Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

Pasien Ny. D Usia 41 tahun dengan Diagnosia Otitis Media

Pembimbing:

dr. Vera Melyani, MMRS, Sp.THT-KL, FICS

Disusun Oleh:

Ega Fikriani Medisty

102121014

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT-KL

RUMAH SAKIT PROVINSI RAJA AHMAD THABIB TANJUNGPINANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BATAM

2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasusu dengan Judul :

Otitis Media Akut

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Kilinik Stase
Ilmu Penyakit THT-KL RSUD Provinsi Raja Ahmad Thabib Tanjungpinang

Tanjugpinang, 29 Desember 2022

Pembimbing Penyusun

dr. Vera Melyani, MMRS, Sp.THT-KL, FICS Ega Fikriani Medisty


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Otitis
Media. Laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan kepaniteraan
klinik stase ilmu THT-KL RSUD Provinsi Raja Ahmad Tabib Tanjungpinang.
Penulisan ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan, dukungan, serta
bimbingan dari semua pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada dr. Vera Melyani, MMRS,
Sp.THT-KL, FICS selaku pembimbing di SMF Ilmu THT-KL RSUD Provinsi
Raja Ahmad Tabib Tanjungpinang yang telah dengan sabar memberikan
bimbingan, kritik, serta nasehat. Tidak lupa rasa terima kasih juga kami ucapkan
kepada para tenaga medis dan karyawan yang telah membantu selama kami
mengikuti kepaniteraan klinik di SMF Ilmu THT-KL di RSUD Provinsi Raja
Ahmad Tabib Tanjungpinang dan juga berbagai pihak lain yang tidak dapat kami
sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan, maka
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat di harapkan demi
penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya semoga penulisan ini bermanfaat bagi
banyak pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.

Tanjungpinang, 29 Desember 2022


BAB I
PENDAHULUAN

Berdasarkan hasil surveri Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan


Pendengaran yang dilaksanakan di 7 provinsi, prevalensi ketulian diIndoneisa
ialah 0,4% dan gangguan pendengaran 16,8% dengan penyebab utama gangguan
pendengaran ialah infeksi telinga tengah (3,1%), presbikusis (2,6%), tuli akibat
obat ototoksik (0,3%), tuli sejak lahir/kongenital (0,1%) dan tuli akibat pemaparan
bising.
Penelitian menyatakan bahwa episode otitis media pada tahun pertama dan
tahun ketiga adalah 66% dan 86% pada lelaki, serta 53% dan 77% pada wanita.
Puncak insiden otitis media adalah usia 6-12 bulan dan menurun setelah usia 5
tahun. Sebanyak 80% anak anak mendertia otitis media efusi sebelum usia
sekolah. Diusia dewasa, otitis media lebih jarang terjadi kecuali pada dewasa
dengan keadaan defisiensi imun.
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Secara umum otitis media
dibagi menjadi otitis medua supuratif dan otitis media non supuratif (otitis media
serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME).
Kurangnya kebersihan telinga dapat menyebabkan penyakit otitis media yang
merupakan salah satu penyebab utama gangguan pendengaran dan ketulian.
Pendengaran berkurang dapat menyebabkan ketidakmampuan berkomunikasi dan
mengikuti pelajaran formal disekolah umum. survei epidemologi di 7 provinsi
Indonesia melaporkan bahwa dari 19.375 responden yang diperiksa ternyata
18,5% mengalami gangguan kesehatan telinga dan pendengaran. Penderita otitis
media supuratif kronik (OMSK) merupakan 25% dari penderita yang datang ke
poliklinik THT Rumah Sakit di Indonesia dengan prevalensi sebesar 3,8%. Tidak
terdapar perbedaan usia dan jenis kelamin pada prevalensi otitis media, namun
ditemukan lebih tinggi secara bermakna pada murid sekolah yang tinggal di
pinggiran kota, berasal dari orang tua dengan tingkat sosial-ekonomi yang rendah
dan berpendidikan rendah. Otitis media juga lebih tinggi secara bermakna pada
murid yang tinggal di keluarga dengan jumlah anggota keluarga kurang atau sama
dengan lima orang dan pada murid yang tidak bersih.
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny.D
No. RM :
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 41 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Tanjungpinang
Tangggal Peeriksa : 29 Desember 2022
Pembiayaan : Pasien Umum
B. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Telinga Kiri terasa nyeri dan kurang dengar
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik THT RSUP Raja Ahmad Thabib dengan
keluhan telinga kiri terasa pekak sejak 1 minggu SMRS, awalnya pasien
juga mengeluhkan demam 2 minggu SMRS lalu setelah 1 minggu
demam turun, pasien mulai mengeluhkan telinganya merasa gatal dan
terasa penuh, telinga dalamnya juga terasa berdenyut, lalu lama kelamaan
pasien merasakan pendengarannya mulai turun secara perlahan. Pasien
juga mengeluhkan nyeri pada telinga dalam setelah dilakukan
pembersihan di puskesmas. Keluhan berdenging dan kepala rasa berputar
disangkal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan serupa : tidak ada
Alergi : tidak ada
Asma : tidak ada
Rhinitis : tidak ada
Diabetes Melitus : tidak ada
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa
e. Riwayat Pengobatan
Pasien pernah dibawa berobat ke puskemas sebanyak 2x, dilakukan
pembersihan pada telinga lalu bertambah nyeri, pasien juga diberikan
obat antibiotic dan antiinflamasi namun tidak ada perubahan sama sekali.

