Anda di halaman 1dari 42

Case Report Session

NASKAH PSIKIATRI
F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik

Nama Dokter Muda : Zilga Ekha Regina P 2835 B


Shinta Chamarelza P 2836 B

Nama Perseptor : dr. Haryezi, Sp.KJ (K)

BAGIAN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Gangguan skizoafektif adalah gangguan jiwa yang memiliki gambaran baik
skizofrenia dan gangguan afektif (saat ini disebut dengan gangguan mood).
Berbagai studi mengenai gangguan skizoafektif telah menggunakan berbagai
kriteria diagnostik.1
Prevalensi seumur hidup pada gangguan skizoafektif kurang dari satu
persen, berkisar antara 0,5 - 0,8 persen. Namun, gambaran tersebut masih
merupakan perkiraan. Prevalensi gangguan tersebut dilaporkan perempuan lebih
tinggi dibandingkan laki-laki, terutama perempuan yang sudah menikah dan usia
awitan untuk perempuan lebih lanjut daripada laki-laki, seperti pada skizofrenia.2
Pada gangguan skizoafektif, gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit
yang sama. Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang
sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Pada gangguan
skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol. Gejala yang khas pada
pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam berpikir, perubahan
dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu manik
maupun depresif.1,3
Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif telah berubah seiring waktu,
sebagian besar merupakan refleksi perubahan kriteria diagnostik skizofrenia dan
gangguan mood, namun, tetap merupakan diagnosis yang paling baik untuk pasien
yang mempunyai gejala campuran keduanya. Diagnosis gangguan skizoafektif
ditegakkan bila memenuhi kriteria diagnosis berdasarkan DSM-V ataupun PPDGJ-
III. Diagnosis banding gangguan skizoafektif biasanya mencakup semua bentuk
gangguan mood dan skizofrenia. Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik,
pemeriksaan medis lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab
organik. Mood stabilizer merupakan cara utama pengobatan gangguan bipolar dan
diharapkan dapat bermanfaat pada pengobatan pasien dengan gangguan
skizoafektif. Pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai

1
prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis
pasien dengan gangguan mood. Pada laporan kasus ini, akan dibahas secara
menyeluruh tentang skizoafektif tipe manik.1,3,4

1.2 Batasan Masalah


Laporan kasus ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi,
gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis skizoafektif tipe manik.

1.3 Metode Penulisan


Metode yang dipakai dalam penulisan laporan kasus ini berupa tinjauan
kepustakaan yang merujuk kepada kasus dan berbagai literatur.

1.4 Tujuan Penulisan


Laporan kasus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman
mengenai etiologi, gambaran klinis, diagnosis, dan penatalaksanan, prognosis
skizoafektif tipe manik.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gangguan skizoafektif merupakam penyakit dengan gejala psikotik yang
persisten, seperti halusinasi atau delusi, yang terjadi bersama-sama dengan
masalah suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode campuran.1
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol pada saat
yang bersamaan, atau dalam beberapa hari setelah yang lain, dalam episode yang
sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode
skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya.1

2.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1 persen,
kemungkinan berkisar 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, gambaran tersebut
merupakan perkiraan oleh karena berbagai studi mengenai gangguan skizoafektif
menggunakan berbagai macam kriteria diagnosis. Pada praktis klinis, diagnosis
permulaan gangguan skizoafektif sering digunakan bila seorang klinisi tidak yakin
akan diagnosis. 1
Insiden pada pria lebih rendah daripada wanita. Onset umur pada wanita lebih
besar daripada pria. Pada usia tua gangguan skizoafektif tipe depresif lebih sering,
sedangkan untuk usia muda lebih sering gangguan skizoafektif tipe bipolar. Laki-
laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial.5

2.3 Etiologi
Penyebab gangguan skizoafektif belum diketahui secara pasti, namun
diduga disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmitter otak, seperti
serotonin, norepinefrin, dan dopamin. Selain itu, diduga bahwa etiologi gangguan
skizoafektif mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu, teori etiologi
mengenai gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan faktor
lingkungan. 1,6,5

3
2.4 Manifestasi Klinis
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood dan gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang
sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala
skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan
disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan begitupun sebaliknya pada
gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.1
Gejala klinis skizofrenia berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa (PPDGJ-III), harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat
jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):
a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda ; atau “thought insertion or
withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya
(insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”= isi pikirannya tersiar
keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b) “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy” = waham
tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari
luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh /
anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus).
“delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien
pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara),
atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

4
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor.
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan
diri secara sosial.c

5
Berikut ini adalah manifestasi klinis gangguan skizoafektif berdasarkan
subtipe.

a. Gangguan Skizoafektif Tipe Manik


Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek
yang tak begitu mencolok dikombinasi dengan iritabilitas atau
kegelisahan yang meningkat. Dalam episode yang sama harus jelas ada
sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua gejala skizofrenia yang khas
(sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia).c
Gejala manik antara lain aktivitas yang berlebihan, percepatan dan
kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide perihal
kebesaran/ ”grandiose ideas” dan terlalu optimistik.d

b. Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif


Harus ada depresi yang menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala
depresif yang khas atau kelainan perilaku seperti yang terdapat dalam
kriteria episode depresif; dalam episode yang sama, sedikitnya harus ada
satu atau lebih dua gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan
untuk pedoman diagnostik skizofrenia).c
Gejala utama episode depresif adalah:
 Suasana perasaan depresif
 Kehilangan minat dan kegembiraan
 Energi yang menurun mendekati keadaan mudah lelah (rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya episode depresif:
 Konsentrasi dan perhatian menurun
 Harga diri dan kepercayaan diri menurun
 Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
 Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
 Pikiran atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
 Tidur terganggu
 Nafsu makan berkurang.4

6
c. Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran3
Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia ada secara bersama-
sama dengan gejala-gejala gangguan afektif bipolar tipe campuran.

