Disusun Oleh:
Palupi Puspito Rini
42170203
Pembimbing Klinik
dr. Arin Dwi Iswarini, Sp. THT, KL. M.Kes
1
BAB I
STATUS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. YW
Tanggal Lahir : 10/06/2001
Usia : 18 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun Kraket, Ngadirojo, Pacitan
Agama : Islam
Tanggal Kunjungan RS : 31 Oktober 2019
2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Penurunan pendengaran
2
Gastritis : (-)
DM : (-)
Alergi : (-)
Trauma : (-)
Vertigo : (-)
Operasi : (-)
d. Riwayat pengobatan
Obat flu warung selama 3 hari, diminum sejak 10 hari SMRS
f. Lifestyle
Pasien merupakan mahasiswa, sehari-hari pasien jarang berolahraga.
Makan teratur 3x sehari, sarapan dan makan malam selalu disiapkan oleh
orangtua, makan siang selalu jajan di luar. Pasien sering mengkonsumsi
minuman dingin, yaitu minuman dengan es pada saat siang hari, terutama
disaat gerah.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sedang
GCS : E4 V5 M6
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 86x / min
Respirasi : 22x / min
Suhu : 37,4 derajat Celcius
VAS :4
3
Status Psikologis : tenang
Risiko Jatuh : tidak
Fungsional : Mandiri
STATUS LOKALIS
a. Kepala
Ukuran kepala : Normocephali
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : sesuai dengan status lokalis THT
Mulut : sesuai dengan status lokalis THT
Telinga : sesuai dengan status lokalis THT
Leher : pembengkakan Lnn (-)
b. Thorax
Inspeksi : dinding dada . IC (-), otot bantu nafas (-)
Palpasi : IC di SIC 5 MCS, ketertinggalan gerak nafas (-), vremitus dbn
Perkusi : batas jantung dbn, lapang paru sonor
Auskultasi : S1 dan S2 dbn, suara nafas vesikuler, bising nafas-jantung (-)
c. Abdomen
Inspeksi : tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
d. Ekstremitas
Ekstremitas atas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)
Ekstremitas bawah : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)
4
Status Lokalis THT
Telinga
Pemeriksaan Dextra Sinistra
Auricula dbn, deformitas (-) dbn, deformitas (-)
Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Planum mastoidium Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Glandula limfatik Pembesaran (-) Pembesaran (-)
Canalis Auditorsik Serumen (+), Hiperemis (-), Serumen (+), Hiperemis (-),
Eksterna edema (-) edema (-)
Membran Timpani Perforasi (-), Hiperemis (+), Perforasi (-), Hiperemis (-),
cone of light (-), retraksi (-) cone of light pada jam 7,
retraksi (-)
Dorsum nasi Deformitas (-), krepitasi (-), jejas (-), nyeri tekan (-)
Rhinoskopi anterior
5
Septum nasi Deviasi septum (-), perforasi (-)
Meatus nasi inferior Edema (-), hiperemis (+), Edema (-), hiperemis (+),
discharge (+), perdarahan discharge (+), perdarahan
(-) (-)
Konka Inferior Edema (+), hiperemis (+) Edema (+), hiperemis (+)
Meatus nasi media Edema (-), hiperemis (+), Edema (-), hiperemis (+),
discharge (+) discharge (+)
Oropharynx
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Gusi dan gigi Warna merah muda, karies dentis (-), ulkus mukosa
gusi (-)
Lingua Simetris, atrofi papil (-), lidah kotor (-), ulserasi (-)
Tonsila Palatina T2, hiperemis (-), detritus T2, hiperemis (-), detritus
(-), kripta dbn (-), kripta dbn
Faring dbn
6
4. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilaksanakan
5. Diagnosis
Otitis media akut stadium hiperemis
ISPA
6. Diagnosis Banding
Otitis eksterna
Otitis media supuratif akut
7. TATALAKSANA
a. Farmakologi
S O 6 h tab I (habiskan)
S
R / Pseudoefedrin 60 mg tab no XV
S 3 d d tab 1 hs
S
R / Paracetamol tab mg 500 no X
7
9. PLANNING
Terapi secara oral dipantau selama 5 hari, untuk melihat keberhasilan terapi
farmakologis
10. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad Fungsionam : bonam
Ad Sanationam : bonam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
Gambar 2.1 : perdarahan dan persarafan telinga luar
Meatus acusticus externus adalah suatu liang dengan panjang sekitar 4cm.
