Anda di halaman 1dari 25

Kesultanan Samudera Pasai

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Kesultanan Pasai
Samudera Darussalam
12671521

Ibu kota Pasai


Bahasa Melayu
Agama Islam
Bentuk
Monarki
Pemerintahan
Sejarah
- Didirikan 1267
- Invasi Portugis 1521
Mata uang Koin emas dan perak
Pengganti
Imperium Portugis
Kesultanan Aceh

Kesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera Pasai, adalah
kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota
Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia.

Belum begitu banyak bukti arkeologis tentang kerajaan ini untuk dapat digunakan sebagai bahan
kajian sejarah.[1] Namun beberapa sejarahwan memulai menelusuri keberadaan kerajaan ini
bersumberkan dari Hikayat Raja-raja Pasai,[2] dan ini dikaitkan dengan beberapa makam raja serta
penemuan koin berbahan emas dan perak dengan tertera nama rajanya.[3]

Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun 1267.
Keberadaan kerajaan ini juga tercantum dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke
Timur) karya Abu Abdullah ibn Batuthah (13041368), musafir Maroko yang singgah ke negeri
ini pada tahun 1345. Kesultanan Pasai akhirnya runtuh setelah serangan Portugal pada tahun
1521.

Daftar isi
1 Pembentukan awal

2 Relasi dan persaingan

3 Pemerintahan
4 Perekonomian

5 Agama dan budaya

6 Akhir pemerintahan

7 Daftar penguasa Pasai

8 Warisan sejarah

9 Rujukan

10 Kepustakaan

11 Pranala luar

Pembentukan awal
Berdasarkan Hikayat Raja-raja Pasai, menceritakan tentang pendirian Pasai oleh Marah Silu,
setelah sebelumnya ia menggantikan seorang raja yang bernama Sultan Malik al-Nasser.[2] Marah
Silu ini sebelumnya berada pada satu kawasan yang disebut dengan Semerlanga kemudian
setelah naik tahta bergelar Sultan Malik as-Saleh, ia wafat pada tahun 696 H atau 1297 M.[4]
Dalam Hikayat Raja-raja Pasai maupun Sulalatus Salatin nama Pasai dan Samudera telah
dipisahkan merujuk pada dua kawasan yang berbeda, namun dalam catatan Tiongkok nama-nama
tersebut tidak dibedakan sama sekali. Sementara Marco Polo dalam lawatannya mencatat
beberapa daftar kerajaan yang ada di pantai timur Pulau Sumatera waktu itu, dari selatan ke utara
terdapat nama Ferlec (Perlak), Basma dan Samara (Samudera).

Pemerintahan Sultan Malik as-Saleh kemudian dilanjutkan oleh putranya Sultan Muhammad
Malik az-Zahir dari perkawinannya dengan putri Raja Perlak. Pada masa pemerintahan Sultan
Muhammad Malik az-Zahir, koin emas sebagai mata uang telah diperkenalkan di Pasai, seiring
dengan berkembangnya Pasai menjadi salah satu kawasan perdagangan sekaligus tempat
pengembangan dakwah agama Islam. Kemudian sekitar tahun 1326 ia meninggal dunia dan
digantikan oleh anaknya Sultan Mahmud Malik az-Zahir dan memerintah sampai tahun 1345.
Pada masa pemerintahannya, ia dikunjungi oleh Ibn Batuthah, kemudian menceritakan bahwa
sultan di negeri Samatrah (Samudera) menyambutnya dengan penuh keramahan, dan
penduduknya menganut Mazhab Syafi'i.[5]

Selanjutnya pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik az-Zahir putra Sultan Mahmud Malik
az-Zahir, datang serangan dari Majapahit antara tahun 1345 dan 1350, dan menyebabkan Sultan
Pasai terpaksa melarikan diri dari ibukota kerajaan.

"Maka titah Sang Nata akan segala tawanan orang Pasai itu, suruhlah ia duduk di tanah Jawa ini,
mana kesukaan hatinya. Itulah sebabnya maka banyak keramat di tanah Jawa tatkala Pasai kalah
oleh Majapahit itu".

Gambaran penaklukan Pasai oleh Majapahit, kutipan dari Hikayat Raja-raja Pasai[2].

Relasi dan persaingan


Kesultanan Pasai kembali bangkit di bawah pimpinan Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir
tahun 1383, dan memerintah sampai tahun 1405. Dalam kronik Cina ia juga dikenal dengan nama
Tsai-nu-li-a-pi-ting-ki, dan disebutkan ia tewas oleh Raja Nakur. Selanjutnya pemerintahan
Kesultanan Pasai dilanjutkan oleh istrinya Sultanah Nahrasiyah.
Armada Cheng Ho yang memimpin sekitar 208 kapal mengunjungi Pasai berturut turut dalam
tahun 1405, 1408 dan 1412. Berdasarkan laporan perjalanan Cheng Ho yang dicatat oleh para
pembantunya seperti Ma Huan dan Fei Xin. Secara geografis Kesultanan Pasai dideskripsikan
memiliki batas wilayah dengan pegunungan tinggi disebelah selatan dan timur, serta jika terus ke
arah timur berbatasan dengan Kerajaan Aru, sebelah utara dengan laut, sebelah barat berbatasan
dengan dua kerajaan, Nakur dan Lide. Sedangkan jika terus ke arah barat berjumpa dengan
kerajaan Lambri (Lamuri) yang disebutkan waktu itu berjarak 3 hari 3 malam dari Pasai. Dalam
kunjungan tersebut Cheng Ho juga menyampaikan hadiah dari Kaisar Cina, Lonceng Cakra
Donya.[6]

Sekitar tahun 1434 Sultan Pasai mengirim saudaranya yang dikenal dengan Ha-li-zhi-han namun
wafat di Beijing. Kaisar Xuande dari Dinasti Ming mengutus Wang Jinhong ke Pasai untuk
menyampaikan berita tersebut.[6]

Pemerintahan

Lonceng Cakra Donya

Pusat pemerintahan Kesultanan Pasai terletaknya antara Krueng Jambo Aye (Sungai Jambu Air)
dengan Krueng Pase (Sungai Pasai), Aceh Utara. Menurut ibn Batuthah yang menghabiskan
waktunya sekitar dua minggu di Pasai, menyebutkan bahwa kerajaan ini tidak memiliki benteng
pertahanan dari batu, namun telah memagari kotanya dengan kayu, yang berjarak beberapa
kilometer dari pelabuhannya. Pada kawasan inti kerajaan ini terdapat masjid, dan pasar serta
dilalui oleh sungai tawar yang bermuara ke laut. Ma Huan menambahkan, walau muaranya besar
namun ombaknya menggelora dan mudah mengakibatkan kapal terbalik.[6] Sehingga penamaan
Lhokseumawe yang dapat bermaksud teluk yang airnya berputar-putar kemungkinan berkaitan
dengan ini.

Dalam struktur pemerintahan terdapat istilah menteri, syahbandar dan kadi. Sementara anak-anak
sultan baik lelaki maupun perempuan digelari dengan Tun, begitu juga beberapa petinggi
kerajaan. Kesultanan Pasai memiliki beberapa kerajaan bawahan, dan penguasanya juga bergelar
sultan.

Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, Kerajaan Perlak telah menjadi
bagian dari kedaulatan Pasai, kemudian ia juga menempatkan salah seorang anaknya yaitu Sultan
Mansur di Samudera. Namun pada masa Sultan Ahmad Malik az-Zahir, kawasan Samudera sudah
menjadi satu kesatuan dengan nama Samudera Pasai yang tetap berpusat di Pasai. Pada masa
pemerintahan Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir, Lide (Kerajaan Pedir) disebutkan menjadi
kerajaan bawahan dari Pasai. Sementara itu Pasai juga disebutkan memiliki hubungan yang buruk
dengan Nakur, puncaknya kerajaan ini menyerang Pasai dan mengakibatkan Sultan Pasai
terbunuh.

