Disusun Oleh :
Dosen Pengampu :
2021
MOLA HIDATIDOSA
A. PENGERTIAN
Molahidatidosa atau hamil anggur adalah suatu bentuk tumor jinak dari sel-sel trofoblas (yaitu bagian
dari tepi sel telur yang kelak terbentuk menjadi ari-ari janin) hasil pembuahan yang gagal tersebut lalu
membentuk gelembung-gelembung menyerupai buah anggur. Pertumbuhan gelembung semakin hari
semakin banyak bahkan bisa berkembang secara cepat. Hal ini yang membuat perut seorang ibu hamil
dengan Molahidatidosa tampak cepat besar.
Sedangkan, dalam kedokteran menyebut kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terjadi akibat
kegagalan pembentukan janin, "bakal janin" ini dengan istilah Mola Hidatidosa. Bentuknya memang
mirip gerombolan buah anggur, sehingga orang menyebutnya hamil anggur.Tumor jinak mirip anggur
tersebut asalnya dari trofoblas, yakni sel bagian tepi ovum atau sel telur, yang telah dibuahi, yang
nantinya melekat di dinding rahim dan menjadi plasenta (tembuni) serta membran yang memberi
makan hasil pembuahan.
B. ETIOLOGI
Menurut Purwaningsih, 2010 penyebab terjadinya mola hidatidosa adalah pembengkakan pada vili
(degenerasi pada hidrofik) dan poliferasi trofoblas. Faktor yang dapat menyebabkan mola hidatidosa
antara lain:
a. Faktor ovum: ovum patologik sehingga mati dan terlambat dikeluarkan.
b. Imunoselektif dari trofoblas
c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
d. Paritas tinggi
e. Kekurangan protein
f. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.
c. Terdapat pendarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua atau
kecoklatan seperti bumbu rujak.
d. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan seharusnya.
e. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada), yang merupakan
diagnosa pasti.
f. Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan, yang disebut muka mola
(mola face).
h. Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar, dan fundus uteri turun; lalu naik
lagi karena terkumpulnya darah baru.
D. Klasifikasi
Mola hidatidosa terdiri dari dua jenis menurut Myles, 2009 yaitu :
Pada mola jenis ini, tidak terdapat adanya tanda-tanda embrio, tali pusat, atau membran. Kematian
terjadi sebelum berkembangnya sirkulasi plasenta. Villi korionik berubah menjadi vesikel hidropik
yang jernih yang menggantung bergerombol pada pedikulus kecil, dan memberi tampilan seperti
seikat anggur. Ukuran vesikel bervariasi, dari yang sulit dilihat sampai yang berdiameter beberapa
sentimeter. Hiperplasia menyerang lapisan sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas.Massa mengisi rongga
uterus dan dapat cukup besar untuk menyerupai kehamilan.Pada kehamilan normal, trofoblas
meluruhkan desidua untuk menambatkan hasil konsepsi. Hal ini berarti bahwa mola yang sedang
berkembang dapat berpenetrasi ke tempat implantasi. Miometrium dapat terlibat, begitu pula dengan
vena walaupun jarang terjadi. Ruptur uterus dengan perdarahan massif merupakan salah satu akibat
yang dapat terjadi.Mola komplet biasanya memiliki 46 kromosom yang hanya berasal dari pihak ayah
(paternal). Sperma haploid memfertilasi telur yang kosong yang tidak mengandung kromosom
maternal. Kromosom paternal berduplikasi sendiri. Korsiokarsioma dapat terjadi dari mola jenis ini.
Gambar 2.1 Mola Hidatidosa Komplet
E. Patofisiologi
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista seperti anggur.
