Kesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera Pasai, adalah
kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota
Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia.
Belum begitu banyak bukti arkeologis tentang kerajaan ini untuk dapat digunakan sebagai bahan
kajian sejarah.[1] Namun beberapa sejarahwan memulai menelusuri keberadaan kerajaan ini
bersumberkan dari Hikayat Raja-raja Pasai,[2] dan ini dikaitkan dengan beberapa makam raja serta
penemuan koin berbahan emas dan perak dengan tertera nama rajanya.[3]
Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun 1267.
Keberadaan kerajaan ini juga tercantum dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke
Timur) karya Abu Abdullah ibn Batuthah (13041368), musafir Maroko yang singgah ke negeri
ini pada tahun 1345. Kesultanan Pasai akhirnya runtuh setelah serangan Portugal pada tahun
1521.
Daftar isi
1 Pembentukan awal
3 Pemerintahan
4 Perekonomian
6 Akhir pemerintahan
8 Warisan sejarah
9 Rujukan
10 Kepustakaan
11 Pranala luar
Pembentukan awal
Berdasarkan Hikayat Raja-raja Pasai, menceritakan tentang pendirian Pasai oleh Marah Silu,
setelah sebelumnya ia menggantikan seorang raja yang bernama Sultan Malik al-Nasser.[2] Marah
Silu ini sebelumnya berada pada satu kawasan yang disebut dengan Semerlanga kemudian
setelah naik tahta bergelar Sultan Malik as-Saleh, ia wafat pada tahun 696 H atau 1297 M.[4]
Dalam Hikayat Raja-raja Pasai maupun Sulalatus Salatin nama Pasai dan Samudera telah
dipisahkan merujuk pada dua kawasan yang berbeda, namun dalam catatan Tiongkok nama-nama
tersebut tidak dibedakan sama sekali. Sementara Marco Polo dalam lawatannya mencatat
beberapa daftar kerajaan yang ada di pantai timur Pulau Sumatera waktu itu, dari selatan ke utara
terdapat nama Ferlec (Perlak), Basma dan Samara (Samudera).
Pemerintahan Sultan Malik as-Saleh kemudian dilanjutkan oleh putranya Sultan Muhammad
Malik az-Zahir dari perkawinannya dengan putri Raja Perlak. Pada masa pemerintahan Sultan
Muhammad Malik az-Zahir, koin emas sebagai mata uang telah diperkenalkan di Pasai, seiring
dengan berkembangnya Pasai menjadi salah satu kawasan perdagangan sekaligus tempat
pengembangan dakwah agama Islam. Kemudian sekitar tahun 1326 ia meninggal dunia dan
digantikan oleh anaknya Sultan Mahmud Malik az-Zahir dan memerintah sampai tahun 1345.
Pada masa pemerintahannya, ia dikunjungi oleh Ibn Batuthah, kemudian menceritakan bahwa
sultan di negeri Samatrah (Samudera) menyambutnya dengan penuh keramahan, dan
penduduknya menganut Mazhab Syafi'i.[5]
Selanjutnya pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik az-Zahir putra Sultan Mahmud Malik
az-Zahir, datang serangan dari Majapahit antara tahun 1345 dan 1350, dan menyebabkan Sultan
Pasai terpaksa melarikan diri dari ibukota kerajaan.
"Maka titah Sang Nata akan segala tawanan orang Pasai itu, suruhlah ia duduk di tanah Jawa ini,
mana kesukaan hatinya. Itulah sebabnya maka banyak keramat di tanah Jawa tatkala Pasai kalah
oleh Majapahit itu".
Gambaran penaklukan Pasai oleh Majapahit, kutipan dari Hikayat Raja-raja Pasai[2].
