Anda di halaman 1dari 87

Presentasi Kasus

Oleh:
Muhammad Luthfi Dunand 1102014158

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi


Periode 7 Oktober – 9 November 2019
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi Jakarta
Asesmen Pre Anestesi

Tanggal: 5 November 2019


Jam : 09.00 WIB
Nama : Ny. YS

Identitas Pasien Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 20 Juli 1987 (32 tahun)

Alamat rumah : Jl. Rengas I no. 6, Kebayoran Baru

Suku : Sunda

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan sehari-hari : Karyawan PNS

Status perkawinan : Menikah

BB : 77 kg

TB : 161 cm

BMI : 27, 94 cm/kg2

Tanggal masuk RS : Senin, 4 November 2019

Tanggal operasi : Selasa, 5 November 2019


Anamnesis

Keluhan Utama
Nyeri pada perut bagian bawah sejak 1 hari sebelum masuk RS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RS Tri Yadipa datang ke IGD RS Polri tanggal 4 November 2019 dengan
keluhan nyeri pada perut bawah sejak 1 hari sebelum masuk RS. Keluhan dirasakan hilang
timbul, VAS: 5-6, membaik dengan istirahat. Saat ini pasien hamil anak kedua dengan
usia kehamilan 38 minggu, HPHT 22 Januari 2019. Keluhan seperti keluar air-air, lendir
bercampur darah dari kemaluan disangkal. Pasien juga mengeluh keputihan, berwarna
putih, tidak gatal dan tidak bau. Pasien mengaku gerakan janin aktif.
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat asma, keluhan sesak timbul terakhir kali 2 tahun yang lalu, dan
timbul apabila pasien kelelahan, udara dingin, atau banyak debu disekitarnya. Riwayat
alergi makanan atau obat-obatan, diabetes, hipertensi disangkal. Pasien juga mengaku
pernah melakukan operasi caesar tahun 2014.

Riwayat Pengobatan

Selama hamil pasien mengaku hanya meminum vitamin dan suplemen penambah darah
dari dokter kandungan.
Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku ayah pasien memiliki asma. Keluhan diabetes, hipertensi, alergi dalam
keluarga disangkal.

Riwayat Obstetri

Pasien mengaku melakukan operasi caesar tahun 2014 karena dokter mengatakan
saraf mata pasien tipis. Anak pertama jenis kelamin perempuan, berat badan lahir 3200
gram dengan panjang badan 49 cm. Saat ini pasien hamil anak kedua dengan HPHT 22
Januari 2019. Pasien rutin melakukan USG di dokter kandungan selama hamil anak
pertama dan kedua. Pasien mengaku dari hasil USG terakhir jenis kelamin anak kedua
laki-laki, taksiran berat janin 3300 gram, letak sunsang, DJJ terakhir sebelum masuk ruang
operasi adalah139 kali/menit. Riwayat keguguran disangkal.
Riwayat Perkawinan

Menikah : sudah menikah, 1 kali


Menikah usia : 25 tahun
Usia perkawinan: 7 tahun

Riwayat Haid

HPHT : 22 Januari 2019


Taksiran persalinan : 29 Oktober 2019
Menarche usia : 14 tahun
Siklus haid : Teratur
Lama haid : 5-7 hari

Riwayat Kontrasepsi

Pasien mengaku pernah menggunakan kontrasepsi suntik selama 1 tahun dan tidak ada
keluhan.
Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis

Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/66 mmHg
Nadi : 86 kali/menit, reguler
Pernapasan : 22 kali/menit
Suhu : 36 oC
Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis (+)/(+), ikterik (-)/(-)

Hidung : Deformitas (-), sekret (-)

Telinga : Deformitas (-), sekret (-)

Mulut : Mukosa bibir kering, mallampati score 1, tonsil tidak membesar, orofaring
hiperemis (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), leher pendek (-), leher kaku (-)

Thorax : Pulmo vesikuler (+)/(+), rhonki (-)/(-), wheezing (-)/(-)


Bunyi jantung S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Bising usus (+), nyeri tekan (-), gerak janin (+), kontraksi (-), linea gravidarum
(+)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)/(-), capillary refill time <2 detik
Pemeriksaan Penunjang

Hemoglobin : 10,6 g/dL

Hematokrit : 30%

Leukosit : 6.400 /µL

Trombosit : 246.000 /µL


Asesmen Anestesi

Setuju anestesi
ASA I
Puasa 8 jam
Rencana tindakan Sectio

Rencana Anestesi
Teknik anestesi/sedasi : Anestesi regional melalui spinal

Obat : Bupivakain, dosis 20 mg, intratektal

Monitoring : SpO2, tekanan darah, nadi, pernapasan


Laporan Anestesi/Sedasi Moderat Dan
Dalam

ASESMEN PRE INDUKSI

Tanggal: 5 November 2019


Jam : 09.30 WIB
Diagnosis Prabedah

G2P1A0 Hamil 38 minggu dengan BSC 1x dan Letak Sunsang

Jenis Pembedahan

Sectio

Diagnosis Pasca Bedah

Post Partus Aterm dengan BSC 1x dan Letak Sunsang

Kamar operasi

Kamar 5, cito

Bagian

Obgyn
Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis

Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90 kali/menit, reguler
Pernapasan : 22 kali/menit
Suhu : 36 oC
Saturasi O2 : 100
Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis (+)/(+), ikterik (-)/(-)

