Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

Trauma Kimia pada Mata

Pembimbing:
dr. Esti Wardhani, Sp.M
dr. Grace Sancoyo, Sp.M
dr. Inggrid, Sp.M

Disusun oleh :
Laurensia Scovani (2013-061-130)
Irene Antoni (2013-061-137)
Richard Firmansyah (2014-061-030)
Claresta (2014-061-031)

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA
ATMA JAYA
RSKB CINTA KASIH TZU CHI
15 FEBRUARI 2016 – 12 MARET 2016
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan
berkah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan referat dengan judul “Trauma
Kimia pada Mata” dengan sebaik-baiknya.
 
Adapun referat ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan referat ini. Oleh
karena itu, kami tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada dr. Esti Wardhani,
Sp.M, dr. Grace Sancoyo, Sp.M, dan dr. Inggrid, Sp.M selaku pembimbing dan
semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan referat ini.
 
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan, baik dari segi penyusunan bahasa maupun segi lainnya dari referat ini.
Dengan demikian, kami mengharapkan saran dan kritik pembaca, sehingga kami
dapat memperbaiki referat ini.
 
Akhir kata, kami selaku penyusun mengharapkan semoga referat ini dapat
memberikan manfaat yang dapat diterapkan bagi pembaca.
 

Jakarta, Maret 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. ii


DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. iii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………. iv
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………. 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….. 3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata…………………………………………. 3
2.2 Trauma Kimia pada Mata…………………………………………... 6
2.2.1. Definisi……………………………………………………….. 6
2.2.2. Epidemiologi…………………………………………………. 6
2.2.3. Trauma Asam pada Mata…………………………………... 7
2.2.4. Trauma Basa pada Mata…………………………………… 10
2.2.5. Diagnosis dan Penanganan Trauma Kimia pada Mata…. 15
2.2.6. Penatalaksanaan…………………………………………….. 17
2.2.7. Komplikasi…………………………………………………… 20
2.2.8. Prognosis……………………………………………………... 21
BAB III. KESIMPULAN……………………………………………………….. 22
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 23

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Mata………………………………………………… 3


Gambar 2. Lapisan Retina……………………………………………….. 5
Gambar 3. Koagulasi Protein akibat Trauma Asam…………………… 9
Gambar 4. Patofisiologi Trauma Asam pada Mata…………………..... 9
Gambar5. Pelebaran Konjungtiva Bulbi dan Hiperemis akibat
Peningkatan Tekanan Intraokular…………………………. 10
Gambar 6. Patofisiologi Trauma Basa pada Mata…………………….. 13
Gambar 7. Klasifikasi Trauma Kimia………………………………….. 14
Gambar 8. Trauma Kimia karena Jeruk Lemon………………………. 17
Gambar 9. Simblefaron………………………………………………….. 20
Gambar 10. Ptisis Bulbi………………………………………………….. 21
Gambar 11. Cooked Fish Eye….................................................................. 21

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan


perlukaan pada mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat
juga sebagai kasus tindakan kriminal. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan
sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Trauma mata
dapat disebabkan oleh berbagai hal, namun di sini, kami akan membahas tentang
trauma kimia pada mata yang melibatkan trauma akibat basa dan asam pada mata.1
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan
oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan
sampai kehilangan penglihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang
mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau
basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut. Trauma kimia diakibatkan oleh
zat asam dengan pH <7 ataupun zat basa pH >7 yang dapat menyebabkan kerusakan
struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume,
konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut. Mekanisme
cedera antara asam dan basa sedikit berbeda. Trauma bahan kimia dapat terjadi pada
kecelakaan yang terjadi dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan
kimia, pekerjaan pertanian dan peperangan memakai bahan kimia, serta paparan
bahan kimia dari alat-alat rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan
tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang
harus segera dilakukan.1
Berdasarkan data CDC tahun 2000, sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat
mengalami gangguan penglihatan akibat trauma. 75% dari kelompok tersebut buta
pada satu mata, dan sekitar 50.000 orang menderita cedera serius yang mengancam
penglihatan setiap tahunnya. Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di Amerika Serikat
menerima pengobatan medis karena trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari
800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap
tahunnya. Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma mata
4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998, trauma okular berakibat kebutaan
unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta orang mengalami penurunan visus
bilateral, dan 1,6 juta orang mengalami kebutaan bilateral akibat trauma mata.