Sekitar tahun 1434 Sultan Pasai mengirim saudaranya yang dikenal dengan Ha-li-zhi-han namun
wafat di Beijing. Kaisar Xuande dari Dinasti Ming mengutus Wang Jinhong ke Pasai untuk
menyampaikan berita tersebut.[6]
Pemerintahan
Pusat pemerintahan Kesultanan Pasai terletaknya antara Krueng Jambo Aye (Sungai Jambu Air)
dengan Krueng Pase (Sungai Pasai), Aceh Utara. Menurut ibn Batuthah yang menghabiskan
waktunya sekitar dua minggu di Pasai, menyebutkan bahwa kerajaan ini tidak memiliki benteng
pertahanan dari batu, namun telah memagari kotanya dengan kayu, yang berjarak beberapa
kilometer dari pelabuhannya. Pada kawasan inti kerajaan ini terdapat masjid, dan pasar serta
dilalui oleh sungai tawar yang bermuara ke laut. Ma Huan menambahkan, walau muaranya besar
namun ombaknya menggelora dan mudah mengakibatkan kapal terbalik.[6] Sehingga penamaan
Lhokseumawe yang dapat bermaksud teluk yang airnya berputar-putar kemungkinan berkaitan
dengan ini.
Dalam struktur pemerintahan terdapat istilah menteri, syahbandar dan kadi. Sementara anak-anak
sultan baik lelaki maupun perempuan digelari dengan Tun, begitu juga beberapa petinggi
kerajaan. Kesultanan Pasai memiliki beberapa kerajaan bawahan, dan penguasanya juga bergelar
sultan.
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, Kerajaan Perlak telah menjadi
bagian dari kedaulatan Pasai, kemudian ia juga menempatkan salah seorang anaknya yaitu Sultan
Mansur di Samudera. Namun pada masa Sultan Ahmad Malik az-Zahir, kawasan Samudera sudah
menjadi satu kesatuan dengan nama Samudera Pasai yang tetap berpusat di Pasai. Pada masa
pemerintahan Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir, Lide (Kerajaan Pedir) disebutkan menjadi
kerajaan bawahan dari Pasai. Sementara itu Pasai juga disebutkan memiliki hubungan yang buruk
dengan Nakur, puncaknya kerajaan ini menyerang Pasai dan mengakibatkan Sultan Pasai
terbunuh.
Perekonomian
Pasai merupakan kota dagang, mengandalkan lada sebagai komoditi andalannya, dalam catatan
Ma Huan disebutkan 100 kati lada dijual dengan harga perak 1 tahil. Dalam perdagangan
Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas sebagai alat transaksi pada masyarakatnya, mata uang
ini disebut Deureuham (dirham) yang dibuat 70% emas murni dengan berat 0.60 gram, diameter
10 mm, mutu 17 karat.
Sementara masyarakat Pasai umumnya telah menanam padi di ladang, yang dipanen 2 kali
setahun, serta memilki sapi perah untuk menghasilkan keju. Sedangkan rumah penduduknya
memiliki tinggi rata-rata 2.5 meter yang disekat menjadi beberapa bilik, dengan lantai terbuat dari
bilah-bilah kayu kelapa atau kayu pinang yang disusun dengan rotan, dan di atasnya dihamparkan
tikar rotan atau pandan.[6]
Akhir pemerintahan
Menjelang masa-masa akhir pemerintahan Kesultanan Pasai, terjadi beberapa pertikaian di Pasai
yang mengakibatkan perang saudara. Sulalatus Salatin[8] menceritakan Sultan Pasai meminta
bantuan kepada Sultan Melaka untuk meredam pemberontakan tersebut. Namun Kesultanan Pasai
sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal tahun 1521 yang sebelumnya telah
menaklukan Melaka tahun 1511, dan kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian
dari kedaulatan Kesultanan Aceh.
Warisan sejarah
Penemuan makam Sultan Malik as-Saleh yang bertarikh 696 H atau 1297 M, dirujuk oleh
sejarahwan sebagai tanda telah masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-13. Walau
ada pendapat bahwa kemungkinan Islam telah datang lebih awal dari itu. Hikayat Raja-raja Pasai
memang penuh dengan mitos dan legenda namun deskripsi ceritanya telah membantu dalam
mengungkap sisi gelap sejarah akan keberadaan kerajaan ini. Kejayaan masa lalu kerajaan ini
telah menginspirasikan masyarakatnya untuk kembali menggunakan nama pendiri kerajaan ini
untuk Universitas Malikussaleh di Lhokseumawe.