Hidung : Deformitas (-), sekret (-)

Telinga : Deformitas (-), sekret (-)

Mulut : Mukosa bibir kering, mallampati score 1, tonsil tidak membesar, orofaring
hiperemis (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), leher pendek (-), leher kaku (-)

Thorax : Pulmo vesikuler (+)/(+), rhonki (-)/(-), wheezing (-)/(-)


Bunyi jantung S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Bising usus (+), nyeri tekan (-), gerak janin (+), kontraksi (-), linea gravidarum
(+)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)/(-), capillary refill time <2 detik
Asesmen

Setuju anestesi
ASA I
Rencana tindakan Sectio

Rencana Anestesi
Teknik anestesi/sedasi : Anestesi regional melalui spinal

Obat : Bupivakain, dosis 20 mg, intratektal

Monitoring : SpO2, tekanan darah, nadi, pernapasan


Monitoring Intra Anestesi
09.30 10.30
O2
NO2
Volatile
SpO2
Infus
S R T N

43 220 220

42 60 200 200

41 180 180

40 48 160 160

39 140 140

38 36 120 120
v v v
v
37 100 100 v
36 80 80
v v v v
v
35 60 60
34 12 40 40
33 20 20
MEDIKASI INTRAOPERASI

1. Bupivakain, 20 mg, intratekal (ANESTESI)


2. Oksitosin, 20 IU, IV
3. Metilergometrin, 0,4 mg, IV
4. Granisetron, 3 mg, IV
5. Dexketoprofen trometamol, 50 mg, IV

LAMA ANESTESI : ± 60 MENIT


LAMA OPERASI : ± 50 MENIT

CAIRAN INTRAOPERASI : KRISTALOID 500 ml

Blokade regional : Spinal di Lumbal 3-4 dengan Bupivakain, 20 mg, intratekal

Posisi Pasien Intraoperasi : Supine


Oksigen : Nasal canul
Laporan Operasi
Dokter bedah : dr. Adi, SpOG
Penata bedah : Bd. Pariyah
Dokter Anestesi : dr. Andhi, Sp.An
Penata anestesi : Br. Arief
Jam operasi : 09.30 WIB – 10.30 WIB ruang OK 5

Insisi : Uterus
Jenis anestesi : Regional anestesi (spinal)
Posisi pasien : supine

Tahapan operasi :
1. Pasien berbaring terlentang dalam anestesi spinal
2. A dan antiseptik daerah operasi dan sekitarnya
3. Insisi pfannestiel 10 cm
4. Segmen bawah uterus disayat dan dibebaskan secara tajam
5. Dengan menarik kaki, lahir bayi laki-laki berat badan 3200 gram, panjang badan 51 cm, apgar score
9/10
6. Ketuban berwarna jernih
7. Plasenta di fundus lahir lengkap
8. Segmen bawah uterus dijahit 1 lapis dengan safil no. 1, dipastikan tidak ada perdarahan
9. Dilakukan eksplorasi uterus dan kedua tuba normal
10. Dinding abdomen diijahiit lapis demi lapis
11. Operasi selesai

Perdarahan : ± 200 cc
Jaringan yang dikirim ke patologi anatomi : tidak ada
POST OPERASI DI RUANG PEMULIHAN

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis

Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 88 kali/menit, reguler
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36 oC
Saturasi O2 : 100
Post Anestesi dan Care Unit

• Observasi tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan


• Observasi perdarahan
• Observasi diuresis
• Miring kanan miring kiri setelah 6 jam, duduk setelah 12 jam
• IVFD ringer laktat 500 cc+tramadol 100 mg+ketorolac 30 mg
• Asam tranexamat 500 mg IV
• Ketoprofren 3x1
• Ceftriaxon inj 2x1 gram
• Durogesic patch
ANALGESIA REGIONAL
PEMBAGIAN ANESTESI ATAU ANALGESIA
REGIONAL

1. Blok Sentral (blok neuroaksial), blok spinal, epidural, dan kaudal


2. Blok Perifer (blok Saraf), blok pleksus brakialis, aksiler, analgesia regional
intravena, dan lain-lain
DEFINISI
Anestesi regional adalah salah satu teknik anestesi
untuk anggota/daerah tubuh tertentu, khususnya
daerah lengan dan abdomen bagian
bawah/tungkai.

MACAM-MACAM ANESTESI REGIONAL :


1. Topikal/surface anestesi
2. Infiltrasi/field block
3. Intravenous regional block (Bier’s Block)
4. Peripheral nerve’s block (axillary block, popliteal
block)
5. Neuroaxial block (subarachnoid block, epidural
block, caudal)
KEUNTUNGAN ANESTESI REGIONAL

 Penderita tetap sadar bahaya aspirasi berkurang


 Pengelolaan jalan napas relatif lebih mudah.
 Komunikasi dengan penderita bisa berlangsung selama operasi.
 Teknik sederhana
 Alat yang diperlukan relatif lebih murah.
 Menghasilkan relaksasi otot yang optimal.
 Tidak memanipulasi sistem respirasi dan kardiovaskular.
 Perawatan paska bedah berkurang.
 Teknik tertentu ideal untuk penderita rawat jalan.
 Mengurangi polusi obat-obat anestesi inhalasi
 Untuk pengelolaan nyeri paska bedah
 Mengurangi perdarahan durante operasi
KERUGIAN ANESTESI REGIONAL

Penderita takut selama operasi


berlangsung.
Penderita takut obat sudah habis,
sementara operasi belum selesai.
Perlu persiapan yang lama.
Tidak selalu efektif 100%.
Bisa terjadi intoksikasi bila masuk pembuluh
darah/dosis berlebihan.
Tidak praktis untuk beberapa bagian tubuh.
ANATOMI

• Medulla spinalis & saraf spinal terlindung dalam kanalis vertebralis.


• Kolumna vertebralis tdd : 7 ruas servikal + 12 ruas thorakalis + 5 ruas
lumbal + 5 ruas sakralis + 4 ruas coccygeus.
• Ligamentum :
Ventral : lig. Longitudinal anterior dan posterior
Dorsal : lig. Flavum, lig. interspinosus, lig. supraspinosus.
• Medulla spinalis dilapisi oleh selaput meningeal (dura, pia dan
arachnoid), jaringan lemak dan pleksus venosus.
• CSF : diantara pia dan arachnoid mater di ruang sub arachnoid.
• Ruang Subdura : ruang tidak berbatas jelas antara dura dan
arachnoid.
• Ruang epidural : ruang berbatas jelas antara dura dan ligamentum
flavum.
ANATOMI
• medulla spinalis memanjang dari foramen magnum s/d L1
pada dewasa (± 80%). Sebagian kecil (±10%) sampai L3.
• Pada anak sebagian besar sampai L3.
• Dural sac dan ruang subarachnoid dan subdural memanjang
sampai S2 pada dewasa dan S3 pada anak.
• Radiks anterior dan posterior tiap level spinal menyatu dan
keluar melalui foramen intervertebralis membentuk nervus
spinalis dari C1-S5.
• Keluar dari kanalis spinalis, nervus spinal dibungkus oleh dural
sheat.
• Saraf simpatetik : torakolumbal.
• Saraf parasimpatis : kraniosakral.
• pada posisi supine : lordosis servikal dan lumbal berkurang,
sehingga obat anestesi lokal akan terkonsentrasi pada T5.
ANESTESI SPINAL

Disebut juga Sub Arachnoid Blok (SAB), yaitu dengan menginjeksikan obat anestetik lokal ke
ruang subarachnoid lumbal, sehingga terjadi blok saraf yang reversibel pada radiks anterior
–posterior nervus spinalis, radiks ganglion posterior dan sebagian medulla spinalis yang akan
menyebabkan hilangnya aktivitas sensoris, motoris dan otonom.
Indikasi kontra Indikasi kontra
Indikasi
absolut relatif
1. Bedah ekstremitas 1. Pasien menolak
bawah 2. Infeksi pada tempat
2. Bedah panggul suntikan 1. Infeksi sistemik
3. Tindakan sekitar 3. Hipovolemia berat, 2. Infeksi sekitar tempat
rektum-perineum syok suntikan
4. Bedah OBGYN 4. Koagulopati atau 3. Kelainan neurologis
5. Bedah urologi mendapat terapi 4. Kelainin psikis
6. Bedah abdomen bawah antikoagulan 5. Bedah lama
7. Pada bedah abdomen 5. Tekanan intrakranial 6. Penyakit Jantung
atas dan bedah pediatri meninggi 7. Hipovolemia ringan
biasanya dikombinasi 6. Fasilitas resusitasi 8. Nyeri punggung kronis
dengan anestesi umum minim
ringan 7. Kurang pengalaman
atau tanpa di dampingi
konsultan anestesia
ANESTESI SPINAL
PERSIAPAN
- Lengkapi obat dan alat untuk total patient
care :
 Mesin anestesi dan sumber oksigen
Alat anestesi dan resusitasi : laryngoskop,
stetoskop, ETT, oropharyngeal airway,
plester, introducer.
 Suction
 Obat-obat resusitasi.
- Alat monitor : TD, Nadi, respirasi, EKG, dll.
- Jalur infus iv  mutlak harus dipersiapkan.
- Alat untuk spinal :
kasa steril, povidone iodine, alkohol 70%,
spuit, doek steril, jarum spinal.
Tabel Pemilihan Obat Anestesi Spinal
Hiperbarik
ANESTETIK LOKAL Dosis (mg) Durasi (menit)
T10 T4 Plain + epinefrin
(1:200.000)
Lidokain (5% dlm dex 50-60 75- 60 75-100
7,5%) 100
Bupivakain (0,75% dlm 8-10 12-20 90-120 100-150
Dex 8,5%)

