Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

TEKNIK RELAKSASI BENSON PADA LANSIA DI RW 07 KELURAHAN TOBEK


GODANG KECAMATAN TAMPAN

OLEH
KELOMPOK I

Anggun Pranata, S.Kep


Annisa Biiznillah, S.Kep
Bima Doni Pranata, S.Kep
Dahlia, S.Kep
Dini Juwairiyah Hutasuhut, S.Kep
Efriza Rusti, S.Kep
Febryani Zuvita, S.Kep
Hendra Cipta Y, S.Kep
Hesti Helpiyani, S.Kep
Lisa Andriani, S.Kep
Novia Ervadanti, S.Kep
Sari Permata Gusma, S.Kep
Sri Dewi Zalmi, S.Kep
Wulandari Gultom, S.Kep

DOSEN PEMBIMBING:
Dr. Reni Zulfitri, M.Kep., Sp.Kom
Ns. Ari Pristiana Dewi, M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
LAPORAN PENDAHULUAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
TEKNIK RELAKSASI BENSON PADA LANSIA DI RW 07 KELURAHAN
TEKNIK TOBEK GODANG KECAMATAN TAMPAN

A. Latar Belakang
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Intan & Sulistyaningsih, 2009). Proses penuaan
adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang
sering terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan
kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks dan
multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan berkembang sampai
pada keseluruhan sistem. Walaupun hal ini terjadi pada tingkat kecepatan yang berbeda,
di dalam parameter yang cukup sempit, proses tersebut tidak tertandingi (Stanley &
Patricia, 2009).
Di dalam menjalani kehidupannya, lansia memiliki tugas perkembangan yang
harus dipenuhi yaitu mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun, mempersiapkan
diri untuk pensiun, untuk hubungan baik dengan seusianya, mempersiapkan kehidupan
baru, melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial atau masyarakat, siap dengan
adanya kematian (Aspiani, 2014). Terapi aktivitas kelompok (TAK) adalah salah satu
terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai
masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok
digunakan sebagai target asuhan (Keliat, 2010).
TAK relaksasi benson memiliki dampak yang positif bagi lansia dalam
meningkatkan derajat kesehatan lansia. Penelitian yang dilakukan oleh Tahmasbi dan
Hasani (2016) tentang effect of Benson’s relaxation technique on the anxiety of patients
undergoing coronary angiography bahwa terapi relaksasi Benson ini dapat mengurangi
tingkat kecemasan pada kelompok intervensi sebelum dilakukan angiography. Pada
penelitian ini, ditemukan bahwa teknik ini memiliki dampak positif pada tanda-tanda
vital pada responden seperti penurunan pada nadi, tekanan darah dan pernafasan.
Relaksasi Benson merupakan teknik relaksasi yang digabungkan dengan
keyakinan yang dianut oleh pasien (Mitchell, 2013). Pengkajian yang telah dilakukan
pada tanggal 10-11 Maret 2020 di RW 07 Kelurahan TobekGodang Kecamatan Tampan
didapatkan hasil bahwa sebanyak 10 lansia mengalami hipertensi. Hal ini dibuktikan
dengan adanya 10 lansia yang mengeluhkan tekanan darah tinggi. Didukung dari
pernyataan Nenek A bahwa memiliki keluhan sakit kepala. Selain itu, dari hasil
observasi menunjukkan sebagian para lansia terlihat mengkonsumsi makanan yang
bersantan, berlemak, dan yang digoreng.
Berdasarkan hasil dari pengkajian dan observasi dapat disimpulkan bahwa
keadaan lansia yang berada di RW 07 Kelurahan TobekGodang Kecamatan Tampan
bahwa 10 lansia mengalami hipertensi. Maka dari itu perlu dilakukan terapi aktivitas
kelompok untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia.
Terapi aktivitas kelompok yang akan dilakukan adalah Terapi Aktivitas
Kelompok teknik relaksasi benson. Diharapkan dengan adanya terapi ini dapat
meningkatkan kualitas kesehatan lansia dan hubungan sosial dan keakraban yang
terjalin dengan baik diantara lansia di RW 07 Kelurahan Tobek Godang Kecamatan
Tampan.
B. Topik
Terapi Aktivitas Kelompok Relaksasi Benson.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari terapi aktivitas kelompok ini adalah untuk meningkatkan derajat
kesehatan lansia dan berinteraksi dengan lansia lain.
2. Tujuan Khusus
a. Lansia mampu mengenal tentang hipertensi.
b. Lansia mampu mengikuti gerakan teknik relaksasi benson secara berkelompok.
c. Lansia mampu mengulang kembali gerakan teknik relaksasi benson.
D. Hasil
1. Lansia mampu mengikuti teknik relaksasi benson.
2. Lansia mampu mengikuti teknik relaksasi benson secara berkelompok.
3. Lansia terlihat lebih bersemangat, senang, dan memiliki pengharapan yang baik akan
kelompoknya.
4. Lansia merasakan adanya perubahan setelah melakukan teknik relaksasi benson.
E. Kriteria Peserta
Kriteria peserta dalam TAK ini antara lain :
1. Merupakan warga RW 07 Kelurahan TobekGodang Kecamatan Tampan.
2. Bersedia dan mampu mengikuti TAK.
3. Memiliki keluhan hipertensi nyeri.
4. Lansia yang kooperatif dan dapat berkomunikasi dengan baik.
F. Uraian Struktur Kegiatan
1. Tempat Pertemuan
Kegiatan dilaksanakan di Posko Ners Muda Keperawatan Unriversitas Riau.
2. Hari/Tanggal
Hari : Rabu
Tanggal : 11 Maret 2020
Peserta : 10 orang
3. