Perkembangan Peradaban Islam di Indonesia Pada Masa Kerajaan Samudera Pasai
A. Awal Perkembangan Samudera Pasai Pra Islam
Samudera Pasai terletak di pesisir utara Sumatera, pintu masuk barat Selat Malaka bila kapal berlayar dari Samudera Hindia. Posisinya sangat strategis dalam jalur pelayaran dari India ke Nusantara dan Cina. Pada mulanya, menurut Kronika Pasai, Kerajaan Samudera berada di pedalaman. Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada abad XIII. Dia adalah putra Meurah Gajah dan Puteri Betung. Kakek dari ayahnya bernama Raja Ahmad dan dari ibunya adalah Raja Muhammad. Setelah kakeknya meninggal Meurah Silu dan saudaranya Meurah Hasum meninggalkan Samarlanga menuju Biruan. Mereka tinggal di sana pada masing-masing sebelah sungai. Pada saat Silu memasang bubu di sungai, dia mendapatkan gelang-gelang emas dan perak sehingga menjadi kaya raya dan punya banyak pengikut. Dengan modal itulah Silu mendirikan Kerajaan Samudera. Guna memajukan Kerajaan Samudera, Meurah Silu melakukan tiga langkah penting. Pertama, memperluas wilayah kerajaan ke daerah pesisir yang saat itu ramai dikunjungi kapalkapal dagang muslim India, dan mendirikan pusat pemerintahan baru dengan nama Pasai. Kedua, menerima agama Islam dari Syekh Ismail yang datang lewat Pantai Malabar (India) atas perintah Syarif Mekkah. Setelah menganut Islam dia mendapat gelar Sultan Malik Al-Saleh dan negerinya disebut Samudera Darul Islam. Ketiga,menikah dengan puteri Sultan Perlak bernama Ganggang Sari. Sejak itulah menyatu keluarga besar dari dua kesultanan penting di pesisir utara Sumatera, yakni Samudera dan Perlak. Perkembangan Samudera Pasai merupakan perpaduan antara kesibukan perdagangan maritim dan semangat keagamaan membuat banyak orang datang ke sana. Jumlah penduduknya tidak kurang 20.000 orang. Setiap tahun menghasilkan 8.000 sampai 10.000 ribu bahar lada. Para pedagang di Samudera Pasai berasal dari Gujarat, Keling, Bengal, Pegu, Siam, Kedah, dan Baruas.
B. Islam Pada Masa Kerajaan Samudera Pasai
Kapal Syekh Ismail singgah di empat pelabuhan pesisir utara Sumatera. Pelabuhan pertama ialah Fansuri, terletak di sebelah barat Sumatera utara. Dari sana kapal berlayar dan singgah di Lamiri (Lamuri), yang terletak di baratlaut Aceh. Kapal itu berlayar melewati Samudera dan singgah di Haru. Karena itu harus balik haluan lagi ke utara dengan singgah di Perlak, sebelum tiba di Samudera. Setiap singgah pelabuhan tersebut, Fakir Muhammad membawa Alquran untuk penduduk, namun mereka tidak bisa membacanya. Dengan bimbingan Muhammad, penduduk setempat dapat mengucapkan dua kalimat syahadat dan menganut Islam. Empat puluh hari sebelum kapal tersebut tiba di Samudera, Meurah Silu bermimpi bertemu Nabi Muhammad. Dalam mimpinya ia diajarkan mengucap dua kalimat syahadat dan membaca Alquran. Dia diberi gelar Sultan Malik Al-Salleh. Kapal itu tiba di Teluk Teria. Syekh Ismail turun ke pelabuhan bertemu raja. Ia meminta raja untuk mengucapkan dua kalimat syahadat dan raja bisa melakukannya. Pada esok hari, Muhammad dan Ismail turun ke darat membawa Alquran, lalu meminta sultan membacanya. Sultan pun bisa membacanya. Ismail membimbing penduduk setempat mengucapkan syahadat. Sejak itulah nama negerinya disebut Samudera Darul Islam. Ketika Ismail kembali ke Mekkah, sultan memberikan sejumlah hadiah untuk Syarif Makkah berupa ambar, kapur barus, gaharu,cendana, kemenyan, kelembak, cengkih, dan pala. Semuanya sekitar seratus bahar. Setelah Ismail kembali, Muhammad dan putranya tetap tinggal berdakwah di Samudera.