Ropivakain (0,5% dlm dex) 12-18 18-25 80-110


Levobupivakain 8-10 12-20 90-120 100-150

* Dosis untuk laki-laki dewasa 70 kg dengan TB rata-rata (Miller.


anesthesia, 2000)
POSISI INSERSI : sitting position
POSISI INSERSI : lateral decubitus
Insersi jarum spinal :

 Median approach
 Paramedian approach
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETINGGIAN BLOK :
 YANG DAPAT DIATUR :
- dosis (volume x konsentrasi)
- tempat penyuntikan
- postur pasien
- posisi selama dan setelah penyuntikkan

 YANG TIDAK DAPAT DI ATUR :


- volume CSF menurun (peningkatan TIA, obese, hamil, dsb)
- berat jenis CSF
- tinggi badan yang ekstrem
 Penambahan vasokonstriktor
 Batuk, mengedan
 Barbotage
 Kecepatan injeksi (kecuali hipobarik).
 Bevel jarum
 Jenis kelamin
 Berat badan
KOMPLIKASI ANESTESI SPINAL

 Hipotensi
 High spinal dengan gangguan ventilasi
 Henti jantung
 Mual muntah
 Post dural puncture headache
 Cedera saraf
 Retensi urine
 Nyeri pinggang
KOMPLIKASI ANESTESI SPINAL
 HIPOTENSI :

ANTISIPASI :
• Volume loading 10-20 ml/kg
kristaloid
• bradikardi simptomatik  atropin
• Hipotensi  vasopressor (fenilefrin,
efedrin)
• Hipotensi dan atau bradikardi berat
 epinefrin
KOMPLIKASI ANESTESI SPINAL

 CEDERA SARAF
 Insidens pasti belum jelas
 Perancis : 12 komplikasi neurologik dari 35.439 anestesi spinal.
 Cedera saraf permanen jarang terjadi.
 Dapat bersifat segera atau “delayed”
 Penyebab : infeksi, trauma mekanik langsung, hematoma, toksisitas
anestesia lokal.
 cauda equina sindrom dan transient neurologic syndrome (transient
radicular irritation)
KOMPLIKASI ANESTESI SPINAL

 POST DURAL PUNCTURE HEADACHE (PDPH)


karakteristik : nyeri kepala hebat t.u di regio frontal, bisa juga di
regio lain. Nyeri bertambah bila duduk/bangun dan berkurang
bila pasien berbaring.
gejala penyerta : mual & muntah, tinitus, vertigo, dizziness, leher
kaku, parestesia kulit kepala.
KOMPLIKASI ANESTESI SPINAL

Patofisiologi PDPH
- hilangnya CSF mengakibatkan vasodilatasi
cerebral sebagai reaksi kompensasi.
- penurunan tekanan CSF mengakibatkan
tarikan pada struktur intrakranial.

Faktor yang TIDAK meningkatkan resiko PDPH


Spinal kontinu
bedrest
KOMPLIKASI ANESTESI SPINAL

Faktor yang meningkatkan resiko nyeri


kepala pasca punksi dura :

Usia Usia muda

Jenis kelamin Wanita > laki-laki

Ukuran jarum Besar > kecil

Bevel jarum Lebih sedikit bila bevel sejajar serabut


dura
kehamilan Lebih banyak pada kehamilan

Punksi dura Lebih banyak pada punksi multiple


KOMPLIKASI ANESTESI SPINAL

 Terapi PDPH :
bed rest
hidrasi adekuat
abdominal binders
analgetik
epidural saline
definitif : epidural blood patch
PRECAUTIONS
 Tempat penyuntikan sebaiknya di bawah L2 untuk
mencegah cedera pada medulla spinalis.
 Pertahankan sterilitas selama melakukan prosedur.
 Pastikan parameter koagulasi dalam batas normal.
 Pada pasien yang mendapat antikoagulan ikuti
protokol yang ada.
 Gunakan dosis anestesi lokal terkecil yang paling
efisien.
 Bila jarum spinal mengenai pembuluh darah
epidural tunggu sampai CSF yang jernih mengalir
keluar pada hub. dari jarum. Bila CSF tidak mengalir
ulangi prosedur pada interspace yang lain.
PRECAUTIONS
 Tanda vital harus selalu dimonitor secara kontinu
terutama selama20 menit pertama.
 Bila SAB tidak berjalan baik lakukan re-evaluasi
menyeluruh bila hendak melakukan tindakan re-
spinal.
 Hindari volume yang banyak dan injeksi berulang
anestesi lokal hiperbarik.
 Jangan pernah menggunakan obat dengan bahan
pengawet (preservative) ke dalam SAB.
ANESTESI EPIDURAL

 = anestesi epidural = epidural = peridural


=ekstradural.
 Penyuntikan obat anestesi/ analgetik lokal ke
ruang epidural, dengan atau tanpa
kateter.
 Menghambat transmisi saraf di radiks saraf
yang melewati ruang epidural
ANESTESI EPIDURAL
Batas anatomi ruang epidural :
 anterior : korpus vertebra
 posterior : lamina vertebra,lig.
Flavum.
 lateral : pedikel vertebra,
foramen intervertebralis.
 Tengah : kantung duramater.
 Batas sefalad : foramen
magnum.
 Batas kaudal : lig.sakro-
konsigeal.