2.5 Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-V, yaitu:5
A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu.
Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode
campuran dengan gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.
Catatan : Episode depresi berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama
sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode ditemukan untuk sebagian
bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit..
D. Gangguan bukan kareka efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya
obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum
Diagnosisnya adalah episode mood yang menumpang tindih skizofrenia.
Sebagian besar diagnosis psikiatri, gangguan afektif sebaiknya tidak digunakan jika
gejala disebabkan penyalahgunaan zat atau keadaan medis sekunder.
Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah
karena cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-
kondisi lain dengan gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau
membentuk sebagian penyakit skizoafektif yang sudah ada, atau dimana gejala-
gejala itu berada bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguan- gangguan
waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuali dalam F20-
F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan (mood) pada
gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis gangguan
skizoafektif.1,4

7
Pedoman diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III, anttara lain:4
A. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitive adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan
afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (stimultaneously),
atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode
penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik
atau depresif.
B. Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gelaja skizofrenia
dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
C. Bila seseorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F.20.4 (Depresi
Pasca-skizofrenia).
D. Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoefektif berulang, baik
berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F.25.1) atau campuran dari
keduanya (F.25.2). pasien lain mengalami satu atau dua episode manik atau
depresi (F30-F33).

2.6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding psikiatri dapat mencakup semua bentuk gangguan mood
dan skizofrenia. Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan
medis lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik gejala.
Riwayat penyalahgunaan obat dengan atau tanpa uji toksikologi positif dapat
mengindikasikan gangguan terinduksi zat. Keadaan medis sebelumnya,
pengobatan, atau keduanya dapat menyebabkan gangguan psikotik dan mood.
Pasien yang diobati dengan steroid, penyalahgunaan amfetamin dan phencyclidine
(PCP), dan beberapa pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara khusus
kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan gangguan mood yang bersama-
sama. Setiap kecurigaan terhadap kelainan neurologis perlu didukung dengan
pemeriksaan pemindaian (scan) otak untuk menyingkirkan patologi anatomis
bangkitan yang mungkin. Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua
kemungkinan yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan

8
gangguan mood. Di dalam praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin
mengganggu deteksi gejala gangguan mood pada masa tersebut atau masa lalu.
Dengan demikian, klinisi boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala
psikosis yang paling akut telah terkendali.1,4

2.7 Tatalaksana Skizoafektif6


a. Psikofarmaka
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan
di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang mendasari
farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa protokol antidepresan dan
antimanik diikuti jika semuanya diindikasikan dan bahwa antipsikotik digunakan
hanya jika diperlukan untuk pengendalian jangka pendek. Jika protokol thymoleptic
tidak efektif di dalam mengendalikan gejala atas dasar berkelanjutan, medikasi
antipsikotik dapat diindikasikan. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar,
harus mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine (Tegretol), valproate
(Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja tidak efektif.
Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, harus diberikan percobaan
antidepresan dan terapi elektrokonvulsif (ECT) sebelum mereka diputuskan tidak
responsif terhadap terapi antidepresan.6
Farmakoterapi untuk mengatasi gejala skizoafektif tipe manik yaitu
pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat
moodstabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Carbamazepine adalah
obat antikejang yang digunakan sebagai stabilizer mood. Cara kerja mood stabilIzer
yaitu membantu menstabilkan kimia otak tertentu yang disebut neurotransmitters
yang mengendalikan temperamen emosional dan perilaku dan menyeimbangkan
kimia otak tersebut sehingga dapat mengurangi gejala gangguan kepribadian
borderline. Efek samping carbamazepine dapat menyebabkan mulut kering dan
tenggorokan, sembelit, kegoyangan, mengantuk, kehilangan nafsu makan, mual,
dan muntah. Karbamazepin tidak boleh digunakan bersama dengan inhibitor
monoamine oxidase (MAOIs ). Hindari minum alkohol saat mengambil
carbamazepine. Hal ini dapat meningkatkan beberapa efek samping carbamazepine
yaitu dapat meningkatkan risiko untuk kejang.1

9
Stelazine memiliki efek antiadrenergik sentral, antidopaminergik, dan efek
antikolinergik minimal. Hal ini diyakini stelazine dapat bekerja dengan
memblokade reseptor dopamin D1 dan D2 di jalur mesokortical dan mesolimbik,
menghilangkan atau meminimalkan gejala skizofrenia seperti halusinasi, delusi,
dan berpikir dan berbicara yang tidak terarah. Stelazine menimbulkan efek samping
ekstrapiramidal seperti akatisia, distonia, dan parkinsonisme selain itu dapat
menimbulkan efek samping antikolinergik seperti merah mata dan xerostomia
(mulut kering). Stelazine dapat menurunkan ambang kejang sehingga harus berhati-
hati penggunaan stelazine pada orang yang mempunyai riwayat kejang.1
Pengobatan untuk dengan gangguan skizoafektif merespon terbaik untuk
pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat
moodstabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Untuk orang gangguan
skizoafektif dengan tipe manik, menggabungkan obat antipsikotik dengan mood
stabilizer cenderung bekerja dengan baik.7

b. Psikoterapi
Selain psikofarmaka, psikoterapi dan edukasi juga sangat diperlukan.
Menurut penelitian pengobatan hanya dengan obat tidak cukup untuk kesembuhan
pasien, tetapi juga harus diiringi oleh lingkungan keluarga yang mendukung dan
sikap pasien terhadap penyakit yang diderita.
Karena pengobatan yang konsisten penting untuk hasil terbaik, psiko- edukasi
pada penderita dan keluarga, serta menggunakan obat long acting bisa menjadi
bagian penting dari pengobatan pada gangguan skizoafektif.7

2.8 Prognosis Skizoafektif1


Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai
prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis
pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan
skizoafektif memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan
gangguan depresif, memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan
gangguan bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien

10
dengan skizofrenia. Generalisasi tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian
yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang ditunjuk
dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu
sendiri.
Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe bipolar,
mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan gangguan
bipolar dan bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang perlahan-
lahan; tidak ada faktor pencetus; menonjolnya gejala psikotik, khususnya gejala
defisit atau gejala negatif; onset yang awal; perjalanan yang tidak mengalami
remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-masing
karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau tidak
adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan
perjalanan penyakit.

