Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS ANAK

SEORANG ANAK LAKI-LAKI DENGAN


HENOCH SCHONLEIN PURPURA

Pembimbing :
Dr. Raden Setiyadi, Sp.A

Disusun oleh :
Andini Yuliana
030.12.018

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH
PERIODE 24 Juli – 30 September 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi laporan kasus dengan judul


“SEORANG ANAK LAKI-LAKI DENGAN
HENOCH SCHONLEIN PURPURA”

Penyusun:
Andini Yuliana
030.12.018

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal
periode 24 Juli – 30 September 2017

Tegal, 07 September 2017

Dr. Raden Setiyadi, Sp.A


STATUS PASIEN LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL

Nama : Andini Yuliana Pembimbing : Dr. Raden Setiyadi, Sp.A

NIM : 030.12.018 Tanda tangan :

A. IDENTITAS PASIEN DAN ORANG TUA/WALI

DATA PASIEN AYAH IBU


Nama An. R Tn. R Ny. R

Umur 8 tahun 33 tahun 37 tahun

Jenis Kelamin Laki-laki - -

Alamat Prapag Kidul RT/RW 03/06 Losari Jawa Tengah

Agama Islam Islam Islam

Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa

Pendidikan SD SD SD

Pekerjaan - Nelayan Petani

Penghasilan - Rp 100.000,-/hari Rp 50.000,-/hari


Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung

Asuransi -

No. RM 887655

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap Ibu kandung pasien pada


tanggal 29 Agustus 2017 pukul 08.00 WIB, di Ruang Puspanidra RSU Kardinah Tegal.

 Keluhan Utama : Nyeri perut sejak 20 hari SMRS


 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSU Kardinah pada hari Senin tanggal 28 Agustus
2017 pukul 17.30 bersama orang tuanya dengan keluhan nyeri perut sejak 20 hari
SMRS. Nyeri perut sebelah kiri menetap seperti dipukul-pukul, nyeri terasa makin
berat, mual, muntah disangkal, BAB dan BAK normal, demam, batuk, dan pilek
disangkal. Sebelum nyeri perut tidak ada keluhan seperti sakit kepala, tidak nafsu
makan, dan demam. Selama ± 10 hari dibawa berobat ke PKM, sempat dirawat
namun pulang paksa. Setelah 10 hari nyeri perut, timbul bintik-bintik merah di kaki,
tidak terasa nyeri. Karena nyeri perut makin berat sehingga sulit tidur di malam hari,
pasien dibawa ke RS. Bhakti Asih kemudian dirawat inap disana, nyeri perut
berkurang tetapi tidak hilang. Setelah 5 hari perawatan pasien pulang paksa. Satu
hari kemudian pasien kontrol berobat ke Cirebon, karena nyeri perut memberat dan
bercak-bercak merah di kaki makin besar dan banyak, disarankan untuk rawat inap
namun menolak.
Pada hari Senin tanggal 28/07/17 pasien datang ke UGD RS Kardinah karena
nyeri perut sebelah kiri terus-menerus tidak tertahankan sampai menangis dan tidak
bisa tidur. Nyeri seperti dipukul-pukul. Disertai bercak-bercak merah menonjol pada
kedua kaki dari telapak sampai paha, tidak terasa nyeri. Mual dan muntah disangkal,
bengkak pada tubuh disangkal, dan tidak ada demam, batuk, maupun pilek. BAB dan
BAK normal.

 Riwayat Kehamilan, Pemeriksaan Prenatal, dan Kelahiran

Anemia (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-),


Morbiditas kehamilan penyakit jantung (-), penyakit paru (-), merokok (-),
infeksi (-), minum alkohol (-)
Kehamilan Rutin kontrol ke bidan 1 kali setiap bulan sampai
usia kehamilan 7 bulan dan setiap 2 minggu sekali
Perawatan antenatal
setelahnya sampai menjelang masa persalinan.
Riwayat imunisasi TT (+) 1 x, konsumsi suplemen
selama kehamilan (-), riwayat minum obat tanpa
resep dokter dan jamu (-)
Tempat persalinan Rumah
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan Pervaginam
Masa gestasi Cukup bulan (9 bulan)
Berat lahir: 3000 gram
Kelahiran Panjang lahir: (orang tua pasien tidak ingat)
Lingkar kepala : (orangtua pasien tidak ingat)
Keadaan bayi Langsung menangis
Kemerahan: (+)
Nilai APGAR: (orangtua tidak tahu)
Kelainan bawaan: (-)
Kesan : Riwayat perawatan antenatal cukup baik
Neonatus aterm, lahir spontan, bayi dalam keadaan bugar.

 Riwayat Pemeliharaan Postnatal


Pemeliharaan setelah kelahiran dilakukan di bidan.

 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan gigi pertama : Umur 6 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Psikomotor :
Tengkurap : Umur 5 bulan (Normal: 3-5 bulan)
Duduk : Umur 8 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 13 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 20 bulan (Normal: 12-18 bulan)
Mengucapkan kata : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berlari : Umur 24 bulan (Normal 18-24 bulan)
Naik tangga : Umur 2,5 tahun (Normal 24-36 bulan)
Memakai baju : Umur 6 tahun (Normal 60 bulan)
Saat ini: Pasien Sekarang sekolah SD kelas 2, tidak ada masalah dengan pelajaran
dan menerima pelajaran dengan baik.
Kesan: Tidak terdapat keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan
pasien.

 Riwayat Makanan
Umur Buah/
ASI/PASI Bubur Susu Nasi Tim
(bulan) Biskuit
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 ASI - - -
6–8 ASI - + -
8 – 10 ASI + + +
10-14 ASI + - +
Pasien makan 3 kali sehari dengan menu makanan seperti nasi, sayur, ikan, telur,
daging, tahu, dan tempe
Kesan: Pasien mendapatkan ASI ekslusif, kuantitas dan kualitas makanan
cukup baik.

 Riwayat Imunisasi
VAKSIN ULANGAN
DASAR (umur)
(umur)
BCG 1 bulan - - - - - -
DPT - 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -
POLIO 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -
CAMPAK - - - 9 bulan - - -
HEPATITIS B 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -
Kesan: Imunisasi dasar pasien lengkap, belum dilakukan imunisasi
ulangan.

 Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
Tanggal lahir Jenis Lahir Mati Keterangan
No Hidup Abortus
(umur) kelamin mati (sebab) kesehatan
1. 13 tahun Perempuan Ya - - - Sehat
2. 8 tahun Laki-laki Ya - - - Pasien

Riwayat pernikahan
Ayah Ibu
Nama Tn. A Ny.N
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 24 tahun 21 tahun
Pendidikan terakhir SD SD
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -

Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu pasien mengaku tidak ada keluarga yang mengalami hal seperti ini. Tidak
ada keluarga yang memiliki penyakit darah tinggi, ginjal, dan kencing manis.
Riwayat keluarga yang memiliki keganasan juga disangkal.

 Riwayat Penyakit yang pernah diderita

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)

Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)

DBD (+) Kejang (-) Radang paru (-)

Ootitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain: (-)

Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita Pasien belum pernah


mengalami sakit seperti ini sebelumnya.

 Riwayat Lingkungan Perumahan


Orang tua pasien tinggal di rumah sendiri. Rumah tersebut berukuran ± 50
m2, beratap genteng, berlantai ubin, berdinding tembok. Di rumah tersebut tinggal
kedua orang tua pasien, satu kakak pasien, dan pasien. Cahaya matahari dapat masuk
ke dalam rumah, jendela rumah dibuka setiap pagi hari, penerangan rumah memakai
listrik, sumber air bersih berasal dari sumur. Setiap hari rumah dibersihkan. Jarak
septic tank dengan wc ± 10 m.
Kesan: Keadaan lingkungan rumah dan sanitasi cukup baik, ventilasi dan
pencahayaan baik.

 Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien berprofesi sebagai Nelayan dengan penghasilan  Rp. 100.000,-
/hari. Ibu pasien sebagai petani dengan penghasilan Rp 50.000,-/hari. Jumlah total
penghasilan tidak tetaap
Kesan: Riwayat sosial ekonomi cukup baik.

 Riwayat Konsumsi Obat


Pasien tidak sedang konsumsi obat rutin lain.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 29 Agustus 2017, pukul 08.30 WIB, di
Ruang Puspindra RSU Kardinah Tegal
Keadaan Umum
Kesadaran: Compos mentis
Tampak kesakitan

II. Tanda Vital


Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 95 x/menit reguler, kuat, isi cukup
Laju nafas : 24 x/menit reguler
Suhu : 35oC, Axilla

III. Data Antropometri


Berat badan sekarang : 20 kg
Panjang badan sekarang : 130 cm
Lingkar kepala : 49 cm

IV. Status Internus


i. Kepala: normocephali, lingkar kepala cm
 Rambut: Hitam, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.
 Wajah : Simetris, tidak tampak kelainan dismorfik
 Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra (-
/-), mata cekung (-/-), air mata (+/+), pupil isokor 3 mm/ 3mm, reflex
cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+),
strabismus (-/-)
 Hidung : Bentuk normal, simetris, septum deviasi (-/-), sekret (-/-),
pernafasan cuping hidung (-)
 Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-),
discharge (-/-)
 Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), pucat (-), stomatitis (-),
mukosa hiperemis (-), saliva (+)
ii. Leher: Kelenjar tiroid tidak membesar, kelenjar getah bening tidak
membesar.
iii.Toraks: Dinding toraks normotoraks dan simetris.
o Paru:
 Inspeksi: Bentuk datar, Pergerakan dinding toraks kiri-kanan
simetris, retraksi (-)
 Palpasi: Simetris tidak ada hemithoraks yang tertinggal
 Perkusi: Sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-
/-).
o Jantung:
 Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak.
 Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS IV 1 cm midklavikula sinistra,
thrill (-)
 Perkusi: Tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi:Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop ().
iv. Abdomen:
 Inspeksi: datar, simetris, smiling umbilicus (-),
 Auskultasi: Bising usus (+) frekuensi 3x/menit
 Palpasi: Supel, nyeri tekan (+) kuadran kiri atas, distensi (-), hepar dan
lien tidak teraba membesar
 Perkusi: Timpani pada seluruh kuadran abdomen
v. Genitalia: Jenis kelamin perempuan.
vi. Anorektal : Anus (+)
vii. Kulit : warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, tampak
purpura multipel ukuran lentikuler regioner et regio ekstremitias inferior.

viii. Ekstremitas:
Keempat ekstremitas lengkap, simetris
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi
D. PEMERIKSAAN KHUSUS

Lingkar Kepala (Kurva Nellhaus)

Lingkar kepala : 49 cm
Kesan: Normosefali
Pemeriksaan Status Gizi

Data Antropometri Perhitungan status gizi (menurut cdc)


Anak laki-laki usia 8 tahun BB/U = 20/25 x 100% = 80% (berat badan
menurut usia normal)
BB 20 kg TB/U= 130/128 x 100% = 101% (tinggi
badan menurut usia normal)
TB 130 cm BB/TB = 20/28 x 100% = 71% (gizi kurang
menurut berat badan per tinggi badan)
Kesan: Status gizi kurang

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil laboratorium di RSU Kardinah


28/08/17 Nilai Rujukan
CBC, diff, LED
Hemoglobin 10.9 10,8-15,6 g/dl
Lekosit 18.4 4,5-13.,5 103/µl
Hematokrit 31.2 35-45%
Trombosit 518 150-521 103/µl
Eritrosit 4.2 3,8-5,8 106/µl
RDW 13.2 11,5-14,5%
MCV 74.6 80-96 U
MCH 26.1 28-33 Pcg
MCHC 34.5 33-36 g/dl
Diff
Netrofil 78.8 50-70%
Limfosit 14.6 25-40%
Monosit 5.5 2-8%
Eosinophil 1 2-4%
Basofil 0.1 0-1%
Kimia klinik
Elektrolit
Natrium 132.2 135-145 mmol/L
Kalium 4.07 3.3-5.1 mmol/L
Klorida 104.4 96-106 mmol/L
GDS 100 60-100mg/dl
Urinalisis
Makroskopis
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Keruh Jernih
Kimia urin
pH 7.5 6.0-9.0
Protein POS (1+) Negatif, +-/0.15, +1/0.30,
+2/1.0, +3/3, +4/10
Reduksi Negative Negative
Sedimen
Eritrosit 2-6 +1/<4, +2/5-9, +3/10-29 /lpb
Lekosit 5-6 +1/<4, +2/5-9, +3/10-29 /lpb
Epitel POS (1+) +1/<4, +2/5-9, +3/10-29 /lpb
Silinder -
Bakteri POS (1+) Negative
Kristal + AMORF
Jamur NEGATIF Negative
Khusus
Berat jenis 1015 1005-1030
Blirubin Negative Negative
Urobilinogen Negative Negative
Keton 2+ Negative
Nitrit Negative Negative
Eritrosit POSITIF Negative
Lekosit POS (+)/ 25 Negative
Kimia Klinik
Ureum 25.9 19-44 mg/dL
Creatinine 0.53 0.3-0.70 mg/dL