 Epidural bukan ruang tertutup


 Berhubungan langsung dengan
paravertebral melalui foramina
intervertebralis.
 Epidural berisi :jaringan
lunak,lemak dan vaskular.
Anestesi spinal vs epidural
SPINAL EPIDURAL
- Relatif mudah dikerjakan - Relatif susah dikerjakan
- Onset cepat - Onset lebih lambat
- Anestetik lokal dosis kecil - Dosis anestetik lokal lebih
besar
- Relaksasi otot baik - Relaksasi tidak selalu di dapat
- Level blok tidak dapat - Sering memakai kateter untuk
diprediksi mempertinggi blok dan
memanjangkan durasi
- Hipotensi lebih sering - Dapat untuk
penatalaksanaan nyeripasca
bedah
- Tidak dapat mengubah
ketinggian blok bila blok
sudah terfiksasi (kecuali
dengan kateter intratekal).
- Resiko PDPH
ANESTESI EPIDURAL

 INDIKASI :
- blok tunggal aatu kombinasi dengan GA.
- bedah abdomen bawah
- bedah inguinal dan urogenital
- bedah ekstremitas bawah
- bedah anorektal
- penanggulangan nyeri akut dan kronik (mis.
nyeri persalinan, nyeri kanker).
ANESTESI EPIDURAL

KONTRA INDIKASI ABSOLUT :


 KONTRA INDIKASI RELATIF :  Infeksi pada tempat
 sepsis injeksi
 Pasien menolak
 Pasien tidak kooperatif
 Koagulopati
 defisit neurologik  Hipovolemia berat
 deformitas tulang  Peningkatan TIK
belakang  Stenosis aorta berat
 gangguan katup jantung  Stenosis mitral berat

KONTROVERSI :
- Operasi tulang belakang sebelumnya
- Tidak mampu berkomunikasi
- Pembedahan sulit : lama, perdarahan
banyak, manuver yang mengganggu
respirasi
ANESTESI EPIDURAL :

 Posisi :
- lateral decubitus
- duduk
 Metode punksi :
 Median
 Paramedian
 Lateral
 Taylor approach
 Kaudal
 Teknik untuk menentukan masuk ke ruang epidural :
- Lost of resistance
- Hanging drops
ANESTESI EPIDURAL

 Dosis epidural
 jumlah mg : BB
 Volume : luas segmen area operasi
 Rata2 vol.epidural : 1cc/segmen, utk TB 155 cm.
 Setiap penambahan TB 5 cm  vol. epidural bertambah 0,1 cc/segmen.
KOMPLIKASI ANESTESI EPIDURAL

 Komplikasi yang sering terjadi :


 Hipotensi
 Blok gagal
 Patchy blok (blok tidak merata)
 Punksi duramater
 Nyeri punggung
 Nyeri kepala
 Retensi urine
KOMPLIKASI ANESTESI EPIDURAL

 Komplikasi yang berat namun jarang :


 Meningitis (bakterial, iritasi antiseptik)
 Abses epidural
 Cedera saraf
 Toksisitas anestestik lokal
 Punksi vena epidural & injeksi AL intravaskular
 Total spinal
 Injeksi AL subdural
ANESTESI KAUDAL

 = anestesi epidural, melalui hiatus sacralis

 Anatomi kanalis sakralis :


 Lanjutan dari kanalis spinalis yang berada di dalam tulang sakrum
 Kantung dura berakhir di S1-S3.
 Berisi : kauda equina, filum terminale, jar.lunak, lemak, pembuluh darah.
ANESTESI KAUDAL

 Indikasi :
 Untuk prosedur/operasi di area bawah umbilikus.
 Analgesia persalinan : pada kala 2.
 Analgesia nyeri kronik.
 Kontra Indikasi :
 (Secara umum seperti epidural)
 Kelainan kongenital area sakrum
 Teknik Kaudal
 Loss of resistance
 Test dose
 Teknik single shot atau kateter kontinu
KOMPLIKASI ANESTESI KAUDAL

 Injeksi intravaskular atau inter-osseus.


