NASKAH PSIKIATRI
F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
1
prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis
pasien dengan gangguan mood. Pada laporan kasus ini, akan dibahas secara
menyeluruh tentang skizoafektif tipe manik.1,3,4
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gangguan skizoafektif merupakam penyakit dengan gejala psikotik yang
persisten, seperti halusinasi atau delusi, yang terjadi bersama-sama dengan
masalah suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode campuran.1
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol pada saat
yang bersamaan, atau dalam beberapa hari setelah yang lain, dalam episode yang
sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode
skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya.1
2.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1 persen,
kemungkinan berkisar 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, gambaran tersebut
merupakan perkiraan oleh karena berbagai studi mengenai gangguan skizoafektif
menggunakan berbagai macam kriteria diagnosis. Pada praktis klinis, diagnosis
permulaan gangguan skizoafektif sering digunakan bila seorang klinisi tidak yakin
akan diagnosis. 1
Insiden pada pria lebih rendah daripada wanita. Onset umur pada wanita lebih
besar daripada pria. Pada usia tua gangguan skizoafektif tipe depresif lebih sering,
sedangkan untuk usia muda lebih sering gangguan skizoafektif tipe bipolar. Laki-
laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial.5
2.3 Etiologi
Penyebab gangguan skizoafektif belum diketahui secara pasti, namun
diduga disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmitter otak, seperti
serotonin, norepinefrin, dan dopamin. Selain itu, diduga bahwa etiologi gangguan
skizoafektif mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu, teori etiologi
mengenai gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan faktor
lingkungan. 1,6,5
3
2.4 Manifestasi Klinis
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood dan gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang
sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala
skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan
disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan begitupun sebaliknya pada
gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.1
Gejala klinis skizofrenia berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa (PPDGJ-III), harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat
jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):
a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda ; atau “thought insertion or
withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya
(insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”= isi pikirannya tersiar
keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b) “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy” = waham
tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari
luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh /
anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus).
“delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien
pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara),
atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
4
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor.
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan
diri secara sosial.c
5
Berikut ini adalah manifestasi klinis gangguan skizoafektif berdasarkan
subtipe.
6
c. Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran3
Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia ada secara bersama-
sama dengan gejala-gejala gangguan afektif bipolar tipe campuran.
2.5 Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-V, yaitu:5
A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu.
Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode
campuran dengan gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.
Catatan : Episode depresi berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama
sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode ditemukan untuk sebagian
bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit..
D. Gangguan bukan kareka efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya
obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum
Diagnosisnya adalah episode mood yang menumpang tindih skizofrenia.
Sebagian besar diagnosis psikiatri, gangguan afektif sebaiknya tidak digunakan jika
gejala disebabkan penyalahgunaan zat atau keadaan medis sekunder.
Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah
karena cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-
kondisi lain dengan gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau
membentuk sebagian penyakit skizoafektif yang sudah ada, atau dimana gejala-
gejala itu berada bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguan- gangguan
waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuali dalam F20-
F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan (mood) pada
gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis gangguan
skizoafektif.1,4
7
Pedoman diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III, anttara lain:4
A. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitive adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan
afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (stimultaneously),
atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode
penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik
atau depresif.
B. Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gelaja skizofrenia
dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
C. Bila seseorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F.20.4 (Depresi
Pasca-skizofrenia).
D. Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoefektif berulang, baik
berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F.25.1) atau campuran dari
keduanya (F.25.2). pasien lain mengalami satu atau dua episode manik atau
depresi (F30-F33).
8
gangguan mood. Di dalam praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin
mengganggu deteksi gejala gangguan mood pada masa tersebut atau masa lalu.