Perekonomian
Pasai merupakan kota dagang, mengandalkan lada sebagai komoditi andalannya, dalam catatan
Ma Huan disebutkan 100 kati lada dijual dengan harga perak 1 tahil. Dalam perdagangan
Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas sebagai alat transaksi pada masyarakatnya, mata uang
ini disebut Deureuham (dirham) yang dibuat 70% emas murni dengan berat 0.60 gram, diameter
10 mm, mutu 17 karat.

Sementara masyarakat Pasai umumnya telah menanam padi di ladang, yang dipanen 2 kali
setahun, serta memilki sapi perah untuk menghasilkan keju. Sedangkan rumah penduduknya
memiliki tinggi rata-rata 2.5 meter yang disekat menjadi beberapa bilik, dengan lantai terbuat dari
bilah-bilah kayu kelapa atau kayu pinang yang disusun dengan rotan, dan di atasnya dihamparkan
tikar rotan atau pandan.[6]

Agama dan budaya


Islam merupakan agama yang dianut oleh masyarakat Pasai, walau pengaruh Hindu dan Buddha
juga turut mewarnai masyarakat ini. Dari catatan Ma Huan dan Tom Pires,[7] telah
membandingkan dan menyebutkan bahwa sosial budaya masyarakat Pasai mirip dengan Malaka,
seperti bahasa, maupun tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Kemungkinan
kesamaan ini memudahkan penerimaan Islam di Malaka dan hubungan yang akrab ini dipererat
oleh adanya pernikahan antara putri Pasai dengan raja Malaka sebagaimana diceritakan dalam
Sulalatus Salatin.

Akhir pemerintahan
Menjelang masa-masa akhir pemerintahan Kesultanan Pasai, terjadi beberapa pertikaian di Pasai
yang mengakibatkan perang saudara. Sulalatus Salatin[8] menceritakan Sultan Pasai meminta
bantuan kepada Sultan Melaka untuk meredam pemberontakan tersebut. Namun Kesultanan Pasai
sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal tahun 1521 yang sebelumnya telah
menaklukan Melaka tahun 1511, dan kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian
dari kedaulatan Kesultanan Aceh.

Daftar penguasa Pasai


Berikut adalah daftar para sultan yang memerintah Kesultana Samudera Pasai[9]:

No Periode Nama Sultan atau Gelar Catatan dan peristiwa penting


1267 -
1 Sultan Malik as-Saleh (Meurah Silu) Pendiri Samudra Pasai
1297
1297 - Sultan Al-Malik azh-Zhahir I /
2 Koin emas mulai diperkenalkan
1326 Muhammad I
1326 - Penyerangan ke Kerajaan Karang Baru,
3 Sultan Ahmad I
133? Tamiang
133? -
4 Sultan Al-Malik azh-Zhahir II Dikunjungi Ibnu Batutah
1349
1349 -
5 Sultan Zainal Abidin I Diserang Majapahit
1406
1406 -
6 Ratu Nahrasyiyah Masa kejayaan Samudra Pasai
1428
1428 -
7 Sultan Zainal Abidin II
1438
1438 -
8 Sultan Shalahuddin
1462
1462 -
9 Sultan Ahmad II
1464
1464 -
10 Sultan Abu Zaid Ahmad III
1466
1466 -
11 Sultan Ahmad IV
1466
1466 -
12 Sultan Mahmud
1468
1468 -
13 Sultan Zainal Abidin III Digulingkan oleh saudaranya
1474
1474 -
14 Sultan Muhammad Syah II
1495
1495 -
15 Sultan Al-Kamil
1495
1495 -
16 Sultan Adlullah
1506
1506 -
17 Sultan Muhammad Syah III Memiliki 2 makam
1507
1507 -
18 Sultan Abdullah
1509
1509 -
19 Sultan Ahmad V Malaka jatuh ke tangan Portugis
1514
1514 -
20 Sultan Zainal Abidin IV
1517

Warisan sejarah
Penemuan makam Sultan Malik as-Saleh yang bertarikh 696 H atau 1297 M, dirujuk oleh
sejarahwan sebagai tanda telah masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-13. Walau
ada pendapat bahwa kemungkinan Islam telah datang lebih awal dari itu. Hikayat Raja-raja Pasai
memang penuh dengan mitos dan legenda namun deskripsi ceritanya telah membantu dalam
mengungkap sisi gelap sejarah akan keberadaan kerajaan ini. Kejayaan masa lalu kerajaan ini
telah menginspirasikan masyarakatnya untuk kembali menggunakan nama pendiri kerajaan ini
untuk Universitas Malikussaleh di Lhokseumawe.
SEJARAH SAMUDERA PASAI
1. Sejarah

Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh, dan merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 M. Bukti-bukti arkeologis keberadaan
kerajaan ini adalah ditemukannya makam raja-raja Pasai di kampung Geudong, Aceh Utara.
Makam ini terletak di dekat reruntuhan bangunan pusat kerajaan Samudera di desa Beuringin,
kecamatan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe. Di antara makam raja-raja
tersebut, terdapat nama Sultan Malik al-Saleh, Raja Pasai pertama. Malik al-Saleh adalah nama
baru Meurah Silu setelah ia masuk Islam, dan merupakan sultan Islam pertama di Indonesia.
Berkuasa lebih kurang 29 tahun (1297-1326 M). Kerajaan Samudera Pasai merupakan gabungan
dari Kerajaan Pase dan Peurlak, dengan raja pertama Malik al-Saleh.

Seorang pengembara Muslim dari Maghribi, Ibnu Bathutah sempat mengunjungi Pasai tahun
1346 M. ia juga menceritakan bahwa, ketika ia di Cina, ia melihat adanya kapal Sultan Pasai di
negeri Cina. Memang, sumber-sumber Cina ada menyebutkan bahwa utusan Pasai secara rutin
datang ke Cina untuk menyerahkan upeti. Informasi lain juga menyebutkan bahwa, Sultan Pasai
mengirimkan utusan ke Quilon, India Barat pada tahun 1282 M. Ini membuktikan bahwa Pasai
memiliki relasi yang cukup luas dengan kerajaan luar

Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu,
dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia.
Komoditas utama adalah lada. Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai
mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi di kerajaan
tersebut. Di samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat
perkembangan agama Islam.

Seiring perkembangan zaman, Samudera mengalami kemunduran, hingga ditaklukkan oleh


Majapahit sekitar tahun 1360 M. Pada tahun 1524 M ditaklukkan oleh kerajaan Aceh.
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Beranda
Langganan: Entri (Atom)

Ada banyak sekali peninggalan kerajaan Samudra Pasai yang masih bisa kita temui di sekitar
kota Lhokseumawe dan Aceh Utara. Kerajaan yang didirikan oleh Marah Silu dengan
gelar Sultan Malik as-Saleh, kesultanan ini dibangun pada tahun 1267. Namun
sayangnya kerajaan Pasai pada tahun 1521 akhirnya runtuh setelah serangan dari Portugal.

Namun demikian masih ada beberapa peninggalan sejarah yang masih terawat hingga saat ini.
Bagi yang tinggal di sekitar Sumatra Utara pasti sudah tahu apa saja peninggalan dari kerajaan
ini. Tapi bagi yang belum tahu berikut ini adalah beberapa peninggalan yang bisa kita lihat
langsung apabila datang ke Aceh diantaranya:

Cakra Donya

Home

About

Contact

Disclaimer

Privacy Policy

Home Kerajaan 8 Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai

8 Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai


Diposkan oleh Permana Demak di 9/28/2016
Ada banyak sekali peninggalan kerajaan Samudra Pasai yang masih bisa kita temui di sekitar
kota Lhokseumawe dan Aceh Utara. Kerajaan yang didirikan oleh Marah Silu dengan
gelar Sultan Malik as-Saleh, kesultanan ini dibangun pada tahun 1267. Namun
sayangnya kerajaan Pasai pada tahun 1521 akhirnya runtuh setelah serangan dari Portugal.