 Injeksi subkutan
 Cedera periosteal
 Punksi dura
 Injeksi pre-sakral, punksi rektum
 Hipertensi (akibat rapid injection)
 Retensi urine
 Infeksi/sepsis
ANESTESI UNTUK SECTIO
CESAREA
Mortalitas Maternal

 Jumlah angka kematian wanita yang meninggal saat hamil atau


dalam 42 hari setelah melahirkan, tidak termasuk penyebab yang
tidak terkait.
 Di USA tahun 2010, 21 Kematian per 100.000 kelahiran hidup, di
dunia rerata 400 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Kematian
maternal dapat terjadi 99% di dunia
 Risiko terbesar biasanya pada wanita diatas 35 tahun yang tidak
mendapatkan asuhan prenatal
Mortalitas Maternal

 Penyebab kematian yang terkait: CVD (14%),


Kardiomiopati (13%), Perdarahan (12%),
nonCVD (12%), Kelainan hipertensi
kehamilan911%), Emboli (6%), Emboli cairan
amnion (6%), Cerebrovaskular (5%), dan
Komplikasi dari anestesi (<1%)
 Dari semua kematia ibu, 34% meninggal saat
24jam setelah melahirkan, 55% diantara 1 hari –
42 hari setelah melahirkan, dan 11% diantara 43
hari – 1 tahun setelah melahirkan
 Insidensi Morbiditas parah 12 per 1000, 100x
lebih umum dari mortalitas
Mortalitas Anestesi

 2006-2010, angka kematian ibu lebih rendah dari anestesi (0,9% kehamilan yang
berhubungan dengan kematian), biasanya karena penggunaan regional
anestesi untuk kelahiran dan SC

