Anda di halaman 1dari 21

JUDUL PROPOSAL

PENELITIAN ASUHAN KEBIDANAN TERHADAP NY.I DENGAN HIPERTENSI


DI BPM

Disusun oleh

INDAH WAHYUNI SY

1816019

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANCA BHAKTI PROGRAM

STUDI D III KEBIDANAN BANDAR LAMPUNG

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga proposal penelitian
tentang faktor-faktor pendukung terjadi hipertensi pada kehamilan selesai tepat pada
waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang telah memberikan materi
dan pengarahan dalam penulisan makalah ini serta teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga proposal penelitian ini bisa disusun dengan baik dan
rapi. Kami berharap semoga proposal penelitian ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca.

Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya ptoposal penelitian selanjutnya yang lebih baik lagi.

Bandar Lampung, oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

JUDUL …………………………………………………………… 1
KATA PENGANTAR …………………………………………….2
DAFTAR ISI …………………………………………………………….3
BAB I …………………………………………………………………….4
PENDAHULUAN …………………………………………………….4
LATAR BELAKANG …………………………………………….4
a. Rumusan masalah …………………………………………….5
b. Tujuan …………………………………………………….5
BAB II…………………………………………………………………….6
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….6
a. Definisi …………………………………………………….6
b. Faktor penyebab hipertensi …………………………………….7
c. Klasifikasi hipertensi …………………………………………….9
d. Diagnosa hipertensi dan pemeriksaan penunjang …………….14
e. Penanganan hipertensi …………………………………….15
f. Kerangka teori…………………………………………………….17
g. Kerangka konsep …………………………………………….17
h. Hipotesis …………………………………………………….18
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….19

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis, dimana keadaan tersebut merupakan


suatu fase teristimewa dalam kehidupan seorang wanita. Beberapa ibu hamil tersebut
bisa melewatinya dengan ceria hingga melahirkan, tetapi juga tidak jarang yang
mengalami masalah kesehatan dalam kehamilannya. Masalah kesehatan yang sering
muncul pada kehamilan salah satunya adalah hipertensi dalam kehamilan (Yohanna,
Yovita, & Yessica, 2011).

Penyakit hipertensi dalam kehamilan ini salah satunya diakibatkan oleh perubahan
pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah yang terjadi sebelum kehamilan,
komplikasi selama masa kehamilan atau pada awal pasca partum. Perubahan
kardiovaskuler disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload dan penurunan cardiac
preload, sedangkan pada pembuluh darah terjadi vasokonstriksi arteriol, vasospasme
sistemik dan dan kerusakan pada pembuluh darah (Reeder, Martin, & Griffin, 2011).

Hipertensi dalam kehamilan adalah suatu kondisitekanan darah sistol diatas 140
mmHg dan diastol diatas 90 mmHg atau peningkatan tekanan sistolik sebesar 30
mmHg atau lebih atau peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau lebih diatas nilai
dasar yang mana diukur dalam dua keadaan, minimal dalam jangka waktu 6 jam
(Reeder dkk, 2011). Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15 % penyulit
kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan
morbiditas ibu bersalin ( Prawirohardjo, 2013).

Masalah kesehatan yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan hipertensi adalah
nyeri, perubahan perfusi jaringan, risiko cedera, kelebihan volume cairan dan lain-
lain. Rencana tindakan yang dapat dilakukan pada ibu hamil yang menunjukkan
gejala awal hipertensi adalah pemantauan nadi dan tekanan darah, berkolaborasi
dalam memberikan obat anti hipertensi, menganjurkan ibu melakukan tirah baring
dengan posisi miring kiri(Mitayani, 2011). Perencanaan yang dilakukan merupakan

4
salah satu cara untuk mencegah terjadinya dampak hipertensi dalam kehamilan.
Dampak yang mungkin terjadi diantaranya adalah terjadinya eklampsia, pre
eklampsiasolusio plasenta, terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus dan
kelahiran prematur (Mitayani, 2011).

Di Indonesia, hipertensi kehamilan masih merupakan salah satu penyebab kematian


ibu berkisar 1,5% sampai 25%, sedangkan kematian bayi antara 45% sampai 50% (3).
Angka kejadian hipertensi pada kehamilan di Provinsi Lampung tahun 2012 sebesar
4,21%. Sedangkan angka kejadian di Bandar Lampung lebih tinggi yaitu sebesar
6,97% . Berdasarkan presurvey peneliti pada bulan Februari 2014 diperoleh data pada
bulan Januari s.d Desember 2013 terdapat 56 (25,11%) ibu hamil yang mengalami
hipertensi dari 223 orang Ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di wilayah
kerja Puskesmas Kota Karang Bandar Lampung.