SEJARAH SAMUDERA PASAI
1. Sejarah
Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh, dan merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 M. Bukti-bukti arkeologis keberadaan
kerajaan ini adalah ditemukannya makam raja-raja Pasai di kampung Geudong, Aceh Utara.
Makam ini terletak di dekat reruntuhan bangunan pusat kerajaan Samudera di desa Beuringin,
kecamatan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe. Di antara makam raja-raja
tersebut, terdapat nama Sultan Malik al-Saleh, Raja Pasai pertama. Malik al-Saleh adalah nama
baru Meurah Silu setelah ia masuk Islam, dan merupakan sultan Islam pertama di Indonesia.
Berkuasa lebih kurang 29 tahun (1297-1326 M). Kerajaan Samudera Pasai merupakan gabungan
dari Kerajaan Pase dan Peurlak, dengan raja pertama Malik al-Saleh.
Seorang pengembara Muslim dari Maghribi, Ibnu Bathutah sempat mengunjungi Pasai tahun
1346 M. ia juga menceritakan bahwa, ketika ia di Cina, ia melihat adanya kapal Sultan Pasai di
negeri Cina. Memang, sumber-sumber Cina ada menyebutkan bahwa utusan Pasai secara rutin
datang ke Cina untuk menyerahkan upeti. Informasi lain juga menyebutkan bahwa, Sultan Pasai
mengirimkan utusan ke Quilon, India Barat pada tahun 1282 M. Ini membuktikan bahwa Pasai
memiliki relasi yang cukup luas dengan kerajaan luar
Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu,
dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia.
Komoditas utama adalah lada. Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai
mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi di kerajaan
tersebut. Di samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat
perkembangan agama Islam.
Ada banyak sekali peninggalan kerajaan Samudra Pasai yang masih bisa kita temui di sekitar
kota Lhokseumawe dan Aceh Utara. Kerajaan yang didirikan oleh Marah Silu dengan
gelar Sultan Malik as-Saleh, kesultanan ini dibangun pada tahun 1267. Namun
sayangnya kerajaan Pasai pada tahun 1521 akhirnya runtuh setelah serangan dari Portugal.
Namun demikian masih ada beberapa peninggalan sejarah yang masih terawat hingga saat ini.
Bagi yang tinggal di sekitar Sumatra Utara pasti sudah tahu apa saja peninggalan dari kerajaan
ini. Tapi bagi yang belum tahu berikut ini adalah beberapa peninggalan yang bisa kita lihat
langsung apabila datang ke Aceh diantaranya:
Cakra Donya
Home
About
Contact
Disclaimer
Privacy Policy
Namun demikian masih ada beberapa peninggalan sejarah yang masih terawat hingga saat ini.
Bagi yang tinggal di sekitar Sumatra Utara pasti sudah tahu apa saja peninggalan dari kerajaan
ini. Tapi bagi yang belum tahu berikut ini adalah beberapa peninggalan yang bisa kita lihat
langsung apabila datang ke Aceh diantaranya:
Cakra Donya
Adalah sebuah lonceng yang berbentuk stupa buatan negeri Cina pada tahun 1409 M. Ukurannya
tinggi 125cm sedangkan lebarnya 75cm. Pada bagian luar Cakra Donya terdapat beberapa hiasan
serta simbol-simbol kombinasi aksara Cina dan Arab. Aksara Cina bertuliskan Sing Fang Niat
Tong Juut Kat Yat Tjo, sedangkan aksara Arab sudah tidak terbaca lagi.
Advertisement
Setelah Sultan Malik At Tahrir wafat tidak ada penggantinya yang cakap dalam meminmpin
kerajaan Samudra Pasai dan terkenal, sehingga peran penyebaran agama Islam diambil alih oleh
kerajaan Aceh.
