Oleh:
Muhammad Luthfi Dunand 1102014158
Identitas Pasien Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 20 Juli 1987 (32 tahun)
Suku : Sunda
BB : 77 kg
TB : 161 cm
Keluhan Utama
Nyeri pada perut bagian bawah sejak 1 hari sebelum masuk RS.
Pasien rujukan dari RS Tri Yadipa datang ke IGD RS Polri tanggal 4 November 2019 dengan
keluhan nyeri pada perut bawah sejak 1 hari sebelum masuk RS. Keluhan dirasakan hilang
timbul, VAS: 5-6, membaik dengan istirahat. Saat ini pasien hamil anak kedua dengan
usia kehamilan 38 minggu, HPHT 22 Januari 2019. Keluhan seperti keluar air-air, lendir
bercampur darah dari kemaluan disangkal. Pasien juga mengeluh keputihan, berwarna
putih, tidak gatal dan tidak bau. Pasien mengaku gerakan janin aktif.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat asma, keluhan sesak timbul terakhir kali 2 tahun yang lalu, dan
timbul apabila pasien kelelahan, udara dingin, atau banyak debu disekitarnya. Riwayat
alergi makanan atau obat-obatan, diabetes, hipertensi disangkal. Pasien juga mengaku
pernah melakukan operasi caesar tahun 2014.
Riwayat Pengobatan
Selama hamil pasien mengaku hanya meminum vitamin dan suplemen penambah darah
dari dokter kandungan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku ayah pasien memiliki asma. Keluhan diabetes, hipertensi, alergi dalam
keluarga disangkal.
Riwayat Obstetri
Pasien mengaku melakukan operasi caesar tahun 2014 karena dokter mengatakan
saraf mata pasien tipis. Anak pertama jenis kelamin perempuan, berat badan lahir 3200
gram dengan panjang badan 49 cm. Saat ini pasien hamil anak kedua dengan HPHT 22
Januari 2019. Pasien rutin melakukan USG di dokter kandungan selama hamil anak
pertama dan kedua. Pasien mengaku dari hasil USG terakhir jenis kelamin anak kedua
laki-laki, taksiran berat janin 3300 gram, letak sunsang, DJJ terakhir sebelum masuk ruang
operasi adalah139 kali/menit. Riwayat keguguran disangkal.
Riwayat Perkawinan
Riwayat Haid
Riwayat Kontrasepsi
Pasien mengaku pernah menggunakan kontrasepsi suntik selama 1 tahun dan tidak ada
keluhan.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Komposmentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/66 mmHg
Nadi : 86 kali/menit, reguler
Pernapasan : 22 kali/menit
Suhu : 36 oC
Kepala : Normocephali
Mulut : Mukosa bibir kering, mallampati score 1, tonsil tidak membesar, orofaring
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), leher pendek (-), leher kaku (-)
Abdomen : Bising usus (+), nyeri tekan (-), gerak janin (+), kontraksi (-), linea gravidarum
(+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)/(-), capillary refill time <2 detik
Pemeriksaan Penunjang
Hematokrit : 30%
Setuju anestesi
ASA I
Puasa 8 jam
Rencana tindakan Sectio
Rencana Anestesi
Teknik anestesi/sedasi : Anestesi regional melalui spinal
Jenis Pembedahan
Sectio
Kamar operasi
Kamar 5, cito
Bagian
Obgyn
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Komposmentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90 kali/menit, reguler
Pernapasan : 22 kali/menit
Suhu : 36 oC
Saturasi O2 : 100
Kepala : Normocephali
