Disusun Oleh:
Nama : Ani Kurnia
NIM : 1513010004
NIPP : 1913020036
Pembimbing:
dr. Yunie Wulandarri, Sp.THT-KL, M.Kes.
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
RSUD KOTA SALATIGA
2019
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Tn. S
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Kalisoka Kidul RT 18 RW 09, Tegalrejo, Tengaran,
Semarang
Tanggal Masuk : 19 November 2019
Keluhan Utama
Benjolan di leher kiri
Pasien mengatakan tidak ada keluhan lain yang dirasakan, riwayat pernah mimisan
disangkal, pasien tidak mengeluh nyeri pada kedua telinga, tidak ada keluhan penurunan
pendengaran, tidak berdengung, hidung tidak tersumbat, tidak keluar lendir dan berdarah
serta tidak ada keluhan sakit kepala. Ada keluhan batuk, pilek, demam serta sariawan
namun segera sembuh setelah diberi obat, sehingga saat pasien datang ke poliklinik,
tidak terdapat keluhan lain.
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Tn. S mengatakan belum pernah mengalami gejala serupa, riwayat operasi
disangkal, riwayat opname +/- 10 tahun yang lalu karena demam thypoid.
Riwayat terkena penyakit hipertensi, diabetes melitus dan asma disangkal.
Kesan
Tampak sakit sedang
Umum
Palpasi Tidak ada ketertinggalan gerak dan vokal fremitus tidak ada peningkatan maupun penurunan
Perkusi Sonor
Auskultasi Suara vesikular dasar (SDV) : (+/+) (positif di lapang paru kanan dan kiri)
Suara ronkhi: (-/-)
Wheezing : (-/-)
Cor
Inspeksi Pulsasi tidak terlihat
Auskultasi Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak ada bising ataupun suara tambahan jantung
Abdomen
Inspeksi Tidak tampak sikatriks
Palpasi Distensi (-), nyeri tekan (-) pada regio epigastrium dan umbilical.
PEMERIKSAANRADIOLOGI
CT SCAN DENGAN KONTRAS
Kesan :
- Deviasi Septum nasi kekiri
- Tak tampak massa sinonasal dan sinusitis para nasal
- Cenderung gambaran Ca Nasofarynx Dx/Sin dengan metastase KGB didaerah sub
angulus mandibula Dx/Sin
- Belum tampak gambaran metastasis ke tulang-tulang sekitarnya, os basis cranii
dan parenkim otak regio basal
- Tak tampak gambaran metastasis didaerah basal parenkhim otak
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
PEMERIKSAAN
ENDOSKOPI
ASSESSMENT :
Limfadenopati colli sinistra susp. Karsinoma Nasofaring
PENATALAKSANAAN/PLANNING
Medikamentosa
Infus RL 20 tpm
Injeksi cefotaxime 2x200 mg
Plan
Opname untuk persiapan tindakan biopsi
Dilakukan biopsi jaringan nasofaring
Dilakukan pemeriksaan patologi anatomi terhadap jaringan hasil biopsi
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
Nasofaring
Nasofaring adalah ruang trapezoid di belakang koana yang berhubungan dengan orofaring dan terletak di
superior palatum molle. Ukuran nasofaring pada orang dewasa yaitu 4 cm tinggi, 4 cm lebar dan 3 cm pada
dimensi anteroposterior.
Bagian atap dan dinding posterior dibentuk oleh permukaan yang melandai dibatasi oleh basis sfenoid, basis
oksiput dan vertebra cervical I dan II. Dinding anterior nasofaring adalah daerah sempit jaringan lunak yang
merupakan batas koana posterior. Batas inferior nasofaring adalah palatum molle. Batas dinding lateral
merupakan fasia faringobasilar dan m. konstriktor faring superior.
Tuba Eustachius membelah dinding lateral ini, masuk dari telinga tengah ke nasofaring melalui celah di fasia
faringobasilar di daerah posterosuperior, tepat di atas batas superior muskulus konstriktor faring superior,
disebut fossa russenmuller (resessus faringeal). Fossa russenmuller merupakan tepi dinding posterosuperior
nasofaring, yang merupakan tempat asal munculnya sebagian besar KNF dan yang paling sensitif terhadap
penyebaran keganasan pada nasofaring.
Fossa russenmuller yang terletak di apeks dari ruang parafaring ini merupakan tempat menyatunya beberapa
fasia yang membagi ruang ini menjadi 3 kompartemen, yaitu :
1) kompartemen prestiloid, berisi a. maksilaris, n. lingualis dan n. alveolaris inferior;
2) kompartemen poststiloid, yang berisi sarung karotis; dan
3) kompartemen retrofaring, yang berisi kelenjar Rouviere.
