Anda di halaman 1dari 84

Kerajaan Islam di Nusantara

Oleh:
Annisa Dwi Rahma

Kerajaan Perlak, Kerajaan Samudra Pasai,


Kerajaan Aceh, Kerajaan Cirebon, Kerajaan
Islam di Maluku

Kerajaan Islam di Nusantara

Daftar Isi
Cover Depan .......................................................................................................................................... 1
Daftar Isi ................................................................................................................................................ 2
Bab 1 Kerajaan Perlak ............................................................................................................................ 3
Tentang Bab 1 ..................................................................................................................................... 3
Uraian Tentang Bab 1.......................................................................................................................... 3
Bab 2 Kerajaan Samudra Pasai ............................................................................................................ 12
Tentang Bab 2 ................................................................................................................................... 12
Uraian Tentang Bab 2........................................................................................................................ 12
Bab 3 Kerajaan Aceh ............................................................................................................................ 32
Tentang Bab 3 ................................................................................................................................... 32
Uraian Tentang Bab 3........................................................................................................................ 32
Bab 4 Kesultanan Cirebon .................................................................................................................... 54
Tentang Bab 4 ................................................................................................................................... 55
Uraian Tentang Bab 4........................................................................................................................ 56
Bab 5 Kerajaan Islam di Maluku ......................................................................................................... 67
Tentang Bab 5 ................................................................................................................................... 67
Uraian Tentang Bab 5........................................................................................................................ 67
Daftar Pustaka ...................................................................................................................................... 84

Kerajaan Islam di Nusantara

BAB I
Kerajaan Perlak

a. Lokasi Kerajaan Perlak


b. Sumber sejarah Kerajaan Perlak
c. Kehidupan politik Kerajaan Perlak
d. Kehidupan sosial ekonomi
e. Berakhirnya Kerajaan Perlak
a. Tentang Bab 1 ______________________________________________________
Kerajaan Islam yang pertama di Indonesia adalah Kerajaan Perlak yang
berlokasi di Aceh Timur, daerah Perlak di Aceh sekarang.Ada sedikit yang
ganjal di sini.Dalam buku-buku teks pelajaran di sekolah, disebutkan
kerajaan

Islam

pertama

di

Indonesia

adalah

Kerajaan

Samudera

Pasai.Namun, fakta menyebutkan Perlak lebih dulu ada daripada Samudera


Pasai.Kerajaan Perlak muncul mulai tahu 840 M sampai tahun 1292 M.
Bandingkan dengan kerajaan Samudera Pasai yang sama-sama mengambil
lokasi di Aceh.

b. Uraian Kerajaan Perlak _______________________________________________

Kerajaan Islam di Nusantara

Berdiri tahun 1267, Kerajaan ini akhirnya lenyap tahun 1521.Entah


mengapa dalam buku-buku pelajaran, tertulis secara jelas kerajaan
Samudera Pasai-lah kerajaan Islam yang pertama di Indonesia. Sebuah
kesengajaan atau sebuah kebetulan ?Berbeda dengan kesepakatan yang
pasti tentang daerah yang pertama kali dimasuki Islam ataupun kerajaan
Islam pertama di Jawa, kerajaan Islam pertama di Indonesia masih simpang
siur kepastiannya.

A. Lokasi Kerajaan Perlak


Perlak adalah kerajaan Islam tertua di Indonesia. Perlak adalah sebuah
kerajaan dengan masa pemerintahan cukup panjang. Kerajaan yang berdiri
pada tanggal 1 Muharam 225 H atau tahun 840 ini berakhir pada tahun
1292 karena bergabung dengan Kerajaan Samudra Pasai. Sejak berdiri
sampai bergabungnya Perlak dengan Samudra Pasai, terdapat 19 orang
raja yang memerintah. Letak kerajaan ini di wilayah Perlak, Aceh Timur,
Nangroe Aceh Darussalam, Indonesia. Perlak atau Peureulak terkenal
sebagai suatu daerah penghasil kayu perlak, jenis kayu yang sangat bagus
untuk pembuatan kapal, dan karenanya daerah ini dikenal dengan nama
Negeri Perlak. Hasil alam dan posisinya yang strategis membuat Perlak
berkembang sebagai pelabuhan niaga yang maju pada abad ke-8,
disinggahi oleh kapal-kapal yang antara lain berasal dari Arab dan Persia.
Hal ini membuat berkembangnya masyarakat Islam di daerah ini, terutama
sebagai akibat perkawinan campur antara saudagar muslim dengan
perempuan setempat.
Proses berdirinya tidak terlepas dari pengaruh Islam di wilayah
Sumatera.

Sebelum

Kesultanan

Perlak

berdiri,

di

wilayah

Perlak

sebenarnya sudah berdiri Negeri Perlak yang raja dan rakyatnya


merupakan keturunan dari Maharaja Pho He La (Meurah Perlak Syahir
Nuwi) serta keturunan dari pasukan-pasukan pengikutnya.

Kerajaan Islam di Nusantara

Pada tahun 840 ini, rombongan berjumlah 100 orang dari Timur Tengah
menuju pantai Sumatera yang dipimpin oleh Nakhoda Khilafah. Rombongan
ini bertujuan untuk berdagang sekaligus membawa sejumlah da'i yang
bertugas untuk membawa dan menyebarkan Islam ke Perlak. Dalam waktu
kurang dari setengah abad, raja dan rakyat Perlak meninggalkan agama
lama mereka (Hindu dan Buddha), yang kemudian secara sukarela
berbondong-bondong memeluk Islam.

B. Sumber Sejarah
1. Sumber Sejarah Kerajaan Perlak adalah naskah naskah berbahasa
Melayu, seperti:
a. Idharatul Haq fi Mamlakatil Ferlah wal Fasi, karangan buku Abu Ishak
Makarani Al Fasy.
b. Kitab Tazkirah Thabakat Jumu Sultan As Salathin, karangan Syekh
Syamsul Bahri Abdullah As Asyi.
c. Silsilah Raja-raja perlak dan Pasai, catatan Saiyid Abdullah Ibn Saiyid
Habib Saifuddin.
2. Bukti Sejarah Kerajaan Perlak
a. Mata Uang Perlak
Mata uang dari emas (dirham)
Pada sebuah sisi uang tersebut tertulis al Ala sedang
pada sisi yang lain tertulis Sulthan. Dimungkinkan yang
dimaksud dalam tulisan dari kedua sisi mata uang itu adalah Putri
Nurul Ala yang menjadi Perdana Menteri pada masa Sulthan
Makhdum Alaidin Ahmad Syah Jauhan Berdaulat yang memerintah
Perlak tahun 501-527 H (1108 1134 M).
Mata uang perak (kupang)
Pada satu sisi mata uang Perak ini tertulis Dhuribat
Mursyidam,

dan

pada

sisi

yang

tertuliskan

Syah

Alam

Kerajaan Islam di Nusantara

Barinsyah. Kemungkinan yang dimaksud dalam tulisan kedua sisi


mata uang itu adalah Puteri Mahkota Sultan Makhdum Alaidin
Abdul Jalil Syah Jouhan Berdaulat, yang memerintah tahun 592
622 H (199 1225 M). Puteri mahkota ini memerintah Perlak
karena ayahnya sakit. Ia memerintah dibantu adiknya yang
bernama Abdul Aziz Syah.
Mata uang tembaga (kuningan)
Bertuliskan huruf Arab tetapi belum dapat dibaca. Adanya
mata uang yang ditemukan ini menunjukkan bahwa Kerajaan
Perlak merupakan sebuah kerajaan yang telah maju.
b. Stempel Kerajaan
Stempel kerajaan ini bertuliskan huruf Arab, model tulisan
tenggelam yang membentuk kalimat Al Wasiq Billah Kerajaan Negeri
Bendahara Sanah 512. Kerajaan Negeri Bendahara adalah menjadi
bagian dari Kerajaan Perlak.
c. Makam Raja-Raja Benoa
Bukti lain yang memperkuat keberadaan Kerajaan Perlak adalah
makam dari salah raja Benoa di tepi Sungai Trenggulon. Batu nisan
makan tersebut bertuliskan huruf Arab. Berdasarkan penelitian Dr.
Hassan Ambari, nisan makam tersebut dibuat pada sekitar abad ke-4
H atau abad ke-11 M. Berdasarkan catatan Idharul Haq fi Mamlakatil
Ferlah wal Fasi, benoa adalah negara bagian dari Kerajaan Perlak.

C. Kehidupan Politik
Menurut buku Gerak Kebangkitan Aceh karangan M. Junus Jamil, agama
Islam yang mula-mula masuk ke Aceh adalah Islam yang beraliran Syiah.
Setelah Islam berkembang, berdirilah sebuah kerajaan Islam di daerah ini
sekitar tahun 840 M. Kerajaan yang telah didirikan itu hidup subur dan
menjalar luas melalui dinasti raja-rajanya. Pada hari peresmian berdirinya

Kerajaan Islam di Nusantara

Kerajaan Islam itu, Bandar Perlak ditukar namanya menjadi Bandar


Khalifah.
Raja pertama Perlak bernama Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul
Aziz Syah menganut aliran Syiah. Pada masa Sultan ketiga Sultan Sayyid
Maulana Abbas Syah aliran Ahlus Sunnah masuk ke Perlak. Hal ini
menyebabkan terjadinya perang saudara antara Syiah dan Sunni, sehingga
dalam jangka waktu dua tahun, Kerajaan Perlak tidak memiliki Sultan.
Karena golongan Syiah mengalami kekalahan, maka yang menjadi sultan
selanjutnya berasal dari golongan Sunni.
Adapun kemudian, pada masa pemerintahan Sultan yang ketujuh, Sultan
Makhdum Alaiddin Abdul Malik Syah Johan Berdaulat, Kerajaan Perlak
terbagi dua, bagian pesisir didomisili oleh golongan Syiah dan bagian
pedalaman didomisili oleh golongan Sunni. Hal initidakbertahan lama,
karena pada sultan yang selanjutnya kerajaan Perlak kembali di bawah satu
pemerintahan yaitu dari golongan Sunni. Penyebab utamannya karena pada
saat ini Sriwijaya menyerang kerajaan Perlak sehingga sultan mangkat.
Selanjutnya, pemerintahan kerajaan Perlak berjalan damai sampai akhirya
pada masa Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat
kerajaan Perlak berakhir dan bersatu dengan kerajaan Samudera Pasai
sekitar tahun 1295.

Adapun Raja-Raja yang memerintah di Kerajaan Perlak adalah:


a. Dinasti Saiyyid Maulana
1. Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Abdul Aziz Syah (840-864)
Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Abdul Aziz Syah adalah pendiri
Kerajaan perlak dan pendiri Dinasti Sauiyid Maulana. Pada masa
pemerintahannya ia berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Salah satu tempat yang terkenal di Kerajaan Perlak adalah Bandar

Kerajaan Islam di Nusantara

Khalifah yang dahulu bernama Bandar Perlak. Perubahan nama


tersebut untuk menghormati jasa-jasa Nakhoda Khalifah.
2. Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Abdur Rahim Syah (864-888)
3. Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Abbas Syah (888-913)
Pada masa pemerintahannya aliran suni mulai masuk ke Kesultanan
Perlak. Setelah Maulana Abbas Syah meninggal, terjadi perang
saudara antara kamu syiah dan suni. Adanya perang tersebut
menyebabkan

kekosongan

pemerintahan.

Kelompok

suni

memenangkan perang dan pemerintahan selanjutnya dipegang oleh


Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Ali MughayahSyah.
4. Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Ali Mughayah Syah (915-918)
Pada waktu pemerintahan Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Ali
Mughayah Syah berakhir, kembali terejadi perang saudara antara
syiah dan suni dimenangkan oleh kelompok suni. Dengan kekalahan
tersebut maka Dinasti Saiyyid Maulana digantikan dengan Dinasti
Makhdum Johan.

b. Dinasti Makhdum Johan Berdaulat


1. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Syah Johan Berdaulat
(918-922)
2. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan
Berdaulat (922-946)
3. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Syah Johan Berdaulat (946973)
Pada pemerintahaan Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Syah
Johan Berdaulat ini terjadi pemberontakan oleh golongan syiah.
Pemberontakan tersebut dapat diakhiri dengan perdamaian dan
Kerajaan Perlak sepakat dibagi menjadi 2 sebagai berikut :

Kerajaan Islam di Nusantara

a. Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Mahmud Syah (976-988) Perlak


pesisir (Syiah).
b. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat
(976-1012) Perlakpedalaman (suni).
Padatahun 988 M Kerajaan Perlak mendapat serangan dari
Kerajaan Sriwijaya. Dalam pertempuran tersebut Sultan Alaiddin
Saiyyid Maulana Mahmud Syah meninggal. Adanya perang itulah
yang kembali menyatukan Kerajaan Perlak menjadi kerajaan yang
utuh. Setelah Kerajaan Perlak bersatu, Sultan Makhdum Alaiddin
Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat ditetapkan sebagai raja
Perlak yang ke-8.
4. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah Johan Berdaulat
(1012-1059)
5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Syah Johan Berdaulat
(1059-1078)
6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Syah Johan Berdaulat
(1078-1108)
7. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Syah Johan Berdaulat
(1108-1134)
8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah II Johan Berdaulat
(1134- 1158)
9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik UsmanSyah Johan Berdaulat (11581170)
10.Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Syah Johan Berdaulat
(1170- 1196)
11.Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul JalilSyah Johan Berdaulat
(1196- 1225)
12.Sultan Makhdum Alaiddin Malik Amin Syah II Johan Berdaulat
(1225-1263)

Kerajaan Islam di Nusantara

13.Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat


(1263- 1292)

D. Kehidupan Sosial Ekonomi


Perlak dikenal dengan kekayaan hasil alamnya yang didukung dengan
letaknya yang sangat strategis, sehingga kapal-kapal perniagaan yang
melintasi Selat malaka hamper dipastikan singgah atau bahkan melakukan
perdagangan di Kerajaan Perlak. Apalagi, Perlak sangat dikenal sebagai
penghasil kayu perlak, yaitu jenis kayu yang sangat bagus untuk membuat
kapal. Kondisi semacam inilah yang membuat para pedagang dari Gujarat,
Arab, dan Persia tertarik untuk dating kedaerah ini. Masuknya para
pedagang tersebut juga sekaligus menyebarkan ajaran Islam di kawasan
ini. Kedatangan mereka berpengaruh terhadap kehidupan sosiol budaya
masyarakat Perlak pada saat itu. Sebab, ketika itu masyarakat Perlak mulai
diperkenalkan tentang bagaimana caranya berdagang. Pada awal abad ke8, Perlak dikenal sebagai pelabuhan niaga yang sangat maju. Model
pernikahan percampuran mulai terjadi di daerah ini sebagai konsekuensi
dari

membaurnya

pendatang.

antara

Kelompok

masyarakat

pendatang

pribumi

bermaksud

dengan

masyarakat

menyebarluaskan

misi

Islamisasi dengan cara menikahi wanita-wanita setempat. Sebenarnya


tidak hanya itu saja, pernikahan campuran juga dimaksudkan untuk
mengembangkan sayap perdagangan dari pihak pendatang di daerah ini.

E. Berakhirnya Kerajaan Perlak


Sultan Perlak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin
Shah II Johan Berdaulat, melakukan politik persahabatan dengan negerinegeri tetangga.Ia menikahkan dua orang puterinya, yaitu Putri Ratna
Kamala dinikahkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Muhammad Shah
(Parameswara) dan Putri Ganggang dinikahkan dengan Raja Kerajaan

10

Kerajaan Islam di Nusantara

Samudera Pasai, al-Malik al-Saleh. Kesultanan Perlak berakhir setelah


Sultan yang ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan
Berdaulat meninggal pada tahun 1292. Kesultanan Perlak kemudian
menyatu dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah kekuasaan sultan
Samudera Pasai yang memerintah pada saat itu, Sultan Muhammad Malik
Al Malik.

11

Kerajaan Islam di Nusantara

BAB II
Kerajaan Samudra Pasai

a.
Islam
di Kerajaan Samudra Pasai
a. Awal
LokasiMasuk
Kerajaan
Perlak
b.
Kerajaan
b. Proses
SumberBerkembangnya
sejarah Kerajaan
Perlak Samudra Pasai
c.
Berpengaruh
di Samudra Pasai
c. Raja-Raja
Kehidupanyang
politik
Kerajaan Perlak
d.
Kejayaan
Samudra Pasai
d. Puncak
Kehidupan
sosial ekonomi
e.
KerajaanPerlak
Samudra Pasai
e. Kemunduran
Berakhirnya Kerajaan
f. Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai
a. Tentang Bab 2 ______________________________________________________
Tumbuhnya kerajaan Islam Samudra Pasai tidak dapat dipisahkan dari
letak geografisnya yang senantiasa tersentuh pelayaran dan perdagangan
internasional melalui Selat Malaka yang sudah ada sejak abad-abad
pertama Masehi. Sejak abad ke-7 dan ke-8 Masehi para pedagang muslim
dari Arabia, Persi (Iran), dan dari negeri-negeri Tmur Tengah mulai
memegang peranan penting. Dari latar belakang inilah akan dibahas lebih
jauh mengenai kerajaan islam kedua di Indonesia.
b. Uraian Kerajaan Samudra Pasai _______________________________________
Terjadi proses penyebaran yang begitu luas. Akibatnya tumbuh dan
12

Kerajaan Islam di Nusantara

berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam dikepulauan Indonesia. Kerajaan


Islam tersebut tumbuh dan berkembang di daerah Sumatra, Jawa,Nusa
Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan.Kerajaan islam di Sumatra
yang dimulai dari berita awal abad ke-16 dari Tome Pires dalam Sume
Oriental (1512-1515) mengatakan bahwa Sumatra, terutama disepanjang
pesisir selat Malaka dan pesisir barat Sumatra telah banyak kerajaan islam
baik yang besar maupun yang kecil. Kerajaan-kerajaan tersebut adalah
Aceh, Bican, Lambri, Pedir, Pirada, Pase, Aru, Arcat, Rupat, Siak, Kampar,
Tongakal, Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas, Pariaman, Minangkabau,
Tiku, Panchur, dan Barus.Kerajaan-kerajaan tersebut ada yang tengah
mengalami perkembangan bahkan ada yang sedang mengalami keruntuhan
karena pergeseran politik satu dengan lainnya. Berdasarkan sumber sejarah
lainnya bahkan data arkeologis ada kerajaan Islam yang sudah tumbuh sejak
dua abad sebelum kehadiran Tome Pires, yaitu Kerajaan Islam Samudra
Pasai.
A. Awal Masuk Islam di Kerajaan Samudra Pasai
Kedatangan Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan.
Sekitar abad ke-7 dan 8, Selat Malaka sudah mulai dilalui oleh pedagangpedagang Muslim dalam pelayarannya ke negeri-negeri di Asia Tenggara dan
Asia Timur. Berdasarkan berita Cina zaman Tang, pada abad-abad tersebut
diduga masyarakat Muslim telah ada, baik di Kanton maupun di daerah
Sumatera.Di Sumatera, daerah yang pertama kali disinggahi oleh orang-orang
Islam adalah pesisir Samudera. Penyebabnya terdiri dari para mubaligh dan
saudagar Islam yang datang dari Arab, Mesir, Persia dan Gujarat. Para
saudagar ini banyak dijumpai di beberapa pelabuhan di Sumatera yaitu di
Barus yangterletak di pesisir Barat Sumatera, Lamuri di pesisir Timur
Sumatera dan di pesisir lainnya seperti di Perlak,yaitu

sekitar tahun 674

Masehi.Kehadiran agama Islam di Pasai mendapat tanggapan yang cukup


berarti dikalangan masyarakat. Di Pasai agama Islam tidak hanya diterima
13

Kerajaan Islam di Nusantara

oleh lapisan masyarakat pedesaan atau pedalaman malainkan juga merambah


lapisan masyarakat perkotaan.
Dalam

perkembangan

selanjutnya,

berdirilah

kerajaan

Samudera

Pasai.Samudera Pasai didirikan oleh Nizamudin Al-Kamil pada tahun 1267.


Nizamudin Al-Kamil adalah seorang laksmana angkatan laut dari Mesir
sewaktu dinasti Fatimiyah berkuasa. Ia ditugaskan untuk merebut pelabuhan
Kambayat di Gujarat pada tahun 1238 M. Setelah itu, ia mendirikan kerajaan
Pasai untuk menguasai perdagangan Lada. Dinasti Fatimiyah merupakan
dinasti yang beraliran paham Syiah, maka bisa dianggap bahwa pada waktu itu
Kerajaan Pasai juga berpaham Syiah. Akan tetapi, pada saat ada ekspansi ke
daerah Sampar Kanan dan Sampar Kiri sang laksamana Nizamudin Al-Kamil
gugur.Setelah keruntuhan dinasti Fatimiyah yang beraliran Syiah pada
tahun1284, dinasti Mamuluk yang bermadzhab SyafiI berinisiatif mengambil
alih kekuasaan Kerajaan Pasai. Selain untuk menghilangkan pengaruh Syiah,
penaklukan ini juga bertujuan untuk menguasai pasar rempah-rempah dan
lada dan pelabuhan Pasai. Maka, Syekh Ismail bersama Fakir Muhammad
menunaikan tugas tersebut. Mereka akhirnya dapat merebut Pasai.
Selanjutnya dinobatkanlah Marah Silu sebagai raja Samudera Pasai
yang pertama oleh Syekh Ismail. Setelah Marah Silu memeluk Islam dan
dinobatkan menjadi raja, dia diberi gelar Malikus Saleh pada tahun 1285.
Nama ini adalah gelar yang dipakai oleh pembangunan kerajaan Mamuluk yang
pertama di Mesir yaitu Al Malikus Shaleh Ayub.Ada kisah-kisah menarik
yang diterangkan dalam Hikayat Raja Pasai seputar Marah Silu. Kisah-kisah
ini nyaris di luar nalar dan beraroma mistis. Seperti adanya sabda Rasulullah
yang menaubatkan berdirinya kerajaan Samudera Pasai ataupun kisah Merah
Siluyang tanpa diajari siapapun mampu membaca Al Quran 30 juz dengan
sempurna. Terlepas dari itu, Malik As Saleh kemudian berpindah paham, dari

14

Kerajaan Islam di Nusantara

Syiah menjadi paham Syafii. Maka aliran paham di Kerajaan Samudera Pasai
yang semula Syiah berubah menjadi paham SyafiI yang sunni.
B. Proses Berkembangnya
Kerajaan Samudra Pasai di segala bidang Dengan

timbulnya Kerajaan

Samudra Pasai maka Kesultanan Perlak mengalami kemunduran. Samudra


Pasai tampil sebagai bandar dagang utama di pantai timur Sumatra Utara.
Samudra Pasai tidak hanya menjadi pusat perdagangan lada ketika itu, tetapi
juga sebagai pusat pengembangan agama Islam bermazhab Syafii.Pada masa
pemerintahan Sultan Malik Al Saleh berkembanglah agama Islam mazhab
Syafii. Awalnya Sultan Malik Al Saleh merupakan pemeluk Syiah yang di
bawa dari pedagang-pedagang Gujarat yang datang ke Indonesia pada abad
12. Pedagang-pedagang Gujarat bersama-sama pedagang Arab dan Persia
menetap di situ dan mendirikan kerajaan-kerajaan Islam pertama di Indonesia,
yaitu Kerajaan Perlak di muara Sungai Perlak dan Kerajaan Samudra Pasai di
muara Sungai Pasai.

Namun kemudian Sultan Malik Al Saleh berpindah

menjadi memeluk Islam bermazhab Syafii atas bujukan Syekh Ismail yang
merupakan utusan Dinasti Mameluk di Mesir yang beraliran mazhab Syafii.
Pada masa pemerintahan Sultan Malik Al Saleh juga Samudra Pasai mendapat
kunjungan dari Marco Polo.

Kehidupan Politik

Raja pertama samudra pasai sekaligus pendiri kerajaan adalah Marah silu
bergelar sultan Malik al Saleh, dan memerintah antara tahun 1285-1297.
Padamasa pemerintahanSultan Malik Al Saleh, kerajaan tersebut telah
memiliki lembaga Negara yang teratur dengan angkatan perang laut dan darat
yang kuat, meskipundemikian, secara politik kerajaan Samudra Pasai masih
berada dibawah kekuasaan Majapahit. Pada tahun 1295, Sulthan malikal saleh
menunjuk anaknya sebagai raja, yang kemudian dikenal dengan Sultan Malik

15

Kerajaan Islam di Nusantara

Al Zahir I (1297-1326), Pada masa pemerintahannya samudra pasai


berhasailmenaklukkan kerajaan islam Perlak.Setelah sultan Malik Al Zahir I
mangkat, Pimpinan kerajaan diserahkan kepada Sultan ahmad laikudzahir yang
bergelar Sulthan Malik Al Zahir II (1326-1348).

Karena

Kehidupan Ekonomi

letak

geografisnya

yang

strategis,

ini

mendukung

kreativitas

mayarakat untuk terjun langsung ke dunia maritim. Samudera pasai juga


mempersiapkan

bandar

bandar

yang

digunakan

untuk

:Menambah

perbekalan untuk pelayaran selanjutnyaMengurus soal soal atau masalah


masalah perkapalanMengumpulkan barang barang dagangan yang akan
dikirim ke luar negeriMenyimpan barang barang dagangan sebelum diantar
ke beberapa daerah di IndonesiaTahun 1350 M merupakan masa puncak
kebesaran

kerajaan

kebesaranKerajaan
berhubungan

Majapahit,

Samudera

langsung

dengan

masa

Pasai.

itu

Kerajaan

Kerajaan

Cina

juga

merupakan

Samudera
sebagai

masa

Pasai
siasat

juga
untuk

mengamankan diri dari ancaman Kerajaan Siam yang daerahnya meliputi


Jazirah Malaka.Perkembangan ekonomi masyarakat Kerajaan Samudera Pasai
bertambah pesat, sehingga selalu menjadi perhatian sekaligus incaran dari
kerajaan kerajaan di sekitarnya. Setelah Samudera Pasai dikuasai oleh
Kerajaan Malaka maka pusat perdagangan dipindahkan ke Bandar Malaka.

Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Samudera Pasai diatur menurut aturan


aturan dan okum okum Islam. Dalam pelaksanaannya banyak terdapat
persamaan dengan kehidupan sosial masyarakat di negeri Mesir maupun di
Arab. Karena persamaan inilah sehingga daerah Aceh mendapat julukan
Daerah Serambi Mekkah.
C. Raja- raja yang berpengaruh di Kerajaan Samudra Pasai

16

Kerajaan Islam di Nusantara

Kerajaan Samudra Pasai ini merupakan kerajaan islam kedua sesudah


Perlak. Sumber-sumber sejarah mengenai kerajaan ini jauh lebih lengkap
dibandingkan dengan kerajaan pertama. Disamping Hikayat, berita-berita luar
negeri, kerajaan ini juga meninggalkan peninggalan arkeologis berupa prasasti
yang

dapat

menjadi

saksi

utama

mengenaitelah

berdirinya

kerajaan

ini.Menurut buku Daliman, Pendiri kerajaan Samudra Pasai adalah Sultan Malik
Al Shaleh. Hal ini diketahui dengan pasti dari prasasti yang terdapat dari batu
nisan makamnya yang menyatakan bahwasultan Malik Al Shaleh ini meninggal
pada bulan Ramadhan 676 tahun sesudah hijrah Nabi atau 1297, jadi 5 tahun
sesudah kunjungan Marcopolo ke negeri ini dalam perjalanannya pulang dari
Cina.Tradisi dari hikayat raja-raja Pasai menceritakan asal-usul Sultan Malik
Al-Saleh. Sebelum menjadi raja dan bergelar Sultan, raja ini semula adalah
seorang marah dan bernama Marahsilu. Ayah Marahsilu bernama Marah Gajah
dan ibunya adalah Putri Betung.
Putri Betung mempunyai rambut pirang di kepalanya. Ketika rambut
pirang itu dibantun oleh Marah Gajah keluarlah darah putih. Setelah darah
putih itu berhenti mengalir, maka menghilanglah Putri Betung. Peristiwa itu
didengar oleh ayah angkat Putri Betung ialah Raja Muhammad. Raja
Muhammad

karena marah segera mengerahkan orang-orangnya untuk

mencari dan menangkap Marah Gajah. Marah Gajah yang takut karena
kehilangan Putri Betung menyingkirdan meminta perlindungan dari ayah
angkatnya pula yang bernama Raja Ahmad. Ternyata Raja Muhammad dan
Raja Ahmad adalah dua orang bersaudara. Tetapi karena peristiwa Putri
Betung d atas, maka kedua orang bersaudara itu akhirnya berperang.
Keduanya tewas dan Marah Gajah sendiri juga tewas terbunuh dalam
peperangan. Putri Betung meninggalkan dua orang putra yaitu Marah Sum dan
Marah Silu, mereka berdua meninggalkan tempat kediamannya dan mulai
hidup mengembara. Marah Sum kemudian menjadi raja Biruen. Sedang Marah
Silu akhirnya dapat merebut rimba Jirun dan menjadi raja di situ. Marah Slu
17

Kerajaan Islam di Nusantara

mendirikan istana kerajaannya di atas bukit yang banyak didiami oleh semut
besar yang oleh rakyat di sekitarnya disebut Semut Dara (Samudra). Itulah
sebabnya maka negara itu kemudian dinamakan negara Samudra.Semula
Marah Silu adalah penganut agama Islam aliran Syiah.
Seperti kita ketahui bahwa agama Islam yang berpengaruh di pantai
timur SumatraUtara pada waktu itu adalah agama Islam aliran Syiah.Untuk
melenyapkan pengaruh Syiah dan untuk kemudian mengembangkan Islam
mahzab Syafii di pantai timur Sumatra Utara, maka Dinasti Mameluk di Mesir
yang beraliranmahzab Syafii pada 1254 mengirimkan Syekh Ismail ke pantai
timur Sumatra Utara bersama Fakir Muhammad, bekas ulama di pantai barat
India. Di Samudra Pasai, Syekh Ismail berhasil menemui Marah Silu dan
berhasil pula membujukknya untk memeluk agama Islam mahzab Syafii
kemudian Syekh Ismail menobatkan Marah Silu sebagai Sultan pertama di
kerajaan Samudra Pasai dan bergelar Sultan Malik Al-Saleh. Pengikut Marah
Siluyang bernama Sri Kaya dan Bawa Kaya ikut juga masuk mahzab Syafii
dan

berganti

nama

pula

menjadi

Sidi

Ali

Khiauddin

dan

Sidi

Ali

Hassanuddin.Penobatan Marah Silu sebagai Sultan pertama di Samudra Pasai


oleh Syekh Ismail ini didasarkan atas beberapa pertimbangan.Setelah Sultan
Malik Al Saleh meninggal pada 1297 ia digantikan oleh putranya, Sultan
Muhammad,

yang

lebih

terkenal

dengan

Sultan

Malik

Al

Tahiryang

memerintah sampai tahun 1326.


Kemudian ia digantikan oleh Sultan Ahmad Bahian Syah Malik Al Tahir
dan pada masa pemerintahan beliau Samudra Pasai juga mendapat kunjungan
dari Ibnu Batutah. Ibnu Battutah adalah seorang dari Afrika Utara yang
bekerja pada SultanDelhi di India. Ia mengunjungi Samudra Pasai dalam
rangka singgah ketika melakukan perjalanannya ke Cina sebagai utusan Sultan
Delhi. Dalam catatan-catatan Ibnu Batutah kita dapat mengetahui bagaimana
peranan Samudra Pasai ketika perkembangannya. Sebagai bandar utama

18

Kerajaan Islam di Nusantara

perdagangan di pantai timur Sumatra Utara, Samudra Pasai banyak didatangi


oleh kapal-kapal dari India, Cina, dan dari daerah-daerah lain di Indonesia. Di
bandar tersebut kapal-kapal saling bertemu, transit, membongkar serta
memuat barang-barang dagangannya.
Dalam sistem pemerintahanannya, Samudra Pasai mengadopsi dari India
dan Persia. Keratondan Istana Kerajaan Samudra Pasai dibangun bergaya
arsitektur India. Pengaruh Persia dapat terlihat dari gelar-gelar yang
digunakan

oleh

pemerintahan

kerajaan.

Raja

sendiri

menggunakan

gelarsyah,sedang patihnya yang mendampingi raja bergelaramir, bahkan di


antara pembesar-pembesar kerajaan terdapat pula orang Persia.
D. Puncak kejayaan Kerajaan Samudra Pasai
Puncak Kejayaan Samudra Pasai Puncak kejayaan kerajaan samudra
pasai ini ditandai dengan adanya perkembangan dibidang-bidang kehidupan
kerajaan Samudra pasai, seperti ;
Di bidang perekonomian dan perdagangan
Dalam segi ekonomi perkembangan kerajaan Samudra Pasai ini ditandai
dengan sudah adanya mata uang yang diciptakan sendiri untuk alat
pembayaran yang terbuat dari emas, uang ini dinamakan Dirham. Selain itu,
ditandai juga dengan berkembangnya Kerajaan Samudra Pasai menjadi pusat
perdagangan internasional pada masa pemerintahan Sultan Malikul Dhahir,
dengan lada sebagai salah satu komoditasekspor utama. Saat itu Pasai
diperkirakan mengekspor lada sekitar 8.000- 10.000 bahara setiap tahunnya,
selain komoditas lain seperti sutra, kapur barus, dan emas yang didatangkan
dari daerah pedalaman. Bukan hanya perdagangan ekspor-impor yang maju.
Sebagai bandar dagang yang maju. Hubungan dagang dengan pedagangpedagang Pulau Jawa juga terjalin. Produksi beras dari Jawa ditukar dengan

19

Kerajaan Islam di Nusantara

lada. Pedagang -pedagang Jawa mendapat kedudukan yang istimewa di


pelabuhan Samudera Pasai. Mereka dibebaskan dari pembayaran cukai.
Di bidang sosial dan budaya
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Samudera Pasai diatur menurut
aturanaturan dan hukum hukum Islam.Dalam pelaksanaannya banyak
terdapat persamaan dengan kehidupan sosial masyarakat di negeri Mesir
maupun di Arab. Karena persamaan inilah sehingga daerah Aceh mendapat
julukan Daerah Serambi Mekkah. Kerajaan Samudera Pasai berkembang
sebagai

penghasil

karya

tulis

yang

baik.

Beberapa

orang

berhasil

memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam untuk menulis karya
mereka dalam bahasa Melayu, yang kemudian disebut dengan bahasa Jawi dan
hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja
Pasai (HRP). Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M.
HRP menandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi
nusantara. Bahasa Melayu tersebut kemudian juga digunakan oleh Syaikh
Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan buku-bukunya. Selain itu juga
berkembang ilmu tasawuf yang diterjemahkan ke dalambahasa Melayu.
Di bidang agama
Sesuai dengan berita dari Ibn Battutah tentang kehadiran ahli-ahli agama
dari Timur Tengah, telah berperan penting dalam proses perkembangan Islam
di Nusantara. Berdasarkan hal itu pula, diceritakan bahwa Sultan Samudra
Pasai begitu taat dalam menjalankan agama Islam sesuai dengan Mahzab
Syafi'I dan ia selalu di kelilingi oleh ahli-ahli teologi Islam. Dengan raja yang
telah beragama Islam, maka rakyat pun memeluk Islam untuk menunjukan
kesetiaan dan kepatuhannya kepada sang raja. Karena wilayah kekuasaan
Samudra Pasai yang cukup luas, sehingga penyebaran agama Islam di wilayah
Asia Tenggara menjadi luas.

20

Kerajaan Islam di Nusantara

Di bidang politik
Pada masa pemerintahan Sultan Malik as-Shalih telah terjalin hubungan
baik dengan Cina. Diberitakan bahwa Cina telah meminta agar Raja Pasai
untuk mengirimkan dua orang untuk dijadikan duta untuk Cina yang bernama
Sulaeman dan Snams-ad-Din. Selain dengan Cina, Kerajaan Samudra Pasai
juga menjalin hubungan baik dengan negeri-negeri TimurTengah. Pada masa
pemerintahan Sultan Mahmud Malik az-Zahir, ahli agama mulai dari berbagai
negeri di Timur Tengah salah satunya dari Persi (Iran) yang bernama Qadi
Sharif Amir Sayyid dan Taj-al-Din dari Isfahan. Hubungan persahatan
Kerajaan Samudra Pasai juga terjalin dengan Malaka bahkan mengikat
hubungan perkawinan.

E. Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai


1. Faktor Interen Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai
a.Tidak Ada Pengganti yang Cakap dan Terkenal Setelah Sultan Malik At
Thahrir
Kerajaan

Samudera

Pasai

mencapai

puncak

kejayaan

pada

masa

pemerintahan Sultan Malik At Tahrir, sistem pemerintahan Samudera Pasai


sudah teratur baik, Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan internasional.
Pedagang-pedagang dari Asia, Afrika, China, dan Eropa berdatangan ke
Samudera Pasai. Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa
juga terjalin erat. Produksi beras dari Jawaditukar dengan lada.Setelah Sultan
Malik At Tahrir wafat tidak ada penggantinya yang cakap dalam meminmpin
kerajaan Samudra Pasai dan terkenal, sehingga peran penyebaran agama
Islam diambil alih olehkerajaan Aceh.Kerajaan Samudera Pasai semakin lemah
ketika di Aceh berdiri satu lagi kerajaan yang mulai merintis menjadi sebuah

21

Kerajaan Islam di Nusantara

peradaban yang besar dan maju. Pemerintahan baru tersebut yakni Kerajaan
Aceh

Darussalam

yang

didirikan

oleh

Sultan

Ali

Mughayat

Syah.

KesultananAceh Darussalam sendiri dibangun di atas puing-puing kerajaankerajaan yang pernah ada di Aceh pada masa pra Islam, seperti Kerajaan
Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan
Indrapura. Pada 1524, Kerajaan Aceh Darussalam di bawah pimpinan Sultan
Ali Mughayat Syah menyerang Kesultanan Samudera Pasai. Akibatnya, pamor
kebesaran Kerajaan Samudera Pasai semakin meredup sebelum benar-benar
runtuh. Sejak saat itu, Kesultanan Samudera Pasai berada di bawah kendali
kuasa Kesultanan Aceh Darussalam.
b.Terjadi Perebutan kekuasaan pada tahun 1349
Sultan Ahmad Bahian Syah malik al Tahir meninggal dunia dan
digantikan putranya yang bernama Sultan Zainal Abidin Bahian SyahMalik alTahir. Bagaimana pemerintahan Sultan Zainal Abidin ini tidak banyak
diketahui. Rupanya menjelang akhir abad ke-14 Samudra Pasai banyak diliputi
suasana kekacauan karenaa terjadinya perebutan kekuasaan, sebagai dapat
diungkap dari berita-berita Cina. Beberapa faktor yang menyebabkan
runtuhnya kerajaan Samudra Pasai, yaitu pemberontakan yang dilakukan
sekelompok orang yang ingin memberontak kepada pemerintahan kerajaan
Samudra Pasai. Karena pemberontakan ini, menyebabkan beberapa pertikaian
di Kerajaan Samudra Pasai. Sehingga terjadilah perang saudara yang membuat
pertumpahan darah yang sia-sia. Untuk mengatasi hal ini, Sultan Kerajaan
Samudra Pasai waktu itu melakukan sesuatu hal yang bijak, yaitu meminta
bantuan kepada Sultan Malaka untuk segera menengahi dan meredam
pemberontakan.Namun Kesultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah
ditaklukkan oleh Portugal tahun 1521 yang sebelumnya telah menaklukan
Malaka tahun1511, dan kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi
bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.

22

Kerajaan Islam di Nusantara

2. Faktor Eksteren kemunduran Kerajaan Samudra Pasai


a. Serangan dari Majapahit Tahun 1339
Kejayaan Kerajaan Samudera Pasai mulai mengalami ancaman dari
Kerajaan Majapahit dengan Gajah Mada sebagai mahapatih. Gajah Mada
diangkat sebagai patih di Kahuripan pada periode 1319-1321 Masehi oleh
Raja Majapahit yang kala itu dijabat oleh Jayanegara. Pada 1331, Gajah Mada
naik pangkat menjadi Mahapatih ketika Majapahit dipimpin oleh Ratu Tribuana
Tunggadewi. Ketika pelantikan Gajah Mada menjadi Mahapatih Majapahit
inilah keluar ucapannya yang disebut dengan Sumpah Palapa, yaitu bahwa
Gajah Mada tidak akan menikmati buah palapa sebelum seluruh Nusantara
berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.Mahapatih Gajah Mada
rupanya sedikit terusik mendengar kabar tentang kebesaran Kerajaan
Samudera Pasai di seberang lautan sana. Majapahit khawatir akan pesatnya
kemajuan Kerajaan Samudera Pasai. Oleh karena itu kemudianGajah Mada
mempersiapkan rencana penyerangan Majapahit untuk menaklukkan Samudera
Pasai. Desas-desus tentang serangan tentara Majapahit,yang menganut agama
Hindu Syiwa, terhadap kerajaan Islam Samudera Pasai santer terdengar di
kalangan rakyat di Aceh. Ekspedisi Pamalayu armada perang Kerajaan
Majapahit di bawah komando Mahapatih Gajah Mada memulai aksinya pada
1350 dengan beberapa tahapan.Serangan awal yang dilakukan Majapahit di
perbatasan Perlak mengalamikegagalan karena lokasi itu dikawal ketat oleh
tentara Kesultanan Samudera Pasai. Namun, Gajah Mada tidak membatalkan
serangannya. Ia mundur ke laut dan mencari tempat lapang di pantai timur
yang tidak terjaga. Di Sungai Gajah, Gajah Mada mendaratkan pasukannya dan
mendirikan benteng di atas bukit, yang hingga sekarang dikenal dengan nama
Bukit Meutan atau Bukit Gajah Mada. Gajah Mada menjalankan siasat
serangan dua jurusan, yaitu dari jurusan laut dan jurusan darat. Serangan
lewat laut dilancarkan terhadap pesisir di Lhokseumawe dan Jambu Air.

23

Kerajaan Islam di Nusantara

Sedangkan penyerbuan melalui jalan darat dilakukan lewat Paya Gajah yang
terletak di antara Perlak dan Pedawa. Serangan dari darat tersebut ternyata
mengalami kegagalan karena dihadang oleh tentara Kesultanan Samudera
Pasai. Sementara serangan yang dilakukan lewat jalur laut justru dapat
mencapai istana.Selain alasan faktor politis, serangan Majapahit ke Samudera
Pasai dipicu juga karena faktor kepentingan ekonomi. Kemajuan perdagangan
dan kemakmuran rakyat Kerajaaan Samudera Pasai telah membuat Gajah
Mada berkeinginan untuk dapat menguasai kejayaan itu. Ekspansi Majapahit
dalam rangka menguasai wilayah Samudera Pasai telah dilakukan berulangkali
dan Kesultanan Samudera Pasai pun masih mampu bertahan sebelum akhirnya
perlahan-lahan mulai surut seiring semakin menguatnya pengaruh Majapahit
di Selat Malaka. Hingga menjelang abad ke-16, Kerajaan Samudera Pasai
masih dapat mempertahankan peranannya sebagai bandar yang mempunyai
kegiatan

perdagangan

dengan

luar

negeri.

Para

ahlisejarah

yang

menumpahkan minatnya pada perkembangan ekonomi mencatat bahwa


Kerajaan Samudera Pasai pernah menempati kedudukan sebagai sentrum
kegiatan dagang internasional di nusantara semenjak peranan Kedah berhasil
dipatahkan. Namun, kemudian peranan Kerajaan Samudera Pasai yang
sebelumnya sangat penting dalam arus perdagangan di kawasan Asia
Tenggara dan dunia mengalami kemerosotan dengan munculnya bandar
perdagangan Malaka di Semenanjung Melayu Bandar Malaka segera menjadi
primadona dalam bidang perdagangan dan mulai menggeserkedudukan Pasai.
Tidak lama setelah Malaka dibangun, kota itu dalam waktu yang singkat
segera dibanjiri perantau-perantau dari Jawa. Akibat kemajuan pesat yang
diperoleh Malaka tersebut, posisi dan peranan Kerajaan Samudera Pasai kian
lama semakin tersudut, nyaris seluruh kegiatan perniagaannya menjadi kendor
dan akhirnya benar-benar patah di tangan Malaka sejak tahun 1450. Apalagi
ditambah kedatangan Portugis yang berambisi menguasai perdagangan di

24

Kerajaan Islam di Nusantara

Semenanjung Melayu. Orang-orang Portugis yang pada 1521 berhasil


menduduki Kesultanan Samudera Pasai.
b.Berdirinya Bandar Malaka yang Letaknya Lebih Strategis
Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal
sebagai salah satu kota di wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan
yang sangat sibuk. Pasai menjadi pusat perdagangan internasional dengan
lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama.Letak geografis kerajaan
samudera pasai terletak di Pantai Timur Pulau Sumatera bagian utara
berdekatan

dengan

jalur

pelayaran

internasional

(SelatMalaka).

Letak

Kerajaan Samudera Pasai yang strategis, mendukung kreativitas mayarakat


untuk terjun langsung ke dunia maritim.
Samudera pasai juga mempersiapkan bandar - bandar yang digunakan untuk:
1)Menambah perbekalan pelayaran selanjutnya
2)Mengurus masalah masalah perkapalan
3)Mengumpulkan barang barang dagangan yang akan dikirim ke luar negeri
4)Menyimpan barang barang dagangan sebelum diantar ke beberapa daerah
di Indonesia.
Namun Setelah kerajaan Samudra Pasai dikuasai oleh Kerajaan Malaka
pusat perdagangan dipindahkan ke Bandar Malaka. Dengan beralihnya pusat
perdagangan ke Bandar Malaka maka perekonomian di Bandar Malaka menjadi
ramai karena letaknya yang lebih strategis dibanding bandar-bandar di
Samudra Pasai.
c.Serangan Portugis
Orang-orang Portugis memanfaatkan keadaan kerajaan Samudra Pasai
yang sedang lemah ini karena adanya berbagai perpecahan (kemungkinan

25

Kerajaan Islam di Nusantara

karena politik / kekuasaan) dengan menyerang kerajaan Samudra Pasai hingga


akhirnya kerajaan Samudra Pasai runtuh. Sebelumnya memang orang-orang
Portugis telah menaklukan kerajaan Malaka, yang merupakan kerajaan yang
sering membantu kerajaan Samudra Pasaidan menjalin hubungan dengan
kerajaan Samudra Pasai. Orang-orang Portugis datang ke Malaka, karena
telah mengetahui bahwa pelabuhan Malaka merupakan pelabuhan transito
yang banyak didatangi pedagang dari segala penjuru angin. Malaka dikenal
sebagai pintu gerbang Nusantara. Julukan itu diberikan mengingat peranannya
sebagai jalan lalu lintas bagi pedagang-pedagang asing yang hendak masuk
dan keluar pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Malaka pada akhir abad ke-15
dikunjungi oleh para saudagar yang datang dari Arab,India, Asia Tenggara dan
saudagar-saudagar Indonesia. Hal ini sangat menarik perhatian orang-orang
Portugis.Maksud Portugis untuk menduduki Malaka adalah untuk menguasai
perdagangan melalui selat Malaka.Kedatangan orang-orang Portugis di bawah
pimpinan Diego Lopez de Squeira ke Malaka atas perintah raja Portugis,
bertujuan untuk membuat perjanjian-perjanjian dengan penguasa-penguasa di
Malaka. Perjanjian-perjanjian ini dimaksudkan untuk memperoleh suatu izin
perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Jadi semboyan orangorang Portugis untuk meluaskan daerah pengaruhnya tidak hanya bermotif
penyebaran agama akan tetapi terutama motif ekonomi.
F. Peninggalan dari Kerajaan Samudra Pasai
1. Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudera Pasai diyakini pernah berjaya dibuktikan dengan
beberapa peninggalan dari kerajaan tersebut. Sayangnya, kerajaan Samudra
Pasai

tidak

banyak

meninggalkan

batu

prasasti

sebagai

peninggalan

bersejarah. Hal tersebut dikarenakan kurangnya perhatian masyarakat dan


pemerintah setempat terhadap bukti- bukti peninggalan sejarah. Peneliti
independen dari pusat informasi Samudra Pasai Heritage Lhouksemawe,

26

Kerajaan Islam di Nusantara

Taqiyuddin mengungkapkan benda peninggalan bersejarah Kerajaan Samudera


Pasai tersebar di hampir seluruh wilayah Aceh, khususnya Aceh Utara.
Namun, sampai saat ini belum ada upaya untuk menggali dan meneliti
peninggalan bersejarah tersebut. Umumnya peninggalan bersejarah Samudera
Pasai berupa nisan bertuliskan kaligrafi arab gundul yang khas. (Mohamad
Burhanuddin,2011).Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf
Arab yang dibawa oleh agama Islam, untuk menulis karya mereka dalam
bahasa

Melayu.

Inilah

yang kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan

hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja
Pasai (HRP). Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M.
Hikayat Raja Pasaiini dapatlah dibagi menjadi tiga bagian yaitu mengenai asal
usul pembukaan negeri-negeri Pasai dan Samudera, pengislaman Merah Silau
dan kejatuhan kerajaan Pasai ke Majapahit. Hikayat Raja Pasaiini juga berisi
kisah-kisah mitos seperti kelahiran Puteri Buluh Betung, mitos pembukaan
negeri Samudera (semut besar), silsilah

raja-raja Majapahit dan legenda

tokoh-tokoh Tun Beraim Bapa, Sultan Ahmad dan Sultan Malikul Saleh yang
seharusnya dipercayai dalam wujud
menandai

dimulainya

perkembangan

realiti sejarah Samudera-Pasai. HRP


sastra

Melayu

klasik

di

bumi

nusantara.Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara buku


tasawuf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu

adalah Durru al-

Manzum, karya Maulana Abu Ishak. Kitab ini kemudian diterjemahkan ke


dalam bahasa Melayu oleh Makhdum Patakan, atas permintaan dari Sultan
Malaka. Informasi di atas mencerminkan sekelumit peran yang telah
dimainkan oleh Samudra Pasai dalam posisinya sebagai pusat pertumbuhan
Islam di Asia Tenggarapada masa itu. Samudera Pasai merupakan pusat
perniagaan penting di kawasan itu, dikunjungi oleh para saudagar dari
berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama
adalah lada.

27

Kerajaan Islam di Nusantara

Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan


mata uang emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi di
kerajaan tersebut. Uang dirham juga menjadi peninggalan kerajaan Samudra
Pasai yang menandakan kekuatan ekonomi pada saat itu.

Pada satu sisi

dirham atau mata uang emas itu tertulis; Muhammad Malik Al-Zahir.
Sedangkan di sisi lainnya tercetak nama Al-Sultan Al-Adil. Diameter Dirham
itu sekitar 10 mm dengan berat 0,60 gram dengan kadar emas 18 karat. Di
samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat
perkembangan agama Islam.

Banyak makam makam para pemimpin

kerajaan Samudra Pasai yang merupakan bukti nyata adanya kerajaan


Samudra Pasai.
Beberapa makam terseut adalah :

a. Makam Sultan Malik AL-Saleh


Makam

Malik

Al-Saleh

terletak

di

Desa

Beuringin,

Kecamatan

Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe. Nisan makam sang


sultan ditulisi huruf Arab.

b. Makam Sultan Maulana Al Zhahir


Malik Al-Zahir adalah putera Malik Al- Saleh, Dia memimpin Samudera
Pasai sejak 1287 hingga 1326 M. Pada nisan makamnya yang terletak
bersebelahan dengan makam Malik Al-Saleh, tertulis kalimat; Ini adalah
makam yang dimuliakan Sultan Malik Al-Zahir, cahaya dunia dan agama. AlZahir meninggal pada 12 Zulhijjah 726 H atau 9 November 1326.

c. Makam Nahriyah
Nahrisyah adalah seorang ratu dari Kerajaan Samudera Pasai yang
memegang pucuk pimpinan tahun 1416-1428 M. Ratu Nahrisyah dikenal arif
dan bijak. Ia bertahta dengan sifat keibuan dan penuh kasih sayang. Harkat

28

Kerajaan Islam di Nusantara

dan martabat perempuan begitu mulia pada masanya sehingga banyak yang
menjadi penyiar agama pada masa tersebut. Makamnya terletak di Gampong
Kuta

Krueng,

Kecamatan

Samudera

18

km

sebelah

timur

Kota

Lhokseumawe, tidak jauh dari Makam Malikussaleh. Surat Yasin dengan


kaligrafi yang indah terpahat dengan lengkap pada nisannya. Tercantum pula
ayat Qursi, Surat Ali Imranayat 18 19, Surat Al-Baqarah ayat 285 286,dan
sebuah penjelasan dalam aksara Arab yang artinya, Inilah makam yang suci,
Ratu yang mulia almarhumah Nahrisyah yang digelar dari bangsa chadiu bin
Sultan Haidar Ibnu Said Ibnu Zainal Ibnu Sultan Ahmad Ibnu Sultan Muhammad
Ibnu Sultan MalikusSaleh, mangkat pada Senin 17 Zulhijjah 831 H (1428 M).

d.Makam Teungku Sidi Abdullah Tajul NillahTeungku


Sidi Abdullah Tajul Milah berasal dari Dinasti Abbasiyah dan merupakan
cicit dari khalifah Al-Muntasir yang meninggalkan negerinya ( Irak ) karena
diserang oleh tentara Mongolia. Beliau berangkat dari Delhi menuju Samudera
Pasai dan mangkat di Pasai tahun 1407 M. Ia adalah pemangku jabatan
Menteri Keuangan. Makamnya terletak di sebelah timur Kota Lhokseumawe.
Batu nisannya terbuat dari marmer berhiaskan ukiran kaligrafi, ayat Qursi
yang ditulis melingkar pada pinggiran nisan. Sedangkan di bagian atasnya
tertera kalimatBismillahserta surat At-Taubah ayat 21-22.

e.Makam Naina Hasanuddin


Naina Hasamuddin wafat pada bulan Syawal 823 H ( 1420 M ). Makam
beliau terletak di Gampong Mns. Pie Kecamatan Samudera kabupaten Aceh
Utara , dalam komplek makam terdapat 12batu pusara. Situs makam ini
berhiaskan ornamen dan kaligrafi ayat Kursi di atas batu pualam, ditambah
dengan sepotong sajak berbahasa Parsi berisikan petuah mati bagi yang
hidup, Sajak tersebut ditulispenyair Iran Syech Muslim Al-Din Sadi (11931292) yang diterjemahkan oleh sejarawan Ibrahim Alfian: Tiada terhitung

29

Kerajaan Islam di Nusantara

bilangan tahun melintasi bumi, Laksana mata air mengalir dan semilir angin
lalu, Bila kehidupan hanyalah separangkat kumpulan hari-hari manusia,
Mengapa penyinggah bumi ini menjadi angkuh? Oh, sahabat! Jika kau lewat
makam seorang musuh, Janganlah bersuka cita, sebab hal yang sama jua akan
menimpamu, Wahai yang bercelik mata dengan kesombongan, Debu-debu
akan merasuki tulang belulang Laksana pupur cetak memasuki kotak
penyimpanannya. Barangsiapa menyombongkan diri dengan hiasan bajunya,
Esok hari jasadnya yang terkubur hanya tinggal menguap.Dunia sarat
persaingan dan sedikit kasih sayang, Ketika tersadar ia terkapar tanpa
daya.Demikianlah sesungguhnya jasadyang kau lihat terbujur berkalang tanah
Barang siapa memenuhi peristiwa penting ini dari kehidupannya nanti,
Kemanakah ia harus menghindar? Tak ada yang mampu memberi pertolongan,
kecuali amal shaleh. Saidi bernaung dibawah bayang Allah yang maha
pemurah Yaa Rabbi, janganlahsiksa hambamu-Mu yang malang dan tak
berdaya ini Dosa senantiasa berasal dari kami, sedang engkau penuh limpahan
belas kasih.

f.Makam Perdana Menteri


Situs ini disebut juga Makam Teungku Yacob. Beliau adalah seorang
Perdana Menteri pada zaman Kerajaan Samudera Pasai sehingga makamnya
digelar Makam Perdana Menteri. Beliau mangkat pada bulan Muharram 630 H
(Augustus 1252 M). Di lokasi ini terdapat 8 buah batu pusara dengan luas
pertapakan 8 x 15 m. Nisannya bertuliskan kaligrafi indah surat Al-Maaarij
ayat 18-23 dan surat Yasin ayat 78-81.

g. Makam Teungku Peuet Ploh Peueth.


