Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

“Kelainan Bawaan Umbilicus”

Pembimbing :
Dr. Rachmat , Sp B

Disusun oleh :
Merty M. Taolin
11-2011-123

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA


WACANA
RSUD TARAKAN
JAKARTA, 2013
I. PENDAHULUAN

1. Embriologi umbilicus

Embriogenesis dinding abdomen anterior dan plasenta dimulai pada akhir minggu ketiga, pada tahap
trilaminar germ disc (terdiri dari endoderm, mesoderm, dan ektoderm). disc ini diapit diantara rongga
kantung ketuban dan kuning telur (dengan endoderm paling proksimal pada kantung kuning telur.
Amniotic cavity Ectoderrm

Head of Tail end


the
embryo

Future umbilical cord


Mesode
rm

In wall yolk sac

Endoderm

Gambar 1. Embrio pada akhir minggu ke tiga, menunjukkan primordial germ sel pada dinding
yolk sac, yang mendekati perlekatan. dari lokasi ini, sel-sel pada dearah in akan
bermigrasi untuk perkembangan gonad pada minggu ke-3. Dikutip dari:
Langman’s General Embriologi.

Lapisan ektoderm proksimal ke rongga amnion, selama embrio tumbuh dan melengkung, lokasi
perbatasan ektoderm amnion sebagai cicin umbilikus primitif pada permukaan ventral embrio. Inilah
lipatan dari disk sekitar kuning telur (yolk sac) yang pada hasil akhirnya membentuk dinding
abdomen anterior dan tali pusat.
Dalam hal ini tali pusat akan dilapisi dengan epitel yang terdiri dari saluran omphalo-
mesentetrika, yolk sac, body stalk, dan ekstra embrionik allantois. Secara fisiologis tali pusat
akan mengalami herniasi antara usia kehamilan 7-12 minggu.

Perkembangan sistem pembuluh darah dimulai dengan pembentukan tumpukan darah di


dalam mesodermal yolk sac, tangkai penghubung dan korion di awal 3 minggu paska
konsepsi, dua hari kemudian angiogenesis dimulai dalam embrio mesoderm. Arteri 'allantoic'
muncul 3 minggu paska konsepsi sebagai cabang ventral pasangan aorta dorsalis. Bagian dari
allantois akan membentuk kandung kemih, dari urachus yang meluas sebagai saluran kecil,
disertai arteri allantoic. Sumbu aorta dari arteri definitif muncul sebagai cabang lateral yang
berasal dari ujung, dan pada akhirnya menjadi arteri umbilikalis. Sirkulasi embrio efektif pada
22 - 23 hari paska konsepsi, ketika arteri umbilikalis menyatu dengan arteri iliaka internal dan
vena umbilikalis dengan ductus venosus, yang memasuki vena hepatik. Salah satu vena umbilikalis
mengalami atropi selama bulan kedua kehamilan.

2. Anatomi umbilicus

Pembuluh darah tali pusat berbeda dalam struktur dan fungsi dibandingkan dengan pembuluh
darah besar di dalam tubuh. Kedua arteri tali pusat melilit dalam model putaran. Darah mengalir
dengan cara yang berdenyut dari janin ke plasenta melalui arteri. Sebuah pulsasi kecil dalam
transpor pasif di dalam darah masuk ke janin melalui vena umbilikalis.

Tali pusat terdiri dari lapisan luar dari epitel amnion, dengan massa internal mesodermal, wharton’s
jelly. Dalam wharton’s jelly terdapat dua saluran endodermal, yaitu : duktus allantois dan
duktus vitellini, serta pembuluh darah umbilikalis.

Struktur tali pusat normal terdiri dari dua arteri umbilikalis, dan satu vena umbilikalis yang
dikelilingi oleh wharton jelly lapisan luar, dan lapisan tunggal selaput amnion. Tali pusat dan
jaringan penyusunnya terdiri dari : lapisan luar amnion, wharton’s jelly, dua arteri umbilikalis dan
satu vena umbilikalis, yang dirancang untuk melindungi aliran darah ke janin selama masa
kehamilan sampai aterm. Lapisan luar amnion dapat mengatur tekanan fluida di dalam tali
pusat. Wharton's jelly diisi cairan jelly untuk mencegah kompresi pembuluh darah. Aliran
darah diatur oleh otot polos di sekitar arteri yang bercampur dengan kolagen berdasarkan matriks
ekstraseluler. Kelainan tali pusat dapat terjadi pada ukuran, derajat koil, dan posisi dari insersi
tali pusat. Kelainan ini memiliki implikasi penting terhadap luaran janin. Kelainan struktur arteri
tali pusat yang tunggal, simpul (knotting), kista, dan tumor dapat berhubungan dengan gawat janin
atau malformasi.
II. KELAINAN BAWAAN UMBILICUS

1. OMFALOKEL
Defenisi
Omphalokel diartikan sebagai suatu defek sentral dinding abdomen pada daerah cincin
umbilikus (umbilical ring) atau cincin tali pusar sehingga terdapat herniasi organ-organ abdomen
dari cavum abdomen namun masih dilapisi oleh suatu kantong atau selaput yang terdiri atas lapisan
amnion dan peritoneum. Awal terjadinya omphalokel masih belum jelas dan terdapat beberapa teori
embriologi yang menjelaskan kemungkinan berkembangnya omphalokel. Teori yang banyak
disebutkan oleh para ahli ialah bahwa omphalokel berkembang karena kegagalan migrasi dan fusi
dari embrionik fold bagian kranial, caudal dan lateral saat membentuk cincin umbilikus pada garis
tengah sebelum invasi miotom pada minggu ke-4 perkembangan. Teori lain menyebutkan bahwa
omphalokel berkembang karena kegagalan midgut untuk masuk kembali ke kavum abdomen pada
minggu ke-12 perkembangan. penutupan omphalokele melalui 2 tahap. Tahap pertama ialah
membuat skin flap untuk melindungi organ-organ abdomen yang mengalami herniasi. Tahap kedua
ialah merepair hernia ventralis.
Pada awal minggu ke-3 perkembangan embrio, saluran pencernaan terbagi menjadi foregut,
midgut dan hindgut. Pertumbuhan ini berhubungan erat dengan lipatan embrio (embryonic fold) yang
berperan dalam pembentukan dinding abdomen. Lipatan embrio tersebut terbagi menjadi :
1. Lipatan kepala (cephalic fold)
Letak di depan mengandung foregut yang membentuk faring, esophagus dan lambung. Kegagaan
perkembangan lapisan somatic lipatan kepala akan mengakibatkan kelainan dinding abdomen
daerah epigastrial disebut mfalokel epigastrial.
2. Lipatan samping (lateral fold).
Membungkus midgut dan bersama lipatan lain membentukcincin awal umbilicus. Bila terjadi
kegagalan mengakibatkan abdomen tidaktertutup dengan sempurna pada bagian tengah. Pada
kelaianan ini cincin umbilicus tidak terbentuk sempurna sehingga tetap terbuka lebar disebut
omfalokel.
3. Lipatan ekor (caudal fold)
Membungkus hindgut yang akan membentuk kolon dan rectum. Kegagalan pertumbuhan
lapisan splangnikus dan ansomatic mengakibatkan atresia ani, omfalokel hipogastrikus
Etiologi
Penyebab pasti terjadinya omphalokel belum jelas sampai sekarang. Beberapa faktor resiko atau
faktor-faktor yang berperan menimbulkan terjadinya omphalokel diantaranya adalah infeksi,
penggunaan obat dan rokok pada ibu hamil, defisiensi asam folat, hipoksia, penggunaan salisilat,
kelainan genetik serta polihidramnion. Walaupun omphalokel pernah dilaporkan terjadi secara
herediter, namun sekitar 50-70 % penderita berhubungan dengan sindrom kelainan kongenital yang
lain .
Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omfalokel, yaitu:

1. Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan terinfeksi, penggunaan obat-
obatan, merokok dan kelainan genetik. Faktor-faktor tersebut berperan pada timbulnya insufisiensi
plasenta dan lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur, diantaranya bayi dengan
gastroschizis dan omfalokel paling sering dijumpai.
2. Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dinding abdomen pada percobaan
dengan tikus tetapi kemaknaannya secara klinis masih sebatas perkiraan. Secara jelas peningkatan
MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi memberikan
suatu kepastian telah terjadi kelainan struktural pada fetus. Bila suatu kelainan didapati bersamaan
dengan adanya omfalokel, layak untuk dilakukan amniosintesis guna melacak kelainan genetik.
3. Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan kemungkinan tersebut harus
dilacak dengan USG.