f. Riwayat Kebiasaan Sosial Ekonomi


Riwayat Merokok (-), Alkohol (-), Narkoba (-)
C. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis (E4V5M6)
Tekanan Darah : 128/89 mmHg
Nadi : 88x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 37,4oC
SpO2 : 99%
b. Status Lokalis
1. Kepala dan Leher
- Kepala : Normochepal
- Wajah : Simetris
- Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)

2. Gigi dan Mulut


- Gigi-geligi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Lidah : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Pipi : Bengkak (-)
Pemeriksaan Telinga
Kanan Kiri
Auricula Bentuk normal, nyeri tarik Bentuk normal, nyeri tarik
(-) tragus pain (-) (-) tragus pain (-)
Pre auricular Bengkak (-) nyeri tekan (-) Bengkak (-) nyeri tekan (-)
fistula (-) fistula (-)
Retro auricular Bengkak (-) nyeri tekan (-) Bengkak (-) nyeri tekan (-)
Mastoid Bengkak (-) nyeri tekan (-) Bengkak (-) nyeri tekan (-)
CAE Hiperemis (-) serumen (+)
Hiperemis (-) serumen (-)
putih kekuningan ,Otorea
Otorea (-)
(+)
Membran Warna : putih keabu-abuan, Warna : merah, intake (-)
timpani intake (+) perforasi (-) cone perforasi (+) sentral cone of
of light (+) retraksi (-) light (-) retraksi (-)
Uji Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Uji Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Uji Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan

Pemeriksaan Hidung
Luar Kanan Kiri
Bentuk Normal Normal
Sinus Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Transluminasi (tidak Transluminasi (tidak
dilakukan pemeriksaan) dilakukan pemeriksaan)
Inflamasi/tumor (-) (-)
Rinoskopi
Kanan Kanan
anterior
Sekret Mukoid (+) Mukoid (+)
Mukosa Normal Normal
Konka media
Edema (-) hiperemis (-) Edema (-) hiperemis (-)
dan inferior
Septum deviasi (-) (-)
Massa (-) (-)

Pemeriksaan Tenggorokan
Kanan Kiri
Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Palatum Mole Ulkus (-) hiperemis (-) Ulkus (-) hiperemis (-)
Arcus laring Simetris (+) hiperemis (-) Simetris (+) hiperemis (-)
Uvula Ditengah, Edema (-)
Tonsil
 Ukuran T0 T0
 Permukaan Rata Rata
 Warna Hiperemis (-) Hiperemis (-)
 Kripte Melebar (-) Melebar (-)
(-) (-)
 Detritus

D. Resume Medis
Pasien datang ke poliklinik THT RSUP Raja Ahmad Thabib
dengan keluhan telinga kiri terasa pekak sejak 1 minggu SMRS,
awalnyaya pasien pernah mengeluhkan demam 2 minggu SMRS lalu
setelah 1 minggu demam turun, pasien mulai mengeluhkan telinganya
merasa gatal dan terasa penuh, telinga dalamnya juga terasa berdenyut,
lalu lama kelamaan pasien merasakan pendengarannya mulai turun secara
perlahan. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada telinga dalam setelah
dilakukan pembersihan di puskesmas.

