Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

Empiema (latin: emphyema) adalah terkumpulnya cairan purulen / pus didalam


rongga pleura. Awalnya cairan pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit
rendah, tetapi sering kali berlanjt menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai
pada keadaan dimana paru-paru tertutup oleh membran eksudat yang kental. Hal ini
dapat terjadi jika abses paru-paru meluas sampai rongga pleura. Meskipun empiema
sering kali merupakan komplikasi dari infeksi pulmonal tetapi dapat juga terjadi di jika
pengobatan terlambat.
Sekitar 1-2% Community Acquired Pneumonia (CAP) menjadi empiema, paling
sering disebabkan oleh streptococcus pneumonia, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus, dan bakteri anaerob. Sekitar 30% empiema diakibatkan oleh
tindakan reseksi paru dan operasi esophagus, biasanya oleh bakteri Staphylococcus
aureus, gram negative atau anaerob. Staphylococcus aureus merupakan bakteri
pathogen yang paling sering menimbulkan empiema pada pasien trauma toraks atau
hemitoraks. Infeksi bakteri anaerob menyebabkan sekitar 49% empiema.
Empiema thoraks memiliki angka mortalitas tinggi antara 6-24%. Tiap tahun
infeksi pada pleura di Amerika dan Inggris berkembang sekitar 65.000 pasien. Sekarang
ini di negara maju angka kejadian empiema sudah sangat menurun, berkat pengobatan
pada penyakit pneumonia atau bronkopneumonia menggunakan antibiotik. Di negara
berkembang seperti Indonesia, angka kejadian masih cukup tinggi. Empiema terjadi 10%
anak yang dirawat dengan pneumonia di era pre antibiotik dengan kuman patogen
terbanyak Streptococous pneumoniae. Pada tahun 1950 terjadi peningkatan 14% dengan
kuman terbanyak Stafilococous aureus. Pada tahun 1970 kejadian empiema menurun
sebanyak 2%. Kematian akibat empiema cukup tinggi, sekitar 15-40% pada pasien
pasca operasi. Penyebab kematian ini tergantung pada beratnya penyakit yang
mendasari dan tepatnya pemberian terapi. Sekitar 11-50% terjadi pada usia tua dan
penurunan daya tahan tubuh.
Sebuah penelitian di Skotlandia melaporkan kejadian empiema dan pneumonia
pada anak selama periode 25 tahun meningkat setelah 1998 sebanyak 10/10.000 anak
per tahun hingga 37/10.000 anak pertahun pada tahun 2005. Pada kelompok usia 1 – 4
tahun kejadian empiema meningkat pada akhir 1990 dan 2000 sekitar 7 dari 10.000
anak hingga 66 dari 10.000 anak sampai tahun 2005. Di Amerika hampir 70% selama
tahun 2006 dengan rata-rata usia anak 18 tahun mengalami empiema dan dirawat inap.
Hippocrates mengobati empiema dengan open drainage. Pengobatan empiema
secara dasar tidak berubah sejak pertengahan abad 19. Sebuah penelitian menjelaskan
sebuah metode closed drainage toraks, menggunakan selang karet yang dimasukkan ke
dalam rongga pleura dan dialirkan melalui water seal drainage (WSD). Terapi
pembedahan untuk empiema (torakoplasti, dekortikasi) diperkenalkan pada awal abad
20.
BAB II
ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN PATOFISIOLOGI

1. ETIOLOGI
Sebelum antibiotik berkembang, pneumokokus (Streptococus pneumoniae) dan
Streptococus beta hemoliticus (Streptococus pyogenes) adalah penyebab empiema yang
terbesar dibandingkan sekarang. Basil gram negatif seperti Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa, Proteus species dan Klebsiella pneumoniae merupakan grup
yang terbesar hampir 30% dijumpai pada hasil isolasi setelah berkurangnya kejadian
empuea sebagai komplikasi pneumonia pneumokokus.
Staphilococus aureus adalah bakteri gram positif dengan sifatnya yang dapat
menghemolisa darah dan mengkoagulasi plasma. Bakteri ini tumbuh dalam keadaan
aerob, bakteri ini dapat memproduksi eksotoksin yang dapat menghemolisis eritrosit
kemudian leukocidin yang dapat membunuh leukosit dan menyebabkan peradangan
peradangan pada rongga pleura. Empiema juga dapat disebabkan organisme yang lain
seperti empiema tuberkulosis, jamur terutama pada penderita yang yang mengalami
penurunan daya tahan tubuh (immunocomproised). Aspegilus species dapat
menginfeksi si rongga pleura dan dapat menyebabkan empiema.

2. KLASIFIKASI
Klasifikasi empiema thoraks dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Empiema Akut
Empiema akut disebabkan oleh infeksi akut di paru atau diluar paru. Contoh
infeksi di paru adalah pneumonia, abses paru, bronkiektasis, TB paru, dan lain-
lain, sedangkan yang diluar paru yaitu truma thoraks, pembedahan thoraks yang
tidak steril, amoebic liver abses. Pada fase infeksi, cairan tidak tampak sebagai
pus tetapi sebagai cairan jernih kuning atau kekuning-kuningan. Pada rongga
pleura mulai terbentuk cairan eksudat.
b. Empiema Kronik
Empiema kronis merupakan empiema yang sudah terjadi lebih dari 3 bulan.
Empiema disebut kronik apabila paru sudah tidak bisa mengempis lagi ketika
rongga pleura dibukaa atau ketika dibuat hubungan langsung dengan dunia luar,
umumnya keadaan ini disebabkan oleh terbentukanya fibrin yang merupakan
pembungkus tebal dan keras yang disebut korteks empiema. Karena adanya
korteks ini, paru tidak dapat menguncup bila rongga pleura dibuka. Kadang
empiema menumbus dinding dada sampai menyebabkan fistel kulit, keadaan ini
disebut empiema nesesitasis. Apabila pleura parietalis dan viseralis menyatu
pada tempat tertentu terjadi yang disebut lakunasi, sehingga empiema terdapat
dibeberapa ruang. Empiema kronik ini dapat terjadi karena penyebab empiema
tidak dihilangkan, mungkin juga kerena adanya benda asing.