Biasanya didalamnya tidak berisi embrio. Secara histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan
mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda . Mola adalah: satu janin
tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai
dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. Mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan
gelembung-gelembung mola. Secara mikroskopik terlihat trias:
Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsisial giantik. Pada
kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-
60%). Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian yang terdapat disebelah dalam yang
akan membentuk bayi). Pada fase ini sel seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi
dari trofoblas atau pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan hilangnya
pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Trofoblas kadang berproliferasi ringan kadang
keras sehingga saat proliferasi keras uterus menjadi semakin besar. Selain itu trofoblas juga
mengeluarkan hormone HCG yang akan mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada mola hidatidosa
tidak jarang terjadi perdarahan pervaginam, ini juga dikarenakan proliferasi trofoblas yang
berlebihan.Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung vilus yang dapat memastikan diagnose
mola hidatidosa
Tanda Gejala :
a. Nyeri/kram perut
b. Uterus semakin besar
c. Balotemen tidak teraba
d. Tidak terdengar denyut jantung janin
e. Perdarahan tidak teratur
Pemeriksaan penunjang :
USG, Pemeriksaan Hcg, Uji Sonde, Foto thorax, Foto rontgen abdomen
Diagnosa : Mola Hidatidosa
Tindakan 1
Kuretase/
histerektomi
F. Komplikasi
Komplikasi pada mola hidatidosa menurut Nugroho, 2011 meliputi :
a. Perdarahan hebat.
b. Anemia.
c. Syok hipovolemik.
d. Infeksi sekunder.
e. Perforasi uterus.
f. Keganasan (PTG).
(2) Pasien
Dikaji mengenai kesehatan dahulu dan sekarang. Riwayat kesehatan dahulu ditujukan pada
pengkajian penyakit yang diderita pasien yang berkaitan dengan kelainan kongenital.
C. Riwayat obstetri
(1) Riwayat KB
Untuk mengetahui alat kontrasepsi yang digunakan sebelumnya, untuk mengetahui alasan melepas
alat kontrasepsi, untuk mengetahui rencana alat kontrasepsi yang akan digunakan,dan untuk
mengetahui alasan menggunakan alat
kontrasepsi.
(2) Riwayat perkawinan
Dikaji umur ibu dan suami saat menikah, berapa kali, lama dan usia menikah. Hal ini untuk
mengetahui infertilitas.
D. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
(1) Nutrisi
Perlu dikaji untuk mengetahui pola makan ibu supaya kita mendapatkan gambaran bagaimana pasien
dalam mencukupi asupan gizinya secara kualitas dan kuantitas.
(2) Eliminasi
Perlu dikaji untuk mengetahui pola eliminasi klien berdasarkan buang air besar melalui frekuensi,
jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi, warna, dan jumlah.
(3) Istirahat
Perlu dikaji pola istirahat dan tidur klien, berapa jam klien tidur, dan klien dianjurkan cukup istirahat.
(4) Personal hygiene
Perlu dikaji karena bagaimanapun juga hal ini akan mempengaruhi kesehatan ibu, terutama
kebersihan genetalianya.
(5) Aktivitas
Dikaji untuk mengetahui aktifitas klien.
(6) Data psikososiokultural
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap dirinya.
2. Data Objektif
a) Keadaan umum
Untuk mengetahui keadaan pasien secara umum.
b) Kesadaran
Untuk mengetahui seberapa tingkat kesadaran pasien saat dilakukan pemeriksaan ataupun tindakan.
c) Pemeriksaan umum
Untuk mengetahui tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu.
d) Pemeriksaan fisik
Dikaji dari ujung kepala hingga kaki (head to toe), untuk mengetahui adanya kelainan yang diderita
pasien.
e) Pemeriksaan khusus
Untuk mengetahui keadaan bagian dalam tubuh pasien dengan cara inspeksi (melihat), palpasi
(meraba), auskultasi (mendengarkan).
f) Pemeriksaan Penunjang
Didapat dari hasil pemeriksaan oleh bagian laboratorium, rontgen dan lain-lain.
b. Langkah II. Interpretasi Data Dasar
Menginterpretasikan data secara spesifik ke dalam suatu rumusan diagnosa kebidanan dan masalah.
