1679)

Padahal yang menunggu-nunggu Amirullah Bagus Kesuma menjadi raja sangatlah banyak.
Tapi nasibnya, baru menjadi raja 3 tahun saja, Pangeran Adipati Anum sudah melakukan
serangan.

Serangan-serangan besar pun dilakukan hingga membuat pusat pemerintahan Kerajaan


Banjar dipindah ke Banjarmasin. Ternyata ada saja yang menjadi penyebab pertengkaran
perebutan tahta raja.

Saat menjadi raja, Pangeran Adipati Anum ini bergelar Sultan Agung. Ada Suku Biaju dan
Pangeran Aria Wiraraja yang setia mendampinginya dalam mengatur Kerajaan Banjar yang
kini pindah di Banjarmasin.

10. Sultan Tahlilullah (1679 – 1700)

Dia dijuluki Raja Kayu Tangi karena pemerintahan Kerajaan Banjar dipindah lagi ke
daerha Kayu Tangi. Liciknya, dia merebut kekuasaan dengan melakukan pembunuhan
trehadap raja sebelumnya beserta anaknya, sehingga tidak ada putra mahkota yang
dilangkahi.

11. Sultan Tahmidullah (1700 – 1734)

Kalian bisa menyebutnya dengan Sultan Tahlilullah 2 yang memiliki gelar sebagai Sultan
Kuning. Dia memiliki dua orang putra mahkota yang digadang-gadang sebagai raja
penerusnya kelak, yakni Sultan Ilhamullah dan Sultan Tamjidullah.
12. Pangeran Tamjid (1734 – 1759)

Dia memiliki gelar sebagai Sultan Sepuh atau Panembahan Baradualam. Raja Kerajaan
Banjar yang satu ini sangat memegang teguh ajaran ennek moyang dengan menjaga silsilah
asli kerajaan, yakni Banjar harus dipimpin oleh putra mahkota keturunan raja pendiri.

13. Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah(1761 – 1801)

Kerajaan terus dipegang oleh keturunan selanjutnya. Saat belum dewasa, maka akan
diangkat seorang Wali Sultan. Seperti Pangeran Nata Dilaga yang diangkat sebagai wali
sultan karena putera Sultan Muhammad Aliuddin ini belum dewasa.

14. Sultan Suleman Al Mutamidullah (1801 – 1825)

Berlanjut lagi, putra dari Sultan Tahmidullah kemudian naik tahta pada tahun 1801, setelah
Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah. Dia adalah putra sulung dari permaisuri
pertama Sultan Tahmidullah.

15. Sultan Adam Al Wasik Billah (1825 – 1857)

Sultan Tamjidullah II ini sebelumnya adalah seorang mangkubumi atau bupati. Tapi saat
menjadi raja, jabatan sebelumnya belum ada yang menggantikan. Makanya pas jadi raja,
jabatannya juga masih sebagai mangkubumi.

Hal tersebut menjadikan sebuah propaganda. Keributan pun terjadi di area kerajaan. Sultan
tidak boleh merangkap menjadi mangkubumi. Makanya terjadi kericuhan di dalam
kerajaan.

16. Pangeran Tamjidillah (1857 – 1859)

Dia adalah putra mahkota dari raja sebelumnya, Sultan Adam Al Tamsik. Namun
sayangnya, pemerintahan raja ini hanya berlangsung 2 tahun saja. Masa itu, Belanda sudah
masuk Indonesia untuk menjajah, hingga jabatannya berakhir karena fitnah Belanda.

17. Pangeran antasari (1859 – 1862)

Wah ini ni raja terkenal atau yang paling terkenal di Kerajaan Banjar. Di mana raja yang
satu ini masuk dalam kategori pahlawan nasional yang membantu memerdekakan
Indonesia. Pangeran Antasari ini bergelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu’mina.

Pangeran Antasari ini adalah putra dari Pangeran Mashud. Saat pemerintahan beliau,
Kerajaan Banjar berpusat di Bakumpai melebar ke Tanah Dusun. Ada Tumenggung
Surapati yang menjadi abdi tangan kanan Pangeran Antasari dalam memerintah Banjar dan
berjuang mengusir penjajah.
18. Sultan Muhammad Seman ( 1862 – 1905 )

Setelah Pangeran Antasari wafat di tahun 1862, tahta Kerajaan Banjar kemudian dipegang
oleh Sultan Muhammda Seman. Dia adalah putra dari Pangeran Antasari dengan gelar Raja
Pagustian.

Daun jatuh tidak jauh dari pohonnya. Sultan Seman ini pun mewarisi jiwa nasonalisme
Pangeran Antasari. Dia memperkuat militer kerajaan untuk mengusir Belanda dari
Indonesia hingga harus gugur di medan perang di tahun 1905.

Dengan gugurnya Sultan Muhammad Seman, maka berakhirlah Kerajaan Banjar. Namun
setelah itu ada Sultan Haji Khairul Saleh Al Mu’tashim Billah. Dia diangkat sebagai raja di
tahun 2010. Walaupun Kerajaan Banjar sudah hancur, namun rakyat banjar menganggap
Sultan Haji adalah raja Banjar.

d. Masa Kejayaan

Sejak Kerajaan Banjar didirikan, perkembangannya bisa dibilang cukup pesat. Perluasan
wilayah terus dilakukan hingga banyak kerajaan, kesultanan, kepangeranan, keadipatian,
gingga daerah-daerah Suku Dayak Kalimantan pun tunduk di bawah kepemimpinannya.

Disebutkan bahwa ada 5 wilayah kekuasaan Kerajaan Banjar yang utama, yakni daerah
Daha, Pandan Arum, Kuripan atau Amuntai, Gagelang, serta Pudak Sategal. Kelima daerah
tersebut langsung masuk dalam wilayah Kesultanan Banjar sebagai warisan dari kerajaan
Hindu Kalimantan sebelumnya.

Karena pesatnya perkembangan dari Kerajaan Banjar ini, maka masa kejayaan pun
akhirnya dalam genggaman. Tepat pada abad ke-17, masa kejayaan Kerajaan Banjar dicatat
dunia. Di mana hasil bumi berupa bumbu-bumbu atau rempah-rempah, yang salah satunya
adalah lada sangat melimpah.

Selain dari bidang ekonomi, raja pun berhasil memperluas kekuasaan hingga Pulau Jawa,
yakni Surabaya dan Madura. Di masa pemerintahan Sultan Agung, banyak pelabuhan di
Pulau Jawa yang ditaklukkan, hingga lebih mudah menaklukkan wilayahnya.

Militer pun diperkuat sehingga semua wilayah sekitar kerajaan takluk. Bahkan hingga
berani melakukan perlawanan terhadap Belanda yang alat perangnya lebih modern. Hingga
akhirnya mempengaruhi kehidupan budaya rakyat Banjar yang dipengaruhi oleh budaya
Jawa, karena banyak rakyat Jawa yang bermigrasi ke Pulau Kalimantan.

Di masa kejayaan Kerajaan Banjar itulah yang membuktikan bahwa Kerajaan Banjar ini
adalah kerajaan Islam terbesar di Pulau Kalimantan. Ditambah lagi adanya Perang
Makassar yang berhasil diletuskan oleh Banjar hingga membuat Banjarmasin menjadi
pusat perdagangan Pulau Kalimantan dan Jawa.

e. Peninggalan
 Candi Agung Amuntai

Peninggalan-peninggalan bersejarah awal dari kehidupan zaman dulu yang menjadi


peradaban kuno,di kalimantan selatan yang condong berkebudayaan sungai yang masih
melekat sampai sekarang,peninggalan dari kebudayaan pada awal perang banjar sampai
terbentuknya kerajaan banjar. salah satu peninggalan bersejarah di kalimantan selatan
antara lain Candi Agung.candi agung Amuntai merupakan peninggalan Kerajaan
Negaradipa yang dibangun oleh Empu Jatmika abad ke XIV Masehi. Dari kerajaan ini
akhirnya melahirkan Kerajaan Daha di Negara dan Kerajaan Banjarmasin. Menurut cerita,
Kerajaan Hindu Negaradipa berdiri tahun 1438 di persimpangan tiga aliran Sungai,
Tabalong, Balangan, dan Negara. Cikal bakal Kerajaan Banjar itu diperintah oleh Pangeran
Surianata dan Putri Junjung Buih dengan kepala pemerintahan Patih Lambung Mangkurat.
Negaradipa kemudian berkembang menjadi Kota Amuntai.

Candi Agung diperkirakan telah berusia 740 tahun. Bahan material Candi Agung ini
didominasi oleh batu dan kayu. Kondisinya masih sangat kokoh. Di candi ini juga
ditemukan beberapa benda peninggalan sejarah yang usianya kira-kira sekitar 200 tahun
SM. Batu yang digunakan untuk mendirikan candi ini pun masih terdapat disana. Batunya
sekilas mirip sekali dengan batu bata merah. Namun bila disentuh terdapat perbedaannya,
lebih berat dan lebih kuat dari bata merah biasa.Situs Candi Agung, yang merupakan
bagian dari lambang daerah HSU, dengan menggunakan cara supranatural.candi agung
sekarang dikonstruksi menyerupai bentuk candi agung terdahulu tanpa merubah
letak,hanya saja bangunan candi agung sekarang dibuat seperti rumah banjar dan di jadikan
tempat wisata.

 Mesjid Sultan Suriansyah

Masjid Sultan Suriansyah adalah sebuah masjid bersejarah yang merupakan masjid tertua
di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun di masa pemerintahan Sultan Suriansyah
(1526-1550), raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam. Masjid ini terletak di
Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin Utara, Banjarmasin, kawasan yang dikenal sebagai
Banjar Lama merupakan situs ibukota Kesultanan Banjar yang pertama kali.

Bentuk arsitektur dengan konstruksi panggung dan beratap tumpang, merupakan masjid
bergaya tradisional Banjar. Masjid bergaya tradisional Banjar pada bagian mihrabnya
memiliki atap sendiri terpisah dengan bangunan induk. Masjid ini didirikan di tepi sungai
Kuin.

f. Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial- Budaya

 Kehidupan Politik

Sistem politik Elite Birokrasi sudah diterapkan di Kerajaan Banjar ini. Di mana setiap
daerah kekuasaan sudah memiliki pemimpin sendiri-sendiri. Ada Adipati yanng
membawahi provinsi, Lalawangan atau lurah, dan juga pambakal yang memimpin desa.
Dari segi keamanan, sistem politik yang digunakan adalah membentuk pasukan yang
diberi nama Mamagasari. Dalam satu keanggotaan terdiri dari 40 jiwa. Itu untuk
keamanan rakyat, kalau khusus keamanan keraton, nama pasukannya adalah Sarawisa
dengan anggota 50 jiwa.

Pemidahan pusat pemerintahan juga dilakukan oleh pembesar Kerajaan Banjar. Di mana
ini adalah taktik untuk memajukan kerajaan. Dulu pusat pemerintahan Banjar ada di
Banjarmasin ( 1520 ), lalu pada tahun 1612 pindah ke Pemakuan.

Dirasa masih belum berkembang dan oleh raja yang baru, pusat pemerintahan lalu
dipindah ke Tambangan di tahun 1622. Terakhir berada di Martapura sejak 1632. Diduga
Martapura adalah lokasi terkahir, ternyata masih ada Sungai Pangeran, Kayu Tangi,
Sungai Mesa, Karang Intan, dan Amuntai yang disinggahi sebagai pusat pemerintahan
Kerajaan Banjar.