Makam Said Syarifi. Makam Teungku Di Iboih Makam Teungku Di Iboih
adalah milik Maulana Abdurrahman Al-Fasi. Sebagian arkeolog berpendapat
bahwa makam ini lebih tua dari pada makam Malikussaleh. Makam ini terletak

30

Kerajaan Islam di Nusantara

di Gampong Mancang, Kecamatan Samudera 16 km sebelah Timur Kota


Lhokseumawe. Batu nisannya dihiasi dengan kaligrafi yang indah terdiri dari
ayat Qursi, surat Ali Imran ayat 18, dan surat At-Taubah ayat 21-22.

j. Makam Batte
Makam ini merupakan situs peninggalan sejarah Kerajaan Samudera
Pasai. Tokoh utama yang dimakamkan pada Situs Batee Balee ini adalah
Tuhan Perbu yang mangkat tahun 1444 M. Lokasi di desa Meucat Kecamatan
Samudera sebelah Timur KotLhokseumawe. Diantara nisan-nisan tersebut
ada yang bertuliskan kaligrafi yang indah yang terdiri dari surat Yasin, Surat
Ali Imran, Surat AlAraaf, Surat Al-Jaatsiyah dan Surat Al-Hasyr.

31

Kerajaan Islam di Nusantara

BAB III
Kerajaan Aceh

a.
dan Perkembangan
Kerajaan Aceh
a. Sejarah
Lokasi Kerajaan
Perlak
b.
Aceh Perlak
b. Silsilah
SumberRaja-Raja
sejarah Kerajaan
c.
Kejayaan
Kerajaan
Aceh
c. Masa
Kehidupan
politik
Kerajaan
Perlak
d.
Politik, dan Ekonomi
d. Kehidupan
Kehidupan Sosial,
sosial ekonomi
e.
Kemunduran
Kerajaan
e. Masa
Berakhirnya
Kerajaan
PerlakAceh
f. Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Aceh
a. Tentang Bab 3 ______________________________________________________
Sejak masa lampau, wilayah Indonesia terkenal akan bidang pelayaran
dan perdagangan yang bersifat internasional. Perdagangan tersebut dilakukan
dengan menyusuri pantai-pantai dan melewati beberapa kota pelabuhan.
Dalam makalah ini, saya sebagai penulis akan menguak bagaimana sejarah
mengenai kerajaan Aceh yang berkembang di Pulau Jawa.
b. Uraian Kerajaan Aceh _______________________________________________
Kerajaan Aceh mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda. Perkembangan pesat yang dicapai kerajaan Aceh ini tidak

32

Kerajaan Islam di Nusantara

lepas dari letak kerajaannya yang sangat strategis, yaitu di Pulau Sumatera
bagian Utara dan dekat dengan pelayaran internasional. Ramainya aktivitas
pelayaran ini sangat mempengaruhi perkembangan kehidupan kerajaan Aceh
di segala bidang, seperti halnya dalam aspek kehidupan politik, aspek
ekonomi, social maupun kebudayaannya.
Mengenai kapan berdirinya kerajaan Aceh, memang belum diketahu secara
pasti. Namun, berdasarkan Bustanus salatin (1637M) karangan nuruddin Ar
Raniri yang berisi silsilah sultan-sultan Aceh, serta kabar datang dari orang
Eropa, bahwa Kerajaan Aceh telah berhasil membebaskan diri dari kekuasaan
Kerajaan Pedir.
A.

Sejarah dan Perkembangan Kerajaan Aceh


Kerajaan Aceh dirintis oleh Mudzaffar Syah. Ketika awal kedatangan

Bangsa Portugis di Indonesia, tepatnya di Pulau Sumatra, terdapat dua


pelabuhan dagang yang besar sebagai tempat transit para saudagar luar
negeri, yakni Pasai dan Pedir. Pasai dan Pedir mulai berkembang pesat ketika
kedatangan bangsa Portugis serta negara-negara Islam. Namun disamping
pelabuhan Pasai dan Pedir, Tome Pires menyebutkan adanya kekuatan ketiga,
masih muda, yaitu Regno dachei (Kerajaan Aceh).
Aceh berdiri sekitar abad ke-16, dimana saat itu jalur perdagangan
lada yang semula melalui Laut Merah, Kairo, dan Laut Tengah diganti menjadi
melewati sebuah Tanjung Harapan dan Sumatra. Hal ini membawa perubahan
besar bagi perdagangan Samudra Hindia, khususnya Kerajaan Aceh. Para
pedagang yang rata-rata merupakan pemeluk agama Islam kini lebih suka
berlayar melewati utara Sumatra dan Malaka. Selain pertumbuhan ladanya
yang subur, disini para pedagang mampu menjual hasil dagangannya dengan
harga yang tinggi, terutama pada para saudagar dari Cina. Namun hal itu
justru dimanfaatkan bangsa Portugis untuk menguasai Malaka dan sekitarnya.

33

Kerajaan Islam di Nusantara

Dari situlah pemberontakan rakyat pribumi mulai terjadi, khususnya wilayah


Aceh (Denys Lombard: 2006, 61-63)
Pada saat itu Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat
Syah atau Sultan Ibrahim, berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan
Pedir pada tahun 1520. Dan pada tahun itu pula Kerajaan Aceh berhasil
menguasai daerah Daya hingga berada dalam kekuasaannya. Dari situlah
Kerajaan

Aceh

mulai

melakukan

peperangan

dan

penaklukan

untuk

memperluas wilayahnya serta berusaha melepaskan diri dari belenggu


penjajahan bangsa Portugis. Sekitar tahun 1524, Kerajaan Aceh bersama
pimpinanya Sultan Ali Mughayat Syah berhasil menaklukan Pedir dan Samudra
Pasai. Kerajaan Aceh dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah tersebut
juga mampu mengalahkan kapal Portugis yang dipimpin oleh Simao de Souza
Galvao di Bandar Aceh (Poesponegoro: 2010, 28)
Setelah memiliki kapal ini, Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan
Ibrahim bersiap-siap untuk menyerang Malaka yang dikuasai oleh Bangsa
Portugis. Namun rencana itu gagal. Ketika perjalanan menuju Malaka, awak
kapal dari armada Kerajaan Aceh tersebut justru berhenti sejenak di sebuah
kota. Disana mereka dijamu dan dihibur oleh rakyat sekitar, sehingga secara
tak sengaja sang awak kapal membeberkan rencananya untuk menyerang
Malaka yang dikuasai Portugis. Hal tersebut didengar oleh rakyat Portugis
yang bermukim disana, sehingga ia pun melaporkan rencana tersebut kepada
Gubernur daerah Portugis (William Marsden, 2008: 387)
Selain itu sejarah juga mencatat, usaha Sultan Ali Mughayat Syah atau
Sultan Ibrahim untuk terus-menerus memperluas dan mengusir penjajahan
Portugis di Indonesia. Mereka terus berusaha menaklukan kerajaan-kerajaan
kecil yang ada di sekitar Aceh, dimana kerajaan-kerajaan tersebut merupakan
kekuasaan Portugis, termasuk daerah Pasai. Dari perlawanan tersebut
akhirnya Kerajaan Aceh berhasil merebut benteng yang terletak di Pasai.
34

Kerajaan Islam di Nusantara

Hingga akhirnya Sultan Ibrahim meninggal pada tahun 1528 karena


diracun oleh salah seorang istrinya. Sang istri membalas perlakuan Sultan
Ibrahim terhadap saudara laki-lakinya, Raja Daya. Dan ia pun digantikan oleh
Sultan Alauddin Syah (William Marsden, 2008: 387-388)
Sultan Alauddin Syah atau disebut Salad ad-Din merupakan anak
sulung dari Sultan Ibrahim. Ia menyerang Malaka pada tahun 1537, namun itu
tidak berhasil. Ia mencoba menyerang Malaka hingga dua kali, yaitu tahun
1547 dan 1568, dan berhasil menaklukan Aru pada tahun 1564. Hingga
akhirnya ia wafat 28 September 1571. Sultan Ali Riayat Syah atau Ali Riayat
Syah, yang merupakan anak bungsu dari Sultan Ibrahim menggantikan
kedudukan Salad ad-Din. Ia mencoba merebut Malaka sebanyak dua kali,
sama seperti kakaknya, yaitu sekitar tahun 1573 dan 1575. Hingga akhirnya ia
tewas 1579 (Denys Lombard: 2006, 65-66)
Sejarah juga mencatat ketika masa pemerintahan Salad ad-Din, Aceh
juga berusaha mengambangkan kekuatan angkatan perang, mengembangkan
perdagangan, mengadakan hubungan internasional dengan kerajaan-kerajaan
Islam di Timur Tengah, seperti Turki, Abysinia, dan Mesir. Bahkan sekitar
tahun 1563, ia mengirimkan utusannya ke Konstantinopel untuk meminta
bantuannya kepada Turki dalam melakukan penyerangan terhadap Portugis
yang menguasai wilayah Aceh dan sekitarnya. Mereka berhasil menguasai
Batak, Aru dan Baros, dan menempatkan sanak saudaranya untuk memimpin
daerah-daerah tersebut. Penyerangan yang dilakukan oleh Kerajaan Aceh ini
tak luput dari bantuan tentara Turki.
Mansyur Syah atau Sultan Alauddin Mansyur Syah dari Kerajaan Perak
di Semenanjung adalah orang berikutnya yang naik tahta. Ia merupakan
menantu Sultan Ali Riayat Syah. Menurut Hikayat Bustan as-Salatin, ia
adalah seorang yang sangat baik, jujur dan mencintai para ulama. Karena
itulah banyak para ulama baik dari nusantara maupun luar negeri yang datang
35

Kerajaan Islam di Nusantara

ke Kerajaan Aceh. Hingga akhirnya ia wafat pada tahun 1585 dan digantikan
oleh Sultan Alauddin Riayat Syah ibn Sultan Munawar Syah yang memerintah
hingga tahun 1588. Sejak tahun1588, Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan
Alauddin Riayat Syah ibn Firman Syah atau Sultan Muda hingga tahun 1607
(Poesponegoro: 2010, 30-31)
Kerajaan

Aceh

mulai

mengalami

masa

keemasan

atau

puncak

kekuasaan di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda, yaitu sekitar tahun 1607
sampai tahun 1636. Pada masa Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh
mengalami peningkatan dalam berbagai bidang, yakni dalam bidang politik,
ekonomi-perdagangan,

hubungan

internasional,

memperkuat

armada

perangnya, serta mampu mengembangakan dan memperkuat kehidupan Islam.


Bahkan kedudukan Bangsa Portugis di Malaka pun semakin terdesak akibat
perkembangan yang sangat pesat dari Kerajaan Aceh di bawah pimpinan
Sultan Iskandar Muda (Poesponegoro: 2010, 31)
Sultan Iskandar Muda memperluas wilayah teritorialnya dan terus
meningkatkan perdagangan rempah-rempah menjadi suatu komoditi ekspor
yang berpotensial bagi kemakmuran masyarakat Aceh. Ia mampu menguasai
Pahang tahun 1618, daerah Kedah tahun 1619, serta Perak pada tahun 1620,
dimana daerah tersebut merupakan daerah penghasil timah. Bahkan dimasa
kepemimpinannya Kerajaan Aceh mampu menyerang Johor dan Melayu hingga
Singapura sekitar tahun 1613 dan 1615. Ia pun diberi gelar Iskandar Agung
dari Timur.
Kemajuan dibidang politik luar negeri pada era Sultan Iskandar Muda,
salah satunya yaitu Aceh yang bergaul dengan Turki, Inggris, Belanda dan
Perancis. Ia pernah mengirimkan utusannya ke Turki dengan memberikan
sebuah hadiah lada sicupak atau lada sekarung, lalu dibalas dengan kesultanan
Turki dengan memberikan sebuah meriam perang dan bala tentara, untuk
membantu Kerajaan Aceh dalam peperangan. Bahkan pemimpin Turki
36

Kerajaan Islam di Nusantara

mengirimkan sebuah bintang jasa pada sultan Aceh (Harry Kawilarang, 2008:
21-22)
Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah
melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan
utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya
Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya
Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-Raniri dalam bukunya Sirat alMustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi
Fashil(http://ridwanaz.com/umum/sejarah/sejarah-kerajaan-aceh-padamasa-kejayaan-dan-keruntuhannya/)
Dalam hubungan ekonomi-perdagangan dengan Mesir, Turki, Arab,
juga dengan Perancis, Inggris, Afrika, India, Cina, dan Jepang. Komoditaskomoditas yang diimpor antara lain: beras, guci, gula (sakar), sakar lumat,
anggur, kurma, timah putih dan hitam, besi, tekstil dari katun, kain batik mori,
pinggan dan mangkuk, kipas, kertas, opium, air mawar, dan lain-lain yang
disebut-sebut dalam Kitab Adat Aceh. Komoditas yang diekspor dari Aceh
sendiri antara lain kayu cendana, saapan, gandarukem (resin), damar, getah
perca, obat-obatan (Poesponegoro: 2010, 31)
Di bawah kekuasannya kendali kerajaan berjalan dengan aman,
tentram dan lancar. Terutama daerah-daerah pelabuhan yang menjadi titik
utama perekonomian Kerajaan Aceh, dimulai dari pantai barat Sumatra hingga
ke Timur, hingga Asahan yang terletak di sebelah selatan. Hal inilah yang
menjadikan kerajaan ini menjadi kaya raya, rakyat makmur sejahtera, dan
sebagai

pusat

pengetahuan

yang

menonjol

di

Asia

Tenggara

(Harry

Kawilarang, 2008: 24)


B. Silsilah Raja-raja Aceh

37

Kerajaan Islam di Nusantara

Kerajaan Aceh telah berdiri sejak akhir abad ke 15M 20 M. Dalam


kurun waktu empat abad, Kerajaan Aceh telah diperintah oleh 38 sultan dan
sultanah[11]. Sultan maupun sultanah dari kerajaan Aceh tidak hanya berasal
dari Aceh. Tetapi berasal dari daerah di luar Aceh dan dari dinasti-dinasti
yang ada saat itu.
Sultan Aceh dari Dinasti Makota Alam
No.
1.

Nama
Sultan Ali Mughayat
Syah

Masa Pemerintahan
1496-1528 / 7
Agustus 1530

Keterangan
Pendiri kerajaan,
putera dari
Syamsu Syah

2.

Sultan Salahuddin

1528 / 15301537 / 1539

Putra dari Sultan


Ali Wafat
tanggal 25
November1548.

3.

Sultan Alauddin al-

1537-1568 / 28

Putra dari Sultan

Qahhar

September1571

Ali Mughayat
Syah.

4.

Sultan Husain Ali Riayat


Syah

1568 / 1571-1575 / 8
Juni 1579

Putra dari Sultan


Alauddin alQahhar.

5.

Sultan Muda

1575 / 1579

Putra dari No. 4.


Baru berumur
beberapa bulan
pada saat
dijadikan sultan.

38

Kerajaan Islam di Nusantara

6.

Sultan Sri Alam

1575-1576 / berkuasa
hanya pada 1579

7.

Sultan Zainal Abidin

1576-1577 / berkuasa
hanya pada 1579

Merupakan raja
Priaman
Cucu dari Sultan
Alauddin alQahhar.

Sultan Aceh yang berasal dari luar Aceh


No.

Nama

Masa Pemerintahan

Keterangan

1.

Sultan Alauddin Mansur

1577 / 1579-1589 /

Kakak dari Sultan

Syahbin Sultan Mansur

dibunuh sekitar 1586

Ahmad Tajuddin

Syah

Syah,

I(Sultan Perak 1549-

Sultan Perak.

1577)
2.

Sultan Buyong

1589 / 1586-1596 / 28 Anak seorang raja


Juni1589

Indrapura.

Sultan Aceh yang berasal dari Dinasti Darul-Kamal


No.
1.

Nama
Sultan Alauddin Riayat

Masa Pemerintahan

Keterangan

1596 / 1589-1604

Putra dari Firman

Syah Sayyid al-

Syah.

Mukammil
2.

Sultan Ali Riayat Syah

1604-1607

Putra dari Sultan


Alauddin Riayat

39

Kerajaan Islam di Nusantara

Syah Sayyid alMukammil

Sultan Aceh peleburan dari Dinasti Makota Alam dan Dinasti Darul-Kamal
No.

Nama

Masa Pemerintahan

Keterangan

1.

Cucu (melalui ibu)


Sultan Iskandar Muda
Johan Pahlawan
Meukuta Alam

dari Sultan

1607-27

Alauddin Riayat

Desember 1636

Syah Sayyid alMukammil

Sultan Aceh yang berasal dari luar Aceh


No.
1.

Nama
Sultan Iskandar Tsani
Alauddin Mughayat

Masa Pemerintahan
1636-15
Februari 1641

Syah

Keterangan
Putra
Sultan Pahang,Ahmad
Syah II.

Sultanah Aceh
No.
1.

Nama
Sri Ratu Safiatuddin
Tajul Alam

Masa Pemerintahan

Keterangan

1641-1675

Putri dari Sultan


Iskandar Muda
Johan Pahlawan

40

Kerajaan Islam di Nusantara

Meukuta Alam.
2.

Sri Ratu Naqiatuddin

1675-1678

Nurul Alam
3.

Sri Ratu Zaqiatuddin

1678-1688

Inayat Syah
Sultan Aceh
No.
1.

2.

Nama

Masa Pemerintahan

Sultan Badrul Alam

1699-1702

Keterangan
Suami dari Sri

Syarif Hasyim

Ratu Zainatuddin

Jamaluddin

Kamalat Syah

Sultan Perkasa Alam

1702-1703

Syarif Lamtui
3.

Sultan Jamalul Alam

1703-1726

Badrul Munir
4.

Sultan Jauharul Alam

1726

Aminuddin
5.

Sultan Syamsul Alam

1726-1727

Sultan Aceh Keturunan Bugis


No.
1.

Nama
Sultan Alauddin Ahmad

Masa Pemerintahan

Keterangan

1727-1735

41

Kerajaan Islam di Nusantara

Syah
2.

Sultan Alauddin Johan

1735-1760

Syah

Putra dari Sultan


Alauddin Ahmad
Syah.

3.

Sultan Mahmud Syah

1760-1764

Putra dari Sultan


Alauddin Johan
Syah.

4.

Sultan Badruddin Johan

1764-1765

Syah
5.

Sultan Mahmud Syah

1765-1773

6.

Sultan Sulaiman Syah

1773

7.

Sultan Mahmud Syah

1773-1781

8.

Alauddin Muhammad

1781-1795

Syah
9.

Sultan Alauddin Jauhar

Mahmud Syah.
1795-1823

al-Alam
10.

Sultan Syarif Saif al-

Putra Sultan

Putra dari Sultan


Sulaiman Syah.

1815-1820

Alam
11.

Sultan Alauddin Jauhar

1795-1823

al-Alam
12.

Sultan Muhammad Syah

1823-1838

Putra dari Sultan


Mahmud Syah.

42

Kerajaan Islam di Nusantara

13.

Sultan Sulaiman Syah

1838-1857

Putra dari Sultan


Alauddin Jauhar
al-Alam.

14.

Sultan Mansur Syah

1857-1870

Putra dari Sultan


Mahmud Syah.

C. Masa Kejayaan Kerajaan Aceh


Kerajaan

Aceh

mulai

mengalami

masa

keemasan

atau

puncak

kekuasaan di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda, yaitu sekitar tahun 1607
sampai tahun 1636. Pada masa Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh
mengalami peningkatan dalam berbagai bidang, yakni dalam bidang politik,
ekonomi-perdagangan,

hubungan

internasional,

memperkuat

armada

perangnya, serta mampu mengembangakan dan memperkuat kehidupan Islam.


Bahkan kedudukan Bangsa Portugis di Malaka pun semakin terdesak akibat
perkembangan yang sangat pesat dari Kerajaan Aceh di bawah pimpinan
Sultan Iskandar Muda (Poesponegoro: 2010, 31)
Sultan Iskandar Muda memperluas wilayah teritorialnya dan terus
meningkatkan perdagangan rempah-rempah menjadi suatu komoditi ekspor
yang berpotensial bagi kemakmuran masyarakat Aceh. Ia mampu menguasai
Pahang tahun 1618, daerah Kedah tahun 1619, serta Perak pada tahun 1620,
dimana daerah tersebut merupakan daerah penghasil timah. Bahkan dimasa
kepemimpinannya Kerajaan Aceh mampu menyerang Johor dan Melayu hingga
Singapura sekitar tahun 1613 dan 1615. Ia pun diberi gelar Iskandar Agung
dari Timur.
Kemajuan dibidang politik luar negeri pada era Sultan Iskandar Muda,
salah satunya yaitu Aceh yang bergaul dengan Turki, Inggris, Belanda dan
Perancis. Ia pernah mengirimkan utusannya ke Turki dengan memberikan

43

Kerajaan Islam di Nusantara

sebuah hadiah lada sicupak atau lada sekarung, lalu dibalas dengan kesultanan
Turki dengan memberikan sebuah meriam perang dan bala tentara, untuk
membantu Kerajaan Aceh dalam peperangan. Bahkan pemimpin Turki
mengirimkan sebuah bintang jasa pada sultan Aceh (Harry Kawilarang, 2008:
21-22)
Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah
melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan
utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya
Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya
Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-Raniri dalam bukunya Sirat alMustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi
Fashil(http://ridwanaz.com/umum/sejarah/sejarah-kerajaan-aceh-padamasa-kejayaan-dan-keruntuhannya/).
Dalam hubungan ekonomi-perdagangan dengan Mesir, Turki, Arab,
juga dengan Perancis, Inggris, Afrika, India, Cina, dan Jepang. Komoditaskomoditas yang diimpor antara lain: beras, guci, gula (sakar), sakar lumat,
anggur, kurma, timah putih dan hitam, besi, tekstil dari katun, kain batik mori,
pinggan dan mangkuk, kipas, kertas, opium, air mawar, dan lain-lain yang
disebut-sebut dalam Kitab Adat Aceh. Komoditas yang diekspor dari Aceh
sendiri antara lain kayu cendana, saapan, gandarukem (resin), damar, getah
perca, obat-obatan (Poesponegoro: 2010, 31).
Di bawah kekuasannya kendali kerajaan berjalan dengan aman,
tentram dan lancar. Terutama daerah-daerah pelabuhan yang menjadi titik
utama perekonomian Kerajaan Aceh, dimulai dari pantai barat Sumatra hingga
ke Timur, hingga Asahan yang terletak di sebelah selatan. Hal inilah yang
menjadikan kerajaan ini menjadi kaya raya, rakyat makmur sejahtera, dan
sebagai

pusat

pengetahuan

yang

menonjol

di

Asia

Tenggara

(Harry

Kawilarang, 2008: 24).


44

Kerajaan Islam di Nusantara

D.

Kehidupan Sosial, politik dan Ekonomi

1.

Kehidupan Sosial
Adalanya penggolongan masyarakat menjadi beberapa golongan, yaitu

teuku

(kaum

memegang),
teuku

dan

bangsawan),

golongan

teungku

(Kaum

ulama

yang

Hulubalang (prajurit) serta rakyat biasa. Antara Golongan


Teungku

sering

timbul

persaingan

yang

mengakibatkan

melemahnya kerajaan Aceh.


2.

Kehidupan Politik
Aceh tumbuh secara cepat menjadi kerajaan besar karena didukung

oleh letaknya yang strategis, kemudian Kerajaannya memiliki Bandar


pelabuhan. Aceh juga memiliki daerah yang kaya akan tanaman lada.
Tanaman ini sendiri merupakan komoditi ekspor yang sangat penting.
Selain itu, jatuhnya malaka ke tangan Portugis menyebabkan pedagang
Islam banyak singgah ke Aceh, ditambah Jalur pelayaran beralih melalui
sepanjang pantai barat Sumatera.
3.

Kehidupan Ekonomi
Letaknya yang sangat strategis, di jalur pelayaran dan perdagangan

Selat malakah menitikberatkan pada , maka Kerajaan Aceh menitikberatkan


pada perekonomian pada bidang perdagangan dan pelayaran. Penguasaan atas
daerah pantai barat dan timur sumatera banyak menghasilkan lada. Sementara
di Semenanjung Malaka menghasilkan lada dan timah.
Berikut ini, komoditas ekspor dan impor dari Aceh :

Komoditas ekspor

Komoditas impor

45

Kerajaan Islam di Nusantara

Kayu yang tinggi

Cendana

Bahan makanan

Beras

nilainya

Jenis dammar

Sapang

Mentega

Gendarukam

Gula

Dammar

Anggur

Teban

Kurma

Sari dan wangi-

Kemenyan

wangian

putih

Logam

Kemenyan

Timah

Besi

hitam
Kamper
Akar pucuk

boraks
Tekstil

Minyak

Bendela
Kain tenun

rasamala
Kulit kayu

Barang kerajinan

Tembikar

masui
Rempah-rempah

Lada
Campli puta
Bunga lawang

Guci
Bahan perangsang Candu
Kopi

46

Kerajaan Islam di Nusantara

E. Masa Kemunduran Kerajaan Aceh


Berikut merupakan factor yang mengakibatkan kerajaan Aceh mengalami
kemunduran.
1) Kekalahan perang antara Aceh melawan portugis di Malaka pada tahun
1629 M
2) Tokoh pengganti Sultan Iskandar Muda tidaklah sebaik yang terdahulu.
3)

Permusuhan yang hebat diantara kaum ulama yang menganut ajaran


Syamsyudias-Sumatra dan penganut ajaran Nur ad-Din ar-raniri

4) Saerah-daerah yang jauh dari pemerintahan pusat melepaskan diri dari


Aceh
5)

Pertahanan Aceh lemah sehingga bangsa-bangsa Eropa berhasil


mendesak dan

menggeser daerah perdagangan Aceh. Akhirnya,

perekonomian di Aceh menjadi melemah.


F. Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Aceh
Jejak peradaban Kerajaan Aceh selama berabad-abad silam telah menyimpan
begitu banyak tempat-tempat peninggalan bersejarah yang terkenal di dunia.
Sejarah telah mencatat bahwa Aceh selama masa penjajahan, baik itu
penjajahan Portugis, Belanda dan Jepang serta konflik bersenjata antara GAM
dan RI belum sekalipun tercatat Aceh pernah menyerah. Itulah sebabnya
kegilaan ini sering disebut oleh Belanda dengan "Acheh Pungo atau Aceh Gila".
Diantara sekian banyak tempat peninggalan itu, ada beberapa tempat
peninggalan bersejarah Aceh yang paling terkenal di dunia.
Berikut adalah beberapa peninggalan-peninggalannya :
1. Mesjid Raya Baiturrahman

47

Kerajaan Islam di Nusantara

Mesjid Raya Baiturrahman merupakan salah satu masjid termegah di Asia


Tenggara. Masjid ini berada di pusat kota Banda Aceh yang bersebelahan
dengan

pasar

tradisional

Aceh,

Nanggroe

Aceh

Darussalam,
Indonesia.
Raya

Masjid

Baiturrahman

adalah
religius,
dan

simbol
keberanian
nasionalisme

rakyat Aceh. Masjid


ini dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Masjid ini
merupakan saksi bisu sejarah Aceh. Masjid ini merupakan markas pertahanan
rakyat Aceh ketika berperang dengan Belanda (1873-1904).
2. Gunongan

Taman Sari Gunongan ini terbuka untuk umum. Di Pinto Khop, yang berada
tidak jauh dari Gunongan, terdapat taman bermain anak-anak sehingga tempat
ini ramai dikunjungi terutama pada sore hari atau hari-hari libur. Gunongan

48

Kerajaan Islam di Nusantara

dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang memerintah


tahun 1607-1636.
3. Lonceng Cakra Donya

Menurut sejarahnya lonceng ini diberikan oleh kerajaan China melalui


Laksamana Cheng Ho yang merupakan pelayar tangguh, sebagai ikatan
persahabatan antara kerajaan China dengan Kerajaan Aceh. Cakra Donya
adalah lonceng yang berupa mahkota besi berbentuk stupa buatan Cina 1409
M, dengan tinggi 125 cm dan lebar 75 cm. Cakra berarti poros kereta,
lambang-lambang Wishnu, cakrawala atau matahari. Sedangkan Donya berarti
dunia.
4. Kerkoff Peucut

Kerkoff Peucut adalah kompleks kuburan


perwira Belanda yang tewas dalam perang
Aceh, jumlahnya mencapai 2000 lebih nisan

49

Kerajaan Islam di Nusantara

yang tersimpan di dalamnya. Sejarah dunia mencatat bhwa Kherkoff Peucut


adalah kompleks kuburan Belanda terbesar di dunia. Dalam bahasa Indonesia
Kerkoff berarti "kuburan".
5. Benteng Indra Patra

Benteng Indra Patra adalah benteng peninggalan kerajaan Hindu pertama di


Aceh yang digunakan sebagai tempat peribadatan dan benteng pertahanan
dari gempuran musuh. Kemudian benteng ini direbut oleh Kerajaan Islam Aceh
dan dijadikan sebagai benteng pertahanan. Benteng ini di pimpin oleh seorang
laksamana perang perempuan Aceh yang sangat terkenal yaitu Laksamana
Malahayati.
Benteng indra patra terletak di kecamatan krueng raya aceh besar. benteng
ini dibangun oleh kerajaan hindu sebelum masuknya islam di aceh. Pada masa
pemerintahan

kerajaan

Aceh

benteng

ini

digunakan

sebagai

benteng

pertahanan melawan armada portugis.

50

Kerajaan Islam di Nusantara

6. Rumoh Aceh

Rumoh Aceh adalah rumah adat Aceh yang difungsikan sekarang


sebagai museum yang menyimpan ribuan peninggalan sejarah Aceh mulai dari
peninggalan sejarah pra modern hingga peninggalan sejarah masa penjajahan
selain itu di rumoh Aceh ini juga disimpan berbagai macam kebudayaan Aceh
yang berupa kerajinan tangan dan budaya Aceh lainnya.
Komponen utama Rumoh Aceh, antara lain :
Seuramou-keu (serambi depan)
Seuramou-likoot (serambi belakang)
Rumoh-Inong (rumah induk)
Rumoh-dapu (dapur)
Seulasa (teras)
Kroong-padee (lumbung padi)
Keupaleh (gerbang)
Tameeh (tiang)

51

Kerajaan Islam di Nusantara

7. Pesawat Seulawah Agam

Pesawat Seulawah Agam ini merupakan pemberian atau sumbangan


orang Aceh kepada Republik Indonesia setelah Aceh bergabung dengan
Indonesia. Pesawat ini digunakan oleh RI sebagai sarana untuk mempercepat
kemerdekaan Indonesia.

8. Monumen Kerajaan Islam Peureulak

52

Kerajaan Islam di Nusantara

Monumen Kerajaan Islam Peureulak ini terletak Desa Paya Meuligau,


kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur. Kawasan ini dahulu tempat
Kerajaan Islam Peureulak berada, monumen ini dibangun sebagai simbol
tempat Kerajaan Islam Peureulak sebagai Kerajaan Islam yang pertama di
Asia

Tenggara

yang

didirikan

pada

tahun

840-864

dengan

raja

pertama Sultan Alaidin Sayed Maulana Abdul Aziz Syah. Di lokasi ini juga
terdapat makam Beliau dan isterinya.

9. Makam Sultan Iskandar Muda

Makam Sultan Iskandar Muda terletak di kota Banda Aceh. Beliau merupakan
tokoh penting dalam sejarah kesultanan Aceh. Kerajaan Aceh pernah
mengalami masa kejayaan, kala Sultan memerintah di Kerajaan Aceh
Darussalam di masa abad ke 17 yaitu pada tahun 1607-1636. Pada masa
pemerintahan Beliau, kerajaan Islam Aceh menduduki peringkat kelima
kerajaan Islam terbesar di dunia.

53

Kerajaan Islam di Nusantara

BAB 4
Kesultanan Cirebon

a. Lokasi
SejarahKerajaan
Kesultanan
Perlak
Cirebon
b. Perkembangan
c.
Sumber sejarahawal
Kerajaan
Kesultanan
Perlak Cirebon
c. Kehidupan
d.
Pendirian Kesultanan
politik Kerajaan
Cirebon
Perlak
d.
e. Kehidupan
Terpecahnya
sosial
Kesultanan
ekonomiCirebon
f.e. Masa
Berakhirnya
kolonialKerajaan
dan kemerdekaan
Perlak
g. Perkembangan terakhir Kesultanan Cirebon
a. Tentang Bab 4 ______________________________________________________
Banyak misteri tentang kerajaan Cirebon yang awalnya didirikan oleh
Syarif Hidayatulloh, dimana beliau adalah putra dari Nyai Rara Santang dan
tidak salah lagi bahwa beliau adalah keturuan dari Prabu Siliwangi penguasa
tanah pasundan pada massanya yang tidak mau memeluk agama islam dan
lebih mengalah kepada anaknya dengan memberikan sebagian wilayah
kekuasaan di daerah Cirebon untuk didirikan pusat pusat ajaran islam.
Banten sebagai penguasa di daerah selat sunda adalah sebuah kerajaan yang
sudah memliki hubungan diplomatik dengan kerajaan Cirebon. Namun karena

54

Kerajaan Islam di Nusantara

masuknya VOC ke Indonesia pada saat itu membuat dua kerajaan ini musnah
dan lenyap di telan zaman.
b. Uraian Kerajaan Cirebon ______________________________________________
Kesultanan Cirebon adalah sebuah kesultanan Islam ternama di Jawa
Barat pada abad ke-15 dan 16 Masehi, dan merupakan pangkalan penting
dalam jalur perdagangan dan pelayaran antar pulau. Lokasinya di pantai
utara pulau Jawa yang merupakan perbatasan antara Jawa Tengah dan
Jawa Barat, membuatnya menjadi pelabuhan dan "jembatan" antara
kebudayaan Jawa dan Sunda sehingga tercipta suatu kebudayaan yang
khas, yaitu kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi kebudayaan Jawa
maupun kebudayaan Sunda
Sejarah
Menurut Sulendraningrat yang mendasarkan pada naskah Babad
Tanah Sunda dan Atja pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari,
Cirebon pada awalnya adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki
Gedeng Tapa, yang lama-kelamaan berkembang menjadi sebuah desa
yang ramai dan diberi nama Caruban (Bahasa Sunda: campuran), karena di
sana bercampur para pendatang dari berbagai macam suku bangsa,
agama, bahasa, adat istiadat, dan mata pencaharian yang berbeda-beda
untuk bertempat tinggal atau berdagang.
Mengingat

pada

awalnya

sebagian

besar

mata

pencaharian

masyarakat adalah sebagai nelayan, maka berkembanglah pekerjaan


menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai serta
pembuatan terasi, petis, dan garam. Dari istilah air bekas pembuatan
terasi (belendrang) dari udang rebon inilah berkembanglah sebutan cai-

rebon (Bahasa Sunda:, air rebon) yang kemudian menjadi Cirebon.