Pemeriksaan telinga ditemukan membran timpani berwarna


kemerahan dan perforasi, serumen berwarna putih kekuningan.

E. Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan


- Audiometri : memeriksa gangguan pendengaran
- Lab darah rutin : mengetahui tanda-tanda infeksi akut

F. Daftar masalah sementara


1. Pendengaran kurang jelas
2. Nyeri pada telinga bagian dalam
3. Demam (+) sudah turun

G. Analisis Masalah
Otitis Media Akut : 1,2,3

H. Diagnosa Sementara
Otitis Media Akut stadium Perforasi

I. Tatalaksana
a. Medikamentosa
Amoxicilin 500mg 3x1 hari

Paracetamol 500mg 3x1 hari

Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari

b. Non-medikamentosa
1. Pasien dianjurkan tetap menjaga kesehatan telinga dan tidak
mengorek-ngorek liang telinga
2. Antibiotik harus diminum sampai habis, meskipun gejala sudah
menghilang
3. Untuk sementara telinga kiri jangan terkena air, bila mandi
disarankan untuk ditutup menggunakan kapas
4. Datang kembali untuk kontrol dan melihat perkembangan pada
tahap penyembuhan

J. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

Ad Fungsionam : Dubia ad bonam


BAB III
PEMBAHASAN

Dilaporkan kasus Otitis Media Akut pada pasien wanita berusia 41 tahun
yang ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada kasus
ditemukan membran timpani pada telinga sebelah kiri sudah mengalami perforasi
dan terdapat sekret berwarna putih ke kuningan.

Pasien datang dengan keluhan pendengaran berkurang sejak kemarin.


awalnyaya pasien pernah mengeluhkan demam 2 minggu SMRS lalu setelah 1
minggu demam turun, pasien mulai mengeluhkan telinganya merasa gatal dan
terasa penuh, telinga dalamnya juga terasa berdenyut, lalu lama kelamaan pasien
merasakan pendengarannya mulai turun secara perlahan. Pasien sudah melakukan
pengobatan di puskesmas dan diberi tindakan pembersihan liang telinga namun
telinga semakin terasa nyeri setelahnya. Obat yang di konsumsi ketika berobat ada
antibiotik dan antiinflamasi. Dari pengakuan pasien, keluhan ini baru pertama
dirasakan. Dari keluarga juga tidak ada yang memiliki keluhan serupa.

Pada pemeriksaan didapatkan membran timpani yang sudah mengalami


perforasi dan terdapat sekret berwarna putih kekuningan.

Gejala yang diapatkan pada Otitis Media Akut stadium perforasi berupa
nyeri telinga yang sudah berkurang dan demam yang tidak tinggi lagi. Adapun
beberapa keluhan lainnya berupa keluar cairan dari liang telinga namun pada
kasus, pasien menyangkal gejala tersebut.

Pengobatan medikamentosa pada pasien diberikan antibiotik, analgetik


atau anti nyeri dan obat unutk membershkan telinga dengan kandungan H 2O2.
Selanjutkan pasien disarankan untuk mengevaluasi keadaan telinga, apakah
keluhan sudah cukup berkurang atau belum pada kunjungan berikutnya.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Telinga

