Pembimbing :
Dr. Raden Setiyadi, Sp.A
Disusun oleh :
Andini Yuliana
030.12.018
Penyusun:
Andini Yuliana
030.12.018
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal
periode 24 Juli – 30 September 2017
Pendidikan SD SD SD
Asuransi -
No. RM 887655
B. ANAMNESIS
Riwayat Makanan
Umur Buah/
ASI/PASI Bubur Susu Nasi Tim
(bulan) Biskuit
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 ASI - - -
6–8 ASI - + -
8 – 10 ASI + + +
10-14 ASI + - +
Pasien makan 3 kali sehari dengan menu makanan seperti nasi, sayur, ikan, telur,
daging, tahu, dan tempe
Kesan: Pasien mendapatkan ASI ekslusif, kuantitas dan kualitas makanan
cukup baik.
Riwayat Imunisasi
VAKSIN ULANGAN
DASAR (umur)
(umur)
BCG 1 bulan - - - - - -
DPT - 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -
POLIO 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -
CAMPAK - - - 9 bulan - - -
HEPATITIS B 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -
Kesan: Imunisasi dasar pasien lengkap, belum dilakukan imunisasi
ulangan.
Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
Tanggal lahir Jenis Lahir Mati Keterangan
No Hidup Abortus
(umur) kelamin mati (sebab) kesehatan
1. 13 tahun Perempuan Ya - - - Sehat
2. 8 tahun Laki-laki Ya - - - Pasien
Riwayat pernikahan
Ayah Ibu
Nama Tn. A Ny.N
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 24 tahun 21 tahun
Pendidikan terakhir SD SD
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 29 Agustus 2017, pukul 08.30 WIB, di
Ruang Puspindra RSU Kardinah Tegal
Keadaan Umum
Kesadaran: Compos mentis
Tampak kesakitan
viii. Ekstremitas:
Keempat ekstremitas lengkap, simetris
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi
D. PEMERIKSAAN KHUSUS
Lingkar kepala : 49 cm
Kesan: Normosefali
Pemeriksaan Status Gizi
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
F. RESUME
Pasien anak laki-laki usia 8 tahun datang ke UGD RSU Kardinah pada hari Jumat
tanggal 28 Agustus 2017 pukul 17.30 dengan nyeri perut sejak 20 hari SMRS. Nyeri perut
sebelah kiri menetap seperti dipukul-pukul, nyeri terasa makin berat, mual, muntah
disangkal, BAB dan BAK normal, demam, batuk, dan pilek disangkal. Selama ± 10 hari
dibawa berobat ke PKM, sempat dirawat namun pulang paksa. Setelah 10 hari nyeri
perut, timbul bintik-bintik merah di kaki, tidak terasa nyeri. Dirawat di RS. Bhakti Asih,
nyeri perut berkurang tetapi tidak hilang. Setelah 5 hari perawatan pasien pulang paksa.
Karena nyeri perut memberat dan ruam-ruam merah di kaki makin besar dan banyak ke
RS di cirebon, disarankan untuk rawat inap namun menolak. Pada hari Senin tanggal
28/07/17 pasien datang ke UGD RS Kardinah karena nyeri perut sebelah kiri yang tidak
tertahankan sampai menangis dan tidak bisa tidur. Nyeri seperti dipukul-pukul. Disertai
bercak-bercak merah menonjol pada kedua kaki dari telapak sampai paha, tidak terasa
nyeri. Mual dan muntah disangkal, bengkak pada tubuh disangkal, dan tidak ada demam,
batuk, maupun pilek. BAB dan BAK normal.
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 29 Agustus 2017, pukul 08.30 WIB, di
Ruang Puspindra RSU Kardinah Tegal. Keadaan umum kesadaran compos mentis dan
tampak kesakitan. Tekanan darah: 100/70 mmHg, Nadi : 95 x/menit reguler, kuat, isi
cukup, Laju nafas : 24 x/menit reguler, Suhu : 35oC, Axilla. Berat badan: 20 kg dan
Panjang badan sekarang : 130 cm. Kesan berdasarkan data antropometri pasien tergolong
anak dengan gizi kurang. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan abdomen
(+) kuadran kiri atas. Kemudian pada kulit tampak purpura multipel ukuran lentikuler
regioner et regio ekstremitias inferior.