komponen penyusun dari liang telinga adalah kartilago pada bagian luar dan osseus pada
bagian dalam. Saluran atau kanal ini berakhir pada membrane timpani.
Saluran ini dilapisi oleh epitel columner bersillia. Selain itu juga didapatkan adan
ya sel goblet. Sekresi sel goblet akan menangkap benda asing, lapisan mukosa akan
berdegenerasi, dan gabungan dari kedua komponen ini ditambah dengan benda asing akan
dikeluarkan secara fisioogis oleh canalis auditorik. Kumpulan selmepitel, mucus, dan
benda asing yang terbentuk pada liang telinga disebut dengan serumen.
Membrane timpani menandai batas dari telinga tengah atau auris media. Auris
media merupakan ruang mukosa kontortus yang berhubungan dengan cavitas lain. Auris
media berhubungan dengan pharynx melalui tuba auditiva (tuba eustachii).
Tuba auditiva dilapisi oleh membrane mukosa, berjalan kea rah inferior dan
anterior cavitas tympani. Tuba auditiva terletak pada meatus osseus di dalam pars
petrosal ossis temporalis dan ditopan oleh kartilago elastic kea rah pharynx. Tuba
auditiva memiliki peran dalam mengontrol tekanan di dalam telinga tengah.
10
Cavitas tympani adalah ruang yang terletak di dalam pars petrossa ossis
temporalis. Cavitas ini berisi ossicula auditiva, yaitu malleus inchus dan staphes.
Ossicula ini saling berhubungan satu sama lain melalui persendian yang berisi jaringan
lunak yang sangat elastis. Malleus adalah tulang berbentuk seperti palu, yang menemel
pada membrane tympani. Malleus berhubungan dengan inchus, dan inchus akan
terhubung dengan staphes. Staphes adalah ossicula auditiva yang terhubung dengan
cochlea. Ketiga tulang ini berperan dalam meneruskan getaran yang diterima dari
membrane tympani menuju ke cochlea.
11
terdiri dari tiga canalis semicircurallis yang berisi modalitas sensorik untuk gerakan rotasi
yang dipercepat.
Labyrinthus osseus adalah suatu rongga di dalam pars petrossus ossis temporalis.
Labyrinth ini memiliki bentuk yang identic dengan labyrunthus membranaceus dengan
ukuran yang lebih besar. Komponen cairan yang terkandung di dalamnya adalah cairan
perilimfe.
12
Gambar 2.4 : canalis semicircuralis
Cochlea mencatat getaran di dalam limfe yang kemudian diolah oleh apparatus
penghantar suara pada telinga. Cochlea adalah organ pendengaran yang sebenarnya. Di
dalam cochlea terdapat sel-sel rambut yang menerima getaran, mengkonversikan getaran
menjadi suatu impuls listrik, yaitu impuls saraf. Impuls ini akan dihantarkan oleh nervus
cochlearis, penyusun saraf cranialis VIII, dan nantinya akan diteruskan ke otak sebagai
persepsi pendengaran.