Mulut : Mukosa bibir kering, mallampati score 1, tonsil tidak membesar, orofaring
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), leher pendek (-), leher kaku (-)
Abdomen : Bising usus (+), nyeri tekan (-), gerak janin (+), kontraksi (-), linea gravidarum
(+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)/(-), capillary refill time <2 detik
Asesmen
Setuju anestesi
ASA I
Rencana tindakan Sectio
Rencana Anestesi
Teknik anestesi/sedasi : Anestesi regional melalui spinal
43 220 220
42 60 200 200
41 180 180
40 48 160 160
39 140 140
38 36 120 120
v v v
v
37 100 100 v
36 80 80
v v v v
v
35 60 60
34 12 40 40
33 20 20
MEDIKASI INTRAOPERASI
Insisi : Uterus
Jenis anestesi : Regional anestesi (spinal)
Posisi pasien : supine
Tahapan operasi :
1. Pasien berbaring terlentang dalam anestesi spinal
2. A dan antiseptik daerah operasi dan sekitarnya
3. Insisi pfannestiel 10 cm
4. Segmen bawah uterus disayat dan dibebaskan secara tajam
5. Dengan menarik kaki, lahir bayi laki-laki berat badan 3200 gram, panjang badan 51 cm, apgar score
9/10
6. Ketuban berwarna jernih
7. Plasenta di fundus lahir lengkap
8. Segmen bawah uterus dijahit 1 lapis dengan safil no. 1, dipastikan tidak ada perdarahan
9. Dilakukan eksplorasi uterus dan kedua tuba normal
10. Dinding abdomen diijahiit lapis demi lapis
11. Operasi selesai
Perdarahan : ± 200 cc
Jaringan yang dikirim ke patologi anatomi : tidak ada
POST OPERASI DI RUANG PEMULIHAN
Kesadaran : Komposmentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 88 kali/menit, reguler
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36 oC
Saturasi O2 : 100
Post Anestesi dan Care Unit
Disebut juga Sub Arachnoid Blok (SAB), yaitu dengan menginjeksikan obat anestetik lokal ke
ruang subarachnoid lumbal, sehingga terjadi blok saraf yang reversibel pada radiks anterior
–posterior nervus spinalis, radiks ganglion posterior dan sebagian medulla spinalis yang akan
menyebabkan hilangnya aktivitas sensoris, motoris dan otonom.
Indikasi kontra Indikasi kontra
Indikasi
absolut relatif
1. Bedah ekstremitas 1. Pasien menolak
bawah 2. Infeksi pada tempat
2. Bedah panggul suntikan 1. Infeksi sistemik
3. Tindakan sekitar 3. Hipovolemia berat, 2. Infeksi sekitar tempat
rektum-perineum syok suntikan
4. Bedah OBGYN 4. Koagulopati atau 3. Kelainan neurologis
5. Bedah urologi mendapat terapi 4. Kelainin psikis
6. Bedah abdomen bawah antikoagulan 5. Bedah lama
7. Pada bedah abdomen 5. Tekanan intrakranial 6. Penyakit Jantung
atas dan bedah pediatri meninggi 7. Hipovolemia ringan
biasanya dikombinasi 6. Fasilitas resusitasi 8. Nyeri punggung kronis
dengan anestesi umum minim
ringan 7. Kurang pengalaman
atau tanpa di dampingi
konsultan anestesia
ANESTESI SPINAL
PERSIAPAN
- Lengkapi obat dan alat untuk total patient
care :
Mesin anestesi dan sumber oksigen
Alat anestesi dan resusitasi : laryngoskop,
stetoskop, ETT, oropharyngeal airway,
plester, introducer.
Suction
Obat-obat resusitasi.
- Alat monitor : TD, Nadi, respirasi, EKG, dll.
- Jalur infus iv mutlak harus dipersiapkan.
- Alat untuk spinal :
kasa steril, povidone iodine, alkohol 70%,
spuit, doek steril, jarum spinal.