Dengan demikian, klinisi boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala
psikosis yang paling akut telah terkendali.1,4
9
Stelazine memiliki efek antiadrenergik sentral, antidopaminergik, dan efek
antikolinergik minimal. Hal ini diyakini stelazine dapat bekerja dengan
memblokade reseptor dopamin D1 dan D2 di jalur mesokortical dan mesolimbik,
menghilangkan atau meminimalkan gejala skizofrenia seperti halusinasi, delusi,
dan berpikir dan berbicara yang tidak terarah. Stelazine menimbulkan efek samping
ekstrapiramidal seperti akatisia, distonia, dan parkinsonisme selain itu dapat
menimbulkan efek samping antikolinergik seperti merah mata dan xerostomia
(mulut kering). Stelazine dapat menurunkan ambang kejang sehingga harus berhati-
hati penggunaan stelazine pada orang yang mempunyai riwayat kejang.1
Pengobatan untuk dengan gangguan skizoafektif merespon terbaik untuk
pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat
moodstabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Untuk orang gangguan
skizoafektif dengan tipe manik, menggabungkan obat antipsikotik dengan mood
stabilizer cenderung bekerja dengan baik.7
b. Psikoterapi
Selain psikofarmaka, psikoterapi dan edukasi juga sangat diperlukan.
Menurut penelitian pengobatan hanya dengan obat tidak cukup untuk kesembuhan
pasien, tetapi juga harus diiringi oleh lingkungan keluarga yang mendukung dan
sikap pasien terhadap penyakit yang diderita.
Karena pengobatan yang konsisten penting untuk hasil terbaik, psiko- edukasi
pada penderita dan keluarga, serta menggunakan obat long acting bisa menjadi
bagian penting dari pengobatan pada gangguan skizoafektif.7
10
dengan skizofrenia. Generalisasi tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian
yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang ditunjuk
dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu
sendiri.
Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe bipolar,
mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan gangguan
bipolar dan bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang perlahan-
lahan; tidak ada faktor pencetus; menonjolnya gejala psikotik, khususnya gejala
defisit atau gejala negatif; onset yang awal; perjalanan yang tidak mengalami
remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-masing
karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau tidak
adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan
perjalanan penyakit.
11
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
3.1.1 Identitas Pasien
Nama (inisial) : Ny. DF
MR : 00.05.54
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat & tanggal lahir : Padang, 18 September 1978
Umur : 41 tahun
Status perkawinan : Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku bangsa : Minangkabau
Negeri Asal : Lubuk Begalung
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Alamat : Koto Baru 1 No 17 RT 5 RW 2
Kecamatan Lubuk Begalung
Padang
12
3.2.1 Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf
yang sesuai)
1. Sendiri
2. Keluarga
3. Polisi
4. Jaksa/ Hakim
5. Dan lain-lain
13
3.2.5 Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien mengatakan berobat ke Poliklinik Jiwa rutin sejak tahun 2014. Pasien
mengatakan pernah dirawat di RS Jiwa Prof. HB Saanin Padang pada tahun 2017.
Pasien dibawa ke IGD saat itu karena marah-marah, bicara kacau, dan melempar
barang-barang ke orang yang ada didekatnya. Pasien saat itu juga mengatakan
bahwa pasien sering melihat sesosok bayangan hitam besar yang tidak berbentuk.
Pasien juga sering mendengar bisikan-bisikan yang menyuruhnya berbuat jahat ke
orang lain. Sebelum itu, pasien memang sedang ada masalah perceraian dengan
suaminya. Pasien dirawat selama 27 hari. Setelah itu pasien rutin kontrol ke
Poliklinik Jiwa RS Prof HB. Saanin Padang dan rutin minum obat. Setelah dirawat
di RS Jiwa tahun 2017 pasien mengaku sudah jarang melihat bayangan dan
mendengar suara-suara.
14
c. Riwayat Penggunaan Napza
Pasien tidak merokok, meminum alkohol dan mengkonsumsi obat-obatan
terlarang.
3.2.6 Riwayat Keluarga
a. Identitas orang tua/ pendamping
Ayah Ibu
Pendidikan SD SD
15
Peminum (-), Pencemas (-), Penyedih (-), Perfeksionis (-), Dramatisasi (-),
Pencuriga (-), Pencemburu (-), Egois (-), Penakut (-), Tidak bertanggung
jawab (-).
