Anda di halaman 1dari 33

PRESENTASI KASUS

P0A1 Usia 17 Tahun dengan Mola Hidatidosa Klinis Ganas

Disusun oleh:
1. Irham Tahkik S
2. Anggraini Kuswadaingrum
3. Hanifan Heru Nugrahadi
4. Cahyaning Tias

G4A013069
G4A013070
G4A013071
G4A013072

Pembimbing
dr. Aditiyono, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2014

LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi Kasus:
P0A1 Usia 17 Tahun dengan Mola Hidatidosa Klinis Ganas
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Ujian
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh:
1. Irham Tahkik S
2. Anggraini Kuswadaingrum
3. Hanifan Heru Nugrahadi
4. Cahyaning Tias

G4A013069
G4A013070
G4A013071
G4A013072

Disetujui dan disahkan


Pada tanggal,

Desember 2014

Pembimbing,

dr. Aditiyono, Sp.OG

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mola Hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional
(PTG), yang meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yaitu mola
hidatidosa parsial dan sempurna, koriokarsinoma, mola invasif dan placental
site trophoblastic tumors. Para ahli ginekologi dan onkologi sependapat untuk
mempertimbangkan kondisi ini sebagai kemungkinan terjadinya keganasan,
dengan mola hidatidosa berprognosis jinak, dan koriokarsinoma yang ganas,
sedangkan mola hidatidosa invasif sebagai borderline keganasan. Kehamilan
mola secara histologis ditandai dengan kelainan vili khorionik yang terdiri dari
proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. Mola
biasanya terletak di rongga uterus, namun kadang-kadang terletak di tuba
fallopi dan bahkan ovarium (Cunningham dkk 2005; Moore, 2008).
Frekuensi mola banyak ditemukan di negara negara Asia, Afrika dan
Amerika latin dari pada di negara negara barat. Mola hidatidosa merupakan
penyakit wanita dalam masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45
tahun. Beberapa studi menyimpulkan di Amerika Utara, Australia, New
Zaeland dan Eropa memprlihatkan insidensi mola hidatidosa 0,57-1,1 per
1000 kehamilan sedangkan insidensi di Asia Tenggara dan Jepang 2,0 per
1000 kehamilan (Lurain, 2010).
Penanganan mola hidatidosa tidak terbatas pada evakuasi kehamilan
mola saja, tetapi juga membutuhkan penanganan lebih lanjut berupa
monitoring untuk memastikan prognosis penyakit tersebut. Mola Hidatidosa
adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast. Kehamilan pada mola hidatidosa
tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, tetapi berkembang menjadi
keadaan patologik.

Hampir semua wanita dengan penyakit trophoblastic

gestasional yang malignan dapat disembuhkan dengan mempertahankan


fungsi reproduksi (RCOG, 1999; Cunningham dkk, 2005).
B. Tujuan Penyusunan Presentasi Kasus
1. Mengetahui cara penegakkan diagnosis mola hidatidosa
2. Mengetahui cara penatalaksanaan mola hidatidosa

II.
A. Anatomi dan Fisiologi

TINJAUAN PUSTAKA

Uterus adalah organ berongga yang tebal, berotot, berbentuk seperti


buah pir yang pipih. Ukuran uterus bervariasi dan sangat dipengaruhi usia dan
paritas seorang wanita. Sebelum pubertas, panjangnya bervariasi antara 2,5 cm
sampai 3,5 cm. uterus wanita nullipara dewasa panjangnya bervariasi antara 6
sampai 8 cm, sedangkan pada wanita multipara panjangnya 9 sampai 10 cm.
berat uterus wanita yang belum melahirkan antara 50 sampai 70 gr, sedangkan
pada wanita yang pernah melahirkan antara 80gr atau lebih (Cunningham dkk,
2005).
Uterus terletak dalam rongga panggul minor di antara kandung kemih
dan anus, ototnya disebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian
dalamnya disebut endometrium. Peritoneum menutupi sebagian besar
permukaan luar uterus, posisi uterus pada wanita dewasa bervariasi tergantung
dari kondisi kandung kencing dan rectum. Bagian bawah bersambung dengan
vagina dan di bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum
latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat
ovarium dan tuba uterine (Cunningham dkk, 2005).

Gambar 1. Anatomi Saluran Reproduksi Wanita


Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu : fundus yang terletak di atas muara
tuba uterine; korpus uteri yang melebar dari fundus ke serviks; isthmus
terletak antara korpus dan serviks, bagian bawah uterus yang sempit disebut
serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga korpus uteri melalui

ostium uteri interna dan bersambung dengan rongga vagina melalui ostium
uteri eksterna (Cunningham dkk, 2005).

Gambar 2. Anatomi Uterus


Sekitar 5 hari setelah pembuahan terjadi dalam tuba fallopi, blastosit
mencapai uterus. Blastosit terdiri atas inner cells dan outer cells, inner cells
dari blastosit kemudian akan berkembang menjadi fetus. Bagian luar blastosit
(outer cells) dilapisi sel yang disebut trofoblast. Plasenta berkembang dari
blastosit

trofoblas

dan

merupakan

organ

pertama

kehamilan

yang

berdiferensiasi. Trofoblast akan berkembang menjadi bermacam sel yang


ditemukan di plasenta. Selain itu, trofoblast plasenta memediasi terjadinya
implantasi, merangsang produksi hormon kehamilan (-Human Chorionic
Gonadotrophy), memberikan perlindungan sistem kekebalan tubuh bagi janin
dan meningkatkan aliran darah vaskuler dari ibu ke plasenta. Sel-sel trofoblast
yang terletak di kutub embrio blastosit mulai menembus mukosa rahim pada
hari ke-6. Hari ke-9 perkembangannya, blastosit tertanam lebih dalam ke
endometrium.Trofoblast

memperlihatkan

kemajuan

besar

dalam

perkembangannya, terutama di kutub embrio dimana vakuola muncul dalam


syncytium (hari 9) (Green, 1996; Cunningham dkk, 2005; Wilson, 2008).

Awal bulan ke-2, trofoblas ditandai oleh sejumlah besar vili sekunder
dan tersier yang memberikan tampilan radial. Pada kutub embrio, vili banyak
dan terbentuk dengan baik sedangkan pada kutub seberangnya vili yang
terbentuk sedikit dan kurang berkembang. Awal bulan ke-4, plasenta memiliki
dua komponen yaitu di kutub janin terbentuk frondosum korion (chorionic
plate) dan di kutub ibu dibentuk oleh desidua basalis (basal plate) yang
dijembatani oleh korda umbilikalis. Ketika plasenta telah terbentuk sempurna
akan terjadi koneksi penting antara ibu dan janin yang sedang berkembang
untuk memungkinkan pertukaran gas penting dan nutrisi. Plasenta berfungsi
untuk kelangsungan hidup janin.Ketika dilahirkan, plasenta terdiri atas dua
sisi yaitu sisi maternal dan sisi fetus. Sisi maternal akan terlihat dengan
permukaan yang tidak rata yang terdiri atas kotiledon-kotiledon dan sisi fetus
akan terlihat lebih halus dan mengkilap. Plasenta berfungsi dalam pemenuhan
kebutuhan gas dan nutrisi bagi janin, serta menghasilkan hormon steroid yaitu
estrogen dan progesteron. Human chorionic gonadotrophyn ( hCG )
merupakan luteneizing hormone yang dihasilkan oleh syncytiotrophoblasts
dari plasenta di awal kehamilan. Hormon ini menjadi tanda awal adanya
kehamilan. Saat plasenta menghasilkan hormon-hormon steroid maka sekresi
hCG segera mengalami penurunan (Cunningham dkk, 2005; Wilson, 2008).
Ovum yang telah dibuahi akan diantarkan melalui tuba uterin ke uterus
(pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil
yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar,
tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai
keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus. Pada
umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna.
Penyakit trofoblast merupakan suatu kegagalan reproduksi. Kehamilan tidak
berkembang dengan baik sehingga janin menjadi tidak sempurna, melainkan
berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu
pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrofik dari jonjot karion, sehingga
menyerupai gelembung yang disebut mola hidatidosa (Cunningham dkk,
2005; Ningrum dan Emilia, 2008).
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung gelembung berisi
cairan jernih merupakan kista kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi

seluruh cavum uteri. Secara histopatologik kadang kadang ditemukan


jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan
ganda mola yaitu satu jenis tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola
hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai
yang berdiameter lebih dari 1 cm. Beberapa penderita mola hidatidosa akan
menjadi baik kembali, tetapi beberapa ada juga yang kemudian mengalami
degenerasi keganasan yang berupa karsinoma (Cunningham dkk, 2005;
Ningrum dan Emilia, 2008).
B. Definisi Mola Hidatidosa
Mola Hidatidosa merupakan suatu kehamilan abnormal dimana
seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik (Mansjoer, 2001).
Mola hidatidosa ICD 10 (001,D39.2), adalah kehamilan abnormal yang
sebagian atau seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi berupa
gelembung

yang

menyerupai

anggur

(Prawirohardjo

dkk,

1999;

Martaadisoebrata, 2005).
C. Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per
120 kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di
Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan
insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko
banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital
based (Syafii, 2006).

D. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor faktor yang dapat
menyebabkan

antara

lain

(Prawirohardjo

dan

Wiknjosastro,

1999;

Cunningham dkk, 2005):


1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari Tropoblast
3. Keadaan sosioekonomi yang rendah

4. Paritas tinggi
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas
Menurut Martaadisoebrata (2005), faktor risiko mola hidatidosa
terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk,
riwayat obstetri, etnis dan genetik
E. Klasifikasi
1. Mola Hidatidosa Sempurna
Mola sempurna mengalami pembesaran awal dan seragam dari vili
pada ketiadaan fetus atu embrio trofoblas hiperplatik secara konsisten
dengan berbagai derajat atipia dan ketiadan kapiler vili yang dapat dilihat
pada Gambar 3. Sekitar 90% mola sempurna mempunyai kromosom
46,XX yang berasal dari duplikasi kromosom haploid sperma setelah
membuahi ovum yang tidak kromosomnya maupun kromosomnya tidak
aktif. Mola sempurna sebanyak 10% mempunyai kromosom 46,XY atau
$^,XX sebagai hasil dari pembuahan pada ovum kosong dari 2 sperma
(dispermi). Trofoblastik ganas (mola invasif atau koriokarsinoma) berasal
dari mola sempurna pada 15-20% kasus (Lurain, 2010).

Gambar 3. Mola Hidatidosa Sempurna dengan vili hidrofik, hiperplastik


cytotrofoblas, syncytiotrofoblas dan absennya pembuuh darah vili
2. Mola Hidatidosa Parsial
Mola parsial menunjukkan fetus atau jaringan embrionik yang
dapat diidentifikasi, vili korionik dengan edema fokal dalam berbagai
ukuran dan bentuk, stroma trofoblastik yang menonjol dan berlekuk-lekuk
dan sirkulasi villi yang diketahui sebagai hiperplasia trofoblastik dengan

atipia ringan, yang dapat dilihat pada Gambar 4. Sebagian besar mola
parsial mempunyai kariotip triploid (biasanya 69,XXY) yang dihasilkan
dari hasil pembuahan ovum normal oleh 2 sperma. Kurang dari 5% mola
parsial akan berkembang menjadi penyakit trofoblastik ganas postmola.
Metastasis jarang terjadi dan diagnosis histopatologik dari koriokarsinoma
belum dapat dikonfirmasi setelah mola parsial (Lurain, 2010).

Gambar 4. Mola Hidatidosa Parsial dengan beberapa ukuran dan bentuk


villi korionik
Tabel 1. Klasifikasi Mola Hidatidosa
Gambaran
Kariotipe
Patologi
Janin
Amnion, sel darah merah janin
Edema vilus
Proliferasi trofoblas
Gambaran klinis
Diagnosa
Ukuran uterus
Kista teka-lutein
Penyulis medis
Penyakit pasca mola
F. Patogenesis

Mola Parsial
Umumnya
69,XXX
69,XXY
Sering dijumpai
Sering dijumpai
Bervariasi, fokal
Bervariasi,
fokal,
sampai sedang

Mola Sempurna
atau 46,XX atau 46,XY

Tidak ada
Tidak ada
Difus
ringan Bervariasi,
berat

Missed abortion
Kecil untuk masa kehamilan

Gestasi mola
50% besar
kehamilan
Jarang
25-30%
Jarang
Sering
Kuang dari 5-10%
20%
(Cunningham dkk, 2005)

ringan

untuk

sampa

masa

Mola Hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast.Pada mola


hidatidosa kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna,
melainkan berkembang menjadi keadaan patologik. Beberapa teori yang
diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast yaitu (Prince
dkk, 2006) :
1. Teori missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3 5 minggu karena itu terjadi gangguan
peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi
dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
2. Teori neoplasma dari Park
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal
dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga
timbul gelembung.
3. Studi dari Hertig
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa sematamata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak
adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi
maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan
trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan
cairan.
G. Patofisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir
ovum, sesudah keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus
(pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil
yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar,
tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai
keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang
sempurna.Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian.Sering kali
perkembangan kehamilan mendapat gangguan.Demikian pula dengan penyakit
trofoblast, yang merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak
berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi
keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan,
berupa degenerasi hidrofik dari jonjot karion, sehingga menyerupai

gelembung yang disebut mola hidatidosa.Sebagian dari villi berubah


menjadi gelembung gelembung berisi cairan jernih merupakan kista kista
kecil seperti anggur dan dapat mengisi seluruh cavum uteri.Secara
histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan
bayi normal.Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola, yaitu satu jenis tumbuh
dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa.Gelembung mola besarnya
bervariasi, mulai dari yang kecil sampai yang berdiameter lebih dari 1 cm
5.Pada ummnya penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi
ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa
karsinoma (Cunningham dkk, 2005; Price dkk, 2006).
Teori terjadinya penyakit trofoblas ada 2, yaitu teori missed abortion
dan teori neoplasma. Teori missed abortion menyatakan bahwa mudigah mati
pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion) karena itu terjadi gangguan
peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim
dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Teori neoplasma
menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dan juga fungsinya
dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul
gelembung.Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian
mudigah (Cunningham dkk, 2005; Price dkk, 2006).
H. Gejala Klinis
1. Amenore dan tanda tanda kehamilan
2. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. merupakan
gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama
berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi.
3. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia
4.
5.
6.
7.
8.
9.

kehamilan.
Tidak dirasakan tanda tanda adanya gerakan janin maupun ballotement
Hiperemesis,
Pasien dapat mengalami mual dan muntah cuku berat
Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke 24
Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
Tirotoksikosis (Prawirohadjo dan Wiknjosastro, 1999; Martaadisoebrata,
2002).

I. Penegakan Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan


penunjang seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa
yang sempurna terdapat tanda dan gejala klasik yakni (Mochtar, 1998;
Prawirohadjo dan Wiknjosastro, 1999; Cunningham dkk, 2005):
1. Perdarahan vaginal.
Gejala klasik yang paling sering pada mola sempurna adalah perdarahan
vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan.
Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak, dan
cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97%
kasus.
2. Hiperemesis.
Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini
merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon -HCG.
3. Hipertiroid.
Sekitar 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor dan kulit
yang hangat.
Hasil Pemeriksaan Fisik (Mochtar, 1998; Prawirohadjo dan Wiknjosastro,
1999; Cunningham dkk, 2005):
1. Mola sempurna
a. Ukuran yang tidak sesuai dengan umur gestasi. Pembesaran uterus
lebih besar daripada biasanya pada usia gestasi tertentu merupakan
tanda yang klasik dari mola sempurna. Pembesaran tidak diharapkan
disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik berlebih dan darah yang
tertampung. Namun, pasien yang datang dengan ukuran sesuai dengan
umur kehamilan bahkan lebih kecil tidak jarang ditemukan.
b. Preeklampsia. Sekitar 27% pasien dengan mola sempurna mengalami
toksemia, yang ditandai dengan adanya hipertensi (tekanan darah
>140/90 mm Hg), proteinuria (>300 mg/d), dan edema dengan
hiperefleksia. Kejang jarang terjadi.
c. Kista teka lutein merupakan kista ovarium dengan diameter lebih besar
dari 6cm dan diikuti dengan pembesaran ovarium. Kista ini biasanya
tidak dapat dipalpasi pada pemeriksaan bimanual namun dapat
teridentifikasi dengan USG. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri
pelvis. Karena adanya peningkatan ukuran ovarium, terdapat resiko
torsi. Kista ini berkembang akibat adanya kadar beta-HCG yang tinggi
dan kadarnya biasanya menurun setelah mola

2. Mola Parsial
a. Lebih sering tidak memperlihatkan tanda fisik. Paling sering
ditemukan dengan USG.
b. Pembesaran uterus dan preeklampsia dilaporkan terjadi hanya pada 3%
kasus
c. Kista teka lutein, hiperemesis, and hipertiroidisme jarang terjadi.
3. Mola Kembar
a. Gestasi kembar dengan mola sempurna dan janin dengan plasenta
normal telah dilaporkan. Kasus bayi lahir dengan sehat (dengan
kembar mola) pada keadaan seperti ini juga pernah dilaporkan.
b. Wanita dengan gestasi normal dan mola beresiko untuk menjadi
persisten dan cenderung dapat bermetastasis. Mengakhiri kehamilan
merupakan pilihan yang direkomendasikan.
c. Kehamilan dapat dilanjutkan selama status maternal stabil, tanpa
perdarahan, thyrotoxikosis, atau hipertensi berat. Pasien sebaiknya
diberi tahu mengenai resiko dari morbiditas maternal akibat
komplikasi mola kembar.
d. Diagnosis genetic prenatal melalui sampling chorionic villus atau
amniosentesis direkomendasikan untuk mengevaluasi kariotipe fetus.
J. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain kadar beta
HCG yang normal. Bila didapatkan > 100.000 mIU/mL merupakan
indikasi dari pertumbuhan trofoblastik yang banyak sekali dan kecurigaan
terhadap kehamilan mola harus disingkirkan. Anemia merupakan
komplikasi yang sering terjadi disertai dengan kecenderungan terjadinya
koagulopati.sehingga pemeriksaan darah lengkap dan tes koagulasi
dilakukan. Dilakukan juga pemeriksaan tes fungsi hati, BUN dan kreatinin
serta tiroksin dan serum inhibin A dan activin (Mochtar, 1998;
Prawirohadjo dan Wiknjosastro, 1999; Cunningham dkk, 2005).
2. Pemeriksaan Radiologi
Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi pada trimester awal
kehamilan sebelum onset tanda klasik muncul dengan bantuan alat
penunjang ultrasonografi (USG) yang beresolusi tinggi. Karakteristik USG
mola adanya gambaran badai salju (snowstorm) yang mengindikasikan
villi koriales yang hidrofik. Pencitraan ultrasonografi merupakan

pemeriksaan pilihan untuk awal diagnosa untuk selanjutnyadiperkuat


dengan hasil pemeriksaan laboratorium dengan nilai -hCG yang tinggi
( >100,000 mIU per milliliter ) dan dari hasil pemeriksaan histopatologi
(Mochtar, 1998; Prawirohadjo dan Wiknjosastro, 1999; Cunningham dkk,
2005).
Pemeriksaan doppler arteri intrauterin pada kehamilan normal
menunjukkan bentuk gelombang impedansi tinggi dengan kecepatan
diastolik rendah selama trimester pertama. Aliran dengan impedansi
rendah hanya muncul di lokasi implantasi , mungkin terkait dengan invasi
vaskular fisiologis jaringan trofoblas. Saat kehamilan berlanjut sampai
trimester kedua invasi lebih lanjut arteri oleh jaringan trofoblas terjadi, hal
tersebut akan berlanjut mereduksi impedansi vaskular. Pada trimester
ketiga, invasi vaskular fisiologis berkembang sedemikian rupa dengan
kecepatan tinggi, pola aliran impedansi rendah. Pada kehamilan mola ,
invasi arteri miometrium oleh jaringan trofoblas juga terjadi , tetapi proses
ini didominasi oleh proliferasi trofoblas yang abnormal.Pemeriksaan
doppler menunjukkan kecepatan aliran yang tinggi, impedansi aliran
rendah pada trimester awal dan kedua. Meskipun adanya jaringan mola
pada ultrasonografi skala abu-abu, dikombinasikan dengan tingkat hCG
meningkat, merupakan diagnostik mola hidatidosa, temuan doppler
memberikan peranan penting dalam konfirmasi diagnosis (Mochtar, 1998;
Prawirohadjo dan Wiknjosastro, 1999; Cunningham dkk, 2005).
Bila telah ditegakkan diagnosis mola hidatidosa, maka pemeriksaan
rontgen pulmo harus dilakukan karena paru - paru merupakan tempat
metastasis pertama bagi PTG (Mochtar, 1998; Prawirohadjo dan
Wiknjosastro, 1999; Cunningham dkk, 2005).
3. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histologis memperlihatkan pada mola sempurna tidak
terdapat jaringan fetus, terdapat proliferasi trofoblastik, vili yang hidropik,
serta kromosom 46,XX atau 46,XY. Sebagai tambahan pada mola
sempurna memperlihatkan peningkatan faktor pertumbuhan, termasuk cmyc, epidermal growth factor, dan c-erb B-2, dibandingkan pada plasenta
yang normal. Pada mola parsial terdapat jaringan fetus beserta amnion dan

eritrosit fetus (Mochtar, 1998; Prawirohadjo dan Wiknjosastro, 1999;


Cunningham dkk, 2005).
K. Penatalaksanaan
Pengelolaan

mola

hidatidosa

dapat

dilakukan

dengan

cara

mengeluarkan mola (evakuasi), kemudian dilakukan pengawasan lanjutan


(follow up). Pada perempuan yang subur dan masih menginginkan anak,
pengeluaran mola dapat dilakukan dengan cara kuret atau kuret hisap.
Sedangkan pada perempuan usia lanjut atau yang sudah tidak menginginkan
anak, dapat dilakukan pengangkatan rahim (histerektomi) (Abdullah , 1994;
Mochtar, 1998; Prawirohadjo dan Wiknjosastro, 1999; Martaadisoebrata dan
Sumapraja, 2002; Cunningham dkk, 2005).
Pada pengawasan lanjutan (follow up) dilakukan untuk memonitor dan
mengevaluasi kondisi pasca evakuasi, baik secara klinis, laboratorium maupun
radiologis. Pengawasan lanjutan dengan pemeriksaan HCG dilakukan satu
minggu sekali sehingga kadar HCG menjadi negatif. Jika kadar HCG sudah
negatif, masih diperlukan pemeriksaan selama tiga minggu berturut-turut
untuk memastikan kadar HCG tetap negatif. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan kadar HCG satu bulan sekali selama enam bulan. Jika
pemeriksaan lanjutan menunjukkan kadar HCG yang masih tetap atau justru
meningkat, maka harus dilakukan kemoterapi (Abdullah , 1994; Mochtar,
1998;

Prawirohadjo

dan

Wiknjosastro,

1999;

Martaadisoebrata

dan

Sumapraja, 2002; Cunningham dkk, 2005).


Penderita mola hidatidosa dianjurkan untuk tidak hamil dulu hingga
pengawasan lanjutan selesai dilakukan. Bagi perempuan yang belum memiliki
anak, dianjurkan memakai alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan Untuk
memastikan apakah kehamilan anda normal ataukan mengalami kelainan,
dalam hal ini misalnyanya hamil anggur, kenali tanda-tandanya dan sebaiknya
anda memeriksakan kehamilan secara teratur ke bidan atu dokter kandungan
(Abdullah , 1994; Mochtar, 1998; Prawirohadjo dan Wiknjosastro, 1999;
Martaadisoebrata dan Sumapraja, 2002; Cunningham dkk, 2005).
1. Evakuasi
a. Perbaiki keadaan umum.

b. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila
kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam
kemudian dilakukan kuret.
c. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan
umum penderita.
d. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan.
e. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30
tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi
pusat atau lebih (Abdullah , 1994; Mochtar, 1998; Prawirohadjo dan
Wiknjosastro,

1999;

Martaadisoebrata

dan

Sumapraja,

2002;

Cunningham dkk, 2005).


2. Pengawasan Lanjutan (Martaadisoebrata

dan

Sumapraja,

2002;

Cunningham dkk, 2005):


a. Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi
oral pil.
b. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun .
1) Setiap minggu pada Triwulan pertama
2) Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua
3) Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
4)
Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya
setiap 3 bulan.
c. Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan (Martaadisoebrata dan
Sumapraja, 2002; Cunningham dkk, 2005):
1)
Gejala klinis: keadaan umum dan perdarahan
2)
Pemeriksaan dalam: keadaan servik, uterus bertambah kecil
atau tidak
3)
Laboratorium reaksi biologis dan imunologis:
a) 1x seminggu sampai hasil negatif
b) 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya
c) 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
d) 1x3 bulan selama tahun berikutnya
e) Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya
keganasan.
Menurut Biljana dan Milenkovic (2010), pasien yang
mempunyai mola, 6-12 minggu setelah kehamilan berikutnya, level
hCG harus ditentukan karena risiko menjadi koriokarsinoma.
Pasien yang mempunya level hCG belum normal setelah 8 minggu
evakuasi harus dimonitor selama 2 tahun. Titer negatif hCG pada

tahun pertama harus dimonitor setiap bulan dan tiga bulan sekali
pada tahun kedua. Kemoterapi harus dimulai bila kadar hCG stabil
atau mengalami peningkatan atau selama follow up jika metastasis
terdeteksi.
4) Sitostatika Profilaksis
Metotrexate merupakan suatu antagonis folat, yang secara
kompetitif menghambat dihidrofolat reduktase, suatu enzim yang
berfungsi menyintesis metionin, purin dan timidilat serta sintesis
DNA. Metotrexat mempunyai efek anti inflamasi yang poten pada
respon imun yang diperantarai sel T dengan cara menghambat
proliferasi atau menginduksi apoptosis sel T yang teraktivasi dan
memblok proliferasi sel epidermal yang abnormal (Berends dkk,
2006).
Dosis metotrexat 0,4mg/kg (maksimum 30 mg) i.v atau i.m
setiap hari selama 5 hari pada 1 siklus terapi. Dosis tinggi
metotrexat 1,0-15 mg/kg i.m diberikan setiap haris elama 4 hari
dengan tambahan asam folat 01-015 mg/kg i.m yang diberikan 24
jam setelah tiap dosis metotrexat. Keuntungan protokol ini adalah
mudah digunakan dan tingkat toksisitas yang rendah. Metotrexat
dapat diberikan dalam dosis mingguan tunggal 30mg/m2 dan hasil
yang dicapai kurang baik. Metotrexat dimetabolisme di hepar
sehingga pemberian regimen ini dikontraindikasikan pada pasein
dengan gangguan hepar atau fungsi ginjal. Metotrexat dapat
menyebabkan fotosensitivitas (Biljana dan Milenkovic, 2010).
Kemoterapi berlanjut sampai titer hCG normal pada 3 kali
pemeriksaan yang berurutan dan 2 siklus tambahan dapat diberikan
setelah kadar hCG normal. Pada pemberian terapi yang tidak
menunjukkan hasil, siklus selanjutnya diberikan bergantung pada
hasil laboratorium, yang dilakukan setiap 7-14 hari. Durasi terapi
ditentukan oleh level hCG, jumlah leukosit, jumlah tombosit,
SGOT dan hitung jenis darah. Siklus baru kemoterapi tidak boleh
dimulai jika jumlah leukosit kurang dari 3000/ml, jumlah
granulosit kurang dari 1500/ml, jumlah trombosit di bawah
100.000/ml atau SGOT lebih dari 50 unit. Obat kemoterapi harus

diganti bila level hCG tidak turun atau terjadi toksisitas. Bila
terjadi peningkatan kadar hCG atau terjadi metastasis terapi
kombinasi (multiagen) merupakan pilihan terapi (Biljana dan
Milenkovic, 2010).
L. Komplikasi
1. Perdarahan hebat
2. Keganasan (PTG)
3. Perdarahan yang hebat sampai syok
4. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
5. Infeksi sekunder
6. Perforasi karena tindakan atau keganasan (Abdullah, 1994; Prawirohadjo
dan Wiknjosastro, 1999; Cunningham dkk 2005).
M. Prognosis
Hampir 20% mola hidatidosa komplet berlanjut menjadi keganasan,
sedangkan mola hidatidosa parsial jarang. Mola yang terjadi berulang disertai
tirotoksikosis atau kista lutein memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih
tinggi. Prognosis Kematian pada mola hidatidosa disebabkan perdarahan,
infeksi, payah jantung atau tirotoksikosis. Sebagian dari pasien mola akan
segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok
perempuan yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi
koriokarsinoma (Mochtar, 1998; Prawirohadjo dan Wiknjosastro, 1999;
Cunningham dkk, 2005).
Bila tindakan penanganan dan pengobatan telah dilakukan secara cepat
dan tepat, maka ibu dapat berpeluang untuk hamil kembali. Kontrol rutin tetap
harus dijalani sesuai ketentuan prosedur dari dokter. Bila pemeriksaan kadar
HCG dalam darah sampai tiga kali berturut turut negatif, ibu boleh pulng
dengan diberi konseling penggunaan alat kontrasepsi untuk menunda
kehamilan.Alat kontrasepsi pilhan bisa pil, atau IUD (Mochtar, 1998;
Prawirohadjo dan Wiknjosastro, 1999; Cunningham dkk, 2005).
N. Pencegahan
1. Harus senantiasa menjaga kesehatan saat kehamilan dan priksa USG rutin
2. Mengkonsumsi makanan bergizi dan seimbang.
3. Jangan kekurangan vitamin A. Konsumsi vitamin A sangat penting karena
peranannya dalam menanggulangi hamil anggur. Pemenuhan gizi,
khususnya vitamin A, akan menghindari ibu yang akan hamil dari

kekurangan vitamin A. Terhindamya calon ibu dari kekurangan vitamin A


akan membantu untuk menghindari kemungkinan menderita hamil anggur.
4. Periksa kepada tenaga medis yang profesional jika terjadi tanda-tanda
kehamilan untuk memastikan hamil anggur atau hamil normal (Mochtar,
1998; Prawirohadjo dan Wiknjosastro, 1999; Cunningham dkk, 2005).

III.
A. Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin
Pendidikan Terakhir
Alamat
Agama
Suku Bangsa
Status
Pekerjaan
Nama Suami
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan
Alamat
Agama
Tanggal masuk RSMS
Tanggal periksa
No.CM
B. Anamnesis

LAPORAN KASUS
: Ny. TT
: 17 tahun
: Perempuan
: SMP
: Mertasinga 4/7 Cilacap Utara
: Islam
: Jawa
: Menikah
: Ibu Rumah Tangga
: Tn. S
: 25 tahun
: Laki-Laki
: SMA
: Karyawan Pertamina
: Mertasinga 4/7 Cilacap Utara
: Islam
: 6 November 2014
: 7 November 2012
: 807766

1. Keluhan Utama
Nyeri perut bagian bawah
2. Keluhan Tambahan
Nyeri pinggang kiri
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Kandungan dan Kebidanan RSMS tanggal 6
November 2014 untuk menjalani kemoterapi yang kedua. Pasien
mengeluh nyeri perut di bagian bawah. Keluhan ini dirasakan sejak bulan
Juni 2014. Nyeri hilang timbul terasa seperti ditusuk-tusuk. Kadang nyeri
perut menjalar ke pinggang kiri. Nyeri memberat saat pasien beraktivitas.
Nyeri berkurang jika pasien beristirahat. Pasien juga mengeluhkan nyeri
perut saat berkemih.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Penyakit Jantung

: disangkal

b. Penyakit Paru

: disangkal

c. Penyakit Diabetes Melitus

: disangkal

d. Penyakit Ginjal

: disangkal

e. Penyakit Hipertensi

: disangkal

f. Riwayat Alergi

: disangkal

g. Riwayat Infeksi

infeksi

saluran

kemih

bulan

Agustus 2014
h. Riwayat Kemoterapi

: 1x bulan Juli 2014

5. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Penyakit Jantung

: disangkal

b. Penyakit Paru

: disangkal

c. Penyakit Diabetes Melitus

: disangkal

d. Penyakit Ginjal

: disangkal

e. Penyakit Hipertensi

: disangkal

f. Riwayat Alergi

: disangkal

6. Riwayat Menstruasi
a. Menarche

: usia 14 tahun

b. Lama haid

: 6 hari

c. Siklus haid

: teratur 28 hari

d. Dismenorrhea

: ada

e. Jumlah darah haid

: flek (sehari ganti pembalut 1 kali)

7. Riwayat Menikah
Pasien menikah sebanyak satu kali selama satu tahun.
8. Riwayat Obstetri
P0A1
9. Riwayat KB
Pasien belum pernah menggunakan KB
10. Riwayat Ginekologi
a. Riwayat Operasi

: tidak ada

b. Riwayat Kuret

: Juni 2014 di RS Cilacap

c. Riwayat Keputihan

: tidak ada

11. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan ibu rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai
karyawan di Pertamina. Kesan sosial ekonomi keluarga adalah golongan

menegah ke bawah. Pasien menggunakan Jaminan Kesehatan Masyarakat


(Jamkesmas) dalam masalah kontrol penyakit dan kemoterapi.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : GCS E4M6V5 ( Compos Mentis)
Tanda VitalTD
: TD : 100/70 mmHg
RR
: 20 x/menit
N
: 84 x/menit
S
: 36,3 0C
Tinggi Badan
: 149 cm
Berat Badan
: 44,5 kg
Status Gizi
: cukup
1. Status Generalis
a. Pemeriksaan kepala
Bentuk kepala
: mesocephal, simetris
Mata
: simetris, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
refleks pupil +/+ normal, isokor, diameter 3/3
mm, edema palpebra -/Telinga
: discharge -/Hidung
: discharge -/-, nafas cuping hidung -/Mulut
: sianosis (-), lidah kotor -/b. Pemeriksaan leher
Trakea
: deviasi (-)
Gld Tiroid
: tidak teraba
Limfonodi Colli : tidak teraba
JVP
: 5+2 cm
c. Pemeriksaan Toraks
1) Paru
Inspeksi
: dada simetris, ketertinggalan gerak (-), retraksi
intercosta (-), pulsasi epigastrium (-), pulsasi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
2) Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

Auskultasi

parasternal (-)
: vokal fremitus paru kanan = paru kiri
ketertinggalan gerak (-)
: sonor pada seluruh lapang paru
: SD vesikuler, ST -/: ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS
: ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS
ictus cordis kuat angkat (-)
: batas jantung
Kanan atas SIC II LPSD
Kiri atas SIC II LPSS
Kanan bawah SIC IV LPSD
Kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS
: S1>S2, regular, ST -/-

d. Pemeriksaan Abdomen
Inspkesi : cembung, venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi
: supel, nyeri tekan (+) suprapubik
Hepar
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
e. Pemeriksaan ekstermitas
Superior : edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis -/Inferior : edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis -/2. Status Lokalis
Abdomen
Inspeksi
: cembung, venektasi (-)
Palpasi
: supel, nyeri tekan (+) suprapubik
Perkusi
: timpani
Auskultasi
: bising usus (+) normal
3. Pemeriksaan Genitalia
a. Status Genitalia Eksterna
1)
Vulva
: distribusi
merata, fluksus (-), fluor albus (-)
2)
Labia mayora
3)
Labia minora
4)
Orifisium uretra externum
5)
Introitus vagina
parut (-), tanda radang (-)
b. Inspekulo
1) Discharge
2) Dinding vagina
3)
Porsio

rambut

pubis

: massa (-), tanda radang (-)


: massa (-), tanda radang (-)
: tertutup
: PPV (-), FA (-), jaringan

: (-)
: licin, massa (-), tanda radang (-)
: ukuran sebesar ibu jari kaki,

lokasi posterior, permukaan rata, tanda radang (-)


4)
Ostium uteri externum
: tertutup
5)
Forniks
: tidak menonjol
c. Pemeriksaan Bimanual
1)
Dinding vagina
: permukaan rata, massa (-),
NT (-)
2)
Porsio

: ukuran sebesar ibu jari kaki,

lokasi posterior, permukaan rata, konsistensi kenyal, NT (-), nyeri


goyang porsio (-)
3)
Ostium uteri externum
4)
Corpus uteri

: tertutup
: ukuran sebesar telur ayam,

permukaan licin, dapat digerakkan letak anterofleksi, NT (-)


5)
Adnexa dextra
: massa (-), NT (-)
6)
Adnexa sinistra
: massa (-), NT (-)

D. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis
Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Kimia Klinik
Ureum darah
Kreatinin darah
B-HCG (17/10/14)

Tgl.06/11/14
(17:10)
12,1 g/dl
8.380/ul
35% (L)
4,5x106/uL
301.000/uL
77,8 fL (L)
26,9 pg (L)
34,6%
14,3%
0,7%
4,5% (H)
0,2%
486%
39,9%
6,1%
23,5 mg/dL
0,60 mg/dL
135,9

E. Pemeriksaan Histopatologi
Hasil pemeriksaan patologi anatomi tanggal 26 Juni 2014 adalah tak tampak
tanda ganas, sesuai dengan Mola Hidatidosa.
F. Diagnosis
P0A1, usia 17 tahun, dengan Mola Hidatidosa Klinis Ganas
G. Perkembangan Pasien selama Perawatan
Tanggal
06-11-2014

Subjektif Objektif
Nyeri
perut
bagian
bawah

Poli Kandungan dan


Kebidanan
KU/kes : sedang/compos
mentis
TD : 100/60 mmHg
N : 80 x/menit
RR: 20x/menit
S : 36 C
Status Generalis:
- Mata : CA -/-, SI :-/- C: S1>S2 m g-

Assesment

Planning

P0A1 usia 17 a. Rawat Teratai


tahun dengan b. Rencana
Mola
Kemoterapi
Hidatidosa
siklus ke II
Klinis Ganas

- P: SDVes +/+, RH -/-,


Wh -/Status Lokalis :
Reg. Abdomen :
Inspeksi: cembung
Auskultasi: Bising usus
(+) normal
Perkusi: timpani
Palpasi : nyeri tekan (+)
suprapubik

7-11-2014

8-11-2014

Reg. genitalia eksterna


-PPV (-) FA (-)
Ruang Teratai Kamar
Isolasi
Perut
KU/kes : sedang/compos
bawah
nyeri saat mentis
TD : 100/60 mmHg
BAK
N : 72 x/menit
RR: 20x/menit
S : 36 C
Status Generalis:
- Mata : CA -/-, SI :-/- C: S1>S2 m g- P: SDVes +/+, RH -/-,
Wh -/Status Lokalis :
Reg. Abdomen :
Inspeksi: cembung
Auskultasi: Bising usus
(+) normal
Perkusi: timpani
Palpasi : nyeri tekan (-)
Reg. genitalia eksterna
-PPV (-) FA (-)
BAB: (+), BAK (+),
Flatus (+)
Nyeri
perut
bawah,
nyeri saat
BAK

Ruang Teratai Kamar 5


KU/kes
:
Sedang/
compos mentis
TD : 110/70 mmHg
N : 88 x/menit
RR: 20 x/menit
S : 36,5C
Status Generalis:
- Mata : CA -/-, SI :-/-

P0A1 usia a. Kemoterapi


17
tahun
ditunda,
dengan
menunggu hasil
Mola
PA
Hidatidosa
b. Asam
Klinis
Mefenamat 3x
Ganas
500 mg
c. Injeksi vitamin
C 1 ampul i.m

P0A1 usia a. Kemoterapi hari


17
tahun
I: Metotrexat 17
dengan
mg i.m
Mola
b. Asam
Hidatidosa
Mefenamat 3x
Klinis
500 mg
Ganas
c. Injeksi vitamin
C 1 ampul i.m

- C: S1>S2 reg m g- P: SDVes +/+, RH -/-,


Wh -/Status Lokalis :
Reg. Abdomen :
Inspeksi : cembung
Auskultasi : bising usus
(+) normal
Perkusi: timpani
Palpasi: nyeri tekan (+)
suprapubik
Reg. Genitalia externa:
- PPV (+), FA(-)
Status vegetatif:
BAB: (+), BAK (+),
Flatus (+)
9-11-2014

Tidak ada Ruang Teratai Kamar 5


keluhan
KU/kes
:
Sedang/
compos mentis
TD : 110/70 mmHg
N : 84 x/menit
RR: 20 x/menit
S : 36,5C
Status Generalis:
- Mata : CA -/-, SI :-/- C: S1>S2 reg m g- P: SDVes +/+, RH -/-,
Wh -/Status Lokalis :
Reg. Abdomen :
Inspeksi : cembung
Auskultasi : bising usus
(+) normal
Perkusi: timpani
Palpasi: nyeri tekan (+)
suprapubik
Reg. Genitalia externa:
- PPV (+), FA(-)
Status vegetatif:
BAB: (+), BAK (+),
Flatus (+)

P0A1 usia a. Kemoterapi hari


17
tahun
II: Metotrexat
dengan
17 mg i.m
Mola
b. Asam
Hidatidosa
Mefenamat 3x
Klinis
500 mg
Ganas
c. Injeksi vitamin
C 1 ampul i.m

10-11-2014

Tidak ada Ruang Teratai Kamar 5


keluhan
KU/kes
:
Sedang/
compos mentis
TD : 100/70 mmHg
N : 80 x/menit
RR: 20 x/menit
S : 36,5C
Status Generalis:
- Mata : CA -/-, SI :-/- C: S1>S2 reg m g- P: SDVes +/+, RH -/-,
Wh -/Status Lokalis :
Reg. Abdomen :
Inspeksi : cembung
Auskultasi : bising usus
(+) normal
Perkusi: timpani
Palpasi: nyeri tekan (+)
suprapubik
Reg. Genitalia externa:

P0A1 usia a. Kemoterapi hari


17
tahun
III: Metotrexat
dengan
17 mg i.m
Mola
b. Asam
Hidatidosa
Mefenamat 3x
Klinis
500 mg
Ganas
c. Injeksi vitamin
C 1 ampul i.m

- PPV (+), FA(-)


Status vegetatif:
BAB: (-),
Flatus (+)
11-11-2014

Pusing,
nyeri
pinggang
kiri

BAK

(+),

Ruang Teratai Kamar 5


KU/kes
:
Sedang/
compos mentis
TD : 100/70 mmHg
N : 84 x/menit
RR: 20 x/menit
S : 36,5C
Status Generalis:
- Mata : CA -/-, SI :-/- C: S1>S2 reg m g- P: SDVes +/+, RH -/-,
Wh -/Status Lokalis :
Reg. Abdomen :
Inspeksi : cembung
Auskultasi : bising usus

P0A1 usia a. Kemoterapi hari


17
tahun
IV: Metotrexat
dengan
17 mg i.m
Mola
b. Asam
Hidatidosa
Mefenamat 3x
Klinis
500 mg
Ganas
c. Injeksi vitamin
C 1 ampul i.m

(+) normal
Perkusi: timpani
Palpasi: nyeri tekan (-),
nyeri ketok kostovertebra
(-)
Reg. Genitalia externa:
- PPV (-), FA(-)
Status vegetatif:
BAB: (-),
Flatus (+)

12-11-2014

Nyeri
pinggang
kiri

BAK

(+),

Ruang Teratai Kamar 5


KU/kes
:
Sedang/
compos mentis
TD : 100/70 mmHg
N : 84 x/menit
RR: 20 x/menit
S : 36,5C
Status Generalis:
- Mata : CA -/-, SI :-/- C: S1>S2 reg m g- P: SDVes +/+, RH -/-,
Wh -/Status Lokalis :
Reg. Abdomen :
Inspeksi : cembung
Auskultasi : bising usus
(+) normal
Perkusi: timpani
Palpasi: nyeri tekan (+)
regio inguinal kiri, nyeri
ketok kostovertebra (-)
Reg. Genitalia externa:
- PPV (+) flek, FA(-)
Status vegetatif:
BAB: (+), BAK (+),
Flatus (+)

P0A1 usia a. Kemoterapi hari


17
tahun
IV: Metotrexat
dengan
17 mg i.m
Mola
b. Asam
Hidatidosa
Mefenamat 3x
Klinis
500 mg
Ganas
c. Injeksi vitamin
C 1 ampul i.m
d. Boleh
pulang
setelah
kemoterapi
selesai

IV.

PEMBAHASAN BERDASARKAN PERMASALAHAN PADA KASUS


A ANALISIS DIAGNOSIS
APAKAH DIAGNOSIS PADA PASIEN INI SUDAH BENAR?
Pasien datang tanggal 6 November 2014 pukul 10.00 ke Poli
Kandungan dan Kebidanan untuk kontrol dan rencana kemoterapi yang kedua
setelah kuret pada bulan Juni 2014 karena Mola hidatidosa. Di poli pasien
didiagnosis P0A1 usia 17 tahun dengan Mola Hidatidosa Klinis Ganas.
Menurut kami diagnosis tersebut tepat karena:
1. Pasien memiliki riwayat obstetri P0A1, yang artinya pasien memiliki
riwayat abortus sebanyak 1 kali dan dikuret pada Juni 2014 di RS Cilacap.
2. Pada pemeriksaan fisik, ukuran uterus pasien dalam batas normal, sebesar
telur ayam.
3. Hasil pemeriksaan histopatologi jaringan hasil kuret tanggal 26 Juni 2014
adalah tak tampak tanda ganas, sesuai dengan Mola Hidatidosa.
4. Kadar -HCG yang diperiksa pada 17 Oktober 2014 adalah 135,19mIU/L.
Kadar HCG masih tinggi setelah evakuasi mola.
B ANALISIS PENEGAKKAN DIAGNOSIS
APAKAH PENEGAKKAN DIAGNOSIS PADA PASIEN INI SUDAH
BENAR?
Diagnosis di Poli Kandungan dan Kebidanan adalah Para 0 Abortus 1
usia 17 tahun dengan Mola Hidatidosa Klinis Ganas.
1. Anamnesis:
Pasien datang ke Poli Kandungan dan Kebidanan RSMS tanggal 6
November 2014 untuk menjalani kemoterapi yang kedua. Pasien
mengeluh nyeri perut di bagian bawah. Keluhan ini dirasakan sejak bulan
Juni 2014. Nyeri hilang timbul terasa seperti ditusuk-tusuk. Kadang nyeri
perut menjalar ke pinggang kiri. Nyeri memberat saat pasien beraktivitas.
Nyeri berkurang jika pasien beristirahat. Pasien juga mengeluhkan nyeri
perut saat berkemih. Pasien pernah menjalani kuret pada bulan Juni 2014.
2. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik di Poli Kandungan dan Kebidanan yaitu
tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 80x/menit, respiration rate 20x/menit,
suhu 360C. Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan di Ruang Teratai
menunjukkan bahwa status generalis pasien dalam batas normal. Status

