Anda di halaman 1dari 11

NAMA: HANIFAN HERU

NIM : G4A013071
1.
2.
3.
4.
5.

Terangkan patofisiologi stroke rekuren?


Terangkan patofisiologi status epileptikus?
Bagaimana cara pemeriksaan Fisik HNP? Apa saja??
Cara mendiagnosis Cluster Headcahe dan manajemennya?
Perbedaan pemeriksaan Pernurunan kesadaran neurologi dan non neurolog??
Jawaban
1. Patofisiologi stroke rekuren
Trombosis (penyakit trombo oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling
sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi,
sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami
pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya.
Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan
bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima
arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut ,
sedangkan sel sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan
berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik
tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat tempat yang
melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat tempat khusus tersebut.
Pembuluh pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin
jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan
basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar.
Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan
dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim,
adenosin

difosfat

yang

mengawali

mekanisme

koagulasi.

Sumbat

fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal
di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna

2. Patofisiologi status epileptikus


Status epileptikus dapat disebabkan oleh:
a. Alkohol
b. Anoksia
c. Antikonvulsan-withdrawal
d. Penyakit cerebrovaskular
e. Epilepsi kronik
f. Infeksi SSP
g. Toksisitas obat-obatan
h. Metabolik
i. Trauma
j. Tumor
Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase:
a. Fase Pertama
Mekanisme kompensasi, seperti peningkatan aliran darah otak dan cardiac
output, peningkatan oksigenase jaringan otak, peningkatan tekanan darah,
peningkatan laktat serum, peningkatan glukosa serum dan penurunan pH
yang diakibatkan asidosis laktat. Perubahan syaraf reversibel pada tahap ini.
b. Fase Kedua
Setelah 30 menit, ada perubahan ke fase kedua, kemampuan tubuh
beradaptasi berkurang dimana tekanan darah , pH dan glukosa serum
kembali normal. Kerusakan syaraf irreversibel pada tahap ini.
c. Fase Ketiga
Fase ketiga aktivitas kejang berlanjut mengarah pada terjadinya hipertermia
(suhu meningkat), perburukan pernafasan dan peningkatan kerusakan syaraf
yang irreversibel.
d. Fase keempat
Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap
keempat, ketika peningkatan pernafasan yang buruk memerlukan
mekanisme ventilasi. Keadaan ini diikuti oleh penghentian dari seluruh
klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi kehilangan syaraf dan
kehilangan otak berlanjut.
e. Fase kelima
Kerusakan dan kematian syaraf yang tidak seragam pada status epileptikus,
tetapi maksimal pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan
keenam dari korteks serebri, serebellum, hipokampus, nukleus thalamikus
dan amigdala). Hipokampus mungkin paling sensitif akibat efek dari status
epileptikus, dengan kehilangan syaraf maksimal dalam zona Summer
Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraf begitu
kompleks dan melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf melalui
reseptor GABA dan meningkatkan pelepasan dari glutamat dan merangsang

reseptor glutamat dengan masuknya ion Natrium dan Kalsium dan


kerusakan sel yang diperantarai kalsium.
3. Pemeriksaan fisik HNP
Pada posisi terlentang dapat dilakukan tes provokasi sbb:
1. Tes untuk meregangkan saraf iskhiadikus.
a. Tes Laseque (straight leg raising = SLR)
Dilakukan fleksi tungkai yang sakit dalam posisi lutut ekstensi. Tes
normal bila tungkai dapat difleksikan hingga 80-90 derajat. Tes positif
bila timbul rasa nyeri di sepanjang perjalanan saraf iskhiadikus sebelum
tungkai mencapai kecuraman 70 derajat. Tes ini terutama meregangkan
saraf spinal L5 dan S1, sedangkan yang lain kurang diregangkan.
Beberapa variasi dari tes ini adalah dorsofleksi kaki yang akan
menyebabkan nyeri bertambah (Bragards sign) atau dorsofleksi ibu jari
kaki (Sicards sign).
b. Tes Laseque menyilang / crossed straight leg raising test (Tes
OConell).
Tes ini sama dengan tes Laseque tetapi yang diangkat tungkai yang
sehat. Tes positif bila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sehat
(biasanya perlu sudut yang lebih besar untuk menimbulkan nyeri
radikuler dari tungkai yang sakit).
2. Tes untuk menaikkan tekanan intratekal.
a. Tes Naffziger
Dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit atau dengan
melakukan kompresi dengan ikatan sfigmomanometer selama 10 menit
tekanan sebesar 40mmHg sampai pasien merasakan penuh di kepala.
Dengan penekanan tersebut mengakibatkan tekanan intrakranial
meningkat yang akan diteruskan ke ruang intratekal sehingga akan
memprovokasi nyeri radikuler bila ada HNP.
b. Tes Valsava
Dalam berbaring atau duduk, pasien disuruh mengejan. Nyeri timbul
ditempat lesi yang menekan radiks spinalis daerah lumbal
4. Cara menegakan diagnosis dan manajemen penanganan cluster headache

A. Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh International


Headache Society (IHS) adalah sebagai berikut:
a. Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah
b. Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri
temporal selama 15 180 menit bila tidak di tatalaksana.
c. Sakit kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :
1. Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakriimasi
2. Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea
3. Edema kelopak mata ipsilateral
4. Berkeringat pada bagian dahi dan wajah ipsilateral
5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6. Kesadaran gelisah atau agitasi
d. Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perhari
e. Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain.
Pada tahun 2004 American Headache Society menerbitkan kriteria baru
untuk mendiagnosa cluster headache. Untuk memenuhi kriteria diagnosis
tersebut, pasien setidaknya harus mengalami sekurang-kurangnya lima
serangan nyeri kepala yang terjadi setiap hari selama delapan hari, yang
bukan disebabkan oleh gangguan lainnya. Selain itu, nyeri kepala yang
terjadi parah atau sangat parah pada orbita unilateral, supraorbital atau
temporal, dan nyeri berlansung antara 18 sampai 150 menit jika tidak
diobati, dan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut ini: injeksi
konjungtiva atau lakrimasi ipsilateral, hidung tersumbat atau rinore
ipsilateral, edema kelopak mata ipsilateral, wajah dan dahi berkeringat
ipsilateral, ptosis atau miosis ipsilateral, atau kesadaran gelisah atau agitasi.
Cluster headache episodik didefinisikan sebagai setidak-tidaknya terdapat
dua periode cluster yang berlangsung tujuh sampai 365 hari dan dipisahkan
periode remisi bebas nyeri selama satu bulan atau lebih. Sedangkan cluster
headache kronis adalah serangan yang kambuh lebih dari satu tahun tanpa
periode remisi atau dengan periode remisi yang berlangsung kurang dari
B.

satu bulan.
Manajemen Cluster Headacher
Penatalaksanaan medis terhadap cluster headache dapat dibagi ke dalam
pengobatan terhadap serangan akut, dan pengobatan preventif, yang

bertujuan untuk menekan serangan. Pengobatan akut dan preventif dimulai


secara bersamaan saat periode awal

cluster. Pilihan pengobatan

pembedahan yang terbaru dan neurostimulasi telah menggantikan


pendekatan pengobatan yang bersifat merugikan
1. Manajemen serangan Akut
Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit,
sering memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal
yang cepat. Penggunaan obat sakit kepala yang berlebihan sering
didapatkan pada pasien-pasien cluster headache, biasanya bila mereka
pernah memiliki riwayat menderita migren atau mempunyai riwayat
keluarga yang menderita migren, dan saat pengobatan yang diberikan
sangat tidak efektif pada serangan akut, seperti triptan oral,
acetaminofen dan analgetik agonis reseptor opiate.
a. Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit
selama 15 menit sangat efektif, dan merupakan pengobatan yang
aman untuk cluster headache akut.
b. Triptan: Sumatriptan 6 mg subkutan, sumatriptan 20 mg intranasal,
dan zolmitriptan 5 mg intranasal efektif pada pengobatan akut
cluster headache. Tiga dosis zolmitriptan dalam dua puluh empat
jam bisa diterima. Tidak terdapat bukti yang mendukung
penggunaan triptan oral pada cluster headache.
c. Dihidroergotamin 1 mg intramuskular efektif dalam menghilangkan
serangan akut cluster headache. Cara intranasal terlihat kurang
efektif, walaupun beberapa pasien bermanfaat menggunakan cara
tersebut.
d. Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk
mengobati serangan akut cluster headache. Pasien tidur telentang
dengan kepala dimiringkan ke belakang ke arah lantai 30 dan
beralih ke sisi sakit kepala. Tetes nasal dapat digunakan dan
dosisnya 1 ml lidokain 4% yang dapat diulang setekah 15 menit
2. Manajemen pencegahan

Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh


lamanya serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis. Preventif
dianggap jangka pendek, atau jangka panjang, berdasarkan pada
seberapa cepat efeknya dan berapa lama dapat digunakan dengan aman.
Bnayak ahli sekarang ini mengajukan verapamil sebagai pilihan
pengobatan lini pertama, walaupun pada beberapa pasien dengan
serangan yang singkat hanya perlu kortikosteroid oral atau injeksi
nervus oksipital mungkin lebih tepat
a. Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan placebo dan lebih baik
dibandingkan dengan lithium. Praktek klinis jelas mendukung
penggunaan dosis verapamil yang relatif lebih tinggi pada cluster
headache, tentu lebih tinggi dari pada dosis yang digunakan untuk
indikasi kardiologi. Setelah dilakukan pemeriksaan EKG, pasien
memulai dosis 80 mg tiga kali sehari, dosis harian akan ditingkatkan
secara bertahap dari 80 mg setiap 10-14 hari. Pemeriksaan EKG
dilakukan setiap kenaikan dosis dan paling kurang sepuluh hari
setelah dosis berubah. Dosis ditingkatkan sampai serangan cluster
menghilang, efek samping atau dosis maksimum sebesar 960 mg
perhari. Efek samping termasuk konstipasi dan pembengkakan kaki
dan hiperplasia ginggiva (pasien harus terus memantau kebersihan
giginya).
b. Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kg sampai 60 mg
selama empat hari yang diturunkan bertahap selama tiga minggu
diterima sebagai pendekatan pengobatan perventif jangka pendek.
Pengobatan ini sering menghentikan periode cluster, dan dapat
digunakan tidak lebih dari sekali setahun untuk menghindari
nekrosis aseptik.
c. Lithium karbonat terutama digunakan untuk cluster headache kronik
karena efek sampingnya, walaupun kadang digunakan dalam
berbagai episode. Biasanya dosis lithium sebesar 600 mg sampai

900 per-hari dalam dosis terbagi. Kadar lithium harus diperiksa


dalam minggu pertama dan secara periodik setelahnya dengan target
kadar serum sebesar 0,4 sampai 0,8 mEq/L. Efek neurotoksik
termasuk tremor, letargis, bicara cadel, penglihatan kabur, bingung,
nystagmus, ataksia, tanda-tanda ekstrapiramidal, dan kejang.
Penggunaan bersama dengan diuretik yang mengurangi natrium
harus dihindari, karena dapat mengakibatkan kadar lithium
meningkat

dan

neurotoksik.

Efek

jangka

panjang

seperti

hipotiroidisme dan komplikasi renal harus dipantau pada pasien


yang menggunakan lithium untuk jangka waktu yang lama.
Peningkatan leukosit polimorfonuklear adalah reaksi yang timbul
karena penggunaan lithium dan sering salah arti akan adanya infeksi
yang tersembunyi. Penggunaan bersama dengan indometasin dapat
meningkatkan kadar lithium.
d. Topiramat digunakan untuk mencegah serangan cluster headache.
Dosis biasanya adalah 100-200 mg perhari, dengan efek samping
yang sama seperti penggunaannya pada migraine.
e. Melatonin dapat membantu cluster headache sebagai preventif dan
salah satu penelitian terkontrol menunjukan lebih baik dibandingkan
placebo. Dosis biasa yang digunakan adalah 9 mg perhari.
f. Obat-obat pencegahan lainnya termasuk gabapentin (sampai 3600
perhari) dan methysergide (3 sampai 12 mg perhari). Methysergide
tidak tersedia dengan mudah, dan tidak boleh dipakai secara terusmenerus dalam pengobatan untuk menghindari komplikasi fibrosis.
Divalproex tidak efektif untuk pengobatan cluster headache.
g. Injeksi pada saraf oksipital: Injeksi metilprednisolon (80 mg)
dengan lidokain ke dalam area sekitar nervus oksipital terbesar
ipsilateral sampai ke lokasi serangan mengakibatkan perbaikan
selama 5 sampai 73 hari. Pendekatan ini sangat membantu pada
serangan yang singkat dan untuk mengurangi nyeri keseluruhan
pada serangan yang memanjang dan pada cluster headache kronis.

h. Pendekatan Bedah: Pendekatan bedah modern pada cluster headache


didominasi oleh stimulasi otak dalam pada area hipotalamus
posterior grey matter dan stimulasi nervus oksipital. Tidak terdapat
tempat yang jelas untuk tindakan destruktif, seperti termoregulasi
ganglion trigeminal atau pangkal sensorik nervus trigeminus.

3. Alogartima penanganan Cluster Headache

5. Perbedaan Pemeriksaan Penurnan kesadaran Neurologi dan non Neurologi

Mengukur tingkat kesadaran pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu pemeriksaan


secara kualitatif dan kuantitatif:
Menguji tingkat kesadaran
A. secara kualitatif
1. ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi

(orang,

tempat,

waktu),

memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.


4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
B. Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )
1. Menilai respon membuka mata (E)
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya
menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas,
namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya aduh, bapak)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
3. Menilai respon motorik (M)
(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi


rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada
& kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh,
dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam
simbol EVM Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang
tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1
Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan : (Compos
Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) / Delirium
(GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3))
Kesimpulannya bahwa pemeriksaan penurunan kesadaran neurologi
sering digunakan juga untuk pemeriksaan penurunan kesadaran non
neurologi, sehingga tidak ada perbedaan antara pemeriksaan penurunan
kesadaran neurologi ataupun non neurologi

Anda mungkin juga menyukai