Hasil pemeriksaan laboratorium Lekosit 18.400/ µl, urinalisis urin keruh,
proteinuria pos (1+), eritrosit 2-6/lpb, lekosit 5-6/lpb, bakteri pos (1+), keton 2+. Hasil
gambaran darah tepi didapat kesan anemia normositik normokrom, dengan lekositosis
dan netrofilia absolut, suspek proses infeksi bersamaan dengan proses kronis. USG pada
tanggal 25/08/17 didapat kesan gastritis dan colitis.
G. DAFTAR MASALAH
Nyeri perut kiri atas 20 hari
Purpura pada ekstremitas bawah
Proteinuria, hematuria
Gizi kurang
H. DIAGNOSIS BANDING
Henoch Schonlein Purpura
Sindrom nefritik akut
Akut abdomen
Idiopatik Trombositopenia Purpura
Hipersensitivitas vaskulitis
I. DIAGNOSIS KERJA
Henoch Schonlein Purpura
Gizi kurang
J. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan kadar IgA dalam serum
Pemeriksaan fungsi pembekuan darah
Pemeriksaan darah samar
Endoskopi
K. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
Rawat inap untuk monitoring gejala
Tirah baring
Monitor KU, TTV, TD
Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit, komplikasi, dan prodesur
terapi yang akan diberikan
Diet lunak
b. Medikamentosa
IVFD KAEN 3A 20 tpm
Inj. Amoxicilin 3 x 50 mg
Inj Metiprednisolon 3 x 25 mg iv pelan diencerkan dengan D5% 3cc
Inj. Omeprazole 1 x 20 mg
Inj ketorolac 1 x 15 mg (kp)
L. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
M. FOLLOW UP
Tgl S O A P
29/08 Nyeri perut kiri CM Henoch IVFD KAEN 3A 20 tpm
PN atas (+) terus TD: 100/70 , HR: 95 x/m Schonlein Inj. Amoxicilin 3 x 50 mg
menerus, mual RR: 24 x/m, S: 35 °C Purpura Inj Metiprednisolon 3 x 25
(-), muntah (-), Kepala:Normosefali, Gizi kurang mg
Mata: conjungtiva anemis -
BAB dan BAK Inj. Omeprazole 1 x 20 mg
, sclera ikterik (-)
normal, bercak Inj ketorolac 1 x 15 mg (kp)
Thorax: SNV +/+ Rh -/-,
kemerahan wh-/-, Diet lunak
pada kedua S1S2 reg m(-), g(-) Cek GDT
Abd: BU 3x/menit, supel,
kaki, nyeri (-),
nyeri tekan (+) kuadran
gatal (-) kiri atas.
Eks:Akral hangat, CRT <
2”, purpura multipel et
regio ekstremitias inferior.
BB: 20 kg
Tgl S O A P
30/08 Nyeri perut kiri CM Henoch IVFD KAEN 3A 20 tpm
PN atas (+) terus TD: 100/70 , HR: 86 x/m Schonlein Inj. Amoxicilin 3 x 50 mg
menerus, mual RR: 20 x/m, S: 36,3 °C Purpura Inj Metiprednisolon 3 x 25
(-), muntah (-), Kepala:Normosefali, Gizi kurang mg
BAB dan BAK Mata: conjungtiva anemis - Inj. Omeprazole 1 x 20 mg
, sclera ikterik (-)
normal, bercak Inj ketorolac 1 x 15 mg (kp)
Thorax: SNV +/+ Rh -/-,
kemerahan wh-/-, Diet lunak
pada kedua S1S2 reg m(-), g(-)
kaki, nyeri (-), Abd: BU 3x/menit, supel,
gatal (-) nyeri tekan (+) kuadran
kiri atas.
Eks:Akral hangat, CRT <
2”, purpura multipel et
regio ekstremitias inferior.