Evaluasi PreAnestesi
• Riwayat kesehatan maternal, Anestesi yang berhubungan dengan riwayat
kehamilan, vital sign, airway, puasa minimum untuk SC elektif yaitu 6 jam (makan
ringan) dan 8 jam (makan berat), profilaksis pengosongan antasida tiap 30 menit
sebelum SC
REGIONAL ANESTESI
1. SPINAL ANESTESI
 Bisa dilakukan intratechal injeksi tunggal atau
intermiten melalui epidural atau intratechal kateter.
 Biasanya dosis relatif besar saat persalinan dengan
epidural atau opioid intratechal; dosis besar
meningkatkan risiko efek samping, yaitu depresi
pernapasan
 Teknik opioid murni paling berguna untuk pasien
risiko tinggi yang mungkin tidak mentoleransi
sympatectomy fungsional yang terkait dengan
anestesi spinal / epidural
 Opioid spinal sendiri tidak memproduksi blokade
motorik atau sympatectomy; berkurang
kemampuan untuk ‘’mendorong’’ saat kehamilan
 Efek sampingnya pruritus, mual,dan depresi
pernapasan
Intratechal Opioid
 Morphine (0,1-0,3 mg), prolong durasi 4-6jam saat kala 1, onset 45-60’
 Kombinasi Morphine (0,1-0,25 mg) dengan Fentanyl (12,5 mcg) atau Sulfentanil (5
mcg), onset cepat 5’
 Intermittent bolus Meperidine (10-15 mg), Fentanyl (12,5-25 mcg) atau Sulfentanil
(3-10 mcg) melalui kateter intratechal dapat mecapai anelgesia persalinan yang
baik
Epidural Opioid
 Relatif dosis besar (>7,5 mg) untuk mencapai anelgesia persalinan, dimana
meningkatkan risiko tinggi depresi pernapasan, dan biasanya efektif di kala 1
 Onset 30-60’, durasi 12-24 jam
 Meperidine (50-100 mg), bertahan 1-3 jam
 Fentanyl (50-150 mcg) atau Sulfentanil (10-20 mcg), onet 5-10’, durasi 1-2 jam
 Kombinasi dosis rendah Morphine (2,5 mg) dengan Fentanyl (25-50 mcg) atau
Sulfentanil (7,5-10 mcg), onset cepat, durasi prolong 4-6 jam, sedikit ES
2. LOCAL ANESTESI / GABUNGAN LOCAL ANESTESI –
OPIOID
 Epidural dan spinal analgesia bisa sendiri atau dengan opioid untuk
kehamilan dan persalinan.
 Kala 1 memerlukan blokade neural di T10-L1 level sensorik, Kala 2
memerlukan blokade neural di T10-S4
 Lumbar epidural analgesia bisa digunakan untuk menghilangkan rasa
sakit pada kala 1 kehamilan dan persalinan pervaginam maupun SC
 Penggunaan epidural, spinal, atau kombinasi analgesia tepat untuk
menghilangkan rasa sakit dimulai saat sebelum persalinan pervaginam
(kala 2)
 Injeksi caudal sudah lama tidak digunakan; walaupun efektif untuk
analgesia, tapi memerlukan volume besar untuk anestesi lokal untuk
melumpuhkan dermatom lumbal atas dan torakal bawah
 KI Absolut : pasien menolak, infeksi di tempat injeksi, koagulopati,
hipovolemi, alergi obat anestesi
 VBAC bukan KI untuk anestesi regional
Lumbar Epidural Analgesia
 Epidural analgesia untuk persalinan yang akan diberikan pada persalinan dini setelah pasien
dievaluasi oleh SpOG
 Regional analgesia akan meningkatkan oxytosin augmentasi, operasi persalinan (forceps) /
SC. Keuntungan pemasangan kateter epidural pada persalinan dini pada sat pasien dirasa
kurang nyaman akan bisa diposisikan lebih mudah
Teknik
 Pasien bisa di posisikan duduk, yang biasanya lebih mudah digunakan
 Identifikasi ruang epidural bisa menjadi sulit,insidensi tidak sengaja puncture bagian dura;
“wet taps” 0,25-9%
 Bisa digunakan gelembung udara yang dimasukan ke syringe saline dan tonjolan plunger
untuk memastikan bergerak bebas dan tidak menempel pada alat syringe. Perubahan
resistensi jaringan, lalu diuji dengan umpan balik taktil dengan memajukan jarum dan
dengan sesekali memberikan tekanan ke udara yang diisi- loss of resistence.
 Kedalaman penusukan sekitar 6 cm, di ruang L3-4 / L4-5, untuk mencapai target neural
blokade T10-S5. USG juga bisa digunakan untuk penuntun kateter epidural kateter untuk
melihat kedalamannya dan sudut penempatan kateternya, biasanya pada pasien obesitas.
 Teknik midline untuk penusukan lebh sering digunakan daripada paramedian
 Jika tidak sengaja terkena dura; ada 2 pilihan:
1. Tempatkan kateter epidural di ruang subaraknoid utnuk spinal anestesi dan
analgesia
2. Lepas kembali jarumnya dan tempatkan di level spinal lain. Lanjutkan anestesi
spinal, infus 0,0625% - 0,125% bupivacain dengan fentanyl 2-3 mcg/mL, dimulai
1-3 mL/jam
Pemilihan kateter epidural
 Untuk anestesi obstetri biasa digunakan yg multi orifice kateter daripada yang
single orifice kateter
 Multi orifice kateter mencapai 4-6cm ke epidural; adekuat terhadap level sensorik,
single orifice kateter 3-5cm ke epidural; <5cm bisa tidak mencapai ruang epidural,
ditambah faktor risiko obesitas diikuti pergerakan fleksi/ekstensi spine
Pemilihan solusio anestesi lokal
 Kombinasi antara epidural opioid dengan solusio anestesi lokal pada konsentrasi
rendah menimbulkan efektifitas tinggi
 Ketika opioid tidak dipakai, maka penggunaan anestesi lokal, maka dibutuhkan
konsentrasi tinggi pada anestesi lokal (bupivacain 0,25% dan ropivacain 0,2%) menjadi
anestesi yang adekuat sehingga dapat terdorongnya bayi saat proses persalinan
 Bupivacain / ropivacain 0,0625-0,0125 %, fentanyl 2-3 mcgl/mL atau sulfentanil 0,3-0,5
mcg/mL
Epidural untuk kala 1 pada persalinan
 Di test terlebih dahulu untuk mengetahui sudah memasuki rongga epidural /
tidak dengan epinefrin 1:200.000. banyak klinisi yang menggunakan lidocain
1,5% karena toksisitas kecil dan onset cepat jika tidak sengaja memasuki ruang
subarachnoid
 Setelah 5 menit tanda intravaskular tidak ada ( takikardi karena kontraksi yang
sakit), masukan 10 mL gabungan opioid dan anestesi lokal untuk mencapai T10-
L1 level sensorik. Bupivacain / ropivacain 0,0625 – 0,125 %, fentanyl 50-100 mcg /
sulfentanil 10 -20 mcg
 Monitor vital sign 20-30’
 Ulangi langkah ke 2 dan 3 jika masih sakit
Epidural untuk kala 2 persalinan
Untuk meluaskan daerah blokade hingga dermatom S2-4
 Kateter epidural sudah dipasangkan dan diposisikan duduk pasiennya
 Test dose 3 mL anestesi lokal (Lidokain 1,5%) dengan epinefrin 1:200.000
 Setelah 5 menit tidak terjadi intravaskular, masukan 10-15 mL gabungan anestesi
lokal dan opioid tidak lebih cepat dari 5 mL tiap 1-2 menit
 Baringkan pasien dan monitor tiap 1-2’ pada 15’ pertama
Manajemen komplikasi
 Hipotensi – kurang dari 100mmHg, bisa diberikan phenylephrine 40-120 mcg
 Ketidaksengaja intravaskular – berikan propofol 20-50 mcg untuk menghentikan
kejang, oksigenasi adekuat, reverse dengan intralipid + epinefrin, amiodaron untuk
antiaritimia
 Ketidaksengjaan intratechal – hipotensi diatasi dengan epinefrin 10-50 mcg /
vasopressin 0,4-0,2U iv
 Post dural puncture headache – pusing pada anestesi obstetri regional,
ketidaksengjaan terkena dura menyebabkan TIK menurun karena kompensasi dari
cerebral vasodilatasi, maka harus bed rest, hidrasi, analgetik oral, caffein sodium
benzoat, gabapentin
 Maternal fever – sering diinterpretasi sebagai chorioamnionitis dan sebagai
pemicu untuk evaluasi sepsis neonatal
3. KOMBINASI SPINAL DAN EPIDURAL