Ket: ** diisi dengan tanda (+) atau (-)
c. Saudara
Jumlah bersaudara empat orang dan pasien anak ke dua
d. Urutan bersaudara
1. Lk 2. Pr (pasien) 3. Pr 4. Pr
16
f. Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan
tingkah laku dan bagaimana pasien dengan mereka
No Hubungan dengan pasien Gambaran sikap Kualitas hubungan
dan tingkah laku (akrab/biasa/kurang/
tak peduli)
1. Anak 1 Baik Biasa
2. Ibu Baik Biasa
3. Ayah Baik Biasa
4. Kakak Baik Biasa
5. Adik I Baik Biasa
6. Adik 2 Baik Biasa
17
Skema Pedegree
Keterangan :
: Keluarga yang sudah meninggal
: Keluarga yang sudah meninggal
: Pasien
: Laki-laki
: Perempuan
a) Riwayat pekerjaan
Pasien seorang IRT, saat sakit ini pasien membantu keluarga dirumah seperti
18
mencuci piring, membersihkan rumah, dan menyapu.
- Polusi lingkungan: bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (-), dan lain-lain.
19
20
e) Ciri kepribadian sebelumnya/ gangguan kepribadian (untuk aksis II)
Skizoid Emosi dingin (-), tidak acuh pada orang lain (-), perasaan hangat
atau lembut pada orang lain (-), peduli terhadap pujian maupun
kecaman (-), kurang teman (-), pemalu (-), sering melamun (-),
kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual (- ), suka
aktivitas yang dilakukan sendiri (+)
Skizotipial Pikiran gaib (-), ideas of reference (-). Isolasi sosial (-), ilusi
berulang (-), pembicaraan yang ganjil (-), bila bertatap muka
dengan orang lain tampak dingin atau tak acuh (-)
21
hipersomnia (-), kurang bersemangat (-) rasa rendah diri (-),
penurunan aktivitas (-), mudah merasa sedih dan menangis (-)
dan lain-lain
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain (-), sikap yang amat
tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus (-),
tidak mampu mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat
dari pengalaman (-), tidak peduli pada norma-norma, peraturan
dan kewajiban seseorang (-), tidak mampu memelihara suatu
hubungan agar berlangsung lama (-), iritabilitas (-), agresivitas
(-), impulsif (-),sering berbohong (-), sangat cenderung
menyalahkan orang lain atau menawarkan rasionalisasi yang
masuk akal untuk perlaku yang membuat pasien konflik dengan
masyarakat (-)
22
rasa bosan kronik (-), dan lain-lain.
Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif (-), merasa dirinya
tidak mampu (-), tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain
(-), keengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa
yakin disukai (-), preokupasi yang berlebihan terhadap kritik
dan penolakan dalam situasi sosial (-), menghindari aktivitas
sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak
interpersonal karena takut dikritik, tidak didukung, atau ditolak
(-)
23
), masalah dengan atasan/ bawahan (-), mulai pertama kali bekerja (-), masuk
sekolah (-), pindah kerja (-), persiapan masuk pension (-), pensiun (-), berhenti
bekerja (-), masalah di sekolah (-), masalah jabatan/ kenaikan pangkat (-),
pindah rumah (-), pindah ke kota lain (-), transmigrasi (-), pencurian (-),
perampokan (-), ancaman (-), keadaan ekonomi yang kurang (-), memiliki
hutang (-), usaha bangkrut (-), masalah warisan (-), mengalami tuntutan hukum
(-), masuk penjara (-), memasuki masa pubertas (-), memasuki usia dewasa (-),
menopause (-), mencapai usia 50 tahun (-), menderita penyakit fisik yang parah
(-), kecelakaan (-), pembedahan (-), abortus (-), hubungan yang buruk antar
orang tua (-), terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga (-), cara
pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang tua atau kakek nenek (-), sikap
orang tau yang acuh tak acuh pada anak (-), sikap orang tua yang kasar atau
keras terhadap anak (-), campur tangan atau perhatian yang lebih dari orang tua
terhadap anak (-), orang tua yang jarang berada di rumah (-), terdapat istri lain
(-), sikap atau kontrol yang tidak konsisten (-), kontrol yang tidak cukup (-),
kurang stimulasi kognitif dan sosial (-), bencana alam (-), amukan masa (-),
diskriminasi sosial (-), perkosaan (-), tugas militer (-), kehamilan (-), melahirkan
di luar perkawinan (-), dan lain-lain.