11
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS
3.1.1 Identitas Pasien
Nama (inisial) : Ny. DF
MR : 00.05.54
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat & tanggal lahir : Padang, 18 September 1978
Umur : 41 tahun
Status perkawinan : Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku bangsa : Minangkabau
Negeri Asal : Lubuk Begalung
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Alamat : Koto Baru 1 No 17 RT 5 RW 2
Kecamatan Lubuk Begalung
Padang

3.2 RIWAYAT PSIKIATRI


Keterangan/ anamnesis di bawah ini diperoleh dari (lingkari angka di bawah ini)
1. Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 05 November 2019 di Polilinik
Dewasa RS. Jiwa Prof. HB. Saanin Padang

12
3.2.1 Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf
yang sesuai)
1. Sendiri
2. Keluarga
3. Polisi
4. Jaksa/ Hakim
5. Dan lain-lain

3.2.2 Sebab Utama


Pasien berobat ke Poliklinik Dewasa RS Jiwa Prof HB. Saanin Padang, untuk
kontrol ulang.

3.2.3 Keluhan Utama


Pasien berobat ke Poliklinik Dewasa RS Jiwa Prof HB. Saanin padang untuk
kontrol karena pasien masih melihat bayang-bayangan yang tidak berbentuk
berwarna hitam dan mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk melempar
batu ke rumah tetangganya.

3.2.4 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik Dewasa RS Jiwa Prof HB. Saanin Padang pada
pukul 10.00 WIB. Pasien datang ke RS sendirian. Saat ini pasien mengeluhkan sulit
tidur sejak 2 minggu ini. Pasien sulit tidur karena merasa cemas memikirkan anak
dan saudara-saudaranya. Pasien saat ini tinggal dengan kedua orang tua dan
anaknya. Pasien mengatakan cemas kepada anak dan saudaranya jika berada diluar
rumah takut anak dan saudaranya celaka. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala
sejak 2 minggu ini. Pasien mengeluhkan melihat sesuatu bayangan yang tidak
berbentuk berwarna hitam yang melayang. Pasien juga mengeluhkan masih
mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk melempar batu kerumah
tetangganya. Pasien mengaku sejak 1 bulan ini sering lupa meminum obat karena
pasien sibuk membantu pekerjaan ibunya dirumah.

13
3.2.5 Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien mengatakan berobat ke Poliklinik Jiwa rutin sejak tahun 2014. Pasien
mengatakan pernah dirawat di RS Jiwa Prof. HB Saanin Padang pada tahun 2017.
Pasien dibawa ke IGD saat itu karena marah-marah, bicara kacau, dan melempar
barang-barang ke orang yang ada didekatnya. Pasien saat itu juga mengatakan
bahwa pasien sering melihat sesosok bayangan hitam besar yang tidak berbentuk.
Pasien juga sering mendengar bisikan-bisikan yang menyuruhnya berbuat jahat ke
orang lain. Sebelum itu, pasien memang sedang ada masalah perceraian dengan
suaminya. Pasien dirawat selama 27 hari. Setelah itu pasien rutin kontrol ke
Poliklinik Jiwa RS Prof HB. Saanin Padang dan rutin minum obat. Setelah dirawat
di RS Jiwa tahun 2017 pasien mengaku sudah jarang melihat bayangan dan
mendengar suara-suara.

b. Riwayat Gangguan Medis


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit medis, bedah, trauma yang
memerlukan perawatan, trauma kepala, penyakit neurologis, tumor, kejang,
gangguan kesadaran, maupun HIV.

14
c. Riwayat Penggunaan Napza
Pasien tidak merokok, meminum alkohol dan mengkonsumsi obat-obatan
terlarang.
3.2.6 Riwayat Keluarga
a. Identitas orang tua/ pendamping

Identitas Orang Tua Keterangan

Ayah Ibu

Kewarganegaraan Indonesia Indonesia

Suku bangsa Minang Minang

Pendidikan SD SD

Pekerjaan Petani IRT

Umur 65 tahun 60 tahun

Alamat Lubuk Begalung Lubuk Begalung

Hubungan Akrab Akrab


Biasa Biasa
Kurang Peduli Kurang Peduli
Tak peduli Tak peduli

b. Sifat / Perilaku Orang Tua Kandung


1. Ayah kandung (Dijelaskan oleh pasien / diragukan)
**Pemalas (-), Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak suka
bergaul (-), Banyak teman (-), Pemalu (-), Perokok berat (+), Penjudi (-),
Peminum (-), Pencemas (-), Penyedih (-), Perfeksionis (-), Dramatisasi (-),
Pencuriga (-), Pencemburu (-), Egois (-), Penakut (-), Tidak bertanggung
jawab (-).
2. Ibu (Dijelaskan oleh pasien / diragukan)
**Pemalas (-), Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak suka
bergaul (-), Banyak teman (-), Pemalu (-), Perokok berat (-), Penjudi (-),

15
Peminum (-), Pencemas (-), Penyedih (-), Perfeksionis (-), Dramatisasi (-),
Pencuriga (-), Pencemburu (-), Egois (-), Penakut (-), Tidak bertanggung
jawab (-).
Ket: ** diisi dengan tanda (+) atau (-)

c. Saudara
Jumlah bersaudara empat orang dan pasien anak ke dua

d. Urutan bersaudara
1. Lk 2. Pr (pasien) 3. Pr 4. Pr

e. Gambaran sikap/perilaku masing-masing saudara pasien dan


hubungan pasien terhadap masing-masing saudara tersebut

Saudara ke Gambaran sikap dan perilaku Kualitas hubungan dengan saudara


(akrab/biasa/kurang/tak peduli)