Pembuluh darah arteri utama yang memperdarahi daerah nasofaring adalah arteri faringeal
asendens, arteri palatina asendens, arteri palatina desendens, dan cabang faringeal arteri
sfenopalatina. Semua pembuluh darah tersebut berasal dari arteri karotis eksterna dan cabang-
cabangnya. Pembuluh darah vena berada di bawah membran mukosa yang berhubungan dengan
pleksus pterigoid di daerah superior dan fasia posterior atau vena jugularis interna di bawahnya
Daerah nasofaring dipersarafi oleh pleksus faringeal yang terdapat di atas otot konstriktor faringeus
media. Pleksus faringeus terdiri dari serabut sensoris saraf glossofaringeus (IX), serabut motoris saraf
vagus (X) dan serabut saraf ganglion servikalis simpatikus. Sebagian besar saraf sensoris nasofaring
berasal dari saraf glossofaringeus, hanya daerah superior nasofaring dan anterior orifisuim tuba yang
mendapat persarafan sensoris dari cabang faringeal ganglion sfenopalatina yang berasal dari cabang
maksila saraf trigeminus (V1)
Sistem limfatik
Nasofaring mempunyai pleksus submukosa limfatik yang luas. Kelompok pertama adalah kelompok
nodul pada daerah retrofaringeal yang terdapat pada ruang retrofaring antara dinding posterior
nasofaring, fasia faringobasilar dan fasia prevertebra. Pada dinding lateral terutama di daerah
tuba Eustachius paling kaya akan pembuluh limfe.
Aliran limfenya berjalan ke arah anterosuperior dan bermuara di kelenjar retrofaringeal atau ke
kelenjar yang paling proksimal dari masing-masing sisi rantai kelenjar spinal dan jugularis
interna, rantai kelenjar ini terletak di bawah otot sternokleidomastoid pada tiap prosessus
mastoid. Beberapa kelenjar dari rantai jugular letaknya sangat dekat denan saraf-saraf kranial
terakhir yaitu saraf IX,X,XI,XII. Metastase ke kelenjar limfe ini dapat terjadi sampai dengan 75%
penderita KNF, yang mana setengahnya datang dengan kelenjar limfe bilateral
Karsinoma Nasofaring
1. Definisi
Kanker Nasofaring adalah jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan
belakang langit-langit rongga mulut. Karsinoma nasofaring merupakan kanker ganas yang
tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller pada nasofaring yang
merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel squamosa
(National Cancer Institude, 2016).
2. Epidemiologi
Berdasarkan data IARC (International Agency for Research on Cancer) tahun 2002 ditemukan
sekitar 80,000 kasus baru KNF diseluruh dunia dan banyak ditemukan di negara Cina bagian
Selatan, Asia, Mediterania dan Alaska. Meskipun banyak ditemukan di negara dengan penduduk
non- Mongoloid, namun demikian di daerah Cina bagian selatan masih menduduki tempat
tertinggi, yaitu mencapai 2500 kasus baru per tahun atau prevalensi 39,84 per 100.000 penduduk
untuk propinsi Guangdong. Penduduk di provinsi Guang Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi
ikan yang diawetkan (diasap, diasin). Di dalam ikan yang diawetkan dijumpai substansi yang
bernama nitrosamine yang terbukti bersifat karsinogenik.
Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya karsinoma nasofaring,
sehingga sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam,
Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Ditemukan pula cukup banyak kasus di
Yunani, negara-negara Afrika Utara seperti Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di
Alaska dan Greenland yang diduga penyebabnya karena memakan makanan yang
diawetkan dengan nitrosamin pada musim dingin. (American Cancer Society, 2014)
Di Indonesia dengan variasi etnis yang besar, KNF merupakan kanker ganas daerah
kepala dan leher yang paling banyak ditemukan, yaitu sebesar 60%. Insidennya hampir
merata di setiap daerah. Angka kejadian KNF di Indonesia cukup tinggi, yakni
4,7kasus/tahun/100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 – 8000 kasus per tahun
diseluruh Indonesia
3. Etiologi dan Patogenesis
FAKTOR INTERNAL
kondisi-kondisi tertentu di dalam tubuh, seperti lemahnya sistem imun
tubuh dan kondisi genetik yang membuat tubuh rentan terhadap
beberapa jenis kanker.
FAKTOR EKSTERNAL
bahan kimia dan radiasi (karsinogen)
Hampir semua sel KNF mengandung komponen dari virus Epstein-Barr (EBV), dan
kebanyakan orang dengan KNF memiliki bukti pernah terinfeksi oleh virus ini dalam darah
mereka. Hubungan antara infeksi EBV dan KNF sangat kompleks dan belum sepenuhnya
dipahami. Infeksi EBV saja tidak cukup untuk menyebabkan KNF. Faktor-faktor lain, seperti
gen seseorang, dapat mempengaruhi bagaimana tubuh menghadapi infeksi EBV, yang pada
gilirannya dapat mempengaruhi kontribusi EBV dalam perkembangan KNF.
Agar sebuah kanker bisa terjadi, maka sel-sel yang terkena zat karsinogen harus mengalami
dua tahapan, yaitu yang disebut sebagai tahap inisiasi dan tahap promosi.
Tahap inisiasi dari kanker biasanya terjadi secara cepat dan menimbulkan kerusakan secara
langsung dalam bentuk terjadinya mutasi pada DNA.