24
3.3. Status Internus
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : Teraba kuat, teratur, frekuensi 75x/menit
Nafas : simetris kiri dan kanan, teratur, frekuensi 18x/menit
Suhu : 36,50 C
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 55 kg
Bentuk Badan : Normal
25
c) Bradikinesia : tidak ada
d) Cara berjalan : Normogait
e) Keseimbangan : tidak terganggu
f) Rigiditas : tidak ada
Motorik :
a) Tonus : eutonus
b) Turgor : baik
c) Kekuatan : 555 555
555 555
d) Koordinasi : baik
26
5. Tingkah laku dan aktifitas psikomotor
Cara berjalan: biasa (+), sempoyongan (-), kaku (-), dan lain-lain
Ekhopraksia (-), katalepsi (-), luapan katatonik (-), stupor katatonik (-),
rigiditas katatonik (-), posturing katatonik (-), cerea fleksibilitas (-),
negativisme (-), katapleksi (-), stereotipik (-), mannerisme (-),
otomatisme (-), otomatisme perintah (-), mutisme (-), agitasi psikomotor
(-), hiperaktivitas/hiperkinesis (+), tik (-), somnabulisme (-), akathisia
(-), kompulsi (-), ataksia (-), hipoaktivitas (-), mimikri (-)
27
Agresi (-), acting out (-), abulia (-), tremor (-), ataksia (-), chorea (-),
distonia (-), bradikinesia (-), rigiditas otot (-),diskinesia (-),konvulsi (-),
seizure (-), piomanisa (-), vagabondage (-)
3.5.3. Emosi
Hidup emosi*: stabilitas (stabil/tidak), pengendalian (adekuat/tidak
adekuat), echt/unecht, dalam/dangkal, skala differensiasi (sempit/luas),
arus emosi (biasa/lambat/cepat)
1. Afek
Afek appropriate/ serasi (+), afek inappropriate/ tidak serasi(-), afek
tumpul (-), afek yang terbatas (-), afek datar (-), afek yang labil (-).
2. Mood
Mood eutimik (-), mood disforik (-), mood yang meluap-luap (expansive
mood) (-), mood yang iritabel (-), mood yang labil (swing mood) (-),
mood meninggi (elevated mood/ hipertim) (+), euforia (-), ectasy (-),
mood depresi (hipotim) (-), anhedonia (-), dukacita (-), aleksitimia (-),
elasi (-), hipomania (-), mania(+), melankolia(-), La belle indifference (-
), tidak ada harapan (-).
28
3. Emosi lainnya
Ansietas (-), free floating anxiety (-), ketakutan (-), agitasi (-), tension
(ketegangan) (-), panic (-), apati (-), ambivalensi (-), abreaksional (-),
rasa malu (-), rasa berdosa/ bersalah (-), kontrol impuls (-).
29
insertion (-), though of control (-), waham cemburu/ waham
ketidaksetiaan (-), waham menyalahkan diri sendiri (-), erotomania
(-), pseudologia fantastika (-), waham agama (-), waham curiga (-)
Idea of reference (-)
Preokupasi pikiran (-), egomania (-), hipokondria (-), obsesi (-),
kompulsi (-), koprolalia (-), hipokondria (-), obsesi (-), koprolalian
(-), fobia (-), noesis (-), unio mystica (-).
3.5.5. Persepsi
Halusinasi
Non patologis: Halusinasi hipnagogik (-), halusinasi hipnopompik (-),
Halusinasi auditorik (+), halusinasi visual (+), halusinasi olfaktorik
(-), halusinasi gustatorik (-), halusinasi taktil (-), halusinasi somatik (-
), halusinasi liliput (-), halusinasi sejalan dengan mood (-), halusinasi
yang tidak sejalan dengan mood (-), halusinosis (-), sinestesia (-),
halusinasi perintah (command halusination), trailing phenomenon (-).