1 Baik akrab/biasa/kurang/tak peduli

2 Pasien akrab/biasa/kurang/tak peduli

3 Baik akrab/biasa/kurang/tak peduli

4 Baik akrab/biasa/kurang/tak peduli

16
f. Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan
tingkah laku dan bagaimana pasien dengan mereka
No Hubungan dengan pasien Gambaran sikap Kualitas hubungan
dan tingkah laku (akrab/biasa/kurang/
tak peduli)
1. Anak 1 Baik Biasa
2. Ibu Baik Biasa
3. Ayah Baik Biasa
4. Kakak Baik Biasa
5. Adik I Baik Biasa
6. Adik 2 Baik Biasa

g. Riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasaan dan penyakit fisik pada


anggota keluarga
Anggota Penyakit Jiwa Kebiasaan- Penyakit fisik
Keluarga Kebiasaan
Ayah - - -
Ibu - - Riwayat stroke
Saudara 1 - - -
2 Pasien - -
3 - - -
4 - - -
Suami - - -
Anak - - -

17
Skema Pedegree

Keterangan :
: Keluarga yang sudah meninggal
: Keluarga yang sudah meninggal
: Pasien
: Laki-laki
: Perempuan

h. Riwayat tempat tinggal yang pernah di diami pasien

No. Rumah Tempat Keadaan Rumah


Tinggal
Tenang Cocok Nyaman Tidak Nyaman

1 Rumah Orang Tua V

3.2.7 Riwayat Kehidupan Pribadi

a) Riwayat pekerjaan
Pasien seorang IRT, saat sakit ini pasien membantu keluarga dirumah seperti

18
mencuci piring, membersihkan rumah, dan menyapu.

b) Percintaan, perkawinan, kehidupan seksual dan rumah tangga


 Pasien sudah bercerai dan mempunyai 2 orang anak
 Orientasi seksual (normal)
Keterangan pribadi suami
Nama : Tn. M
Umur : 45 tahun
Suku : Minang
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Status sosial/ekonomi : tinggi, menengah, rendah
 Kehidupan rumah tangga : rukun (-), masalah rumah tangga (+)
 Keuangan : kebutuhan sehari-hari terpenuhi (-), pengeluaran dan
pendapatan seimbang (-), dapat menabung (-).
 Mendidik Anak : suami-istri bersama-sama (-), istri saja (+), suami
saja (-), selain orang tua (-)

c) Situasi sosial saat ini:


- Tempat tinggal: rumah sendiri (-), rumah kontrak (-), rumah susun (-),
apartemen (-), rumah orang tua (+), serumah dengan mertua (-), di
asrama (-), dan lain-lain.

- Polusi lingkungan: bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (-), dan lain-lain.

d) Perihal anak-anak pasien meliputi:


Sikap & Kesehatan Sikap
No Sex Umur Pendidikan
Perilaku Fisik Mental pada anak
1 Perempuan 19 tahun - - baik - baik

19
20
e) Ciri kepribadian sebelumnya/ gangguan kepribadian (untuk aksis II)

Kepribadian Gambaran Klinis

Skizoid Emosi dingin (-), tidak acuh pada orang lain (-), perasaan hangat
atau lembut pada orang lain (-), peduli terhadap pujian maupun
kecaman (-), kurang teman (-), pemalu (-), sering melamun (-),
kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual (- ), suka
aktivitas yang dilakukan sendiri (+)

Paranoid Merasa akan ditipu atau dirugikan (-), kewaspadaan berlebihan


(-), sikap berjaga-jaga atau menutup-nutupi (-), tidak mau
menerima kritik (-), meragukan kesetiaan orang lain (-), secara
intensif mencari-cari kesalahan dan bukti tentang prasangkanya
(-), perhatian yang berlebihan terhadap motif- motif yang
tersembunyi (-), cemburu patologik (-), hipersensitifitas (-),
keterbatasan kehidupan afektif (-)

Skizotipial Pikiran gaib (-), ideas of reference (-). Isolasi sosial (-), ilusi
berulang (-), pembicaraan yang ganjil (-), bila bertatap muka
dengan orang lain tampak dingin atau tak acuh (-)

Siklotimik Ambisi berlebihan (-), optimis berlebihan (-), aktivitas seksual


berlebihan tanpa menghiraukan akibat yang merugikan (-),
melibatkan dirinya secara berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan tanpa menghiraukan kemungkinan yang
merugikan dirinya (-), melucu berlebihan (-), kurangnya
kebutuhan tidur (-), pesimis (-), putus asa (-), insomnia (+),

21
hipersomnia (-), kurang bersemangat (-) rasa rendah diri (-),
penurunan aktivitas (-), mudah merasa sedih dan menangis (-)
dan lain-lain

Histrionik Dramatisasi (-), selalu berusaha menarik perhatian bagi dirinya


(-), mendambakan rangsangan aktivitas yang menggairahkan (-
), bereaksi berlebihan terhadap hal-hal yang sepele (-),
egosentris (-), suka menuntut (-), dependen (-), dan lain-lain

Narsisistik Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan dirinya (-),


preokupasi dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan, dan
kecantikan (-), ekshibisionisme (-), membutuhkan perhatian
dan pujian yang terus menerus (-) hubungan interpersonal yang
eksploitatif (-), merasa marah, malu, terhina, dan rendah diri
bila dikritik (-), dan lain-lain

Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain (-), sikap yang amat
tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus (-),
tidak mampu mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat
dari pengalaman (-), tidak peduli pada norma-norma, peraturan
dan kewajiban seseorang (-), tidak mampu memelihara suatu
hubungan agar berlangsung lama (-), iritabilitas (-), agresivitas
(-), impulsif (-),sering berbohong (-), sangat cenderung
menyalahkan orang lain atau menawarkan rasionalisasi yang
masuk akal untuk perlaku yang membuat pasien konflik dengan
masyarakat (-)

Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak stabil (-


), kurangnya pengendalian terhadap kemarahan (-), gangguan
identitas (-), afek yang tidak mantap (-), tidak tahan untuk
berada sendirian (-), tindakan mencederai diri sendiri(-),

22
rasa bosan kronik (-), dan lain-lain.

Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif (-), merasa dirinya
tidak mampu (-), tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain
(-), keengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa
yakin disukai (-), preokupasi yang berlebihan terhadap kritik
dan penolakan dalam situasi sosial (-), menghindari aktivitas
sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak
interpersonal karena takut dikritik, tidak didukung, atau ditolak
(-)

Anankastik Perasaan ragu-ragu yang hati-hati dan berlebihan (-),


preokupasi pada hal-hal yang rinci (details), peraturan daftar,
urutan, organisasi dan jadwal (-), perfeksionisme (-), ketelitian
yang berlebihan (-), kaku dan keras kepala (-), pengabdian yang
berlebihan terhadap pekerjaan sehingga menyampingkan
kesenangan dan nilai-nilai hubungan interpersonal (-),
pemaksaan yang berlebihan agar orang lain mengikuti persis
caranya melakukan sesuatu (-), keterpakuan yang berlebihan
pada kebiasaan sosial (-), dan lain-lain

Dependen Mengalami kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari


tanpa nasehat dan masukan dari orang lain (+), membutuhkan
orang lain untuk mengambil tanggung jawab pada banyak hal
dalam hidupnya (-), perasaan tidak enak atau tidak berdaya
apabila sendirian, karena ketakutan yang dibesar-besarkan
tentang ketidakmampuan mengurus diri sendiri (-), takut
ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya (-)

3.2.8 Stressor Psikososial (Aksis IV)


Pertunangan (-), perkawinan (+), perceraian (+), kawin paksa (-), kawin lari (-
), kawin terpaksa (-), kawin gantung (-), kematian pasangan (-), problem punya
anak (-), anak sakit (-), persoalan dengan anak (-), persoalan dengan orang tua
(-), persoalan dengan suami (+), masalah dengan teman dekat (-

23
), masalah dengan atasan/ bawahan (-), mulai pertama kali bekerja (-), masuk
sekolah (-), pindah kerja (-), persiapan masuk pension (-), pensiun (-), berhenti
bekerja (-), masalah di sekolah (-), masalah jabatan/ kenaikan pangkat (-),
pindah rumah (-), pindah ke kota lain (-), transmigrasi (-), pencurian (-),
perampokan (-), ancaman (-), keadaan ekonomi yang kurang (-), memiliki
hutang (-), usaha bangkrut (-), masalah warisan (-), mengalami tuntutan hukum
(-), masuk penjara (-), memasuki masa pubertas (-), memasuki usia dewasa (-),
menopause (-), mencapai usia 50 tahun (-), menderita penyakit fisik yang parah
(-), kecelakaan (-), pembedahan (-), abortus (-), hubungan yang buruk antar
orang tua (-), terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga (-), cara
pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang tua atau kakek nenek (-), sikap
orang tau yang acuh tak acuh pada anak (-), sikap orang tua yang kasar atau
keras terhadap anak (-), campur tangan atau perhatian yang lebih dari orang tua
terhadap anak (-), orang tua yang jarang berada di rumah (-), terdapat istri lain
(-), sikap atau kontrol yang tidak konsisten (-), kontrol yang tidak cukup (-),
kurang stimulasi kognitif dan sosial (-), bencana alam (-), amukan masa (-),
diskriminasi sosial (-), perkosaan (-), tugas militer (-), kehamilan (-), melahirkan
di luar perkawinan (-), dan lain-lain.

3.2.9 Riwayat Suicide


Tidak pernah

3.2.10 Riwayat pelanggaran hukum


Tidak pernah ditangkap ataupun terlibat masalah hukum

3.2.11 Riwayat Agama


Pasien beragama islam, bisa melakukan ibadah shalat namun masih bolong-
bolong.
3.2.12 Persepsi dan Harapan Keluarga
Keluarga pasien berharap pasien sembuh

3.2.13 Persepsi dan Harapan Pasien

Pasien berharap sembuh dan menjalani aktivitas seperti normal

24
3.3. Status Internus
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : Teraba kuat, teratur, frekuensi 75x/menit
Nafas : simetris kiri dan kanan, teratur, frekuensi 18x/menit
Suhu : 36,50 C
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 55 kg
Bentuk Badan : Normal

Status Gizi : Gizi baik


Sistem respiratorik : Inspeksi : simetris kiri dan kanan, statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri dan kanan simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-), wheezing
(-)
Kardiovaskular : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1,S2 reguler, Murmur (-)
Abdomen : Inspeksi : distensi (-)
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Kelainan Khusus : tidak ada.

3.4. Status Neurologikus


GCS : 15 (E4M6V5)
Tanda Rangsang Meningeal : kaku kuduk (-)
Tanda-tanda efek samping ekstrapiramidal
a) Tremor tangan : tidak ada
b) Akatisia : tidak ada

25
c) Bradikinesia : tidak ada
d) Cara berjalan : Normogait
e) Keseimbangan : tidak terganggu
f) Rigiditas : tidak ada
Motorik :
a) Tonus : eutonus
b) Turgor : baik
c) Kekuatan : 555 555
555 555
d) Koordinasi : baik