13
Gambar 2.6 : mekanisme pendengaran
c.3. Patogenesis
Adanya agen infeksi, seperti halnya Streptococcus B Haemoliticus, akan
menyebabkan peradangan pada telinga bagian tengah, OMA. Bakteri ini bersifat
anaerob, yang berkembang dengan baik dengan rendahnya oksigen. Oksigen yang
terkandung dalam udara yang ada di telinga tengah akan dikonsumsi oleh bakteri
Streptococcus B Haemoliticus. Udara dalam telinga tengah akan berkurang,
telinga tengah akan memiliki tekanan yang lebih negatif, sehingga gendang
telinga akan tertarik ke proksimal (retraksi membrane timpani). Kondisi ini sering
disebut sebagai stadium oklusi pada OMA.
Agen bakteri yang masuk akan ditangkap oleh antigen presenting cell
(APC) seperti makrofag. APC akan membawa antigen yang merupakan protein
14
penyusun dinding bakteri, ke limfonodi terdekat untuk dipresentsikan ke limfosit.
Limfosit yang teraktifasi akan menghasilkan sitokin pro-inflamasi seperti IL-1,
IL-6, dan TN. Makrofag juga melepaskan beberapa sitkoin pro-inflamasi.
Pelepasan sitokin ini akan menyebabkan proses peradangan, terjadi dilatasi
vaskular, sehingga akan lebih banyak sel imunitas tubuh yang ditarik ke tempat
infeksi. Proses ini menyebabkan membrane timpani dan di daerah sekitarnya
menjadi kemerahan, sehingga proses ini dikenal sebagai stadium hiperemis.
Peradangan akan berlangsung terus menerus jika tidak ditangani dengan
segera. Peradangan akan menyebabkan rusaknya jaringan sekitar dan matinya sel-
sel leukosit, sehingga dihasilkan cairan eksudat (pus). Pus akan menumpuk pada
bagian telinga tengah, pus yang menumpuk akan mendorong membrane timpani
ke distal, sehingga akan nampak menbran timpani yang menonjol (bulging).
Terkadang cairan eksudat juga dapat dihasilkan di liang telinga luar, akibat proses
inflamasi yang juga merambah ke telinga luar. Proses ini dikenal sebagai stadium
supurasi.
Proses eksudasi cairan akan terjadi secara terus menerus jika peradangan tidak
segera ditangani. Akan terjadi penumpukkan lebih banyak pus di dalam telinga
tengah. Penumpukkan pus akan menyebabkan tekanan di dalam telinga tengah
akan menjadi semakin positif, sehingga jika sudah mencapai ambang batas
tertentu, membrane timpani tidak lagi dapat menahan tekanan yang ada.
Membrane timpani dapat mengalami perlubangan jika tekanan di dalam telinga
tengah menjadi terlalu postif. Pada stadium ini, membrane timpani akan
berlubang, cairan pus akan keluar dari liang telinga. Proses ini dikenal sebagai
stadium perforasi.
Proses peradangan pada telinga tengah pada umunya akan mengalami
perbaikan. Jika peradangan telah mereda, akan terjadi proses perbaikan dari
telinga tengah. Membrane timpani akan mengalami perbaikan, akan terbentuk
membran timpani yang baru secara perlahan, walau memiliki susunan sel yang
berbeda (sclerotic tympanic membrane). Proses ini dikenal sebagai stadium
resolusi.
OMA pada stadium perforasi tidak akan mengalami perbaikan apabila
imunitas tubuh seseorang tidak baik. Akan terjadi peradangan secara kronis, akan
dihasilkan pus terus menerus, cairan telinga akan terus keluar dari liang telinga.
15
Kondisi ini lebih dikenal dengan sebutan Otitis Media Suppurative Chronic
(OMSK).
16
proksimal tubuh, pergeseran letak atau bahkan hilangnya reflex cahaya (cone of
light), dan penonjolan malleolus salah satu penyusun ossicula auditiva.
Pasien OMA pada stadium hiperemis mengalami hipervaskularisasi dari
telinga bagian tengah. Hal ini ditandai dengan warna eritem pada daerah
membrane timpani dan di sekitarnya.