Selain alasan faktor politis, serangan Majapahit ke Samudera Pasai dipicu juga karena faktor
kepentingan ekonomi. Kemajuan perdagangan dan kemakmuran rakyat Kerajaaan Samudera
Pasai telah membuat Gajah Mada berkeinginan untuk dapat menguasai kejayaan itu. Ekspansi
Majapahit dalam rangka menguasai wilayah Samudera Pasai telah dilakukan berulangkali dan
Kesultanan Samudera Pasai pun masih mampu bertahan sebelum akhirnya perlahan-lahan mulai
surut seiring semakin menguatnya pengaruh Majapahit di Selat Malaka.
Letak geografis kerajaan samudera pasai terletak di Pantai Timur Pulau Sumatera bagian utara
berdekatan dengan jalur pelayaran internasional (Selat Malaka). Letak Kerajaan Samudera Pasai
yang strategis, mendukung kreativitas mayarakat untuk terjun langsung ke dunia maritim.
Samudera pasai juga mempersiapkan bandar bandar yang digunakan untuk:
1) Menambah perbekalan pelayaran selanjutnya
2) Mengurus masalah masalah perkapalan
3) Mengumpulkan barang barang dagangan yang akan dikirim ke luar negeri
4) Menyimpan barang barang dagangan sebelum diantar ke beberapa daerah di Indonesia.
Namun Setelah kerajaan Samudra Pasai dikuasai oleh Kerajaan Malaka pusat perdagangan
dipindahkan ke Bandar Malaka. Dengan beralihnya pusat perdagangan ke Bandar Malaka maka
perekonomian di Bandar Malaka menjadi ramai karena letaknya yang lebih strategis dibanding
bandar-bandar di Samudra Pasai.
c. Serangan Portugis
Orang-orang Portugis memanfaatkan keadaan kerajaan Samudra Pasai yang sedang lemah ini
karena adanya berbagai perpecahan (kemungkinan karena politik / kekuasaan) dengan menyerang
kerajaan Samudra Pasai hingga akhirnya kerajaan Samudra Pasai runtuh. Sebelumnya memang
orang-orang Portugis telah menaklukan kerajaan Malaka, yang merupakan kerajaan yang sering
membantu kerajaan Samudra Pasai dan menjalin hubungan dengan kerajaan Samudra Pasai.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
KERAJAAN SAMUDRA PASAI
PENDAHULUAN................................................................................................................ 1
1. Latar Belakang.................................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah............................................................................................... 2
3. Tujuan................................................................................................................ 2
1.1 Latar Belakang Munculnya Kerajaan Samudra Pasai....................................... 3
1.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Samudra Pasai.............................. 5
1.3 Keruntuhan Kerajaan Samudra Pasai............................................................... 12
SIMPULAN.......................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 16
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada akhir abad XIV Malaka telah berkembang sebagai pusat perdagangan yang paling
ramai tidak hanya diwilayah itu, tetapi menurut sumber Portugis salah satu pusat perdagangan
yang terbesar di Asia. Di situ bertemu pedagang dari Arab, Parsi, Gujarat, Benggala, Pegu, Siam,
Negeri Cina pada satu pihak dan pedagang dari Sumatera, Jawa, Maluku, dan kepulauan kecil
lainnya.(Sartono Kartodirdjo,1999:4-5).Malaka menjadi bandar transit perdagangan dan
pelayaraan terpenting saat itu karena kerajaan Sriwijaya yang dikenal sebagai kerajaan Maritim
pada akhir abad XII mengalami kemunduran. Kemunduran kerajaan di Palembang ini, serta
merta diikuti oleh dua kerajaan besar di Jawa yaitu Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Singasari
meskipun Kerajaan Majapahit sempat menguasai arus perdagangan dan pelayaran di Malaka.