1
Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi trauma kimia asam
berbanding basa bervariasi, yaitu berkisar antara 1:1 sampai 1:4. Secara international,
80% dari trauma kimia dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan. Menurut United
States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi kasus trauma kimia di Amerika
Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah.
Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun.2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata

Gambar 1. Anatomi mata.3


Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia. Secara konstan
mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada
objek yang dekat dan jauh, serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang
dengan segera dihantarkan ke otak.3
Mata terdiri dari bermacam-macam struktur sekaligus dengan fungsinya
masing-masing. Struktur dari mata meliputi sklera, konjungtiva, kornea, pupil,
iris, lensa, retina, saraf optikus, humor aqueus, serta humor vitreus yang
masing-masingnya memiliki fungsi atau kerjanya sendiri (Gambar 1).3
 Sklera : merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih dan
relatif kuat.
 Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan
bagian luar sklera.
 Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan
pembungkus dari iris, pupil, dan bilik anterior serta
membantu memfokuskan cahaya.

3
 Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.
 Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di
belakang kornea dan di depan lensa; berfungsi mengatur
jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara merubah
ukuran pupil.
 Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor
aqueus dan vitreus; berfungsi membantu memfokuskan
cahaya ke retina.
 Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian
belakang bola mata; berfungsi mengirimkan pesan visual
melalui saraf optikus ke otak.
 Saraf optikus : kumpulan serat saraf yang membawa pesan visual dari
retina ke otak.
 Humor aqueus : cairan jernih yang mengalir diantara lensa dan kornea
(mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber
nutrisi bagi lensa dan kornea; dihasilkan oleh prosesus
siliaris.
 Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan
retina (mengisi segmen posterior mata).
Bola mata terbagi menjadi 2 bagian yang masing-masing terisi oleh
cairan,3 yaitu:
1. Segmen anterior: mulai dari kornea sampai lensa, berisi humor aqueus
yang merupakan sumber nutrisi bagi struktur mata di dalamnya.
Segmen anterior sendiri terbagi menjadi 2 bagian, yaitu (i) bilik
anterior: mulai dari kornea sampai iris, dan (ii) bilik posterior: mulai
dari iris sampai lensa. Dalam keadaan normal, humor aqueus
dihasilkan di bilik posterior oleh prosesus siliaris, lalu melewati pupil
masuk ke bilik anterior kemudian keluar dari bola mata melalui
saluran Schlemm.
2. Segmen posterior: mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke
retina, berisi humor vitreus yang membantu menjaga bentuk bola
mata.
Mata mempunyai otot, saraf, serta pembuluh darah. Beberapa otot
bekerja sama menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial

4
tertentu. Tulang orbita yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf
lainnya,3 yaitu:
 Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke
otak,
 Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata,
dan
 Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan
merangsang otot pada tulang orbita.
Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan
mata kanan, sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena
retinalis. Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.3
Mata memiliki fotoreseptor. Sel-sel fotoreseptor di dalam mata terdiri
atas dua jenis, yaitu sel batang dan sel kerucut (Gambar 2). Pada manusia,
terdapat sekitar 7 juta sel kerucut dan kurang lebih 125 juta sel batang untuk
setiap mata.
Sel batang merupakan sel yang sangat peka terhadap cahaya dengan
intensitas rendah. Sel batang berperan dalam proses penglihatan di malam hari
atau tempat-tempat gelap untuk menghasilkan ketajaman pengelihatan yang
rendah. Sayangnya, sel batang tidak mampu mendeteksi warna. Sel ini tersebar
di seluruh retina, kecuali di fovea. Di dalam sel batang terdapat pigmen
fotosensitif rodopsin (warna merah muda atau ungu). Rodopsin hanya 1 jenis,
sehingga hanya ada 1 jenis sel batang. Jika rodopsin terpapar atau menyerap
cahaya, rodopsin akan terurai menjadi opsin dan retinal. Sebaliknya, jika tidak
ada cahaya atau gelap, rodopsin akan terbentuk kembali.3

Gambar 2. Lapisan retina.


