Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1.Latar Belakang..........................................................................................1
1.2.Tujuan.......................................................................................................2
BAB 2 TINJAUANPUSTAKA................................................................................3
2.1. AnatomiMata........................................................................................3
2.1.1. Rongga Orbita...............................................................................3
2.1.2.Palpebra..........................................................................................3
2.1.3. Konjungtiva...................................................................................4
2.1.4. Cornea............................................................................................4
2.1.5.Uvea................................................................................................4
2.1.6.Lensa...............................................................................................5
2.2. Trauma Kimia padaMata.....................................................................5
2.2.1.Defenisi...........................................................................................5
2.2.2.Etiologi............................................................................................5
2.2.3. Trauma Asam................................................................................6
2.2.4. Trauma Basa.................................................................................9
2.2.5. Gejala Klinis................................................................................11
2.2.6. Klasifikasi Derajat Keparahan.....................................................13
2.2.7. Diagnosis.....................................................................................15
2.2.8. Penatalaksanaan...........................................................................17
2.2.9. Komplikasi..................................................................................22
2.2.10 Prognosis....................................................................................23
Bab 3 KESIMPULAN
3.1.Kesimpulan..........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................25
BAB 1
PENDAHULUAN

Mata merupakan organ yang keberadaannya berhubungan langsung dengan lingkungan


luar sehingga sering menyebabkan mata terkena dampak dari posisi anatominya tersebut. Mata
sering terpapar dengan keadaan lingkungan sekitar seperti udara, debu, benda asing dan suatu
trauma yang dapat langsung mengenai mata. Trauma pada mata meliputi trauma tumpul, trauma
tajam, trauma kimia, dan trauma radiasi.1,2
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi karena
dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan
penglihatan.Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat
terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola
mata tersebut.1,2 Berdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat
mengalami gangguan penglihatan akibat trauma.75% dari kelompok tersebut buta pada satu
mata, dan sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam penglihatan setiap tahunnya.
Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di amerika Serikat menerima pengobatan medis karena
trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan
pekerjaan terjadi setiap tahunnya. Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena
trauma mata 4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan
unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta
mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%) merupakan trauma
kimia. Rasio frekuensi bervariasi trauma asam : basa antara 1:1 sampai 1:4. Secara international,
80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan. Menurut United States
Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di
lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur
rata-rata 31 tahun. 1,2,3
Mekanisme cedera antara trauma asam dan trauma basa sedikit berbeda. Trauma yang
disebabkan oleh bahan basa lebih cepat merusak dan menembus kornea dibandingkan bahan
asam. Dampak yang ditimbulkan dari trauma kimia pada mata sangat tergantung pada tingkat
pH, kecepatan, dan jumlah bahan kimia yang mencapai mata. Walaupun demikian, setiap bahan
kimia yang masuk ke dalam mata perlu diwaspadai agar tidak meningkatkan morbiditas dan
mengganggu fungsi penglihatan dari organ ini. Trauma pada mata memerlukan penanganan yang
tepat untuk mencegah kerusakan yang lebih berat agar tidak berujung pada kebutaan. 1,2,3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mata


2.1.1. Rongga Orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang
membentuk dinding orbita: lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar orbita yang terutama
terdiri atas tulang maksila, bersama-sama tulang palatinum dan zigomatikus. Rongga orbita yang
berbentuk piramid ini terletak pada kedua sisi rongga hidung. Dinding lateral orbita membentuk
sudut 45 derajat dengan dinding medialnya1,2,4,5
Dinding orbita terdiri atas tulang:
1. Superior : os. Frontal
2. Lateral : os. Frontal, os. Zigomatikus, ala magna os. Sfenoid
3. Inferior : os. Zigomatik, os. Maksila, os. Palatina
4. Nasal : os. Maksila, os. Lakrimal, os. Etmoid

Gambar 1.Rongga Orbita

2.1.2. Palpebra
Palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi
kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup
mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan
bola mata. 1,2,5

2.1.3. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang.Konjungtiva terdiri atas 3 bagian: 1,2,4,5
 Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus
 Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya
 Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi
2.1.4. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya merupakan
lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapis: 1,2,4
 Epitel
 Membran Bowman
 Stroma
 Membran Descement
 Endotel