Persebaran Islam di Nusantara di pegang oleh para pedagang yang berasal dari tanah Arab,
Persia dan Gujarat.Menurut Badri Yatim (2008:194) Sebenarnya cikal bakal kekuasaan islam
telah dirintis pada abad VII-VIII, Tetapi tenggelam dalam Hegemoni maritim Sriwijaya yang
berpusat di Palembang dan Kerajaan Hindu-Jawa seperti Singasari dan Majapahit di Jawa
timur.Islam merupakan agama yang damai yang tidak mengenal adanya stratifikasi masyarakat
karena mengajarkan toleransi dan persamaan harkat terhadap sesama. Karena itu, dalam waktu
singkat telah tersebar di kepulauan Nusantara. Hal ini juga didukung oleh peranan Malaka
sebagai bandar transito bagi para pedagang Arab.
Pada tahun 1511 M, Malaka sebagai pelabuhan terbesar di Asia jatuh ke tangan Portugis
yang dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque. Hal ini berdampak pada jalur lalu lintas
perdagangan dan pelayaran.Karena itu pusat perdagangan dipindah ke Aceh.Mulai saat itu, Aceh
menjadi sangat ramai dan berkembang bahkan dapat mengambil alih dominasi pelayaran dan
perdagangan dari Samudera Pasai yang kalah bersaing. Aceh dan Samudera Pasai menjadi
Kerajaan pertama dan tertua yang bercorak islam. Kerajaan Aceh menjadi semakin maju dan
mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Sedangkan Kerajaan
Samudera Pasai yang ditaklukan oleh kerajaan Aceh mencapai kejayaan pada periode
pemerintahan Sultan Ali Munghayatsyah. Kehidupan politik kedua kerajaan ini diwarnai oleh
kedatangan para penjelajah samudera (bangsa Eropa) yang semula mencari rempah-rempah
kemudian memonopoli dan menguasai arus perdagangan rempah-rempah sehingga menimbulkan
konflik dan perlawanan untuk mengusir bangsa barat tersebut sampai pada masa kemundurannya.
Berkenaan dengan hal tersebut, kami tertarik untuk membuat makalah yang berjudul Proses
Pertumbuhan dan Perkembangan kerajaan Samudera Pasai dan Kerajaan Aceh
2. Rumusan Masalah
2.1 Bagaimana proses pertumbuhan dan perkembangan kerajaan Samudera Pasai?
2.2 Bagaimana proses pertumbuhan dan perkembangan kerajaan Aceh Darussalam?
3. Tujuan
3.1 Mendeskripsikan proses pertumbuhan dan perkembangan kerajaan Samudera Pasai.
3.2 Mendeskripsikan proses pertumbuhan dan perkembangan kerajaan Aceh Darussalam.
KERAJAAN SAMUDRA PASAI
1. Mengenai pembukaan Negeri Samudra dan Pasai serta raja-raja yang pertama yang telah
memeluk agama Islam.
2. Cerita mengenai perkembangan keadaan di Pasai, yaitu raja Ahmad dari Pasai secara
langsung atau tidak membunuh anak-anaknya, hal yang akhirnya mengakibatkan serangan
angkatan laut Majapahit terhadap Pasai, yang dikalahkan dan kemudian takluk kepada
Majapahit.
Antara tahun 1290 dan 1520 kesultanan Pasai tidak hanya menjadi kota dagang terpenting
di selat Malaka, tetapi juga pusat perkembangan Islam dan bahasa sastra Melayu. Selain
berdagang, para pedagang Gujarat, Persia, dan arab menyebarkan agama Islam. Sebagaimana
disebutkan dalam tradisi lisan dan Hikayat Raja-raja Pasai, raja pertama kerajaan Samudra Pasai
sekaligus raja pertama yang memeluk Islam adalah Malik Al-Saleh yang sekaligus juga
merupakan pendiri kerajaan tersebut. Hal itu dapat diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-raja
Pasai, Hikayat Melayu, dan juga hasil penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan para
sarjana Barat terutama Belanda seperti Snouck Hurgronye, J.P. Molquette, J.L. Moens, J. Hushoff
Poll, G.P. Rouffaer, H.K.J. Cowan, dan lain-lain.