Diagnosis
Diagnosis omfalokel adalah sederhana, namun perlu waktu khusus sebelum operasi dikerjakan,
pemeriksaan fisik secara lengkap dan perlu suatu rontgen dada serta ekokardiogram. Pada saat lahir,
omfalokel diketahui sebagai defek dinding abdomen pada dasar cincin umbilikus. Defek tersebut lebih
dari 4 cm (bila defek kurang dari 4 cm secara umum dikenal sebagai hernia umbilikalis) dan
dibungkus oleh suatu kantong membran atau amnion. Pada 10% sampai 18%, kantong mungkin
ruptur dalam rahim atau sekitar 4% saat proses kelahiran. Omfalokel raksasa (giant omphalocele)
mempunyai suatu kantong yang menempati hampir seluruh dinding abdomen, berisi hampir semua
organ intraabdomen dan berhubungan dengan tidak berkembangnya rongga peritoneum serta
hipoplasi pulmoner.

Klasifikasi menurut Omfalokel menurut Moore ada 3,yaitu:

a. Tipe 1 : diameter defek < 2,5 cm


b. Tipe 2 : diameter defek 2,5 – 5 cm
c. Tipe 3 : diameter defek > 5 cm
Suatu defek yang sempit dengan kantong yang kecil mungkin tak terdiagnosis saat lahir. Dalam
kasus ini timbul bahaya tersendiri bila kantong terjepit klem dan sebagian isinya berupa usus,
bagiannya teriris saat ligasi tali pusat. Bila omfalokel dibiarkan tanpa penanganan, bungkusnya akan
mengering dalam beberapa hari dan akan tampak retak-retak. Pada saat tersebut akan menjalar infeksi
dibawah lapisan yang mengering dan berkrusta. Kadang dijumpai lapisan tersebut akan terpecah dan
usus akan prolap.

a. Diagnosis prenatal
Diagnosis prenatal terhadap omphalokel sering ditegakkan dengan bantuan USG. Defek
dinding abdomen janin biasanya dapat dideteksi pada saat minggu ke 13 kehamilan, dimana pada saat
tersebut secara normal seharusnya usus telah masuk seluruhnya kedalam kavum abdomen janin. Pada
pemeriksaan USG Omphalokel tampak sebagai suatu gambaran garis–garis halus dengan gambaran
kantong atau selaput yang ekhogenik pada daerah tali pusat (umbilical cord) berkembang. Berbeda
dengan gastroskisis, pada pemeriksaan USG tampak gambaran garis-garis yang kurang halus, tanpa
kantong yang ekhogenik dan terlihat defek terpisah dari tali pusat. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada masa prenatal selain USG diantaranya ekhocardiografi, MSAPF (maternal serum
alpha-fetoprotein), dan analisa kromosom melaui amniosintesis. Pemeriksaan tersebut dilakukan
dengan tujuan selain menunjang diagnosis sekaligus menilai apakah ada kelainan lain pada janin.
b. Diagnosis postnatal
Gambaran klinis bayi baru lahir dengan omphalokel ialah terdapatnya defek sentral dinding
abdomen pada daerah tali pusat. Defek bervarasi ukurannya, dengan diameter mulai 4 cm sampai
dengan 12 cm, mengandung herniasi organ–organ abdomen baik solid maupaun berongga dan masih
dilapisi oleh selaput atau kantong serta tampak tali pusat berinsersi pada puncak kantong. Kantong
atau selaput tersusun atas 2 lapisan yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan dalam
berupa peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan Warton’s jelly.
Warton’s jelly adalah jaringan mukosa yang merupakan hasil deferensiasi dari jaringan mesenkimal
(mesodermal). Jelly mengandung kaya mukosa dengan sedikit serat dan tidak mengandung vasa atau
nervus.
Pada giant omphalocele, defek biasanya berdiameter 8-12 cm atau meliputi seluruh dinding
abdomen (kavum abdomen sangat kecil) dan dapat mengandung seluruh organ-organ abdomen
termasuk liver.Kantong atau selaput pada omphalokel dapat mengalami ruptur. Glasser (2003)
menyebutka bahwa sekitar 10-20 % kasus omphalokele terjadi ruptur selama kehamilan atau pada saat
melahirkan. Disebutkan pula bahwa omphalokel yang mengalami ruptur tersebut bila diresorbsi akan
menjadi gastroskisis. Apabila terjadi ruptur dari selaput atau kantong maka oergan-organ abdomen
janin/bayi dapat berubah struktur dan fungsi berupa pembengkakan, pemendekan atau eksudat pada
permukan organ abdomen tersebut Perubahan tersebut tergantung dari lamanya infeksi dan iskemik
yang berhubungan dengan lamanya organ-organ terpapar cairan amnion dan urin janin. Bayi-bayi
dengan omphalokele yang intak biasanya tidak mengalami distres respirasi, kecuali bila ada
hipoplasia paru yang biasanya ditemukan pada giant omphalocele. Kelainan lain yang sering
ditemukan pada omphalokel terutama pada giant omphalocele ialah malrotasi usus serta kelainan-
kelainan kongenital lain.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada saat bayi lahir untuk mendukung diagnosis
diantaranya pemeriksaan laboratorium darah dan radiologi. Pemeriksaan radiologi dapat berupa
rongent thoraks untuk melihat ada tidaknya kelainan paru-paru dan ekhocardiogram untuk melihat ada
tidaknya kelainan jantung.

Penatalaksanaan
a. Penatalkasanaan prenatal
Apabila terdiagnosa omphalokel pada masa prenatal maka sebaiknya dilakukan informed consent
pada orang tua tentang keadaan janin, resiko tehadap ibu, dan prognosis. Informed consent sebaiknya
melibatkan ahli kandungan, ahli anak dan ahli bedah anak. Keputusan akhir dibutuhkan guna
perencanaan dan penatalaksanaan berikutnya berupa melanjutkan kehamilan atau mengakhiri
kehamilan. Bila melanjutkan kehamilan sebaiknya dilakukan observasi melaui pemeriksaan USG
berkala juga ditentukan tempat dan cara melahirkan. Selama kehamilan omphalokel mungkin
berkurang ukurannya atau bahkan ruptur sehingga mempengaruhi pronosis.
Oak Sanjai (2002) meyebutkan bahwa komplikasi dari partus pervaginam pada bayi dengan defek
dinding abdomen kongenital dapat berupa distokia dengan kesulitan persalinan dan kerusakan organ
abdomen janin termasuk liver. Walaupun demikian, sampai saat ini persalinan melalui sectio caesar
belum ditentukan sebagai metode terpilih pada janin dengan defek dinding abdomen. Ascraft (1993)
menyatakan bahwa beberapa ahli menganjurkan pengakhiran kehamilan jika terdiagnosa omphalokel
yang besar atau janin memiliki kelainan konggenital multipel.
b. Penatalaksanan postnatal
Penatalaksannan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir (immediate postnatal),
kelanjutan penatalakasanaan awal apakah berupa operasi atau nonoperasi (konservatif) dan
penatalaksanaan postoperasi. Secara umum penatalaksanaan bayi dengan omphalokele dan
gastroskisis adalah hampir sama. Bayi sebaiknya dilahirkan atau segera dirujuk ke suatu pusat yang
memiliki fasilitas perawatan intensif neonatus dan bedah anak. Bayi-bayi dengan omphalokel
biasanya mengalami lebih sedikit kehilangan panas tubuh sehingga lebih sedikit membutuhkan
resusitasi awal cairan dibanding bayi dengan gastroskisis.
Pertolongan pertama saat lahir
1. Kantong omfalokel dibungkus kasa yang dibasahi saline/betadin, selanjutnya dibungkus dengan
plastic bowel bag
2. Bayi dimasukkan incubator dan diberi oksigen
3. Pasang NGT dan rectal tube
4. Antibiotika