Sensorik : proprioseptif dan eksterioseptif normal


Refleks :
a) Refleks Fisiologis : bisep ++/++, trisep ++/++, APR ++/++,
KPR ++/++
b) Refleks Patologis : -/- (babinsky dan Hoffman tromner)
3.5. Status Mental (pemeriksaan tanggal 5 November 2019)
3.5.1. Keadaan Umum
1. Kesadaran / sensorium: composmentis (+), somnolen (-), stupor (-), kesadaran
berkabut (-), koma (-), delirium (-), kesadaran berubah (-), dan lain-lain.
2. Penampilan:
 Sikap tubuh: biasa (+), diam (-), aneh (-), sikap tegang (-), kaku (-),
gelisah (-), kelihatan seperti tua (-), kelihatan seperti muda (-),
berpakaian sesuai gender (+)
 Cara berpakaian: rapi (-), biasa (-) , tak menentu (-), sesuai dengan
situasi (-), kotor (+), kesan : kurang dapat mengurus diri
 Kesehatan fisik: sehat (+), pucat (-), lemas (-), apatis (-), telapak tangan
basah (-), dahi berkeringat (-), mata terbelalak (-)
3. Kontak psikis: Dapat dilakukan (+), tidak dapat dilakukan (-), wajar (-),
kurang wajar (-), sebentar (-), lama (+)
4. Sikap: kooperatif (+), penuh perhatian (-), berterus terang (-), menggoda (-),
bermusuhan (-), suka main-main (-), berusaha supaya disayang (-), selalu
menghindar (-), berhati-hati (-), dependen (-), infantil (-), curiga (-), pasif (-),
dan lain-lain.

26
5. Tingkah laku dan aktifitas psikomotor
 Cara berjalan: biasa (+), sempoyongan (-), kaku (-), dan lain-lain
 Ekhopraksia (-), katalepsi (-), luapan katatonik (-), stupor katatonik (-),
rigiditas katatonik (-), posturing katatonik (-), cerea fleksibilitas (-),
negativisme (-), katapleksi (-), stereotipik (-), mannerisme (-),
otomatisme (-), otomatisme perintah (-), mutisme (-), agitasi psikomotor
(-), hiperaktivitas/hiperkinesis (+), tik (-), somnabulisme (-), akathisia
(-), kompulsi (-), ataksia (-), hipoaktivitas (-), mimikri (-)

27
 Agresi (-), acting out (-), abulia (-), tremor (-), ataksia (-), chorea (-),
distonia (-), bradikinesia (-), rigiditas otot (-),diskinesia (-),konvulsi (-),
seizure (-), piomanisa (-), vagabondage (-)

3.5.2. Verbalisasi dan cara berbicara


 Arus pembicaraan* : biasa, cepat , lambat
 Produktivitas pembicaraan* : biasa, sedikit, banyak
 Perbendaharaan* : biasa, sedikit, banyak
 Nada pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
 Volume pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
 Isi pembicaraan* : sesuai/ tidak sesuai/ kurang sesuai
 Penekanan pada pembicaraan* : Ada/ tidak
 Spontanitas pembicaraan * : spontan/ tidak
 Logorrhea ( -), poverty of speech ( - ), diprosodi ( - ), disatria ( - ),
gagap ( - ), afasia ( - ), bicara kacau (-)

3.5.3. Emosi
Hidup emosi*: stabilitas (stabil/tidak), pengendalian (adekuat/tidak
adekuat), echt/unecht, dalam/dangkal, skala differensiasi (sempit/luas),
arus emosi (biasa/lambat/cepat)
1. Afek
Afek appropriate/ serasi (+), afek inappropriate/ tidak serasi(-), afek
tumpul (-), afek yang terbatas (-), afek datar (-), afek yang labil (-).
2. Mood
Mood eutimik (-), mood disforik (-), mood yang meluap-luap (expansive
mood) (-), mood yang iritabel (-), mood yang labil (swing mood) (-),
mood meninggi (elevated mood/ hipertim) (+), euforia (-), ectasy (-),
mood depresi (hipotim) (-), anhedonia (-), dukacita (-), aleksitimia (-),
elasi (-), hipomania (-), mania(+), melankolia(-), La belle indifference (-
), tidak ada harapan (-).

28
3. Emosi lainnya
Ansietas (-), free floating anxiety (-), ketakutan (-), agitasi (-), tension
(ketegangan) (-), panic (-), apati (-), ambivalensi (-), abreaksional (-),
rasa malu (-), rasa berdosa/ bersalah (-), kontrol impuls (-).

4. Gangguan fisiologis yang berhubungan dengan mood


Anoreksia (-), hiperfagia (-), insomnia (-), hipersomnia (-), variasi
diurnal (-), penurunan libido (-), konstispasi (-), fatigue (-), pica (-),
pseudocyesis (-), bulimia (-).

3.5.4. Pikiran/ Proses Pikir (Thinking)


Kecepatan proses pikir (biasa/cepat/lambat)
Mutu proses pikir (jelas/tajam)
1. Gangguan Umum dalam Bentuk Pikiran
Gangguan mental (-), psikosis (-), tes realitas (terganggu/tidak),
gangguan pikiran formal (-), berpikir tidak logis (-), pikiran autistik (-),
dereisme (-), berpikir magis (-), proses berpikir primer (-).
2. Gangguan Spesifik dalam Bentuk Pikiran
Neologisme (-), word salad (-), sirkumstansialitas (-), tangensialitas (-),
inkohenrensia (-), perseverasi (-), verbigerasi (-), ekolalia (-),
kondensasi (-), jawaban yang tidak relevan (-), pengenduran asosiasi (-
), derailment (-), flight of ideas (-), clang association (-), blocking (-),
glossolalia (-).