BB: 20 kg
Tgl S O A P
31/08 Nyeri perut kiri CM Henoch Orang tua meminta pulang
PN atas (+) TD: 100/70 , HR: 100 x/m Schonlein paksa
berkurang, RR: 24 x/m, S: 36,5 °C Purpura Informed consent
mual (-), Kepala:Normosefali, Gizi kurang Amoxicilin 3 x 250 mg
Mata: conjungtiva anemis -
muntah (-), Metilprednisolon 3 x 2 mg
, sclera ikterik (-)
BAB dan BAK OMZ 1 x 20 MG
Thorax: SNV +/+ Rh -/-,
normal, bercak wh-/-,
kemerahan S1S2 reg m(-), g(-)
Abd: BU 3x/menit, supel,
pada kedua
nyeri tekan (+) kuadran
kaki, nyeri (-), kiri atas.
gatal (-) Eks:Akral hangat, CRT <
2”, purpura multipel et
regio ekstremitias inferior.
BB: 20 kg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Henoch-Schönlein Purpura (HSP) adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh
vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik yang ditandai dengan lesi spesifik berupa purpura
nontrombositopenik, artritis atau atralgia, nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis,
dan kadang – kadang nefritis atau hematuria(1,2,3). Purpura Henoch-Schönlein merupakan
penyakit autoimun (IgA mediated) berupa hipersensitivitas vaskulitis, paling sering
ditemukan pada anak-anak. Nama lain penyakit ini adalah purpura anafilaktoid, purpura
alergik dan vaskulitis alergik.(1) Beberapa literatur menyebutkan HSP merupakan vaskulitis
yang paling sering terjadi pada anak-anak, disebutkan insidennya bervariasi dari 6,1 sampai
6,5 per 100.000.4 Karakteristik dari penyakit ini meliputi vaskulitis pada kulit, sendi saluran
cerna, dan ginjal.(7)
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terutama terdapat pada anak umur 2 – 15 tahun (usia anak sekolah)
dengan puncaknya pada umur 4 – 7 tahun. Jarang ditemukan pada orang dewasa dan bayi.
Onset usia menjadi faktor penting untuk menentukan derajat penyakit dan prognosisnya.(8)
Terdapat lebih banyak pada anak laki – laki dibanding anak perempuan (1,5 : 1).(1,3) Rata-
rata 14 kasus per 100.000 anak usia sekolah. HSP umumnya merupakan benign self-limited
disorder; < 5% kasus menjadi kronis; hanya < 1 % kasus berkembang menjadi gagal ginjal.
III. ETIOLOGI
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa faktor
memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius bagian atas,
makanan, gigitan serangga, paparan terhadap dingin, imunisasi ( vaksin varisela, rubella,
rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid A dan B, tifoid, kolera) dan obat – obatan (ampisillin,
eritromisin, kina, penisilin, quinidin, quinin).(1,3,4,5) Sebuah penelitian kohort di Itali
disebutkan bahwa sebanyak dua per tiga dari pasien HSP mengalami infeksi pemicu
terjadinya penyakit ini. Infeksi bisa berasal dari bakteri (spesies Haemophilus, Mycoplasma,
Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella dan Salmonella) ataupun virus (adenovirus,
varisela, parvovirus, virus Epstein-Barr).(1,3) 63 dari 150 mengalami infeksi saluran nafas
akut dan 37 dari 150 anak mengalami infeksi lainnya atau demam. Banyak organisme yang
dikatakan menjadi faktor presipitasi HSP, namun Streptococcus hemolytic Grup A B
menjadi organisme yang paling banyak ditemukan.(9) Vaskulitis juga dapat berkembang
setelah terapi antireumatik, termasuk penggunan metotreksat dan agen anti TNF (Tumor
Necrosis Factor).(1) Namun, IgA jelas mempunyai peranan penting, ditandai dengan
peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembuluh
darah dan mesangium renal.(1,3) HSP adalah suatu kelainan yang hampir selalu terkait