Telinga merupakan organ pendengaran dan organ keseimbangan,


telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan
telinga dalam. Telinga luar yang terdiri dari aurikula (daun telinga) dan
canalis auditorius eksternus (liang telinga). Telinga tengah terdiri dari
membran timpani, cavum timpani dan tuba eustachius. Telinga dalam
terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.1
Anatomi telinga tengah
- Batas luar : Membran timpani
- Batas depan : Tuba eustachius
- Batas bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : Tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam : berturut-turut dari atas kebawah kanalis semi
sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas
disebut par flaksida (membran shrapnell) sedangkan bagian bawah pars
tensa (membrane propia). Pars flaksida hanya berlapis dua yaiut bagian
luar ialah lanjuran epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh
sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa
mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar
dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut umbo. Membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan
radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang
berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik
garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegah lurus
pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-
belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak
perforasi membran timpani.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulan gpendengaran yang
tersusun dari luar kedalam yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang
pendengaran didalam telingah tengah saling berhubungan. Prosesus lingus
maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada
lamina propia yang tipis dan melekat erat pada periosteum yang
berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat
pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. Maleus,
inkus dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida
terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapar aditus ad antrum
yaitu lubang yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga
tengah.
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran
eustachius yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara
kedua sisi membran timpani. Tuba ini akan membuka ketika mulut
mengaga atau ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat
keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk mencegah
pecahnya membran timpani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva
membuka dan udara akan masuk mellaui tuba auditiva ke telinga tengah,
sehingga menghasilkan teknana yang sama antara permukaan dalam dan
permukaan luar membran timpani. 1,2

B. Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dihantarkan melalui udara atau
tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani dan
diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang
akan memperkuat getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan foramen ovale
sehingga cairan perilimfe pada skala vestibuli bergerak.
Gerakan akibat getaran perilimfe ditersukan melalui membran reissner
yang akan mendorong endolimfe sehingga akan terjadi gerak relatif antara
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga
kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan
sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmiter kedalam sinaps yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nulkeus auditorius
sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis.2,3

C. Otitis Media
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Secara
umum, otitis media dibagi menjadi otitis media supuratif dan otitis media
non supuratif.
Setiap golongan otitis media memiliki bentuk akut dan kronis. Pada
otitis media supuratif yaitu otitis media supuratif akut (otitis media
akut/OMA) dan otitis media supuratif kronis. Pada otitis media serosa
terbagi atas otitis media serosa akut (barotrauma/aerotitis) dan otitis media
serosa kronis.4

D. Otitis Media Akut


a) Definisi
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di
nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme
pencegahan masuknya mikroba ke lubang telinga tengah oleh silia
mukosa tuba eustachius enzim dan antibodi.4
Pasien dengan otitis media akut akan menunjukan gejala otalgia
(nyeri telinga), demam dan dapat terjadi otorea (keluar cairan dari
telinga dalam periode < 2 minggu.5

b) Epidemologi
Otitis media akut (OMA) merupakan salah satu jenis peradangan
dan kasus infeksi yang paling sering terjadi. Berdasarkan hasil surveri
Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran yang
dilaksanakan di 7 provinsi, prevalensi ketulian diIndoneisa ialah 0,4%
dan gangguan pendengaran 16,8% dengan penyebab utama gangguan
pendengaran ialah infeksi telinga tengah (3,1%), presbikusis (2,6%),
tuli akibat obat ototoksik (0,3%), tuli sejak lahir/kongenital (0,1%) dan
tuli akibat pemaparan bising.
Penelitian menyatakan bahwa episode otitis media pada tahun
pertama dan tahun ketiga adalah 66% dan 86% pada lelaki, serta 53%
dan 77% pada wanita. Puncak insiden otitis media adalah usia 6-12
bulan dan menurun setelah usia 5 tahun. Sebanyak 80% anak anak
mendertia otitis media efusi sebelum usia sekolah. Diusia dewasa,
otitis media lebih jarang terjadi kecuali pada dewasa dengan keadaan
defisiensi imun.

c) Etiologi
Kuman penyebab utama pada OMA adalah bakteri piogenik seperti
streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus. Selain
itu kadang-kadang ditemukan juga hemofilus influenza (paling sering
pada anak usia <5 tahun), escherichia coli, streptokokus anhemolitikus,
proteus vulgaris dan Pseudomonas aurugenosa. Sejauh ini
streptococcus penumonia merupakan organisme penyebab tersering
pada semua kelompok umur.5