Gambaran Darah Tepi (29/08/17)


 Kesan: Anemia normositik normokrom, dengan lekositosis dan netrofilia
absolut, suspek proses infeksi bersamaan dengan proses kronis
USG Abdomen (25/08/17)

Kesan: Gastritis dan colitis

F. RESUME
Pasien anak laki-laki usia 8 tahun datang ke UGD RSU Kardinah pada hari Jumat
tanggal 28 Agustus 2017 pukul 17.30 dengan nyeri perut sejak 20 hari SMRS. Nyeri perut
sebelah kiri menetap seperti dipukul-pukul, nyeri terasa makin berat, mual, muntah
disangkal, BAB dan BAK normal, demam, batuk, dan pilek disangkal. Selama ± 10 hari
dibawa berobat ke PKM, sempat dirawat namun pulang paksa. Setelah 10 hari nyeri
perut, timbul bintik-bintik merah di kaki, tidak terasa nyeri. Dirawat di RS. Bhakti Asih,
nyeri perut berkurang tetapi tidak hilang. Setelah 5 hari perawatan pasien pulang paksa.
Karena nyeri perut memberat dan ruam-ruam merah di kaki makin besar dan banyak ke
RS di cirebon, disarankan untuk rawat inap namun menolak. Pada hari Senin tanggal
28/07/17 pasien datang ke UGD RS Kardinah karena nyeri perut sebelah kiri yang tidak
tertahankan sampai menangis dan tidak bisa tidur. Nyeri seperti dipukul-pukul. Disertai
bercak-bercak merah menonjol pada kedua kaki dari telapak sampai paha, tidak terasa
nyeri. Mual dan muntah disangkal, bengkak pada tubuh disangkal, dan tidak ada demam,
batuk, maupun pilek. BAB dan BAK normal.
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 29 Agustus 2017, pukul 08.30 WIB, di
Ruang Puspindra RSU Kardinah Tegal. Keadaan umum kesadaran compos mentis dan
tampak kesakitan. Tekanan darah: 100/70 mmHg, Nadi : 95 x/menit reguler, kuat, isi
cukup, Laju nafas : 24 x/menit reguler, Suhu : 35oC, Axilla. Berat badan: 20 kg dan
Panjang badan sekarang : 130 cm. Kesan berdasarkan data antropometri pasien tergolong
anak dengan gizi kurang. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan abdomen
(+) kuadran kiri atas. Kemudian pada kulit tampak purpura multipel ukuran lentikuler
regioner et regio ekstremitias inferior.
Hasil pemeriksaan laboratorium Lekosit 18.400/ µl, urinalisis urin keruh,
proteinuria pos (1+), eritrosit 2-6/lpb, lekosit 5-6/lpb, bakteri pos (1+), keton 2+. Hasil
gambaran darah tepi didapat kesan anemia normositik normokrom, dengan lekositosis
dan netrofilia absolut, suspek proses infeksi bersamaan dengan proses kronis. USG pada
tanggal 25/08/17 didapat kesan gastritis dan colitis.

G. DAFTAR MASALAH
 Nyeri perut kiri atas 20 hari
 Purpura pada ekstremitas bawah
 Proteinuria, hematuria
 Gizi kurang

H. DIAGNOSIS BANDING
 Henoch Schonlein Purpura
 Sindrom nefritik akut
 Akut abdomen
 Idiopatik Trombositopenia Purpura
 Hipersensitivitas vaskulitis

I. DIAGNOSIS KERJA
 Henoch Schonlein Purpura
 Gizi kurang

J. PEMERIKSAAN ANJURAN
 Pemeriksaan kadar IgA dalam serum
 Pemeriksaan fungsi pembekuan darah
 Pemeriksaan darah samar
 Endoskopi

K. PENATALAKSANAAN

a. Non medikamentosa
 Rawat inap untuk monitoring gejala
 Tirah baring
 Monitor KU, TTV, TD
 Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit, komplikasi, dan prodesur
terapi yang akan diberikan
 Diet lunak

b. Medikamentosa
 IVFD KAEN 3A 20 tpm
 Inj. Amoxicilin 3 x 50 mg
 Inj Metiprednisolon 3 x 25 mg iv pelan diencerkan dengan D5% 3cc
 Inj. Omeprazole 1 x 20 mg
 Inj ketorolac 1 x 15 mg (kp)

L. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

M. FOLLOW UP

Tgl S O A P
29/08 Nyeri perut kiri CM  Henoch  IVFD KAEN 3A 20 tpm
PN atas (+) terus TD: 100/70 , HR: 95 x/m Schonlein  Inj. Amoxicilin 3 x 50 mg
menerus, mual RR: 24 x/m, S: 35 °C Purpura  Inj Metiprednisolon 3 x 25
(-), muntah (-), Kepala:Normosefali,  Gizi kurang mg
Mata: conjungtiva anemis -
BAB dan BAK  Inj. Omeprazole 1 x 20 mg
, sclera ikterik (-)
normal, bercak  Inj ketorolac 1 x 15 mg (kp)
Thorax: SNV +/+ Rh -/-,
kemerahan wh-/-,  Diet lunak
pada kedua S1S2 reg m(-), g(-)  Cek GDT
Abd: BU 3x/menit, supel,
kaki, nyeri (-),
nyeri tekan (+) kuadran
gatal (-) kiri atas.
Eks:Akral hangat, CRT <
2”, purpura multipel et
regio ekstremitias inferior.
BB: 20 kg

Tgl S O A P
30/08 Nyeri perut kiri CM  Henoch  IVFD KAEN 3A 20 tpm
PN atas (+) terus TD: 100/70 , HR: 86 x/m Schonlein  Inj. Amoxicilin 3 x 50 mg
menerus, mual RR: 20 x/m, S: 36,3 °C Purpura  Inj Metiprednisolon 3 x 25
(-), muntah (-), Kepala:Normosefali,  Gizi kurang mg
BAB dan BAK Mata: conjungtiva anemis -  Inj. Omeprazole 1 x 20 mg
, sclera ikterik (-)
normal, bercak  Inj ketorolac 1 x 15 mg (kp)
Thorax: SNV +/+ Rh -/-,
kemerahan wh-/-,  Diet lunak
pada kedua S1S2 reg m(-), g(-)
kaki, nyeri (-), Abd: BU 3x/menit, supel,
gatal (-) nyeri tekan (+) kuadran
kiri atas.
Eks:Akral hangat, CRT <
2”, purpura multipel et
regio ekstremitias inferior.
BB: 20 kg