Tabel Pemilihan Obat Anestesi Spinal
Hiperbarik
ANESTETIK LOKAL Dosis (mg) Durasi (menit)
T10 T4 Plain + epinefrin
(1:200.000)
Lidokain (5% dlm dex 50-60 75- 60 75-100
7,5%) 100
Bupivakain (0,75% dlm 8-10 12-20 90-120 100-150
Dex 8,5%)
Median approach
Paramedian approach
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETINGGIAN BLOK :
YANG DAPAT DIATUR :
- dosis (volume x konsentrasi)
- tempat penyuntikan
- postur pasien
- posisi selama dan setelah penyuntikkan
Hipotensi
High spinal dengan gangguan ventilasi
Henti jantung
Mual muntah
Post dural puncture headache
Cedera saraf
Retensi urine
Nyeri pinggang
KOMPLIKASI ANESTESI SPINAL
HIPOTENSI :
ANTISIPASI :
• Volume loading 10-20 ml/kg
kristaloid
• bradikardi simptomatik atropin
• Hipotensi vasopressor (fenilefrin,
efedrin)
• Hipotensi dan atau bradikardi berat
epinefrin
KOMPLIKASI ANESTESI SPINAL
CEDERA SARAF
Insidens pasti belum jelas
Perancis : 12 komplikasi neurologik dari 35.439 anestesi spinal.
Cedera saraf permanen jarang terjadi.
Dapat bersifat segera atau “delayed”
Penyebab : infeksi, trauma mekanik langsung, hematoma, toksisitas
anestesia lokal.
cauda equina sindrom dan transient neurologic syndrome (transient
radicular irritation)
KOMPLIKASI ANESTESI SPINAL
Patofisiologi PDPH
- hilangnya CSF mengakibatkan vasodilatasi
cerebral sebagai reaksi kompensasi.
- penurunan tekanan CSF mengakibatkan
tarikan pada struktur intrakranial.
Terapi PDPH :
bed rest
hidrasi adekuat
abdominal binders
analgetik
epidural saline
definitif : epidural blood patch
PRECAUTIONS
Tempat penyuntikan sebaiknya di bawah L2 untuk
mencegah cedera pada medulla spinalis.
Pertahankan sterilitas selama melakukan prosedur.
Pastikan parameter koagulasi dalam batas normal.
Pada pasien yang mendapat antikoagulan ikuti
protokol yang ada.
Gunakan dosis anestesi lokal terkecil yang paling
efisien.
Bila jarum spinal mengenai pembuluh darah
epidural tunggu sampai CSF yang jernih mengalir
keluar pada hub. dari jarum. Bila CSF tidak mengalir
ulangi prosedur pada interspace yang lain.
PRECAUTIONS
Tanda vital harus selalu dimonitor secara kontinu
terutama selama20 menit pertama.
Bila SAB tidak berjalan baik lakukan re-evaluasi
menyeluruh bila hendak melakukan tindakan re-
spinal.
Hindari volume yang banyak dan injeksi berulang
anestesi lokal hiperbarik.
Jangan pernah menggunakan obat dengan bahan
pengawet (preservative) ke dalam SAB.
ANESTESI EPIDURAL
INDIKASI :
- blok tunggal aatu kombinasi dengan GA.
- bedah abdomen bawah
- bedah inguinal dan urogenital
- bedah ekstremitas bawah
- bedah anorektal
- penanggulangan nyeri akut dan kronik (mis.
nyeri persalinan, nyeri kanker).
ANESTESI EPIDURAL
KONTROVERSI :
- Operasi tulang belakang sebelumnya
- Tidak mampu berkomunikasi
- Pembedahan sulit : lama, perdarahan
banyak, manuver yang mengganggu
respirasi
ANESTESI EPIDURAL :
Posisi :
- lateral decubitus
- duduk
Metode punksi :
Median
Paramedian
Lateral
Taylor approach
Kaudal
Teknik untuk menentukan masuk ke ruang epidural :
- Lost of resistance
- Hanging drops
ANESTESI EPIDURAL
Dosis epidural
jumlah mg : BB
Volume : luas segmen area operasi
Rata2 vol.epidural : 1cc/segmen, utk TB 155 cm.
Setiap penambahan TB 5 cm vol. epidural bertambah 0,1 cc/segmen.