 Kehidupan Ekonomi

Berdagang adalah aktivitas yang paling banyak digeluti rakyat Banjar untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Didukung oleh letak geografis yang strategis, sejak abad ke -16,
perdagangan di Banjar beromset sangat tinggi.

Lada, sebagai komoditas ekspor dari Banjar pun berhasil menggaet konsumen dari
Tiongkok. Permintaan melesat tinggi sehingga perkebunan lada pun semakin
berkembang. Raja sangat mendukung dan bahkan memfasilitasi dengan memberikan
tempat dermaga perdagangan di Pulau Jawa.

Devisa negara pun semakin meningkat dengan ditariknya pajak dari masyarakat. Di aman
pajak itu adalah pajak yang harus dibayar rakyat karena menggarap tanah Sultan untuk
berkebun lada.

 kehidupan Sosial-Budaya

Kehidupan budaya di kerajaan Banjar erat kaitannya dengan kehidupan sosial. Di mana
pengaruh terbesarnya adalah dari Jawa. Banyak orang Jawa yang bermigrasi ke
Kalimantan karena penyerangan perluasan wilayah yang dilakukan oleh Kesultanan
Banjar.

Dalam kehidupan rakyat Banjar, ada kelas-kelas masyarakat yang dikenal, yakni kaum
bangsawan, ulama, dan orang-orang Belanda. Di mana orang-orang Belanda memang
sudah menjadi bagian dari rakyat Banjar, karena hubungan salah satu Sultan yang
menjabat sebagai raja Banjar sangat baik dengan orang-orang Banjar.

Orang Jaba adalah kelas sosial dalam masyarakat yang paling bawah. Di mana profesi
masyarakat Banjar adalah sebagai petani, nelayan, dan juga peternak untuk kelangsungan
hidupnya.
Sistem pemerintahan
Dalam sejarah singkatnya, sistem pemerintahan di Kerajaan Banjar ini banyak
dipengaruhi oleh budaya Jawa. Di mana sudah ada tingkatan pemimpin setiap daerah.
Sangat sesuai dengan wilayah kekuasaan Banjar yang sudah meliputi wilayah yang luas
sampai ke daerah terpencil.

Organisasi pemerintahannya pun juga terstruktur. Seperti misalnya seorang bupati atau
mangkubumi yang memerintah daerah kabupaten. Tidak ada penolakan sama sekali dari
rakyat Banjar Kalimantan akan pengaruh sistem pemerintahan dari Jawa ini, karena
dirasa tidak ada ruginya.

Raja Banjar tidak ditakuti dan tidak memiliki kekuasaan yang absolut di semua bidang,
karena kekuasaan tertinggi Banjar dipegang oleh Sultan Muda. Kalau sekarang bahasa
kerennya kayak menteri-menteri gitu. Ada Dewan Mahkota juga yang membantu Sultan
Muda dan raja.

 Kehidupan Agama

Islam menjadi agama atau keyakinan yang dianut oleh rakyat Banjar. Walaupun
sebelumnya raja pendiri Kerajaan Banjar beragama Hindu, tetapi saat menjadi raja, sang
raja langsung memutuskan untuk memeluk Islam. Saksi bisunya adalah adanya
peninggalan sejarah masjid Sultan Suriansyah.

Bahkan agama Islam pun sudah dijadikan panutan dalam menjalanakan pemerintahan di
Banjar. Di mana hukum Islam Kutara dijadikan pedoman dalam menegakkan keadilan.
Untuk itulah peran para ulama atau ahli syariat Islam sangatlah penting di sini.

Ada dua orang ulama terkenal di masa Kerajaan Banjar, di mana keduanya sangat dekat
dengan raja. Muhammad Nafis al-Banjari dan Muhammad Arsyad Al-Banjari. Ustadz
Nafis Al-Banjari berperan dalam mendirikan sekolah-sekolah Islam.

Sedangkan untuk Ustadz Arsyad Al-Banjari memiliki peran dalam membuatkan pedoman
hukum Islam untuk jalannya pemerintahan di Banjar. Kitab Sabilal Muhtadin adalah
kitab yang dihasilkan oleh beliau bersama dengan raja yang isinya tentang aturan
menjalankan pemerintahan.

g. Masa Keruntuhan

Setelah masa kejayaan Banjar berkibar di seantero Tanah Air, di akhir pemerintahan
Pangeran Antasari, Kerajaan Banjar mulai memberikan tanda-tanda kemunduran.
Walaupun belum 100% mundur, tetapi penyerangan Belanda sudah mulai menggoyahkan
pertahanan kerajaan.
Tepatnya, kemunduran Kerajaan Banjar ini adalah setelah Sultan Muhammad Seman
wafat. Beliau yang menggantikan Pangeran Antasari harus gugur di medan perang pada
tahun1905. Belanda girang, dan menjadikan wilayah Kesultanan Banjar sebagai daerah
kekuasaan Belanda yang dikenal dengan nama Residentie Zuider en Ooster Afdeeling
van Borneo.
9. Kerajaan Tanjungpura
a. Letak Geografis

Kerajaan Tanjungpura atau Tanjompura[1] merupakan kerajaan tertua di Kalimantan Barat


yang wujud sejak abad ke-8. Kerajaan ini mengalami beberapa kali perpindahan ibu kota
kerajaan, pertama kali terletak di Negeri Baru (nama desa saat ini) Kabupaten Ketapang,
kemudian pindah ke Sukadana (saat ini ibu kota Kabupaten Kayong Utara) pada abad ke-14
M dan pada abad ke-15 M berubah nama menjadi Kerajaan Matan, sejak Rajanya Sorgi (Giri
Kesuma) memeluk Islam. Kerajaan Tanjungpura menjadi bukti bahwa peradaban negeri
Tanah Kayong sudah cukup maju pada masa lampau. Tanjungpura pernah menjadi provinsi
Kerajaan Singhasari sebagai Bakulapura. Nama bakula berasal dari bahasa Sanskerta yang
berarti tumbuhan tanjung (Mimusops elengi), sehingga setelah dimelayukan menjadi
Tanjungpura

b. Sumber Sejarah
a). Mpu Prapanca dalam Negarakartagama menulis: pada masa Kertanagara dari Singosari
dengan Maha Patih Aragani dalam merencanakan sistem pertahanan menghadapi politik
ekspansi Khu Bilai Khan, membentuk strategi pertahanan Nusantaranya dengan memperluas
daerah pengaruhnya atas daerah-daerah: Kerajaan Pahang, Gorong, Nusa Pemida (Bali dan
Lombok), dan Bakula Pura (Tanjungpura) dan menempatkan prajurit Singosari di sekitar Riau
dan Jambi.
b). Mpu Prapanca dalam Negarakartagama mengenai Sumpah Nusantara Patih Mangkubumi
Gajah Mada menyatakan antara lain: “Lamun huwus kalah Nusantara, isun amukti palapa,
lamun kalah ring Gurun, ring Seran, ring Tanjungpura, ring Maru, ring Pahang, Dompo, ring
Bali, sing Sunda, Palembang, Tumasik, sasana isun amukti palapa.”
c). Selanjutnya Mpu Prapanca menyebutkan pembagian Nusantara Majapahit atas 8 wilayah,
Kalimantan masuk daerah III, “Luwas lawan Samudra mwang I lanuri Batan lampung mwang
I Barus Yekahhinyang watak bhumi Malaya setanah kapwamateh anut Len tekang nusa
Tanjungnegara ri Kapuhas lawan ri katingan Sampit mwang Kuta lingga mwang I Lawai.
Kadang danganI Landa Lenri Samedang (Simpang) Tirem tan kasah ri sedu Buruneng ri
Tabalung ri Tanjung Kote Lawan ri Malano maka pramuka ta ri Tanjung puri.”
Dari tiga sumber ini:
- Tanjungpura disebut dengan berbagai nama, yaitu: Bakula Pura, Tanjungpura, dan
Tanjungnegara.
- Kerajaan yang masuk Daerah III .adalah : Tanjungpura. Kapuas. Landak, Samedang
(Simpang) Malano

c. Silsilah Kerajaan
a). Brawijaya (1454 – 1472)

Dari Silsilah Kerajaan Simpang Matan yang aslinya ditulis dalam huruf Arab Melayu, disalin
sebagiannya oleh Gusti Maerat atas permintaan Gusti M. Saleh Wedana Sukadana tahun
1956, secara panjang lebar menceritakan tentang Raja Ulu Aik, Putri Junjung Buih dan
Brawijaya yang berasal dari Majapahit.
Brawijaya keturunan dari Damarwulan. Damarwulan beranakkan Sang Ratu Kencana, Ratu
Kencana beranakkan Brawijaya dengan enam saudaranya yang lain. Yang tertua bernama
Lang Buana, kedua Jayapati, ketiga Lang Singapati, keempat Jayawani, kelima Indra
Wadana, keenam Wijaya Wani, dan yang ketujuh Indra Wijaya.
Karena sulitnya menentukan pilihan sebagai raja, maka diadakanlah ujian atau sayembara
yang kemudian dimenangkan oleh Indra Wijaya yang karena kedikdayaannya diberi nama
Brawijaya. Timbullah iri hati kelima saudaranya yang tua yang kemudian bersepakat untuk
meracuni Brawijaya sehingga seluruh tubuhnya tokak/borok. Akibat racun inilah, Brawijaya
(berdasarkan mimpinya) minta dihanyutkan ke lautan besar dalam sebuah rakit. Di tengah
rakit dibuatkan tempat untuk berendam selama dalam pengembaraannya. Dia didampingi
oleh dua orang patih yaitu Patih Banggi dan Patih Galagundir dan dayang-dayang, dengan
perlengkapan yang cukup. Selama berbulan-bulan dalam pelayaran itu, Brawijaya setiap
harinya berendam di air asin dan ikan paten belang ulin yang menjilati dan memakan
keriping-keriping boroknya. Akhirnya sampailah ia di pantai Selatan Borneo dengan
penyakit yang mulai sembuh. Dari kisah inilah keturunan Brawijaya dipantangkan makan
ikan paten. Karena di pantai tiupan angin begitu kencang, sedangkan Brawijaya baru
sembuh, maka pelayaran dilanjutkan menyisir pantai melalui beberapa muara sungai dan
akhirnya sampailah ia memasuki Sungai Pawan dan berhenti di Kandang Kerbau (saat itu
belum bernama).

Hampir setiap hari Brawijaya dan kedua patihnya menjala ikan, maka pada suatu ketika
mereka mudik jauh kehulu. Sampai pada suatu suak dikibarkannyalah jalanya, maka
dirasanya ada ikan dalam jalanya itu, pelan-pelan diangkat jalanya dan dilihatnya hanya
sebutir buah kedondong, begitulah sampai tiga suak yang didapatinya hanya buah kedondong
itu, lalu dilemparkannya jauh kedarat. Karena sudah terasa jauh mudik kehulu, mereka
memusing haluan kembali kebagannya, namun tiba-tiba, patih Banggi yang berada di kemudi
menoleh kebelakang melihat ada benda putih hanyut diarus deras, setelah diperhatikan
ternyata benda itu sebuah mundam (sejenis mangkok yang bertutup) yang berisi sehelai
rambut. Brawijaya mengatakan tentu ada orang dihulu ini. Keesokan harinya mereka
melanjutkan mudik, sampai di batang air tidak dapat lalu karena tumpat berisi kumpai
(sejenis tumbuhan air), dan setelah direntas, di hulu kumpai itu ada pula pupuk air (buih air)
yang memenuhi permukaan sungai. Di dalam pupuk air itu ada putri Layang Putung hanyut
di dalam Gong yang hendak mencari rambutnya yang hanyut dalam Mudam ketika mandi di
pangkalan. Kemudian dengan izin ayah angkatnya Siak Bulun, Layang Putung di bawa
Brawijaya ke tanah Jawa. Dengan takdir Allah, Layang Putung yang kudung kaki tangannya
sembuh setelah di-lamin tiga kali tujuh hari, maka dialihlah namanya menjadi Tuan Putri
Junjung Buih. Dari sinilah asalnya adat me-lamin anak perempuan setelah datang bulan.

Setelah diadakan pembagian kekuasaan dan harta kerajaan serta rakyatnya, Brawijaya
menjadi Raja di Borneo, membangun Kerajaan di Benua Lama, dan Wijaya Wani menjadi
Raja Majapahit, sedangkan saudara-saudaranya yang meracuni dihukum untuk mengabdi
kepada Brawijaya dan tidak boleh durhaka. Kelimanya dihukum dengan hukuman Lima
Suku sepanjang keturunannya. Setiap suku itu diberi pangkat, yang tua Maya Agung yang
berkewajiban menerima utusan yang datang. Dia adalah hulubalang pertama, wakil raja,
menangani hal-hal yang besar termasuk perang dan menggelar raja. Kedua Mengkalang yang
bertugas menalangi raja terhadap hal-hal yang tidak dapat dilakukan raja, dan menalangi
Maya. Ketiga Priyayi, rerahi-muka raja, menjadi raja sehari ketika raja wafat sedang belum
ada penggantinya. Suku keempat adalah Siring yang menjadi pengiring raja dan pemegang
pusaka raja. Suku kelima diberi pangkat Mambal yang bertugas menambal hal raja,
menambal adat, menambal sarana yang rusak. Kelima suku inilah yang berhak dalam
menyelenggarakan prosesi pengangkatan dan penobatan raja.

b). Bapurung (1472 – 1487)

Putri Junjung Buih melahirkan dua putra, Bapurung dan Brangga Sentap. Pada zaman Raja
Bapurung, Kerajaan Tanjungpura seperti bunga mawar yang harum baunya, negeri yang
makmur dengan penduduk yang ramai dan menguasai daerah yang luas di Kalimantan Barat.
Pada masanyalah kisah Kedondong yang menutupi sebagian wilayah kerajaan sehingga
menjemur padi sampai ke Batu Ampar dan Padang Tikar. Kedondong ini ditebang oleh
Brangga Sentap dengan Beliung Timah yang menjadi landasannya adalah tujuh orang
perempuan hamil bungas (hamil pertama). Itulah pohon kedondong yang berasal dari buah
kedondong yang tiga kali masuk dalam jala Brawijaya dan dilemparkannya kedarat.
Raja Bapurung menikah dengan Putri Banjar bernama Dayang Silor. Dari Dayang Silor ini
lahirlah empat orang anak, tiga laki-laki dan satu perempuan, yaitu: Karang Tunjung
(Junjung), Pangeran Sedang Mandap, Pangeran Purba, dan Ratu Sinuhun.

c). Panembahan Karang Tunjung (1487 – 1504)

Karang Tunjung kawin dengan Putri Kilang dari Brunei, mempunyai anak yang bergelar
Sang Ratu Agung. Pada zaman Penembahan Karang Tunjung inilah Kerajaan Tanjungpura di
Benua Lama dialihkan ke Sukadana yang letaknya sangat strategis, ditepi pantai yang
terbuka, hubungan komunikasi dan perdagangan akan lebih berkembang sehingga
menjadikan Sukadana Bandar perniagaan yang ramai.

d. Masa Kejayaan
Ibukota kerajaan selalu berpindah-pindah sehingga tidak diketahui pasti pada masa siapa
Kerajaan Tanjungpura mengalami kejayaannya.

f. Perpindahan Ibukota Kerajaan

Ibu kota Kerajaan Tanjungpura beberapa kali mengalami perpindahan dari satu tempat ke
tempat lainnya. Beberapa penyebab Kerajaan Tanjungpura berpindah ibu kota adalah
terutama karena serangan dari kawanan perompak (bajak laut) atau dikenal sebagai Lanon
(lanun). Konon, pada masa itu sepak-terjang gerombolan Lanon sangat kejam dan
meresahkan penduduk. Kerajaan Tanjungpura sering beralih pusat pemerintahan adalah
demi mempertahankan diri karena sering mendapat serangan dari kerajaan lain. Kerap
berpindah-pindahnya ibu kota Kerajaan Tanjungpura dibuktikan dengan adanya situs sejarah
yang ditemukan di bekas ibu kota-ibu kota kerajaan tersebut. Negeri Baru di Ketapang
merupakan salah satu tempat yang pernah dijadikan pusat pemerintahan Kerajaan
Tanjungpura. Dari Negeri Baru, ibu kota Kerajaan Tanjungpura berpindah ke Sukadana.
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Zainuddin (1665–1724), pusat istana bergeser
lagi, kali ini ditempatkan di daerah Sungai Matan (Ansar Rahman, tt:110). Dari sinilah
riwayat Kerajaan Matan dimulai. Seorang penulis Belanda menyebut wilayah itu sebagai
Kerajaan Matan, kendati sesungguhnya nama kerajaan tersebut pada waktu itu masih
bernama Kerajaan Tanjungpura (Mulia [ed.], 2007:5). Pusat pemerintahan kerajaan ini
kemudian berpindah lagi yakni pada 1637 di wilayah Indra Laya. Indra Laya adalah nama
dari suatu tempat di tepian Sungai Puye, anak Sungai Pawan. Kerajaan Tanjungpura
kembali beringsut ke Kartapura, kemudian ke Desa Tanjungpura, dan terakhir pindah lagi ke
Muliakerta di mana Keraton Muhammad Saunan sekarang berdiri.

Perpindahan Ibukota Kerajaan Sukadana

Menurut Catatan Gusti Iswadi, S.sos dalam buku Pesona Tanah Kayong, Kerajaan
Tanjungpura dalam perspektif sejarah disebutkan, bahwa, dari negeri baru kerajaan
Tanjungpura berpindah ke Sukadana sehingga disebut Kerajaan Sukadana, kemudian pindah
lagi Ke Sungai Matan (sekarang Kec. Simpang Hilir). Dan semasa pemerintahan Sultan
Muhammad Zainuddin sekitar tahun 1637 pindah lagi ke Indra Laya sehingga disebut
Kerajaan Indralaya. Indra Laya adalah nama dari satu tempat di Sungai Puye anak Sungai
Pawan Kecamatan Sandai. Kemudian disebut Kerajaan Kartapura karena pindah lagi ke
Karta Pura di desa Tanah Merah, Kec. Nanga Tayap, kemudian baru ke Desa Tanjungpura
sekarang (Kecamatan Muara Pawan) dan terakhir pindah lagi ke Muliakarta di Keraton
Muhammad Saunan yang ada sekarang yang terakhir sebagai pusat pemerintahan swapraja.

Bukti adanya sisa kerajaan ini dapat dilihat dengan adanya makam tua di kota-kota tersebut,
yang merupakan saksi bisu sisa kerajaan Tanjungpura dahulu. Untuk memelihara
peninggalan ini pemerintah Kabupaten Ketapang telah mengadakan pemugaran dan
pemeliharaan di tempat peninggalan kerajaan tersebut. Tujuannya agar genarasi muda dapat
mempelajari kejayaan kerajaan Tanjungpura pada masa lampau.

g. Masa Keruntuhan
Karena pada tahun 1786 terjadi perang antara Sukadana dan Pontianak untuk
memperebutkan peran perdagangan. Dalam peperangan tersebut Sukadana mengalami
kekalahan, peranan Sukadana dilumpuhkan dengan ditutupnya pelabuhan dagang terbesar di
Kalimantan Barat. Sultan Akhmad Kamaluddin segerah memindahkan pusat
pemerintahannya dari Sukadana ke Matan membangun kerajaan baru yang diberi nama
Tanjungpura.

10. Kerajaan Ternate


a. Letak Geografis

Kesultanan Ternate atau juga dikenal dengan Kerajaan Gapi adalah salah satu dari 4
kerajaan Islam di Kepulauan Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di
Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257. Kesultanan Ternate
memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-19.
Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke-16 berkat perdagangan
rempah-rempah dan kekuatan militernya. Pada masa jaya kekuasaannya membentang
mencakup wilayah Maluku, Sulawesi bagian utara, timur dan tengah, bagian selatan
kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik.

b. Sumber Sejarah
 Kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca menyebutkan Maluku dan Ternate
 Hikayat Ternate

c. Silsilah Kerajaan
Kolano dan Sultan Ternate Masa jabatan
Baab Mashur Malamo 1257 – 1277
Jamin Qadrat 1277 – 1284
Komala Abu Said 1284 – 1298
Bakuku (Kalabata) 1298 – 1304
Ngara Malamo (Komala) 1304 – 1317
Patsaranga Malamo 1317 – 1322
Cili Aiya (Sidang Arif Malamo) 1322 – 1331
Panji Malamo 1331 – 1332
Syah Alam 1332 – 1343
Tulu Malamo 1343 – 1347
Kie Mabiji (Abu Hayat I) 1347 – 1350
Ngolo Macahaya 1350 – 1357
Momole 1357 – 1359
Gapi Malamo I 1359 – 1372
Gapi Baguna I 1372 – 1377
Komala Pulu 1377 – 1432
Marhum (Gapi Baguna II) 1432 – 1486
Zainal Abidin 1486 – 1500
Sultan Bayanullah 1500 – 1522
Hidayatullah 1522 – 1529
Abu Hayat II 1529 – 1533
Tabariji 1533 – 1534
Khairun Jamil 1535 – 1570
Babullah Datu Syah 1570 – 1583
Said Barakat Syah 1583 – 1606
Mudaffar Syah I 1607 – 1627
Hamzah 1627 – 1648
Mandarsyah 1648 – 1650 (masa pertama)
Manila 1650 – 1655
Mandarsyah 1655 – 1675 (masa kedua)
Sibori 1675 – 1689
Said Fatahullah 1689 – 1714
Amir Iskandar Zulkarnain Syaifuddin 1714 – 1751
Ayan Syah 1751 – 1754
Syah Mardan 1755 – 1763
Jalaluddin 1763 – 1774
Harunsyah 1774 – 1781
Achral 1781 – 1796
Muhammad Yasin 1796 – 1801
Muhammad Ali 1807 – 1821
Muhammad Sarmoli 1821 – 1823
Muhammad Zain 1823 – 1859
Muhammad Arsyad 1859 – 1876
Ayanhar 1879 – 1900
Muhammad Ilham (Kolano Ara Rimoi) 1900 – 1902
Haji Muhammad Usman Syah 1902 – 1915
Iskandar Muhammad Jabir Syah 1929 – 1975
Haji Mudaffar Syah (Mudaffar Syah II) 1975 – 2015

d. Masa Kejayaan
Tercatat pada abad ke-16 bahwa Kerajaan Ternate ini mencapai puncak kejayaan. Hingga
bisa dikatakan bahwa kerajaan Islam ini adalah salah satu kerajaan tertua di Maluku yang
mempengaruhi peradaban rakyat Maluku.
Bukti masa kejayaan Kerajaan Ternate ini adalah dengan semamin luasnya wilayah
kekuasaannya. Di mana yang awalnya hanya menguasai daerah Maluku saja, Ternate
berhasil menguasai semua wilayah Sulawesi, Filipina, dan sampai ke Kepulauan Marshall
yang ada di Pasifik.
Raja yang memimpin Kerajaan Ternate di masa kejayaannya adalah Sultan Baabullah.
Memalui tangan dinginnya, Ternate menjadi berkembang dan berhasil mengalahkan
Portugis. perluasan wialyah kerajaan pun sangat memukau pencapaiannya.
Ada 72 pulau kecil Indonesia berpenghuni yang berhasil dikuasai Ternate di bawah
pemerintahan Sultan Baabulllah.

e. Peninggalan
1. Benteng Kerajan Ternate

Layaknya fungsi sebuah benteng sebagai tempat pertahanan saat ada serangan dari musuh,
benteng-benteng peninggalan Kerajaan Ternate ini pun demikian. Identik dengan
bentuknya yang seperti menara atau gua di dalam tanah.