5
Sel kerucut menghasilkan penglihatan dengan ketajaman yang tinggi. Sel
kerucut hanya terdapat di fovea. Di dalam sel-sel kerucut terdapat pigmen
fotosensitif iodopsin. Berdasarkan bentuknya, iodopsin dibagi 3. Masing-
masing peka terhadap panjang gelombang cahaya yang berbeda. Ketiga jenis
iodopsin tersebut peka terhadap warna merah, biru, dan hijau. Oleh karena itu,
sel kerucut mampu mendeteksi warna. Jika ketiga sel kerucut tersebut
mendapatkan stimulasi yang sama, maka kita akan melihat warna putih.3,4

2.2. Trauma Kimia pada Mata


2.2.1.Definisi
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kegawat
daruratan oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik
ringan, berat bahkan sampai kehilangan pengelihatan. Trauma kimia
pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpapar
bahan kimia baik yang bersifat asam ataupun basa yang dapat merusak
struktur bola mata tersebut.1,5
Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH <7 ataupun zat
basa pH >7 yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata.
Tingkat keparahan trauma ditentukan dengan jenis, volume, konsentrasi,
durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut. Mekanisme
cedera antara asam dan basa sedikit berbeda. Trauma bahan kimia dapat
terjadi pada laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan
kimia, pekerjaan pertanian dan peperangan yang menggunakan bahan
kimia, serta paparan bahan kimia dari alat alat rumah tangga. Setiap
trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah
yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang harus segera
dilaksanakan.1,6
2.2.2.Epidemiologi
Berdasarkan data dari Center of Disease Contol and Prevention
(CDC) tahun 2000, sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami
gangguan pengelihatan akibat trauma mata. 75% dari kelompok tersebut
buta pada satu mata, dan sekitar 50.000 orang menderita cedera serius
yang mengancam pengelihatan setiap tahunnya. Setiap hari lebih dari
2000 pekerja di Amerika Serikat menerima pengobatan medis akibat

6
trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus trauma mata
yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap tahunnya.2,7
Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena
trauma mata 4 kali lebih besar. Dari data World Health Organization
(WHO) tahun 1998, trauma okular berakibat kebutaan unilateral terjadi
pada 19 juta orang, 2,3 juta orang mengalami penurunan visus bilateral,
dan 1,6 juta orang mengalami kebutaan bilateral akibat trauma mata.
Sebagian besar kasus (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi
trauma kimia asam berbanding basa bervariasi, yaitu berkisar antara 1:1
sampai 1:4. Secara international, 80% dari trauma kimia dikarenakan
oleh pajanan karena pekerjaan. Menurut United States Eye Injury
Registry (USEIR), frekuensi kasus trauma kimia di Amerika Serikat
mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di
rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31
tahun.2,7
2.2.3.Trauma Asam pada Mata.
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan
anion dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular
dengan mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi
protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah
penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan
ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam.
Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam
cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia
basa.2
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan
denaturasi dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya. Karena
adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya
presipitasi protein, maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan
asam yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi, sehingga
terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan
pada kornea, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas (Gambar 3).
Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja (Gambar 4). Bila