Dalam Hikayat Raja-raja Pasai disebutkan gelar Malik Al-Saleh sebelum menjadi raja
adalah Merah Sile atau Merah Selu. Ia masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syaikh Ismail,
seorang utusan syarif Makkah yang kemudian memberinya gelar Sultan Malik Al-Saleh. Nisan
itu didapatkan di Gampong Samudra bekas kerajaan Samudra Pasai tersebut[3].
Merah Selu adalah putra Merah Gajah. Nama Merah Gajah merupakan gelar bangsawan
yang lazim di Sumatra Utara. Selu kemungkinan berasal dari kata sungkala yang aslinya juga
berasal dari sanskrit Chula. Kepemimpinannya yang menonjol membuat dirinya ditempatkan
sebagai raja.
Dari hikayat itu pula, dijelaskan bahwa tempat pertama yang dijadikan sebagai pusat
kerajaan Samudra Pasai adalah Muara Sungai Peusangan yaitu sebuah sungai yang cukup
panjang dan lebar di sepanjang jalur pantai yang memudahkan perahu-perahu serta kapal-kapal
mengayuhkan dayungnya ke pedalaman dan sebaliknya. Di muara sungai itu ada dua kota yang
letaknya berseberangan yaitu Pasai dan Samudra. Kota Samudra terletak agak lebih ke
pedalaman, sedangkan Pasai terletek lebih ke muara. Di tempat terakhir inilah banyak ditemukan
makam-makam para raja.
Dalam berita Cina dan pendapat Ibn Batutah yang merupakan pengembara terkenal asal
Marokko, dari Delhi mengatakan bahwa pada pertengahan abad ke-14 M (tahun 746 H/1345 M)
ia melakukan perjalanan ke Cina. Ketika itu Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Malik Al-
Zahir, putra Sultan Malik Al-Saleh. Menurut sumber-sumber Cina, pada awal tahun 1282 M
kerajaan kecil Sa-mu-ta-la (Samudra) mengirim kepada raja Cina duta-duta yang disebut dengan
nama-nama muslim yaitu Husein dan Sulaiman. Ibnu Batutah juga menyatakan bahwa Islam
sudah hampir satu abad lamanya disiarkan di sana. Ia juga meriwayatkan kesalehan, kerendahan
hati, dan semangat keagamaan rajanya yang seperti rakyatnya, yaitu mengikuti mahzab Syafii.
Dalam bertinya juga dijelaskan bahwa kerajaan Samudra Pasai pada saat itu merupakan pusat
studi agama Islam dan tempat berkumpul para ulama dari berbagai negeri Islam untuk berdiskusi
berbagai masalah keagamaan dan keduniaan.
Dari uang dirham yang ditemukan di kerajaan ini, dapat diketahui nama-nama raja beserta
urutannya, karena dalam mata uang-mata uang yang ditemukan itu terdapat nama-nama raja yang
pernah memerintah kerajaan ini[4]. Adapun urutannya adalah sebagai berikut:
No. Nama Raja Tahun Pemerintahan
1. Sultan Malik Al-Saleh Sampai tahun 1207 M
2. Muhammad Malik Al-Zahir 1297-1326 M
3. Mahmud Malik Al-Zahir 1326-1345 M
4. Manshur Malik Al-Zahir 1345-1346 M
5. Ahmad Malik Al-Zahir 1346-1383 M
6. Zain Al-Abidin Malik AL-Zahir 1383-1405 M
7. Nahrasiyah 1402-? M
8. Abu Zaid Malik Al-Zahir ?-1455 M
9. Mahmud Malik Al-Zahir 1455-1477 M
10. Zain Al-Abidin 1477-1500 M
11. Abdullah Malik Al-Zahir 1501-1513 M
12. Zain Al-Abidin 1513-1524 M
Pada abad ke 14 wilayah Kesultanan Samudera Pasai menuai masa kejayaan. Kejayaan
itu di buktikan dengan kemampuan kesultanan samudera pasai membuat mata uang emas pada
masa Sultan Malik Al Zahir (1297-1326) pada abad ke 13. Bisa disebutkan mata uang Samudera
Pasai adalah mata uang emas pertama yang dikeluarkan nusantara oleh kerajaan islam dengan
oranamen islam (tulisan arab) yang tertulis dalam sisi atas dan sisi bawah, karena pada masa itu
kerajaan nusantara lain baru mengeluarkan mata uang dari perak. Ada yang menyebutkan bahwa
mata uang ini sangat halus pengerjaanya dibandingkan mata uang logam perak di Jawa.
