Disusun oleh:
1. Irham Tahkik S
2. Anggraini Kuswadaingrum
3. Hanifan Heru Nugrahadi
4. Cahyaning Tias
G4A013069
G4A013070
G4A013071
G4A013072
Pembimbing
dr. Aditiyono, Sp.OG
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi Kasus:
P0A1 Usia 17 Tahun dengan Mola Hidatidosa Klinis Ganas
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Ujian
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Disusun oleh:
1. Irham Tahkik S
2. Anggraini Kuswadaingrum
3. Hanifan Heru Nugrahadi
4. Cahyaning Tias
G4A013069
G4A013070
G4A013071
G4A013072
Desember 2014
Pembimbing,
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mola Hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional
(PTG), yang meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yaitu mola
hidatidosa parsial dan sempurna, koriokarsinoma, mola invasif dan placental
site trophoblastic tumors. Para ahli ginekologi dan onkologi sependapat untuk
mempertimbangkan kondisi ini sebagai kemungkinan terjadinya keganasan,
dengan mola hidatidosa berprognosis jinak, dan koriokarsinoma yang ganas,
sedangkan mola hidatidosa invasif sebagai borderline keganasan. Kehamilan
mola secara histologis ditandai dengan kelainan vili khorionik yang terdiri dari
proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. Mola
biasanya terletak di rongga uterus, namun kadang-kadang terletak di tuba
fallopi dan bahkan ovarium (Cunningham dkk 2005; Moore, 2008).
Frekuensi mola banyak ditemukan di negara negara Asia, Afrika dan
Amerika latin dari pada di negara negara barat. Mola hidatidosa merupakan
penyakit wanita dalam masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45
tahun. Beberapa studi menyimpulkan di Amerika Utara, Australia, New
Zaeland dan Eropa memprlihatkan insidensi mola hidatidosa 0,57-1,1 per
1000 kehamilan sedangkan insidensi di Asia Tenggara dan Jepang 2,0 per
1000 kehamilan (Lurain, 2010).
Penanganan mola hidatidosa tidak terbatas pada evakuasi kehamilan
mola saja, tetapi juga membutuhkan penanganan lebih lanjut berupa
monitoring untuk memastikan prognosis penyakit tersebut. Mola Hidatidosa
adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast. Kehamilan pada mola hidatidosa
tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, tetapi berkembang menjadi
keadaan patologik.
II.
A. Anatomi dan Fisiologi
TINJAUAN PUSTAKA
ostium uteri interna dan bersambung dengan rongga vagina melalui ostium
uteri eksterna (Cunningham dkk, 2005).
trofoblas
dan
merupakan
organ
pertama
kehamilan
yang
memperlihatkan
kemajuan
besar
dalam
Awal bulan ke-2, trofoblas ditandai oleh sejumlah besar vili sekunder
dan tersier yang memberikan tampilan radial. Pada kutub embrio, vili banyak
dan terbentuk dengan baik sedangkan pada kutub seberangnya vili yang
terbentuk sedikit dan kurang berkembang. Awal bulan ke-4, plasenta memiliki
dua komponen yaitu di kutub janin terbentuk frondosum korion (chorionic
plate) dan di kutub ibu dibentuk oleh desidua basalis (basal plate) yang
dijembatani oleh korda umbilikalis. Ketika plasenta telah terbentuk sempurna
akan terjadi koneksi penting antara ibu dan janin yang sedang berkembang
untuk memungkinkan pertukaran gas penting dan nutrisi. Plasenta berfungsi
untuk kelangsungan hidup janin.Ketika dilahirkan, plasenta terdiri atas dua
sisi yaitu sisi maternal dan sisi fetus. Sisi maternal akan terlihat dengan
permukaan yang tidak rata yang terdiri atas kotiledon-kotiledon dan sisi fetus
akan terlihat lebih halus dan mengkilap. Plasenta berfungsi dalam pemenuhan
kebutuhan gas dan nutrisi bagi janin, serta menghasilkan hormon steroid yaitu
estrogen dan progesteron. Human chorionic gonadotrophyn ( hCG )
merupakan luteneizing hormone yang dihasilkan oleh syncytiotrophoblasts
dari plasenta di awal kehamilan. Hormon ini menjadi tanda awal adanya
kehamilan. Saat plasenta menghasilkan hormon-hormon steroid maka sekresi
hCG segera mengalami penurunan (Cunningham dkk, 2005; Wilson, 2008).