B. Rumusan masalah
Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya hipertensi pada kehamilan?

C. Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui penyebab kejadian hipertensi pada kehamilan

b. Tujuan khusus
1) Mengetahui tentang faktor penyebab kejadian hipertensi
2) Mengetahui faktor apa yang berperan dalam kejadian hipertensi
3) Mengetahui cara tanda gejala serta cara penanganan hipertensi

c. Manfaat
 Diharapkan dapat mengaplikasiksan dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan penulis dalam menerapkan asuhan
kebidanan pada ibu hamil dengan hipertensi yang telah dipelajari.
 Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran untuk
pengembangan ilmu dalam penerapan asuhan keperawatan pada pada
ibu hamil dengan hipertensi.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hipertensi dalam kehamilan adalah suatu kondisi dalam kehamilan dimana tekanan
darah sistol diatas 140 mmHg dan diastol diatas 90 mmHg atau adanya peningkatan
tekanan sisstolik sebesar 30 mmHg atau lebih atau peningkatan diastolik sebesar 15
mmHg atau lebih diatas nilai dasar yang mana diukur dalam dua keadaan, minimal
dalam jangka waktu 6 jam (Reeder dkk, 2011).
Hipertensi dalam kehamilan ialah tekanan darah sistolik dan sistolik ≥140/90 mmHg
pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam.
Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik ≥
15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi (Prawirohardjo,
2013).
Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan :
a. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum usia
kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis
setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai
12 minggu pasca persalinan.
b. Preeklamsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria.
c. Eklamsi adalah preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang sampai dengan
koma.
d. Hipertensi kronik dengan superposed preeklamsi adalah hipertensi kronik di
sertai tanda-tanda preeklamsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
Hipertensi gestasional (transient hypertensi) adalah hipertensi yang timbul pada
kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalin atau kehamilan dengan preeklamsi tetapi tanpa proteinuria
(prawirohardjo, 2013).

6
B. FAKTOR PENYEBAB HIPERTENSI
1. Primigravida

Graviditas merupakan faktor risiko yang berkaitan dengan timbulnya


hipertensi dalam kehamilan. Frekuensi kejadian hipertensi sebagai penyulit
kehamilan lebih tinggi pada primigravida daripada multigravida. Hal tersebut
dikarenakan adanya pembentukan blocking antibodies terhadap antigen tak
sempurna dan Human Leucocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang berperan
penting dalam modulasi respon imun, sehingga ibu menolak hasil konsepsi
(plasenta) atau terjadi intoleransi ibu terhadap plasenta dan terjadi hipertensi
selama kehamilan.

2. Riwayat kesehatan

Bahwa wanita yang mengalami hipertensi (preeklampsi-eklamsi) pada


kehamilan pertama akan meningkat mendapatkan preeklampsia pada
kehamilan berikutnya. Karkata (2006).

Kejadian ini dapat diminimalisir dengan dilakukannya penyuluhan pada


setiap ibu hamil untuk dapat mengetahui tanda-tanda bahaya yang bisa saja
terjadi pada saat hamil, terlebih kepada ibu hamil yang mempunnyai riwayat
hipertensi sebelumnya agar bisa lebih memperhatikan makanan, kesehatan ibu
dan janin serta rajin melakukan kontrol kehamilan kepada tenaga kesehatan.
3. Usia
Berdasarkan penelitian istiana dan sri tahun 2017, Berdasarkan analisis
univariat didapatkan rata-rata kehamilan terjadi pada umur reproduksi aman
yaitu 20-35 tahun. Sehingga pada penelitian ini didapat bahwa umur ibu <20
tahun atau ≥35 tahun mempengaruhi faktor risiko kejadian hipertensi pada ibu
hamil dengan risiko 4,9 kali lebih besar terjadinya hipertensi.
Berdasarkan penelitian ratumbuyang, Hipertensi meningkat di umur muda,
sehubungan dengan belum sempurnanya organ-organ yang ada ditubuh
wanita untuk bereproduksi, selain itu faktor psikologis yang cenderung
kurang stabil juga meningkatkan kejadian pre eklampsia di umur muda.