C. Dakwah Pada Masa Kerajaan Samudera Pasai
Strategi dakwah penyebaran agama Islam yang dilakukan Kesultanan Samudra Pasai dapat menjadi barometer strategi dakwah modern. Hal pertama yang perlu dipahami adalah, dakwah itu membutuhkan modal finansial yang kuat. Para pendakwah agama Islam di Pasai adalah para saudagar kaya dari Timur Tengah, yang tidak hanya ahli dalam berdagang, melainkan juga menguasai berbagai dimensi sosial. Dimensi pertama adalah karakteristik sosial, khususnya situasi politik kawasan yang hendak dijadikan arena dakwa. Strategi kedua adalah pemanfaatan peluang dari situasi sosial politik yang ada. Para pendakwah Samudra Pasai coba menguasai masalah sosial politik yang ada. Pertama ditemukanlah di Pasai itu kekuasaan politik dikuasasi oleh Maharaja Samudra Bakoy yang mengajarkan Wahdatul Wujud, atau Wujudiah. Ajaran itu sifatnya sangat sensitif dan mudah sekali membuat masyarakat salah pahan dan menjadi sesat. Dalam hal ini, para pendakwah itu menunjukkan kemahirannya dalam politik. Mereka melantik seorang pemuda yang terbuang dari kerajaannya yakni kerajaan Salasari di Cot Girek, Aceh Utara sebagai sutan baru untuk mendirikan kerajaan Pasai. Orang yang dilantik itu adalah Meurah Seulu. Meurah Seulu bernasab hingga Kesultanan Peureulak Dinasti Aziziyah. Dia adalah pemuda yang sarat pengalaman. Meurah Seulu telah merantau dalam waktu yang lama ke negeri-negeri yang maju pada masa itu seperti negeri Peusangan dan negeri Samalanga. Pengalaman itu tentu membuatnya telah menyerap berbagai ajaran kebijaksanaan yang ada di negeri-negeri perantauan itu. Meurah Seulu juga memenuhi kriteria seorang pemimpin yang diyakini para pendakwah Timur Tengah yakni harus berketurunan dari bangsa Quraish. Setelah Dinasti Aziziyah di Peureulak Tunong digantilkan oleh dinasi Meurah dari Peureulak Baroh, keturunan Dinasti Aziziyah erpindah ke Linge, mendirikan Kerajaan Linge dan kemudian mendirikan Kerajaan Salasari. Meurah Seulu sendiri adalah keturunan Kerajaan Salasari yang terusir karena kompetisi kepemimpinan. Dengan dilantiknya Meurah Seulu dan diberi gelar Sultan Malikus Saleh, raja baru itu menikahi seorang anak keturunan dari Kesultanan Peureulak yang menguasai negeri Samudra. Dengan demikian selanjutlah digabungkanlah Samudra dan Pasai. Stretegi dakwah dan penyebaran agama melalui pernikahan adalah cara lama yang sangat efektif. Dengan demikian, model ajaran agama Islam yang dibawakan oleh saudagar dari Timur Tengah menyebar dengan luas. Cara lainnya yang umum dikenal dalam penyebaran agama adalah perang. Cara ini sebenarnya tidak diinginkan oleh pihak mana pun, apalagi bila dalam posisi lemah. Namun Pasai kala itu bukan lagi kerajaan yang lemah. Selain karena wilayah kekuasaan yang sudah sangat luas, Samudra Pasai juga telah memiliki ketahanan finansial yang kuat. Mereka sangat maju dalam perdagangan. Dari dulu hingga hari ini, siapa saja yang menguasai Selat Malaka, dialah yang akan keluar sebagai negeri terkaya di Asia Tenggara (Nusantara). Dengan pertimbangan yang sangat matang, maka diseranglah Negeri Meurah Mulia yang dikuasai Maharaja Bakoy. Penyerangan ini memiliki dua keuntungan utama. Pertama adalah mengentaskan ajaran Wujudiah yang oleh pendakwah Timut tengah kurang disukai. Kedua adalah, sebagai negeri besar, Samudra Pasai membutuhkan wilayah hilir yang luas. Dengan penguasaan atas wilayah kekuasaan Maharaja Bakoy, maka eksistensi Samudra Pasai sebagai kerajaan tebesar di Selat Malaka kala itu tidak tergoyahkan. Dengan stabilitas politik dan ekonomi yang kuat, ilmu pengetahuan dapat mudah diajarkan. Bahkan Samudra Pasai waktu itu menjadi pusat penyebaran agama Islam ke seluruh Nusantara. Terdapat 24 Ulama-ulama didatangkan dari Timur Tengah untuk mengajarkan ajaran Islam. Salah satunya adalah kakek bututnya Hamzah Fansuri. Didirikan pula lembaga pendidikan Islam bernama Dayah Blang Pria. Dayah itu menjadi lembaga pendidikan Islam terbesar di Asia Tenggara kala itu. Di sana lahir banyak sekali ulama-ulama yang kemudian menyebar ke seluruh Nusantara untuk mengajarkan agama Islam. Beberapa sunan dari Wali Songo juga menimba ilmu di sana.