Ovum yang telah dibuahi akan diantarkan melalui tuba uterin ke uterus
(pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil
yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar,
tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai
keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus. Pada
umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna.
Penyakit trofoblast merupakan suatu kegagalan reproduksi. Kehamilan tidak
berkembang dengan baik sehingga janin menjadi tidak sempurna, melainkan
berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu
pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrofik dari jonjot karion, sehingga
menyerupai gelembung yang disebut mola hidatidosa (Cunningham dkk,
2005; Ningrum dan Emilia, 2008).
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung gelembung berisi
cairan jernih merupakan kista kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi
yang
menyerupai
anggur
(Prawirohardjo
dkk,
1999;
Martaadisoebrata, 2005).
C. Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per
120 kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di
Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan
insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko
banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital
based (Syafii, 2006).
D. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor faktor yang dapat
menyebabkan
antara
lain
(Prawirohardjo
dan
Wiknjosastro,
1999;
4. Paritas tinggi
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas
Menurut Martaadisoebrata (2005), faktor risiko mola hidatidosa
terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk,
riwayat obstetri, etnis dan genetik
E. Klasifikasi
1. Mola Hidatidosa Sempurna
Mola sempurna mengalami pembesaran awal dan seragam dari vili
pada ketiadaan fetus atu embrio trofoblas hiperplatik secara konsisten
dengan berbagai derajat atipia dan ketiadan kapiler vili yang dapat dilihat
pada Gambar 3. Sekitar 90% mola sempurna mempunyai kromosom
46,XX yang berasal dari duplikasi kromosom haploid sperma setelah
membuahi ovum yang tidak kromosomnya maupun kromosomnya tidak
aktif. Mola sempurna sebanyak 10% mempunyai kromosom 46,XY atau
$^,XX sebagai hasil dari pembuahan pada ovum kosong dari 2 sperma
(dispermi). Trofoblastik ganas (mola invasif atau koriokarsinoma) berasal
dari mola sempurna pada 15-20% kasus (Lurain, 2010).
atipia ringan, yang dapat dilihat pada Gambar 4. Sebagian besar mola
parsial mempunyai kariotip triploid (biasanya 69,XXY) yang dihasilkan
dari hasil pembuahan ovum normal oleh 2 sperma. Kurang dari 5% mola
parsial akan berkembang menjadi penyakit trofoblastik ganas postmola.
Metastasis jarang terjadi dan diagnosis histopatologik dari koriokarsinoma
belum dapat dikonfirmasi setelah mola parsial (Lurain, 2010).
Mola Parsial
Umumnya
69,XXX
69,XXY
Sering dijumpai
Sering dijumpai
Bervariasi, fokal
Bervariasi,
fokal,
sampai sedang
Mola Sempurna
atau 46,XX atau 46,XY
Tidak ada
Tidak ada
Difus
ringan Bervariasi,
berat
Missed abortion
Kecil untuk masa kehamilan
Gestasi mola
50% besar
kehamilan
Jarang
25-30%
Jarang
Sering
Kuang dari 5-10%
20%
(Cunningham dkk, 2005)
ringan
untuk
sampa
masa
kehamilan.
Tidak dirasakan tanda tanda adanya gerakan janin maupun ballotement
Hiperemesis,
Pasien dapat mengalami mual dan muntah cuku berat
Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke 24
Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
Tirotoksikosis (Prawirohadjo dan Wiknjosastro, 1999; Martaadisoebrata,
2002).
I. Penegakan Diagnosis
2. Mola Parsial
a. Lebih sering tidak memperlihatkan tanda fisik. Paling sering
ditemukan dengan USG.
b. Pembesaran uterus dan preeklampsia dilaporkan terjadi hanya pada 3%
kasus
c. Kista teka lutein, hiperemesis, and hipertiroidisme jarang terjadi.