Tgl S O A P
31/08 Nyeri perut kiri CM  Henoch  Orang tua meminta pulang
PN atas (+) TD: 100/70 , HR: 100 x/m Schonlein paksa
berkurang, RR: 24 x/m, S: 36,5 °C Purpura  Informed consent
mual (-), Kepala:Normosefali,  Gizi kurang  Amoxicilin 3 x 250 mg
Mata: conjungtiva anemis -
muntah (-),  Metilprednisolon 3 x 2 mg
, sclera ikterik (-)
BAB dan BAK  OMZ 1 x 20 MG
Thorax: SNV +/+ Rh -/-,
normal, bercak wh-/-,
kemerahan S1S2 reg m(-), g(-)
Abd: BU 3x/menit, supel,
pada kedua
nyeri tekan (+) kuadran
kaki, nyeri (-), kiri atas.
gatal (-) Eks:Akral hangat, CRT <
2”, purpura multipel et
regio ekstremitias inferior.
BB: 20 kg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Henoch-Schönlein Purpura (HSP) adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh
vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik yang ditandai dengan lesi spesifik berupa purpura
nontrombositopenik, artritis atau atralgia, nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis,
dan kadang – kadang nefritis atau hematuria(1,2,3). Purpura Henoch-Schönlein merupakan
penyakit autoimun (IgA mediated) berupa hipersensitivitas vaskulitis, paling sering
ditemukan pada anak-anak. Nama lain penyakit ini adalah purpura anafilaktoid, purpura
alergik dan vaskulitis alergik.(1) Beberapa literatur menyebutkan HSP merupakan vaskulitis
yang paling sering terjadi pada anak-anak, disebutkan insidennya bervariasi dari 6,1 sampai
6,5 per 100.000.4 Karakteristik dari penyakit ini meliputi vaskulitis pada kulit, sendi saluran
cerna, dan ginjal.(7)

II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terutama terdapat pada anak umur 2 – 15 tahun (usia anak sekolah)
dengan puncaknya pada umur 4 – 7 tahun. Jarang ditemukan pada orang dewasa dan bayi.
Onset usia menjadi faktor penting untuk menentukan derajat penyakit dan prognosisnya.(8)
Terdapat lebih banyak pada anak laki – laki dibanding anak perempuan (1,5 : 1).(1,3) Rata-
rata 14 kasus per 100.000 anak usia sekolah. HSP umumnya merupakan benign self-limited
disorder; < 5% kasus menjadi kronis; hanya < 1 % kasus berkembang menjadi gagal ginjal.

III. ETIOLOGI
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa faktor
memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius bagian atas,
makanan, gigitan serangga, paparan terhadap dingin, imunisasi ( vaksin varisela, rubella,
rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid A dan B, tifoid, kolera) dan obat – obatan (ampisillin,
eritromisin, kina, penisilin, quinidin, quinin).(1,3,4,5) Sebuah penelitian kohort di Itali
disebutkan bahwa sebanyak dua per tiga dari pasien HSP mengalami infeksi pemicu
terjadinya penyakit ini. Infeksi bisa berasal dari bakteri (spesies Haemophilus, Mycoplasma,
Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella dan Salmonella) ataupun virus (adenovirus,
varisela, parvovirus, virus Epstein-Barr).(1,3) 63 dari 150 mengalami infeksi saluran nafas
akut dan 37 dari 150 anak mengalami infeksi lainnya atau demam. Banyak organisme yang
dikatakan menjadi faktor presipitasi HSP, namun Streptococcus hemolytic Grup A B
menjadi organisme yang paling banyak ditemukan.(9) Vaskulitis juga dapat berkembang
setelah terapi antireumatik, termasuk penggunan metotreksat dan agen anti TNF (Tumor
Necrosis Factor).(1) Namun, IgA jelas mempunyai peranan penting, ditandai dengan
peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembuluh
darah dan mesangium renal.(1,3) HSP adalah suatu kelainan yang hampir selalu terkait
dengan kelainan pada IgA1 daripada IgA2.(3)
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:(3)
 Infeksi : - Mononukleosis - Infeksi parvovirus B19
- Infeksi Streptokokus grup A - Infeksi Yersinia
- Sirosis karena Hepatitis-C - Hepatitis
- Infeksi Mikoplasma - Infeksi Shigella
- Virus Epstein-Barr - Infeksi Salmonella
- Infeksi viral Varizella-zoster - Enteritis Campylobacter
 Vaksin : - Tifoid - Kolera
- Campak - Demam kuning
 Alergen - Obat (ampisillin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuinin)
- Makanan
- Gigitan serangga
- Paparan terhadap dingin
 Penyakit idiopatik : Glomerulocystic kidney disease