d) Patofisiologi
Telinga tengah biassnya selalu dalam keadaan steril, walaupun
terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat
mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah
oleh silia mukosa tuba Eusthacius, enzim dan antibodi. Otitis media
akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh yang terganggu. Sumbatan
tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media,
karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke
dalma telinga tengah juga terganggu, sehiingga kuman masuk
kedalam telinga tengah dan terjadi peradangan.4,5
Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas
semakin besar kemungkinan terjadinya OMA. ISPA akibat virus
ataupun bakteri dapat berimplikasi menimbulkan terjadinya otitis
media akut dikarenakan efek inflamasi mukosa yang ditimbulkan.
Inflamasi mukosa ini juga menyebabkan hipertropi adenois, disfungsi
tuba eustachius dan kerusakan mekanisme pertahanan mukosilier.
Inflamasi yang dimediasi oleh virus akan menyebabkan gangguan
imunitas telinga tengah, memicu kolonisasi bakteri dan menghambat
penetrasi antimikroba kedalam telinga.5
Gangguan tuba menyebabkan tub amenjadi sempit sehingga terjadi
teknaan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian
berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau
bakteri dari nasofaring kedalam telinga tengah melalui tuba. Mukosa
telinga tengah bergantung pada tuba untuk mengatur proses ventilasi
yang berkelanjutan dari nasofaring.
Obstruksi tuba juga akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks
dan terjadi efusi cairan kedalam telinga tengah. Ini merupakan faktor
pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba
tersbumbat, darinase telinga tengah juga terganggu sehingga apabila
mengalami infeksi akan terjadi akumulasi sekret di telinga tengah,
kemudian terjadi proliferasi mikroba patigen pada sekret. Jjika sekret
dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, pendengaran
dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-tulang
pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi
cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani
akibat tekanannya yang terus meninggi.3
Pada dewasa terjadinya otitis media akut lebih disebabkan oleh
adanya faktor resiko berupa adanya infeksi saluran nafas sebelum
gejala pada telinga. Selain itu juga dapat disebabkan adanya paparan
lingkungan seperti asap rokok, alergen dan iritan yang menyebabkan
gangguan pada tuba eustachius. Gejala yang menonjol pada orang
dewasa adalah nyeri pada telinga yang dapat disertai demam atau
tidak.6,7
e) Stadium Otitis Media Akut4
1. Stadium Oklusi
Tanda adanya oklusi tuba eustachius adalah gambaran
retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif
didalam telinga tengah, akibat absorpsi udara. Kadang-kadang
membran timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin terlah terjadi, tetapi tidak
dapat dideteksi. Stadium ini sukar di bedakan dengan otitis media
serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium Hiperemis (Pre-supurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang
melebar dimembran timpani atau seluruh membran timpani tampak
hiperemis serta edm. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih
bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan
hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang
purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani
menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat serta rasa nyeri ditelinga bertambah hebat. Apabila
tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang maka terjadi
iskemia kaibat tekanan pada kapiler-kapiler serta timbul
tromboflebitis pada vena-vana kecil dan nekrosis mukosa dan
submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai
daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Ditempat ini
akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi)
pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan
ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan
miringotomi, luka insisi akan menutup kembali sedangkan apabila
terjadi ruptur, maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah
menutup kembali.
4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian
antibiotik atau virulensi kuman yang tinggi maka dapat terjadi
ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga
tengah ke liang telinga luar . anak yang tadinya gelisah sekarang
menjadi tennag. Suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak.
Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.
5. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran
timpani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sduah terjadi
perforasi maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila
daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi
dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi
OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus
menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa
berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani
tanpa terjadinya perforasi.
f) Manifestasi Klinis4
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium serta umur pasien.
Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri
didalam telinga, keluhan disamping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya
terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa
nyeri terdapt pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga
atau rasa kurang dengar.
Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh
tinggi mencapai 39,5C (pada stadium supurasi), anak gelisah dansukar
tidur, tiba tiba menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan
memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani,
maka sekret akan mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak
tertidur tenang.
g) Penatalaksanaan4
1. Stadium Oklusi
Obat tetes hidung. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik
(anak<12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik
untuk anak di atas 12 tahun dan orang dewasa.
Pemberian antibiotik dapat diberikan apabila penyebabnya adalah
kuman bukan virus atau alergi.
2. Stadium presupurasi
Pemberian antibiotik dianjutkan golongan penicilin atau ampisilin.
Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan
konsentrasi yang adekuat. Pemberian antibiotik minimal untuk 7
hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin maka diberikan
eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-
100mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis atau amoxicilin
40mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis atau eritromisin
40mg/kgBB perhari.
Obat tetes hidung
Analgetik
3. Stadium supurasi
Pemberian antibiotik
Dilakukan tindakan miringotomi, bila membran timpani masih
utuh. Dengan tindakan ini maka gejala-gejala klinis lebih cepat
hilang dan ruptur dapat dihindari.
4. Stadium perforasi
Sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat sekret
keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan
adalah obat cuci telinga H2O2 3% seoama 3-5 hari serta antibiotik
yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat
menutup kembali dalam 7-10 hari.
5. Stadium resolusi
Membran berangsur membaik dan normal kembali. Bila tidak
terjadi resolusi biasnaya akan tampak sekret mengalir di liang
telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Keadaan ini
berlanjut karena edema mukosa telinga tengah. Sehingga antibiotik
dapat dilanjutkan sampai 3 minggu, jika setelah pengobatan sekret
masih tetap ada maka keadaan ini berubah menjadi otitis medua
supuratif subakut.
Bila perforasi berlanjut dan menetap lebih dari 1-2 bulan maka
keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK)
h) Komplikasi
OMA dapat menimbulkan komplikasi yaitu abses sub-periosteal
sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses otak). Namun
setelah adanya antibiotik, semua jenis komplikasi biasanya didapatkan
sebagai komplikasi dari OMSK.
BAB V
KESIMPULAN