3. Mola Kembar
a. Gestasi kembar dengan mola sempurna dan janin dengan plasenta
normal telah dilaporkan. Kasus bayi lahir dengan sehat (dengan
kembar mola) pada keadaan seperti ini juga pernah dilaporkan.
b. Wanita dengan gestasi normal dan mola beresiko untuk menjadi
persisten dan cenderung dapat bermetastasis. Mengakhiri kehamilan
merupakan pilihan yang direkomendasikan.
c. Kehamilan dapat dilanjutkan selama status maternal stabil, tanpa
perdarahan, thyrotoxikosis, atau hipertensi berat. Pasien sebaiknya
diberi tahu mengenai resiko dari morbiditas maternal akibat
komplikasi mola kembar.
d. Diagnosis genetic prenatal melalui sampling chorionic villus atau
amniosentesis direkomendasikan untuk mengevaluasi kariotipe fetus.
J. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain kadar beta
HCG yang normal. Bila didapatkan > 100.000 mIU/mL merupakan
indikasi dari pertumbuhan trofoblastik yang banyak sekali dan kecurigaan
terhadap kehamilan mola harus disingkirkan. Anemia merupakan
komplikasi yang sering terjadi disertai dengan kecenderungan terjadinya
koagulopati.sehingga pemeriksaan darah lengkap dan tes koagulasi
dilakukan. Dilakukan juga pemeriksaan tes fungsi hati, BUN dan kreatinin
serta tiroksin dan serum inhibin A dan activin (Mochtar, 1998;
Prawirohadjo dan Wiknjosastro, 1999; Cunningham dkk, 2005).
2. Pemeriksaan Radiologi
Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi pada trimester awal
kehamilan sebelum onset tanda klasik muncul dengan bantuan alat
penunjang ultrasonografi (USG) yang beresolusi tinggi. Karakteristik USG
mola adanya gambaran badai salju (snowstorm) yang mengindikasikan
villi koriales yang hidrofik. Pencitraan ultrasonografi merupakan
mola
hidatidosa
dapat
dilakukan
dengan
cara
Prawirohadjo
dan
Wiknjosastro,
1999;
Martaadisoebrata
dan
b. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila
kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam
kemudian dilakukan kuret.
c. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan
umum penderita.
d. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan.
e. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30
tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi
pusat atau lebih (Abdullah , 1994; Mochtar, 1998; Prawirohadjo dan
Wiknjosastro,
1999;
Martaadisoebrata
dan
Sumapraja,
2002;
dan
Sumapraja,
2002;
tahun pertama harus dimonitor setiap bulan dan tiga bulan sekali
pada tahun kedua. Kemoterapi harus dimulai bila kadar hCG stabil
atau mengalami peningkatan atau selama follow up jika metastasis
terdeteksi.
4) Sitostatika Profilaksis
Metotrexate merupakan suatu antagonis folat, yang secara
kompetitif menghambat dihidrofolat reduktase, suatu enzim yang
berfungsi menyintesis metionin, purin dan timidilat serta sintesis
DNA. Metotrexat mempunyai efek anti inflamasi yang poten pada
respon imun yang diperantarai sel T dengan cara menghambat
proliferasi atau menginduksi apoptosis sel T yang teraktivasi dan
memblok proliferasi sel epidermal yang abnormal (Berends dkk,
2006).
Dosis metotrexat 0,4mg/kg (maksimum 30 mg) i.v atau i.m
setiap hari selama 5 hari pada 1 siklus terapi. Dosis tinggi
metotrexat 1,0-15 mg/kg i.m diberikan setiap haris elama 4 hari
dengan tambahan asam folat 01-015 mg/kg i.m yang diberikan 24
jam setelah tiap dosis metotrexat. Keuntungan protokol ini adalah
mudah digunakan dan tingkat toksisitas yang rendah. Metotrexat
dapat diberikan dalam dosis mingguan tunggal 30mg/m2 dan hasil
yang dicapai kurang baik. Metotrexat dimetabolisme di hepar
sehingga pemberian regimen ini dikontraindikasikan pada pasein
dengan gangguan hepar atau fungsi ginjal. Metotrexat dapat
menyebabkan fotosensitivitas (Biljana dan Milenkovic, 2010).