ginekologis pasien juga dalam batas normal. Ukuran uterus pasien normal,
yaitu sebesar telur ayam. Tidak ada perdarahan per vaginam maupun
keputihan.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pasien membawa hasil pemeriksaan -HCG yang dilakukan 4
bulan setelah evakuasi mola, yaitu tanggal 17 Oktober 2014. Kadar HCG masih tinggi, yaitu 135,19 mIU/L. Pemeriksaan darah lengkap
ureum darah dan kreatini dilakukan di Ruang Teratai untuk persiapan
kemoterapi. Hasil pemeriksaan laboratorium darah dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan histopatologi jaringan yang dilakukan tanggal 23 Juni
2014 yaitu tak tampak tanda ganas, sesuai dengan Mola Hidatidosa.
C ANALISIS PENATALAKSANAAN
APAKAH PENATALAKSANAAN PADA PASIEN INI SUDAH BENAR?
1. Pemberian Metotrexat 17 mg i.m sudah tepat. Metotrexat merupakan suatu
profilaksis kemoterapi setelah evakuai mola hidatidosa yang dihubungkan
dengan penurunan insidensi terjadinya penyakit trofoblastik post molar
dari 15-20% menjadi 3-8%. Semua pasien yang menjalani pemeriksaan
hCG serial setelah evakuasi molar dan ditemukan tetap, penyakit
trofobastik dapat diobati dengan kemoterapi. Dosis metotrexat 0,4mg/kg
(maksimum 30 mg) i.v atau i.m setiap hari selama 5 hari pada 1 siklus
terapi (Biljana dan Milenkovic, 2010). Berat badan pasien 44,5 kg
sehingga dosis metotrexat untuk pasien adalah 17 mg.
2. Pemberian asam mefenamat sudah tepat untuk anti nyeri.
3. Pemberian vitamin C sebagai antioksidan berfungsi untuk melambatkan
apoptosis sel tumor yang dipicu oleh adanya reactive oxygen species
(ROS) yang terdapat dalam jaringan (Velicer dan Ulrich, 2008).

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
1. Diagnosis pasien pada saat datang adalah P0A1 usia 17 tahun dengan
Mola Hidatidosa Klinis Ganas.
2. Pasien menjalani program kemoterapi siklus kedua dengan regimen
metotrexate 17 mg.
3. Pasien mendapatkan asam mefenamat untuk mengurangi keluhan nyeri
perut dan nyeri pinggang.
4. Vitamin C yang diberikan kepada pasien befungsi sebagai antioksidan.
5. Pasien diperbolehkan pulang setelah menjalani kemoterapi hari ke 5.
B. Saran
1. Diperlukan pemeriksaan serial kadar -HCG pasien.
2. Pasien pulang pada hari keenam setelah kemoterapi hari ke 5 dengan tidak
adanya komplikasi.
3. Pemberian edukasi tentang
pasien.

kemoterapi selanjutnya diberikan kepada

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah M.N. dkk. Mola Hidatidosa. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab.
Kebidanan Dan Penyakit Kandungan. Rsud Dokter Soetomo Surabaya.
1994. Hal 25-28.
Berends MAM, Snoek J, De Jong EMGJ, Van de Kerkhof PCM, Van Oijen MGH,
Van Krieken JH, Drenth JPH. 2006. Liver Injury In Long-Term
Methotrexate Treatment In Psoriasis Is Relatively Infrequent. Aliment
Pharmacol Ther. 24: 805-811.
Bilijana L dan Milenkovic V. 2010. Treatment Of Gestational Trophoblastic
Disease Review Of Literature. Acta Medica Medianae. 49(1): 64-69.
Cuninngham. FG., Gant NF., Leveno KJ., Gilstrap LC., Hauth JC., Wenstrom KD.
2005. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional. Obstetri
Williams. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Hal 930-938.
Lurain JR. 2010. Gestational Trophoblastic Disease I: Epidemiology, Pathology,
Clinical Presentation And Diagnosis Of Gestational Trophoblastic Disease,
And Management Of Hydatidiform Mole. American Journal of Obstetrics
& Gynecology. Hal. 531-539.
Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I.Media Aesculapius.
Jakarta.2001. Hal 265-267.
Martaadisoebrata D, & Sumapraja, S. 2002. Penyakit Serta Kelainan Plasenta&
Selaput Janin. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. Hal 341-348.
Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi2.Penerbit
Buku Kedokteran. ECG. Jakarta. Hal. 238-243.
Moore L. 2008, Hydatidiform Mole, available at www.e-medicine.com
Ningrum DM dan Emilia O. 2010. Mola Hidatidosa. Available at
http://theeyebrow.blogspot.com/2008/01/mola-hidatidosa.html.
Prawirohadjo S dan Wiknjosastro H. 1999. Mola Hidatidosa. Ilmu Kandungan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwonoprawirohadjo. Jakarta. Hal . 262-264.
Price SA dan Wilson LM. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit. Edisi 6 Volume 1 dan 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. Obsetetri Patologik. Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Elstar
Offset. Bandung. 1981. Hal38-42.
Syafii, Aprianti S., Hardjoeno. 2006. Kadar b-hcg Penderita Mola Hidatidosa
Sebelum dan Sesudah Kuretase. Indonesian Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory. 13(1): 1-3.
The royal colegge of obstetrician and gynaecologists. 1999. A Guidline
Manajemen Trophoblastic Neoplasia. available at www.RCOG.com.
Velicer CM dan Ulrich CM. 2008. Vitamin and Mineral Supplement Use Among
US Adult After Cancer Diagnosis: A Systemic Review. J Clin Oncol.
26(4): 665-673.
Wilson B. 2008. Sonography of the Placenta And Umbilical Cord. Radiologic
Technology. 79(4): 333S-45S.

Anda mungkin juga menyukai