55

Kerajaan Islam di Nusantara

Dengan dukungan pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari
pedalaman, Cirebon kemudian menjadi sebuah kota besar dan menjadi
salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa baik dalam kegiatan
pelayaran dan perdagangan di kepulauan Nusantara maupun dengan
bagian dunia lainnya. Selain itu, Cirebon tumbuh menjadi cikal bakal pusat
penyebaran agama Islam di Jawa Barat.
1. Perkembangan awal
a. Ki Gedeng Tapa
Ki Gedeng Tapa (atau juga dikenal dengan nama Ki Gedeng Jumajan
Jati) adalah seorang Mangkubumi dari Kerajaan Sing Apura (Kerajaan ini
ditugasi mengatur pelabuhan Muarajati, Cirebon setelah tidak adanya
penerus tahta di kerajaan tetangganya yaitu Surantaka setelah anak
perempuan

penguasanya

yaitu

Nyi Ambet Kasih menikah dengan

Jayadewata (prabu Silih Wangi) ).


Pada masa kedatangan pangeran Walangsungsang dan nyimas Rara
Santang

ke

Cirebon

untuk

memperdalam

agama

Islam,

pangeran

Walangsungsang kemudian membangun sebuah tempat tinggal yang


disebut Gedong Witana pada tahun 1428 Masehi. yang sekarang menjadi
bagian dari kompleks keraton Kanoman,kesultanan Kanoman, setelah
mendapatkan pengajaran agama yang cukup, pangeran Walangsungsang
dan nyimas Rara Santang kemudian menunaikan ibadah haji ke Mekah,
disana

nyimas Rara Santang menemukan jodohnya yaitu seorang

pembesar Arab dan menikah sehingga nyimas tidak ikut kembali ke


Cirebon. Sepulangnya dari melaksanakan haji pangeran Walangsungsang
diminta oleh gurunya untuk membuka lahan guna membuat perkampungan
baru sebagai cikal-bakal negeri yang ia cita-citakan, setelah memilih dari

56

Kerajaan Islam di Nusantara

beberapa tempat akhirnya diputuskan perkampungan baru tersebut akan


dibangun di wilayah Kebon Pesisir.
b. Ki Gedeng Alang-Alang
Menurut sejarah lisan dan sebagian babad mengenai masalah ini,
dikatakan bahwa Pengeran Walangsungsang diperintahkan oleh gurunya
Syekh Datuk Kahfi (Nur Jati) untuk membuka lahan di wilayah Kebon
Pesisir, namun dikatakan bahwa di Kebon Pesisir tidak sepenuhnya
kosong karena sudah ada sepasang suami istri yaitu Ki Danusela dan
istrinya yang tinggal disana, akhirnya sebagai bentuk penghormatan maka

Kuwu (Kepala Desa) Caruban yang pertama yang diangkat oleh


masyarakat baru itu adalah Ki Danusela dengan gelar Ki Gedeng Alangalang,

sebagai

Pangraksabumi

atau

wakilnya,

diangkatlah

Raden

Walangsungsang, yaitu putra Prabu Siliwangi dan Nyi Mas Subanglarang


atau Subangkranjang, yang tak lain adalah puteri dari Ki Gedeng Tapa.
Setelah Ki Gedeng Alang-alang wafat, Walangsungsang yang juga
bergelar Ki Cakrabumi diangkat menjadi penggantinya sebagai kuwu yang
kedua, dengan gelar Pangeran Cakrabuana.[butuh rujukan]
2. Pendirian
a. Pangeran Cakrabuana dan Dalem Agung Pakungwati (1430- 1479)
Pangeran Cakrabuana adalah keturunan Pajajaran. Putera pertama
Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari istrinya yang pertamanya
bernama Subanglarang (puteri Ki Gedeng Tapa). Raden Walangsungsang, ia
mempunyai dua orang saudara seibu, yaitu Nyai Rara Santang dan Raden
Kian Santang.

57

Kerajaan Islam di Nusantara

Sebagai anak sulung dan laki-laki ia tidak mendapatkan haknya


sebagai putera mahkota Pakuan Pajajaran. Hal ini disebabkan oleh karena
ia memeluk agama Islam (diturunkan oleh Subanglarang - ibunya),
sementara saat itu (abad 16) ajaran agama mayoritas di Pajajaran adalah
Sunda Wiwitan (agama leluhur orang Sunda) Hindu dan Budha. Posisinya
digantikan oleh adiknya, Prabu Surawisesa, anak laki-laki Prabu Siliwangi
dari istrinya yang kedua Nyai Cantring Manikmayang.
Pangeran Walangsungsang lalu membuat sebuah pedukuhan di
Kebon Pesisir, membangun Kuta Kosod (susunan tembok bata merah tanpa

spasi) mendirikan Dalem Agung Pakungwati serta dan membentuk


pemerintahan di Cirebon pada tahun 1430 M . Dengan demikian, yang
dianggap

sebagai

pendiri

pertama

Kesultanan

Cirebon

adalah

Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana. Pangeran Cakrabuana, yang


usai menunaikan ibadah haji kemudian disebut Haji Abdullah Iman, tampil
sebagai "raja" Cirebon pertama yang memerintah dari keraton Pakungwati
dan aktif menyebarkan agama Islam kepada penduduk Cirebon. [butuh rujukan]
Pendirian kesultanan ini sangat berkaitan erat dengan keberadaan
Kesultanan Demak.
b. Sunan Gunung Jati (1479-1568)
Pada tahun 1478 diadakan sebuah musyawarah para wali di kabupaten
Tuban, Jawa Timur untuk mencari pengganti Sunan Ampel sebagai pimpinan
para wali, akhirnya terpilihlah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), sejak
saat itu, pusat kegiatan para wali dipindahkan ke gunung Sembung, kecamatan
Gunung Jati, kabupaten Cirebon, propinsi Jawa Barat. Pusat kegiatan
keagaamaan ini kemudian disebut sebagai Puser Bumi (bahasa Indonesia :
pusatnya dunia)

58

Kerajaan Islam di Nusantara

Pada tahun 1479 M, kedudukan pangeran Walangsungsang sebagai


penguasa

Cirebon

kemudian

digantikan

putra

adiknya

yakni

Syarif

Hidayatullah (anak dari pernikahan Nyai Rarasantang dengan Syarif Abdullah


dari Mesir) yang sebelumnya menikahi Nyimas Pakungwati (putri dari
Pangeran Walangsungsang dan Nyai Indang Geulis) yang setelah wafat dikenal
dengan sebutan Sunan Gunung Jati dengan gelar Tumenggung Syarif
Hidayatullah bin Maulana Sultan Muhammad Syarif Abdullah dan bergelar pula
sebagai Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama

Awlya Allah Kutubid Jaman Khalifatur Rasulullah .[8]


Syarif Hidayatullah melalui lembaga Wali Sanga selalu mendekati
kakeknya yakni Jaya Dewata (prabu Silih Wangi) agar berkenan memeluk
agama Islam seperti halnya neneknya Nyai Subang Larang yang memang
sudah lama menjadi seorang muslim jauh sebelum menikah dengan prabu Silih

Wangi, namun hal tersebut tidak membuahkan hasil, pada tahun 1482 (pada
saat kekuasaan kerajaan Galuh dan Sunda sudah menjadi satu kembali
ditangan prabu Silih Wangi), seperti yang tertuang dalam naskah Purwaka

Caruban Nagari karya Pangeran Arya Carbon.


Pada tanggal 12 Shafar 887 Hijriah atau tepatnya pada tanggal 2 April
1482 masehi, akhirnya Syarif Hidayatullah membuat maklumat yang ditujukan
kepada prabu Silih Wangi selaku Raja Pakuan Pajajaran bahwa mulai saat itu
Cirebon tidak akan lagi mengirimkan upeti. Maklumat tersebut kemudian
diikuti oleh para pembesar di wilayah Cirebon (bahasa Cirebon : gegeden).
Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada kesultanan Cirebon
dimulailah oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati
kemudian diyakini sebagai leluhur dari dinasti raja-raja kesultanan Cirebon
dan kesultanan Banten serta penyebar agama Islam di Jawa Barat seperti
Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten.

59

Kerajaan Islam di Nusantara

c. Fatahillah (1568-1570)
Kekosongan

pemegang

kekuasaan

itu

kemudian

diisi

dengan

mengukuhkan pejabat keraton yang selama Sunan Gunung Jati melaksanakan


tugas dakwah, pemerintahan dijabat oleh Fatahillah atau Fadillah Khan.
Fatahillah kemudian naik takhta, dan memerintah Cirebon secara resmi
menjadi raja sejak tahun 1568. Fatahillah menduduki takhta kerajaan Cirebon
hanya berlangsung dua tahun karena ia meninggal dunia pada tahun 1570, dua
tahun setelah Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan berdampingan dengan
makam Sunan Gunung Jati di Gedung Jinem Astana Gunung Sembung.
d. Panembahan Ratu I (1570-1649)
Sepeninggal Fatahillah, oleh karena tidak ada calon lain yang layak
menjadi raja, takhta kerajaan jatuh kepada cucu Sunan Gunung Jati yaitu
Pangeran Mas, putra tertua Pangeran Dipati Carbon atau cicit Sunan Gunung
Jati. Pangeran Emas kemudian bergelar Panembahan Ratu I dan memerintah
Cirebon selama kurang lebih 79 tahun.
Pada masa pemerintahan Pangeran Mas Zainul Arifin ini dikatakan
bahwa keraton Mataram mulai dibangun disekitar kali Opak dan kali Progo
pada tahun 1578 oleh Ki Ageng Pamanahan, namun beberapa tahun kemudian
dia wafat, tepatnya pada tahun 1584 sehingga kepemimpinan di keratonnya
dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Danang Sutawijaya, beberapa tahun
setelah meninggalnya Ki Ageng Pamanahan, Sultan Hadiwijaya dari kerajaan
Pajang (sekarang wilayahnya diperkirakan meliputi wilayah kekuasaan
Kasunanan Surakarta dan Mangkunegara) pun meninggal, tepatnya pada tahun
1587, pada saat meninggalnya Sultan Pajang, Danang Sutawijaya yang selama
ini tidak suka menghadap Sultan Pajang akhirnya datang juga untuk
menghadiri upacara pemakaman Sultan. Pada masa pemerintahannya, Danang
Sutawijaya melakukan perluasan wilayahnya ;
60

Kerajaan Islam di Nusantara

Pajang dijadikan kadipaten, dan Pangeran Benawa (putera dari Sultan


Hadiwijaya) dijadikan sebagai pemimpin Kadipaten Pajang

Demak berhasil dikuasai dan kemudian dia menempatkan seseorang dari


wilayah Yuwana

Kedu dan Bagelen (sebelah barat pegunungan menoreh) juga berhasil


dikuasai

Madiun mengakui kekuasaan Mataram pada tahun 1590

Surabaya berhasil dikuasi

Kediri berhasil dikuasi

Priyangan sebelah timur berhasil dikuasai

Persahabatan dengan Mataram dan dibangunnya Benteng Kuta Cirebon


Pada masa perluasan dan penaklukan wilayah yang dilakukan kerajaan
Mataram oleh Danang Sutawijaya, Mataram juga menjalin kedekatan dengan
kesultanan Cirebon, namun hubungan yang dimaksud bukan dihasilkan dari
sebuah penaklukan melainkan dari persahabatan. [11] Benteng Kuta Raja
Cirebon yang dalam Naskah Kacirebonan disebut sebagai Benteng Seroja
diyakini pembangunannya mendapatkan bantuan dari Danang Sutawijaya Raja
Mataram.

Waktu semono maksi akikib, Kuta Cirebon masih Sinaroja, Adi wuku
sakubenge, Tan ana Durga ngaru, Kadi gelare kang rumihin, Jawa
gunung kapurba, Katitiha ngulun, Sira koli tiwa-tiwa, Nagara gung
Mataram pon anglilani, Ing Crebon yen gawea

Taktkala itu masih tertutup, Kuta Cirebon masih utuh dibangun pagar
sekelilingnya, benteng itu tidak ada yang mengganggu, seperti jaman
dahulu kala pulau Jawa yang dibentengi oleh gunung-gunung,

61

Kerajaan Islam di Nusantara

demikian juga dengan Cirebon, maka negara agung Mataram pun


merestui

(membantu)

proyek

yang

sedang

dikerjakan

Cirebon

(membuat benteng Kuta Cirebon)

Benteng Kuta Raja Cirebon diperkirakan telah dibangun sebelum tahun


1596, dikarenakan benteng tersebut diceritakan pada pelayaran pertama
bangsa Belanda pada tahun 1596 dan tiga tahun setelah ditandatanganinya
perjanjian persahabatan yang sebenarnya adalah perjanjian monopoli dagang
Belanda terhadap Cirebon pada tahun 1681 benteng tersebut masih dapat
dikenali.
e. Panembahan Ratu II (1649-1666)
Setelah Panembahan Ratu I meninggal dunia pada tahun 1649,
pemerintahan Kesultanan Cirebon dilanjutkan oleh cucunya yang bernama
Pangeran Rasmi atau Pangeran Karim, karena ayah Pangeran Rasmi yaitu
Pangeran Seda ing Gayam atau Panembahan Adiningkusumah meninggal lebih
dahulu. Pangeran Rasmi kemudian menggunakan nama gelar ayahnya
almarhum yakni Panembahan Adiningkusuma yang kemudian dikenal pula
dengan sebutan Panembahan Girilaya atau Panembahan Ratu II.
Panembahan Girilaya pada masa pemerintahannya terjepit di antara dua
kekuatan kekuasaan, yaitu Kesultanan Banten dan Kesultanan Mataram.
Banten merasa curiga sebab Cirebon dianggap lebih mendekat ke Mataram
(Amangkurat I adalah mertua Panembahan Girilaya). Mataram dilain pihak
merasa curiga bahwa Cirebon tidak sungguh-sungguh mendekatkan diri,
karena Panembahan Girilaya dan Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten adalah
sama-sama keturunan Pajajaran. Kondisi ini memuncak dengan meninggalnya
Panembahan Girilaya di Kartasura dan ditahannya Pangeran Martawijaya dan
Pangeran Kartawijaya di Mataram.

62

Kerajaan Islam di Nusantara

Panembahan Girilaya adalah menantu Sultan Agung Hanyakrakusuma


dari Kesultanan Mataram. Makamnya di Jogjakarta, di bukit Girilaya, dekat
dengan makam raja raja Mataram di Imogiri, Kabupaten Bantul. Menurut
beberapa sumber di Imogiri maupun Girilaya, tinggi makam Panembahan
Girilaya adalah sejajar dengan makam Sultan Agung di Imogiri.
Perwalian oleh Pengeran Wangsakerta
Pada saat Pangeran Girilaya dan kedua anaknya dipanggil ke Mataram
namun ternyata tidak kunjung kembali, Cirebon mengalami perguncangan
karena tidak adanya pemimpin di kesultanan Cirebon, dikarenakan hanya
pangeran Wangsakerta yang ada berada di kesultanan Cirebon

keluarga

akhirnya menyetujui pangeran Wangsakerta menjadi Wali sampai kembalinya


ayahnya pangeran Girilaya dari Mataram.
3. Terpecahnya Kesultanan Cirebon
Dengan kematian Panembahan Girilaya, maka terjadi kekosongan
penguasa. Pangeran Wangsakerta yang bertanggung jawab atas pemerintahan
di Cirebon selama ayahnya tidak berada di tempat, khawatir atas nasib kedua
kakaknya. Kemudian ia pergi ke Banten untuk meminta bantuan Sultan Ageng
Tirtayasa (anak dari Pangeran Abu Maali yang tewas dalam Perang
Pagarage), dia mengiyakan permohonan tersebut karena melihat peluang
untuk memperbaiki hubungan diplomatik Banten-Cirebon. Dengan bantuan
Pemberontak Trunojoyo yang disokong oleh Sultan Ageng Tirtayasa,kedua
Pangeran tersebut berhasil diselamatkan.
Namun rupanya, Sultan Ageng Tirtayasa melihat ada keuntungan lain
dari bantuannya pada kerabatnya di Cirebon itu, maka ia mengangkat kedua
Pangeran yang ia selamatkan sebagai Sultan,Pangeran Mertawijaya sebagai
Sultan

Kasepuhan

&

Pangeran

Kertawijaya

sebagai

Sultan

63

Kerajaan Islam di Nusantara

Kanoman,sedangkan Pangeran Wangsakerta yang telah bekerja keras selama


10 tahun lebih hanya diberi jabatan kecil, taktik pecah belah ini dilakukan
untuk mencegah agar Cirebon tidak beraliansi lagi dengan Mataram.
a. Perpecahan I (1679)
Pembagian pertama terhadap Kesultanan Cirebon, dengan demikian
terjadi pada masa penobatan tiga orang putra Panembahan Girilaya, yaitu
Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan Panembahan Cirebon pada tahun 1679. Ini
merupakan babak baru bagi keraton Cirebon, di mana kesultanan terpecah
menjadi tiga dan masing-masing berkuasa dan menurunkan para sultan
berikutnya. Dengan demikian, para penguasa Kesultanan Cirebon berikutnya
adalah:

Sultan Keraton Kasepuhan, Pangeran Martawijaya, dengan gelar Sultan


Sepuh Abil Makarimi Muhammad Samsudin (1679-1697)

Sultan Kanoman, Pangeran Kartawijaya, dengan gelar Sultan Anom Abil


Makarimi Muhammad Badrudin (1679-1723)

Pangeran Wangsakerta, sebagai Panembahan Cirebon dengan gelar


Pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati
(1679-1713).
Perubahan gelar dari Panembahan menjadi Sultan bagi dua putra tertua

Pangeran Girilaya ini dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa, karena keduanya
dilantik menjadi Sultan Cirebon di ibukota Banten. Sebagai sultan, mereka
mempunyai wilayah kekuasaan penuh, rakyat, dan keraton masing-masing.
Pangeran Wangsakerta tidak diangkat menjadi sultan melainkan hanya
Panembahan. Ia tidak memiliki wilayah kekuasaan atau keraton sendiri, akan
tetapi berdiri sebagai Kaprabonan(Paguron) yaitu tempat belajar para
intelektual keraton. Dalam tradisi kesultanan di Cirebon, suksesi kekuasaan
sejak tahun 1679 berlangsung sesuai dengan tradisi keraton, di mana seorang
64

Kerajaan Islam di Nusantara

sultan akan menurunkan takhtanya kepada anak laki-laki tertua dari


permaisurinya. Jika tidak ada, akan dicari cucu atau cicitnya. Jika terpaksa,
maka orang lain yang dapat memangku jabatan itu sebagai pejabat sementara.
b. Perpecahan II (1807)
Suksesi para sultan selanjutnya pada umumnya berjalan lancar, sampai
pada masa pemerintahan Sultan Anom IV (1798-1803), di mana terjadi
perpecahan karena salah seorang putranya, yaitu Pangeran Raja Kanoman,
ingin

memisahkan

diri

membangun

kesultanan

sendiri

dengan

nama

Kesultanan Kacirebonan
Kehendak Pangeran Raja Kanoman didukung oleh pemerintah Kolonial
Belanda dengan keluarnya

besluit (Bahasa Belanda: surat keputusan)

Gubernur-Jendral Hindia Belanda yang mengangkat Pangeran Raja Kanoman


menjadi Sultan Carbon Kacirebonan tahun 1807 dengan pembatasan bahwa
putra dan para penggantinya tidak berhak atas gelar sultan, cukup dengan
gelar pangeran. Sejak itu di Kesultanan Cirebon bertambah satu penguasa
lagi, yaitu Kesultanan Kacirebonan, pecahan dari Kesultanan Kanoman.
Sementara takhta Sultan Kanoman V jatuh pada putra Sultan Anom IV yang
lain bernama Sultan Anom Abusoleh Imamuddin (1803-1811).
4. Masa kolonial dan kemerdekaan
Sesudah kejadian tersebut, pemerintah Kolonial Belanda pun semakin
dalam ikut campur dalam mengatur Cirebon, sehingga semakin surutlah
peranan

dari

keraton-keraton

Kesultanan

Cirebon

di

wilayah-wilayah

kekuasaannya. Puncaknya terjadi pada tahun-tahun 1906 dan 1926, di mana


kekuasaan pemerintahan Kesultanan Cirebon secara resmi dihapuskan dengan
disahkannya Gemeente Cheirebon (Kota Cirebon), yang mencakup luas 1.100
Hektar, dengan penduduk sekitar 20.000 jiwa (Stlb. 1906 No. 122 dan Stlb.