Kemoterapi berlanjut sampai titer hCG normal pada 3 kali
pemeriksaan yang berurutan dan 2 siklus tambahan dapat diberikan
setelah kadar hCG normal. Pada pemberian terapi yang tidak
menunjukkan hasil, siklus selanjutnya diberikan bergantung pada
hasil laboratorium, yang dilakukan setiap 7-14 hari. Durasi terapi
ditentukan oleh level hCG, jumlah leukosit, jumlah tombosit,
SGOT dan hitung jenis darah. Siklus baru kemoterapi tidak boleh
dimulai jika jumlah leukosit kurang dari 3000/ml, jumlah
granulosit kurang dari 1500/ml, jumlah trombosit di bawah
100.000/ml atau SGOT lebih dari 50 unit. Obat kemoterapi harus
diganti bila level hCG tidak turun atau terjadi toksisitas. Bila
terjadi peningkatan kadar hCG atau terjadi metastasis terapi
kombinasi (multiagen) merupakan pilihan terapi (Biljana dan
Milenkovic, 2010).
L. Komplikasi
1. Perdarahan hebat
2. Keganasan (PTG)
3. Perdarahan yang hebat sampai syok
4. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
5. Infeksi sekunder
6. Perforasi karena tindakan atau keganasan (Abdullah, 1994; Prawirohadjo
dan Wiknjosastro, 1999; Cunningham dkk 2005).
M. Prognosis
Hampir 20% mola hidatidosa komplet berlanjut menjadi keganasan,
sedangkan mola hidatidosa parsial jarang. Mola yang terjadi berulang disertai
tirotoksikosis atau kista lutein memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih
tinggi. Prognosis Kematian pada mola hidatidosa disebabkan perdarahan,
infeksi, payah jantung atau tirotoksikosis. Sebagian dari pasien mola akan
segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok
perempuan yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi
koriokarsinoma (Mochtar, 1998; Prawirohadjo dan Wiknjosastro, 1999;
Cunningham dkk, 2005).
Bila tindakan penanganan dan pengobatan telah dilakukan secara cepat
dan tepat, maka ibu dapat berpeluang untuk hamil kembali. Kontrol rutin tetap
harus dijalani sesuai ketentuan prosedur dari dokter. Bila pemeriksaan kadar
HCG dalam darah sampai tiga kali berturut turut negatif, ibu boleh pulng
dengan diberi konseling penggunaan alat kontrasepsi untuk menunda
kehamilan.Alat kontrasepsi pilhan bisa pil, atau IUD (Mochtar, 1998;
Prawirohadjo dan Wiknjosastro, 1999; Cunningham dkk, 2005).
N. Pencegahan
1. Harus senantiasa menjaga kesehatan saat kehamilan dan priksa USG rutin
2. Mengkonsumsi makanan bergizi dan seimbang.
3. Jangan kekurangan vitamin A. Konsumsi vitamin A sangat penting karena
peranannya dalam menanggulangi hamil anggur. Pemenuhan gizi,
khususnya vitamin A, akan menghindari ibu yang akan hamil dari
III.
A. Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin
Pendidikan Terakhir
Alamat
Agama
Suku Bangsa
Status
Pekerjaan
Nama Suami
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan
Alamat
Agama
Tanggal masuk RSMS
Tanggal periksa
No.CM
B. Anamnesis
LAPORAN KASUS
: Ny. TT
: 17 tahun
: Perempuan
: SMP
: Mertasinga 4/7 Cilacap Utara
: Islam
: Jawa
: Menikah
: Ibu Rumah Tangga
: Tn. S
: 25 tahun
: Laki-Laki
: SMA
: Karyawan Pertamina
: Mertasinga 4/7 Cilacap Utara
: Islam
: 6 November 2014
: 7 November 2012
: 807766
1. Keluhan Utama
Nyeri perut bagian bawah
2. Keluhan Tambahan
Nyeri pinggang kiri
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Kandungan dan Kebidanan RSMS tanggal 6
November 2014 untuk menjalani kemoterapi yang kedua. Pasien
mengeluh nyeri perut di bagian bawah. Keluhan ini dirasakan sejak bulan
Juni 2014. Nyeri hilang timbul terasa seperti ditusuk-tusuk. Kadang nyeri
perut menjalar ke pinggang kiri. Nyeri memberat saat pasien beraktivitas.