7
Masih banyaknya kejadian hipertensi pada ibu hamil di usia muda ini
mungkin disebabkan masih kurangnya pemahaman orang tentang usia
reproduksi sehat, sehingga banyak yang kawin dan hamil diusia belasan
tahun. Pada kehamilan <20 tahun, keadaan alat reproduksi belum siap untuk
menerima kehamilan akan meningkatnya kejadian hipertensi dalam
kehamilan dan bisa mengarah ke keracunan kehamilan. Umur reproduksi
sehat adalah umur yang aman untuk kehamilan dan persalinan yaitu umur 20-
30 tahun. Sedangkan pada umur 35 tahun atau lebih, dimana pada umur
tersebut terjadi perubahan pada jaringan dan alat kandungan serta jalan lahir
tidak lentur lagi. Pada umur tersebut cenderung didapatkan penyakit lain
dalam tubuh ibu hamil, salah satunya hipertensi dan eklamsi. Pada primipara
sering mengalami stress dalam menghadapi persalinan. Stress emosi yang
terjadi pada primipara menyebabkan peningkatan pelepasan corticotropic-
releasing hormone (CRH) oleh hipothalamus, yang kemudian menyebabkan
peningkatan kortisol. Efek kortisol adalah mempersiapkan tubuh untuk
berespons terhadap semua stresor dengan meningkatkan respons simpatis,
termasuk respons yang ditujukan untuk meningkatkan curah jantung dan
mempertahankan tekanan darah.

4. Obesitas

Obesitas adalah massa tubuh yang meningkat disebabkan jaringan lemak yang
jumlahnya berlebihan.pada orang-orang yang gemuk sering kali terdapat
hipertensi, walaupun sebababnya yang belum jelas . Oleh sebab itu sebaiknya
orang yang terlampau gemuk untuk lebih menurunkan berat badannya. Orang
yang kegemukan biasanya lebih cepat lelah,nafas,sesak jantung berdebar-
debar walaupun aktifitas yang dilaksanakan olehnya tidak seberapa. Karena
senantiasa memikul beban tubuh yang berat maka jantung harus bekerja lebih
berat dan harus bernafas lebih cepat supaya kebutuhan tubuh akan darah dan
oksigen dapat dipenuhi. Oleh sebab itu lama-kelamaan akan mengakibatkan
hipertensi.

5. Stres psikososial

8
hubungan antara stres dengan hipertensi diperkirakan melalui aktifitas saraf
simpatik, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten.apabila
stres menjadi berkepanjangan, akibat tekanan darah akan menetap tinggi.stres
atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bungung, cemas, berdebar-
debar , rasa marah ,dendam,

9
rasa takut,rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan
hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,
sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup
lama,tubuh berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan
organis atau perubahan patologis (fery,2013)

6. Konsumsi garam yang tinggi

Penderita tekanan darah tinggi sering diwajibkan untuk mengurangi konsumsi


garam garam . hal yang terpenting adalah membatasi pengguna garam dalam
upaya mencegah berkembangnya hipertensi. Anjuran kemetrian kesehatan
pada masyrakat umum yang sehat adalah 5 gram atau setara satu sendok the
per hari. Harus diperhatikan bahwa bagian garam yang menyebabkan
hipertensi adalah sodium. Natrium memiliki sifat menarik cairan sehingga
mengonsumsi garam berlebihan atau makan-makanan yang diasinkan dapat
menyebabkan peningkatkan tekanan darah. Orang-orang peka natrium akan
lebih mudah mengikat natrium sehingga menimbulkan retensi cairan dan
peningkatan tekanan darah. Karena sifatnya yang meretensi air sehingga
volume darah menjadi naik dan hal tersebut secara otomatis menaikkan
tekanan darah (uli,2013)

C. Klasifikasi dan tanda gejala hipertensi


Hipertensi pada kehamilan apabila tekanan darahnya ≥140/90 mmHg. Dibagi
menjadi ringan-sedang (140 – 159 / 90 – 109 mmHg) dan berat (≥160/110 mmHg)
(Malha et al., 2018). Hipertensi pada kehamilan dapat digolongkan menjadi:
1. Pre-eklampsia dan Eklampsia
Pre-eklampsia adalah sindrom pada kehamilan (>20 minggu), hipertensi (≥140/90
mmHg) dan proteinuria (>0,3 g/hari). Terjadi pada 2-5% kehamilan dan angka
kematian ibu 12-15% (Malha et al., 2018). Pre-eklampsia juga dapat disertai gejala
sakit kepala, perubahan visual, nyeri epigastrium, dan dyspnoea. Beberapa faktor
telah diidentifikasi terkait dengan peningkatan risiko pre-eklampsia seperti usia,
paritas, pre-eklampsia sebelumnya, riwayat keluarga, kehamilan ganda, kondisi medis
yang sudah ada sebelumnya (diabetes mellitus tipe I), obesitas dan resistensi insulin,
hipertensi kronis, penyakit ginjal, penyakit autoimun, sindrom anti-fosfolipid,
penyakit rematik), merokok, peningkatan indeks massa tubuh (BMI), peningkatan

10
tekanan darah, dan proteinuria. Selain itu, beberapa faktor yang terkait termasuk
keterpaparan sperma yang terbatas, primipaternitas, kehamilan setelah inseminasi
donor / sumbangan oosit / embrio telah ditemukan memainkan peran penting pada
kejadian preeklampsia/eklampsia (Karthikeyan, 2015).

Faktor risiko pre-eklampsia/eklampsia adalah hipertensi kronis, obesitas, dan anemia


parah (Bilano et al., 2014). Faktor risiko utama pre-eklampsia adalah sindrom
antifosfolipid, relative risk, pre-eklampsia sebelumnya, diabetes tipe I, kehamilan
ganda, belum pernah melahirkan (nulliparity), sejarah keluarga, obesitas, usia >40
tahun, hipertensi (English et al., 2015). Sindrom antibodi antifosfolipid, pre-eklampsia
sebelumnya, hipertensi kronik, diabetes tipe I, teknologi pembantu reproduksi dan
BMI (body mass index) sangat berkaitan erat dengan terjadinya pre-eklampsia
(Bartsch et al., 2016).

Patofisiologi pre-eklampsia (Leeman et al., 2016) + Implantasi plasenta abnormal


(cacat pada trofoblas dan spiral arteriol) + Faktor angiogenik (faktor rendahnya
pertumbuhan plasental) + Predisposisi genetik (ibu, ayah, trombofilias) + Fenomena
immunologi + Kerusakan endotelial vaskular dan stres oksidatif
Fitur pre-eklampsia berat (Leeman et al., 2016) + Peningkatan tekanan darah (sistolik
≥ 160 mmHg, diastolik ≥ 110 mmHg) + Peningkatan kreatinin (> 1.1 mg/dL [97
µmol/L] atau ≥ 2x normal) + Disfungsi hati (transamilase ≥ 2x normal atas) atau
nyeri pada tubuh bagian atas + Sakit kepala atau penglihatan kabur + Trombosit <
100x103/µL (100x109/L) + Edema paru
Eklampsia adalah terjadinya kejang pada wanita dengan pre-eklampsia yang tidak
dapat dikaitkan dengan penyebab lainnya (Karthikeyan, 2015). Eklampsia keadaan
darurat yang dapat mengancam jiwa, terjadi pada sebelum, saat, dan setelah
persalinan (antepartum, intrapartum, postpartum). Eklampsia didahului dengan sakit
kepala dan perubahan penglihatan, kemudian kejang selama 60-90 detik (Leeman et
al., 2016).
Prinsip manajemen kejang eklampsia (Leeman et al., 2016)
i) Menjaga kesadaran
ii) Menghindari polifarmasi
iii) Melindungi jalur nafas dan meminimalkan risiko aspirasi
iv) Mencegah cedera pada ibu hamil
v) Pemberian magnesium sulfat untuk mengontrol kejang

11
vi) Mengikuti proses kelahiran normal

Sindrom HELLP (Haemolysis Elevated Liver enzymes Low Platelet count)


HELPP terjadi pada < 1% dari seluruh kehamilan, tetapi terjadi pada 20% komplikasi
kehamilan dengan pre-eklampsia berat. HELPP dapat terjadi pada sebelum, saat dan
setelah kehamilan. Diagnosis cukup sulit karena gejalanya mirip dengan penyakit lain.
Evaluasi membutuhkan tes darah komplit dan tes transaminase hati. Wanita dengan
HELPP sebaiknya diberi magnesium sulfat saat masuk rumah sakit hingga 24-48 jam
setelah persalinan (Leeman et al., 2016).

Waktu persalinan untuk pre-eklampsia (NICE, 2011)


Direncanakan persalinan secara konservatif Dilakukan pengamatan intensif Dilakukan
persalinan sebelum minggu ke-34 jika: terjadi hipertensi berat hingga sesak nafas, ibu
atau janin terancam Merekomendasikan persalinan setelah minggu ke-34 jika tekanan
darah terkontrol Merekomendasikan persalinan dengan waktu 24-48 jam setelah
minggu ke-37 pada pre-eklampsia sedang/ringan.
2. Hipertensi kronis
pada kehamilan Hipertensi kronis pada kehamilan apabila tekanan darahnya ≥140/90
mmHg, terjadi sebelum kehamilan atau ditemukan sebelum 20 minggu kehamilan.
Seringkali merupakan hipertensi esensial / primer, dan didapatkan pada 3,6-9%
kehamilan (Malha et al., 2018). Hipertensi kronis pada kehamilan adalah hipertensi (≥
140/90 mmHg) yang telah ada sebelum kehamilan. Dapat juga didiagnosis sebelum
minggu ke-20 kehamilan. Ataupun yang terdiagnosis untuk pertama kalinya selama
kehamilan dan berlanjut ke periode post-partum (Karthikeyan, 2015). Peningkatan
tekanan darah pada hipertensi kronis terjadi sebelum minggu ke-20 kehamilan, dapat
bertahan lama sampai lebih dari 12 minggu pasca persalinan (Leeman et al., 2016).
Hipertensi, obesitas dan usia merupakan faktor risiko hipertensi kronis. Hipertensi
kronis pada kehamilan meningkatkan risiko pre-eklampsia, pertumbuhan janin,
persalinan dini, dan kelahiran dengan ceasar (Seely and Ecker, 2014).

Wanita hipertensi yang hamil memiliki kecenderungan mengalami preeklampsia,


eklampsia, sindroma HELLP, detachment plasenta, gagal hati, gagal ginjal dan sesak
nafas karena cairan pada paru (Cluver et al., 2017).

12
Hipertensi kronis pada kehamilan umumnya berasal dari hipertensi essensial terlihat
dari riwayat keluarganya. Tetapi bisa juga berasal dari kelainan ginjal parenkim,
hiperplasia fibromuskular atau hiperaldosteronisme hanya saja kasusnya jarang
(Tranquilli et al., 2014).

Hipertensi kronis berat (SBP ≥ 180 mmHg dan atau DBP ≥ 110 mmHg akan disertai
dengan penyakit ginjal, kardiomiopati, koarktasion aorta, retinopati, diabetes (B
sampai F), kolagen vaskular, sindrom antibodi antifosfolipid, preeklampsia. Wanita
hamil dengan hipertensi kronis berat memiliki risiko tinggi terkena stroke, serbral
hemorage, hipertesi encelopati, pre-eklampsia, serangan jantung, gagal ginjal akut,
abruptio plasenta, koagulopati intravaskular diseminata dan kematian (Sibai and
Chames, 2008). Mayoritas wanita hipertensi kronis mengalami penurunan tekanan
darah menjelang akhir trimester pertama sekitar 5-10 mmHg mirip seperti siklus pada
wanita normal. Bahkan ada beberapa yang menjadi normal tekanan darahnya.
Kemudian tekanan darah naik kembali pada trimester ketiga sehingga mirip dengan
hipertensi gestasional. Tetapi hipertensi kronis dapat bertahan sampai lebih dari 12
minggu setelah persalinan (Seely and Ecker, 2014). Wanita hipertensi kronis setelah
persalinan memiliki kemungkinan terkena komplikasi edema pulmonari, hipertensi
enselopati dan gagal ginjal. Sehingga perlu dilakukan terapi anti hipertensi yang baik
untuk mengontrol tekanan darah (Sibai and Chames, 2008).