Dalam list peninggalan kerajaan Ternate, ada 3 benteng yang terkenal, yakni :

 Benteng Tolukko (1540)

Nama lain benteng ini adalah benteng Hollandia. Pembangunnya adalah Francisco Serao.
Tujuannya adalah untuk tempat bertahan saat Kerajaan Spanyol menyerang Ternate.

 Benteng Oranje (1607)

Kalau Benteng Tolukko tadi peninggalan portugis, sedangkan Benteng Oranje ini adalah
peninggalan Belanda. Pembangunannya adalah saat pemerintahan Sultan Mudafar.

 Benteng Kalamata (1540)

Ternyata ada dua benteng yang dibangun di tahun 1540. Ada benteng Tulokko dan Benteng
Kalamata. Bahan bangunan benteng ini sederhana, karena terbuat dari bebatuan sungai.
Letaknya di pinggir laut sehingga pemandangannya super indah.

 Masjid Ternate (abad ke -24)

Layaknya Majid Agung yang dimiliki setiap aderah, bentuk masjid peninggalan kerajaan
Ternate ini juga adalah masjid agung yang dibangun untuk beribadah. Pembanguanan
masjid ini adalah di amsa pemerintahan Sultan Hamzah.
Ada 4 tiang yang super kokoh di masjid ini sehingga benar-benar besar. Kalian bsa
langsung mampir untuk beribadah di sini, Langsung deh flashback ke masa silam. Yuk ke
sana.

 Istana Sultan Ternate (abad ke-19)

Peninggalan sejarah Kerajaan Ternate yang satu ini adalah sebuah istana yang selama ini
dipakai para raja atau sultan dalam memerintah kerajaan. Megah lho soalnya istanaya
sudah tingkat dengan model 2 lantai.

Kalau kalian mau ke sana, langsung saja ke Kodya Ternate, tepatnya di Soasiu, kelurahan
Letter C. Letaknya satu kompleks kok sama Masjid ternate. Bangunan istana Kesultanan
Ternate ini berdiri sangat kokoh karena sudah pernah dipugar pada tahun 1978.

 Makam Sultan Baabullah

Sultan yang memiliki julukan Sultan 72 Negeri ini dimakamkan di sebuah tempat khusus
dan sampai kini banyak yang menziarahi. Letak makamnya adalah di lereng Gunung
Galamalam.

Ada 2 pohon yang akan menyapa kalian saat mendatangi makam Sultan Baabullah ini,
yakni pohon pala dan cengkih. Pas banget ya sama tanamana komoditas Ternate saat itu.
Namun ada makna yang berlawananan dari kedua tanaman tersebut, disebabkan karena
alasan kedua tanaman tersebutlah penjajah menguasai kerajaan Ternate.

 Pernak-Pernik

Ini adalah peninggalan yang berupa tongkat raja, mimbar singgasana raja, Al-Qur’an
tulisan raja, tombak, baju besi, tameng, topi militer, dan juga bendera. Semuanya adalah
saksi bisu keberadaan Kerajaan Ternate.

f. Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial-Budaya

 Kehidupan Politik

Kerajaan Ternate ini sebenarnya nggak hanya berhubungan dengan Kerajaan Tidore saja,
melainkan erat banget hubungannya dengan Uli LimaUli Lima adalah persekutuan
kerajaan-kerajaan di Maluku yang jumlahnya ada 5 kerajaan, yakni Kerajaan Bacan, Obi,
Seramm, Ambon, dan pulau Ternate.

Hubungan dengan adanya persekutuan kerajaan tersebut, Kerajaan Ternate bisa


mempertahankan wilayah kekuasaannya dan bisa menambah wilayah kekuasaan.

Persaingan dengan Kerajaan Tidore membuat Ternate terus berbenah dan menggunakan
sistem politik yang bermakna. Perjanjian Saragosa kemudian meletus saat pertikaian antara
bangsa Spanyol dan Portugis berlangsung. Kerajaan Ternate ikut andil di dalamnya, di
pihak Portugis.

Dengan adanya perjanjian tersebut, sistem politik Ternate kemudian dangat dipengaruhi
Portugis. Ternate sudah mengenal perjanjian bilateral, monopoli, dan perpajakan karena
sistem tersebut memang diadopsi dari Portugis.

 Kehidupan Ekonomi

Berdagang atau berniaga adalah mata pencaharian utama dari rakyat Ternate. Arus
perdagangan di Maluku sangatlah kencang, sehingga rempah-rempah Ternate bisa diekspor
sampai ke Eropa. Wow keren.

Tentunya melimpahnya rempah-rempah di Ternate ini nggak lepas dari peran petaninya.
Ya, rakyat Ternate juga berprofesi sebagai petani, tanah Ternate sangat subur sehingga
hasil pertaniannya sangat melimpah.

 Kehidupan Sosial-Budaya

Kalau boleh dibilang, kehidupan budaya Kerajaan Ternate ini dipengaruhi oleh kedatangan
para penjajah. Namun budaya Melayu masih melekat erat. Tidak ada bukti budaya yang
berkembang di sini, hanya berupa bangunan peninggalan sejarah saja.

Ketidakesissan kehidupan budaya yang ada di Kerajaan Ternate ini adalah karena fokusnya
rakyat dan pemerintahan dibidang perekonomaian, sehingga kehidupan budaya tidak terlalu
menonjol perkembangannya.

 Kehidupan Agama
Walaupun Kerajaan Ternate ini dikenal sebagai kerajaan Islam, namun raja-raja Ternate
beserta rakyatnya nggak langsung beragama Islam ya. Tercatat dalam sejarah, baru Raja
Kolono Marhum atau Gapi Baguna II yang memulai beragama Islam.

Ulama yang menjadi penuntun sang raja untuk masuk Islam adalah Datu Maulana Husein
dari Minagkabau. Beliau adalah murid dari Sunan Giri. Untuk itulah kemudian masyarakat
Ternate mulai banyak yang menganut agama Islam.

Agama Islam sendiri sebenarnya sudah dikenal oleh rakyat ternate sejak abad ke 13. Para
pedagang arab adalah aktor yang menyebarkan ajaran agama Islam ini. Butuh waktu yang
panjang hingga akhirnya pada abad ke -15 barulah agama Islam berkembang pesat di
Ternate.

Putra Marhum, Sultan Zainal Abidin kemudian menjadikan Kerajaan Ternate sebagai
kerajaan Islam setelah semua penduduknya menganut Islam. Sistem pemerintahannya pun
sudah berdasarkan syariat Islam.
Pas Portugis bersemayam di dalam lingkungan Kerajaan Ternate, kalian tahu nggak kalau
mereka sempat merusak perkembangan Islam dengan mengenalkan Agama Katolik
Missionaris. Penyebarnya dibawah kepemimpinan franciscus Xaverius sambil berniaga.
Tapi tetep Islam yang kuat di kerajaan ini.

g. Masa Keruntuhan

Ternate tumbang karena banyak faktor yang tidak bisa dicegah. Masa kejayaannya
tinggal cerita saja. Berikut adalah beberapa penyebab runtuhnya Kerajaan Ternate :

1. Penjajahan Belanda

Penajajah telah mengahpuskan mimpi-mimpi Kerajaan Ternate untuk berkembang.


Belanda bekerja sama dengan Kerajaan Spanyol untuk menguasai Maluku. Berbagai cara
dilakukan, yakni salah satunya adalah dengan membuat Ternate bergantung dengan
Belanda.

Ternate dibuat bangkrut dan mau tidak mau harus meminta bantuan kepada Belanda
untuk menyerang Kerajaan Spanyol. Padahal Kerajaan Spanyol kan best partnernya
Belanda. Wah kena adu domba deh.

Tepat pada tanggal 26 Juni 1607, antara Ternate dengan Belanda menandatangaini
sebuah kontrak monopoli yang berisi imbalan yang akan diberikan Ternate atas bantuan
Belanda.

2. Penjajah Portugis

Sebelum kedatangan penjajah Belanda, Kerajaan Ternate sebelumnya sudah kedatangan


bangsa Portugis atau Portugal. Berkedok ingin ikut berdagang seperti saudagar lainnya,
raja Ternate mengizinkan bangsa Portugis masuk ke Ternate.

Francisco Serrao adalah pemimpin Portugis yang permisi saat itu. Dia memimpin
pembangunan pos dagang Portugid di tanah Ternate. Nah benar saja, seiring berjalannya
waktu rakyat Portugis nggak hanya berniaga saja di Ternate, tetapi ikut campur dalam
urusan kenegaraan.

Rakyat Ternate merasa sangat resah karena mereka merasa tidak nyamana hidup di tanah
sendiri. Portugis mulai bersliweran di mana-mana. Mengintai sumber daya alam
komoditas dagang ternate, seperti cengkih, rempah, dan pala. Jelas sudah kalau mereka
pengen menguasai.

3. Perang Antar Saudara

Kaitannya pun juag erat dengan kedatangan para penjajah yang ikut campur dalam
lingkunga pemerintahan di Kerajaan Ternate ini. Di mana raja Ternate hubungannya
sangat dekat dengan penjajah, sehingga membuat saudara atau calon raja tidak suka.
Hingga salah satu raja yang sedang memimpin saat itu, Sultan Bayanullah, harus wafat
karena diracun saudara sendiri. Alasannya jelas, karena Sultan terlalu dekat dengan
Portugis dan tidak lagi mendengar nasehat saudara.

Perang saudara masih berlanjut dalam hal perebutan tahta raja Ternate. Beberapa putra
mahkota saling beradu untuk mendapatkan tahta sebagai raja. Sebuah keadaan yang
memanas dan menajdi kesempatan bagus bagi penjajah. Mereka semakin semangat dalam
melakukan adu domba.

Ketiga penyebab runtuhnya Kerajaan Ternate tersebut pun kemudian mengukir sejarah
bahwa pada tanggal 23 September 1925 kerajaan ini runtuh. Semua harta kerajaan
dikuras habis. Raja terakhir Ternate, Sultan Haji Muhammad Usman Syah dibuang ke
Bandung.