65

Kerajaan Islam di Nusantara

1926 No. 370). Tahun 1942, Kota Cirebon kembali diperluas menjadi 2.450
hektare.
Pada masa kemerdekaan, wilayah Kesultanan Cirebon menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara
umum, wilayah Kesultanan Cirebon tercakup dalam Kota Cirebon dan
Kabupaten Cirebon, yang secara administratif masing-masing dipimpin oleh
pejabat pemerintah Indonesia yaitu walikota dan bupati.
5. Perkembangan terakhir
Setelah masa kemerdekaan Indonesia, Kesultanan Cirebon tidak lagi
merupakan pusat dari pemerintahan dan pengembangan agama Islam.
Meskipun demikian keraton-keraton yang ada tetap menjalankan perannya
sebagai pusat kebudayaan masyarakat khususnya di wilayah Cirebon dan
sekitarnya. Kesultanan Cirebon turut serta dalam berbagai upacara dan
perayaan adat masyarakat dan telah beberapa kali ambil bagian dalam Festival
Keraton Nusantara (FKN).
Umumnya, Keraton Kasepuhan sebagai istana Sultan Sepuh dianggap
yang paling penting karena merupakan keraton tertua yang berdiri tahun
1529, sedangkan Keraton Kanoman sebagai istana Sultan Anom berdiri tahun
1622, dan yang terkemudian adalah Keraton Kacirebonan dan Keraton
Kaprabonan.
Pada awal bulan Maret 2003, telah terjadi konflik internal di keraton
Kanoman, antara Pangeran Raja Muhammad Emirudin dan Pangeran Elang
Muhammad

Saladin,

untuk

pengangkatan

takhta

Sultan

Kanoman

XII.

Pelantikan kedua sultan ini diperkirakan menimbulkan perpecahan di kalangan


kerabat keraton tersebut.

66

Kerajaan Islam di Nusantara

BAB V
Kerajaan Islam di Maluku

a. Sejarah
Lokasi Kerajaan
KerajaanPerlak
Ternate
b. Sejarah
Sumber Kerajaan
sejarah Kerajaan
Tidore Perla
a. Tentang Bab 5 ______________________________________________________
Kepulauan Maluku menduduki posisi penting dalam perdagangan dunia
di kawasan timur Nusantara.Mengingat keberadaan daerah Maluku ini maka
tidak mengherankan jika sejak abad ke-15 hingga abad ke-19 kawasan ini
menjadi wilayah pereb

utan

antara

bangsa

Spanyol,

Portugis

dan

Belanda.Sejak awal diketahui bahwa di daerah ini terdapat dua kerajaan besar
bercorak Islam, yakni Ternate dan Tidore.Kedua kerajaan ini terletak di
sebelah barat pulau Halmahera di Maluku Utara.Kedua kerajaan itu pusatnya
masing-masing di Pulau Ternate dan Tidore, tetapi wilayah kekuasaannya
mencakup sejumlah pulau di Kepulauan Maluku dan Papua.

b. Uraian Kerajaan Islam di Maluku ______________________________________


Kerajaan Ternate dikenal sebagai pemimpin Uli Lima, yaitu persekutuan
lima bersaudara dengan wilayahnya meliputi Ternate, Obi, Bacan, Seram dan
Ambon. Sementara Kerajaan Tidore dikenal sebagai pemimpin Uli Siwa, yakni
Persekutuan Sembilan (persekutuan Sembilan Saudara) dengan wilayahnya
67

Kerajaan Islam di Nusantara

meliputi pulau pulau Makyan, Jailolo, atau Halmahera, dan pulau-pulau di


daerah tersebut sampai dengan wilayah Papua.
Sejarah Kerajaan Ternate
Masuknya Islam ke Maluku erat
kaitannya

dengan

kegiatan

perdagangan. Pada abad ke-15, para


pedagang dan ulama dari Malaka dan
Jawa menyebarkan Islam ke sana. Dari
sini muncul empat kerajaan Islam di
Maluku yang disebut Maluku Kie Raha
(Maluku Empat Raja) yaitu Kesultanan
Ternate yang dipimpin Sultan Zainal Abidin (1486-1500), Kesultanan Tidore
yang dipimpin oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo yang dipimpin oleh
Sultan Sarajati, dan Kesultanan Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko.
Pada masa kesultanan itu berkuasa, masyarakat muslim di Maluku
sudah menyebar sampai ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan Halmahera.
Kerajaan Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah Pulau Halmahera
(Maluku Utara) adalah dua kerajaan yang memiliki peran yang menonjol dalam
menghadapi

kekuatan-kekuatan

Maluku.Dalam

perkembangan

asing

yang

mencoba

selanjutnya, kedua kerajaan

menguasai
ini

bersaing

memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku.Kerajaan Ternate dan


Tidore merupakan daerah penghasil rempah-rempah, seperti pala dan
cengkeh, sehingga daerah ini menjadipusat perdagangan rempah-rempah.
Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian (Papua), dikuasaioleh
Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo, dan
Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh
Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada
masa Sultan Baabullah, sedangkan Kerajaan Tidore mencapai puncak

68

Kerajaan Islam di Nusantara

kejayaannya pada masa Sultan Nuku.Persaingan di antara kerajaan Ternate


dan Tidore adalah dalam perdagangan. Dari persaingan ini menimbulkan dua
persekutuan dagang, masing-masing menjadi pemimpin dalam persekutuan
tersebut, yaitu:
1. Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi
Bacan, Seram, Obi, dan Ambon. Pada masa Sultan Baabulah, Kerajaan
Ternate

mencapai

aman

keemasan

dan

disebutkan

daerah

kekuasaannya meluas ke Filipina.


2. Uli-Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore
meliputi

Halmahera,

Jailalo

sampai

ke

Papua.

Kerajaan

Tidore

mencapai aman keemasan di bawah pemerintahan Sultan Nuku.


Kerajaan-kerajaan Islam lainnya yang berkembang adalah Kesultanan
Palembang yang didirikan oleh Ki Gedeng Suro, Kerajaan Bima di
daerah bagian timur Sumbawa, dengan rajanya La Kai, Siak Sri
Indrapura yangdidirikan oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan masih
banyak lagi Kerajaan Islam kecil lainnya di Indonesia.
Letak Kerajaan
Secara geografis kerajaan ternate dan tidore terletak di Kepulauan
Maluku, antara sulawesi dan irian jaya letak terletak tersebut sangat strategis
dan penting dalam dunia perdagangan masa itu. Pada masa itu, kepulauan
maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar sehingga di juluki
sebagai The Spicy Island. Rempah-rempah menjadi komoditas utama dalam
dunia perdagangan pada saat itu, sehingga setiap pedagang maupun bangsabangsa yang datang dan bertujuan ke sana, melewati rute perdagangan
tersebut agama islam meluas ke maluku, seperti Ambon, ternate, dan tidore.
Keadaan

seperti

ini,

telah

mempengaruhi

aspek-aspek

kehidupan

masyarakatnya, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

69

Kerajaan Islam di Nusantara

A. Kehidupan Politik
Di kepulauan maluku terdapat kerajaan kecil, diantaranya kerajaan
ternate sebagai pemimpin Uli Lima yaitu persekutuan lima bersaudara. Uli
Siwa yang berarti persekutuan sembilan bersaudara.Ketika bangsa portugis
masuk, portugis langsung memihak dan membantu ternate, hal ini dikarenakan
portugis mengira ternate lebih kuat.Begitu pula bangsa spanyol memihak
tidore akhirnya terjadilah peperangan antara dua bangsa kulit, untuk
menyelesaikan, Paus turun tangan dan menciptakan perjanjian saragosa.Dalam
perjanjian tersebut bangsa spanyol harus meninggalkan maluku dan pindah ke
Filipina,

sedangkan

Portugis

tetap

berada

di

maluku.

Sultan Hairun
Untuk dapat memperkuat kedudukannya, portugis mendirikan sebuah benteng
yang di beri nama Benteng Santo Paulo. Namun tindakan portugis semakin
lama di benci oleh rakyat dan para penjabat kerajaan ternate.Oleh karena itu
sultan hairun secara terang-terangan menentang politik monopoli dari bangsa
portugis.

Sultan Baabullah
Sultan baabullah (Putra Sultan Hairun) bangkit menentang portugis.Tahun
1575 M Portugis dapat dikalahkan dan meninggalkan benteng.

B. Kehidupan Ekonomi
Tanah di Kepulauan maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang
banyak memberikan hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda
banyak menghasilkan pala.Pada abad ke 12 M permintaan rempah-rempah
meningkat, sehingga cengkeh merupakan komoditi yang penting.Pesatnya
perkembangan perdagangan keluar dari maluku mengakibatkan terbentuknya
70

Kerajaan Islam di Nusantara

persekutuan.Selain

itu

mata

pencaharian

perikanan

turut

mendukung

perekonomian masyarakat.
C. Kehidupan Sosial
Kedatangan bangsa portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk
menjalin perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah.Bangsa Portugis juga
ingin mengembangkan agama katholik.Dalam 1534 M, agama Katholik telah
mempunyai pijakan yang kuat di Halmahera, Ternate, dan Ambon, berkat
kegiatan Fransiskus Xaverius.
Seperti sudah diketahui, bahwa sebagian dari daerah maluku terutama
Ternate sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak
jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk
memancing

pertentangan

antara

para

pemeluk

agama

itu.

Dan

bila

pertentangan sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan


campur

tangannya

orang-orang

Portugis

dalam

bidang

pemerintahan,

sehingga seakan-akan merekalah yang berkuasa.

Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang sudah


memeluk agama Katholik harus berganti agama menjadi Protestan.Hal ini
menimbulkan masalah-masalah sosial yang sangat besar dalam kehidupan
rakyat dan semakin tertekannya kehidupan rakyat.
Keadaan ini menimbulkan amarah yang luar biasa dari rakyat Maluku kepada
kompeni Belanda.Di Bawah pimpinan Sultan Ternate, perang umum berkobar,
namun

perlawanan

tersebut

dapat

dipadamkan

oleh

kompeni

Belanda.Kehidupan rakyat Maluku pada zaman kompeni Belanda sangat


memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang Kompeni Belanda.

71

Kerajaan Islam di Nusantara

D. Kehidupan Budaya
Rakyat

Maluku,

yang

didominasi

oleh

aktivitas

perekonomian

tampaknya tidak begitu banyak mempunyai kesempatan untuk menghasilkan


karya-karya dalam bentuk kebudayaan. Jenis-jenis kebudayaan rakyat
Maluku tidak begitu banyak kita ketahui sejak dari zaman berkembangnya
kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate dan Tidore.
E. Penyebab Kemunduran Kerajaan Ternate
Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan
Kerajaan Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol )
yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut.
Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu
domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil
mengusir

Portugis

dan

Spanyol

ke

luar

Kepulauan

Maluku.

Namun

kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda
untuk

menguasai

perdagangan

rempah-rempah

di

Maluku

berhasil

menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan
terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan Tidore - Maluku
Sejarah kerajaan islam kesultanan tidore maluku.
Kesultanan Tidore merupakan salah satu kerajaan Islam
yang berada di kepulauan Maluku.Kesultanan ini berpusat
di wilayah Kota Tidore Maluku Utara.Masa kejayaan
kesultanan Tidore terjadi sekitar abad ke-16 sampai abad
ke-18.Pada masa kejayaannya kerajaan ini menguasai
sebagian besar Halmahera selatan, Pulau Buru, Ambon,
dan

banyak

pulau-pulau

di

pesisir

Papua

barat.

Sultan Saifuddin
(1657-1689)
foto : wikipedia

Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima

72

Kerajaan Islam di Nusantara

Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate


saingannya yang bersekutu dengan Portugis. Setelah mundurnya Spanyol dari
wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari pihak Portugis sebagai
pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah
kerajaan

paling

independen

di

wilayah

Maluku.

Terutama

di

bawah

kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689), Tidore berhasil


menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah
merdeka hingga akhir abad ke-18.
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam
kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam .Hal itu dapat
dilihat pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis
melakukan perdamaian dengan mengangkatsumpah dibawah kitab suci AlQuran.

Sejarah Pendirian
Pada tahun 1495 M syariat islam mulai digunakan dalam system
pemerintahan kerajaan. Gelar raja berubah menjadi Sultan.Sultan Ciriliyati
naik tahta dan menjadi penguasa Tidore pertama yang memakai gelar
Sultan.Saat itu, pusat kerajaan berada di Gam Tina. Ketika Sultan Mansyur
naik tahta tahun 1512 M, ia memindahkan pusat kerajaan dengan mendirikan
perkampungan baru di Rum Tidore Utara.Posisi ibukota baru ini berdekatan
dengan Ternate, dan diapit oleh Tanjung Mafugogo dan pulau Maitara.Dengan
keadaan laut yang indah dan tenang, lokasi ibukota baru ini cepat berkembang
dan menjadi pelabuhan yang ramai.
Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali perpindahan ibukota karena
sebab yang beraneka ragam. Pada tahun 1600 M, ibukota dipindahkan oleh
Sultan Mole Majimo(Ala ud-din Syah) ke Toloa di selatan Tidore. Perpindahan
ini disebabkan meruncingnya hubungan dengan Ternate, sementara posisi
ibukota sangat dekat, sehingga sangat rawan mendapat serangan. Pendapat
73

Kerajaan Islam di Nusantara

lain menambahkan bahwa, perpindahan didorong oleh keinginan untuk


berdakwah membina komunitas Kolano Toma Banga yang masih animis agar
memeluk Islam. Perpindahan ibukota yang terakhir adalah ke Limau Timore di
masa Sultan Saif ud-din (Jou Kota). Limau Timore ini kemudian berganti nama
menjadi Soa-Sio hingga saat ini.

Masa Kejayaan
Masa kejayaan Kesultanan Tidore ketika pada masa pemerintahan
Sultan Nuku (1780-1805 M).Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan
Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris.Belanda
kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate.Sementara itu, Inggris tidak
mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa.Sultan Nuku memang
cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak
diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga
kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup
luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan
Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin.Ia juga giat
menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.

Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah


Maluku.Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi
oleh Bangsa-bangsa Eropa.Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain
Portugis, Spanyol, dan Belanda.

Wilayah Kekuasaan
Pada masa kejayaannya, wilayah kerajaan Tidore mencakup kawasan
yang cukup luas hingga mencapai Kepulauan Pasifik.Wilayah sekitar pulau
Tidore yang menjadi bagian wilayahnya adalah Papua, gugusan pulau-pulau
Raja Ampat dan pulau Seram. Di Kepulauan Pasifik, kekuasaan Tidore

74

Kerajaan Islam di Nusantara

mencakup Mikronesia, Kepulauan Marianas, Marshal, Ngulu, Kepulauan Kapita


Gamrange, Melanesia, Kepulauan Solomon dan beberapa pulau yang masih
menggunakan identitas Nuku, seperti Nuku Haifa, Nuku Oro, Nuku Maboro
dan Nuku Nau. Wilayah lainnya yang termasuk dalam kekuasaan Tidore
adalah Haiti dan Kepulauan Nuku Lae-lae, Nuku Fetau, Nuku Wange dan Nuku
Nono.

Struktur Pemerintahan
Sistem pemerintahan di Tidore cukup mapan dan berjalan dengan
baik.Struktur tertinggi kekuasaan berada di tangan sultan.Menariknya, Tidore
tidak mengenal sistem putra mahkota sebagaimana kerajaan-kerajaan lainnya
di kawasan Nusantara.Seleksi sultan dilakukan melalui mekanisme seleksi
calon-calon yang diajukan dari Dano-dano Folaraha (wakil-wakil marga dari
Folaraha), yang terdiri dari Fola Yade, Fola Ake Sahu, Fola Rum dan Fola
Bagus.Dari nama-nama ini, kemudian dipilih satu di antaranya untuk menjadi
sultan.
Ketika Tidore mencapai masa kejayaan di era Sultan Nuku, sistem
pemerintahan di Tidore telah berjalan dengan baik.Saat itu, sultan (kolano)
dibantu oleh suatu Dewan Wazir, dalam bahasa Tidore disebut Syara, adat se
nakudi.Dewan ini dipimpin oleh sultan dan pelaksana tugasnya diserahkan
kepada Joujau (perdana menteri).Anggota Dewan wazir terdiri dari Bobato
pehak raha (empat pihak bobato; semcam departemen) dan wakil dari wilayah
kekuasan.Bobato ini bertugas untuk mengatur dan melaksanakan keputusan
Dewan Wazir. Empat bobato tersebut adalah:
1.)