Penanganan hipertensi kronis pada kehamilan (NICE, 2011)

1) Pemberitahuan bila mengonsumsi ACE inhibitor: + terdapat peningkatan


risiko gangguan kongenital + berdiskusi memilih obat hipertensi alternatif
2) Pemberitahuan bila mengonsumsi chlorothiazide: + terdapat peningkatan
risiko gangguan kongenital dan komplikasi neonatal + berdiskusi memilih
obat hipertensi alternatif
3) Menjaga tekanan darah kurang dari 150/100 mmHg saat kehamilan

Waktu persalinan untuk hipertensi kronik (NICE, 2011) Tekanan darah < 160/110
mmHg dengan atau tanpa obat anti hipertensi tidak diperbolehkan melakukan
persalinan sebelum 37 minggu kehamilan. Tekanan darah < 160/110 mmHg dengan
atau tanpa obat anti hipertensi setelah 37 minggu melakukan konsultasi mengenai hari
persalinan. Persalinan dapat dilakukan setelah kartikosteroids selesai.

13
3. Hipertensi kronis yang disertai pre-eklampsia Orang dengan hipertensi sebelum
kehamilan (hipertensi kronis) memiliki risiko 4-5 kali terjadi pre-eklampsia pada
kehamilannya. Angka kejadian hipertensi kronis pada kehamilan yang disertai pre-
eklampsia sebesar 25%. Sedangkan bila tanpa hipertensi kronis angka kejadian pre-
eklampsia hanya 5% (Roberts et al., 2013; Malha et al., 2018). Hipertensi yang
disertai pre-eklampsia biasanya muncul antara minggu 24-26 kehamilan berakibat
kelahiran preterm dan bayi lebih kecil dari normal (IUGR) (Khosravi et al., 2014).
Diagnosis hipertensi kronis yang disertai pre-eklampsia Wanita hipertensi yang
memiliki proteinuria kurang lebih 20 minggu kehamilan diikuti dengan; peningkatan
dosis obat hipertensi, timbul gejala lain (peningkatan enzim hati secara tidak normal),
penurunan trombosit > 100000/mL, nyeri bagian atas dan kepala, adanya edema,
adanya gangguan ginjal (kreatinin ≥ 1.1 mg/dL), dan peningkatan ekskresi protein
(Roberts et al., 2013).

Hipertensi kronis disertai pre-eklampsia ada 2 (Roberts et al., 2013): -Hipertensi


kronis disertai pre-eklampsia berat Peningkatan tekanan darah, adanya proteinuria
dengan adanya gangguan organ lain. -Hipertensi kronis disertai pre-eklampsia ringan
Hanya ada peningkatan tekanan darah dan adanya proteinuria.

4. Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan
tanpa proteinuria. Angka kejadiannya sebesar 6%. Sebagian wanita (> 25%)
berkembang menjadi pre-eklampsia diagnosis hipertensi gestasional biasanya
diketahui setelah melahirkan (Leslie and Collins, 2016; Malha et al., 2018).

Hipertensi gestasional berat adalah kondisi peningkatan tekanan darah > 160/110
mmHg. Tekanan darah baru menjadi normal pada post partum, biasanya dalam
sepuluh hari. Pasien mungkin mengalami sakit kepala, penglihatan kabur, dan sakit
perut dan tes laboratorium abnormal, termasuk jumlah trombosit rendah dan tes fungsi
hati abnormal (Karthikeyan, 2015).

Hipertensi gestasional terjadi setelah 20 minggu kehamilan tanpa adanya proteinuria.


Kelahiran dapat berjalan normal walaupun tekanan darahnya tinggi. Penyebabnya
belum jelas, tetapi merupakan indikasi terbentuknya hipertensi kronis di masa depan
sehingga perlu diawasi dan dilakukan tindakan pencegahan (Roberts et al., 2013).

14
Waktu persalinan untuk hipertensi gestational (NICE, 2011) Tekanan darah < 160/110
mmHg dengan atau tanpa obat anti hipertensi tidak diperbolehkan melakukan
persalinan sebelum 37 minggu kehamilan. Tekanan darah < 160/110 mmHg dengan
atau tanpa obat anti hipertensi setelah minggu ke-37 melakukan konsultasi mengenai
hari persalinan. Persalinan dapat dilakukan setelah kartikosteroids selesai.

Kategori TDS(mmHg) TDD(mmHg)


Normal <120 dan <80
Pra-hipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi tk 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tk 2 >160 atau >100
Hipertensi sistolik >140 Dan <90
terisolasi

D. PEMERIKSAN PENUNJANG
Mitayani (2011), mengatakan beberapa pemeriksaan penunjang
hipertensi dalam kehamilan yang dapat dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
1) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal untuk
wanita hamil adalah 12-14 gr%)
2) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
3) Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3
b) Urinalisis
Untuk menentukan apakah ibu hamil dengan hipertensi tersebut
mengalami proteinuria atau tidak. Biasanya pada ibu hipertensi
ringan tidak ditemukan protein dalam urin.
c) Pemeriksaan fungsi hati
1) Bilirubin meningkat (N=< 1 mg/ dl)
2) LDH (Laktat dehidrogenase) meningkat
3) Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 ul.
4) Serum glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N: 15-45 u/ml).
5) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N: < 31 u/l).
6) Total protein serum normal (N: 6,7-8,7 g/dl).