IV. PATOFISIOLOGI
Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks imun yang
mengandung IgA. Diketahui pula adanya aktivasi komplemen jalur alternatif. Deposit
kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi
termasuk prostaglandin vaskular seperti prostasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada
pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi dan abdomen dan terjadi purpura di kulit, nefritis,
artritis dan perdarahan gastrointestinalis.(1,3)
Peningkatan konsentrasi serum IgA dapat ditemukan pada lebih dari setengah pasien
dengan HSP.(9) Tingginya serum IgA ini sendiri tidak menjadi faktor predisposisi pasien
menderita HSP. Terdapat dua subklas IgA, yaitu IgA1 dan IgA2, di mana hanya IgA1 yang
terlibat dalam pathogenesis HSP. Hal ini berhubungan dengan multiple O-linked
glycosylation, penyimpangan glikosisasi yang ditunjukkan pada HSP. Penelitian lebih
penting dilakukan untuk mengetahui apakah penyimpangan glikosilasi IgA merupakan
penyebab atau akibat dari HSP. Glikosilasi IgA yang menyimpang tidak dibersihkan oleh
hati dengan baik sehingga rentan terjadi agregat kompleks makromolekul. Hal ini
mengakibatkan akumulasi pada sirkulasi dan terdeposisi pada dinding pembuluh darah kecil
dan mencetuskan lesi inflamasi melalui jalur alternatif dan lectin komplemen dan aktivasi
sel langusng. Vaskulitis leukositoklastik kemudian terbentuk dan mengakibatkan nekrosis
pembuluh darah kecil. Hal ini mengakibatkan ekstravasasi darah dan cairan ke jaringan
sekitar, yang bermanifestasi sebagai gejala spesifik terhadap organ yang terlibat.
Semua pasien HSP memiliki kompleks imun IgA1 yang bersirkulasi, namun hanya
pasien dengan manifestasi nefritis yang memiliki imun kompleks bermassa molekul besar
yang mengandung IgA1 dan IgG. Kompleks tersebut diekskresikan pada urin pada sebagian
pasien sehingga berpotensi menjadi marker spesifik terhadap penyakit ini.
Beberapa faktor imunologis juga diduga berperan dalam patogenesis PHS, seperti
perubahan produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan dalam mediator
inflamasi.(1) TNF, IL-1 dan IL-6 bisa memediasi proses inflamasi pada HSP. Meningkatnya
kadar faktor pertumbuhan hepatosit selama fase akut HSP dapat menunjukkan adanya
kemungkinan kerusakan atau disfungsi sel endotel.(1,3) Meningkatnya faktor pertumbuhan
endotel vaskuler dapat setidaknya menginduksi sebagian perubahan ini. Sitokin dianggap
terlibat dalam patogenesis HSP, dan endotelin (ET), yang merupakan hormon
vasokonstriktor yang diproduksi oleh sel endotelial, juga dianggap turut berperan. Kadar
ET-1 jauh lebih besar pada fase akut penyakit ini dibanding pada fase remisi.(1,3) Namun
tingginya kadar ET-1 tidak memiliki hubungan dengan tingkat morbiditas, keparahan
penyakit, atau respon reaktan fase akut.(3).
V. MANIFESTASI KLINIS
HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada ekstremitas bawah,
nyeri abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun trias tidak selalu ada, sehingga
seringkali mengarahkan kepada diagnosis yang tidak tepat.(5)
Pada 1/2 - 2/3 kasus pada anak ditandai dengan infeksi saluran napas atas yang
muncul 1-3 minggu sebelumnya berupa demam ringan dan nyeri kepala. Gejala klinis mula
– mula berupa ruam makula eritomatosa pada kulit ekstremitas bawah yang simetris yang
berlanjut menjadi palpable purpura tanpa adanya trombositopenia. Ruam awalnya terbatas
pada kulit maleolus tapi biasanya kemudian akan meluas ke permukaan dorsal kaki, bokong
dan lengan bagian luar. Dalam 12 – 24 jam makula akan berubah menjadi lesi purpura yang
berwarna merah gelap dan memiliki diameter 0,5 – 2 cm. Lesi dapat menyatu menjadi plak
yang lebih besar yang menyerupai echimosis yang kemudian dapat mengalami ulserasi. (1,3)
Sebuah studi menyebutkan nyeri perut atau arthritis muncul setelah 1-14 hari ruam muncul.
Namun, penelitian Calvino et al menyatakan bahwa 30-43% mengalami gejala pada sendi
dan perut 1-14 hari sebelum ruam muncul.(9)
Gejala-gejala ekstrarenal dilaporkan merupakan self-limited disease yang akan
membaik dalam 2 minggu pada 83% pasien, dan hampir seluruh pasien membaik dalam 6-
8 minggu. Kekambuhan seringkali terjadi, meskipun biasanya lebih ringan dan durasinya
lebih singkat dari kejadian primernya. Biasanya kekambuhan berhenti terjadi setelah 4
bulan.
Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan (pressure-bearing
surfaces). Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus dan merupakan 50% keluhan
penderita pada waktu berobat. Kelainan kulit dapat pula ditemukan pada wajah dan tubuh.
Kelainan pada kulit dapat disertai rasa gatal. Pada bentuk yang tidak klasik, kelainan kulit
yang ada dapat berupa vesikel hingga menyerupai eritema multiform. Kelainan akut pada
kulit ini dapat berlangsung beberapa minggu dan menghilang, tetapi dapat pula rekuren.
Edema skrotum juga dapat terjadi dan gejalanya mirip dengan torsio testis. Gejala prodromal
dapat terdiri dari demam dengan suhu tidak lebih dari 38°C, nyeri kepala dan
anoreksia.(1,2,3,4)
Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis bisa didominasi oleh edema
kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki. Gambaran ini disebut AHEI (Acute Hemorrhagic
Edema of Infancy).(3)
Selain purpura, ditemukan pula gejala artralgia dan artritis yang cenderung bersifat
migran dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut dan pergelangan kaki,
namun dapat pula mengenai pergelangan tangan, siku dan persendian di jari tangan. (1,2,3,4,5)
Kelainan ini timbul lebih dulu (1 – 2 hari) dari kelainan kulit. Sendi yang terkena dapat
menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan ataupun
panas. Kelainan teutama periartrikular dan bersifat sementara, dapat pula rekuren pada masa
penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas menetap.(1,3)
Pada penyakit ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal berupa nyeri abdomen atau
perdarahan gastrointestinalis.(1,3) Keluhan abdomen biasanya timbul setelah timbul kelainan
pada kulit (1 – 4 minggu setelah onset). Organ yang paling sering terlibat adalah duodenum
dan usus halus.(3) Nyeri abdomen dapat berupa kolik abdomen yang berat, lokasi di
periumbilikal dan disertai mual, muntah, bahkan muntah darah dan kadang – kadang
terdapat perforasi usus dan intususepsi ileoileal lebih sering terjadi dibanding
ileokolonal.(1,2) Intususepsi atau perforasi disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang
menyebabkan edema dan perdarahan submukosa dan intramural.(1,3) Kadang dapat juga
terjadi infark usus yang disertai perforasi maupun tidak.(3)
Selain itu dapat juga ditemukan kelainan ginjal, meliputi hematuria, proteinuria
(<2g/d), sindrom nefrotik (proteinuria >40mg/m2/jam) atau nefritis.(1,3) Penyakit pada ginjal
juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit. Adanya kelainan kulit yang persisten
sampai 2 – 3 bulan, biasanya berhubungan dengan nefropati atau penyakit ginjal yang berat.
Resiko nefritis meningkat pada usia di atas 7 tahun, lesi purpura persisten, keluhan abdomen
yang berat dana penurunan aktivitas faktor XIII. Gangguan ginjal biasanya ringan, meskipun
beberapa ada yang menjadi kronik.(1) Seringkali derajat keparahan nefritis tidak
berhubungan dengan parahnya gejala HSP yang lain.(3) Pada pasien HSP dapat timbul
adanya oedem. Oedem ini tidak bergantung pada derajat proteinuria namun lebih pada
derajat vaskulitis yang terjadi. Namun oedem tersebut memang dihubungkan dengan
kejadian proteinuria pada pasien.(3)
Kadang – kadang HSP dapat disertai dengan gejala – gejala gangguan sistem saraf
pusat, terutama sakit kepala. Pada HSP dapat ditemukan adanya vaskulitis serebral. Pada