Penatalaksanaan konservatif
Penatalaksanaan omfalokel secara konservatif dilakukan pada kasus omfalokel besar
atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ intraabdomen yang
mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele
atau terdapat status klinis bayi yang buruk sehingga ada kontra indikasi terhadap operasi atau
pembiusan seperti pada bayi-bayi prematur yang memiliki hyaline membran disease atau
bayi yang memiliki kelainan kongenital berat yang lain seperti gagal jantung. Pada giant
omphalocele bisa terjadi herniasi dari seluruh organ-organ intraabdomen dan dinding
abdomen berkembang sangat buruk, sehingga sulit dilakukan penutupan (operasi/repair)
secara primer dan dapat membahayakan bayi. Beberapa ahli, walaupun demikian, pernah
mencoba melakukan operasi pada giant omphalocele secara primer dengan modifikasi dan
berhasil. Tindakan nonoperatif secara sederhana dilakukan dengan dasar merangsang
epitelisasi dari kantong atau selaput. Suatu saat setelah granulasi terbentuk maka dapat
dilakukan skin graft yang nantinya akan terbentuk hernia ventralis yang akan direpair pada
waktu kemudian dan setelah status kardiorespirasi membaik.
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk merangsang epitelisasi adalah 0,25 %
merbromin (mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver sulvadiazine dan povidone iodine
(betadine). Obat-obat tersebut merupakan agen antiseptik yang pada awalnya memacu
pembentukan eskar bakteriostatik dan perlahan-lahan akan merangsang epitelisasi. Obat
tersebut berupa krim dan dioleskan pada permukaan selaput atau kantong dengan elastik
dressing yang sekaligus secara perlahan dapat menekan dan menguragi isi kantong.
Tindakan nonoperatif lain dapat berupa penekanan secara eksternal pada kantong.
Beberapa material yang biasa digunakan ialah Ace wraps, Velcro binder, dan poliamid mesh
yang dilekatkan pada kulit. Glasser (2003) menyatakan bahwa tindakan nonoperatif pada
omfalokel memerlukan waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan angka
metabolik yang tinggi serta omfalokel dapat ruptur sehingga dapat menimbulkan infeksi
organ-organ intraabdomen. Ashcraft (2000) menyebutkan bahwa dari suatu studi, bayi-bayi
yang menjalani penatalaksanaan nonoperatif ternyata memiliki lama rawat inap yang lebih
pendek dan waktu full enteral feeding yang lebih cepat dibanding dengan penatalaksanaan
dengan silastic.
Indikasi terapi non bedah adalah:
1. Bayi dengan ompalokel raksasa (giant omphalocele) dan kelainan penyerta yang mengancam jiwa
dimana penanganannya harus didahulukan daripada omfalokelnya.
2. Neonatus dengan kelainan yang menimbulkan komplikasi bila dilakukan pembedahan.
3. Bayi dengan kelainan lain yang berat yang sangat mempengaruhi daya tahan hidup.
Kerugian dari metode ini adalah kenyataan bahwa organ visera yang mengalami kelainan
tidak dapat diperiksa, sebab itu bahaya yang terjadi akibat kelainan yang tidak terdeteksi dapat
menyebabkan komplikasi misalnya obstruksi usus yang juga bisa terjadi akibat adhesi antara
usushalus dan kantong. Jika infeksi dan ruptur kantong dapat dicegah, kulit dari dinding anterior
abdomen secara lambat akan tumbuh menutupi kantong, dengan demikian akan terbentuk hernia
ventralis, karena sikatrik yang terbentuk biasanya tidak sebesar bila dilakukan operasi. Metode ini
terdiri dari pemberian lotion antiseptik secara berulang pada kantong, yang mana setelah beberapa
hari akan terbentuk skar. Setelah sekitar 3 minggu, akan terjadi pembentukan jaringan granulasi yang
secara bertahap kana terjadi epitelialisasi dari tepi kantong. Penggunaan antiseptik merkuri sebaiknya
dihindari karena bisa menghasilkan blood and tissue levels of mercury well above minimum toxic
levels. Alternatif lain yang aman adalah alkohol 65% atau 70% atau gentian violet cair 1%. Setelah
keropeng tebal terbentuk,bubuk antiseptik dapat digunakan. Hernia ventralis memerlukan tindakan
kemudian tetapi kadang-kadang menghilang secara komplet.

Penatalaksanaan dengan operatif


Tujuan mengembalikan organ visera abdomen ke dalam rongga abdomen dan menutup defek.
Dengan adanya kantong yang intak, tak diperlukan operasi emergensi, sehingga seluruh pemeriksaan
fisik dan pelacakan kelainan lain yang mungkin ada dapat dikerjakan. Keberhasilan penutupan primer
tergantung pada ukuran defek serta kelainan lain yang mungkin ada (misalnya kelainan paru)
Tujuan operasi atau pembedahan ialah memperoleh lama ketahanan hidup yang optimal dan
menutup defek dengan cara mengurangi herniasi organ-organ intraabomen, aproksimasi dari kulit dan
fascia serta dengan lama tinggal di RS yang pendek. Operasi dilakukan setelah tercapai resusitasi dan
status hemodinamik stabil. Operasi dapat bersifat darurat bila terdapat ruptur kantong dan obstruksi
usus.
Operasi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu primary closure (penutupan secara primer
atau langsung) dan staged closure (penutupan secara bertahap). Standar operasi baik pada primary
ataupun staged closure yang banyak dilakukan pada sebagiaan besar pusat adalah dengan membuka
dan mengeksisi kantong. Organ-organ intraabdomen kemudian dieksplorasi, dan jika ditemukan
malrotasi dikoreksi.
a. Primary Closure
Primary closure merupakan treatment of choice pada omfalokel kecil dan medium
atau terdapat sedikit perbedaan antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami
herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen. Primary closure biasanya dilakukan pada
omfalokel dengan diameter defek < 5-6 cm. Operasi dilakukan dengan general anestesi
dengan obat-obatan blok neuromuskuler. Mula-mula hubungan antara selaput dengan kulit
serta fascia diinsisi dan vasa–vasa umbilkus dan urakus diidentifikasi dan diligasi. Selaput
kemudian dibuang dan organ-organ intraabddomen kemudian diperiksa. Sering defek
diperlebar agar dapat diperoleh suatu insisi linier tension free dengan cara memperpanjang
irisan 2 –3 cm ke superior dan inferior.
Kemudian dilakukan manual strecthing pada dinding abdomen memutar diseluruh kuadran
abdomen. Manuver tersebut dilakukan hati-hati agar tidak mencederai liver atau ligamen.
Kulit kemudiaan dideseksi atau dibebaskan terhadap fascia secara tajam. Fascia kemudian
ditutup dengan jahitan interuptus begitu pula pada kulit. Untuk kulit juga dapat digunakan
jahitan subkutikuler terutama untuk membentuk umbilikus (umbilikoplasti) dan digunakan
material yang dapat terabsorbsi. Standar operasi ialah dengan mengeksisi kantong dan pada
kasus giant omphalocele biasanya dilakukan tindakan konservatif dahulu, namun demikian
beberapa ahli pernah mencoba melakukan operasi langsung pada kasus tersebut dengan
teknik modifikasi
b. Staged Closure
Pada kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-
organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti
pada giant omphalocele, dapat dilakukan tindakan konservatif. Cara tersebut ternyata
memakan waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan beresiko terhadap
pecahnya kantong atau selaput sehingga dapat timbul infeksi. Juga pada keadaan tertentu
selama operasi, ternyata tidak semua pasien dapat dilakukan primary closure. Yaster M. et al
(1989) dari suatu studinya melaporkan bahwa kenaikan IGP (intra gastricpressure) > 20
mmHg dan CVP > 4 mmHg selama usaha operasi primer dapat menyebabkan kenaikan
tekanan intraabdomen yang dapat berakibat gangguan kardiorespirasi dan dapat
membahayakan bayi sehingga usaha operasi dirubah dengan metode staged closure.Beberapa
ahli kemudian mencari solusi untuk penatalaksanaan kasus-kasus tersebut, yang akhirnya
ditemukan suatu metode staged closure. Staged closure telah diperkenalkan pertama kali oleh
Robet Gross pada tahun 1948 dengan teknik skin flap yang kemudian tejadi hernia ventralis
dan akhirnya cara tersebut dikembangkan oleh Allen dan Wrenn paada tahun 1969 dengan
suatu teknik “silo”