Namun demikian masih ada beberapa peninggalan sejarah yang masih terawat hingga saat ini.
Bagi yang tinggal di sekitar Sumatra Utara pasti sudah tahu apa saja peninggalan dari kerajaan
ini. Tapi bagi yang belum tahu berikut ini adalah beberapa peninggalan yang bisa kita lihat
langsung apabila datang ke Aceh diantaranya:

Cakra Donya
Adalah sebuah lonceng yang berbentuk stupa buatan negeri Cina pada tahun 1409 M. Ukurannya
tinggi 125cm sedangkan lebarnya 75cm. Pada bagian luar Cakra Donya terdapat beberapa hiasan
serta simbol-simbol kombinasi aksara Cina dan Arab. Aksara Cina bertuliskan Sing Fang Niat
Tong Juut Kat Yat Tjo, sedangkan aksara Arab sudah tidak terbaca lagi.

Makam Sultan Malik Al-Shaleh


Makam ini terletak di Desa Beuringin, Kec Samudera letaknya kurang lebih 17km sebelah timur
kota Lhokseumawe.

Makam Sultan Muhammad Malik Al- Zahir


Malik Al-Zahir adalah putera dari Malik Al- Saleh yang memimpin Kesultanan Samudera Pasai
pada tahun 1287 sampai 1326M. letak makamnya bersebelahan dengan makam ayahnya Malik
Al-Saleh.

Makam Teungku Sidi Abdullah Tajul Nillah


Makam ini merupakan peninggalan dari Dinasti Abbasiyah dan beliau merupakan cicit dari
khalifah Al-Muntasir. Teungku Sidi mamangku jabatan Menteri Keuangan di samudra pasai.
Makam terletak di Gampong Kuta Krueng, batu nisannya terbuat dari marmer dihiasi kaligrafi.

Makam Teungku Peuet Ploh Peuet


Di komplek terdapat makam 44 orang ulama dari Kesultanan Samudera Pasai yang dibunuh
karena mengharamkan pernikahan raja dengan putri kandungnya. Makam ini terletak di
Gampong Beuringen Kec Samudera. Pada nisan tersebut juga bertuliskan kaligrafi surat Ali
Imran ayat 18.

Makam Ratu Al-Aqla (Nur Ilah)


Adalah puteri Sultan Muhammad Malikul Dhahir, Makam ini terletak di Gampong Meunje Tujoh
Keca Matangkuli. Batu nisannya berhiasakan kaligrafi berbahasa Kawi dan Arab.

Stempel Kerajaan Samudra Pasai


Stempel ini diduga milik Sultan Muhamad Malikul Zahir oleh Tim peneliti Sejarah Kerajaan
Islam. Di temukan Desa Kuta Krueng, Kec Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Saat ditemukan
stempel dalam keadaan patah pada bagian gagangnya.
Naskah Surat Sultan Zainal Abidin
Adalah surat tulisan Sultan Zainal Abidin pada tahun 923H atau 1518M, naskah atau surat ini
ditujukan kepada Kapitan Moran.

Faktor penyebab kemunduran kerajaan samudera pasai


2 April 2017 Sejarah
Berikut faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran Kerajaan Samudera Pasai.
a. Kerajaan Majapahit berambisi menyatukan Nusantara, yaitu pada tahun 1339 patih Majapahit
Gajah Mada menyerang Samudera Pasai tetapi belum berhasil.
b. Berdirinya Bandar Malaka yang letaknya lebih strategis.
c . Setelah Sultan Malik ath-Thahir meninggal, tidak ada penggantinya yang cakap dan terkenal,
sehingga peran penyebaran agama Islam diambil alih oleh Kerajaan Aceh.

Advertisement

Faktor Interen Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai

a. Tidak Ada Pengganti yang Cakap dan Terkenal Setelah Sultan


Malik At Thahrir
Kerajaan Samudera Pasai mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Malik At
Tahrir, sistem pemerintahan Samudera Pasai sudah teratur baik, Samudera Pasai menjadi pusat
perdagangan internasional. Pedagang-pedagang dari Asia, Afrika, China, dan Eropa berdatangan
ke Samudera Pasai. Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin erat.
Produksi beras dari Jawa ditukar dengan lada.

Setelah Sultan Malik At Tahrir wafat tidak ada penggantinya yang cakap dalam meminmpin
kerajaan Samudra Pasai dan terkenal, sehingga peran penyebaran agama Islam diambil alih oleh
kerajaan Aceh.

b. Terjadi Perebutan kekuasaan


Pada tahun 1349 Sultan Ahmad Bahian Syah malik al Tahir meninggal dunia dan digantikan
putranya yang bernama Sultan Zainal Abidin Bahian Syah Malik al-Tahir. Bagaimana
pemerintahan Sultan Zainal Abidin ini tidak banyak diketahui. Rupanya menjelang akhir abad ke-
14 Samudra Pasai banyak diliputi suasana kekacauan karenaa terjadinya perebutan kekuasaan,
sebagai dapat diungkap dari berita-berita Cina. Beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya
kerajaan Samudra Pasai, yaitu pemberontakan yang dilakukan sekelompok orang yang ingin
memberontak kepada pemerintahan kerajaan Samudra Pasai. Karena pemberontakan ini,
menyebabkan beberapa pertikaian di Kerajaan Samudra Pasai. Sehingga terjadilah perang
saudara yang membuat pertumpahan darah yang sia-sia.
Faktor Eksteren kemunduran Kerajaan Samudra Pasai

a. Serangan dari Majapahit Tahun 1339


Mahapatih Gajah Mada rupanya sedikit terusik mendengar kabar tentang kebesaran Kerajaan
Samudera Pasai di seberang lautan sana. Majapahit khawatir akan pesatnya kemajuan Kerajaan
Samudera Pasai. Oleh karena itu kemudian Gajah Mada mempersiapkan rencana penyerangan
Majapahit untuk menaklukkan Samudera Pasai. Desas-desus tentang serangan tentara Majapahit,
yang menganut agama Hindu Syiwa, terhadap kerajaan Islam Samudera Pasai santer terdengar di
kalangan rakyat di Aceh. Ekspedisi Pamalayu armada perang Kerajaan Majapahit di bawah
komando Mahapatih Gajah Mada memulai aksinya pada 1350 dengan beberapa tahapan.

Selain alasan faktor politis, serangan Majapahit ke Samudera Pasai dipicu juga karena faktor
kepentingan ekonomi. Kemajuan perdagangan dan kemakmuran rakyat Kerajaaan Samudera
Pasai telah membuat Gajah Mada berkeinginan untuk dapat menguasai kejayaan itu. Ekspansi
Majapahit dalam rangka menguasai wilayah Samudera Pasai telah dilakukan berulangkali dan
Kesultanan Samudera Pasai pun masih mampu bertahan sebelum akhirnya perlahan-lahan mulai
surut seiring semakin menguatnya pengaruh Majapahit di Selat Malaka.

b. Berdirinya Bandar Malaka yang Letaknya Lebih Strategis


Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota di
wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Pasai menjadi pusat
perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama.

Letak geografis kerajaan samudera pasai terletak di Pantai Timur Pulau Sumatera bagian utara
berdekatan dengan jalur pelayaran internasional (Selat Malaka). Letak Kerajaan Samudera Pasai
yang strategis, mendukung kreativitas mayarakat untuk terjun langsung ke dunia maritim.
Samudera pasai juga mempersiapkan bandar bandar yang digunakan untuk:
1) Menambah perbekalan pelayaran selanjutnya
2) Mengurus masalah masalah perkapalan
3) Mengumpulkan barang barang dagangan yang akan dikirim ke luar negeri
4) Menyimpan barang barang dagangan sebelum diantar ke beberapa daerah di Indonesia.
Namun Setelah kerajaan Samudra Pasai dikuasai oleh Kerajaan Malaka pusat perdagangan
dipindahkan ke Bandar Malaka. Dengan beralihnya pusat perdagangan ke Bandar Malaka maka
perekonomian di Bandar Malaka menjadi ramai karena letaknya yang lebih strategis dibanding
bandar-bandar di Samudra Pasai.

c. Serangan Portugis
Orang-orang Portugis memanfaatkan keadaan kerajaan Samudra Pasai yang sedang lemah ini
karena adanya berbagai perpecahan (kemungkinan karena politik / kekuasaan) dengan menyerang
kerajaan Samudra Pasai hingga akhirnya kerajaan Samudra Pasai runtuh. Sebelumnya memang
orang-orang Portugis telah menaklukan kerajaan Malaka, yang merupakan kerajaan yang sering
membantu kerajaan Samudra Pasai dan menjalin hubungan dengan kerajaan Samudra Pasai.