dengan kelainan pada IgA1 daripada IgA2.(3)
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:(3)
Infeksi : - Mononukleosis - Infeksi parvovirus B19
- Infeksi Streptokokus grup A - Infeksi Yersinia
- Sirosis karena Hepatitis-C - Hepatitis
- Infeksi Mikoplasma - Infeksi Shigella
- Virus Epstein-Barr - Infeksi Salmonella
- Infeksi viral Varizella-zoster - Enteritis Campylobacter
Vaksin : - Tifoid - Kolera
- Campak - Demam kuning
Alergen - Obat (ampisillin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuinin)
- Makanan
- Gigitan serangga
- Paparan terhadap dingin
Penyakit idiopatik : Glomerulocystic kidney disease
IV. PATOFISIOLOGI
Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks imun yang
mengandung IgA. Diketahui pula adanya aktivasi komplemen jalur alternatif. Deposit
kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi
termasuk prostaglandin vaskular seperti prostasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada
pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi dan abdomen dan terjadi purpura di kulit, nefritis,
artritis dan perdarahan gastrointestinalis.(1,3)
Peningkatan konsentrasi serum IgA dapat ditemukan pada lebih dari setengah pasien
dengan HSP.(9) Tingginya serum IgA ini sendiri tidak menjadi faktor predisposisi pasien
menderita HSP. Terdapat dua subklas IgA, yaitu IgA1 dan IgA2, di mana hanya IgA1 yang
terlibat dalam pathogenesis HSP. Hal ini berhubungan dengan multiple O-linked
glycosylation, penyimpangan glikosisasi yang ditunjukkan pada HSP. Penelitian lebih
penting dilakukan untuk mengetahui apakah penyimpangan glikosilasi IgA merupakan
penyebab atau akibat dari HSP. Glikosilasi IgA yang menyimpang tidak dibersihkan oleh
hati dengan baik sehingga rentan terjadi agregat kompleks makromolekul. Hal ini
mengakibatkan akumulasi pada sirkulasi dan terdeposisi pada dinding pembuluh darah kecil
dan mencetuskan lesi inflamasi melalui jalur alternatif dan lectin komplemen dan aktivasi
sel langusng. Vaskulitis leukositoklastik kemudian terbentuk dan mengakibatkan nekrosis
pembuluh darah kecil. Hal ini mengakibatkan ekstravasasi darah dan cairan ke jaringan
sekitar, yang bermanifestasi sebagai gejala spesifik terhadap organ yang terlibat.
Semua pasien HSP memiliki kompleks imun IgA1 yang bersirkulasi, namun hanya
pasien dengan manifestasi nefritis yang memiliki imun kompleks bermassa molekul besar
yang mengandung IgA1 dan IgG. Kompleks tersebut diekskresikan pada urin pada sebagian
pasien sehingga berpotensi menjadi marker spesifik terhadap penyakit ini.
Beberapa faktor imunologis juga diduga berperan dalam patogenesis PHS, seperti
perubahan produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan dalam mediator
inflamasi.(1) TNF, IL-1 dan IL-6 bisa memediasi proses inflamasi pada HSP. Meningkatnya
kadar faktor pertumbuhan hepatosit selama fase akut HSP dapat menunjukkan adanya
kemungkinan kerusakan atau disfungsi sel endotel.(1,3) Meningkatnya faktor pertumbuhan
endotel vaskuler dapat setidaknya menginduksi sebagian perubahan ini. Sitokin dianggap
terlibat dalam patogenesis HSP, dan endotelin (ET), yang merupakan hormon
vasokonstriktor yang diproduksi oleh sel endotelial, juga dianggap turut berperan. Kadar
ET-1 jauh lebih besar pada fase akut penyakit ini dibanding pada fase remisi.(1,3) Namun
tingginya kadar ET-1 tidak memiliki hubungan dengan tingkat morbiditas, keparahan
penyakit, atau respon reaktan fase akut.(3).