11. Kerajaan Tidore


a. Letak Geografi

Secara geografis KerajaanTtidore terletak di Kepulauan Maluku, antara sulawesi dan irian
jaya letak terletak tersebut sangat strategis dan penting dalam dunia perdagangan masa itu.
Pada masa itu, kepulauan maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar sehingga di
juluki sebagai “The Spicy Island”.

b. Sumber Sejarah
 Kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca menyebutkan Maluku dan Ternate
 Hikayat Ternate

c. Silsilah Kerajaan

1. Kolano Syahjati alias Muhammad Nakil bin Jaffar Assidiq


2. Kolano Bosamawange
3. Kolano Syuhud alias Subu
4. Kolano Balibunga
5. Kolano Duko adoya
6. Kolano Kie Matiti
7. Kolano Seli
8. Kolano Matagena
9. Kolano Nuruddin   (1334-1372)
10. Kolano Hasan Syah  (1372-1405)
11. Sultan Ciriliyati alias Djamaluddin  (1495-1512)
12. Sultan Al Mansur   (1512-1526) ::::::::::: Pusat pemerintahan di Kadato (Istana) Sela
Waring di Rum
13. Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnaen (1526-1535)
14. Sultan Kiyai Mansur  (1535-1569)
15. Sultan Iskandar Sani (1569-1586)
16. Sultan Gapi Baguna  (1586 -1600)
17. Sultan Mole Majimo alias Zainuddin  (1600-1626)
18. Sultan Ngora Malamo alias Alauddin Syah (1626-1631) memindahkan pemerintahan dan
mendirikan Kadato (Istana) Biji Negara  di Toloa.
19. Sultan Gorontalo alias Saiduddin (1631-1642)
20. Sultan Saidi  (1642-1653)
21. Sultan Mole Maginyau alias Malikiddin (1653-1657
22. Sultan Saifuddin alias Jou Kota (1657-1674) ::::::::: memindahkan pemerintahan dan
mendirikan Kadato (Istana) Salero, di Limau Timore (Soasio)
23. Sultan Hamzah Fahruddin  (1674-1705)
24. Sultan Abdul Fadhlil Mansur (1705-1708)
25. Sultan Hasanuddin Kaicil Garcia (1708-1728)
26. Sultan Amir Bifodlil Aziz Muhidin Malikul Manan (1728 – 1757)
27. Sultan Muhammad Mashud Jamaluddin   1757 – 1779
28. Sultan Patra Alam  (1780-1783)
29. Sultan Hairul Alam Kamaluddin Asgar (1784-1797)
30. Sultan Syaidul Jehad Amiruddin Syaifuddin Syah Muhammad El Mab’us Kaicil
Paparangan Jou Barakati, Nuku  (1797-1805)
31. Sultan Zainal Abidin (1805-1810)
32. Sultan Motahuddin Muhammad Tahir (1810-1821)
33. Sultan Achmadul Mansur Sirajuddin Syah (1821-1856) Pembangunan Kadato Kie
34. Sultan Achmad Syaifuddin Alting (1856-1892)
35. Sultan Achmad Fatahuddin Alting (1892-1894)
36. Sultan Achmad Kawiyuddin Alting Alias Shah Juan (1894-1906) Setelah wafat, terjadi
Masa awal konflik internal, (Kadato kie dihancurkan) hingga vakumnya kekuasaan.
37. Sultan Zainal Abidin Syah (1947-1967) pasca wafat, vakumnya kekuasaan.
38. Sultan Hi. Djafar Syah (1999 – 2012) Pembangunan Kadato Kie kembali.

d. Masa Kejayaan

Kejayaan Kesultanan Tidore terjadi pada masa pemerintahan Sultan Nuku yang pada masa
kekuasaannya antara tahun 1797 – 1805, Sultan Nuku memiliki nama lain seperti Sultan
Said-ul Jehad Muhammad al-Mabus Amir ud-din Syah alias Kaicil Paparangan yang oleh
kawula Tidore dikenal dengan sebutan Jou Barakati. Pada masa pemerintahanya wilayah
Kerajaan Tidore mencakup kawasan yang cukup luas bahkan mencapai Tanah Papua di
selatan samudra pasiik. Wilayah sekitar pulau Tidore yang menjadi bagian wilayahnya
adalah Papua, gugusan pulau-pulau Raja Ampat dan pulau Seram Timur. Menurut beberapa
tulisan di berbagai situs internet, dituliskan bahwa kekuasaan Tidore sampai ke beberapa
kepulauan di pasiik selatan, diantaranya; Mikronesia, Melanesia, kepulauan Solomon,
kepulauan Marianas, kepulauan Marshal, Ngulu, Fiji, Vanuatu dan kepulauan Kapita
Gamrange. Disebutkan pula bahwa hingga hari ini beberapa pulau atau kota masih
menggunakan identitas nama daerah dengan embelembel Nuku, antara lain; kepulauan
Nuku Lae-lae, Nuku Alova, Nuku Fetau, Nuku Haifa, Nuku Maboro, Nuku Wange, Nuku
Nau, Nuku Oro dan Nuku Nono.

e. Peninggalan

1. Benteng Torre dan Tahula

Torre Torre dan Tahula adalah sebuah peninggalan dari zaman kolonial Portugis, dan Torre
Torre dibangun pada 1512 dan dibangun di dekat ruang makan Sultan Zainul Abidin, dan
terletak dekat dengan Instana Kie (Kadato Kie). Benteng ini digunakan dengan wilayah
Portugis yakni sebagai melawan Belanda, benteng tersebut memiliki letak di bagian kota
Soa Sio.

Kedua dalam peninggalan sejarah ini telah dijaga dengan sangat baik untuk kebersihan dan
adanya sebuah keberadaannya, karena bangunan ini telah membuktikan dalam keberadaan
kerajaan pasang surut di jaman dahulu dan merupakan sumber kebanggaan.

2. Kadato Kie (Istana Kie)

Sejarah dalam Kerajaan Tidore telah meninggalkan berbagai warisan sejarah dengan nama
Kadato. Kadato sendiri memiliki sebuah bangunan istana dan sering disebut sebagai Kie
Palace atau Kedaton Kie. Bangunan itu ada sejak 1812 dan dibangun di bawah Sultan
Syahjuan T.

Sekarang pada bangunan ini digunakan sebagai objek wisata bersejarah di mana
pengunjung dapat melihat tahta Sultan dan desain interior yang mewakili Kerajaan Tidore
saat itu.

Kerajaan Tidore Kesultanan

Tidore telah didirikan pada tahun 1257 dengan seorang Baab Mashur Malamo. Tentu saja,
sebagai salah satu kerajaan Islam tertua di Indonesia, banyak yang akan meninggalkan
kerajaan ini.

Warisan bersejarah ini akan masih dilestarikan dengan masyarakat setempat. Padahal,
dalam adanya sebuah peninggalan Kerajaan Ternate sering dikunjungi dengan orang-orang
dari berbagai jenis kalangan.
1. Keraton Kesultanan Tidore

Salah satu sebuah peninggalan dalam Kerajaan Ternate, yang masih dapat dikunjungi
sampai saat ini ialah Keraton Ternate. Bangunan bersejarah ini terletak di jantung Kota
Ternate yang menghadap ke laut.

Menurut para ahli, bangunan istana kekaisaran menyesuaikan arsitektur Cina dengan
budaya lokal. Saat ini, bangunan bersejarah ini adalah bangunan terdaftar untuk
melestarikan sejarah yang ada.

Pemerintah setempat telah memelihara, memulihkan, dan melestarikan bangunan ini


sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat sekitar atau dengan sebuah wisatawan di luar
wilayah yang mengunjunginya.

2. Masjid Sultan Tidore

Masjid Sultan Ternate memiliki sebuah sejarah peradaban Ternate dapat disaksikan dengan
melalui Masjid Sultan Ternate. Masjid bersejarah ini telah dibangun sejak kerajaan Ternate
dipimpin dengan seorang Sultan Zainal Abidin, raja kedelapan belas. Hingga saat ini,
belum ada angka valid yang aman dalam pembangunan masjid ini.

Karena ada juga cerita yang mengatakan bahwa masjid baru dibangun pada abad ke-17.
Saat ini, masjid Sultan Ternate masih berfungsi untuk tempat ibadah bagi orang-orang di
Maluku utara. Bahkan, masih ada tradisi budaya yang sering dipraktikkan dalam masjid ini.

3. Makam Sultan Babullah

Makam Sultan Babullah merupakan bukti adanya sebuah peninggalan yang bersejarah
lainnya. Raja Ternate ke-24, yang dapat memerintah antara tahun 1570 dan 1583. Namanya
berlabuh sebagai bandara di Ternate karena ia dikenang sebagai yang pertama sultan
mampu memicu antusiasme rakyatnya untuk memerangi penjajah asing yang ingin
menduduki Ternate.

4. Benteng Tolukko

Benteng Tolukko Dijuluki “Kota Seribu Benteng”, di Ternate masih ada benteng
bersejarah. Namun, salah satu benteng terkenal ialah Benteng Tolukko. Benteng yang
dibangun dengan seorang Portugis adalah pertahanan untuk mengendalikan cengkeh dan
dominasinya di antara orang Eropa lainnya.

f. Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial-Budaya

A. Kehidupan Politik 

Menurut catatan orang Portugis, Raja Maluku yang mula-mula memeluk agama Islam
adalah Raja Ternate, Gapi Baguna atau Sultan Marhum yang tertarik masuk Islam karena
menerima dakwah dari Datuk Maulana Husin. Sultan Marhum memerintah Ternate tahun
1465–1485. Setelah mangkat, ia digantikan oleh putranya, Zainal Abidin. Pada tahun 1495,
Zainal Abidin mewakilkan pemerintahan kepada keluarganya karena ingin memperdalam
pengetahuan agama Islam kepada Sunan Giri. Setelah kembali ke Ternate, Zainal Abidin
dengan giat menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan sampai ke
Filipina Selatan. Zainal Abidin memerintah hingga tahun 1500. 

Setelah Sultan Zainal Abidin mangkat, pemerintahan di Ternate berturut-turut dipegang


oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah. Pada masa pemerintahan Sultan
Hairun, di Maluku kedatangan bangsa Barat, seperti bangsa Portugis, Spanyol, dan
Belanda. Bangsa Portugis yang pertama kali menjalin hubungan dagang. Portugis memaksa
melakukan monopoli perdagangan. Tentu saja hal itu ditentang Ternate sehingga terjadi
perang terbuka. 

Pada tahun 1575 Sultan Baabullah berhasil mengusir Portugis dari Ternate. Wilayah dan
pengaruh Sultan Baabullah sangat luas, meliputi Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku,
Papua, dan Timor. Bersamaan dengan itu, agama Islam juga tersebar sangat luas. Kerajaan
Ternate telah berhasil membangun armada laut yang cukup kuat sehingga mampu
melindungi wilayahnya yang cukup luas tersebut. 

B. Kehidupan Ekonomi 

Kehidupan rakyat Maluku yang utama adalah pertanian dan perdagangan. Tanah di
Kepulauan Maluku sangat subur dengan hasil utamanya cengkih dan pala. Keduanya
merupakan rempah-rempah yang sangat diperlukan untuk ramuan obat-obatan dan bumbu
masak karena mengandung bahan pemanas. Oleh karena itu, rempah-rempah banyak
diperlukan di daerah dingin, seperti di Eropa. Dengan hasil rempahrempahnya maka
aktivitas pertanian dan perdagangan rakyat Maluku maju dengan pesat. 

C. Kehidupan Sosial-Budaya 

Kedatangan Portugis di Maluku tidak hanya untuk berdagang dan mendapatkan rempah-
rempah, tetapiPortugis juga menyebarkan agama Katolik. Pada tahun 1534 missionaris
Katolik, Fransiscus Xaverius telah berhasil menyebarkan agama Katolik di Halmahera,
Ternate, dan Ambon. Telah kita ketahui bahwa sebelumnya di Maluku telah berkembang
agama Islam. Dengan demikian, kehidupan agama telah mewarnai kehidupan sosial
masyarakat Maluku. 