Teknik skin flap


Pada prosedur ini, dibuat skin flap melalui cara undermining /mendeseksi/membebaskan
secara tajam kulit dan jaringan subkutan terhadap fascia anterior muskulus rektus abdominis
dan aponeurosis muskulus obliqus eksternus disebelah lateralnya sampai batas linea aksilaris
anterior atau media. Kantong atau selaput dibiarkan tetap utuh. Skin flap kemudian ditarik
dan dipertemukan pada garis tengah untuk menutupi defek yang kemudian cara tersebut
menimbulkan hernia ventralis. Hernia ventralis timbul karena kulit terus berkembang
sedangkan otot-otot dinding abdomen tidak. Biasanya 6-12 minggu kemudian dapat dilakukan
repair terhadap hernia ventralis , Cara tersebut juga dapat menimbulkan skar pada garis
tengah yang panjang sehingga menimbulkan bentuk umbilikus yang relatif jauh dari normal.
Beberapa ahli kemudian mencoba suatu usaha agar didapatkan bentuk umbilikus yang
mendekati normal yaitu dengan cara umbilical preservation.
Prosedur dilakukan dengan cara tidak memotong kantong pada tempat melekatnya
urakus dan vasa umbilikus serta tidak memisahkan kutis dan subkutis dari fascia pada daerah
tersebut. Kemudian pada tempat tersebut dibuat neoumbilikus dengan jahitan kontinyu.

Teknik silo
Teknik silo dapat dilakukan juga bila terdapat omfalokel yang sangat besar sehingga
tidak dapat dilakukan dengan teknik skin flap. Silo merupakan suatu suspensi prostetik yang
dapat menjaga organ-organ intraabdomen tetap hangat dan menjaga dari trauma mekanik
terutama saat organ-organ tersebut dimasukkan ke dalam rongga abdomen. Operasi diawali
dengan mengeksisi kantong atau selaput omfalokel. Kemudian cara yang sama dilakukan
seperti membuat skin flap namun dengan lebar yang sedikit saja sehingga cukup untuk
memaparkan batas fascia atau otot. Suatu material prostetik silo (Silastic reinforced with
Dacron) kemudian dijahitkan dengan fascia dengan benang nonabsorble, sehingga terbentuk
kantong prostetik ekstraabdomen yang akan melindungi organ-organ intraabdomen. Organ-
organ intraabdomen dalam silo kemudian secara bertahap dikurangi dan kantong diperkecil.
Usaha reduksi dapat dilakukan tanpa anestesi umum, tetapi bayi harus tetap dimonitor di
ruangan neonatal intensiv care. Reduksi dapat dicapai seluruhnya dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu. Pada beberapa kasus, reduksi komplet dapat dicapai dalam 7-10
hari. Ashcraft (2000) menyebutkan adanya kegagalan reduksi lebih dari 2 minggu dapat
berakibat infeksi dan terpisahnya silo dari jaringan. Kimura K dan Soper R.T (1992)
melaporkan dari kasusnya, bahwa penggunaan dacron felt pledgets dapat mengurangi resiko
terlepasnya atau kerusakan sambungan karena terlalu tegang dan lama. Setelah seluruh isi
kantong masuk ke rongga abdomen kemudian dilakukan operasi untuk mengambil silo dan
menutup kulit.
Selama operasi terutama pada primary closure, haruslah dipantau tekanan airway dan
intra abdomen. Dulu beberapa kriteria digunakan untuk memonitor selama operasi,
diantaranya angka respirasi, tekanan darah, warna kulit, dan ferfusi ferifer. Observasi tersebut
menjadi sulit dan kurang reliabel karena bayi dibius dan mengalami paralisis. Yaster M, et
al (1989) melaporkan dari hasil studinya bahwa Intraoperatif Measurement dengan cara
memonitor perubahan nilai CVP dan IGP (intra gastricpressure) dapat digunakan untuk
menentukan teknik yang sebaiknya dilakukan dan memperkirakan hasil dari teknik operasi
yang dilakukan. Dia menyimpulkan pula bahwa kenaikan IGP > 20 mmHg dan CVP > 4
mmHg selama usaha primary closure dapat menyebabkan kenaikan tekanan intraabdomen
yang dapat berakibat gangguan kardiorespirasi bayi sehingga usaha operasi dirubah dengan
metode staged closure dan didapatkan hasil yang memuaskan dari metode operasi tersebut.
Perawatan praoperasi meliputi pemberian glukosa 10% intravena, NGT dan irigasi rektal
untuk dekompresi usus serta antibiotik. Cairan infus seluruhnya diberikan melalui ektremitas atas.
Pada penutupan primer omfalokel, eksisi kantong amnion, pengembalian organ visera yang keluar ke
dalam kavum peritoneal dan penutupan defek dinding anterior abdomen pada 1 tahap merupakan
metode operasi pertama untuk omfalokel and masih merupakan metode yang memuaskan. Hal ini
dikerjakan untuk ompalokel dengan ukuran defek yang kecil dan sedang. Pada sebagian besar kasus
omfalokel secara tehnik masih mungkin untuk mengembalikan organ visera ke dalam abdomen dan
memperbaiki dinding abdomen. Pada kasus dengan defek yang besar , terutama bila sebagian besar
hepar menempati kantung, rongga abdomen tidak cukup untuk ditempati seluruh organ visera, hal ini
akan menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen karena rongga abdomen terlalu penuh.

Terdapat 2 pilihan untuk penanganan omfalokel yang lebih besar atau gastroschizis.
1. Secara sederhana mengabaikan luasnya defek, dimana defek akan ditutup belakangan, namun
untuk menutup ompalokel atau usus yang terburai dengan kulit dinding abdomen yang
dibebaskan ke lateral sampai hampir garis tengah punggung, ke superior sampai dinding dada, ke
inferior sampai pubis serta dijahitkan pada garis tengah. Bila anak tersebut bertahan, hernia
ventralis yang besar tersebut direpair 1 tahun kemudian.
2. Pilihan yang paling sering dilakukan adalah secara manual menekan dinding abdomen dengan
membangun suatu tudung bungkus silastik untuk menutup usus. Tudung (silo) tersebut secara
progresif ditekan ke arah profunda kantong amnion dan isinya ke dalam cavum abdomen dan
mendekatkan tepi linea alba oleh peregangan otot abdomen. Prosedur ini memerlukan waktu 5
sampai 7 hari, sebelum defek ditutup secara primer.
Menurut Steven (1992) penanganan emergensi omfalokel dibagi 2, yaitu:

Kantong intak

NGT dengan penghisap


Melapisi kantong dengan salep (Povidon-Iodin/betadin) atau kasa yang
dibasahi minyak
Membungkus kantong dengan kasa Kling untuk menyangga usus berada
di dinding abdomen .
Bungkus seluruh tubuh bayi untuk mencegah kehilangan panas
(hipotermi).
Dilarang mengecilkan ukuran kantong karena dapat menyebabkan ruptur
kantong dan distres pernapasan.
Infus melalui lengan.
Antibiotik spektrum luas (Ampicillin dan Gentamicin).
Konsultasi rencana bedah, operasi definitif seharusnya ditunda sampai bayi
stabil teresusitasi. Monitor suhu dan pH. Adanya kelainan lain yang
lebih serius (pernapasan atau jantung) penanganan definitif bisa
ditunda selama kantong masih intak.