V. MANIFESTASI KLINIS
HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada ekstremitas bawah,
nyeri abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun trias tidak selalu ada, sehingga
seringkali mengarahkan kepada diagnosis yang tidak tepat.(5)
Pada 1/2 - 2/3 kasus pada anak ditandai dengan infeksi saluran napas atas yang
muncul 1-3 minggu sebelumnya berupa demam ringan dan nyeri kepala. Gejala klinis mula
– mula berupa ruam makula eritomatosa pada kulit ekstremitas bawah yang simetris yang
berlanjut menjadi palpable purpura tanpa adanya trombositopenia. Ruam awalnya terbatas
pada kulit maleolus tapi biasanya kemudian akan meluas ke permukaan dorsal kaki, bokong
dan lengan bagian luar. Dalam 12 – 24 jam makula akan berubah menjadi lesi purpura yang
berwarna merah gelap dan memiliki diameter 0,5 – 2 cm. Lesi dapat menyatu menjadi plak
yang lebih besar yang menyerupai echimosis yang kemudian dapat mengalami ulserasi. (1,3)
Sebuah studi menyebutkan nyeri perut atau arthritis muncul setelah 1-14 hari ruam muncul.
Namun, penelitian Calvino et al menyatakan bahwa 30-43% mengalami gejala pada sendi
dan perut 1-14 hari sebelum ruam muncul.(9)
Gejala-gejala ekstrarenal dilaporkan merupakan self-limited disease yang akan
membaik dalam 2 minggu pada 83% pasien, dan hampir seluruh pasien membaik dalam 6-
8 minggu. Kekambuhan seringkali terjadi, meskipun biasanya lebih ringan dan durasinya
lebih singkat dari kejadian primernya. Biasanya kekambuhan berhenti terjadi setelah 4
bulan.
Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan (pressure-bearing
surfaces). Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus dan merupakan 50% keluhan
penderita pada waktu berobat. Kelainan kulit dapat pula ditemukan pada wajah dan tubuh.
Kelainan pada kulit dapat disertai rasa gatal. Pada bentuk yang tidak klasik, kelainan kulit
yang ada dapat berupa vesikel hingga menyerupai eritema multiform. Kelainan akut pada
kulit ini dapat berlangsung beberapa minggu dan menghilang, tetapi dapat pula rekuren.
Edema skrotum juga dapat terjadi dan gejalanya mirip dengan torsio testis. Gejala prodromal
dapat terdiri dari demam dengan suhu tidak lebih dari 38°C, nyeri kepala dan
anoreksia.(1,2,3,4)
Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis bisa didominasi oleh edema
kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki. Gambaran ini disebut AHEI (Acute Hemorrhagic
Edema of Infancy).(3)
Selain purpura, ditemukan pula gejala artralgia dan artritis yang cenderung bersifat
migran dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut dan pergelangan kaki,
namun dapat pula mengenai pergelangan tangan, siku dan persendian di jari tangan. (1,2,3,4,5)
Kelainan ini timbul lebih dulu (1 – 2 hari) dari kelainan kulit. Sendi yang terkena dapat
menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan ataupun
panas. Kelainan teutama periartrikular dan bersifat sementara, dapat pula rekuren pada masa
penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas menetap.(1,3)
Pada penyakit ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal berupa nyeri abdomen atau
perdarahan gastrointestinalis.(1,3) Keluhan abdomen biasanya timbul setelah timbul kelainan
pada kulit (1 – 4 minggu setelah onset). Organ yang paling sering terlibat adalah duodenum
dan usus halus.(3) Nyeri abdomen dapat berupa kolik abdomen yang berat, lokasi di
periumbilikal dan disertai mual, muntah, bahkan muntah darah dan kadang – kadang
terdapat perforasi usus dan intususepsi ileoileal lebih sering terjadi dibanding
ileokolonal.(1,2) Intususepsi atau perforasi disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang
menyebabkan edema dan perdarahan submukosa dan intramural.(1,3) Kadang dapat juga
terjadi infark usus yang disertai perforasi maupun tidak.(3)
Selain itu dapat juga ditemukan kelainan ginjal, meliputi hematuria, proteinuria
(<2g/d), sindrom nefrotik (proteinuria >40mg/m2/jam) atau nefritis.(1,3) Penyakit pada ginjal
juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit. Adanya kelainan kulit yang persisten
sampai 2 – 3 bulan, biasanya berhubungan dengan nefropati atau penyakit ginjal yang berat.