KOMPLIKASI ANESTESI EPIDURAL
Indikasi :
Untuk prosedur/operasi di area bawah umbilikus.
Analgesia persalinan : pada kala 2.
Analgesia nyeri kronik.
Kontra Indikasi :
(Secara umum seperti epidural)
Kelainan kongenital area sakrum
Teknik Kaudal
Loss of resistance
Test dose
Teknik single shot atau kateter kontinu
KOMPLIKASI ANESTESI KAUDAL
2006-2010, angka kematian ibu lebih rendah dari anestesi (0,9% kehamilan yang
berhubungan dengan kematian), biasanya karena penggunaan regional
anestesi untuk kelahiran dan SC
Evaluasi PreAnestesi
• Riwayat kesehatan maternal, Anestesi yang berhubungan dengan riwayat
kehamilan, vital sign, airway, puasa minimum untuk SC elektif yaitu 6 jam (makan
ringan) dan 8 jam (makan berat), profilaksis pengosongan antasida tiap 30 menit
sebelum SC
REGIONAL ANESTESI
1. SPINAL ANESTESI
Bisa dilakukan intratechal injeksi tunggal atau
intermiten melalui epidural atau intratechal kateter.
Biasanya dosis relatif besar saat persalinan dengan
epidural atau opioid intratechal; dosis besar
meningkatkan risiko efek samping, yaitu depresi
pernapasan
Teknik opioid murni paling berguna untuk pasien
risiko tinggi yang mungkin tidak mentoleransi
sympatectomy fungsional yang terkait dengan
anestesi spinal / epidural
Opioid spinal sendiri tidak memproduksi blokade
motorik atau sympatectomy; berkurang
kemampuan untuk ‘’mendorong’’ saat kehamilan
Efek sampingnya pruritus, mual,dan depresi
pernapasan
Intratechal Opioid
Morphine (0,1-0,3 mg), prolong durasi 4-6jam saat kala 1, onset 45-60’
Kombinasi Morphine (0,1-0,25 mg) dengan Fentanyl (12,5 mcg) atau Sulfentanil (5
mcg), onset cepat 5’
Intermittent bolus Meperidine (10-15 mg), Fentanyl (12,5-25 mcg) atau Sulfentanil
(3-10 mcg) melalui kateter intratechal dapat mecapai anelgesia persalinan yang
baik
Epidural Opioid
Relatif dosis besar (>7,5 mg) untuk mencapai anelgesia persalinan, dimana
meningkatkan risiko tinggi depresi pernapasan, dan biasanya efektif di kala 1
Onset 30-60’, durasi 12-24 jam
Meperidine (50-100 mg), bertahan 1-3 jam
Fentanyl (50-150 mcg) atau Sulfentanil (10-20 mcg), onet 5-10’, durasi 1-2 jam
Kombinasi dosis rendah Morphine (2,5 mg) dengan Fentanyl (25-50 mcg) atau
Sulfentanil (7,5-10 mcg), onset cepat, durasi prolong 4-6 jam, sedikit ES
2. LOCAL ANESTESI / GABUNGAN LOCAL ANESTESI –
OPIOID
Epidural dan spinal analgesia bisa sendiri atau dengan opioid untuk
kehamilan dan persalinan.