Ruptur kantong
NGT dengan penghisap
Melapisi usus yang terburai dengan kasa salin dan bungkus bayi dengan
kain kering dan handuk steril untuk mencegah kehilangan panas.
Monitor suhu dan pH.
Pasang infus.
Antibiotik spektrum luas (Ampicillin dan Gentamicin).
Rencanakan bedah emergensi untuk menutup usus.
Viabilitas usus mungkin kurang baik pada defek yang sempit pada
segmen usus yang terjebak. Perlu memperlebar dengan incisi ke
arah kranial atau kaudal untuk membebaskan organ visera yang
strangulasi.
2. GASTROKISIS
Defenisi
Gastroskisis adalah herniasi sisi perut melalui dinding tubuh langsung menuju rongga amnion. Cacat
ini terjadi disebelah lateral umbilicus, biasanya di kanan, melalui suatu daerah lemah karena regresi
kelahiran, tetapi frekuensinya semakin meningkat khususnya pada wanita muda. Dan peningkatan ii
mungkin disebabkan penggunaan kokain. Tidak seperti oemphalocele, gastroskisis tidak ada
hubungannya dengan kelainan kromosom atau cacat berat lainnya, sehingga angka kelangsungan
hidupnya bagus sekali. Tetapi, volvulus (rotasi usus) yang menyebabkan gangguan suplai darah, bisa
mematikan banyak bagian usus dan menyebabkan kematian bayi. vena umbilikalis kanan yang
normalnya tidak ada, visera tidak dibungkus oleh peritoneum atau amnion, dan usus bisa rusak karena
langsung terkana cairan amnion. Gastroskisis terjadi pada 1 dari 10.000

Diagnosis
Sekitar minggu ke 16 dari kehanilan, bisa dilakukan pemeriksaan protein yang disebut
alphafetoprotein ( AFP ). Bila mana hasilnya tidak normal atau tinggi maka dokter spesialis
kandungan akan melakukan pemeriksaan USG. USG akan menunjukkan adanya kelainan di bagian
luar perut bayi. Biasanya dokter akan melihat adanya usus di luar perut bayi, melayang di cairan
amnion. AFP sendiri bermanfaat pada trimester keduAa kehamilan. Ini berguna untuk kelainan
omphalocele maupun gastoschisis yang secara statistic kadar AFP gastroschisis lebih besar dari pada
omphalocele. Seum kehamilan yang lain seperti estriol dan Human Chorionic Gonadotropin, tidak
tebukti berguna secara klinik.
Pada masa kehamilan awal ibu tidak akan merasakan kelainan atau kejanggalan dalam kehamilannya
saat mereka mengandung bayi dengan gastroschisis. Pemeriksaan tambahan biasanya tidak dilakukan
karena keadaan ini tidak berhubungan dengan kelainan janin lainnya. Kadang – kadang janin
mengalami obstruksi usus sebagai konsekuensi dari gastroschisis. Bayi dengan gastroschisis diawasi
secara hati – hati dengan USG untuk memastikan apakah pertumbuhannya cukup saat di dalam uterus
dan memeriksa kerusakan pada ususnya. Kerusakan usus dapat di akibatkan oleh pemaparan cairan
amnion atau karena kerusakan pembuluh darah pada usus yang terbuka. Interval dari pemeriksaan
USG serial ini tergantung dari keadaan kehamilan dan janin.

Defek biasanya hamper sama bentuk dan ukuran dan tempatnya, 5 cm vertical, dan pada 95 % kasus
ditemukan defek di sebelah kanan umbilicus.Adanya inflamasi yang luas dari usus yang menjadikan
pembengkakan usus dan kekakuan sangat mengganggu masuknya usus dan penutupan dinding
abdomen. Inflamasi juga mengubah bentuk dari usus yang menjadikan kesulitan dalam menentukan
apakah ada atresia dari usus. Bila usus bisa masuk ke kavum abdomen, inflamasi akan menurun, usus
melunak, dan bentuk kembali normal. Koreksi untuk atresia usus sampai saat ini masih lebih baik
dengan penundaan, biasanya 3 minggu setelah operasi pertama. Kelainan fungsi dari usus
membutuhkan waktu lama sampai normal, dari 6 minggu sampai beberapa bulan.Begitu dilahirkan
bayi dengan gastroschisis akan mengalami problem yang sangat serius karena usus yang
terpapar. Suhu yang menurun kehilangaqan cairan dan infeksi merupakan masalah utama
yang mesti di hindar. Biasanya digunakan plastic steril untuk memasukkan usus

Diagnosis banding

Hernia
Omphalokel umbilikalis Gastroskisis
kongenital
Lokasi defek Pada cincin Pada cincin Terpisah (biasanya lateral
umbilikus umbilikus dari) cincin umbilikus
(umbilikal
ring)
Diameter/ukuran defek 4-12 cm < 4 cm < 4 cm
(cm)
Kavum abdomen Kecil normal Normal
terutama
pada giant
omphalocele
Kantong + + -
Kandungan kantong Seluruh Beberapa loop Biasanya gaster atau usus
organ usus
abdomen
Letak tali pusat Pada puncak Pada puncak Terpisah dengan kantong,
(umbilical cord) kantong kantong biasanya di lateral

Keadaan permukaan Normal normal Memendek atau terdapat


organ abdomen/usus bercak eksudat
Malrotasi Sering - Jarang
Atresia dan strangulasi Jarang - Sering
Hubungan dengan Sering sering terdapat Jarang
kelainan kongenital divertikulum
Meckel)

Penatalaksanaan

Bila usus atau organ intra abdomen terletak di luar abdomen, maka ini akan meningkatkan
resiko kerusakan bila melewati kelahiran normal. Banyak ahli menganjurkan diberlakukan
seksio sesaria untuk semua kasus gastroschisis dan omphalocele. Pada kenyataan adanya
resiko kehamilan normal hanyalah teori, dan persalinan pervaginam tidak meningkatkan
resiko komplikasinya. Atas dasar alasan tersebut beberapa ahli merekomendasikan persalinan
normal. Kecuali ada alasandari obstetric untuk di lakukan seksio sesaria.

Selama dalam uterus janin dengan gastroschisis akan terlindung baik dari trauma dan
komplikasi. Setelah lahir usus yang terpapar harus dilindungi dari trauma, infeksi, dan
dehidrasi, kemudian bayi baru dapat dibawa secara aman ke rumah sakit rujukan setelah
prosedur tersebut dijalankan.