15
d) Tes kimia darah
Asam urat meningkat (N: 2,4-2,7 mg/ dl).
2. Radiologi
a) Ultrasonografi : bisa ditemukan retardasi pertumbuhan janin
intrauterus, pernapasan intrauterus lambat, aktivitas janin
lambat, dan volume cairan ketuban sedikit
b) Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah
3. Data sosial ekonomi
Hipertensi pada ibu hamil biasanya lebih banyak terjadi pada wanita
dengan golongan ekonomi rendah, karena mereka kurang mengonsumsi makanan
yang mengandung protein dan juga melakukan perawatan antenatal yang teratur.

4. Data Psikologis
Biasanya ibu yang mengalami hipertensi dalam kehamilan berada dalam kondisi
yang labil dan mudah marah, ibu merasa khawatir akan keadaan dirinya dan keadaan
janin dalam kandungannya, dia takut anaknya nanti lahir cacat ataupun meninggal
dunia, sehingga ia takut untuk melahirkan (Prawihardjo, 2013).

E. PENANGANAN HIPERTENSI
Manuaba dkk (2013) dan Purwaningsih & Fatmawati(2010) menyebutkan
pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada ibu hamil dengan hipertensi
diantaranyana :
a. Uji urin kemungkinan menunjukkan proteinuria
b. Pengumpulan urin selama 24 jam untuk pembersihan kreatinin dan
protein.
c. Fungsi hati : meningkatnya enzim hati (meningkatnya alamine
aminotransferase atau meningkatnya aspartate ).
d. Fungsi ginjal: profil kimia akan menunjukkan kreatinin dan elektrolit
abnormal, karena gangguan fungsi ginjal.
e. Tes non tekanan dengan profil biofisik.
f. USG seri dan tes tekanan kontraksi untuk menentukan status janin
g. Evaluasi aliran doppler darah untuk menentukan status janin dan ibu.

16
1. Tatalaksana
Penanganan umum, meliputi :
1) Perawatan selama kehamilan
Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg, berikan obat antihipertensi sampai tekanan
darah diastolik diantara 90-100 mmHg. Obat pilihan antihipertensi adalah hidralazin
yang diberikan 5 mg IV pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun. Jika
hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan nifedipin 5 mg sublingual dan tambahkan 5
mg sublingual jika respon tidak membaik setelah 10 menit. Selain itu labetolol juga
dapat diberikan sebagai alternatif hidralazin. Dosis labetolol adalah 10 mg IV, yang
jika respon tidak baik setelah 10 menit, berikan lagi labetolol 20 mg IV.

Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar (16 gauge atau lebih). Ukur
keseimbangan cairan, jangan sampai overload. Auskultasi paru untuk
mencari tanda-tanda edema paru. Adanya krepitasi menunjukkan edema
paru, maka pemberian cairan dihentikan. Perlu kateterisasi urin untuk
pengeluaran volume dan proteinuria. Jika jumlah urin <30 ml per jam,
infus cairan dipertahankan sampai 1 1/8 jam dan pantau kemungkinan
edema paru. Observasi tanda-tanda vital ibu dan denyut jantung janin
dilakukan setiap jam. 20
Untuk hipertensi dalam kehamilan yang disertai kejang, dapat diberikan
Magnesium sulfat (MgSO4). MgSO4 merupakan obat pilihan untuk
mencegah dan menangani kejang pada preeklamsia dan eklamsia. Cara
pemberian MgSO4 pada preeklamsia dan eklamsia adalah :
a. Dosis awal
Berikan MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 20% selama 5 menit. Diikuti
dengan MgSO4 (50%) 5 gr IM dengan 1 lignokain 2% (dalam semprit yang
sama). Pasien akan merasa agak panas saat pemberian MgSO4.
b. Dosis pemeliharaan
MgSO4 (50%) 5 gr + 1 ml lignokain 2 % IM setiap 4 jam. Pemberian tersebut
dilanjutkan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir. Sebelum
pemberian MgSO4, periksa frekuensi nafas minimal 16 kali/menit, refleks
patella positif dan urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir. Pemberian
MgSO4 dihentikan jika frekuensi nafas <16 kali/menit, refleks patella negatif
dan urin <30 ml/jam. Siapkan antidotum glukonat dan ventilator jika terjadi