Kala 1 memerlukan blokade neural di T10-L1 level sensorik, Kala 2
memerlukan blokade neural di T10-S4
Lumbar epidural analgesia bisa digunakan untuk menghilangkan rasa
sakit pada kala 1 kehamilan dan persalinan pervaginam maupun SC
Penggunaan epidural, spinal, atau kombinasi analgesia tepat untuk
menghilangkan rasa sakit dimulai saat sebelum persalinan pervaginam
(kala 2)
Injeksi caudal sudah lama tidak digunakan; walaupun efektif untuk
analgesia, tapi memerlukan volume besar untuk anestesi lokal untuk
melumpuhkan dermatom lumbal atas dan torakal bawah
KI Absolut : pasien menolak, infeksi di tempat injeksi, koagulopati,
hipovolemi, alergi obat anestesi
VBAC bukan KI untuk anestesi regional
Lumbar Epidural Analgesia
Epidural analgesia untuk persalinan yang akan diberikan pada persalinan dini setelah pasien
dievaluasi oleh SpOG
Regional analgesia akan meningkatkan oxytosin augmentasi, operasi persalinan (forceps) /
SC. Keuntungan pemasangan kateter epidural pada persalinan dini pada sat pasien dirasa
kurang nyaman akan bisa diposisikan lebih mudah
Teknik
Pasien bisa di posisikan duduk, yang biasanya lebih mudah digunakan
Identifikasi ruang epidural bisa menjadi sulit,insidensi tidak sengaja puncture bagian dura;
“wet taps” 0,25-9%
Bisa digunakan gelembung udara yang dimasukan ke syringe saline dan tonjolan plunger
untuk memastikan bergerak bebas dan tidak menempel pada alat syringe. Perubahan
resistensi jaringan, lalu diuji dengan umpan balik taktil dengan memajukan jarum dan
dengan sesekali memberikan tekanan ke udara yang diisi- loss of resistence.
Kedalaman penusukan sekitar 6 cm, di ruang L3-4 / L4-5, untuk mencapai target neural
blokade T10-S5. USG juga bisa digunakan untuk penuntun kateter epidural kateter untuk
melihat kedalamannya dan sudut penempatan kateternya, biasanya pada pasien obesitas.
Teknik midline untuk penusukan lebh sering digunakan daripada paramedian
Jika tidak sengaja terkena dura; ada 2 pilihan:
1. Tempatkan kateter epidural di ruang subaraknoid utnuk spinal anestesi dan
analgesia
2. Lepas kembali jarumnya dan tempatkan di level spinal lain. Lanjutkan anestesi
spinal, infus 0,0625% - 0,125% bupivacain dengan fentanyl 2-3 mcg/mL, dimulai
1-3 mL/jam
Pemilihan kateter epidural
Untuk anestesi obstetri biasa digunakan yg multi orifice kateter daripada yang
single orifice kateter
Multi orifice kateter mencapai 4-6cm ke epidural; adekuat terhadap level sensorik,
single orifice kateter 3-5cm ke epidural; <5cm bisa tidak mencapai ruang epidural,
ditambah faktor risiko obesitas diikuti pergerakan fleksi/ekstensi spine
Pemilihan solusio anestesi lokal
Kombinasi antara epidural opioid dengan solusio anestesi lokal pada konsentrasi
rendah menimbulkan efektifitas tinggi
Ketika opioid tidak dipakai, maka penggunaan anestesi lokal, maka dibutuhkan
konsentrasi tinggi pada anestesi lokal (bupivacain 0,25% dan ropivacain 0,2%) menjadi
anestesi yang adekuat sehingga dapat terdorongnya bayi saat proses persalinan
Bupivacain / ropivacain 0,0625-0,0125 %, fentanyl 2-3 mcgl/mL atau sulfentanil 0,3-0,5
mcg/mL
Epidural untuk kala 1 pada persalinan
Di test terlebih dahulu untuk mengetahui sudah memasuki rongga epidural /
tidak dengan epinefrin 1:200.000. banyak klinisi yang menggunakan lidocain
1,5% karena toksisitas kecil dan onset cepat jika tidak sengaja memasuki ruang