D. Runtuhnya Kerajaan Samudera Pasai
Setelah Sultan Malik as-Sholeh wafat, maka pemerintahanya digantikan oleh keturunanya yaitu Sultan Muhammad adalah Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan Malik adz-Dzahir I (1297-1326). Pengganti Sultan Muhammad adalah Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan Malik adz-Dzahir II (1326-1348). Pada masa itu pemerintahan Samudera Pasai berkembang pesat dan terus menjalin hubungan kerjaan-kerajaan Islam di Indonesia maupun Arab. Menurut cerita Ibnu Battutah, perdagangan di Samudera Pasai semakain ramai dan bertambah maju karena didukung oleh armada laut yang kuat, sehingga para pedagang merasa aman dan nyaman berdagang di Samudera Pasai. Komoditi perdagangan di Samudra yang penting adalah lada, kapur barus, dan emas. Kesultanan Samudera Pasai memiliki pengaruh atas pelabuhan – pelabuhan penting di Pidie, Peureulak, dan lain-lain. Samudera Pasai berkembang pesat pada masa Sultan Malik adz-Dzahir II. Kemajuan dalam bidang ekonomi membawa dampak pda kehidupan sosial, masyarakat kerajaan menjadi makmur. Dan disamping itu juga kehidupan masyarakatnya diwarnai dengan semangat kebersamaan dan hidup saling menghormati sesuai syariat Islam. Kesultanan ini memiliki kabinet dan angkatan perang. Di darat dan laut pasukanya tangguh. Hubungan diplomatiknya juga lancar. Samudera Pasai pada msa jayanya seperti mempunyai kabinet nya sendiri. Sebagai kerajaan yang berpengaruh pasai juga menjalin hubungan-hubungan persahabatan dengan pemimpin Negara lain, seperti Champa, India, China, Majapahit, dan Malaka. Hubungan antara sultan dan masyarakat terjalin baik. Sultan bisa melakukan musyawarah dan bertukar pikiran dengan para ulama, dan Sultan juga sangat hormat dengan para tamu dengan memberikan souvenir. Sebagai kesultanan besar, di kesultanna ini juga berembang suatu kehidupan yang menghasilkan karya tulisyang baik. Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaaatkan huruf arab, untuk menulis karya mereka dalam bahasa melayu. Inilah yang kemudia disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi. Diantara karya tulis tersebut yaitu Hikayat Raja Pasai. Sejalan dengan itu juga berkembang ilmu tasawuf. Diantara buku tassawuf yang diterjemahkan yaitu Durru al-Manzul, karya Maulana Abu Ishak. Pada masa selanjutnya pemerintahan Samudera Pasai tidak banyak diketahui karena pemerintahan Sultan Zaenal Abidin yang juga bergelar Sultan Malik adz-Dzahir III kurang begitu jelas. Menurut sejarah Melayu, kerajan Samudera Pasai diserang oleh Kerajaan Siam. Dengan demikian karena tidak adanya data yang jelas keruntuhan Samudera Pasai tidak diketahui secara jelas. Samudera pasai engemban sifat keterbukaan dan kebersamaan. Namun, sekitar tahun 1511 M, Samudera Pasai, kerajan-kerajaan kecil yang ada di Aceh dan psisir timur Sumatera seperti Peureulak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya (di Aceh Barat Daya), dan Aru (di Sumatera Utara) sudah ada dibawah pengaruh colonial portugis. Samudera Pasai ditaklukan Portugis pada 1521, dan selama tiga tahun diduduki. Pada tahun 1524 Sultan Ali Mughayyat Syah, berhasil menyelamatkan dan merebut Pasai dari tangan Portugis. Apa pun kondisinya, Samudera Pasai – tercatat dalam sejarah telah berperan sebagai pusat penyebaran Islam ke berbagai kawasan.