3. PATOFISIOLOGI
Efusi pleura yang terinfeksi disebut sebagai efusi parapneumonia dengan
penyulit, bila ditemukan pus yang kental dalam rongga pleura didefinisikan sebagai
empiema. Menurut American Thoracic Association, empiema dibagi menjadi 3
stadium yaitu:
a. Stadium Akut (Eksudat)
Stadium eksudatif ditandai dengan penumpukan cairan pleura steril dalam
rongga pleura. Cairan pleura berasal dari ruang interstitial paru dan kapiler pleura
visceralis akibat peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan permeabilitas ini
disebabkan oleh respon sitokin: interleukin-6 (IL), IL-8, tumor necrosis factor α
(TNF-α) dan vascular endothelial growth factor (VEGF). Glukosa cairan pleura
dapat meningkat di atas 60 mg/dL, pH lebih dari 7,2 dan efusi dapat hilang
dengan antibiotik Stadium ini terjadi selama 24 – 72 jam.
b. Stadium Fibrinopurulen (Transisional)
Stadium fibrinopurulen berkaitan dengan invasi bakteri dalam pleura yang
terjadi dalam waktu 3-7 hari. Invasi bakteri pada rongga pleura menyebabkan
kerusakan endotel yang akan menurunkan respons terhadap fibrinolitik, sehingga
pada stadium fibrinopurulen terjadi deposit fibrin pada kedua permukaan pleura
dan terbentuk sekat-sekat (lokulasi). Fibrinolisis dan aktivasi koagulan
menghasilkan fibrin dan menyebabkan terjadi adhesi, serta pengumpulan cairan
yang terlokulasi. Cairan efusi mengandung sejumlah besar sel polimorfonuklear,
bakteri dan sel mati. Peningkatan aktivitas metabolik menyebabkan pH dan kadar
glukosa rendah, serta kadar LDH meningkat.
c. Stadium Lanjut (Organizer)
Karakteristik stadium organisasi ditandai dengan pertumbuhan fibroblast
yang timbul 2-3 minggu jika efusi tidak diobati dengan secara tepat. Selama
stadium organisasi berbagai variasi faktor pertumbuhan timbul, seperti: basic
fibroblast growth factor, platelet derived growth factor, transforming growth
factor β. Fibroblas yang berasal dari permukaan pleura parietalis dan visceralis
bertambah dan cairan menjadi bertambah eksudat dan menghasilkan membran
yang tidak elastik disebut plural peel. Stadium ini ditandai oleh deposit fibrin dan
fibrosis pleura atau skar, sehingga mengurangi pengembangan paru.
Kebanyakan bentuk infeksi pleura menunjukkan suatu proses yang progresif,
mulai dari efusi parapneumonia yang dapat sembuh sendiri berubah menjadi fibrotik
multilokulasi dengan penyulit dan akumulasi pus yang mengganggu pernapasan dan
hanya dapat dikurangi dengan drainage pembedahan.
Kejadian empiema berkaitan dengan pleuritis TB dan invasi Micobacterium
tuberculosis ke rongga pleura, biasanya berasal dari ruptur kavitas atau fokus
kaseosa di subpleura yang berdekatan dengan rongga pleura dan masuk melalui
fistula bronkopleura, terjadi 6 sampai 12 minggu setelah infeksi primer. Infeksi TB
diawali dengan beberapa organisme mencapai rongga pleura dan menimbulkan
respons hipersensitivitas. Bentuk pleuritis TB ini sering tidak dikenali dan proses ini
secara spontan dapat sembuh sendiri.
BAB III
MANIFESTASI KLINIS
DAN DIAGNOSIS

1. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari empiema dibagi menurut jenis empiemanya.
a. Empiema Akut
Empiema akut terjadi akibat dari infeksi tempat lain (infeksi sekunder), bukan
primer dari pleura. Pada permulaan, gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia,
yaitu panas tinggi dan nyeri dada pleuritik. Bila stadium ini dibiarkan sampai
beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia, dan clubbing finger. Jika
nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fisterl bronkopleura. Adanya fistel
ditandai dengan batuk yang makin produktif, bercampur nanah dan darah masif,
serta kadang-kadang bisa timbul sufokasi.
b. Empiema Kronik
Empiema kronik jika empiema berlangsung selama lebih dari tiga bulan.
Penderita mengeluh badannya terasa lemas, kesehatan semakin menurun, pucat,
clubbing fingers, dada datar, dan adanya tanda-tanda cairan pleura. Bila terjadi
fibrotorak, trakea dan jantung akan tertarik ke sisi yang sakit.
Tanda gejala empiema yaitu demam, keluar keringat malam, nyeri dada, dispnea,
batuk dengan produksi sputum yang purulen, hingga anoreksia dan penurunan berat
badan.
2. Diagnosis
Pada pasien dengan empiema ditanyakan beberapa hal berupa batuk lama
dengan sputum, keringat malam hari, demam, nyeri dada, sesak nafas, perununan
berat badan, nafsu makan. Pada pemeriksaaf fisik biasanya ditemukan tanda-tanda
seperti pleural effusion. Bentuk thoraks asimetrik,

Anda mungkin juga menyukai