Pada gastrosisis, operasi koreksi untuk menempatkan usus kedalam ronga perut dan menutup
lobang harus dikerjakan secepat mungkin karrena tidak ada perlindungan infeksi. Tambahan
lagi,makin ditunda operasi makin sukar karena usus akan menjadi edema

3. HERNIA UMBILICALIS
Defenisi
Hernia umbilikalis merupakan penonjolan yang mengandung isi rongga perut yang
masuk melalui cincin umbilikus (pusar) akibat peninggian tekanan intra
abdomen. Umbilicus merupakan salah satu lokasi yang lemah pada abdomen dan tempat
yang sering mengalami herniasi. Hernia umbilikalis merupakan defek dinding abdomen
persis dipusat umbilikus, berupa herniasi utuh yang hanya tertutup peritoneum dan kulit
yang terdapat waktu lahir. Omentum dan usus dapat masuk ke dalam kantong
hernia,khususnya bila bayi menangis. Kulit kantong hernia tidak pernah ruptur dan sangat
jarang terjadi inkarserasi. Hernia umbilicalis sering terjadi pada bayi dan merupakan
kelainan kongenital. Hernia ini biasanya akan regresi spontan dalam 6 bulan sampai 1
tahun.
Etiologi
1. Hernia umbilikal pada bayi terjadi karena selama kehamilan tali pusat melewati lubang
kecil yang terbuka pada otot perut bayi. Namun jika lubangnya tidak menutup dan otot
di perut tidak bergabung secara sempurna di garis tengah perut, dinding perut akan
melemah dan bisa menyebabkan munculnya hernia umbilikal pada saat lahir atau di
kemudian hari.
2. Lemahnya adhesi antara sisa jaringan parut tali pusat dan cincin umbilikus
3. Hernia umbilical umum pada bayi. Hernia umbilikalis tidak berhubungan dengan
penyakit. Namun, hernia umbilikalis dapat dikaitkan dengan kondisi langka seperti
mucopolysaccharide storage diseases, Beckwith Wiedemann-sindrom, dan sindrom
Down.

Patofisiologi
Dinding anterior terbntuk dari somatopleura yg menggantung pada lipatan. Penutupan
lipatan secara bersamaan dari arah cranial, kaudal, dan lateral akan membentuk suatu cincin
umbilicus. Cincin tersebut menutup melalui kontraktur setelah tali pusat terligasi dan
pembuluh darah umbilical terbentuk. Secara anatomi, cincin umbilical terdiri atas umbilical
scar, round ligament, dan fascia umbilical. Biasanya round ligament melalui bagian superior
cincin umbilical hingga inferior cincin umbilical. Ketika round ligament hanya pada batas
atas/superior cincin umbilical, dasar cincin hanya dibentuk oleh fasia dan peritoneum. Hal ini
akan memudahkan timbulnya hernia umbilical.
Hernia umbilikalis pada bayi dan anak terjadi karena defek fasia di daerah umbilikus dan
manifestasinya terjadi setelah lahir. Waktu lahir pada fasia terdapat celah yang hanya dilalui
tali pusat. Setelah pengikatan, puntung tali pusat sembuh dengan granulasi dan epitelisasi
terjadi dari pinggir kulit sekitarnya. Waktu lahir banyak bayi dengan hernia umbilikalis
karena defek yang tidak menutup sempurna dan linea alba tetap terpisah. Pada bayi prematur
defek ini lebih sering ditemukan. Defek ini cukup besar untuk dilalui peritoneum; bila
tekanan intraabdomen meninggi, peritoneum dan kulit akan menonjol dan berdekatan.
Penampang defek kurang 1 cm, 95% dapat sembuh spontan, bila defek lebih 1,5cm jarang
menutup spontan. Defek kurang 1 cm waktu lahir dapat menutup spontan pada umur 1-2
tahun. Pada kebanyakan kasus, cincin hernia mengecil setelah umur beberapa tahun, hernia
hilang spontan dan jarang sekali residif. Penutupan defek terjadi perlahan-lahan kira-kira
18% setiap bulan. Bila defek lebih besar, penutupan lebih lama dan beberapa hernia tidak
hilang spontan. Hernia yang besar sekali menimbulkan gangguan pada anak dan ibu sehingga
perlu operasi lebih cepat.

Diagnosis
Hernia umbilikalis kongenital adalah hernia utuh ditutup kulit yang terdapat waktu lahir.
Hernia ini dapat menonjol kedalam tali pusat, disebut hernia ke dalam tali pusat. Diduga
hernia ini terjadi dari omfalokel kecil yang mengalami epitelisasi intrauterin. Hernia
berbentuk oval atau bulat dengan penampang 2-3 cm, lehernya sempit dan berisi mid gut.

Hernia umbilikal kongenital muncul beberapa hari atau minggu setelah tali pusat lepas.
Penyebab hernia ini adalah lemahnya adhesi antara sisa jaringan parut tali pusat dan cincin
umbilikus. Berbeda dengan omfalokel, hernia umbilikal infantil ditutup oleh kulit. Umumnya,
hernia kecil ini terjadi ditepi superior cincin umbilikal. Hernia ini mudah direduksi dan
menjadi lebih jelas menonjol jika bayi menangis. Kebanyakan hernia ini menghilang dalam
24 jam pertama dan komplikasi seperti strangulasi jarang terjadi.

Gejala klinis Hernia Umbilikalis

Hernia umbilikalis merupakan penonjolan yang mengandung isi rongga perut yang
masuk melalui cincin umbilikus akibat peninggian tekanan intraabdomen,biasanya ketika
bayi menangis.Hernia umumnya tidak menimbulkan nyeri dan sangat jarang terjadi
inkaserasi. Diagnosis tidak sukar yaitu dengan adanya defek pada umbilikus.
Penatalakasanaan

Pengobatan adalah expectant therapy. Defek kecil dengan penonjolan minimal pada
semua anak sebaiknya diamati sampai umur prasekolah atau sampai timbulnya gangguan
emosional. Pada hernia yang besar tanpa gangguan emosional pada anak atau orang tua
dapat ditunggu sampai sembuh spontan, atau dioperasi.

Pengobatan konservatif dengan strapping masih belum disepakati. Menurut Rains dan
Ritchie penyembuhan spontan lebih cepat dengan memakai Strapping plester melingkari
perut untuk mendekatkan kulit dan otot. Sedangkan menurut Swen-son sulit menentukan
apakah strapping umbilikus dapat membantu proses penutupan defek secara alamiah.
Biasanya penderita merasa tidak enak dengan masuknya usus ke dalam kantong hernia.
Paling tidak hal ini dapat dicegah dengan strapping. Menurut Kottinier strapping tidak
bermanfaat untuk mencegah herniasi, malah dapat menutupi tanda-tanda inkarserasi dan
menimbulkan iritasi ku1it.

Bila cincin hernia kurang dari 2 cm, umumnya regresi spontan akan terjadi sebelum
bayi berumur 6 bulan, kadang cincin baru tertutup setelah satu tahun. Usaha untuk
mempercepat penutupan dapat dikerjakan dengan mendekatkan tepi kiri dan kanan
kemudian memancangkannya dengan pita perekat (plester) untuk 2 – 3 minggu. Dapat
pula digunakan uang logam yang dipancangkan di umbilicus untuk mencegah penonjolan
isi rongga perut. Bila sampai usia 1,5 tahun hernia masih menonjol maka umumnya
diperlukan koreksi operasi. Pada cincin hernia yang melebihi 2 cm jarang terjadi regresi
spontan dan lebih sukar diperoleh penutupan dengan tindakan konservatif.

Perbaikan klasik untuk hernia umbilikalis adalah hernioplasti Mayo. Operasi terdiri
dari imbrikasi vest-over-pants dari segmen aponeurosis superior dan inferior. Hernia
umbilikalis besar, lebih suka ditangani dengan prostesis yang mirip dengan perbaikan
prostesis untuk hernia insisional.

Operasi dianjurkan bila terdapat keadaan berikut:

 Bila terjadi inkarserasi atau strangulasi dan obstruksi


 Bila kantong besar dan kulit tipis dipertimbangkan operasi karena kemungkinan
ruptur

 Bila anak sering kesakitan waktu hernia menonjol,

 Bila selama observasi defek membesar atau menetap atau bertambah besar setelah
umur 4 tahun.