Resiko nefritis meningkat pada usia di atas 7 tahun, lesi purpura persisten, keluhan abdomen
yang berat dana penurunan aktivitas faktor XIII. Gangguan ginjal biasanya ringan, meskipun
beberapa ada yang menjadi kronik.(1) Seringkali derajat keparahan nefritis tidak
berhubungan dengan parahnya gejala HSP yang lain.(3) Pada pasien HSP dapat timbul
adanya oedem. Oedem ini tidak bergantung pada derajat proteinuria namun lebih pada
derajat vaskulitis yang terjadi. Namun oedem tersebut memang dihubungkan dengan
kejadian proteinuria pada pasien.(3)
Kadang – kadang HSP dapat disertai dengan gejala – gejala gangguan sistem saraf
pusat, terutama sakit kepala. Pada HSP dapat ditemukan adanya vaskulitis serebral. Pada
beberapa kasus langka, HSP diduga dapat menyebabkan gangguan serius seperti kejang,
paresis atau koma. Gejala – gejala gangguan neurologis lain yang dapat muncul antara lain
perubahan tingkat kesadaran, apatis, somnolen, hiperaktivitas, iritabilitas, ketidakstabilan
emosi, kejang (parsial, parsial kompleks, umum, status epileptikus), dan defisit neurologis
fokal (afasia, ataxia, korea, hemiparesis, paraparesis, kuadraparesis. Dapat juga terjadi
poliradikuloneuropati (sindroma Guillain-Barré) dan mononeuropati (nervus fasialis,
femoralis, ulnaris).(3)
Hati dan kandung empedu juga bisa terlibat dengan gejala hepatomegali, hidrops
kandung empedu, kolesistitis. Semua ini bisa menyebabkan keluhan nyeri abdomen pada
pasien. Apendisitis akut juga pernah dilaporkan terjadi pada pasien HSP. (3)
Gejala - gejala lain yang pernah dilaporkan tetapi jarang terjadi antara lain vaskulitis
miokardia, vaskulitis paru yang menyebabkan perdarahan paru bilateral, ureteritis stenosis,
oedem penis, orkitis, priapisme, perdarahan intrakranial, hematoma subperiosteal orbital
bilateral, hematoma adrenal dan pankreatitis akut.(3)
Nefritis cenderung ringan dan self-limited, namun beberapa anak menjadi penyakit ginjal
yang persisten dan dapat berkembang menjadi end-stage renal disease. Prognosis HSP baik
pada pasien tanpa penyakit ginjal, namun perdarahan saluran cerna atau intussusepsi dapat
menyebabkan komplikasi akut. Pada HSP dengan keterlibatan ginjal prognosisnya tidak
dapat diprediksi, morbiditas jangka panjang pada ginjal dapat bermanifestasi bahkan hingga
bertahun-tahun setelah pemulihan.
Kulit
Ruam khas HSP adalah palpable purpura yang distribusinya simetris pada ekstensor,
tungkai bawah dan bokong. Beberapa kasus melibatkan lengan, wajah dan telinga tetapi
biasanya hanya sekitar batang tubuh. Purpura HSP dapat berupa petechiae, ekimosis besar,
dan dapat didahului dengan urtikaria atau eritematosa, makulopapular lesi. Lesi bulosa yang
parah jarang terjadi pada anak-anak, hanya sekitar 2% dari pasien.
Gastrointestinal
Kejadian keterlibatan gastrointestinal dilaporkan umumnya antara 50-75% dari
kasus dengan presentasi yang paling umum adalah nyeri perut kolik. Gejala lain termasuk
muntah dan perdarahan gastrointestinal bermanifestasi sebagai darah samar pada tinja atau
tampak secara makroskopik. Perdarahan gastrointestinal masif jarang ditemukan, hanya
dilaporkan pada sekitar 2% dari pasien. Gejala tersebut merupakan hasil dari edema dan
perdarahan dinding usus akibat vaskulitis. Intususepsi juga merupakan komplikasi yang
jarang terjadi namun penting untuk ditegakkan segera karena keterlambatan manajemen
dapat mengakibatkan usus iskemik. Enteropati, pankreatitis, dan hidrops kandung empedu
dapat juga terjadi. Harus diingat bahwa edema sekunder akibat hipoalbuminemia mungkin
terjadi karena sindrom nefrotik atau kehilangan protein pada enteropati atau kombinasi
keduanya.
