Peninggalan
Kerajaan Samuderan pasai didirikan oleh Meurah Silu pada 1267 M. Setelah masuk
Islam, Meurah Silu berganti nama Malik Al Saleh. Ia bergelar Sultan Malik Al Saleh.
Wilayah kerajaan menjadi daerah di nusantara yang pertam kali dikunjungi oleh para
pedagang dan pelayar.
Hal ini dikarenakan, letaknya yang strategis di jalur perdagangan internasional, yakni
di pesisir utara Sumatera, tepatnya di dekat Kota Lhokseumawe, Aceh.
Sejarah Selat Malaka, Letak, dan Jalur Perdagangan Sejak Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai berhasil mencapai puncak kejayaan pada pemerintahan Sultan
Mahmud Malik Az Zahir atau Sultan Malik al Tahir II (1326-1345)
Lihat Foto
Setiap tahun, Kerajaan Samudera Pasai mampu mengekspor lada, sutra, kapur
barus, dan emas dalam jumlah besar.
Pada masa ini pemerintahan Samudera Pasai terus menjalin hubungan dengan
kerajaan-kerajaan Islam di India maupun Arab.
Di masa kejayaannya, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut
dirham. Uang tersebut digunakan sebagai uang resmi kerajaan.
Museum Samudera Pasai di Aceh Utara Tetap Buka Saat Libur Nataru
Salah satu dari makam-makam raja tersebut terdapat nama Sultan Malik Al Saleh.
Dari karya tulis Hikayat Raja Pasai, yang pada awal teks tertulis 1360 H, menandai
dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara.
Dari catatan kunjungan Ibnu Batutah, utusan Sultan Delhi, Samudera Pasai
merupakan pelabuhan penting dan istananya disusun dan diatur sesuai gaya India.
Sedangkan, patihnya bergelar Amir.
Sejalan dengan itu, ilmu tasawuf berkembang. Diantara, buku tasawuf yang
diterjemahkan dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya Maulana Abu
Ishak.
Kitab tersebut diterjemahkan dalam bahasa Melayu oleh Makhdum Patakan atas
permintaan Sultan Malaka.