4. URACHUS
Defenisi
Urachus merupakan saluran yang menghubungkan antara allantoic stalk dan vesica
urinaria bagian atas, pada proses normal akan terjadi apoptosis dari sel epitelium urachus
(obliterasi urachus) pada minggu ke 5-7 kehamilan sehingga urachus tersebut akan
mengalami involusi membentuk ligamentum umbilicalis mediana. Kelainan urachus akan
muncul ketika proses obliterasi ini tidak sempurna, yang kemudian akan meninggalkan
lumen persisten. Bisa terjadi pada keseluruhan saluran membentuk patent urachus, atau
pada sebagian saluran membentuk sinus urachus, kista atau diverticulum.
Urachus adalah suatu saluran yang menghubungkan lumen kandung kemih dengan
alantois yang terdapat pada fetus. Pada keadaan normal urachus menutup setelah hewan
lahir dengan membentuk sikatrik pada apex dari kandung kemih, sedangkan fungsi
urachus digantikan oleh uretra.Patent urachus merupakan keadaan dimana penutupan
saluran urachus tidak sempurna.

Kalsifiskasi
Kelainan/kegagalan proses yang secara normal terjadi pada urachus ini pada masa
kehamilan mengakibatkan terjadinya kelainan secara kongenital pada urachus/ congenital
urachal remnant abnormalitie.
Terdiri dari:
– patent urachus atau urachal fistula (fistula urachus).

– urachal sinus (sinus urachus).

– urachal cysts (kista urachus).


Kelainan urachus secara kongenital ini ditemukan kurang dari 1 : 1000 pada bayi lahir hidup.
1. Fistula urachus

Fistula urachus terjadi sekitar 50% dari seluruh kelainan urachal dengan insiden
sekitar 0,25-15/10.000 kelahiran dan 2:1 predominan pada laki-laki. Fistula terjadi bila
saluran sisa hubungan menetap antara vesika urinaria dengan umbilikus akibat kegagalan
total penutupan garis epithelial kanal urachal, sehingga urin dapat mengalir keluar melalui
umbilikus.

Kausanya masih idiopatik tapi ada beberapa teori yg muncul, yaitu teori obstruksi
vesika urinaria intrauterine, teori kegagalan proses penurunan vesika urinaria ke dalam pelvis
dan teori re-tubularization.

Pada pemeriksaan fisis didapatkan drainase cairan dari umbilikus secara terus-
menerus atau intermiten yang meningkat alirannya saat peningkatan tekanan intra abdominal
seperti menangis, batuk dan mengedan. Gejala tambahan yang biasa muncul, seperti
pembesaran atau edemaumbilikus, dan lambatnya penyembuhan tali pusat.

Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan ureum dan kreatinin pada cairan urin
atau dengan menyuntikkan methylen blue atau dengan indigo Carmen melalui kateter ke
dalam vesika urinaria. Pemeriksaan Longitudinal Ultrasound dan Voiding Cystourethrogram
(VCUG) dapat untuk membedakan dengan paten omphalomesenterik dan juga dapat
menunjukkan hubungan umbilikus dengan vesika urinaria.
Pada kultur bakteri sering didapatkan Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Enterococcus dan Citrobacter. Pada 15 – 30% pasien, fistula urachus disertai dengan atresia
uretra atau obstruksi katup posterior yang merupakan mekanisme proteksi terhadap obstruksi.
Paten urachus didiagnosis banding dengan paten duktus omphalomesenterik, sinus urachus,
omphalitis, granulasi penyembuhan umbilikus, infeksi pembuluh darah umbilikus.

Figure 3a. Drawings illustrate the four types of congenital urachal anomalies.

Yu J et al. Radiographics 2001;21:451-461


2. Kista urachal
Kista urachal terjadi jika urachal menutup pada daerah umbilikus dan vesika urinaria
akan tetapi, diantara kedua area tersebut saluran urachus tetap paten. Lumen sisa ini
kemudian terisi cairan dan membentuk kista.

Kista urachal ditemukan pada 30% dari keseluruhan kasus kelainan urachus dengan
insiden yang rendah (kira-kira 1/5000 kelahiran ) dan 3:1 predominan pada laki-laki.
Umumnya, kista urachal terjadi pada sepertiga distal urachus, berukuran kecil dan
asimptomatik, tidak terdeteksi hingga terjadi komplikasi (misalnya infeksi) yang
menimbulkan gejala klinik.

Kista non infeksi dapat menimbulkan gejala jika semakin membesar atau ditemukan
secara tidak sengaja pada pemeriksaan rutin atau pemeriksaan lain (misalnya hidronefrosis
prenatal dan infeksi saluran kemih).
Kista urachal dengan infeksi memberikan gejala klinis berupa demam, nyeri perut
bawah daerah midline, keluhan buang air kecil dengan atau tanpa infeksi saluran kemih dan
kadang-kadang teraba adanya massa lunak suprapublik dengan kulit yang eritem di atasnya.

Infeksi sekunder ini dapat berasal dari fokal infeksi dari umbilikus atau kandung
kemih, melalui hematogen, limfatik atau trauma tumpul abdomen. Staphylococcus aureus
merupakan organisme yang paling sering menyebabkan infeksi pada kista urachal. Infeksi
kista urachal lebih sering ditemukan pada orang dewasa dibanding anak-anak. Pemeriksaan
USG merupakan pemeriksaan untuk pilihan mendiagnosis kista urachal.

Menurut literature, keberhasilan diagnostik dengan USG adalah 75 – 100%. Pada


gambaran USG tampak massa ekstraperitoneal di antara umbilikus dan vesika urinaria,
midline dan kistik. Jika terdapat infeksi, USG Scan atau MRI umumnya tidak diperlukan,
akan tetapi dapat digunakan dalam menentukan ukuran dan lokasi kista. CT Scan dan MRI
digunakan untuk mengevaluasi adanya perluasan sekunder proses inflamasi pada struktur di
sekitar kista urachal. Pemeriksaan penunjang lain seperti uretrosistografi, kegunaannya masih
diragukan.

3. Sinus urachal
Sinus urachal ditemukan pada 15% kasus kelainan urachus. Pada sinus urachal,
saluran urachus tertutup parsial dengan saluran sisa membuka ke umbilikus. Bagian distal
dari urachus terisi oleh sel epitel deskuamasi, dan tidak terdapat hubungan dengan vesika
urinaria. Atau dapat pula terjadi akibat kista urachus yang membuka saluran drainase ke arah
umbilikus.

Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya drainase yang intermiten dari
umbilikus (dapat berupa serous atau serosangiunous). Sinus urachal sering menimbulkan
infeksi pada umbilikus, menyebabkan timbulnya cairan dari umbilikus. Anak sering
mengeluhkan adanya pembengkakan periumbilikal, umbilikus yang lembab basah atau
adanya jaringan granulasi pada umbilikus.

Akibat misdiagnosis dengan jaringan granulasi, sering anak ini akan mengalami terapi
kauterisasi dengan perak nitrat berulang kali biasa setelah pemotongan sisa korda umbilikus.
Diagnosis sinus urachal mungkin sukar dibedakan dari granuloma umbilikus atau sinus
umbilikus. Fistulogram mungkin akan sangat membantu. Harus pula dibedakan dengan
persisten duktus omphalomesenterik melalui pemeriksaan sonogram.

4. Divertikulum urachal
Divertikulum urachal terjadi 3-5 % anomali urachal. Divertikel vesikourachal
merupakan kantung bermuara pada apeks vesika urinaria yang disebabkan karena penutupan
yang tidak sempurna urachus proksimal. Umumnya pasien dengan divertikulum
vesikourachal tidak memberikan keluhan karena aliran urin pada divertikulum mengalir baik
seiring dengan pengosongan vesika urinaria.
Divertikulum vesikourachal sering ditemukan secara tidak sengaja. Divertikulum
vesikourachal mungkin tidak menyebabkan penyulit, akan tetapi kadang-kadang ukurannya
menjadi lebih besar dan pengosongan urin didalamnya menjadi jelek, menimbulkan infeksi
saluran kemih yang rekuren atau pembentukan batu didalamnya.
C. Tanda Klinis

Tanda yang sering muncul pada bayi yang mengalami kelainan urachus meliputi :

– granulasi pada daerah periumbilical


– adanya ekskresi urine pada urachus
– terdapat nyeri
– keluarnya cairan purulen dari urachus
– bengkak dan kemerahan pada daerah disekitar urachus
Pada kelainan urachus dapat terjadi infeksi yang menyebar baik secara hematogen
atau limfatik, pada kista urachus dapat terjadi infeksi serta terbentuk abses yang dapat
mengalami ruptur pada cavitas peritonealis.