JEJAK KEJAYAAN KERAJAAN SAMUDERA PASAI


Situs Samudera Pasai terletak di desa Kuta Krueng, Kecamatan Samudera Geudong, sekitar 20

kilometer dari Lhokseumawe ibuko ta Kabupaten Aceh Utara. Ibnu


Battutah, musafir Islam terkenal asal Maroko, Afrika utara mencatat hal yang sangat berkesan
bagi dirinya saat mengunjungi sebuah kerajaan di pesisir pantai timur Sumatera sekitar tahun
1345 Masehi. Setelah berlayar selama 25 hari dari Barhnakar (sekarang masuk wilayah Mynmar),
Ibnu Battutah mendarat di tempat yang sangat subur. Perdagangan di daerah itu sangat maju,
ditandai dengan penggunaan mata uang emas. Ia semakin takjub karena ketika turun ke kota ia
mendapati sebuah kota besar yang sangat indah dengan dikelilingi dinding dan menara kayu.
Kota perdagangan di pesisir itu adalah ibukota Kerajaan Samudera Pasai. Samudera Pasai (atau
Pase jika mengikuti sebutan masyarakat setempat) bukan hanya tercatat sebagai kerajaan yang
sangat berpengaruh dalam pengembangan Islam di Nusantara. Pada masa pemerintahan Sultan
Malikul Dhahir, Samudera Pasai berkembang menjadi pusat perdagangan internasional.
Pelabuhannya diramaikan oleh pedagang-pedagang dari Asia, Afrika, Cina, dan Eropa.
Kejayaan Samudera Pasai yang berada di daerah Samudera Geudong, Aceh Utara, diawali
dengan penyatuan sejumlah kerajaan kecil di daerah Peurelak seperti Rimba Jreum dan
Seumerlang. Sultan Malikussaleh adalah salah seorang keturunan kerajaan itu yang menaklukkan
beberapa kerajaan kecil dan mendirikan Kerajaan Samudera Pasai pada tahun 1270 Masehi.
Ia menikah dengan Ganggang Sari, seorang putri dari dari kerajaan Islam Peurelak. Dari
pernikahan itu, lahirlah dua putranya yang bernama Malikul Dhahir dan Malikul Mansyur.
Setelah keduanya beranjak dewasa, Malikussaleh menyerahkan tahta kepada anak sulungnya
Malikul Dhahir. Ia mendirikan kerajaan baru bernama Pasai. Ketika Malikussaleh wafat, Malikul
Dhahir menggabungkan kedua kerajaan itu menjadi sebuah kerajaan dengan nama Samudera
Pasai. Dalam kisah perjalannya ke Pasai, Ibnu Battutah menggambarkan Sultan Malikul Dhahir
sebagai raja yang sangat saleh, pemurah, rendah hati dan mempunyai perhatian kepada fakir
miskin. Meskipun ia telah menaklukkan banyak kerajaan, Malikul Dhahir tidak pernah bersikap
jemawa. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan Ibnu
Battutah. Para tamunya dipersilahkan duduk di atas hamparan kain, sedangkan ia langsung duduk
di tanah tanpa beralas apa-apa.
Dengan cermin pribadinya yang begitu rendah hati, raja yang memerintah Samudera Pasai dalam
kurun waktu 1297-1326 Masehi ini, pada batu nisannya dipahat sebuah syair dalam bahasa Arab,
yang artinya, "Ini adalah makam yang mulia Malikul Dhahir, cahaya dunia sinar agama".
Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota di
wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Bersamaan dengan Pidie,
Pasai menjadi pusat perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor
utama.
Saat itu Pasai diperkirakan mengekspor lada sekitar 8.000 - 10.000 bahara setiap tahuannya,
selain komoditas lain seperti sutra, Kapur Barus, dan emas yang didatangkan dari daerah
pedalaman. Bukan hanya perdagangan ekspor impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang
maju, Samudera Pasai mengelarkan mata uang sebagai alat pembayaran. Salah satunya yang
terbuat dari emas dikenal sebagai uang Dirham.
Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin. Produksi beras dari Jawa
ditukar dengan lada. Pedagang-pedagang Jawa mendapat kedudukan yang istimewa di Pelabuhan
Samudera Pasai. Mereka dibebaskan dari pembayaran cukai.
Selain sebagai pusat perdagangan, Pasai juga menjadi pusat perkembangan Islam di Nusantara.
Kebanyakan Mubalig Islam yang datang Ke Jawa dan daerah lain berasal dari Pasai. Eratnya
pengaruh Kerajaan Samudera Pasai dengan perkembangan Islam di Jawa juga terlihat dari sejarah
dan latar belakang para Wali Songo. Sunan Kalijogo memperistri anak Maulana Ishak, Sultan
Pasai. Sunan Gunung Jati lahir dan besar di Pasai. Laksamana Cheng Ho tercatat juga pernah
berkunjung ke Pasai demikian juga Musafir Eropa, Marcopolo.
Sejarah Pasai yang begitu panjang masih bisa ditelusuri lewat sejumlah situs makam para pendiri
kerajaan dan keturunannya di makam raja-raja itu. Makam itu menjadi saksi satu-satunya karena
peningalan lain seperti istana sudah tidak ada. Makam Sultan Malikussaleh dan cucunya, Ratu
Nahrisyah, adalah dua kompleks situs yang tergolong masih terawat. Makam Sultan Malikussaleh
berada di mulut pintu masuk ke cagar budaya Samudera Pasai. Sekitar satu kilometer dari makam
itu terdapat lokasi yang dahulunya adalah istana Kerajaan Pasai. Di atas tanah seluas lebih lima
hektar, aura kebesaran Kerajaan Samudera Pasai masih sangat terasa. Di lokasi itu juga terdapat
makam Peut Ploh Peut (44), ulama yang meninggal karena dieksekusi Raja Bakoi, salah satu raja
di Pasai. Raja menganggap ke-44 ulama itu sebagai lawan politiknya dan memerintahkan agar
mereka dibunuh. Akibat tindakannya yang sewenang-wenang, rakyat menjuluki dia Raja Bakoi,
yang menurut masyarakat setempat berarti pelit. ( Disadur dari tulisan Doty Damayanti )

KERAJAAN SAMUDRA PASAI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
KERAJAAN SAMUDRA PASAI
PENDAHULUAN................................................................................................................ 1
1. Latar Belakang.................................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah............................................................................................... 2
3. Tujuan................................................................................................................ 2
1.1 Latar Belakang Munculnya Kerajaan Samudra Pasai....................................... 3
1.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Samudra Pasai.............................. 5
1.3 Keruntuhan Kerajaan Samudra Pasai............................................................... 12
SIMPULAN.......................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 16