beberapa kasus langka, HSP diduga dapat menyebabkan gangguan serius seperti kejang,
paresis atau koma. Gejala – gejala gangguan neurologis lain yang dapat muncul antara lain
perubahan tingkat kesadaran, apatis, somnolen, hiperaktivitas, iritabilitas, ketidakstabilan
emosi, kejang (parsial, parsial kompleks, umum, status epileptikus), dan defisit neurologis
fokal (afasia, ataxia, korea, hemiparesis, paraparesis, kuadraparesis. Dapat juga terjadi
poliradikuloneuropati (sindroma Guillain-Barré) dan mononeuropati (nervus fasialis,
femoralis, ulnaris).(3)
Hati dan kandung empedu juga bisa terlibat dengan gejala hepatomegali, hidrops
kandung empedu, kolesistitis. Semua ini bisa menyebabkan keluhan nyeri abdomen pada
pasien. Apendisitis akut juga pernah dilaporkan terjadi pada pasien HSP. (3)
Gejala - gejala lain yang pernah dilaporkan tetapi jarang terjadi antara lain vaskulitis
miokardia, vaskulitis paru yang menyebabkan perdarahan paru bilateral, ureteritis stenosis,
oedem penis, orkitis, priapisme, perdarahan intrakranial, hematoma subperiosteal orbital
bilateral, hematoma adrenal dan pankreatitis akut.(3)
Nefritis cenderung ringan dan self-limited, namun beberapa anak menjadi penyakit ginjal
yang persisten dan dapat berkembang menjadi end-stage renal disease. Prognosis HSP baik
pada pasien tanpa penyakit ginjal, namun perdarahan saluran cerna atau intussusepsi dapat
menyebabkan komplikasi akut. Pada HSP dengan keterlibatan ginjal prognosisnya tidak
dapat diprediksi, morbiditas jangka panjang pada ginjal dapat bermanifestasi bahkan hingga
bertahun-tahun setelah pemulihan.
Kulit
Ruam khas HSP adalah palpable purpura yang distribusinya simetris pada ekstensor,
tungkai bawah dan bokong. Beberapa kasus melibatkan lengan, wajah dan telinga tetapi
biasanya hanya sekitar batang tubuh. Purpura HSP dapat berupa petechiae, ekimosis besar,
dan dapat didahului dengan urtikaria atau eritematosa, makulopapular lesi. Lesi bulosa yang
parah jarang terjadi pada anak-anak, hanya sekitar 2% dari pasien.
Gastrointestinal
Kejadian keterlibatan gastrointestinal dilaporkan umumnya antara 50-75% dari
kasus dengan presentasi yang paling umum adalah nyeri perut kolik. Gejala lain termasuk
muntah dan perdarahan gastrointestinal bermanifestasi sebagai darah samar pada tinja atau
tampak secara makroskopik. Perdarahan gastrointestinal masif jarang ditemukan, hanya
dilaporkan pada sekitar 2% dari pasien. Gejala tersebut merupakan hasil dari edema dan
perdarahan dinding usus akibat vaskulitis. Intususepsi juga merupakan komplikasi yang
jarang terjadi namun penting untuk ditegakkan segera karena keterlambatan manajemen
dapat mengakibatkan usus iskemik. Enteropati, pankreatitis, dan hidrops kandung empedu
dapat juga terjadi. Harus diingat bahwa edema sekunder akibat hipoalbuminemia mungkin
terjadi karena sindrom nefrotik atau kehilangan protein pada enteropati atau kombinasi
keduanya.
Persendian
Arthritis atau athralgia terjadi pada 15-25% kasus namun hingga 82% pasien
mengalami gejala pada persendian selama penyakit berlangsung. Arthritis biasanya
mengenai persendian besar pada anggota gerak bagian bawah termasuk lutut, pergelangan
kaki, tumit, dan panggul. Namun tidak menutup kemungkinan anggota gerak atas juga
terlibat. Pada sebuah review retrospektif 100 pasien, 72%
pasien mengalami gejala pada sendi tumit dan pergelangan kaki, 50% pasien mengalami
gejala pada lutut, 26% pasien mengalami gejala pada tangan dan pergelangan tangan, dan
10% pada sendi siku. Gejala yang terjadi meliputi nyeri sendi, bengkak dan penurunan range
of movement. Meskipun keterlibatan sendi tampak memperberat penyakit, namun hal ini
tidak menyebabkan kerusakan permanen.
Renal
Keterlibatan ginjal pada HSP dilaporkan terjadi pada 12-92% kasus. Penyakit ginjal
bermanifestasi sebagai hematuria, proteinuria, sindrom nefrotik/nefritis, renal impairment,
dan hipertensi. Kondisi ini berkembang dalam 4 minggu pada 75-80% kasus dan dalam 3
bulan pada 97-100% kasus. Pada kasus yang tidak khas, insiden peyakit ginjal yang berat
meliputi nefritis akut, sindrom nefrotik, atau renal impairment 5-7%. Hipertensi dapat
terjadi pada kasus yang melibatkan ginjal. Apabila penyakit ginjal tidak membaik saat HSP
membaik, diperlukan investigasi lebih lanjut.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang pada kasus HSP ditujukan untuk menyingkirkan diagnosis
banding dan mendeteksi komplikasi penyakit HSP. Pemeriksaan penunjang yang umum
dilakukan antara lain(7,10)
 Pemeriksaan kadar IgA dalam serum
Pemeriksaan kadar IgA dalam serum bukan merupakan pemeriksaan spesifik untuk
HSP, namun adanya peningkatan kadar IgA dapat mengarahkan diagnosis penyakit HSP
dibanding tipe vaskulitis lain. Kadar IgA serum yang meningkat dapat ditemui pada 25 –
50% kasus HSP, namun besarnya peningkatan tidak sebanding dengan beratnya gejala HSP.
 Pemeriksaan darah lengkap
Pada HSP umumnya didapatkan kadar trombosit yang meningkat. Kadar
hemoglobin yang rendah mungkin ditemui jika terjadi perdarahan saluran cerna atau
hematuria berat akibat komplikasi HSP. Leukositosis dijumpai pada kasus kasus HSP yang
didasari oleh adanya infeksi bakteri.
 Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk mendeteksi adanya hematuria ataupun proteinuria yang
menjadi salah satu kriteria diagnosis untuk HSP.
 Pemeriksaan gangguan fungsi pembekuan darah
Pemeriksaan seperti PPT (Plasma Prothrombin Time), APTT (Activated Partial
Thromboplastin Time),dan CT (clotting time) dapat dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan purpura akibat gangguan pembekuan darah. Pada HSP umumnya ditemui
fungsi pembekuan darah yang normal.
 Pemeriksaan laju endap darah
Laju endap darah merupakan pertanda non spesifik dari adanya proses inflamasi.
Pada 60% kasus HSP dapat ditemui laju endap darah yang meningkat.
 Pemeriksaan kadar serum kreatinin (SC) dan kadar urea dalam darah (Blood Urea
Nitrogen / BUN)
Kadar BUN-SC akan meningkat pada beberapa kasus HSP dengan penurunan fungsi
filtrasi glomerulus akibat adanya kerusakan pembuluh darah ginjal.
 Pemeriksaan faktor XIII dalam plasma
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada kasus yang atipiikal. Aktivitas faktor XIII
dalam plasma dilaporkan menurun pada 70% pasien HSP, terutama pada pasien yang
memiliki gejala gastrointestinal yang berat. Kaneko et al (2004) mengatakan bahwa faktor
XIII dapat menjadi salah satu marker yang dapat membantu menegakkan diagnosis HSP,
bahkan sebelum onset purpura muncul. Namun studi lebih lanjut mengenai faktor XIII masih
diperlukan.
 Pemeriksaan antineutrofil cytoplasmic antibodies (ANCA)
Pada HSP, tidak ada peningkatan ANCA. Hal ini dapat membedakan HSP dengan
vasculitides tipe ANCA positif.
 Pemeriksaan darah samar
Hasil positif dari Occult faecal blood test mungkin menunjukkan adanya perdarahan
saluran cerna terkait HSP.
 Pemeriksaan imaging tidak diperlukan untuk diagnosis HSP, namun mungkin perlu
dilakukan pada kasus kasus HSP dengan kecurigaan komplikasi pada organ lain seperti
ginjal, saluran cerna dan otak. Pemeriksaan ultrasound (USG) berguna sebagai skrining bila
ditemui gejala nyeri perut yang hebat. USG dapat mendeteksi adanya intususepsi atau
perforasi usus. USG ginjal juga dapat melihat adanya kelainan ginjal yang biasa ditemui
pada kasus HNP yang berat. Endoskopi digunakan untuk mengevaluasi perdarahan saluran
cerna dan neuroimaging digunakan bila ada kecurigaan keterlibatan serebral.(7,10)
 Biopsi kulit, mukosa lambung atau ginjal dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
HSP. Temuan tipikal dari hasil biopsi jaringan tersebut berupa deposit IgA yang menyebar,
dan sering disertai dengan adanya IgG atau C3 dalam mesangium dengan infiltrat selular.