7
trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma
basa.2,5
Bahan kimia yang bersifat asam contohnya asam sulfat, air accu,
asam sulfit, asam hidroklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat,
asam kromat, dan asam hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang
menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab
tersering dari luka bakar kimia pada mata. Asam hidroflorida dapat
ditemukan di rumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum,
dan cairan pembersih yang kuat. Asam hidroflorida adalah satu
pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati membran sel,
seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan
menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan
magnesium membentuk insoluble complexes. Nyeri lokal yang ekstrim
bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung
pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut
bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan
memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal,
dan neurologik.2,8. Beberapa bahan asam yang dapat menyebabkan trauma
adalah:
a. Sulfuric acid (H2SO4) pada aki mobil dan bahan pembersih industry,
b. Sulfurous acid (H2SO3) pada pengawet sayur dan buah,
c. Hydrofluoric acid (HF) efek sama dengan trauma basa, ditemukan
pada pembersih karat, pengkilat aluminuium dan penggosok kaca,
d. Acetic acid (CH3COOH) pada cuka, dan
e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38% zat pembersih.

8
Gambar 3. Koagulasi protein yang berlaku pada mata akibat trauma
asam, dan menimbulkan kekeruhan pada kornea, yang nantinya akan
cenderung untuk masuk ke bilik depan mata dan bisa menimbulkan
katarak. (Sumber: Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya
medika. Jakarta. 2000.)

Bahan kimia asam

Asam cenderung berikatan dengan


protein

Menyebabkan koagulasi protein


plasma

Koagulasi protein ini, sebagai barrier yang


membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut

Luka hanya terbatas pada


permukaan luar saja

Asam masuk ke bilik mata depan


menimbulkan iritis dan katarak

Gangguan persepsi
penglihatan

Gambar 4. Patofisiologi trauma asam pada mata.2,8

9
Gambar 5. Mata yang pada bagian konjungtiva bulbi yang hiperemis dan
pupil yang melebar karena peningkatan tekanan intraocular. (Sumber:
Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika.
Jakarta. 2000.)

2.2.4.Trauma Basa pada Mata


Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena
bahan-bahan basa memiliki dua sifat, yaitu hidrofilik dan lipolifik, yang
dapat secara cepat penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan,
bahkan sampai retina. Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada
mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam
mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawat daruratan. Basa akan
menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat,
sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat
koagulasi sel dan menimbulkan proses saponifikasi, disertai dengan
dehidrasi.5
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya
sel jaringan. Pada pH yang tinggi, alkali akan mengakibatkan
saponifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak membran sel. Akibat
saponifikasi membran sel, penetrasi lebih lanjut zat alkali akan lebih
mudah. Basa menyebabkan hilangnya mukopolisakarida jaringan dan
terjadinya penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea
akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea, akan
terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea.
Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh

10
darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea
rusak, sel epitel diatasnya mudah lepas. Sel epitel yang baru terbentuk
akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui
plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen
aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea
(Gambar 6).5
Selain itu, gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dapat
menyebabkan ulkus kornea menjadi perforasi kornea. Kolagenase ini
mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari
ke 12 hingga 21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu
setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi
epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan
kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan
terjadi gangguan fungsi korpus siliaris. Cairan mata susunannya akan
berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang.
Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan
jaringan kornea.5
Bahan kimia bersifat basa contohnya NaOH, CaOH, amoniak,
Freon/bahan pendingin lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen,
tiner, lem, cairan pembersih dalam rumah tangga, dan soda kuat. Bahan
alkali yang biasa menyebabkan trauma kimia adalah:
a. Amonia (NH3), zat ini biasa ditemukan pada bahan pembersih rumah
tangga, zat pendingin, dan pupuk,
b. NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa,
c. Potassium Hydroxide (KOH), seperti caustic potash,
d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2), seperti pada kembang api, dan
e. Lime (Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen, dan kapur.
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase,
yaitu fase kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase
penyembuhan.5,8
Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti
oleh hal-hal sebagai berikut:
 Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan
dan oklusi pembuluh darah pada limbus.