Granuloma umbilicalis umumnya muncul berupa jaringan merah muda yang rapuh,
seringnya berhubungan dengan respons inflamasi lokal disekitar kulit dan
mungkinberhubungan dengan kelainan pada urachus ataupun pada ductus vitellin
(omphalomesentericus).Terapi awal dengan memakai silver nitrat.

Penanganan kelaianan urachus

Penanganan bedah adalah penanganan utama dari kelainan urachus, pada kelaianan
paten urachus pada neonatus, dapat menutup secara spontan bila tidak terjadi obstruksi
vesikaurinaria, dan divertikulum dengan mulut lebar. Indikasi operasi pada kelainan urachus
adalah paten urachus persisten (karena resiko rekuren infeksi, pembentukan batu, drainase
cairan persisten dari umbilikus, ekskoriasi, dan nyeri), kista urachus yang simptomatis
(berukuran besar atau infeksi), dan sinus urachus yang simptomatis.
Eksisi merupakan penanganan terpilih untuk kelainan urachus. Sejauh ini pendekatan
tradisional dengan eksisi total urachus dilakukan melalui insisi curvilinear hipogastrik (bayi)
atau insisi transversal infraumbilikal (anak yang lebih tua) memberikan penanganan yang
adekuat.
Penanganan bedah dilakukan dengan eksisi radikal sisa urachus termasuk ligamentum
umbilikalis medialis sama halnya dengan peritoneum yang bersebelahan dengan umbilicus
hingga fundus vesikaurinaria dengan sedikit fragmen fundus vesikaurinaria pada insersi
urachus diangkat. Mukosa hendaknya tidak ditinggalkan pada umbilicus. Hal ini dilakukan
untuk mencegah rekurensi, pembentukan batu, dan mencegah timbulnya malignansi
adenokarsinoma.
Eksisi primer merupakan penanganan terpilih untuk kista urachal tanpa infeksi. Untuk
kista yang berukuran kecil dan asimptomatik yang ditemukan secara tidak sengaja,
hendaknya diobservasi terlebih dahulu dengan USG serial. Pada kasus kista urachal yang
terinfeksi, umumnya diberikan antibiotik terlebih dahulu untuk menenangkan dan membatasi
proses infeksi sehingga mengurangi komplikasi sete1ah operasi.
Setelah infeksi kista tertangani, dilakukan pembedahan untuk membuang seluruh sisa
urachus. Pada bayi atau anak-anak, insisi pfannenstiel dapat digunakan dan lagi jarak dari
dasar umbilicus dan fundus vesikaurinaria pada bayi sangat pendek. Penanganan kista urachal
dengan drainase kista tidak adekuat dapat menimbulkan resiko adenokarsinoma pada sisa
urachus yang tidak direseksi walaupun insidennya sangat rendah.
Komplikasi postoperative yang biasa muncul adalah drainase urinpersisten, yang
dapat ditangani dengan memasang dauer kateter. Infeksi, yang umumnya bersifat superfisial
dan berespon baik dengan antibiotik. Sinus urachus dapat diobservasi terlebih dahulu pada 4 -
8 minggu awal kehidupan. Jika menetap maka dilakukan koreksi bedah. Koreksi bedah harus
meliputi seluruh saluran urachus dari umbilicus hingga fundus vesikaurinaria. Pada bayi dan
anak-anak, operasi ini dapat dilakukan dengan sangat mudah melalui pendekatan insisi
pfannenstiel.
Pada bayi, jarak dari fundus vesikaurinaria ke dasar umbilicus sangat dekat. Rencana
pembedahan dilakukan setelah penanganan infeksi yang adekuat karena struktur
intraperitoneal dapat melekat pada urachus selama proses inflamasi tersebut. Pada fistula
urachus, observasi dilakukan terlebih dahulu pada beberapa bulan awal kehidupan karena
pada beberapa kasus dapat mengalami resolusi spontan. Koreksi bedah diharuskan jika
menetap setelah 2 bulan. Jika terdapat obstruksi saluran keluar vesikaurinaria harus dikoreksi
terlebih dahulu karena hal ini mungkin menjadi penyebab patensi urachus yang menetap.

Duktus omfaloenterikus

Isi usus halus dapat keluar melalui umbilikus karena sisa pipa omfaloentrikus yang menetap
sehingga hubungan dengan lumen masih terbuka. Sisa pipa omfaluenterikus ini dapat
berbentuk sinus umbilikus, kista atau diventrikulum Meckel. Obliterasi pipa itudapat
membentuk suatu pita tanpa lumen yang menghubungkan ileum dengan dinding perut, yang
dapat menjadi pencetus terjadinya volvulus usus halus.

Diagnosis. Diagnosis fistel usus halus atau fistel kandung kemih tidaklah sulit ditegakan.
Diagnosis pada penyulit diventrikulum Meckel diuraikan pada bab tentang ddiventrikulum
Meckel dan pada penyulit diventrikulum kandung kemih.

Tabel 32-2

Duktus omfalomesenterikus

Patologi Gambaran klinis


Duktus tetap terbuka Fistel usus halus
Sisa terdiri di atas pipa Penyulit ileus obstruksi
Diventrikulum Meckel Penyulit radang atau perdarahan
Sinus umbilikus Radang kronik
Kista Umumnya tidak ada

Sinus umbilikus yang berasal dari duktus omfaloenterikus atau dari urakus mudah mengalami
radang kronik karena kotoran tertimbun di dalamnya. Radamg kronik ini sukar sembuh dan
dapat membentuk granuloma. Diagnosis banding terdiri atas radang spesifik setempat, sinus
pilonidalis* pada orang yang berambut di kulit perut sekitar umbilikus dan metastasis dari
keganasan primer ddi perut, benjolan Sister Joseph*, tetapi keadaan ini tidak bersangkut paut
dengan duktus omfaloenterikus\
DAFTAR PUSTAKA

1. Puri P, Hollwarth M. Omphalocele. In: Sweed Y,editors.Pediatric surgery.


Germany:Springer;2006.p.203-212
2. Kaddah, SN et al. Omphalocele. Annals of pediatric surgery. 2006:130 -5
3. D A Nyberg, J Fitzsimmons, L A Mack, M Hughes, D H Pretorius, D
Hickok and T H Shepard. Chromosomal abnormalities in fetuses with omphalocele.
Significance of omphalocele contents. Washington: aium.
4. Robert G Allen, Earle L Wrenn Jr. Silon as a sac in the treatment of omphalocele
and gastroschisis. USA: Journal of Pediatric Surgery.
5. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005
6. Hernia Umbilikalis Inkarserata pada Neonatus, 1997, Nawazir Bustami,
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/17HerniaUmbilikalisInkarseratapadaNeonatus1
15.pdf/17HerniaUmbilikalisInkarseratapadaNeonatus115.html. Diunduh 25 juni
20102
7. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Staf Pengajar BagianIlmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara ; 2002

8. B. Purnomo Basuki. Dasar-dasar urologi. Jakarta: Penerbit CV Sagung seto,2011, 223-224

9. Ueno T, Hashimoto H, Kanamauro H Urachal anomalies: ultrasonography and management.J


Pediatr Surg. 2003 Aug;38(8):1203-7

Anda mungkin juga menyukai