 Untuk operasi caesar, kombinasi spinal dan epidural


menggabungkan manfaat dari anestesi spinal yang cepat,
handal, dan intens dengan kegunaan fleksibel dari kateter
epidural.
 Kateter yang digunakan juga memungkinkan suplementasi
anestesi dan dapat digunakan untuk analgesia pasca operasi.
 Telah dijelaskan sebelumnya bahwa obat yang diberikan secara
epidural harus di titrasi secara hati - hati karena lubang dural
yang dibuat oleh jarum tulang belakang dapat memfasilitasi
pergerakan obat epidural dan dengan demikian mempotensiasi
efeknya.
ANESTESI REGIONAL PADA SECTIO
CESAREA
 Sectio cesarea memerlukan dermatom hingga dan termasuk T4 untuk di
anastesia. Karena terkait oleh blokade saraf simpatis, pasien harus
mendapatkan bolus IV kristaloid seperti RL untuk memblokade syaraf.
 Saat pemberian anestesi regional  TD akan turun 10% dari TD awal 
Ephedrine ( 5 – 10 mg IV)
 Setelah itu, pasien diposisisikan terlentang diberi oksigen 40 – 50 % dengan
TD dihitung 1 – 2 menit hingga stabil.
 Pada epidural  onset hipotensi lebih lama.
 Anestesi Regional merupakan teknik yang lebih disarankan dibandingkan umum
dimana mempunyai tingkat risiko yang tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas
maternal, hemodinamik yang meningkat selama induksi anestesi dan dibutuhkan
analgesi tambahan pada saat recovery dari anestesi.
 Keuntungan tambahan pada anestesi regional yaitu :
1. Menghambat neonatus terpapar oleh obat yang berpotensi membuat depresi
pernafasan.
2. Menurunkan risiko aspirasi paru maternal.
3. Ibu yang sadar saat mengalami proses persalinan menggunakan opioid spinal
sebagai pilihan untuk menghilangkan rasa sakit postoperasi
SPINAL ANASTESI

 Pasien diposisikan miring atau duduk dan solusi hiperbarik diinjeksikan dengan
lidocaine intrathekal ( 50 – 60 mg) atau bupivacaine ( 10 – 15 mg ).
 Bupivacaine dipilih apabila operator tidak bisa menyelesaikan pembedahan
apabila sama atau kurang dari 45 menit.
 Menggunakan ukuran 22-gauge atau lebih kecil akan menurunkan insiden PDPH.
 Ditambahkan fentanyl 10 – 25 mcg atau sufentanil 5 – 10 mcg untuk anestesi
lokal intrathekal untuk meningkatkan intensitas blok spinal dan memperpanjang
durasi.
 Ditambahkan morphin 0,1 – 0,3 untuk memperpanjang analgesi post OP hingga
24 jam  monitoring.
 Pasien obes dibutuhkan jarum yang lebih panjang ( standard 9 cm )  12 – 15
cm. Diameter yang lebih besar diperlukan  mencegah jarum tertekuk (25-
gauge atau 20-gauge)
EPIDURAL ANESTESI

 Biasanya menggunakan kateter  obat anestesi. Memberikan obat post OP pada jalur
tersebut.
 Setelah tidak ada aspirasi dan test dose, total volume 15 – 35 mL dari lokal anestesi di
injeksikan perlahan 5 mL untuk mencegah risiko dari toksisitas sistemik anestetik lokal.
 Lidokain 2 % dengan (1 : 200.000 ephinephrin) atau chlorprocaine 3 %.
 Bisa diberikan fentanyl 50 – 100 mcg atau sufentanil 10 – 20 mcg  memperpanjang durasi
dan intensitas dari analgesi. Bisa diberikan sodium bikarbonat (7,5 % atau 8,4 %) untuk
anestesi lokal (1 mEq sodium bicarbonat/ 10 mL lidokain) untuk meningkatkan konsentrasi
non ion. Penyebaran dan onset lebih cepat.
 Apabila masih terasa ditambah 5 mL secara bertahap untuk mempertahankan sensorik T4.
 Untuk sebelum kelahiran bayi diberikan ketamine 10 – 20 mg IV + midazolam 1 – 2 mg atau
30 % N20.
 Apabila mual tambahkan ondansentron 4 mg.
 Post OP analgesi diberikan continuous epidural infusion 25 – 75 mcg / jam
Daftar pustaka

1. Morgan & Mikhail. 2018. Clinical Anesthesiology. 6th ed. Lange


2. Latief, A S, Suryadi, K A, et all. 2013. Anestesiologi. Edisi ke-2. FKUI

Anda mungkin juga menyukai