Rakyat Maluku aktivitas banyak tercurah pada perekonomian sehingga sedikit


menghasilkan budaya. Salah satu karya seni bangun yang terkenal ialah Istana Sultan
Ternate dan masjid kuno di Ternate. 

g. Masa Keruntuhan
Kemunduran Kesultanan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kesultanan
Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing (Spanyol dan Portugis) yang bertujuan untuk
memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut.
13. Kerajaan Makassar

Kesultanan Islam di Sulawesi bagian selatan pada abad ke-16 Masehi yang pada mulanya masih
terdiri atas sejumlah kerajaan kecil yang saling bertikai. Daerah ini kemudian dipersatukan oleh
kerajaan kembar yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo menjadi Kesultanan Makassar.

Letak geografis:  Terletak di semenanjung barat-daya Sulawesi dengan kedudukan strategis


dalam perdagangan rempah-rempah.

Masa kejayaan:

1. Perluasan wilayah kerajaan dilakukan dalam waktu singkat, Makassar telah berhasil
menguasai hampir seluruh wilayah Sulawesi Selatan pada masa pemerintahan Sultan
Hassanudin
2. Menguasai sepenuhnya jalur pelayaran dan perdagangan Nusantara mendorong perluasan
wilayah kekuasaannya.
3. Kerajaan Makassar berhasil menguasai kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi Selatan,
seperti Luwu, Wajo, Soppeng, dan Bone. Bahkan dia mempunyai cita-cita untuk
menjadikan kerajaan Makassar sebagai pusat kegiatan perdagangan bagian Timur.
- Faktor kemajuan:
1. letaknya strategis.
2. memiliki syarat-syarat yang baik untuk menjadi pelabuhan, terletak di muara sungai
dan di depannya terdapat gugusan pulau yang dapat melindungi pelabuhan dari angin
maupun gelombang besar.
3. jatuhnya Malaka pada tahun 1511 ke tangan Portugis yang
menyebabkan pedagang Islam pindah ke Makassar
4. pusat persinggahan pedagang internasional
5. pusat pedagang wilayah timur
6. Politik Sultan Agung yang bersifat agraris dan non maritim banyak melemahkan
armada laut di pantai utara Jawa
Masa kemunduran:

1. Upaya adu domba yg dilakukan oleh Belanda antara Kerajaan Makassar (Sultan
Hasanuddin) dengan kerjaan di Bone (Aru Palakka)
2. Aru Palakka bersekutu dengan VOC Belanda untuk menyerang kerjaan Makassar.
3. Runtuhnya kerjaan Makassar ditanda dengan dipaksanya Sultan Hasanuddin untuk
menandatangani Perjajian Bongaya
4. Adanya benteng pertahanan VOC di Maksar dan pasukan Makassar yang sudah tidak
sekuat dahulu, menyebabkan usaha yang dilakukan Mapasomba (penerus sultan
hassanudin) mudah untuk dipatahkan.

Raja yang memimpin:

1. Sultan Alauddin (1591-1639 M)
2. Sultan Muhammad Said (1639-1653 M)
3. Sultan Hasanuddin (1653-1669 M)
4. Raja Mapasombha

Kehidupan ekonomi:
Makassar tumbuh menjadi pelabuhan yang ramai karena letaknya di tengah antara Maluku, Jawa,
Kalimantan, Sumatra, dan Malaka dan menjadi pelabuhan Internasional, sehingga banyak
pedagang Asing berdagang di Makasar. Pertumbuhan Makassar makin cepat setelah Malaka
jatuh ke tangan Portugis (1511).

Banyak pedagang dari Malaka, Aceh, dan Maluku yang pindah ke Makassar. Para pedagang
Makassar membawa beras dan gula dari Jawa dan daerah Makassar sendiri ke Maluku yang
ditukarkan dengan rempah-rempah. Rempah-rempah itu lalu dijual ke Malaka dan pulangnya
membawa dagangan, seperti kain dari India, sutra dan tembikar dari Cina, serta berlian dari
Banjar.
Untuk mengatur pelayaran dan perniagaan dalam wilayahnya disusunlah hukum niaga dan
perniagaan yang disebut Ade Allopioping Bicarance Pabbalu'e dan sebuah naskah lontar karya
Amanna Gappa.

Kehidupan sosial budaya:

sebagian besar kebudayaannya dipengaruhi oleh aktivitas pelayaran perdagangan. Hasil


kebudayaan yang terkenal dari Makasar adalah perahu Pinisi dan Lambo. Sejak abad ke-17
agama Islam juga mulai berkembang di Kerajaan Makassar. Dengan berpegang teguh bahwa
Allah menciptakan lautan untuk semua hambanya, maka tindakan sewenang wenang Belanda
ditentang terang-terangan oleh Sultan Alauddin. Disamping itu, aktifitas kehidupan masyarakat
diatur berdasarkan sumber-sumber yang ada dalam ajaran dan hukum Islam.

Kehidupan politik:

Makassar tumbuh menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini disebabkan
letak Makassar yang strategis dan menjadi bandar penghubung antara Malaka, Jawa, dan
Maluku. Kerajaan Makassar mengembangkan kebudayaan yang didasarkan atas nilai-nilai Islam
dan tradisi dagang. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1654-1660), Kerajaan
Makassar mencapai puncak kejayaannya. Persaingan antara Goa-Tallo (Makassar) dengan Bone
yang berlangsung cukup lama diakhiri dengan keterlibatan Belanda dalam Perang Makassar
(1660-1669). Perang ini juga disulut oleh perilaku orang-orang Belanda yang menghalang-
halangi pelaut Makassar membeli rempah-rempah dari Maluku dan mencoba ingin memonopoli
perdagangan. 

Peninggalan:

1. Fort Rotterdam
2. Masjid Katangka
3. Kompleks makam raja Gowa Tallo
4. Istana Balla Lampoa
5. Batu Pallantikang
6. Kompleks Makam Katangka di areal masjid Katangka
7. Makam Syekh Yusuf
8. Benteng Somba Opu

Letak geografis

Fort Rotterdam

Masjid
Katangka
Istana Balla
Lompoa

14. Kesultanan Peureulak

Kerajaan Islam di Indonesia yang berkuasa di sekitar wilayah Peureulak, Aceh


Timur, Aceh sekarang disebut-sebut antara tahun 840 sampai dengan tahun 1292.
Perlak atau Peureulak terkenal sebagai suatu daerah penghasil kayu perlak, jenis kayu yang
sangat bagus untuk pembuatan kapal, dan karenanya daerah ini dikenal dengan nama Negeri
Perlak. Hasil alam dan posisinya yang strategis membuat Perlak berkembang
sebagai pelabuhan niaga yang maju pada abad ke-8, disinggahi oleh kapal-kapal yang antara lain
berasal dari Arab dan Persia.

Letak geografis:

Diperkirakan berada di Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Aceh. Secara geografis
wilayah Perlak sangat strategis karena langsung berhadapan dengan Selat Malaka di sebelah
utara. Kondisi geografis Perlak sangat cocok digunakan sebagai Bandar Perdagangan.
Raja yang memimpin:
1. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (840-864)
2. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (864-888)
3. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888-913)
4. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915-918)
5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (928-932)
6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah (932-956)
7. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956-983)
8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986-1023)
9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1023-1059)
10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (1059-1078)
11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078-1109)
12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109-1135)
13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1135-1160)
14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1160-1173)
15. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (1173-1200)
16. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1200-1230)
17. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II (1230-1267)
18. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267-1292)

Masa kejayaan:
Terjadi pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah II
Jouhan Berdaulat yakni pada tahun 1225 sampai 1262 Masehi. Pada masa pemerintahan beliau,
Kerajaan Perlak mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat, yakni dalam bidang
pendidikan Islam dan bidang perluasan dakwah Islamiah.

Masa keruntuhan:
Runtuhnya kerajaan Perlak karena banyak terjadi perang saudara antara dua golongan yang
berbeda yaitu aliran Syiah dan aliran Sunni. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, pada masa
sultan ke 17 Kerajaan Perlak melakukan strategi politik persahabatan dengan kerajaan-kerajaan
tetangga sehingga penggabungan kerajaan perlak dengan kerajaan samudra pasai tidak dapat
dihindarkan.

Kehidupan sosial budaya:


Perlak dikenal dengan kekayaan hasil alamnya yang didukung dengan letaknya yang sangat
strategis. Kondisi semacam inilah yang membuat para pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia
tertarik untuk datang ke daerah ini.

Masuknya para pedagang tersebut juga sekaligus menyebarkan ajaran Islam di kawasan ini.
Ketika itu masyarakat Perlak mulai diperkenalkan tentang bagaimana caranya berdagang.

Model pernikahan percampuran mulai terjadi di daerah ini sebagai konsekuensi dari
membaurnya antara masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang. Kelompok pendatang
bermaksud menyebarluaskan misi Islamisasi dengan cara menikahi wanita-wanita setempat.

Perkembangan budaya pada waktu itu ditandai oleh sekelompok yang berhasil mengeksploitasi
huruf Arab yang dibawa oleh Islam, untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah
yang kemudian disebut Jawi, dan suratnya adalah bahasa Arab Jawi. Hikayat Raja Pasai itulah
ditandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di nusantara.

Bersamaan dengan itu, di Kerajaan Perlak juga berkembang ilmu tasawuf. Salah satu kitab
tasawuf yang kemudian dialihbahasakan ke dalam bahasa Melayu adalah kitab yang berjudul
Durru al-Manzum, karangan Maulana Abu Sihak. Kitab tersebut dialihbahasakan ke bahasa
Melayu oleh Makhdum Patakan.

Kehidupan politik:
Sultan Perlak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan
Berdaulat, melakukan politik persahabatan dengan negeri-negeri tetangga. Ia menikahkan dua
orang puterinya dengan para pemimpin kerajaan tetangga. Putri Ratna Kamala dinikahkan
dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Muhammad Shah (Parameswara) dan Putri Ganggang
dinikahkan dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, al-Malik al-Saleh.
Kehidupan Ekonomi:
Keadaan Ekonomi Kerajaan Perlak terbilang maju, hal ini bisa kita dari mata uang yang mereka
keluarkan sendiri. Mata uang mereka juga terbuat dari emas atau dirham, perak, kuningan dan
tembaga.

Peninggalan
1. Stempel Kerajaan Perlak
2. Mata uang Kerajaan Perlak
3. Masjid Kerajaan Perlak
4. Makam raja Benoa
5. Naskah hikayat Aceh

Stempel Kerajaan
Peureulak
L

Mata uang Kerajaan


Peureulak

Masjid
Kerajaan
Peureulak
l

Makam Benoa

15. Kesultanan Malaka

15.Kesultanan Malaka

Sebuah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri di Melaka, Malaysia. Kerajaan ini didirikan


oleh Parameswara, kemudian mencapai puncak kejayaan pada abad ke 15 dengan menguasai
jalur pelayaran Selat Melaka. Kejatuhan Malaka ini menjadi pintu masuknya
kolonialisasi Eropa di kawasan Nusantara.

Letak geografis:

Wilayah kesultanan Malaka berada di semenanjung Malaya dengan ibukotanya Malaka. kerajaan
Malaka terletak di tepi jalur perhubungan pelayaran dan perdagangan, yaitu selat Malaka.