VII. DIAGNOSIS
Diagnosis lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik daripada
dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dapat mengarahkan kepada diagnosis
HSP yaitu ruam purpurik pada kulit terutama di bokong dan ekstremitas bagian bawah
dengan satu atau lebih gejala berikut: nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis,
artralgia atau artritis, dan hematuria atau nefritis.(1,2,3,4,5)

Tabel 1. Kriteria Diagnosis HSPN American College of Rheumatology 1990


Kriteria Definisi
Purpura non trombositopenia (palpable Lesi kulit hemoragik yang dapat diraba,
purpura) terdapat elevasi kulit, tidak berhubungan
dengan trombositopenia
Usia onset ≤ 20 tahun Onset gejala pertama ≤ 20 tahun
Gejala abdominal / gangguan saluran Nyeri abdominal difus, memberat
cerna (Bowel angina) setelah makan atau diagnosis iskemia
usus, biasanya termasuk BAB berdarah
Granulosit dinding pada biopsi Perubahan histologi menunjukkan
granulosit pada dinding arteriol atau
venula
Untuk kepentingan klasifikasi, pasien dikatakan mempunyai HSP bila memenuhi
setidaknya 2 dari kriteria yang ada.
Diagnosis HSP dapat ditegakkan melalui gejala klinis berdasarkan kriteria dari
konsensus European League against Rheumatism (EULAR) dan the Pediatric
Rheumatology European Society (PRES) tahun 2008 dengan sensitivitas sebesar 100% dan
spesifisitas sebesar 87% untuk diagnosis HSP. Kriteria diagnosis HSP yaitu adanya purpura
atau petekie yang predominan pada tungkai bawah diikuti dengan salah satu dari tanda
berikut: adanya nyeri perut yang menyebar, arthritis / arthralgia akut, deposisi predominan
IgA pada hasil biopsi, dan keterlibatan ginjal seperti hematuria dan/atau proteinuria.(7)