Pasien Ny. D datang ke poliklinik THT RSUP Raja Ahmad Thabib dengan
keluhan tidak dapat mendengar dengan jelas sejak 1 hari yang lalu, mulanya
pasien demam sekitar 2 minggu SMRS dan setelah 1 minggu demam turun pasien
mulai mengeluhkan gatal pada telinga sebelah kiri dan terasa penuh. Akhirnya
pasien berobat di puskesmas dan dilakukan pembersihan pada telinga sebelah kiri,
namun pasien tidak merasa membaik dan semakin memburuk. Telinga bagian
tengah mulai terasa semakin nyeri dan berdenyut. lama kelamaan pasien
merasakan pendengarannya mulai turun secara perlahan dan menjadi gangguan
untuk aktivitas keseharian.

Pada pemeriksaan didapatkan membran timpani yang sudah mengalami


perforasi dan terdapat sekret berwarna putih kekuningan.

Ny. D didiagnosis dengan Otitis Media Akut dengan Stadium Perforasi lalu
diberikan tatalaksana berupa antibiotik yang adekuat serta analgetik untuk perada
jika terasa nyeri. Lalu pasien juga mendapat terapi berupa pencucian telinga
mengguakan H2O2 3% selama 3-5 hari.
DAFTAR PUSTAKA

1. Boeis, dkk. 1997. Buku ajar penyakit THT Edisi 6. Jakarta:EGC.


2. Soetrito Indro, Bashiruddin Jenny, Baramantyo Brastho. 2012. Gangguan
pendengaran akibat obat ototoksik. Buku ajar ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok Kepala & Leher. Edisi IV. Penerbit FK-UI, Jakarta.
3. Kerschner, J.E. 2007. Otitis Media. In:Kliegman, R.M. ed. Nelson
Textbook of Pediatrics. USA: Saunders Elsevier
4. Djaafar, Zainul A. Helmi. Restuti, Ratna D. 2012. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 7
Jakarta:FK-UI
5. Soepardi EA. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi 7. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
6. Donaldson, Jhon. 2014. Acute Otitis Media. Diakses dari
https://emedicine.medscape.com/article/859316-overview#aw2aab6b4aa
pada 29 Desember 2022.
7. Heather L, Burrows. 2013. Otitis Media. Guidelines for Clinical Care.
University of Michigan Health System. Diakses dari
https://www.med.umich.edu/1info/FHP/practiceguides/om/OM.pdf pada
29 Desember 2022

Anda mungkin juga menyukai