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pada akhir abad XIV Malaka telah berkembang sebagai pusat perdagangan yang paling
ramai tidak hanya diwilayah itu, tetapi menurut sumber Portugis salah satu pusat perdagangan
yang terbesar di Asia. Di situ bertemu pedagang dari Arab, Parsi, Gujarat, Benggala, Pegu, Siam,
Negeri Cina pada satu pihak dan pedagang dari Sumatera, Jawa, Maluku, dan kepulauan kecil
lainnya.(Sartono Kartodirdjo,1999:4-5).Malaka menjadi bandar transit perdagangan dan
pelayaraan terpenting saat itu karena kerajaan Sriwijaya yang dikenal sebagai kerajaan Maritim
pada akhir abad XII mengalami kemunduran. Kemunduran kerajaan di Palembang ini, serta
merta diikuti oleh dua kerajaan besar di Jawa yaitu Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Singasari
meskipun Kerajaan Majapahit sempat menguasai arus perdagangan dan pelayaran di Malaka.
Persebaran Islam di Nusantara di pegang oleh para pedagang yang berasal dari tanah Arab,
Persia dan Gujarat.Menurut Badri Yatim (2008:194) Sebenarnya cikal bakal kekuasaan islam
telah dirintis pada abad VII-VIII, Tetapi tenggelam dalam Hegemoni maritim Sriwijaya yang
berpusat di Palembang dan Kerajaan Hindu-Jawa seperti Singasari dan Majapahit di Jawa
timur.Islam merupakan agama yang damai yang tidak mengenal adanya stratifikasi masyarakat
karena mengajarkan toleransi dan persamaan harkat terhadap sesama. Karena itu, dalam waktu
singkat telah tersebar di kepulauan Nusantara. Hal ini juga didukung oleh peranan Malaka
sebagai bandar transito bagi para pedagang Arab.
Pada tahun 1511 M, Malaka sebagai pelabuhan terbesar di Asia jatuh ke tangan Portugis
yang dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque. Hal ini berdampak pada jalur lalu lintas
perdagangan dan pelayaran.Karena itu pusat perdagangan dipindah ke Aceh.Mulai saat itu, Aceh
menjadi sangat ramai dan berkembang bahkan dapat mengambil alih dominasi pelayaran dan
perdagangan dari Samudera Pasai yang kalah bersaing. Aceh dan Samudera Pasai menjadi
Kerajaan pertama dan tertua yang bercorak islam. Kerajaan Aceh menjadi semakin maju dan
mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Sedangkan Kerajaan
Samudera Pasai yang ditaklukan oleh kerajaan Aceh mencapai kejayaan pada periode
pemerintahan Sultan Ali Munghayatsyah. Kehidupan politik kedua kerajaan ini diwarnai oleh
kedatangan para penjelajah samudera (bangsa Eropa) yang semula mencari rempah-rempah
kemudian memonopoli dan menguasai arus perdagangan rempah-rempah sehingga menimbulkan
konflik dan perlawanan untuk mengusir bangsa barat tersebut sampai pada masa kemundurannya.
Berkenaan dengan hal tersebut, kami tertarik untuk membuat makalah yang berjudul Proses
Pertumbuhan dan Perkembangan kerajaan Samudera Pasai dan Kerajaan Aceh

2. Rumusan Masalah
2.1 Bagaimana proses pertumbuhan dan perkembangan kerajaan Samudera Pasai?
2.2 Bagaimana proses pertumbuhan dan perkembangan kerajaan Aceh Darussalam?

3. Tujuan
3.1 Mendeskripsikan proses pertumbuhan dan perkembangan kerajaan Samudera Pasai.
3.2 Mendeskripsikan proses pertumbuhan dan perkembangan kerajaan Aceh Darussalam.
KERAJAAN SAMUDRA PASAI

1.1 Latar Belakang Munculnya Kerajaan Samudra Pasai


Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kemunculan
kerajaan ini diperkirakan berdiri mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M[1] sebagai hasil dari
proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak
abad ke-7, ke-8, dan seterusnya. Kerajaan ini terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kerajaan
Samudra Pasai merupakan gabungan dari kerajaan Pase dan Peurlak.
Pasai merupakan kerajaan besar, pusat perdagangan dan perkembangan agama Islam.
Sebagai kerajaan besar, di kerajaan ini juga berkembang suatu kehidupan yang menghasilkan
karya tulis yang baik. Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang
dibawa oleh agama Islam untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah yang
kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi.
Ada sejumlah sumber tertulis yang menjelaskan tentang berdirinya Kerajaan Samudra
Pasai, diantaranya yaitu dua berasal dari Nusantara, beberapa dari Cina, satu dari Arab, satu dari
Italia, dan satu dari Portugis. Sumber Nusantara antara lain Hikayat Raja Pasai (HRP) dan
Sejarah Melayu (SM). Sumber Cina antara lain Ying-yai Sheng-lan dari Ma Huan, berita Arab
dari Ibn Battutah, kisah pelayaran Marko Polo dari Italia. Sedangkan sumber yang berasal dari
Portugis ialah Suma Oriental-nya Tome Pires.
Naskah HRP diduga berasal dari sekitar tahun 1383-90 (Hill, 1960: 41), atau sekurang-
kurangnya akhir abad ke-14 atau awal abad ke-15 (Jones, 1987: v). HRP dianggap sebagai karya
historiografi Melayu tradisional tertua, namun hingga saat ini naskah yang sampai hanya satu
yaitu yang dikenal sebagai naskah Raffles Malay no. 67 dan sekarang tersimpan di The Royal
Asiatic Siciaty, London. Naskah itu berasal dari Jawa pada tahun 1815 pada masa Raffles
menjadi letnan gubernur jenderal.
Berdasarkan isinya, HRP dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Mengenai pembukaan Negeri Samudra dan Pasai serta raja-raja yang pertama yang telah
memeluk agama Islam.

2. Cerita mengenai perkembangan keadaan di Pasai, yaitu raja Ahmad dari Pasai secara
langsung atau tidak membunuh anak-anaknya, hal yang akhirnya mengakibatkan serangan
angkatan laut Majapahit terhadap Pasai, yang dikalahkan dan kemudian takluk kepada
Majapahit.

3. Cerita kemenangan angkatan Majapahit di kepulauan Indonesia, dan cerita percobaannya


yang gagal untuk menaklukkan daerah Minangkabau. (Roolvink 1986: 19).
Dibandingkan dengan HRP, naskah SM yang sampai kepada kita ada beberapa buah
naskah aslinya diduga berasal dari awal abad ke-17, mengingat peristiwa terakhir yang
dikisahkan dalam SM terjadi sebelum tahun 1613 (Hsu Yun Tsiao, 1986: 41). Dalam SM, kisah
mengenai Pasai (dan Samudra) terdapat dalam cerita yang ketujuh, kedelapan, dan kesembilan
(Teeuw dan Situmorang, 1952). Pada umumnya para pakar berpendapat bahwa SM dalam
beberapa bagian mendasarkan uraiannya kepada HRP (de Jong, 1986: 60).
Sedangkan dalam berita Cina, memang tidak ada berita yang secara langsung menyebut
Pasai, walaupun yang menyinggung kata samudra dan beberapa daerah lain di Sumatra bagian
utara agak banyak ditemukan, namun mengingat pada masa para ahli tarikh atau musafir Cina itu
hidup sezaman dengan masa berkembangnya Kerajaan (Samudra) Pasai, tidaklah terlalu dapat
disalahkan jika para peneliti cenderung menyesuaikan berita itu dengan Pasai (Groeneveldt,
1960: 144). Seperti umumnya berita Cina, uraian tentang Pasai itu terutama berkenaan dengan
berbagai keadaan alam dan keanehan adat atau tata kehidupan masyarakat yang berbeda dengan
tata kehidupan masyarakat Cina.
Seorang tokoh Portugis bernama Tome Pires pernah singgah di beberapa daerah di
Nusantara pada tahun 1512-1515. Ia mencatat apa yang dilihat, didengar, dan diketahuinya
mengenai daerah yang disinggahinya itu. Ia mancatat bahwa pada saat itu Pasai masih berdiri.
Laporannya tentang Pasai dan bandar-bandar di Sumatra Utara cukup memberikan gambaran
menganai daerah itu, yaitu meliputi hal-hal yang berhubungan dengan penduduk, kota,
perdagangan, uang, dan bahkan pajak yang terdapat di Pasai.
Berita Marko Polo pada tahun 1292 dan Ibn Battutah pada tahun 1346 juga tidak secara
langsung berkenaan dengan Pasai. Hanya saja pada saat itu mereka melakukan pelayaran pada
masa Pasai berdiri.
Bukti yang paling populer dan paling mendukung berdirinya kerajaan Samudra Pasai
adalah adanya nisan kubur yang terbuat dari granit asal Samudra Pasai. Dari nisan itu dapat
diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 969 H, yang
diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M[2].
Dari segi politik, munculnya kerajaan Samudra Pasai abad ke-13 M itu sejalan dengan
suramnya peranan maritim kerajaan Sriwijaya yang sebelumnya memegang peranan penting di
kawasan Sumatra dan sekitarnya.