Persendian
Arthritis atau athralgia terjadi pada 15-25% kasus namun hingga 82% pasien
mengalami gejala pada persendian selama penyakit berlangsung. Arthritis biasanya
mengenai persendian besar pada anggota gerak bagian bawah termasuk lutut, pergelangan
kaki, tumit, dan panggul. Namun tidak menutup kemungkinan anggota gerak atas juga
terlibat. Pada sebuah review retrospektif 100 pasien, 72%
pasien mengalami gejala pada sendi tumit dan pergelangan kaki, 50% pasien mengalami
gejala pada lutut, 26% pasien mengalami gejala pada tangan dan pergelangan tangan, dan
10% pada sendi siku. Gejala yang terjadi meliputi nyeri sendi, bengkak dan penurunan range
of movement. Meskipun keterlibatan sendi tampak memperberat penyakit, namun hal ini
tidak menyebabkan kerusakan permanen.
Renal
Keterlibatan ginjal pada HSP dilaporkan terjadi pada 12-92% kasus. Penyakit ginjal
bermanifestasi sebagai hematuria, proteinuria, sindrom nefrotik/nefritis, renal impairment,
dan hipertensi. Kondisi ini berkembang dalam 4 minggu pada 75-80% kasus dan dalam 3
bulan pada 97-100% kasus. Pada kasus yang tidak khas, insiden peyakit ginjal yang berat
meliputi nefritis akut, sindrom nefrotik, atau renal impairment 5-7%. Hipertensi dapat
terjadi pada kasus yang melibatkan ginjal. Apabila penyakit ginjal tidak membaik saat HSP
membaik, diperlukan investigasi lebih lanjut.
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik daripada
dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dapat mengarahkan kepada diagnosis
HSP yaitu ruam purpurik pada kulit terutama di bokong dan ekstremitas bagian bawah
dengan satu atau lebih gejala berikut: nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis,
artralgia atau artritis, dan hematuria atau nefritis.(1,2,3,4,5)
1. Yuly, A. Purpura Henoch-Schönlein. Dalam Cermin Dunia Kedokteran Edisi 194 Volume
139 Nomor 6. 2012. Available at http://www.kalbe.co.id diakses tanggal 19 Agustus 2013
2. Matondang CS, Roma J. Purpura Henoch-Schonlein. Dalam: Akip AAP, Munazir Z,
Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2007;373-7.
3. Bossart P. Henoch-Schönlein Purpura. eMedicine, 2005. Diakses dari
www.emdecine.com/emerg/topic845.htm Diakses tanggal 19 Agustus 2013.
4. Scheinfeld NS. Henoch-Schönlein Purpura. eMedicine, 2008. Diakses dari
www.emedicine.medscape.com/article/984105-overview Diakses tanggal 19 Agustus 2013
5. D’Alessandro DM. Is It Really Henoch-Schönlein Purpura. Pediatric Education, 2009.
Diakses dari http://www.pediatriceducation.org/2009/02/ Diakses tanggal 19 Agustus 2013
6. Kraft DM, McKee D, Scott C. Henoch-Schönlein Purpura: A Review. American Family
Physician, 1998. Diakses dari http://www.aafp.org/afp/980800ap/kraft.html Diakses
tanggal 19 Agustus 2013.
7. Jauloha O, Henoch-Schönlein purpura in children.. Acta Univ. Oul. D 2012; 1151
8. Lahita RG. Influence of age on Henoch Schonlein purpura. Lancet 1997;350:1116-7.
9. Calvino MC, Llorca J, Garcia Porrua C, et al. Henoch-Schonlein purpura in children from
Northwestern Spain. Medicine (Baltimore) 2001;80:279–90.
10. Sinclair P. Henoch-Schönlein purpura-a review. Current Allergy & Clinical Immunology,
August 2010 Vol 23, No. 3
11. Sohagia AB, Gunturu SG, Tong TR, Hertan HI. Henoch-Schönlein purpura- a case report
and review of literature. Gastroenterology Research and Practice Volume 2010.
33