11
 Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan
konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan
persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.
 Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan
kerusakan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
 Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat
menyebabkan kerusakan iris dan lensa.
 Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang
dibutuhkan untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
 Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses
berikut:
 Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau
pergeseran dari sel-sel epitelial yang berasal dari stem cell limbus
 Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi
sintesis kolagen yang baru.

12
Bahan kimia alkali

Pecah atau rusaknya sel jaringan dan


Persabunan disertai disosiasi asam lemak
membran sel → penetrasi lebih lanjut

Mukopolisakarida jaringan
menghilang & terjadi
penggumpalan sel kornea

Serat kolagen kornea


akan membengkak &
kornea akan mati

Edema → terdapat serbukan sel


polimorfonuklear ke dalam stroma, cenderung
disertai masuknya pembuluh darah
(neovaskularisasi)

Dilepaskan plasminogen
aktivator & kolagenase
(merusak kolagen kornea)

Terjadi gangguan
penyembuhan
epitel

Berkelanjutan menjadi
ulkus kornea atau
perforasi ke lapisan yang
lebih dalam
5
Gambar 6. Patofisiologi trauma basa yang merusak mata.
Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan dalam:6
 Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis
sangat baik),
 Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat
dan terdapat kurang dari 1/3 iskemik limbus (prognosis baik),

13
 Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan
gambaran iris tidak jelas dan sudah terdapat ½ iskemik limbus
(prognosis kurang), dan
 Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari ½ limbus
(prognosis sangat buruk).

Gambar 7. Klasifikasi trauma kimia: (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c)


derajat 3, (d) derajat 4.6
Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai
dengan kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan prognosis.
Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan
keparahan iskemik limbus. Menurut klasifikasi Hughes:
Ringan
 Prognosis baik
 Terdapat erosi epitel kornea
 Kekeruhan yang ringan pada kornea
 Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva
Sedang
 Prognosis baik
 Kornea keruh, sehingga sukar melihat iris dan pupil secara terperinci
 Terdapat nekrosis dan iskemi ringan pada konjungtiva dan kornea
Berat
 Prognosis buruk

14
 Akibat kekeruhan kornea, pupil tidak dapat dilihat
 Konjungtiva dan sklera pucat
2.2.5.Diagnosis dan Penanganan Trauma Kimia pada Mata
Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis,
anamnesis dan pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah
mutlak dilakukan dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus
gawat darurat sehingga hanya diperlukan anamnesa singkat.6
2.2.5.1. Gejala Klinis
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma
kimia, yaitu epifora, blefarospasme, dan nyeri berat. Trauma
akibat bahan yang bersifat asam biasanya dapat segera
terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis superfisial
kornea. Sedangkan pada trauma basa, kehilangan penglihatan
sering bermanifestasi beberapa hari sesudah kejadian. Namun
sebenarnya kerusakan yang terjadi pada trauma basa lebih
berat dibanding trauma asam.6
2.2.5.2. Anamnesis
Pada anamnesis, sering sekali pasien menceritakan
telah tersiram cairan atau tersemprot gas pada mata atau
partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu diketahui
apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma
tersebut (misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan dengan
kecepatan tinggi) serta kapan terjadinya trauma tersebut.6
Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah
cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus
apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba-tiba.
Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran
umum trauma. Harus pula dicurigai adanya benda asing
intraokular apabila terdapat riwayat trauma akibat ledakan.3,6
2.2.5.3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai
mata yang terkena zat kimia sudah terigasi dengan air dan pH
permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi topikal atau
lokal sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman,
15
dan kooperatif sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah
dilakukan irigasi, pemeriksaan dilakukan dengan perhatian
khusus untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea,
derajat iskemik limbus, tekanan intra okular,
konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi, peradangan
kronik, dan defek epitel yang menetap dan berulang.6
Hasil pemeriksaan fisik yang sering muncul adalah:
a) Defek epitel kornea
Kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai keratitis
epitel punctata yang ringan sampai defek kornea yang
menyeluruh. Apabila dicurigai ada defek epitel namun
tidak ditemukan pada pemeriksaan awal, mata tersebut
harus di periksa ulang setelah beberapa menit.
b) Stroma yang kabur
Kekaburan stroma bervariasi, mulai dari ringan sampai
opasifikasi menyeluruh sehingga tidak bisa melihat
kamera okuli anterior (KOA).
c) Perforasi kornea
Perforasi kornea lebih sering dijumpai beberapa hari
sampai minggu setelah trauma kimia yang berat.
d) Reaksi inflamasi KOA
Tampak gambaran flare dan sel di KOA. Reaksi
inflamasi KOA lebih sering terjadi pada trauma alkali /
basa.
e) Peningkatan TIO
Terjadi peningkatan TIO tergantung kepada tingkat
inflamasi pada segmen anterior dan deformitas jaringan
kolagen kornea. Kedua hal tersebut menyebabkan
penurunan outflow uveoscleral dan peningkatan TIO.
f) Kerusakan kelopak mata
Jika kerusakan kelopak mata menyebabkan mata tidak
bisa ditutup maka akan mudah iritasi.
g) Inflamasi konjungtiva
Dapat terjadi hiperemi konjungtiva.