3. Gangguan Spesifik dalam Isi Pikiran


 Kemiskinan isi pikiran (-), Gagasan yang berlebihan (-)
 Delusi/ waham
Waham bizarre (-), waham tersistematisasi (-), waham yang sejalan
dengan mood (-), waham yang tidak sejalan dengan mood (-), waham
nihilistik (-), waham kemiskinan (-), waham somatik (-), waham
persekutorik (-), waham kebesaran (-), waham referensi (-), though
of withdrawal (-), though of broadcasting (-), though of

29
insertion (-), though of control (-), waham cemburu/ waham
ketidaksetiaan (-), waham menyalahkan diri sendiri (-), erotomania
(-), pseudologia fantastika (-), waham agama (-), waham curiga (-)
 Idea of reference (-)
 Preokupasi pikiran (-), egomania (-), hipokondria (-), obsesi (-),
kompulsi (-), koprolalia (-), hipokondria (-), obsesi (-), koprolalian
(-), fobia (-), noesis (-), unio mystica (-).

3.5.5. Persepsi
 Halusinasi
Non patologis: Halusinasi hipnagogik (-), halusinasi hipnopompik (-),
Halusinasi auditorik (+), halusinasi visual (+), halusinasi olfaktorik
(-), halusinasi gustatorik (-), halusinasi taktil (-), halusinasi somatik (-
), halusinasi liliput (-), halusinasi sejalan dengan mood (-), halusinasi
yang tidak sejalan dengan mood (-), halusinosis (-), sinestesia (-),
halusinasi perintah (command halusination), trailing phenomenon (-).
 Ilusi (-)
 Depersonalisasi (-), derealisasi (-)
3.5.6. Mimpi dan Fantasi
Mimpi : tidak ada
Fantasi : tidak ada
3.5.7. Fungsi kognitif dan fungsi intelektual
1. Orientasi waktu (tidak terganggu), orientasi tempat (baik), orientasi
personal (baik), orientasi situasi (baik).
2. Atensi (perhatian) (+), distractibilty (-), inatensi selektif (-),
hipervigilance (-), dan lain-lain.
3. Konsentrasi (baik), kalkulasi (baik)
4. Memori (daya ingat) : gangguan memori jangka lama/ remote (-),
gangguan memori jangka menengah/ recent past (-), gangguan memori
jangka pendek/ baru saja/ recent (-), gangguan memori segera/
immediate (-), amnesia (-), konfabulasi (-), paramnesia (-).

30
5. Luas pengetahuan umum: baik
6. Pikiran konkrit: baik
7. Pikiran abstrak: baik
8. Kemunduran intelek: (tidak), retardasi mental (-), demensia (-),
pseudodemensia (-).

3.5.6 Dicriminative Insight*


Derajat I (penyangkalan)
Derajat II (ambigu)
Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hal lain)
Derajat IV ( sadar, tidak mengetahui penyebab)
Derajat V (tilikan intelektual)
Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)

3.5.7 Discriminative Judgement :


 Judgment tes : tidak terganggu
 Judgment sosial : terganggu

3.6. Pemeriksaan Laboratorium dan diagnostik khusus lainnya


 Rutin -
 Anjuran -
3.7. Ikhtisar Penemuan Bermakna
Telah diperiksa Ny. DF usia 41 tahun jenis kelamin perempuan, agama islam,
suku bangsa minang pendidikan terakhir SMP, sudah bercerai dan memiliki 1 anak.
Pasien di kontrol rutin di RSJ Prof HB Saanin Padang sejak tahun 2014. Pasien
datang ke Poliklinik Dewasa RS Jiwa Prof HB. Saanin Padang pada pukul 10.00
WIB. Pasien datang ke RS sendirian. Saat ini pasien mengeluhkan sulit tidur sejak
2 minggu ini. Pasien sulit tidur karena merasa cemas memikirkan anak dan saudara-
saudaranya. Pasien saat ini tinggal dengan kedua orang tua dan anaknya. Pasien
mengatakan cemas kepada anak dan saudaranya jika berada diluar rumah takut anak
dan saudaranya celaka. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala sejak 2 minggu ini.
Pasien mengeluhkan melihat sesuatu bayangan yang tidak berbentuk berwarna
hitam yang melayang. Pasien juga mengeluhkan masih mendengar suara-suara
yang menyuruhnya untuk melempar batu kerumah tetangganya. Pasien mengaku
31
sejak 1 bulan ini sering lupa meminum obat karena pasien sibuk membantu
pekerjaan ibunya dirumah.
Pada pemeriksaan status mental didapatkan pasien dengan penampilan
biasa, berpakaian sesuai gender, sikap kooperatif saat di wawancarai, psikomotor
hiperaktivitas, verbalisasi spontan, produktivitas pembicaraan banyak,
perbendaharaan banyak, arus pembicaraan cepat, nada dan volume meninggi, isi
pembicaraan sesuai. Kontak psikis dapat dilakukan, orientasi waktu tidak
terganggu, afek appropriate, mood elevated/hipertim, mania, proses pikir koheren,
tes realita tidak terganggu, terdapat gejala psikosis. Halusinasi auditorik pernah
dialami oleh pasien sehingga pasien melempari rumah orang dengan batu.
Halusinasi visual pasien mengatakan sering melihat bayangan tak berbentuk
berwarna hitam yang besar. Discriminative insight V, discriminative judgement
tidak terganggu, discriminative social tidak terganggu.

3.8. Diagnosis Multiaksial


Aksis I : F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
Aksis II : Tidak ada
Aksis III : Tidak ada
Aksis IV : Masalah perceraian dengan suami
Aksis V : GAF 91-80

3.9. Diagnosis Banding Axis I


F 20.0 Skizofrenia Paranoid

32
3.10. Penatalaksanaan
a) Farmakoterapi

b) Psikoterapi
1. Kepada pasien
 Psikoterapi suportif
Berempati pada pasien, memahami keadaan pasien,
mengidentifikasi /faktor pencetus, serta mengarahkan untuk
memecahkan permasalahan.
 Psikoedukasi
Memberikan pengetahuan kepada pasien tentang gangguan
yang dialaminya. Diharapkan pasien dapat secara efektif
mengenali gejala, penyebab dan terapi yang dibutuhkannya
untuk mengurangi gejala dan menghindari terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan.