2.1.5. Uvea
Lapis vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid.
Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar
posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf
optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior,
datu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu
membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari
15-20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf
optika. 1,2,4

2.1.6. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam mata dan
bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus
cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya
akomodasi.Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata
belakang. 1,2,4,5

Gambar 2.Anatomi Mata


2.2. Trauma Kimia Pada Mata
2.2.1. Definisi
Trauma kimia mata merupakan trauma pada mata yang disebabkan substansi dengan pH
yang tinggi (basa) atau yang rendah (asam). Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan
yang tersemprot atau terpercik pada wajah. Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai
pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai pH > 7. 1,2,6,7

2.2.2. Etiologi
Substansi kimia yang biasanya menyebabkan trauma pada mata digolongkan menjadi 2
kelompok : 6,7,8,9
1. Alkali/basa
Bahan alkali yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah:
a. Amonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan pembersih rumah tangga, zat
pendingin, dan pupuk.
b. NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa.
c. Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash
d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2) seperti pada kembang api
e. Lime(Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan kapur.
2. Acid/asam
Bahan asam yang menyebabkan trauma adalah:
a. Sulfuric acid (H2SO4), contohnya aki mobil, bahan pembersih (industry).
b. Sulfurous acid (H2SO3), pada pengawet sayur dan buah.
c. Hydrofluoric acid (HF), efeknya sama bahayanya dengan trauma alkali. Ditemukan
pada pembersih karat, pengilat aluminium, penggosok kaca.
d. Acetic acid (CH3COOH), pada cuka.
e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38%, zat pembersih.

2.2.3. Trauma Asam


A. Definisi
Merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia yang memiliki pH < 7.
1,2,6,7

B. Patofisiologi
Trauma asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam
kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion
merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya
mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass
dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang
disebabkan oleh rung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.
1,2,6,7,8,9,10
Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati
membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan
menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk
insoluble complexes. Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion
kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. 6,7,8,9,10,12 Bahan
kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi dengan jaringan
protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya
presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai
kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel
kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila
trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa. Bila bahan asam
mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan
kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif
seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi protein
ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini dapat
mengenai jaringan yang lebih dalam. 6,7,8,9,11,12 Bila mata terkena trauma suatu bahan asam maka
akan terjadi peristiwa berikut: 10,11,12
a. Pada minggu pertama:
 Terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea,
demikian pula terjadi koagulasi protein konjungtiva bulbi. Koagulasi protein ini terbatas
pada daerah kontak asam dengan jaringan.
 Akibat koagulasi protein ini kadang-kadang seluruh kornea terkelupas.
 Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam seperti stroma kornea,
keratosit dan endotel kornea.
 Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edem kornea, iritis, dan
katarak
 Bila trauma disebabkan asam lemah maka regenerasi epitel akan terjadi dalam beberapa
hari dan kemudian sembuh.
 Bila trauma disebabkan asam kuat maka stroma kornea akan berwarna kelabu infiltrasi sel
radang ke dalamnya. Infiltrasi sel ke dalam stroma oleh bahan asam terjadi dalam waktu 24
jam.
 Beberapa menit atau beberapa jam sesudah trauma asam konjungtiva bulbi menjadi
hiperemis dan kemotik. Kadang-kadang terdapat perdarahan pada konjungtiva bulbi.
 Tekanan bola mata akan meninggi pada hari pertama, yang kemudian dapat menjadi
normal atau merendah.
b. Trauma asam pada minggu 1-3:
 Umumnya trauma asam mulai sembuh pada minggu kesatu sampai ketiga ini.
 Pada trauma asam yang berat akan terbentuk ulkus kornea dengan vaskularisasi yang
bersifat progresif.
 Keadaan terburuk akibat trauma asam pada saat ini ialah berupa vaskularisasi berat pada
kornea
c. Trauma asam sesudah 3 minggu:
 Trauma asam yang tidak sangat berat akan sembuh sesudah 3 minggu
 Pada endotel dapat terbentuk membran fibrosa yang merupakan bentuk penyembuhan
kerusakan endotel
Gambar 3.Trauma Asam