16
h) Penurunan ketajaman penglihatan
Terjadi karena defek epitel atau kekeruhan kornea,
meningkatnya lakrimasi atau ketidaknyamanan pasien.

Gambar 8. Trauma kimia karena jeruk lemon.


Vaskularisasi kornea terlihat jelas, dan mata menjadi
kering akibat kehilangan sebagian besar sel goblet.
2.2.5.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata
adalah pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan
kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai
tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata
dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi
luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat
dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan
tonometri untuk mengetahui tekanan intraokular.6
2.2.6.Penatalaksanaan
2.2.6.1. Tatalaksana Emergensi5
1. Irigasi
Merupakan hal yang krusial dan harus dilakukan sesegera
mungkin untuk meminimalkan durasi kontak mata dengan
bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus
konjungtiva. Larutan normal saline (atau yang setara) harus
digunakan untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit
sampai pH mata menjadi normal (7,3). Pada trauma basa
hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2.000

17
ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat
diberikan anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%,
dan antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama lebih baik
menggunakan irigasi dengan kontak lensa (lensa yang
terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata
dengan aliran yang konstan.
2. Double eversi pada kelopak mata
Dilakukan untuk memindahkan material yang terdapat pada
bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan
terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra,
konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
3. Debridemen
Pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik dapat
terjadi re-epitelisasi pada kornea. Trauma kimia ringan
(derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-
obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik
profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia
berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi
inflamasi, membantu regenerasi epitel dan mencegah
terjadinya ulkus kornea.
2.2.6.2. Medikamentosa5
1. Steroid
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi
neutofil. Namun pemberian steroid dapat menghambat
penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis kolagen
dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya
diberikan secara inisial dan di-tappering off setelah 7-10 hari.
Deksametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED diberikan
setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV
50-200 mg.
2. Sikloplegik
Siklopegik diberikan untuk mengistirahatkan iris, mencegah
iritis, dan sinekia posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin
0,25% diberikan 2 kali sehari.

18
3. Asam askorbat
Asam askorbat dapat mengembalikan keadaan jaringan
scorbutik dan meningkatkan penyembuhan luka dengan
membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas
kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam.
Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2 gr.
4. Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor
Beta blokter digunakan untuk menurunkan tekanan intra
okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder.
Diberikan secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg.
5. Antibiotik
Antibiotik profilaksis diberikan untuk mencegah infeksi oleh
kuman oportunis. Tetrasiklin efektif untuk menghambat
kolagenase, menghambat aktifitas netrofil, dan mengurangi
pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara
topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg).
2.2.6.3. Pembedahan3,5
1. Pembedahan Segera
Sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus,
mengembalikan populasi sel limbus, dan mengembalikan
kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk
pembedahan:
 Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus,
bertujuan untuk mengembalikan vaskularisasi limbus juga
mencegah perkembangan ulkus kornea. 
 Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain
(autograft) atau dari donor (allograft), bertujuan untuk
mengembalikan epitel kornea menjadi normal. 
 Graft membran amnion, untuk membantu epitelisasi dan
menekan fibrosis 
2. Pembedahan Lanjut
Pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:
 Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus
conjungtival bands dan simblefaron. 