Pasien OMA pada stadium supurasi mengalami sekresi eksudat yang
terkumpul pada telinga bagian tengah. Hal ini ditandai dengan membrane timpani
yang nampak menonjol (bulging) ke arah distal tubuh, dapat juga ditemukan
adanya secret minimal pada liang telinga.
Pasien OMA pada stadium perforasi mengalami perlubangan pada
membrane timpani. Hal ini ditandai dengan membrane timpani yang sudah
mengalami perforasi, serta ditemukan adanya eksudat yang keluar lewat liang
telinga.
Pemeriksaan fisik lokalis lain yang dapat dilaksanakan pada pasien adalah
pemeriksaan pendengaran, dapat menggunakan tes berbisik dan pemeriksaan
garpu tala. Pemeriksaan tes berbisik mendapatkan adanya penurunan
pendengaran pada pasien dengan OMA. Pemeriksaan garpu tala dapat
menemukan adanya tuli konduktif pada telinga yang mengalami OMA, ditandai
dengan hasil pemeriksaan Rinei yang negative (-), pemeriksaan Weber yang
mengalami lateralisasi kea rah telinga yang sakit, dan pemeriksaan Swabach yang
memanjang.
17
c.7. Tatalaksana
Penanganan pasien dengan OMA dapat dilaksanakan melalui terapi
farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis yang dapat dilaksa
nakan pada pasien. Adalah mengindari kondisi liang telinga dari kelembapan yang
berlebih. Selain itu dapat dilaksanakan pembilasan liang telinga menggunakan H2O2
3% pada pasien yang mengalami OMA stadium perforasi.
Terapi farmakologis pasien dengan OMA dilaksanakan sesuai dengan stadium
yang dialaminya. Pada stadium oklusi, tujuan terapi yang diutamakan adalah
membuka saluran eustacius, sehingga tekanan negative di dalam telinga tengah akan
berkurang. Dapat digunakan golongan alfa-agonis, seperti efedrin, phenilephrin,
phenilefedrin, pseudoefedrin, dan efedrin. Obat ini dapat digunakan secara topical
dengan tetesan obat pada hidung ataupun secara sistemik. Obat ini bekerja dengan
memicu saraf simpartis, sehingga terjadi vasokontriksi dan relaksasi dari otot-otot
polos, salah satunya adalah saluran pernafasan.
Pada stadium hiperemis, supurasi dan perforasi dapat diberikan obat
antibiotika untuk mengatasi bakteri yang menginfeksi telinga bagain tengah.
Antibiotik yang diberikan adalah antibiotik golongan penisilin, seperti amoxcicilin
dan ampicillin. Obat ini bekerja sebagai beta lactamase, suatu enzim yang dapat
menguraikan dinding protein. Lisisnya dinding bakteri akan menyebabkan matinya
bakteri yang menjadi agen penyebab infeksi.
Secara umum, pasien dengan OMA juga dapat memiliki gambaran klinis
berupa demam dan nyeri pada bagian telinga. Pemberian obat antiinflamasi dapat
digunakan untuk mengurangi keluhan pasien. Obat yang dapat diberikan adalah obat
antiinflamasi, dapat berasal dari golongan antinflamasi steroid seperti dexamethasone,
prednisone dan methylprednisone, dapat pula berasal dari golongan antiinflamasi
nonsteroid. Anti inflamasi steroid mengurangi peradangan dengan menghambat
terbentuknya asam arakidonat, yng merupakan prekrusor mediator indlamasi.
Antiinflamasi non steroid bekerja pada enzim spesifik cyclooxygenase (COX) yang
memecah asam arakidonat menjadi meditaor proinflamasi. Terdapat dua jenis enzim
COX, yaitu COX 1 dan COX 2. COX 2 memiliki efek samping ke saluran cerna yang
lebih minimal, dikarenakan COX 2 bekerja secara lebih spesifik. Obat golongan ini
tidak mempengaruhi pembentukan prostaglandin pada lambung yang penting untuk
sekresi mucus pelindung lapisan mucosa gaster
18