2.2.4. Trauma Basa


A. Definisi
Merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia yang memiliki pH >7. 1,2,6,7

B. Patofisiologi
Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola mata. Ion hidroksil
membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak, sedangkan kation berinteraksi
dengan kolagen stroma dan glikosaminoglikan. Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon
inflamasi, yang merangsang pelepasan enzim proteolitik, sehingga memperberat kerusakan
jaringan. Interaksi ini menyebabkan penetrasi lebih dalam melalui kornea dan segmen anterior.
Hidrasi lanjut dari glikosaminoglikan menyebabkan kekeruhan kornea. Kolagenase yang
terbentuk akan menambah kerusakan kolagen kornea. Berlanjutnya aktivitas kolagenase
menyebabkan terjadinya perlunakan kornea.9,10,11,12 Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan
pemendekan fibril sehingga terjadi perubahan pada jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Mediator inflamasi yang dikeluarkan pada proses
ini merangsang pelepasan prostaglandin yang juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular. Basa yang menembus dalam bola mata akan dapat merusak retina sehingga akan
berakhir dengan kebutaan penderita. 6,7,8,9,11,12
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat pada mata.
Basa akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata depan dan sampai pada jaringan retina.
Proses yang terjadi disebut nekrosis liquefactive. Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam
bilik mata depan dalam waktu 7 detik. 7,8,9,12 Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa
adalah simblefaron, kekeruhan kornea, edema dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai
dengan terjadi ftisis bola mata. Penyulit jangka panjang dari luka bakar kimia adalah glaukoma
sudut tertutup, pembentukan jaringan parut kornea, simblefaron, entropion, dan keratitis sika.
10,11,12

Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahanbahan basa
memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel
membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan memberikan
iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata,
trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera
okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa
akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan
terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi. 7,8 Bahan alkali atau basa akan
mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan
mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat
safonifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida
jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat
kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat
serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai
dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal
epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk
akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen aktivator.
Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak
kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan
dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam
sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai
terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi
epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah
masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. 9,10,11,12

Gambar 4.Trauma basa

Gambar 5.Cooked fish eye pada trauma basa yang sudah lanjut

2.2.5. Gejala klinis


Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase kerusakan yang
timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan: 6,7,8,10,11,12 Kerusakan yang terjadi
pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh halhal sebagai berikut:
 Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi
pembuluh darah pada limbus.
 Hilangnya stem sel limbus dapat berdampak pada vaskularisasi.
 Kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.
 Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan presipitasi
glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
 Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan kerusakan iris dan
lensa.
 Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk
memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
 Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.

Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:


 Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-sel
epitelial yang berasal dari stem sel limbus.
 Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis kolagen yang
baru.

Beberapa gejala klinis yang dapat terjadi antara lain : 6,7,8,10,12


1. Penurunan visus mendadak akibat defek pada kornea berupa defek pada epitel kornea
atau defek pada lapisan kornea yg lebih dalam lagi. Akan tetapi trauma asam akan
membentuk sawar presipitat jaringan nekrotik yang cenderung membatasi penetrasi dan
kerusakan lebih lanjut.
2. Edema pada kelopak mata yang disebabkan adanya peningkatan permeabilitas pembuluh
darah. Kerusakan pada jaringan palpebra sehingga mata tidak dapat menutup sempurna
dan terbentuknya jaringan parut pada palpebra.
3. Hiperemis konjungtiva hingga dapat terbentuknya kemosis.