Mekanisme perbaikan DNA akan mencoba melakukan perbaikan tetapi bila mekanisme
tersebut gagal, maka kerusakan tersebut akan terbawa pada sel anak yang dihasilkan dari
proses pembelahan.
Dalam tahap promosi, akan terjadi perkembangbiakan pada sel yang rusak, dimana hal
tersebut biasanya terjadi ketika sel-sel yang mengalami mutasi tersebut terkena bahan yang
bisa mendorong mereka untuk melakukan pembelahan secara cepat. Seringkali terdapat jeda
waktu yang cukup panjang diantara kedua tahapan tersebut. Tahap promosi tersebut
sebenarnya adalah sebuah tahap yang membutuhkan pengulangan agar sel yang rusak
tersebut mampu berkembang biak lebih lanjut menjadi kanker.
4. Faktor resiko
a. Faktor genetik
Karsinoma nasofaring tercatat sebagai keganasan yang jarang terjadi di sebagian besar populasi dunia. Namun,
keganasan ini tercatat sering terjadi di Cina selatan, Asia Tenggara, Kutub Utara, dan Timur Tengah / Afrika Utara.
Distribusi ras / etnis dan geografis khas pada KNF di seluruh dunia menunjukkan bahwa faktor lingkungan dan sifat-
sifat genetik berkontribusi untuk perkembangan keganasan ini.
d.Lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis
kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan
kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat hubungan antara kadar nikel
dalam air minum dan makanan dengan mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan
adanya hubungan dengan keganasan lain tidak jelas.
5. Gejala Klinis
Penting untuk mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring dimana tumor masih terbatas
di nasofaring, yaitu:
Gejala Dini
Gejala Telinga:
Kataralis/sumbatan tuba eutachius
Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai dengan
gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini.
Mimisan
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi
pendarahan hidung atau mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang,
jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah
jambu.
Sumbatan hidung
Sumbutan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga
hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai
dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental.
Gejala Mata dan Saraf: diplopia, pandangan kabur dan gerakan bola mata terbatas.
Gejala Lanjut
Limfadenopati servikal
Tidak semua benjolan leher menandakan penyakit ini, yang khas jika
timbulnya di daerah samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak
nyeri. Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan
pertama sebelum sel tumor ke bagian tubuh yang lebih jauh. Selanjutnya sel-
sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di
bawahnya, kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan
ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi, pembesaran kelenjar limfe leher
merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.
Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar.
Tumor dapat meluas ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak
dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan
gejala akibat kelumpuhan otak syaraf yang sering ditemukan ialah penglihatan dobel
(diplopia), rasa baal (mati rasa) di daerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan
lidah, bahu, leher dan gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan
lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak, rahang
tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. Biasanya
kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada beberapa
kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh.
- Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988, tumor staging dari nasofaring
diklasifikasikan sebagai berikut :
Tis : Karcinoma in situ
T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang tak dapat
dilihat, tetapi hanya dapat diketahui dari hasil biopsi
T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding posterosuperior dan dinding
lateral
T3 : Perluasan tumor sampai ke dalam rongga hidung atau orofaring
T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang saraf kranial (atau
keduanya).
7. Diagnosis
Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu KNF, protokol di bawah ini
dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti serta stadium tumor :
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya ( blind biopsy ). Biopsi
melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui
hidung.Kemudian dengan kaca laring di lihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan
dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang
dimasukkan melalui mulut, masa tumor akan terlihat lebih jelas.
Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi adanya metatasis.
8. Penatalaksanaan
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk
karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan
nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau
adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih
yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi. Nasofaringektomi merupakan
suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu
pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.
Imunoterapi
Infiltrasi tumor melalui liang tuba eustachius dan masuk ke rongga telinga
tengah jarang sekali terjadi. Dengan radiasi, tumor akan mengecil atau
menghilang dan gangguan-gangguan diatas dapat pula berkurang atau
menghilang, sehingga pendengaran akan membaik kembali. Terlepas dari hal-
hal diatas, radiasi sendiri dapat juga menurunkan pendengaran, baik bertipe
konduksi maupun persepsi
11. Pencegahan
Dilakukan terapi
sesuai hasil PA
KESIMPULAN
Kanker Nasofaring adalah jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang
hidung dan belakang langit-langit rongga mulut.
Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang termasuk dalam famili Herpesvirus
yang menginfeksi lebih dari 90 % populasi manusia di seluruh dunia dan
merupakan penyebab infeksi mononukleosis. Infeksi EBV berasosiasi dengan
beberapa penyakit keganasan jaringan limfoid dan epitel seperti limfoma
Burkitt, limfoma sel T, Hodgkin disease, karsinoma nasofaring (KNF), karsinoma
mammae dan karsinoma gaster.
Faktor resiko KNF antara lain : a. Jenis Kelamin laki-laki b. Ras Asia dan
Afrika Utara c. Umur 30 – 50 tahun d. Makanan yang diawetkan e. Infeksi Virus
Epstein-Barr f. Riwayat keluarga. g. Faktor Gen HLA (Human Leokcyte Antigen)
dan Genetik h. Merokok i. Minum Alkohol