Nyeri berkurang jika pasien beristirahat. Pasien juga mengeluhkan nyeri
perut saat berkemih.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Penyakit Jantung
: disangkal
b. Penyakit Paru
: disangkal
: disangkal
d. Penyakit Ginjal
: disangkal
e. Penyakit Hipertensi
: disangkal
f. Riwayat Alergi
: disangkal
g. Riwayat Infeksi
infeksi
saluran
kemih
bulan
Agustus 2014
h. Riwayat Kemoterapi
: disangkal
b. Penyakit Paru
: disangkal
: disangkal
d. Penyakit Ginjal
: disangkal
e. Penyakit Hipertensi
: disangkal
f. Riwayat Alergi
: disangkal
6. Riwayat Menstruasi
a. Menarche
: usia 14 tahun
b. Lama haid
: 6 hari
c. Siklus haid
: teratur 28 hari
d. Dismenorrhea
: ada
7. Riwayat Menikah
Pasien menikah sebanyak satu kali selama satu tahun.
8. Riwayat Obstetri
P0A1
9. Riwayat KB
Pasien belum pernah menggunakan KB
10. Riwayat Ginekologi
a. Riwayat Operasi
: tidak ada
b. Riwayat Kuret
c. Riwayat Keputihan
: tidak ada
Auskultasi
parasternal (-)
: vokal fremitus paru kanan = paru kiri
ketertinggalan gerak (-)
: sonor pada seluruh lapang paru
: SD vesikuler, ST -/: ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS
: ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS
ictus cordis kuat angkat (-)
: batas jantung
Kanan atas SIC II LPSD
Kiri atas SIC II LPSS
Kanan bawah SIC IV LPSD
Kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS
: S1>S2, regular, ST -/-
d. Pemeriksaan Abdomen
Inspkesi : cembung, venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi
: supel, nyeri tekan (+) suprapubik
Hepar
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
e. Pemeriksaan ekstermitas
Superior : edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis -/Inferior : edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis -/2. Status Lokalis
Abdomen
Inspeksi
: cembung, venektasi (-)
Palpasi
: supel, nyeri tekan (+) suprapubik
Perkusi
: timpani
Auskultasi
: bising usus (+) normal
3. Pemeriksaan Genitalia
a. Status Genitalia Eksterna
1)
Vulva
: distribusi
merata, fluksus (-), fluor albus (-)
2)
Labia mayora
3)
Labia minora
4)
Orifisium uretra externum
5)
Introitus vagina
parut (-), tanda radang (-)
b. Inspekulo
1) Discharge
2) Dinding vagina
3)
Porsio
rambut
pubis
: (-)
: licin, massa (-), tanda radang (-)
: ukuran sebesar ibu jari kaki,
: tertutup
: ukuran sebesar telur ayam,
D. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis
Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Kimia Klinik
Ureum darah
Kreatinin darah
B-HCG (17/10/14)
Tgl.06/11/14
(17:10)
12,1 g/dl
8.380/ul
35% (L)
4,5x106/uL
301.000/uL
77,8 fL (L)
26,9 pg (L)
34,6%
14,3%
0,7%
4,5% (H)
0,2%
486%
39,9%
6,1%
23,5 mg/dL
0,60 mg/dL
135,9
E. Pemeriksaan Histopatologi
Hasil pemeriksaan patologi anatomi tanggal 26 Juni 2014 adalah tak tampak
tanda ganas, sesuai dengan Mola Hidatidosa.
F. Diagnosis
P0A1, usia 17 tahun, dengan Mola Hidatidosa Klinis Ganas
G. Perkembangan Pasien selama Perawatan
Tanggal
06-11-2014
Subjektif Objektif
Nyeri
perut
bagian
bawah
Assesment
Planning
7-11-2014
8-11-2014
10-11-2014
Pusing,
nyeri
pinggang
kiri
BAK
(+),
(+) normal
Perkusi: timpani
Palpasi: nyeri tekan (-),
nyeri ketok kostovertebra
(-)
Reg. Genitalia externa:
- PPV (-), FA(-)
Status vegetatif:
BAB: (-),
Flatus (+)
12-11-2014
Nyeri
pinggang
kiri
BAK
(+),
IV.
ginekologis pasien juga dalam batas normal. Ukuran uterus pasien normal,
yaitu sebesar telur ayam. Tidak ada perdarahan per vaginam maupun
keputihan.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pasien membawa hasil pemeriksaan -HCG yang dilakukan 4
bulan setelah evakuasi mola, yaitu tanggal 17 Oktober 2014. Kadar HCG masih tinggi, yaitu 135,19 mIU/L. Pemeriksaan darah lengkap
ureum darah dan kreatini dilakukan di Ruang Teratai untuk persiapan
kemoterapi. Hasil pemeriksaan laboratorium darah dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan histopatologi jaringan yang dilakukan tanggal 23 Juni
2014 yaitu tak tampak tanda ganas, sesuai dengan Mola Hidatidosa.