Gambar 6.Kemosis

4. Kerusakan pada kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu keratitis pungtata
superfisial hingga defek epitel luas berupa erosi kornea, hilangnya epitel kornea hingga
perforasi kornea. Walaupun jarang, perforasi kornea permanen dapat terjadi dalam
beberapa hari hingga minggu pada trauma kimia parah yang tidak ditangani dengan baik .
Pada defek epitel luas, hasil tes flouresin mungkin negatif.
5. Kabut stroma dapat bervariasi dari kornea bersih hingga opasifikasi sempurna.
6. Iskemik perilimbus merupakan indikator untuk prognosis penyembuhan kornea, karena
stem sel di limbus yang berperan dalam repopulasi epitel kornea. Semakin luas iskemik
yang terjadi di limbus, maka prognosis juaga semakin buruk. Tetapi keberadaan stem sel
perilimbus yang intak tidak dapat menjamin terbentuknya reepitalial yang normal.
7. Terjadinya reaksi peradangan pada bagian anterior, reaksi yang terbentuk bervariasi dari
flare sampai reaksi fibrinoid. Secara umum trauma basa lebih sering menyebabkan
peradangan bilik mata depan akibat kemampuannya yang dapat menembus lapisan
kornea.
8. Peningkatan tekanan intraokular (TIO) dapat terjadi secara mendadak akibat dari
deformasi dan pengurangan serabut kolagen serta keikutsertaan prostaglandin.
Peningkatan TIO yang terus menerus secara langsung berhubungan dengan derajat
kerusakan segmen anterior akibat peradangan.

2.2.6. Klasifikasi derajat keparahan


Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahan yang
ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Klasifikasi ini juga bertujuan untuk
penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan
prognosis.Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik
limbus. Selain itu klasifikasi ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah limbus
(superfisial dan profunda).7,8,9,10
Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan prognosis adalah:
1) Klasifikasi Hughes
a) Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis iskemik
konjungtiva atau sclera.
b) Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis iskemik yang minimal
di konjungtiva dan sclera.
c) Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau sclera yang signifikan.
2) Klasifikasi Thoft
a) Grade 1 : Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik
b) Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil dari 1/3 limbus
c) Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga terlihat kabur,
iskemik sepertiga sampai setengah limbus
d) Grade 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus

Gambar 7.Klasifikasi Derajat Keparahan Trauma Kimia (a) derajat 1 (b) derajat 2 (c) derajat 3(d)
derajat 4
2.2.7. Diagnosis Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan trauma
kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan anamnesis
singkat.1,6,8,10,11,12

A. Anamnesis Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis
dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dengan derajat
yang bervariasi, fotofobia, penurunan penglihatan serta adanya halo di sekitar cahaya. Umumnya
pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan atau gas kimia pada mata. Keluhan
pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa mengganjal di mata, pandangan kabur, fotofobia,
mata merah dan rasa terbakar. Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol
bahan kimia, hal ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata.Waktu
dan durasi dari pajanan, gejala yang timbul segera setelah pajanan, serta penatalaksanaan yang
telah diberikan di tempat kejadian juga merupakan anamnesis yang dapat membantu dalam
diagnosis.

B. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi
yang cukup pada mata yang terkena dan PH mata telah netral. Setelah dilakukan irigasi,
dilakukan pemeriksaan dengan seksama terutama melihat kejernihan dan integritas kornea,
iskemia limbus dan tekanan intraokular. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemberian
anestesi topikal.9,11,13 Pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi dapat dijumpai adalah defek
epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan seluruh epitel. Secara
umum dari pemeriksaan fisik dapat dijumpai : 9,11,13,14,15  Kekeruhan kornea yang dapat
bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi total sehingga menutupi gambaran bilik mata
depan.  Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang penyembuhannya
tidak baik.
Universitas Sumatera Utara

 Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini biasa terjadi pada
trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih dalam.  Peningkatan tekanan
intraokular  Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini menyebabkan
kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose permukaan bola yang telah terkena trauma. 
Inflamasi konjungtiva.  Iskemia perilimbus  Penurunan tajam penglihatan yang terjadi karena
kerusakan epitel dan kekeruhan kornea Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya
yang dapat ditemukan berupa kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada
kulit sekitar, serta adanya sel dan flare pada bilik mata depan. Pada kornea dapat ditemukan
keratitis pungtata sampai erosi epitel kornea dengan kekeruhan pada stroma. Sedangkan pada
derajat berat mata tidak merah, melainkan putih karena terjadinya iskemia pada pembuluh darah
konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan derajat luka bakar yang lebih berat pada kulit sekitar
mata, serta opasitas pada kornea. 9,13,14,15

C. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah
pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus.Irigasi pada mata harus
dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit
lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga
dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui
tekanan intraokular. 9,11,13,14,15 Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma
kimia basa. Perbedaannya terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan, kemampuan penetrasi pada
organ mata, mekanisme terjadinya kerusakan pada mata, derajat kerusakan dan prognosisnya.
9,11,12,14,15

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Perbandingan Trauma Asam dan Trauma Basa No Perbedaan Trauma Kimia Asam
Trauma Kimia Basa 1 Kerusakan yang ditimbulkan Kerusakan yang ditimbulkan lebih terbatas,
batas tegas dan bersifat tidak progresif Kerusakan yang ditimbulkan lebih berat karena sudah
mencapai bagian yang lebih dalam yaitu stroma 2 Kemampuan penetrasi pada organ mata Tidak
sekuat trauma basa Penetrasi bisa terjadi lebih dalam hingga mencapai stroma 3 Mekanisme
terjadinya kerusakan pada mata Koagulasi pada permukaan protein yang akan membentuk barier
-Saponifikasi dari selular barrier -Denaturasi mukoid -Pembengkakan kolagen -Disrupsi
mukopolisakarida stroma 4 Derajat kerusakan Lebih ringan karena hanya di bagian permukaan
Lebih berat 5 Prognosis Lebih baik Lebih Buruk

2.2.8. Penatalaksanaan Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana
sesegera mungkin. Tujuan utama dari terapi adalah menekan inflamasi, nyeri, dan risiko
inflamasi. Tatalaksana emergensi yang diberikan yaitu: 10,12,13,16,17,18 1. Irigasi mata,
sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat selama minimal 30 menit. Jika hanya
tersedia air non steril, maka air tersebut dapat digunakan. Larutan asam tidak boleh digunakan
untuk menetralisasi trauma basa. Spekulum kelopak mata dan anestetik topikal
Universitas Sumatera Utara

dapat digunakan sebelum dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan eversi kelopak mata
atas untuk dapat mengirigasi forniks. 2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan,
ukurlah pH dengan menggunakan kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral
(pH=7.0) 3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva forniks diswab dengan menggunakan
moistened cotton-tipped applicator atau glass rod. Penggunaan Desmarres eyelid retractor dapat
membantu dalam pembersihan partikel dari forniks dalam.

Selanjutnya, penatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga derajat sedang meliputi:
13,16,17,18 1. Forniks diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau
glass rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis yang mungkin
masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih mudah dibersihkan dengan
menambahkan EDTA. 2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk
mencegah spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan
mengurangi inflamasi. 3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi.
(tobramisin, gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin) 4. Analgesik oral,
seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri. 5. Jika terjadi peningkatan tekanan
intraokular > 30 mmHg dapat diberikan Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), beta
blocker (Timolol 0,5% atau Levobunolol 0,5%). 6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak
dilakukan pressure patch).

Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi: 13,16,17,18 1.
Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan intraokular dan
penyembuhan kornea. 2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing 3.
Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
Universitas Sumatera Utara
4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-4 kali sehari)
5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari). Steroid dapat
mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat reepitelisasi. Hanya boleh
digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih lama dapat menghambat sintesis kolagen
dan migrasi fibroblas sehingga proses penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan
risiko untuk terjadinya lisis kornea (keratolisis). Dapat diganti dengan non-steroid anti
inflammatory agent. 6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular.
Peningkatan TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade jaringan trabekulum oleh
debris inflamasi. 7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata. 8. Dapat
diberikan air mata artifisial.

Penatalaksanaan berdasarkan fase lamanya trauma kimia dapat dibagi menjadi :


10,12,13,16,17,18 A. Fase kejadian (immediate) Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk
menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin.Tindakan ini merupakan tindakan yang utama
dan harus dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya pasien langsung mencuci matanya di rumah
sesaat setelah kejadian. Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi pembilasan
yang dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih dahulu.Pembilasan dilakukan dengan
larutan steril sampai pH air mata kembali normal.Jika ada benda asing dan jaringan bola mata
yang nekrosis harus dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata
depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan RL. Teknik irigasi : 1. Jelaskan
kepada pasien apa yang akan dilakukan. 2. Gunakan anestesi lokal jika diperlukan 3. Buka
kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di bola mata
Universitas Sumatera Utara

4. Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di atas mata 5.
Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau dengan forceps 6. Lakukan
pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi kelopak mata.