Ilusi (-)
Depersonalisasi (-), derealisasi (-)
3.5.6. Mimpi dan Fantasi
Mimpi : tidak ada
Fantasi : tidak ada
3.5.7. Fungsi kognitif dan fungsi intelektual
1. Orientasi waktu (tidak terganggu), orientasi tempat (baik), orientasi
personal (baik), orientasi situasi (baik).
2. Atensi (perhatian) (+), distractibilty (-), inatensi selektif (-),
hipervigilance (-), dan lain-lain.
3. Konsentrasi (baik), kalkulasi (baik)
4. Memori (daya ingat) : gangguan memori jangka lama/ remote (-),
gangguan memori jangka menengah/ recent past (-), gangguan memori
jangka pendek/ baru saja/ recent (-), gangguan memori segera/
immediate (-), amnesia (-), konfabulasi (-), paramnesia (-).
30
5. Luas pengetahuan umum: baik
6. Pikiran konkrit: baik
7. Pikiran abstrak: baik
8. Kemunduran intelek: (tidak), retardasi mental (-), demensia (-),
pseudodemensia (-).
32
3.10. Penatalaksanaan
a) Farmakoterapi
b) Psikoterapi
1. Kepada pasien
Psikoterapi suportif
Berempati pada pasien, memahami keadaan pasien,
mengidentifikasi /faktor pencetus, serta mengarahkan untuk
memecahkan permasalahan.
Psikoedukasi
Memberikan pengetahuan kepada pasien tentang gangguan
yang dialaminya. Diharapkan pasien dapat secara efektif
mengenali gejala, penyebab dan terapi yang dibutuhkannya
untuk mengurangi gejala dan menghindari terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan.
3.11. PROGNOSIS
Prognosis Baik
Kriteria Penilaian
Prognosis Buruk
Kriteria Penilaian
33
Awitan muda -
Tidak ada faktor presipitasi -
Awitan insidious -
Lajang, cerai +
34
BAB IV
DISKUSI / ANALISIS KASUS
35
menyebabkan terjadinya aktivitas dopamine pathways sehingga terjadi
keseimbangan pada serotonin dopamine. Dopamine yang dilepaskaan seimbang
dengan yang di hambat sehingga menekan gejala negative skizofrenia. Sementara
itu, antagonis 5HT2A gagal mengalahkan antagonis D2 pada jalur mesolimbik,
sehinga tidak dapat mempengaruhi blockade reseptor O2 di mesolimbik. Hal ini
akan menyebabkan perbaikan gejala positif skizofrenia. Selain itu, pasien juga
mendapatkan asam valproat yang biasanya dapat digunakan pada pasien-pasien
manik.
Terapi non farmakologis memegang peranan yang juga penting pada pasien
ini. Jenis terapi non farmakologis yang bisa dilakukan terhadap pasien ini adalah
psikoterapi suportif, psikoedukasi saat kondisi pasien stabil dan bisa
berkomunikasi. Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperlihatkan minat kita
pada pasien, memberikan perhatian, dukungan, dan optimis. Dalam psikoterapi
suportif, terapis menunjukkan penerimaan terhadap kasus dengan cara
menunjukkan perilaku yang hangat, ramah namun tetap berwibawa. Tujuannya
adalah agar pasien merasa aman, diterima dan dilindungi.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan &
Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC. 2014:147-68.
2. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 2014:910-
3
3. Skizofrenia. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis Psikiatri
- Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Tanggerang : Binarupa
Aksara Publisher. 2010:699-744.
4. Amir N. Skizofrenia. Dalam: Buku Ajar Psikiatri. Edisi kedua. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI: 2014; 173: 173-203.
5. Idaiani S, Yunita I, Prihatini S, Indrawati L. Gangguan Mental Berat.
Dalam: Riset Kesehatan Dasar 2013. Indonesia: Kementrian Kesehatan RI;
2013: 125-127.
6. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya: 2013; 46-48.
7. Benjamin J., Sadock MD. Virginia A. Kaplan & Sadock’s Pocket Handbook
of Psychiatric Drug Treatment Psychosis and Schizophrenia. Editor : Stahl,
Stephen M. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential
Psychopharmacology. 3rd Edition. England : Cambridge University Press.
2008:26-34.
37
38
39
40
41