3.11. PROGNOSIS
Prognosis Baik
Kriteria Penilaian

Awitan lambat (>30 tahun), terutama perempuan +


Ada faktor presipitasi yang jelas +
Awitan akut -
Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan premorbid baik +
Gejala gangguan mood (terutama gangguan depresif) -
Menikah +
Riwayat keluarga dengan gangguan mood -
Sistem pendukung baik +
Gejala positif +

Prognosis Buruk
Kriteria Penilaian

33
 Awitan muda -
 Tidak ada faktor presipitasi -
 Awitan insidious -

 Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan premorbid buruk -

 Perilaku autistic, menarik diri -

 Lajang, cerai +

 Riwayat keluarga dengan skizofrenia -


-
 Sistem pendukung buruk
-
 Gejala negatif
-
 Tanda dan gejala neurologis
-
 Riwayat trauma perinatal
-
 Tanpa remisi dalam 3 tahun
-
 Berulang kali relaps
-
 Riwayat melakukan tindakan penyerangan
+

Quo ad vitam : bonam


Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

34
BAB IV
DISKUSI / ANALISIS KASUS

Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat perjalanan


penyakit, dan pemeriksaan pada pasien, ditemukan adanya perubahan pola perilaku
dan perasaan yang secara klinis bermakna dan hendaya (disability) dalam fungsi
sosial. Dengan demikian, berdasarkan PPDGJ III dapat disimpulkan bahwa pasien
ini mengalami suatu gangguan jiwa. Pada pasien ini ditemukan gejala klinis yang
mengarah pada Skizoafektif tipe manik. Pada pasien saat ini ditemukan halusinasi
visual (+) dan halusinasi auditorik (+), banyak bicara (+).
Berdasarkan anamnesis gejala dan perjalanan penyakit pasien maka
diagnosis pada aksis I untuk pasien pada saat ini yaitu skizoafektif tipe manik
(F25.0). Pada pasien, tidak terdapat ketidak stabilan emosional sehingga tidak ada
diagnosis pada Axis II, tetapi pasien memiliki ciri kepribadian narsistik.
Pada pasien ini tidak ditemukan gangguan kondisi medis umum, sehingga
aksis III pada pasien tidak ada diagnosis. Pada pasien ini didapatkan masalah utama
yang menyebabkan perubahan perilaku pada pasien adalah masalah dengan
keluarga sehingga pada aksis IV, diagnosisnya adalah masalah berkaitan dengan
perceraian pasien dengan suaminya.
Pada aksis V, pasien memiliki gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas
ringan dm social, pekerjaan, sekolah, dll, sehingga berdasarkan penilaian GAF
(Global Assessment of Functional Scale) saat ini pasien berada pada nilai 90-81.
Pasien ini di berikan Risperidon 2 mg 2x1 , haloperidol 0,5 mg 2x1, asam
valproat 250 mg 2x1/2 dan THP 2 mg 2x1 mg. Risperidon merupakan antipsikotik
atipikal golongan benzisoxazole dimana mekanisme kerjanya yaitu dengan
memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron (O2) di otak khusunya
pada sistem limbic dan sistem ekstra pyramidal (sistem mesokortikal, nigrostriatal,
tuberoinfundibular). Selain itu, golongan antipsikotik atipikal ini juga berafinitas
terhadap serotonin 5HT2A reseptor (serotonin dopamine antagonis). Pada pasien
dengan sistem mesokortikal (pusat rasa senang), nigrostriatal (mengatur
pergerakan), tuberoinfundibular (mengatur hormone), antipsikotik atipak ini lebih
berpengaruh 1) memblokade reseptor 5HT2A, 2) blockade terhadap antagonis D2

35
menyebabkan terjadinya aktivitas dopamine pathways sehingga terjadi
keseimbangan pada serotonin dopamine. Dopamine yang dilepaskaan seimbang
dengan yang di hambat sehingga menekan gejala negative skizofrenia. Sementara
itu, antagonis 5HT2A gagal mengalahkan antagonis D2 pada jalur mesolimbik,
sehinga tidak dapat mempengaruhi blockade reseptor O2 di mesolimbik. Hal ini
akan menyebabkan perbaikan gejala positif skizofrenia. Selain itu, pasien juga
mendapatkan asam valproat yang biasanya dapat digunakan pada pasien-pasien
manik.
Terapi non farmakologis memegang peranan yang juga penting pada pasien
ini. Jenis terapi non farmakologis yang bisa dilakukan terhadap pasien ini adalah
psikoterapi suportif, psikoedukasi saat kondisi pasien stabil dan bisa
berkomunikasi. Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperlihatkan minat kita
pada pasien, memberikan perhatian, dukungan, dan optimis. Dalam psikoterapi
suportif, terapis menunjukkan penerimaan terhadap kasus dengan cara
menunjukkan perilaku yang hangat, ramah namun tetap berwibawa. Tujuannya
adalah agar pasien merasa aman, diterima dan dilindungi.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan &
Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC. 2014:147-68.
2. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 2014:910-
3
3. Skizofrenia. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis Psikiatri
- Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Tanggerang : Binarupa
Aksara Publisher. 2010:699-744.
4. Amir N. Skizofrenia. Dalam: Buku Ajar Psikiatri. Edisi kedua. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI: 2014; 173: 173-203.
5. Idaiani S, Yunita I, Prihatini S, Indrawati L. Gangguan Mental Berat.
Dalam: Riset Kesehatan Dasar 2013. Indonesia: Kementrian Kesehatan RI;
2013: 125-127.
6. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya: 2013; 46-48.
7. Benjamin J., Sadock MD. Virginia A. Kaplan & Sadock’s Pocket Handbook
of Psychiatric Drug Treatment Psychosis and Schizophrenia. Editor : Stahl,
Stephen M. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential
Psychopharmacology. 3rd Edition. England : Cambridge University Press.
2008:26-34.

37
38
39
40
41

Anda mungkin juga menyukai