Raja yang memimpin:

1. Permaisura yang bergelar Muhammad Iskandar Syah (1380—1424)


2. Sri Maharaja (1424—1444)
3. Sri Prameswara Dewa Syah (1444—1445)
4. Sultan Muzaffar Syah (1445—1459)
5. Sultan Mansur Syah (1459—1477)
6. Sultan Alauddin Riayat Syah (1477—1488)
7. Sultan Mahmud Syah (1488—1551)

Masa kejayaan:

Malaka ramai dikunjungi oleh para pedagang Islam. Dalam perkembangannya, raja pertama
Malaka, yaitu Prameswara akhirnya masuk Islam pada tahun 1414 M. Dengan masuknya raja ke
dalam agama Islam, maka Islam kemudian menjadi agama resmi di Kerajaan Malaka, sehingga
banyak rakyatnya yang ikut masuk Islam. Malaka berkembang menjadi pusat perkembangan
agama Islam di Asia Tenggara, hingga mencapai puncak kejayaan di masa pemeritahan Sultan
Mansyur Syah (1459—1477) . Negeri-negeri yang berada di bawah taklukan Malaka banyak
yang memeluk agama Islam. Malaka juga banyak memiliki tentara bayaran yang berasal dari
Jawa. Dari Malaka, Islam kemudian tersebar hingga Jawa, Kalimantan Barat, Brunei, Sulu dan
Mindanau (Filipina Selatan). Dalam masa kejayaannya, Malaka mempunyai kontrol atas daerah-
daerah berikut:
1. Semenanjung Tanah Melayu (Patani, Ligor, Kelantan, Trenggano, dan sebagainya). 
2. Daerah Kepulauan Riau. 
3. Pesisir Timur Sumatra bagian tengah.
4. Brunai dan Serawak. 
5. Tanjungpura (Kalimantan Barat). 

Hingga akhir abad ke-15 Malaka telah menjadi kota pelabuhan kosmopolitan dan pusat
perdagangan dari beberapa hasil bumi seperti emas, timah, lada dan kapur. Malaka muncul
sebagai kekuatan utama dalam penguasaan jalur Selat Malaka, termasuk mengendalikan kedua
pesisir yang mengapit selat itu.     

Masa keruntuhan:  

Pengganti Sultan Alauddin Riayat Syah adalah Sultan Mahmud Syah. Sultan ini memerintah
pada tahun 1488-1511. Dampak dari stabilitas tersebut adalah kerajaan malaka menjadi buruk
dan miskin karena pada waktu itu yang memimpin adalah seorang  Sultan Mahmud Syah yang
masih kecil dalam memerintah kerajaan Malaka, Sultan Mahmud Syah adalah Sultan Malaka
yang terakhir sebelum Malaka jatuh ke tangan portugis diserang pasukan Portugal di bawah
pimpinan Afonso de Albuquerque. Serangan dimulai pada 10 Agustus 1511 dan pada 24
Agustus 1511 Malaka jatuh kepada Portugal. 

Kehidupan ekonomi:

Sejak Kerajaan Malaka berkuasa, jalur perdagangan internasional yang melalui Selat Malaka
semakin ramai. Tidak adanya saingan di wilayah tersebut, mendorong kerajaan Malaka membuat
aturan-aturan bagi kapal yang sedang melintasi dan berlabuh di Semenanjung Malaka.

Aturan tersebut adalah diberlakukan pajak bea cukai untuk setiap barang yang datang dari
wilayah barat (luar negeri) sebesar 6% dan upeti untuk pedagang yang berasal dari wilayah
Timur (dalam negeri). Pajak tersebut banyak dimasukkan ke kas negara. Sementara itu, raja
maupun pejabat-pejabat penting memperoleh upeti atau persembahan dari pedagang yang dapat
menjadikan mereka sangat kaya. Tingkat keorganisasian pelabuhan ditingkatkan dengan
membuat peraturan tentang syarat-syarat kapal yang berlabuh, kewajiban melaporkan nama
jabatan dan tanggung jawab bagi kapal-kapal yang sedang berlabuh, dan sebagainya.

Raja dan pejabat kerajaan turut serta dalam perdagangan dengan memiliki kapal dan awak-
awaknya. Kapal tersebut disewakan kepada pedagang yang hendak menjual barangnya ke luar
negeri.

Kehidupan sosial budaya:

Pada kehidupan budaya, perkembangan seni sastra Melayu mengalami perkembangan yang pesat
seperti munculnya karya-karya sastra yang menggambarkan tokoh-tokoh kepahlawanan dari
Kerajaan Malaka seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat Hang Lekir dan Hikayat Hang Jebat.

Sedangkan kehidupan sosial Kerajaan Malaka dipengaruhi oleh faktor letak wilayahnya. Sebagai
masyarakat yang hidup dari dunia maritim, hubungan sosial masyarakatnya sangatlah kurang dan
bahkan mereka cenderung mengarah ke sifat-sifat individualisme.
Kelompok masyarakat pun bermunculan, seperti adanya golongan buruh dan majikan. Gejala
timbulnya kecemburuan sosial disebabkan oleh dominasi para bangsawan dan pedagang dalam
kehidupan bermasyarakat. Hal inilah yang menjadi penyebab lemahnya Kerajaan Malaka.

Kehidupan politik:

 Dalam menjalankan dan menyelenggarakan politik negara, ternyata para sultan menganut paham
politik hidup berdampingan secara damai (co-existence policy) yang dijalankan secara efektif.

Politik hidup berdampingan secara damai dilakukan melalui hubungan diplomatik dan ikatan
perkawinan. Politik ini dilakukan untuk menjaga keamanan internal dan eksternal Malaka.
Sebagai tindak lanjut dari politik negara tersebut, Parameswara (Muhammad Iskandar Syah)
kemudian menikah dengan salah seorang putri Samudra Pasai.

Raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Malaka adalah Iskandar Syah. Pada masa
pemerintahannya, Kerajaan Malaka berkembang sebagai salah satu Kerajaan Islam terbesar yang
disegani di Asia Tenggara.Wilayah kekuasaan Malaka diperluas pada masa pemerintahan
Muhammad Iskandar Syah.

Kerajaan Malaka dapat mencapai puncak kejayaan pada masa Sultan Mansyur Syah. Sultan
Mansyur Syah melanjutkan politik ayahnya dengan memperluas wilayah kekuasaanya baik di
Semenanjung Malaka maupun di wilayah Sumatra Tengah.

 Perkembangan politik Kerajaan Malaka mengalami kemunduran pada masa pemerintahan


Sultan Alauddin Syah. Banyak daerah taklukan Kerajaan Malaka yang melepaskan diri.

Peninggalan:

1. Masjid Agung Deli


2. Benteng A’Farmosa
3. Mata uang akhir abad 15
4. Masjid Johor Baru
5. Masjid Kubro Kampar Timur
  

l
Letak Geografis

Benteng
A’Farmosa

Masjid Agung Deli


Masjid Kubro Kampar
Timur

16. Kesultanan Gowa

16.kesultanan gowa

Salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat
dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir
barat Sulawesi bagian selatan. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten
Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. 

Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate


Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat Kerajaan Gowa: Tombolo,
Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Samata, Bissei, Sero dan Kalling. Melalui berbagai
cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan
Gowa.

Letak geografis:

 Terletak di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi Selatan dan merupakan tetangga dari kerajaan
Tallo. Secara geografis Sulawesi Selatan memiliki posisi yang penting, karena dekat dengan jalur
pelayaran perdagangan Nusantara.

Raja yang memimpin:

1. Tumanurunga

2. Tumassalangga Baraya
3. Puang Loe Lembang

4. I Tuniatabanri

5. Karampang ri Gowa

6. Tunatangka Lopi

7. Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna

8. Pakere Tau Tunijallo ri Passukki

9. Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna

10. I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng

11. I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte

12. I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo

13. I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu

14. I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna (Merupakan


penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam.)

15. I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang
Batuna.

16. I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri
Balla'pangkana.

17. I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu'.

18. Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara.

19. I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri
Lakiyung.

20. La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu

21. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi

22. I Manrabbia Sultan Najamuddin

23. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi.


24. I Mallawagau Sultan Abdul Chair

25. I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus

26. Amas Madina Batara Gowa

27. I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang

28. I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging

29. I Manawari Karaeng Bontolangkasa

30. I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka

31. La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga

32. I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri
Kakuasanna

33. I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna

34. I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu'na.

35. I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin
Tuminanga ri Sungguminasa

36. Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin

37. Andi Maddusila Patta Nyonri Karaeng Katangka Sultan Alauddin II

Masa kejayaan:

Zaman Tunipalangga:

 Menaklukkan dan menjadikan bawahan Bajeng, Lengkese, Polombangkeng, Lamuru,


Soppeng, berbagai negara kecil di belakang Maros, Wajo, Suppa, Sawitto, Alitta,
Duri, Panaikang, Bulukumba dan negara-negara lain di selatan, dan wilayah
pegunungan di selatan.
 Menciptakan jabatan Tumailalang untuk menangani administrasi internal kerajaan,
sehingga Syahbandar leluasa mengurus perdagangan dengan pihak luar.
 Menetapkan sistem resmi ukuran berat dan pengukuran
Pertama kali memasang meriam yang diletakkan di benteng-benteng besar.
 Pemerintah pertama ketika orang Makassar mulai membuat peluru, mencampur emas
dengan logam lain, dan membuat batu bata.
 Penguasa pertama yang didatangi oleh orang asing (Melayu) di bawah Anakhoda
Bonang untuk meminta tempat tinggal di Makassar.
 Penguasa pertama yang meminta tenaga lebih banyak dari rakyatnya.
 Penyusun siasat perang yang cerdas, seorang pekerja keras, seorang narasumber, kaya
dan sangat berani.

Zaman Sultan Hassanudin:

Berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur
serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil
menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone. Perluasan daerah tersebut sampai ke Nusa
Tenggara Barat. Daerah kekuasaannya luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat
dikuasainya.

Kehidupan Ekonomi:

Kerajaan Gowa merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di
Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor :

 letak yang strategis,


 memiliki pelabuhan yang baik
 jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang-
pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.

Sebagai pusat perdagangan Gowa berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak
disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya
yang datang untuk berdagang di Makasar.

Pelayaran dan perdagangan di Gowa diatur berdasarkan hukum niaga sehingga dengan adanya
hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami
perkembangan yang pesat.
Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena menguasai
daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.

Kehidupan politik:

Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato’ Ri Bandang dari
Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan
raja Gowa pun memeluk agama Islam. Raja Gowa yang pertama memeluk agama Islam adalah
Sultan Alaudin. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Gowa berkembang sebagai
kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad Said (1639 –
1653).

Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan
Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah
kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat
menunjang keperluan perdagangan. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti
kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan
oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan
VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Gowa. Dengan kondisi
tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC.

Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk
memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Upaya Belanda untuk mengakhiri
peperangan dengan Gowa yaitu dengan melakukan politik adu-domba dengan kerajaan Bone
(daerah kekuasaan Gowa).

Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota. Dan secara terpaksa
harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya
tentu sangat merugikan.

Peninggalan:

1. Istana Tamalate
2. Benteng Somba Opu
3. Batu Pallantikan

Letak geografis

Benteng Somba Opu


Batu Pallantikan

17. Kesultanan Buton

Adalah salah satu kerajaan bercorak Islam di Indonesia yang berada di Sulawesi Tenggara.
Berdirinya kerajaan ini tidak lepas dari peranan orang-orang Melayu yang datang ke wilayah
Buton pada akhir abad ke-13 M. Nama Buton berasal dari kata Butuni, artinya tempat
persinggahan.