C ANALISIS PENATALAKSANAAN
APAKAH PENATALAKSANAAN PADA PASIEN INI SUDAH BENAR?
1. Pemberian Metotrexat 17 mg i.m sudah tepat. Metotrexat merupakan suatu
profilaksis kemoterapi setelah evakuai mola hidatidosa yang dihubungkan
dengan penurunan insidensi terjadinya penyakit trofoblastik post molar
dari 15-20% menjadi 3-8%. Semua pasien yang menjalani pemeriksaan
hCG serial setelah evakuasi molar dan ditemukan tetap, penyakit
trofobastik dapat diobati dengan kemoterapi. Dosis metotrexat 0,4mg/kg
(maksimum 30 mg) i.v atau i.m setiap hari selama 5 hari pada 1 siklus
terapi (Biljana dan Milenkovic, 2010). Berat badan pasien 44,5 kg
sehingga dosis metotrexat untuk pasien adalah 17 mg.
2. Pemberian asam mefenamat sudah tepat untuk anti nyeri.
3. Pemberian vitamin C sebagai antioksidan berfungsi untuk melambatkan
apoptosis sel tumor yang dipicu oleh adanya reactive oxygen species
(ROS) yang terdapat dalam jaringan (Velicer dan Ulrich, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah M.N. dkk. Mola Hidatidosa. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab.
Kebidanan Dan Penyakit Kandungan. Rsud Dokter Soetomo Surabaya.
1994. Hal 25-28.
Berends MAM, Snoek J, De Jong EMGJ, Van de Kerkhof PCM, Van Oijen MGH,
Van Krieken JH, Drenth JPH. 2006. Liver Injury In Long-Term
Methotrexate Treatment In Psoriasis Is Relatively Infrequent. Aliment
Pharmacol Ther. 24: 805-811.
Bilijana L dan Milenkovic V. 2010. Treatment Of Gestational Trophoblastic
Disease Review Of Literature. Acta Medica Medianae. 49(1): 64-69.
Cuninngham. FG., Gant NF., Leveno KJ., Gilstrap LC., Hauth JC., Wenstrom KD.
2005. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional. Obstetri
Williams. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Hal 930-938.
Lurain JR. 2010. Gestational Trophoblastic Disease I: Epidemiology, Pathology,
Clinical Presentation And Diagnosis Of Gestational Trophoblastic Disease,
And Management Of Hydatidiform Mole. American Journal of Obstetrics
& Gynecology. Hal. 531-539.
Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I.Media Aesculapius.
Jakarta.2001. Hal 265-267.
Martaadisoebrata D, & Sumapraja, S. 2002. Penyakit Serta Kelainan Plasenta&
Selaput Janin. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. Hal 341-348.
Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi2.Penerbit
Buku Kedokteran. ECG. Jakarta. Hal. 238-243.
Moore L. 2008, Hydatidiform Mole, available at www.e-medicine.com
Ningrum DM dan Emilia O. 2010. Mola Hidatidosa. Available at
http://theeyebrow.blogspot.com/2008/01/mola-hidatidosa.html.
Prawirohadjo S dan Wiknjosastro H. 1999. Mola Hidatidosa. Ilmu Kandungan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwonoprawirohadjo. Jakarta. Hal . 262-264.
Price SA dan Wilson LM. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit. Edisi 6 Volume 1 dan 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. Obsetetri Patologik. Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Elstar
Offset. Bandung. 1981. Hal38-42.
Syafii, Aprianti S., Hardjoeno. 2006. Kadar b-hcg Penderita Mola Hidatidosa
Sebelum dan Sesudah Kuretase. Indonesian Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory. 13(1): 1-3.
The royal colegge of obstetrician and gynaecologists. 1999. A Guidline
Manajemen Trophoblastic Neoplasia. available at www.RCOG.com.
Velicer CM dan Ulrich CM. 2008. Vitamin and Mineral Supplement Use Among
US Adult After Cancer Diagnosis: A Systemic Review. J Clin Oncol.
26(4): 665-673.
Wilson B. 2008. Sonography of the Placenta And Umbilical Cord. Radiologic
Technology. 79(4): 333S-45S.