19
 Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva. 
 Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata. 
 Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama
makin baik. Hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari
proses inflamasi.  
 Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang
sangat berat dikarenakan hasil dari graft konvensional
sangat buruk. 
2.2.7.Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata bergantung pada berat ringannya
trauma, dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi
pada kasus trauma basa pada mata antara lain:3
1. Simblefaron (Gambar 9), adalah gejala gerak mata terganggu,
diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu,
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler,
3. Sindroma mata kering,
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering
menyebabkan katarak. Komponen basa yang mengenai mata
menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan menurunkan kadar
glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-
lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka
jarang terjadi katarak traumatik. 
5. Glaukoma sudut tertutup, atau
6. Entropion dan ptisis bulbi (Gambar 10).

Gambar 9. Simblefaron.
20
Gambar 10. Ptisis bulbi.
2.2.8.Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan
penyebab trauma tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus
dan konjungtiva merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan
prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah
limbus dan konjungtiva memberikan prognosis yang buruk. Bentuk
paling berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran “cooked
fish eye” yang memiliki prognosis paling buruk, dapat terjadi kebutaan
(Gambar 11).

Gambar 11. Cooked fish eye.


Trauma kimia sedang sampai berat pada konjungtiva bulbi dan
palpebra dapat menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan
konjungtiva bulbi). Reaksi inflamasi pada kamera okuli anterior dapat
menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder.

21
BAB III
KESIMPULAN

Trauma kimia pada mata dapat berasal dari bahan yang bersifat asam dengan
pH < 7 atau bahan yang bersifat basa dengan pH > 7. Trauma basa biasanya
memberikan dampak yang lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan
basa memiliki dua sifat, yaitu hidrofilik dan lipolifik, sehingga zat basa dapat masuk
secara cepat untuk penetrasi ke sel membran dan masuk ke sudut mata depan, bahkan
sampai retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein
permukaan yang merupakan suatu pelindung, sehingga zat asam tidak dapat penetrasi
lebih dalam lagi.  Gejala utama yang muncul pada trauma mata adalah epifora,
blefarospasme, dan nyeri yang hebat. Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis
trauma yang tidak memerlukan anamnesa dan pemeriksaan yang lengkap.
Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan
segera sampai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian obat terutama
antibiotik, multivitamin, dan antiglaukoma. Selain itu dilakukan juga upaya promotif
dan preventif kepada pasien. Menurut data statistik, 90% kasus trauma dapat dicegah
apabila dalam menjalankan suatu pekerjaan menggunakan pelindung yang tepat.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
2. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009. 
3. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika.
Jakarta. 2000.
4. Arthur Lim Siew Ming and Ian J. Constable. Color Atlat of Ophthalmology
Third Edition. Washington. 2005. 
5. Randleman JB.2006. Chemical department of ophtalology. diakses dari
http://www.emedicine.com
6. Ilyas S. 2002 . Ilmu penyakit mata edisi ketiga.Jakarta : FK UI
7. Center of Disease contol and prevention. Work related eye injuries. Diakses
dari http://www.cdc.gov/feature/dsworksplaceeye/
8. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular
Complaints. Diunduh tanggal 28 Juni 2012 dari
http://www.acep.org/content.aspx?id=26712 
9. Dua, H. S., King, A.J., Joseph, A. 2001 New classification for ocular surface
burns, 85: 1379-1383, British Journal of Ophthalmology. Diakses 28 Juni
2012, dari http://bjo.bmj.com/content/85/11/1379.full.pdf new classification.

23

Anda mungkin juga menyukai