1.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Samudra Pasai


1.2.1 Komposisi dan Struktur Masyarakat Pasai
Dalam HRP, komposisi masyarakat yang disebutkan terdiri atas raja, orang besar-besar,
sultan, perdana menteri, nata, menteri bentara, pegawai, sida-sida, bendahari, penggawa, patih,
tumenggung, demang, ngabehi, lurah, bebekal petinggi, bala tentara, lasykar, hulubalang,
pahlawan, panglima, pendekat, senapati, hamba sahaya, rakyat, orang tuha-tuha, gundik, dayang-
dayang, binti perwara, fakir, miskin, inangda pengasuh, orang berbuat bubu, juara bermain
hayam, orang menjala ikan, orang benjaga, orang berlayar, orang pekan, seorang tuha dalam
surau, nahkoda, ahlul nujum, yogi, guru, dan pendeta.
Sedangkan dalam SM, komposisi masyarakat terdiri dari raja, tuanya menteri, sultan,
orang besar-besar, mangkubumi (di negeri), pegawai, bentara, hulubalang, gahara, gundik, fakir,
miskin rakyat, dayang-dayang, hamba, orang menahan lukah, orang berburu, dan nahkoda.

1.2.2 Silsilah Raja Samudra Pasai

Antara tahun 1290 dan 1520 kesultanan Pasai tidak hanya menjadi kota dagang terpenting
di selat Malaka, tetapi juga pusat perkembangan Islam dan bahasa sastra Melayu. Selain
berdagang, para pedagang Gujarat, Persia, dan arab menyebarkan agama Islam. Sebagaimana
disebutkan dalam tradisi lisan dan Hikayat Raja-raja Pasai, raja pertama kerajaan Samudra Pasai
sekaligus raja pertama yang memeluk Islam adalah Malik Al-Saleh yang sekaligus juga
merupakan pendiri kerajaan tersebut. Hal itu dapat diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-raja
Pasai, Hikayat Melayu, dan juga hasil penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan para
sarjana Barat terutama Belanda seperti Snouck Hurgronye, J.P. Molquette, J.L. Moens, J. Hushoff
Poll, G.P. Rouffaer, H.K.J. Cowan, dan lain-lain.
Dalam Hikayat Raja-raja Pasai disebutkan gelar Malik Al-Saleh sebelum menjadi raja
adalah Merah Sile atau Merah Selu. Ia masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syaikh Ismail,
seorang utusan syarif Makkah yang kemudian memberinya gelar Sultan Malik Al-Saleh. Nisan
itu didapatkan di Gampong Samudra bekas kerajaan Samudra Pasai tersebut[3].
Merah Selu adalah putra Merah Gajah. Nama Merah Gajah merupakan gelar bangsawan
yang lazim di Sumatra Utara. Selu kemungkinan berasal dari kata sungkala yang aslinya juga
berasal dari sanskrit Chula. Kepemimpinannya yang menonjol membuat dirinya ditempatkan
sebagai raja.
Dari hikayat itu pula, dijelaskan bahwa tempat pertama yang dijadikan sebagai pusat
kerajaan Samudra Pasai adalah Muara Sungai Peusangan yaitu sebuah sungai yang cukup
panjang dan lebar di sepanjang jalur pantai yang memudahkan perahu-perahu serta kapal-kapal
mengayuhkan dayungnya ke pedalaman dan sebaliknya. Di muara sungai itu ada dua kota yang
letaknya berseberangan yaitu Pasai dan Samudra. Kota Samudra terletak agak lebih ke
pedalaman, sedangkan Pasai terletek lebih ke muara. Di tempat terakhir inilah banyak ditemukan
makam-makam para raja.
Dalam berita Cina dan pendapat Ibn Batutah yang merupakan pengembara terkenal asal
Marokko, dari Delhi mengatakan bahwa pada pertengahan abad ke-14 M (tahun 746 H/1345 M)
ia melakukan perjalanan ke Cina. Ketika itu Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Malik Al-
Zahir, putra Sultan Malik Al-Saleh. Menurut sumber-sumber Cina, pada awal tahun 1282 M
kerajaan kecil Sa-mu-ta-la (Samudra) mengirim kepada raja Cina duta-duta yang disebut dengan
nama-nama muslim yaitu Husein dan Sulaiman. Ibnu Batutah juga menyatakan bahwa Islam
sudah hampir satu abad lamanya disiarkan di sana. Ia juga meriwayatkan kesalehan, kerendahan
hati, dan semangat keagamaan rajanya yang seperti rakyatnya, yaitu mengikuti mahzab Syafii.
Dalam bertinya juga dijelaskan bahwa kerajaan Samudra Pasai pada saat itu merupakan pusat
studi agama Islam dan tempat berkumpul para ulama dari berbagai negeri Islam untuk berdiskusi
berbagai masalah keagamaan dan keduniaan.
Dari uang dirham yang ditemukan di kerajaan ini, dapat diketahui nama-nama raja beserta
urutannya, karena dalam mata uang-mata uang yang ditemukan itu terdapat nama-nama raja yang
pernah memerintah kerajaan ini[4]. Adapun urutannya adalah sebagai berikut:
No. Nama Raja Tahun Pemerintahan
1. Sultan Malik Al-Saleh Sampai tahun 1207 M
2. Muhammad Malik Al-Zahir 1297-1326 M
3. Mahmud Malik Al-Zahir 1326-1345 M
4. Manshur Malik Al-Zahir 1345-1346 M
5. Ahmad Malik Al-Zahir 1346-1383 M
6. Zain Al-Abidin Malik AL-Zahir 1383-1405 M
7. Nahrasiyah 1402-? M
8. Abu Zaid Malik Al-Zahir ?-1455 M
9. Mahmud Malik Al-Zahir 1455-1477 M
10. Zain Al-Abidin 1477-1500 M
11. Abdullah Malik Al-Zahir 1501-1513 M
12. Zain Al-Abidin 1513-1524 M

Pada abad ke 14 wilayah Kesultanan Samudera Pasai menuai masa kejayaan. Kejayaan
itu di buktikan dengan kemampuan kesultanan samudera pasai membuat mata uang emas pada
masa Sultan Malik Al Zahir (1297-1326) pada abad ke 13. Bisa disebutkan mata uang Samudera
Pasai adalah mata uang emas pertama yang dikeluarkan nusantara oleh kerajaan islam dengan
oranamen islam (tulisan arab) yang tertulis dalam sisi atas dan sisi bawah, karena pada masa itu
kerajaan nusantara lain baru mengeluarkan mata uang dari perak. Ada yang menyebutkan bahwa
mata uang ini sangat halus pengerjaanya dibandingkan mata uang logam perak di Jawa.
Kerajaan Samudra Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M. Kerajaan ini ditaklukkan
oleh Portugis yang mendudukinya selama tiga tahun, kemudian tahun 1524 M dianeksasi oleh
raja Aceh yaitu Ali Mughayatsyah. Selanjutnya kerajaan Samudra Pasai berada di bawah
pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.