subarachnoid
Setelah 5 menit tanda intravaskular tidak ada ( takikardi karena kontraksi yang
sakit), masukan 10 mL gabungan opioid dan anestesi lokal untuk mencapai T10-
L1 level sensorik. Bupivacain / ropivacain 0,0625 – 0,125 %, fentanyl 50-100 mcg /
sulfentanil 10 -20 mcg
Monitor vital sign 20-30’
Ulangi langkah ke 2 dan 3 jika masih sakit
Epidural untuk kala 2 persalinan
Untuk meluaskan daerah blokade hingga dermatom S2-4
Kateter epidural sudah dipasangkan dan diposisikan duduk pasiennya
Test dose 3 mL anestesi lokal (Lidokain 1,5%) dengan epinefrin 1:200.000
Setelah 5 menit tidak terjadi intravaskular, masukan 10-15 mL gabungan anestesi
lokal dan opioid tidak lebih cepat dari 5 mL tiap 1-2 menit
Baringkan pasien dan monitor tiap 1-2’ pada 15’ pertama
Manajemen komplikasi
Hipotensi – kurang dari 100mmHg, bisa diberikan phenylephrine 40-120 mcg
Ketidaksengaja intravaskular – berikan propofol 20-50 mcg untuk menghentikan
kejang, oksigenasi adekuat, reverse dengan intralipid + epinefrin, amiodaron untuk
antiaritimia
Ketidaksengjaan intratechal – hipotensi diatasi dengan epinefrin 10-50 mcg /
vasopressin 0,4-0,2U iv
Post dural puncture headache – pusing pada anestesi obstetri regional,
ketidaksengjaan terkena dura menyebabkan TIK menurun karena kompensasi dari
cerebral vasodilatasi, maka harus bed rest, hidrasi, analgetik oral, caffein sodium
benzoat, gabapentin
Maternal fever – sering diinterpretasi sebagai chorioamnionitis dan sebagai
pemicu untuk evaluasi sepsis neonatal
3. KOMBINASI SPINAL DAN EPIDURAL
Pasien diposisikan miring atau duduk dan solusi hiperbarik diinjeksikan dengan
lidocaine intrathekal ( 50 – 60 mg) atau bupivacaine ( 10 – 15 mg ).
Bupivacaine dipilih apabila operator tidak bisa menyelesaikan pembedahan
apabila sama atau kurang dari 45 menit.
Menggunakan ukuran 22-gauge atau lebih kecil akan menurunkan insiden PDPH.
Ditambahkan fentanyl 10 – 25 mcg atau sufentanil 5 – 10 mcg untuk anestesi
lokal intrathekal untuk meningkatkan intensitas blok spinal dan memperpanjang
durasi.
Ditambahkan morphin 0,1 – 0,3 untuk memperpanjang analgesi post OP hingga
24 jam monitoring.
Pasien obes dibutuhkan jarum yang lebih panjang ( standard 9 cm ) 12 – 15
cm. Diameter yang lebih besar diperlukan mencegah jarum tertekuk (25-
gauge atau 20-gauge)
EPIDURAL ANESTESI
Biasanya menggunakan kateter obat anestesi. Memberikan obat post OP pada jalur
tersebut.
Setelah tidak ada aspirasi dan test dose, total volume 15 – 35 mL dari lokal anestesi di
injeksikan perlahan 5 mL untuk mencegah risiko dari toksisitas sistemik anestetik lokal.
Lidokain 2 % dengan (1 : 200.000 ephinephrin) atau chlorprocaine 3 %.
Bisa diberikan fentanyl 50 – 100 mcg atau sufentanil 10 – 20 mcg memperpanjang durasi
dan intensitas dari analgesi. Bisa diberikan sodium bikarbonat (7,5 % atau 8,4 %) untuk
anestesi lokal (1 mEq sodium bicarbonat/ 10 mL lidokain) untuk meningkatkan konsentrasi
non ion. Penyebaran dan onset lebih cepat.
Apabila masih terasa ditambah 5 mL secara bertahap untuk mempertahankan sensorik T4.
Untuk sebelum kelahiran bayi diberikan ketamine 10 – 20 mg IV + midazolam 1 – 2 mg atau
30 % N20.
Apabila mual tambahkan ondansentron 4 mg.
Post OP analgesi diberikan continuous epidural infusion 25 – 75 mcg / jam
Daftar pustaka