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Anak – anak dibawah 17 tahun dengan palpable purpura dan keterlibatan
multisistem (gastrointestinal, ginjal dan sendi) tanpa adanya trombositopenia mengarahkan
diagnosis ke HSP. Diagnosis banding untuk HSP antara lain(7,11)
 Immunologic trombocytopenia purpura (ITP). Trombositopenia yang ditemui pada
ITP merupakan pembeda utama ITP dengan HSP dimana kadar trombosit pada HSP
normal atau meningkat.
 Erupsi Obat, Urtikaria dan Eritema Multiformis. Manifestasi kulit pada penyakit
tersebut dapat menyerupai lesi pada HSP. Namun pada HSP, predileksi lesi khas
predominan pada tungkai bawah dan harus disertai salah satu dari kriteria diagnosis
lainnya. Bila diagnosis masih diragukan, diagnosis HSP harus dikonfirmasi dengan
biopsi kulit atau ginjal.
 Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Inflamasi vaskuler sekunder akibat SLE dapat
menyerupai HSP. Pemeriksaan antibodi DNA double stranded dan antinuklear dapat
menyingkirkan diagnosis SLE.
 Cutaneous Leucocytoclastic angiitis. Pada penyakit ini, tidak terjadi vaskulitis
sistemik dan jarang mengenai saluran cerna. Pada hasil biopsi juga tidak tampak
deposisi IgA.
 Granulomatosis Wegener, dibedakan dengan HSP dari pemeriksaan ANCA dimana
pada granulomatosis wegener ditemukan ANCA positif.
 Nefropati IgA. Adanya purpura yang teraba pada HSP dapat menyingkirkan diagnosis
nefropati IgA.
 Chron’s Disease. Pada Chron’s disease terjadi inflamasi pada usus dengan gejala
nyeri perut yang dapat menyerupai nyeri perut pada HSP. Namun pada Chron’s
disease ini tidak terdapat palpable purpura.
IX. PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. HSP dapat membaik dengan
sendirinya (self-limiting) pada 94% pasien. Pengobatan adalah suportif dan simtomatis,
meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan elektrolit dan mengatasi nyeri dengan
analgesik.(1,2,5) Untuk keluhan artritis ringan dan demam dapat digunakan OAINS seperti
ibuprofen.(1,2,5) Dosis ibuprofen yang dapat diberikan adalah 10mg/kgBB/6 jam.(2) Non
steroidal anti inflammatory (NSAID) sebaiknya dihindari terutama pada pasien dengan
keterlibatan ginjal dan saluran cerna. Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama
ada keluhan muntah dan nyeri perut, diet diberikan dalam bentuk makanan lunak.
Penggunaan asam asetil salisilat harus dihindarkan, karena dapat menyebabkan gangguan
fungsi trombosit yaitu petekie dan perdarahan saluran cerna. Bila ada gejala abdomen akut,
dilakukan operasi. Bila terdapat kelainan ginjal progresif dapat diberi kortikosteroid yang
dikombinasi dengan imunosupresan. Metilprednisolon IV dapat mencegah perburukan
penyakit ginjal bila diberikan secara dini.(1) Dosis yang dapat digunakan adalah
metilprednisolon 250 – 750 mg/hr IV selama 3 – 7 hari dikombinasi dengan siklofosfamid
100 – 200 mg/hr untuk fase akut HSP yang berat. Dilanjutkan dengan pemberian
kortikosteroid (prednison 100 – 200 mg oral) selang sehari dan siklofosfamid 100 – 200
mg/hr selama 30 – 75 hari sebelum akhirnya siklofosfamid dihentikan langsung dan
tappering-off steroid hingga 6 bulan.(1,3)
Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hr secara oral, terbagi
dalam 3 – 4 dosis selama 5 – 7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam keadaan penyakit
dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada SSP, paru dan testis, nyeri
abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema dan sindrom nefrotik persisten. Pemberian
dini pada fase akut dapat mencegah perdarahan, obstruksi, intususepsi dan perforasi saluran
cerna.(1) Menurut beberapa studi, terapi steroid dapat meringankan gejala gastrointestinal,
mengurangi rekurensi HSP, dan mengurangi progresivitas kerusakan ginjal. Steroid juga
dapat mencegah komplikasi seperti perdarahan gastrointestinal atau intususepsi. Ronkainen
et al (2006) melakukan sebuat randomized controlled trial (RCT) dan prednison dikatakan
mampu mengurangi gejala dan durasi nyeri perut serta gejala sendi dan mempercepat
perbaikan nefritis ringan pada pasien HSP.
X. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam beberapa
hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Rekurensi dapat terjadi pada
50% kasus. Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan sampai menderita gagal
ginjal. Bila manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan
pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca sakit.(1,2,3,5)
Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna, obstruksi,
intususepsi, perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit pada saluran
cerna, ginjal dan neurologi pada fase akut dapat menimbulkan kematian, walaupun hal
ini jarang terjadi.(1)
Prognosis buruk ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah onset,
eksaserbasi yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor XIII, hipertensi,
adanya gagal ginjal dan pada biopsi ginjal ditemukan badan kresens pada glomeruli,
infiltrasi makrofag dan penyakit tubulointerstisial.(1)
Sebagian besar kasus HSP dapat membaik dengan sendirinya, prognosis umumnya
baik dengan five-year survival rates sebesar 95%. Satu dari tiga pasien mengalami relaps
dengan durasi yang lebih singkat dan gejala yang lebih ringan, umumnya dalam waktu
4 bulan dan megenai organ yang sama. Prognosis pasien berdasarkan pada usia saat onset
penyakit, keterlibatan organ ginjal, keterlibatan organ kulit, ketidakseimbangan
imunoglobulin, dan keterlibatan neurologis.(11)
Beberapa faktor prognosis buruk pada pasien HSP antara lain(11)
 Usia lebih dari 8 tahun
 Sering relaps
 Kadar serum kreatinin yang lebih tinggi pada onset penyakit
 Proteinuria lebih dari 1 gram per hari
 Adanya hematuria dan anemia saat diagnosis
 Hipertensi
 Membranoproliferaive glomerulonephritis
 Adanya demam
 Adanya purpura diatas garis pinggang
 Adanya peningkatan laju sedimentasi
 Peningkatan konsentrasi IgA dengan penurunan konsentrasi IgM saat diagnosis
 Kadar faktor XIII yang rendah
DAFTAR PUSTAKA

1. Yuly, A. Purpura Henoch-Schönlein. Dalam Cermin Dunia Kedokteran Edisi 194 Volume
139 Nomor 6. 2012. Available at http://www.kalbe.co.id diakses tanggal 19 Agustus 2013
2. Matondang CS, Roma J. Purpura Henoch-Schonlein. Dalam: Akip AAP, Munazir Z,
Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2007;373-7.
3. Bossart P. Henoch-Schönlein Purpura. eMedicine, 2005. Diakses dari
www.emdecine.com/emerg/topic845.htm Diakses tanggal 19 Agustus 2013.
4. Scheinfeld NS. Henoch-Schönlein Purpura. eMedicine, 2008. Diakses dari
www.emedicine.medscape.com/article/984105-overview Diakses tanggal 19 Agustus 2013
5. D’Alessandro DM. Is It Really Henoch-Schönlein Purpura. Pediatric Education, 2009.
Diakses dari http://www.pediatriceducation.org/2009/02/ Diakses tanggal 19 Agustus 2013
6. Kraft DM, McKee D, Scott C. Henoch-Schönlein Purpura: A Review. American Family
Physician, 1998. Diakses dari http://www.aafp.org/afp/980800ap/kraft.html Diakses
tanggal 19 Agustus 2013.
7. Jauloha O, Henoch-Schönlein purpura in children.. Acta Univ. Oul. D 2012; 1151
8. Lahita RG. Influence of age on Henoch Schonlein purpura. Lancet 1997;350:1116-7.
9. Calvino MC, Llorca J, Garcia Porrua C, et al. Henoch-Schonlein purpura in children from
Northwestern Spain. Medicine (Baltimore) 2001;80:279–90.
10. Sinclair P. Henoch-Schönlein purpura-a review. Current Allergy & Clinical Immunology,
August 2010 Vol 23, No. 3
11. Sohagia AB, Gunturu SG, Tong TR, Hertan HI. Henoch-Schönlein purpura- a case report
and review of literature. Gastroenterology Research and Practice Volume 2010.

33

Anda mungkin juga menyukai