1.2.3 Perekonomian Kerajaan Samudra Pasai


Dalam kehidupan perekonomiannya, kerajaan maritim ini tidak mempunyai basis agraris.
Basis perekonomiannya adalah perdagangan dan pelayaran. Pengawasan terhadap perdagangan
serta pelayaran itu merupakan sendi-sendi kekuasaan yang memungkinkan kerajaan memperoleh
penghasilan dan pajak yang besar. Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan internasional pertama
untuk mengekspor sutera dan lada. Hubungan dagang antara Pasai dan Jawa berkembang pesat.
Para pedagang Jawa membawa beras ke Pasai, dan sebaliknya dari kota pelabuhan ini mereka
mengangkut lada ke Jawa. Di Samudra Pasai, para pedagang Jawa mendapat hak istimewa,
dibebaskan dari bea dan cukai.
Dalam catatan Tome Pirse di Pasai ada mata uang dirham. Diceritakan juga bahwa setiap kapal
yang membawa barang-barang dari Barat dikenakan pajak 6%. Dalam catatannya juga disebutkan
bahwa Pasai mengekspor lebih kurang 8.000-10.000 bahan lada per tahun, atau 15.000 bahar bila
panen besar. Selain lada, Pasai juga mengekspor sutera,
Cara pembuatan sutera diajarkan orang Cina kepada penduduk Pasai. Pada saat itu, jika
ditinjau dari segi geografis dan sosial ekonominya Samudra Pasai memang merupakan suatu
daerah yang penting sebagai penghubung antara pusat-pusat perdagangan yang ada di kepulauan
Indonesia, India, Cina, dan Arab. Hal itu menyebabkan Samudra Pasai menjadi pusat
perdagangan yang sangat penting. Adanya mata uang pada saat itu membuktikan bahwa kerajaan
ini merupakan kerajaan yang makmur.
Samudra Pasai sebagai pelabuhan dagang yang maju, mengeluarkan mata uang dirham
berupa uang logam emas. Saat hubungan dagang antara Pasai dan Malaka berkembang setelah
tahun 1400, pedagang Pasai menggunakan kesempatan mengenalkan dirham ke Malaka. Raja
pertama Malaka, Prameswara, menjalin persekutuan dengan Pasai tahun 1414 memeluk Islam
dan menikah dengan putri Pasai. Uang emas dicetak di awal pemerintahan Sultan Muhammad
(1297-1326) dan pengeluaran uang emas harus mengikuti aturan sebagai berikut. Seluruh Sultan
Samudra Pasai perlu menuliskan frasa al-sultan al-adil pada dirham mereka.
Mata uang dirham[5] dari Samudra Pasai itu pernah diteliti oleh H.K.J Cowan untuk
menunjukkan bukti-bukti sejarah raja-raja Pasai. Mata uang tersebut menggunakan nama-nama
Sultan, diantaranya yaitu Sulatan Alauddin, Sultan Manshur Malik Al-Zahir, Sultan Abu Zaid,
dan Abdullah. Pada tahun 1973 M, ditemukan lagi 11 mata uang dirham, diantaranya bertuliskan
nama Sultan Muhammad Malik Al-Zahir, Sultan Ahmad, dan Sultan Abdullah yang semuanya
merupakan raja-raja Samudra Pasai pada abad ke-14 M dan 15 M.

1.3 Keruntuhan Kerajaan Samudra Pasai


Pada abad ke-15 kerajaan Samudra Pasai kehilangan kekuasaan perdagangan atas Selat
Malaka, dan kemudian dikacaukan Portugis pada tahun 1511-20. Akhirnya kerajaan ini dihisab
kesultanan Aceh yang timbul tahun 1520-an. Warisan peradaban Islam internasionalnya
diteruskan dan dikembangkan di Aceh.
Hancur dan hilangnya peranan Kerajaan Pasai dalam jaringan antarbangsa ketika suatu
pusat kekuasan baru muncul di ujung barat pulau Sumatera, yakni Kerajaan Aceh Darussalam.
Kerajaan ini muncul pada abad 16 Masehi. Kerajaan Islam yang dipimpin oleh Sultan Ali
Mughayat Syah kala itu menaklukkan Kerajaan Pasai sehingga wilayah Pasai dimasukkan ke
dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Islam Darussalam. Kerajaan Islam Samudera Pasai akhirnya
dipindahkan ke Aceh Darussalam (sekarang Banda Aceh).
Runtuhnya kekuatan Kerajaan Pasai sangat berkaitan dengan perkembangan yang terjadi
di luar Pasai, tetapi lebih dititikberatkan dalam kesatuan zona Selat Malaka. Walaupun Kerajan
Islam Pasai berhasil ditaklukan oleh Sultan Asli Mughayat Syah, peninggalan dari kerajaan kecil
tersebut masih banyak dijumpai sampai saat ini di Aceh bagian utara.
Pada tahun 1524 M setelah Kerajaan Aceh Menakhlukan Kesultanan Samudera Pasai
tradisi mencetak deurham menyebar keseluruh wilayah Sumatera, bahkan semenanjung Malaka.
Derham tetap berlaku sampai bala tentara Nippon mendarat di Seulilmeum, Aceh Besar pada
tahun 1942.

SIMPULAN

3.1 Kerajaan Samudra Pasai


Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kemunculan
kerajaan ini diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M. Kerajaan ini terletak di
pesisir Timur Laut Aceh. Ada sejumlah sumber tertulis yang menjelaskan tentang berdirinya
Kerajaan Samudra Pasai, diantaranya yaitu dua berasal dari Nusantara, beberapa dari Cina, satu
dari Arab, satu dari Italia, dan satu dari Portugis. Sumber Nusantara antara lain Hikayat Raja
Pasai (HRP) dan Sejarah Melayu (SM). Sumber Cina antara lain Ying-yai Sheng-lan dari Ma
Huan, berita Arab dari Ibn Battutah, kisah pelayaran Marko Polo dari Italia. Sedangkan sumber
yang berasal dari Portugis ialah Suma Oriental-nya Tome Pires.
Bukti yang paling populer dan paling mendukung berdirinya kerajaan Samudra Pasai
adalah adanya nisan kubur yang terbuat dari granit asal Samudra Pasai. Dari nisan itu dapat
diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 969 H, yang
diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M.
Dari segi politik, munculnya kerajaan Samudra Pasai abad ke-13 M itu sejalan dengan
suramnya peranan maritim kerajaan Sriwijaya yang sebelumnya memegang peranan penting di
kawasan Sumatra dan sekitarnya.
Komposisi masyarakat yang disebutkan terdiri atas raja, orang besar-besar, sultan,
perdana menteri, nata, menteri bentara, pegawai, sida-sida, bendahari, penggawa, patih,
tumenggung, demang, ngabehi, lurah, bebekal petinggi, bala tentara, lasykar, hulubalang,
pahlawan, panglima, pendekat, senapati, hamba sahaya, rakyat, orang tuha-tuha, gundik, dayang-
dayang, binti perwara, fakir, miskin, inangda pengasuh, orang berbuat bubu, juara bermain
hayam, orang menjala ikan, orang benjaga, orang berlayar, orang pekan, seorang tuha dalam
surau, nahkoda, ahlul nujum, yogi, guru, dan pendeta.
Raja pertama kerajaan Samudra Pasai adalah Sultan Malik Al-Saleh yang sekaligus
sebagai pendiri kerajaan ini. Selain itu Sultan Malik Al-Saleh merupakan raja pertama yang
masuk Islam. Di dunia perdagangan Samudra Pasai merupakan pusat perdagangan, yang
mengekspor lada, sutera, kamper, dan emas.
Kerajaan ini mencapai masa kejayaan pada abad ke-14. Kejayaan itu di buktikan dengan
kemampuan kesultanan samudera pasai membuat mata uang emas pada masa Sultan Malik Al
Dhahir (1297-1326) pada abad ke 13. Pada abad ke-15 kerajaan Samudra Pasai kehilangan
kekuasaan perdagangan atas Selat Malaka, dan kemudian dikacaukan Portugis pada tahun 1511-
20. Akhirnya kerajaan ini dihisab kesultanan Aceh yang timbul tahun 1520-an. Warisan
peradaban Islam internasionalnya diteruskan dan dikembangkan di Aceh.