Gambar 8.Pembilasan pada mata setelah mengalami trauma kimia

B. Fase akut (sampai hari ke 7) Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya
penyulit dengan prinsip sebagai berikut : a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea Untuk
perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat.Disamping itu juga diperlukan pemberian air
mata buatan untuk mengatasi pengurangan sekresi air mata karena hal ini juga berpengaruh pada
epitelisasi. b. Mengontrol tingkat peradangan 1. Mencegah infiltrasi sel-sel radang 2. Mencegah
pembentukan enzim kolagenase Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan
dapat menghambat reepitelisasi sehingga perlu diberikan topikal steroid.Tapi pemberian
kortikosteroid ini baru diberikan pada fase pemulihan dini. c. Mencegah infeksi sekuder
Universitas Sumatera Utara

d. Mencegah peningkatan TIO e. Suplemen/antioksidan f. Tindakan pembedahan

C. Fase pemulihan dini (hari ke 7-21) Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit
lanjut setelah fase akut. Yang menjadi masalah adalah : a. Hambatan reepitelisasi kornea b.
Gangguan fungsi kelopak mata c. Hilangnya sel goblet d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi
perforasi kornea

D. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke21) Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi
penglihatan dengan prinsip: a. Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya)
untuk penglihatan. b. Pembedahan Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga
sukses, maka sangat penting untuk dilakukan operasi.

Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus,


mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut
dapat digunakan untuk pembedahan:  Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus
bertujuan untuk mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus
kornea.  Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dari donor
(allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal.  Graft membran
amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis

Universitas Sumatera Utara


Pembedahan pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:  Pemisahan bagian-bagian
yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan simblefaron.  Pemasangan graft membran
mukosa atau konjungtiva.  Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata. 
Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Semakin lama semakin baik, hal ini untuk
memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.  Keratoprosthesis bisa dilakukan pada
kerusakan mata yang sangat berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

2.2.9. Komplikasi Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma,
dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma kimia pada mata
antara lain: 9,10,12,13,18,19 1. Simblefaron adalah adhesi antara konjungtiva palpebra dan
konjungtiva bulbi. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea
dan penglihatan terganggu. 2. Kornea keruh, edema, neovaskuler akibat adanya denaturasi
protein dan kerusakan pada struktur kornea akibat zat kimia 3. Sindroma mata kering. 4. Katarak
traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak. Komponen basa
yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa
dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia asam sukar masuk
ke bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak traumatik. 5. Glaukoma sudut tertutup yang
terjadi akibat tebentuk sumbatan pada drainase cairan aqueous humour 6. Entropion dan phthisis
bulbi. Keadaan ini terjadi akibat komplikasi jangka panjang pada trauma kimia.
Universitas Sumatera Utara

Gambar 9.Simblefaron Gambar 10. Phtisis Bulbi

2.2.10. Prognosis Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab
trauma tersebut.Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah
satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan.Iskemik yang paling luas pada
pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosis yang buruk. Bentuk paling berat
pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana prognosisnya adalah
yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.13,20,21 Kebanyakan kasus dapat sembuh sempurna
meskipun ada juga yang disertai komplikasi seperti glaukoma, kerusakan kornea, dry eye
syndrome dan beberapa kasus menimbulkan kebutaaan.20,21
Universitas Sumatera Utara

BAB 3 KESIMPULAN

Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi.Trauma kimia
pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik
yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut. Mekanisme cedera
antara trauma asam dan trauma basa sedikit berbeda.Trauma yang disebabkan oleh bahan basa
lebih cepat merusak dan menembus kornea dibandingkan bahan asam. Trauma basa biasanya
memberikan dampak yang lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki
dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat masuk secara cepat untuk penetrasi sel
membran dan masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan
menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu barier pelindung sehingga
zat asam tidak penetrasi lebih dalam lagi. Gejala utama yang muncul pada trauma mata adalah
epifora, blefarospasme dan nyeri yang hebat yang disertai dengan penurunan fungsi penglihatan.
Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan segera sampai
pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian obat terutama antibiotik, multivitamin,
antiglaukoma, dan lain lain. Terapi pembedahan merupakan pilihan terakhir pada kasus gawat
darurat dan gagal dengan terapi nonoperatif
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG; Taylor A ; Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000.

2. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2008.

3. Radosavljević A, Kalezić, T, Golubović S. The Frequency of Chemical Injuries of the Eye in a


Tertiary Referral Centre. School of Medicine, University of Belgrade, Belgrade, Serbia.
2013;141(9-10):592-596

4. American Academy of Ophthalmology. The eye: Fundamental and princilples of


ophthalmology. BSSC, section2.2012.p41-50
5. Tortora G. J., Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. John
Wiley & Sons.

6. American Academy of Ophthalmology. Clinical aspects of toxic and traumatic onjuries of the
anterior segment: External Disease and Cornea. BSSC, section8.2012.p353-359

7. Tsai, James C. Denniston, Alastair K. Murray, Philip I. Oxford American Handbook of


Ophthalmology.2011. Oxford University Press Inc.p84-85

8. Schlote, T. Rohrbach, J. Grueb, M. Mielke, J. Pocket Atlas of ophthalmology.2006. George


Theime Verlag. p105-107.

9. James, bruce. Lecture notes on ophthalmology. 9th edition. Blackwell scientific.2003.p1-


16,p194-195.

Universitas Sumatera Utara

10. Drake B, Paterson R, Tabin G, Butler F, Cushing T. Treatment of Eye Injuries and Illnesses
in the Wilderness.2012. Denver Health Medical Center. Denver,wilderness and environmental
medicine 23, 325–336

11. R. Palao , I. Monge, M. Ruiz, J.P. Barret. Chemical burns: Pathophysiology and treatment.
Burns .2009. Burn Centre, Department of Plastic Surgery and Burns, University Hospital Vall d’
Hebron doi:10.1016/ j.burns.2009.07.009

12. Kosoko, Adeola. Chemical ocular burns.2009.American journal of clinical medicine.Vol:6-3


13. Fish R, Davidson R. Management of ocular thermal and chemical injuries, including
amniotic membrane therapy.2010. University of Colorado School of Medicine, Opinion in
Ophthalmology 2010, 21:317–321

14. Lang, Gerhard. A short textbook : Ophtalmology. 2000. Georg Thieme Verlag.New York.
p517-522

15. Schrage, Norbert. Current Recommendations for Optimum Treatment of Chemical Eye
Burns.2012. Ophthalmology Department, Municipal Hospital of Cologne-Merheim p327-332

16. Ralf, Kuckelkorn ; Norbert, Schrage; Gabriela, Keller; Claudi, Redbrake. Emergency
treatment of chemical and thermal eye burns.2002. Department of Ophthalmology,
Universitätsklinikum der RWTH Aachen Germany. Acta Ophthalmol. Scand. 2002: 80: 4–10

17. Morgan, J Stephen. Chemical burns of the eye : causes and management. 1987. British
journal of ophthalmology.p854-857

18. Olver, Jane. Ophthalmology at glance : Ophthalmic trauma principles and management of
chemical industry .2005. Blackwell science.p36-38

Universitas Sumatera Utara

19. Houman, Hemmati ; Colby, Kathryn. Treating acute chemical injuries of the cornea.
2012.Ophthalmic Pearls EyeNet Magazine.p43-45

20. Hall, Alan.Epidemiology of ocular chemical burn injuries. 2011. SpringerVerlag Berlin
Heidelberg.p9-15
21. Gerald,Lim, ; Lung-Kun, Yeh: Chiung, Lin. Sequels, Complications and Management of A
Chemical Burn Associated with Cement Splash.2006. Chang Gung Med J Vol. 29 No. 4.p424-
428

Anda mungkin juga menyukai