Kerajaan yang kemudian menjadi Kesultanan ini, memiliki sejarah sistim pemerintahan monarki
parlementer selama tujuh abad. Sebelum menjadi kerajaan bercorak Islam, pemerintahan di
Buton diduga kuat dipengaruhi oleh ajaran Hindu dan Budha. Diperkirakan ajaran Hindu Budha
di Buton berasal dari kerajaan Majapahit.

Kerajaan Buton secara resminya menjadi sebuah kerajaan Islam pada masa


pemerintahan Raja Buton ke-6, yaitu Timbang Timbangan atau Lakilaponto atau Halu Oleo.
Bagindalah yang diislamkan oleh Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani yang
datang dari Johor. 

Letak geografis:

Letak Kerajaan Buton di Sulawesi Tenggara, tepatnya di kota Baubau. Wilayahnya meliputi
Pulau Buton dan pulau-pulau di sekitar Sulawesi Tenggara.

Raja yang memimpin:


Raja-raja (pra islam): 15. Sultan La Rabaenga (1702 M)
1. Rajaputri Wa Kaa Kaa 16. Sultan La Sadaha (1702-1709 M)
2. Rajaputri Bulawambona 17. Sultan La Ibi (1709-1711 M)
3. Raja Bataraguru 18. Sultan La Tumparasi (1711-1712M)
4. Raja Tuarade 19. Sultan Langkariri (1712-1750 M)
5. Rajamulae 20. Sultan La Karambau (1750-1752 M)
6. Raja Murhum 21. Sultan Hamim (1752-1759 M)
Sultan-sultan: 22. Sultan La Seha (1759-1760 M)
1. Sultan Murhum (1491-1537 M) 23. Sultan La Karambau (1760-1763 M)
2. Sultan La Tumparasi (1545-1552) 24. Sultan La Jampi (1763-1788 M)
3. Sultan La Sangaji (1566-1570 M) 25. Sultan La Masalalamu (1788-1791 M)
4. Sultan La Elangi (1578-1615 M) 26. Sultan La Kopuru (1791-1799 M)
5. Sultan La Balawo (1617-1619) 27. Sultan La Badaru (1799-1823 M)
6. Sultan La Buke (1632-1645) 28. Sultan La Dani (1823-1824 M)
7. Sultan La Saparagau (1645-1646 M) 29. Sultan Muh. Idrus (1824-1851 M)
8. Sultan La Cila (1647-1654 M) 30. Sultan Muh. Isa (1851-1861 M)
9. Sultan La Awu (1654-1664 M) 31. Sultan Muh. Salihi (1871-1886 M)
10. Sultan La Simbata (1664-1669 M) 32. Sultan Muh. Umar (1886-1906 M)
11. Sultan La Tangkaraja (1669-1680 33. Sultan Muh. Asikin (1906-1911 M)
M) 34. Sultan Muh. Husain (1914 M)
12. Sultan La Tumpamana (1680-1689 35. Sultan Muh. Ali (1918-1921 M)
M) 36. Sultan Muh. Saifu (1922-1924 M)
13. Sultan La Umati (1689-1697 M) 37. Sultan Muh. Hamidi (1928-1937 M)
14. Sultan La Dini (1697-1702 M) 38. Sultan Muh. Falihi (1937-1960 M).

Masa kejayaan:
Kesultanan Buton mencapai masa kejayaannya ketika pemerintahan Sultan Muhammad Idrus.
Sultan ini memerintah dari tahun 1824 hingga 1850. Kekuasaan Buton ketika itu mencakup
wilayah Pulau Buton, Muna, Kabaena, Tukangbesi, Poleang, Rumbia.
Sistem pemerintahan Buton dibagi lagi menjadi tiga wilayah, yakni wilayah inti, moronene, dan
barata. Wilayah inti dipecah lagi menjadi dua, yakni wilayah bonto dan wilayah bobato. Daerah
moronene merupakan daerah yang diperintah langsung oleh adat. Sedangkan, daerah barata
(berarti perahu atau cadik) merupakan wilayah yang dianggap dan diharapkan untuk menjaga
kestabilan Kerajaan.

Dalam Kesultanan Buton, terdapat empat barata, yaitu Muna, Tiworo, Kalingsusu, dan
Kaledupa.

Selain itu, kesultanan Buton menjalin hubungan baik dengan seluruh kerajaan di Sulawesi,
bahkan hingga ke pulau Jawa. Hubungan diplomatik itu membuat perekonomian di wilayah
kesultanan Buton menjadi baik, terutama karena hubungan perdagangannya.
Pada abad ke-17, pemerintahan Buton sudah mengembangkan sistem perpajakan yang sangat
baik jika dibandingkan kerajaan lain di Sulawesi. Ksultanan Buton pun memiliki alat pertukaran
atau mata uang yang disebut kampua. Alat tukar ini terbuat dari kain yang ditenun.
Dalam praktek hukum, kesultanan Buton memiliki sistem yang sangat baik. Siapapun yang
melakukan kesalahan secara hukum, baik itu rakyat jelata ataupun pejabat istana, akan dijatuhi
hukuman yang setimpal. Sepanjang sejarahnya, teradpat 12 sultan Buton yang pernah dihukum
karena melanggar aturan.
Kesultanan Buton membangun sebuah benteng pertahanan untuk melindungi kerajaan dari
berbagai ancaman. Benteng itu dibuat pada 1634, masa pemerintahan Sultan La Buke.

Masa keruntuhan:
Ancaman luar yang terus menerus dirasakan Buton adalah perlombaan pengembangan kuasa dari
dua buah kerajaan besar jirannya: Ternate dan Makassar. Oleh itu, Sultan Muhyiuddin tetap
bekerjasama dengan Belanda, penaung utama yang sejak dahulu lagi telah melindungi mereka.
Ancaman luar juga datang dari orang-orang Seram dan Papua.
Sepanjang pemerintahan Kesultanan Buton, selain mendapat tekanan dari luar, juga
mendapat tekanan dari dalam. Terjadi juga aksi pemberontakan dan makar serta kerusuhan
diantaranya kerusuhan di Wasongko dan Lasadewa akibat kasus Sapati Kapolangku yang
menimbulkan terjadinya kesalahpahaman antara Ternate Buton tahun 1669. Disamping itu juga
tercatat beberapa aksi pemberontakan dan makar yaitu sebagai berikut.
Sultan ke-26 La Koporu (Muhyiuddin Abdul Gafur; 1791-1799) menghadapi banyak
masalah politik, ada yang bersifat dalaman dan luaran. Antara masalah dalaman itu adalah
pemberontakan di Kalincusu dan Wowoni yang banyak memakan korban dan menghabiskan
senjata Buton, sehingga Sultan memohon kepada “Gurnadur Jenderal” agar dapat menjual
peralatan perang agar Buton dapat mempertahankan kedaulatannya ke atas kedua wilayah itu.
Jadi, banyak Pemberontakan yang terjadi di Kerajaan Buton seperti
1. Perang Buton dengan Armada kapal La Bolontio (akhir abad ke -15!)
2. Perang Buton – Ternate (1580!)
3. Perang Buton – Belanda . (1637 – 1638)
4. Perang Buton - Makassar di Teluk Buton (1666-1667)
5. Perang Makassar (1966 – 1969)
6. Perang Buton Belanda tahun 1752 dan 1755 - 1776
7. Perang Buton – Papua dan Seram 1796-1799
8. Perang Buton melawan Bajak Laut tahun 1824
9. Pemberontakan Dalam Pemerintaha Kesultanan Buton

Kehidupan politik:
Masa pemerintahan Kerajaan Buton mengalami kemajuan terutama bidang Politik Pemerintahan
dengan bertambah luasnya wilayah kerajaan serta mulai menjalin hubungan Politik dengan
Kerajaan Majapahit, Luwu, Konawe, dan Muna. Memasuki masa Pemerintahan Kesultanan juga
terjadi perkembangan bidang politik dan pemerintahan dengan ditetapkannya Undang-Undang
Dasar Kesultanan Buton yaitu “Murtabat Tujuh” yang di dalamnya mengatur fungsi, tugas dan
kedudukan perangkat kesultanan dalam melaksanakan pemerintahan serta ditetapkannya Sistem
Desentralisasi (otonomi daerah) dengan membentuk 72 Kadie (Wilayah Kecil).

Kehidupan ekonomi:
Wilayah kerajaan/kesultanan Buton sangat strategis. Pedagang dari India, Arab, Eropa maupun
Cina lebih memilih untuk melalui jalur selatan Kalimantan untuk mencapai kepulauan rempah-
rempah di Maluku. Selain itu, mulai diberlakukan alat tukar dengan menggunakan uang yang
disebut Kampua yaitu  sehelai kain dengan ukuran 17,5 kali 8 sentimeter. (terbuat dari kapas
yang dipintal menjadi benang kemudian ditenun secara tradisional menjadi kain).
Kehidupan sosial budaya:

Masyarakat Buton terdiri dari berbagai suku bangsa. Mereka mampu mengambil nilai-nilai yang
menurut mereka baik untuk diformulasikan menjadi sebuah adat baru yang dilaksanakan di
dalam pemerintahan kerajaan/kesultanan Buton itu sendiri. Berbagai kelompok adat dan suku
bangsa diakui di dalam masyarakat Buton. Berbagai kebudayaan tersebut diinkorporasikan ke
dalam budaya mereka.

Imam-imam yang menjabat di dalam dewan agama juga dipercaya merupakan keturunan Arab.
Mereka dengan pengetahuan agamanya diterima oleh masyarakat Buton dan dipercaya sebagai
pemimpin di dalam bidang agama.

Berbagai suku dan adat tersebut mampu bersatu secara baik di dalam kerajaan/kesultanan
Buton. Dapat dikatakan bahwa seluruh golongan di buton merupakan pendatang. Mereka
menerapkan sistem yang berdasarkan musyawarah. Para perumus sistem kekuasaan atau sistem
adat di Buton juga berasal dari berbagai kelompok suku dan agama. 

Eiktnik/Suku Buton sebutan bagi masyarakat yang berasal dari Kerajaan dan Kesultanan Buton,
memiliki sejumlah bahasa yang berbeda tiap wilayah. Secara umum, setidaknya ada 4 bahasa yg
digunakan oleh 4 kelompok/etnik masyarakat yakni Bahasa Pancana, Bahasa Cia-Cia, Bahasa
Pulo (Wakatobi), dan Bahasa Moronene.

Selain 4 bahasa tersebut masih terdapat pula beberapa bahasa yang digunakan oleh kelompok
masyarakat yang lebih kecil, seperti bahasa Laompo/Batauga, Bahasa Barangka/Kapontori,
Bahasa Wabula, Bahasa Lasalimu, Bahasa Kolencusu, Bahasa Katobengke dan sebagai bahasa
pemersatu digunakan Bahasa Wolio. Bahasa Wolio ini merupakan bahasa resmi kesultanan.

Peninggalan:

1. Benteng Keraton Buton


2. Batu Popaua
3. Masjid Kesultanan Buton
4. Istana kamali
5. Istana malinge
6. Naskah kuno Kesultanan Buton
uu Letak geografis

Masjid
Kesultanan
Buton

Anda mungkin juga menyukai