DAFTAR PUSTAKA
Bakar, Aboe. 1985. Kamus Aceh Indonesia 1. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
-----------------------. Kamus Aceh Indonesia 2. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 dari Emporium sampai
Imperium jilid 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
------------------------. 1975. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Muljana, Slamet. 2007. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di
Indonesia. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara.
Reid, Anthony. 1998. Indonesian Heritage: Sejarah Modern Awal 3. Jakarta: Jayakarta Agung Offset.
Sejarah Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Samudera Pasai Aceh

Bismillahir Rahmanir Rahiim


Berdasarkan berita Marcopolo (th 1292) dan Ibnu Batutah (abad 13). Pada tahun 1267 telah
berdiri kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga
dibuktikan dengan adanya Batu nisan makam Sultan Malik Al Saleh (th 1297) Raja pertama
Samudra Pasai.
Kesultanan Samudera Pasai, juga dikenal dengan Samudera, Pasai, atau Samudera Darussalam,
adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota
Lhokseumawe, Aceh Utara sekarang. Kerajaan Samudra Pasai berdiri sekitar abad 13 oleh
Nazimuddin Al Kamil, seorang laksamana laut Mesir. Pada Tahun 1283 Pasai dapat
ditaklukannnya, kemudian mengangkat Marah Silu menjadi Raja Pasai pertama dengan gelar
Sultan Malik Al Saleh (1285 1297). Makam Nahrasyiah Tri Ibnu Battutah, musafir Islam
terkenal asal Maroko, mencatat hal yang sangat berkesan bagi dirinya saat mengunjungi sebuah
kerajaan di pesisir pantai timur Sumatera sekitar tahun 1345 Masehi. Setelah berlayar selama 25
hari dari Barhnakar (sekarang masuk wilayah Myanmar), Battutah mendarat di sebuah tempat
yang sangat subur. Perdagangan di daerah itu sangat maju, ditandai dengan penggunaan mata
uang emas. Ia semakin takjub karena ketika turun ke kota ia mendapati sebuah kota besar yang
sangat indah dengan dikelilingi dinding dan menara kayu.
Kota perdagangan di pesisir itu adalah ibu kota Kerajaan Samudera Pasai. Samudera Pasai (atau
Pase jika mengikuti sebutan masyarakat setempat) bukan hanya tercatat sebagai kerajaan yang
sangat berpengaruh dalam pengembangan Islam di Nusantara. Pada masa pemerintahan Sultan
Malikul Dhahir, Samudera Pasai berkembang menjadi pusat perdagangan internasional.
Pelabuhannya diramaikan oleh pedagang-pedagang dari Asia, Afrika, Cina, dan Eropa.

Kejayaan Samudera Pasai yang berada di daerah Samudera Geudong, Aceh Utara, diawali
dengan penyatuan sejumlah kerajaan kecil di daerah Peurelak, seperti Rimba Jreum dan
Seumerlang. Sultan Malikussaleh adalah salah seorang keturunan kerajaan itu yang menaklukkan
beberapa kerajaan kecil dan mendirikan Kerajaan Samudera pada tahun 1270 Masehi.Makam
Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abdul Kadir.
Ia menikah dengan Ganggang Sari, seorang putri dari kerajaan Islam Peureulak. Dari pernikahan
itu, lahirlah dua putranya yang bernama Malikul Dhahir dan Malikul Mansyur. Setelah keduanya
beranjak dewasa, Malikussaleh menyerahkan takhta kepada anak sulungnya Malikul Dhahir. Ia
mendirikan kerajaan baru bernama Pasai. Ketika Malikussaleh mangkat, Malikul Dhahir
menggabungkan kedua kerajaan itu menjadi Samudera Pasai.
Dalam kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah menggambarkan Sultan Malikul Dhahir
sebagai raja yang sangat saleh, pemurah, rendah hati, dan mempunyai perhatian kepada fakir
miskin. Meskipun ia telah menaklukkan banyak kerajaan, Malikul Dhahir tidak pernah bersikap
jemawa. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan Ibnu
Battutah. Para tamunya dipersilakan duduk di atas hamparan kain, sedangkan ia langsung duduk
di tanah tanpa beralas apa-apa.
Dengan cermin pribadinya yang begitu rendah hati, raja yang memerintah Samudera Pasai dalam
kurun waktu 1297-1326 M ini, pada batu nisannya dipahat sebuah syair dalam bahasa Arab, yang
artinya, ini adalah makam yang mulia Malikul Dhahir, cahaya dunia sinar agama.

Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota di
wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Bersamaan dengan Pidie,
Pasai menjadi pusat perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor
utama.
Saat itu Pasai diperkirakan mengekspor lada sekitar 8.000- 10.000 bahara setiap tahunnya, selain
komoditas lain seperti sutra, kapur barus, dan emas yang didatangkan dari daerah pedalaman.
Bukan hanya perdagangan ekspor impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang maju,
Samudera Pasai mengeluarkan mata uang sebagai alat pembayaran. Salah satunya yang terbuat
dari emas dikenal sebagai uang dirham.
Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin. Produksi beras dari Jawa
ditukar dengan lada. Pedagang-pedagang Jawa mendapat kedudukan yang istimewa di pelabuhan
Samudera Pasai. Mereka dibebaskan dari pembayaran cukai.

Perdagangan
Selain sebagai pusat perdagangan, Pasai juga menjadi pusat perkembangan Islam di Nusantara.
Kebanyakan mubalig Islam yang datang ke Jawa dan daerah lain berasal dari Pasai.
Eratnya pengaruh Kerajaan Samudera Pasai dengan perkembangan Islam di Jawa juga terlihat
dari sejarah dan latar belakang para Wali Songo. Sunan Kalijaga memperistri anak Maulana
Ishak, Sultan Pasai. Sunan Gunung Jati alias Fatahillah yang gigih melawan penjajahan Portugis
lahir dan besar di Pasai. Laksamana Cheng Ho tercatat juga pernah berkunjung ke Pasai.
Situs Kerajaan Islam Samudera Pasai ini sempat sangat terkenal di tahun 1980-an, sebelum
konflik di Aceh semakin memanas dan menyurutkan para peziarah. Menurut Yakub, juru kunci
makam Sultan Malikus saleh, nama besar sang sultan turut mengundang rasa keingintahuan para
peziarah dari Malaysia, India, sampai Pakistan. Negara-negara itu dulunya menjalin hubungan
dagang dengan Pasai, tutur Yakub.
Sejarah Pasai yang begitu panjang masih bisa ditelusuri lewat sejumlah situs makam para pendiri
kerajaan dan keturunannya di makam raja-raja itu. Makam itu menjadi saksi satu-satunya karena
peninggalan lain seperti istana sudah tidak ada. Makam Sultan Malikussaleh dan cucunya, Ratu
Nahrisyah, adalah dua kompleks situs yang tergolong masih terawat. makam Malikal Zahir.
Menurut Snouck Hurgronje, hubungan langsung Arab dengan Indonesia baru berlangsung abad
17 pada masa kerajaan Samudra Pasai, Banten, Demak dan Mataram Baru.
Samudra Pasai sebelum menjadi kerajaan Islam merupakan kota pelabuhan yang berada dalam
kekuasaan Majapahit, yang pada masa itu sedang mengalami kemunduran. Setelah dikuasai oleh
pembesar Islam, para pedagang dari Tuban, Palembang, malaka, India, Cina dan lain-lain datang
berdagang di Samudra Pasai. Menurut Ibnu Batutah: Samudera Pasai merupakan pelabuhan
terpenting dan Istana Raja telah disusun dan diatur secara indah berdasarkan pola budaya
Indonesia dan Islam.
Kehidupan masyarakat Samudera Pasai diwarnai oleh agama dan kebudayaan Islam.
Pemerintahnya bersifat Theokrasi (berdasarkan ajaran Islam) rakyatnya sebagian besar memeluk
agama Islam. Raja raja Pasai membina persahabatan dengan Campa, India, Tiongkok, Majapahit
dan Malaka. Pada tahun 1297 Malik Al saleh meninggal, dan digantikan oleh putranya Sultan
Muhammad (th 1297 1326)
lebih dikenal dengan nama Malik Al Tahir, penggantinya Sultan Ahmad (th 1326 1348), juga
pakai nama Malik Al Tahir, penggantinya Zainal Abidin.
Raja Zainal Abidin pada tahun 1511 terpaksa melarikan diri dan meninggalkan tahtanya
berlindung di Majapahit, karena masih saudara raja Majapahit. Hal ini berarti hubungan
kekerabatan Raja Samudra Pasai dengan Raja Majapahit terbina sangat baik, menurut berita Cina
disebutkan pertengahan abad 15, Samudra Pasai masih mengirimkan utusannya ke Cina sebagai
tanda persahabatan.makam Naina Hisana bin Naina.
Fatahilah, ulama terkemuka Pasai menikah dengan adik Sultan Trenggono(raja Demak/adik Patih
Unus/anak Raden Patah). Fatahilah berhasil merebut Sunda Kelapa (22 Juni 1522) berganti nama
menjadi Jayakarta, juga Cirebon dan Banten.

Anda mungkin juga menyukai