17
henti nafas. Dosis glukonat adalah 2 gr (20 ml dalam larutan 10%) IV secara
perlahan sampai pernafasan membaik.
2) Perawatan persalinan

Pada preeklamsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedang


pada eklamsia dalam 12 jam sejak gejala eklamsia timbul. Jika terdapat
gawat janin, atau persalinan tidak terjadi dalam 12 jam pada eklamsia,
lakukan seksio sesarea.
3) Perawatan pospartum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir. Teruskan
pemberian obat antihipertensi jika tekanan darah diastolik masih >110 mmHg dan
pemantauan urin.
F. Kerangka teori

Hipertensi

Usia

Riwayat kesehatan

Primigravida MGSO4

Obesitas

18
G. Kerangka konsep

Usia

Riwayat kesehatan Hipertensi

Obesitas

H. Hipotesis
1) Adanya hubungan antara faktor primigravida dengan kejadian hipertensi
2) Adanya hubungan antara faktor riwayat kesehatan dengan kejadian hipertensi
3) Adanya hubungan antara faktor usia maternal dengan kejadian hipertensi
4) Adanya hubungan antara faktor obesitas dengan kejadian hipertensi
5) Adanya hubungan antara faktor stres psikososial dengan kejadian hipertensi
6) Adanya hubungan antara konsumsi garam yang tinggi dengan kejadian hipertensi

19
DAFTAR PUSTAKA

Yohanna dkk.2011.Kehamilan & Persalinan.jakarta: Graha Media

Reeder dkk. 2011.Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi, & Keluarga:


Volume 2 ( Edisi 18).Jakarta : EGC

Prawirohardjo, Sarwono.2013.Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka

Dinas Kesehatan Lampung, 2014. Profil Dinas Kesehatan Lampung, Lampung

Reeder dkk. 2011.Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi, & Keluarga:


Volume 2 ( Edisi 18).Jakarta : EGC

Malha et al., 2018. Hypertension in Pregnancy in Hypertension: A Companion to


Braunwald's Heart Disease (Third Edition) Ch 39. Elsevier.

Karthikeyan, V.J., 2015. Hypertension in pregnancy; in Nadar, S. and Lip, G.Y.H.,


Hypertension, Ch. 22, 2nd Ed. Oxford Cardiology Library. Oxford.

Bartsch, E., Medcalf, K.E., Park, A.L., et al., 2016. Clinical risk factors for
preeclamsia determined in early pregnancy: systemic review and meta-analysis of
large cohort studies. BMJ. Vol 353: i1753

Leeman, L., Dresang, L.T., and Fontaine, P., 2016. Hypertensive disorder of
pregnancy. American Family Physicians. Vol 93 (2): 121-7

Seely, E.W., and Ecker, J., 2014. Chronic hypertension in pregnancy. Circulation. Vol
129: 1254-61.

Tranquilli, A.L., Dekker, G., Magee, L., et al., 2014. The classification, diagnosis and
management of the hypertensive disorders of pregnancy: a revised statement from the
isshp. Pregnancy Hypertension: An international Journal of Women’s Cardiovaskular
Health. Vol 4 (2): 97-104.

Sibai, B.M., and Chames, M.C., 2008. Chronic hypertension in pregnancy. Glob.
Libr. Women's Med. http://www.glowm.com/index.html?
p=glowm.cml/section_view&articleid=156

20
Roberts, J.M., August, P.A., Bakris, G., et al., 2013. Hypertension in Pregnancy.
American College of Obstetricians and Gynecologist. Washington DC.

Ferry, H. 2013.Faktor Faktor Risiko Hipertensi pada Peserta Pelatihan Pimpinn III
Dan IV Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian Bogor. Skripsi
Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor.

Uli, A.2013. Hubungan Faktor Risiko Hipertensi dengan Kejadian Hipertensi pada
Masyarakat Pesisir Laut Kecamatan Belawan. Skripsi Universitas Sumatera Utara.

21

Anda mungkin juga menyukai