Kerajaan Samudra Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M. Kerajaan ini ditaklukkan
oleh Portugis yang mendudukinya selama tiga tahun, kemudian tahun 1524 M dianeksasi oleh
raja Aceh yaitu Ali Mughayatsyah. Selanjutnya kerajaan Samudra Pasai berada di bawah
pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Bakar, Aboe. 1985. Kamus Aceh Indonesia 1. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
-----------------------. Kamus Aceh Indonesia 2. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 dari Emporium sampai
Imperium jilid 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
------------------------. 1975. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Muljana, Slamet. 2007. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di
Indonesia. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara.
Reid, Anthony. 1998. Indonesian Heritage: Sejarah Modern Awal 3. Jakarta: Jayakarta Agung Offset.
Sejarah Kerajaan Samudra Pasai
Kejayaan Samudera Pasai yang berada di daerah Samudera Geudong, Aceh Utara, diawali
dengan penyatuan sejumlah kerajaan kecil di daerah Peurelak, seperti Rimba Jreum dan
Seumerlang. Sultan Malikussaleh adalah salah seorang keturunan kerajaan itu yang menaklukkan
beberapa kerajaan kecil dan mendirikan Kerajaan Samudera pada tahun 1270 Masehi.Makam
Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abdul Kadir.
Ia menikah dengan Ganggang Sari, seorang putri dari kerajaan Islam Peureulak. Dari pernikahan
itu, lahirlah dua putranya yang bernama Malikul Dhahir dan Malikul Mansyur. Setelah keduanya
beranjak dewasa, Malikussaleh menyerahkan takhta kepada anak sulungnya Malikul Dhahir. Ia
mendirikan kerajaan baru bernama Pasai. Ketika Malikussaleh mangkat, Malikul Dhahir
menggabungkan kedua kerajaan itu menjadi Samudera Pasai.
Dalam kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah menggambarkan Sultan Malikul Dhahir
sebagai raja yang sangat saleh, pemurah, rendah hati, dan mempunyai perhatian kepada fakir
miskin. Meskipun ia telah menaklukkan banyak kerajaan, Malikul Dhahir tidak pernah bersikap
jemawa. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan Ibnu
Battutah. Para tamunya dipersilakan duduk di atas hamparan kain, sedangkan ia langsung duduk
di tanah tanpa beralas apa-apa.
Dengan cermin pribadinya yang begitu rendah hati, raja yang memerintah Samudera Pasai dalam
kurun waktu 1297-1326 M ini, pada batu nisannya dipahat sebuah syair dalam bahasa Arab, yang
artinya, ini adalah makam yang mulia Malikul Dhahir, cahaya dunia sinar agama.
Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota di
wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Bersamaan dengan Pidie,
Pasai menjadi pusat perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor
utama.
Saat itu Pasai diperkirakan mengekspor lada sekitar 8.000- 10.000 bahara setiap tahunnya, selain
komoditas lain seperti sutra, kapur barus, dan emas yang didatangkan dari daerah pedalaman.
Bukan hanya perdagangan ekspor impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang maju,
Samudera Pasai mengeluarkan mata uang sebagai alat pembayaran. Salah satunya yang terbuat
dari emas dikenal sebagai uang dirham.
Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin. Produksi beras dari Jawa
ditukar dengan lada. Pedagang-pedagang Jawa mendapat kedudukan yang istimewa di pelabuhan
Samudera Pasai. Mereka dibebaskan dari pembayaran cukai.