Diagnosa lebih sering didefinisikan oleh bidan yang difokuskan pada apa yang dialami oleh klien
sedangkan masalah lebih sering berhubungan dengan bagaimana klien menguraikan keadaan yang
dirasakan.
c. Langkah III. Identifikasi adaya diagnosa atau masalah potensial
Tahap ini mengantisipasi masalah potensial yang mungkin terjadi atau yang akan dialami oleh ibu bila
tidak mendapat penanganan yang adekuat, didapat melalui pengamatan yang cermat, observasi secara
akurat dan persiapan untuk segala sesuatu yang mungkin terjadi.
d. Langkah IV. Antisipasi Tindakan Segera
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan. Identifikasi dan menetapkan
perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk konsultasi atau ditangani bersama
dengan anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien. Dalam hal ini di lakukan antisipasi
dengan cara melakukan kolaborasi dan rujukan ke tempat tenaga kesehatan yang lebih tinggi.
e. Langkah V. Perencanaan
Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan merencanakan tindakan secara komprehensif yang didasari atas
rasional tindakan yang relevan dan diakui kebenaranya, sesuai kondisi dan situasi berdasarkan analisa
yang seharusnya dikerjakan atau tidak oleh bidan.
f. Langkah VI. Pelaksanaan Tindakan Asuhan Kebidanan
Langkah implementasi atau pelaksanaan asuhan didalam manajemen kebidanan dilaksanakan oleh
bidan maupun bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain, berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan asuhan kebidanan di upayakan dalam waktu singkat dan seefektif mungkin, hemat dan
berkualitas, serta sesuai rencana yang komprehensif. Implementasi memberikan asuhan kebidanan
yang sesuai dengan masalah atau penyakit yang diderita.
g. Langkah VII. Evaluasi Tindakan Asuhan Kebidanan
Mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan yang diberikan kepada klien. Pada tahap ini
bidan harus melakukan pengamatan dan observasi terhadap masalah yang dihadapi klien, apakah
masalah di atasi seluruhnya. Sebagian telah dapat dipecahkan atau mungkin timbul masalah
baru.Selain terhadap permasalah klien, bidan juga harus mengenal apakah rencana yang telah
ditetapkan dapat dilakukan dengan baik, apakah perlu disusun kembali intervensi yang lain sehingga
masalah dapat dipecahkan dengan tepat.Pada prinsipnya, tahapan evaluasi ada pengkajian
kembali terhadap klien untuk menjawab pertanyaan beberapa jauh tercapainya rencana yang
dilakukan.
4. Catatan Perkembangan
Pendokumentasi asuhan kebidanan, rencana asuhan kebidanan ditulis dalam data perkembangan
SOAP yang merupakan salah satu pendokumentasian yang menurut Varney ( 2004), SOAP
merupakan
singkatan dari :
S : Subyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa.
O : Obyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan tes
diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assessment
A : Assessment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan implementasi data subyektif dan obyektif
dalam suatu
identifikasi.
P : Planning
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan evaluasi berdasarkan assessment. Memberikan
konseling sesuai dengan permasalahan yang ada sebagai upaya untuk proses pengobatan.
C. HUKUM KEWENANGAN BIDAN
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 900/ Menkes/SK/VII/2002
wewenang seorang bidan dalam Pasal 15
adalah sebagai berikut:
I. Dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat
dilakukan tindakan medis tertentu.
II. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) hanya dapat dilakukan
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai
dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya
d. Pada sarana kesehatan tertentu
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 yang
mengatur tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan, maka dalam pasal 13 ditetapkan peraturan
sebagai berikut:
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, pasal 11, dan pasal 12. Bidan yang
menjalankan program pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi:
a. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan dibawah
supervise dokter
b. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
c. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.
Kewenangan bidan dalam memberikan pelayanan pada ibu hamil telah disebutkan dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 Pasal 15 dan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010
Pasal 13. Namun, untuk kewenangan bidan dalam pemberian pelayanan pada ibu hamil patologi
dengan mola hidatidosa tercantum pada
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 Pasal 13 ayat 2
yaitu: asuhan antenatal terintegrasi dilakukan dibawah advise dokter. Jadi, untuk pelayanan pada
ibu hamil patologi dengan mola hidatidosa dilakukan sistem kolaborasi dengan dokter spesialis.
DAFTAR PUSTAKA
https://health.detik.com/penyakit/d-1165532/hamil-anggur-mola-hidatidosa
http://eprints.umm.ac.id/31636/2/jiptummpp-gdl-s1-2011-yuliratnad-23492-BAB
%2B2.pdf
https://www.slideshare.net/RubiksBersama/asuhan-kebidanan-pada-mola-hidatidosa
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/150/jtptunimus-gdl-arisazulfa-7473-2-babii.pdf