Pehak labe, semacam departemen agama yang membidangi masalah

syariah. Anggota pehak labe terdiri dari para kadhi, imam, khatib dan
modem
2.) Pehak adat bidang pemerintahan dan kemasyarakatan yang terdiri dari
Jojau, Kapita Lau (panglima perang), Hukum Yade (menteri urusan luar),

75

Kerajaan Islam di Nusantara

Hukum Soasio (menteri urusan dalam) dan Bobato Ngofa (menteri urusan
kabinet).
3.) Pehak Kompania (bidang pertahanan keamanan) yang terdiri dari Kapita
Kie, Jou Mayor dan Kapita Ngofa.
4.)Pehak juru tulis yang dipimpin oleh seorang berpangkat Tullamo
(sekretaris kerajaan). Di bawahnya ada Sadaha (kepala rumah tangga),
Sowohi Kie (protokoler kerajaan bidang kerohanian), Sowohi Cina
(protokoler khusus urusan orang Cina), Fomanyira Ngare (public relation
kesultanan) dan Syahbandar (urusan administrasi pelayaran).

Selain itu masih ada jabatan lain yang membantu menjalankan tugas
pemerintahan, seperti Gonone yang membidangi intelijen dan Serang oli yang
membidangi urusan propaganda.

Kehidupan Sosial Budaya


Tidore telah menjadi pusat pengembangan agama Islam di kawasan
kepulauan timur Indonesia sejak dulu kala.Karena kuatnya pengaruh agama
Islam dalam kehidupan mereka, maka para ulama memiliki status dan peran
yang penting di masyarakat. Kuatnya relasi antara masyarakat Tidore dengan
Islam tersimbol dalam ungkapan adat mereka: Adat ge mauri Syara, Syara
mauri Kitabullah (Adat bersendi Syara, Syara bersendi Kitabullah). Perpaduan
ini berlangsung harmonis hingga saat ini
Berkenaan dengan garis kekerabatan, masyarakat Tidore menganut
sistem matrilineal.Namun, tampaknya terjadi perubahan ke arah patrilineal
seiring dengan menguatnya pengaruh Islam di Tidore.Klen patrilineal yang
terpenting mereka sebut soa.Dalam sistem adat Tidore, perkawinan ideal
adalah perkawinan antar saudara sepupu (kufu).Setelah pernikahan, setiap
pasangan baru bebas memilih lokasi tempat tinggal, apakah di lingkungan
kerabat suami atau istri.Dalam antropologi sering disebut dengan utrolokal.

76

Kerajaan Islam di Nusantara

Dalam usaha untuk menjaga keharmonisan dengan alam, masyarakat Tidore


menyelenggarakan berbagai jenis upacara adat. Di antara upacara tersebut
adalah upacara Legu Gam Adat Negeri, upacara Lufu Kie daera se Toloku
(mengitari wilayah diiringi pembacaan doa selamat), upacara Ngam Fugo, Dola
Gumi, Joko Hale dan sebagainya.
Untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, orang Tidore
menggunakan

bahasa

Tidore

yang

tergolong

dalam

rumpun

non-

Austronesia.Dengan bahasa ini pula, orang Tidore kemudian mengembangkan


sastra lisan dan tulisan.Bentuk satra lisan yang populer adalah dola bololo
(semacam peribahasa atau pantun kilat), dalil tifa (ungkapan filosofis yang
diiringi alat tifa atau gendang), kabata (sastra lisan yang dipertunjukkan oleh
dua regu dalam jumlah yang genap, argumennya dalam bentuk syair,
gurindam, bidal dsb).Sebagian di antara satra lisan ini disampaikan dan
dipertunjukkan dengan iringan alat tifa, sejenis gendang.Sasra tulisan juga
cukup baik berkembang di Tidore, hal ini bisa dilihat dari peninggalan
manuskrip kesultanan Tidore yang masih tersimpan di Museun Nasional
Jakarta.Dan boleh jadi, manuskrip-manuskrip tersebut masih banyak tersebar
di tangan masyarakat secara individual.
Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, orang-orang Tidore banyak
yang bercocok tanam di ladang.Tanaman yang banyak ditanam adalah padi,
jagung, ubi jalar dan ubi kayu.Selain itu, juga banyak ditanam cengkeh, pala
dan

kelapa.Inilah

rempah-rempah

yang

menjadikan

Tidore

terkenal,

dikunjungi para pedagang asing Cina, India dan Arab, dan akhirnya menjadi
rebutan para kolonial kulit putih.

Masuknya Bangsa Eropa Ke Tidore


Sultan kedua Tidore adalah Almansur yang naik takhta pada tahun 1512
dan kemudian ia menetapkan Mareku sebagai pusat pemerintahan. Ia adalah
Sultan yang menerima kedatangan Spanyol di Tidore untuk beraliansi secara

77

Kerajaan Islam di Nusantara

strategis sebagai jawaban atas aliansi yang dibangun oleh Ternate dan
Portugis. Spanyol tiba di Tidore pada tanggal 8 November 1521, turut serta
dalam rombongan kapal armada Magellan, Pigafetta, seorang etnolog dan
sejarawan Italia.

Sultan Almansur memberikan tempat bagi Spanyol untuk melakukan


perdagangan di Tidore.Sepotong kain merah ditukar dengan cengkih satu
bahar (550 pon), 50 pasang gunting dengan satu bokor cengkih, tiga buah
gong dengan dua bokor cengkih.Dengan cepat cengkih di seluruh Tidore
ludes, sehingga harus dicari di tempat lain seperti Moti, Makian dan
Bacan.Demikianlah

kerjasama

antara

Tidore

dan

Spanyol

semakin

berkembang, tidak hanya di bidang perekonomian tetapi juga di bidang militer.


Pada tahun 1524, didasari persaingan ekonomi berupa penguasaan
wilayah perdagangan rempah-rempah, pasukan gabungan Ternate dan
Portugis yang berjumlah 600 orang menyerbu Tidore dan berhasil masuk ke
ibukota Mareku. Hal yang menarik adalah, meski serangan gabungan tersebut
mencapai ibukota Tidore, mereka tidak dapat menguasai Tidore sepenuhnya
dan berhasil dipukul mundur beberapa waktu kemudian.Dua tahun berikutnya
(1526) Sultan Almansur wafat tanpa meninggalkan pengganti.
Kegagalan

serangan

tersebut

berujung

dilakukannya

perjanjian

Zaragosa antara Raja Portugis, John III dan Raja Spanyol, Charles V pada
tahun 1529.Dengan imbalan sebesar 350.000 ducats, Charles V bersedia
melepaskan klaimnya atas Maluku, namun demikian hal tersebut tidak serta
merta

menyebabkan

seluruh

armada

Spanyol

keluar

dari

Maluku.

Pada tahun yang sama dengan Perjanjian Zaragosa, putera bungsu


Almansur, Amiruddin Iskandar Zulkarnaen, dilantik sebagai Sultan Tidore
dengan dibantu oleh Kaicil Rade seorang bangsawan tinggi Kesultanan Tidore
sebagai Mangkubumi. Dimasanya terjadi tribulasi, ketika Gubernur Portugis di
Ternate, Antonio Galvao, memutuskan untuk kembali meyerang Tidore.

78

Kerajaan Islam di Nusantara

Pasukan Portugis mendapatkan kemenangan atas Tidore pada tanggal 21


Desember 1536 dan mengakibatkan Tidore harus menjual seluruh rempahrempahnya kepada Portugis dengan imbalan Portugis akan meninggalkan
Tidore.
Pada tahun 1547, Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnaen wafat dan
digantikan oleh Sultan Saifuddin, demikian pula tongkat estafet kesultanan
berikutnya, berturut-turut Kie Mansur, Iskandar Gani dan Gapi Baguna hingga
tahun 1599. Pada era tersebut tidak terjadi sesuatu yang luar biasa di
Kesultanan Tidore, kecuali pada tahun 1578 Portugis membangun Benteng
Dos Reis Mogos di Tidore.Namun demikian benteng tersebut tidak
mencampuri

urusan

internal

kesultanan.

Kejadian penting lainnya yang patut dicatat adalah terjadinya unifikasi


kekuatan Portugis dan Spanyol di Maluku di bawah pimpinan Raja Spanyol
pada tahun 1580.Sehingga demikian semua benteng Portugis dan Spanyol di
seluruh

kepulauan

Maluku

dapat

digunakan

oleh

kedua

belah

pihak.

Unifikasi ini sebenarnya didahului oleh kejadian sebelumnya, yaitu


penaklukan benteng Portugis-Gamlamo di Ternate oleh Sultan Babullah,
Sultan Ternate terbesar, pada tanggal 26 Desember 1575. Menyerahnya
Gubernur Portugis terakhir di Maluku, Nuno Pareira de Lacerda, menunjukkan
berakhirnya kekuasaan Portugis di Nusantara.Hal ini mengakibatkan mau tidak
mau armada perang Portugis membentuk persekutuan dengan Spanyol di
kepulauan Maluku.

Pada tanggal 26 Maret 1606, Gubernur Jenderal Spanyol di Manila, Don


Pedro da Cunha, mulai membaca gerak-gerik VOC-Belanda memperluas
wilayah

dagangnya

hingga

Maluku.

Karena

merasa

terancam

dengan

kehadiran armada dagang VOC-Belanda yang mulai menjalin kerjasama


dengan Kesultanan Ternate, ia memimpin pasukan menggempur Benteng

79

Kerajaan Islam di Nusantara

Gamlamo tentu saja dengan bantuan dari Tidore yang pada waktu itu dipimpin
oleh Sultan Mole Majimu.
Spanyol berhasil menguasai Benteng Gamlamo di Ternate, tetapi tidak
lama setelah itu VOC Belanda berhasil pula membuat benteng yang kemudian
disebut sebagai Fort Oranje pada tahun 1607 di sebelah timur laut Benteng
Gamlamo serta membangun garis demarkasi militer dengan Spanyol. Paulus
van Carden ditujuk sebagai Gubernur Belanda pertama di Kepulauan Maluku.
Ketika Sultan Tidore ke 12 memerintah yaitu Sultan Saifudin, pada
tahun 1663 secara mengejutkan Spanyol menarik seluruh kekuatannya dari
Ternate, Tidore dan Siau yang berada di Sulawesi Utara ke Filipina. Gubernur
Jenderal Spanyol yang berada Manila, Manrique de Lara, membutuhkan semua
kekuatan untuk mempertahankan Manila dari serangan bajak laut Cina,
Coxeng. Gubernur Spanyol di Maluku, Don Francisco de Atienza Ibanez,
nampak meninggalkan kepulauan Maluku pada bulan Juni 1663. Maka
berakhirlah kekuasaan Spanyol di Kepulauan Maluku.
Dengan tiadanya dukungan militer dari Spanyol, otomatis kekuatan
Tidore melemah dan VOC-Belanda menjadi kekuatan militer terbesar satusatunya di kepulauan yang kaya dengan rempah-rempah itu. Akhirnya Sultan
Saifudin kemudian melakukan perjanjian dengan Laksamana Speelman dari
VOC-Belanda pada tanggal 13 Maret 1667 yang mana isinya adalah : (1) VOC
mengakui hak-hak dan kedaulatan Kesultanan Tidore atas Kepulauan Raja
Empat dan Papua daratan (2) Kesultanan Tidore memberikan hak monopoli
perdagangan
Batavia

rempah-rempah
kemudian

dalam

mengeluarkan

wilayahnya
Ordinansi

untuk

kepada
Tidore

VOC.
yang

membatasi produksi cengkeh dan pala hanya pada Kepulauan Banda dan
Ambon.Di luar wilayah ini semua pohon rempah diperintahkan untuk
dibasmi.Pohon-pohon rempah yang berlebih ditebang untuk mengurangi
produksi rempah sampai seperempat dari masa sebelum VOC-Belanda
memegang kendali perdagangan atas Maluku

80

Kerajaan Islam di Nusantara

Apa yang dilakukan oleh VOC-Belanda tersebut, yaitu memusnahkan


atau eradikasi pohon-pohon cengkih di Kepulauan Maluku, disebut sebagai
Hongi Tochten. Kesultanan Ternate sebenarnya telah terlebih dahulu
mengadakan perjanjian yang berkenaan dengan Hongi Tochten pada tahun
1652 kemudian disusul oleh Tidore beberapa waktu berikutnya setelah Tidore
mengakui kekuatan ekonomi-militer Belanda di Maluku. Pihak kesultanan
menerima imbalan tertentu (recognitie penningen) dari pihak VOC akibat
operasi ini.Hongi Tochten dilakukan akibat banyaknya penyelundup yang
memasarkan cengkih ke Eropa sehingga harga cengkih menjadi turun drastis.
Sepeninggal Sultan Saifudin, Kesultanan Tidore semakin melemah.
Banyaknya pertentangan dan pemberontakan di kalangan istana kesultanan
menyebabkan Belanda dengan begitu mudah mencaplok sebagian besar
wilayah Tidore.Hal ini mencapai puncaknya hingga pemerintahan Sultan
Kamaluddin (1784-1797), dimana sejarawan mencatat bahwa sultan ini
memiliki perangai yang kurang baik.Namun demikian lambat laun situasi mulai
berubah ketika Tidore memiliki Sultan yang terbesar sepanjang sejarah
mereka yaitu Sultan Nuku.
Pada tahun 1780, Nuku memproklamasikan dirinya sebagai Sultan
Tidore dan menyatakan bahwa kesultanan-nya sebagai wilayah yang merdeka
lepas dari kekuasaan VOC-Belanda. Kesultanan Tidore yang dimaksudkan
olehnya meliputi semua wilayah Tidore yang utuh yaitu : Halmahera Tengah
dan Timur, Makian, Kayoa, Kepulauan Raja Ampat, Papua Daratan, Seram
Timur, Kepulauan Keffing, Geser, Seram Laut, Kepulauan Garang, Watubela
dan Tor.
Setelah berjuang beberapa tahun, Sultan Nuku memperoleh kemenangan
yang gemilang.Ia berhasil membebaskan Kesultanan Tidore dari kekuasaan
Belanda

dan

mengembalikan

pamornya.

Penghujung

abad

ke-18

dan

permulaan abad ke-19 adalah era keemasan Tidore di bawah Nuku.Pada titik
ini, kebesaran Sultan Nuku dapat dibandingkan dengan keagungan Sultan

81

Kerajaan Islam di Nusantara

Babullah

yang

telah

mengusir

Portugis

dari

Ternate.

Kemenangan-kemenangan yang diraih Sultan Nuku juga tidak lepas dari


kondisi politik yang terjadi di negeri Belanda.Tahun 1794, Napoleon
Bonaparte menyerbu Belanda yang mengakibatkan Raja Willem V mengungsi
ke Inggris.Selama menetap di Inggris, ia mengeluarkan instruksi ke seluruh
Gubernur Jenderal daerah jajahannya agar menyerahkan daerahnya ke Inggris
supaya

tidak

jatuh

ke

tangan

Perancis.Tahun

1796,

Inggris

menduduki.Ditambah dengan bubarnya VOC pada Desember 1799, maka hal


ini

semakin

memperlemah

kedudukan

Belanda

di

Kepulauan

Maluku.

Tetapi pada tanggal 14 November 1805, Tidore kehilangan seorang


sultan yang pada masa hidupnya dikenal sebagai Jou Barakati atau di
kalangan orang Inggris disapa dengan Lord of Forrtune. Wafatnya Sultan
Nuku dalam usia 67 tahun tidak hanya membawa kesedihan bagi rakyat
Malaku, tetapi juga memberikan kedukaan bagi rakyat Tobelo, Galela dan
Lolada

yang

telah

bergabung

ke

dalam

barisan

Nuku

sejak

awal

perjuangannya.
Selain memiliki kecerdasan dan karisma yang kuat, Sultan Nuku
terkenal akan keberanian dan kekuatan batinnya. Ia berhasil mentransformasi
masa lalu Maluku yang kelam ke dalam era baru yang mampu memberikan
kepadanya kemungkinan menyeluruh untuk bangkit dan melepaskan diri dari
segala

bentuk

keterikatan,

ketidakbebasan

dan

penindasan.

Kemunduran Kerajaan Tidore


Mundurnya Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan
Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis )
yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut.
Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah Diadu
Domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil
mengusir

Portugis

dan

Spanyol

ke

luar

Kepulauan

Maluku.

Namun

82

Kerajaan Islam di Nusantara

kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda
untuk

menguasai

perdagangan

rempah-rempah

di

Maluku

berhasil

menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan
terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

83

Kerajaan Islam di Nusantara


DAFTAR PUSTAKA
https://ms.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Perlak
https://adisuseno.wordpress.com/2010/07/30/kerajaan-perlak-kerajaan-islam-indonesia-yang-pertama/
http://chaerolriezal.blogspot.co.id/2014/02/kerajaan-islam-yang-pertama-di.html
http://kota-islam.blogspot.co.id/2014/03/sejarah-kerajaan-islam-perlak-sumatera.html
http://historia.id/agama/syiah-di-nusantara
http://www.sejarah-negara.com/masuknya-islam-zaman-kerajaan-perlak-di-sumatra/
http://achmadfauzi24.blogspot.co.id/2013/10/kerajaan-banten-dan-cirebon.html
http://dokumen.tips/documents/sejarah-kerajaan-cirebon.html
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/2007-1-00150-MD%20Bab%201.pdf
http://eprints.uny.ac.id/18597/3/Skripsi%20BAB%20I%2010406241005.pdf
http://muhnoviyanto.blogspot.co.id/2013/03/makalah-sejarah_6332.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Cirebon
http://www.Cirebon kota.go.id
Argadikusuma, E.Nurmas, (1998), Baluari Keraton Kesepuhan. Cirebon.
http://www.btpnkl.edu.mycerdik.net/bahan-sejarah/definisi-keraton kesepuhan cirebon
http://id.wikipedia.org/wiki/keraton_kesepuhan

84

Anda mungkin juga menyukai