Perdagangan
Selain sebagai pusat perdagangan, Pasai juga menjadi pusat perkembangan Islam di Nusantara.
Kebanyakan mubalig Islam yang datang ke Jawa dan daerah lain berasal dari Pasai.
Eratnya pengaruh Kerajaan Samudera Pasai dengan perkembangan Islam di Jawa juga terlihat
dari sejarah dan latar belakang para Wali Songo. Sunan Kalijaga memperistri anak Maulana
Ishak, Sultan Pasai. Sunan Gunung Jati alias Fatahillah yang gigih melawan penjajahan Portugis
lahir dan besar di Pasai. Laksamana Cheng Ho tercatat juga pernah berkunjung ke Pasai.
Situs Kerajaan Islam Samudera Pasai ini sempat sangat terkenal di tahun 1980-an, sebelum
konflik di Aceh semakin memanas dan menyurutkan para peziarah. Menurut Yakub, juru kunci
makam Sultan Malikus saleh, nama besar sang sultan turut mengundang rasa keingintahuan para
peziarah dari Malaysia, India, sampai Pakistan. Negara-negara itu dulunya menjalin hubungan
dagang dengan Pasai, tutur Yakub.
Sejarah Pasai yang begitu panjang masih bisa ditelusuri lewat sejumlah situs makam para pendiri
kerajaan dan keturunannya di makam raja-raja itu. Makam itu menjadi saksi satu-satunya karena
peninggalan lain seperti istana sudah tidak ada. Makam Sultan Malikussaleh dan cucunya, Ratu
Nahrisyah, adalah dua kompleks situs yang tergolong masih terawat. makam Malikal Zahir.
Menurut Snouck Hurgronje, hubungan langsung Arab dengan Indonesia baru berlangsung abad
17 pada masa kerajaan Samudra Pasai, Banten, Demak dan Mataram Baru.
Samudra Pasai sebelum menjadi kerajaan Islam merupakan kota pelabuhan yang berada dalam
kekuasaan Majapahit, yang pada masa itu sedang mengalami kemunduran. Setelah dikuasai oleh
pembesar Islam, para pedagang dari Tuban, Palembang, malaka, India, Cina dan lain-lain datang
berdagang di Samudra Pasai. Menurut Ibnu Batutah: Samudera Pasai merupakan pelabuhan
terpenting dan Istana Raja telah disusun dan diatur secara indah berdasarkan pola budaya
Indonesia dan Islam.
Kehidupan masyarakat Samudera Pasai diwarnai oleh agama dan kebudayaan Islam.
Pemerintahnya bersifat Theokrasi (berdasarkan ajaran Islam) rakyatnya sebagian besar memeluk
agama Islam. Raja raja Pasai membina persahabatan dengan Campa, India, Tiongkok, Majapahit
dan Malaka. Pada tahun 1297 Malik Al saleh meninggal, dan digantikan oleh putranya Sultan
Muhammad (th 1297 1326)
lebih dikenal dengan nama Malik Al Tahir, penggantinya Sultan Ahmad (th 1326 1348), juga
pakai nama Malik Al Tahir, penggantinya Zainal Abidin.
Raja Zainal Abidin pada tahun 1511 terpaksa melarikan diri dan meninggalkan tahtanya
berlindung di Majapahit, karena masih saudara raja Majapahit. Hal ini berarti hubungan
kekerabatan Raja Samudra Pasai dengan Raja Majapahit terbina sangat baik, menurut berita Cina
disebutkan pertengahan abad 15, Samudra Pasai masih mengirimkan utusannya ke Cina sebagai
tanda persahabatan.makam Naina Hisana bin Naina.
Fatahilah, ulama terkemuka Pasai menikah dengan adik Sultan Trenggono(raja Demak/adik Patih
Unus/anak Raden Patah). Fatahilah berhasil merebut Sunda Kelapa (22 Juni 1522) berganti nama
menjadi Jayakarta, juga Cirebon dan Banten.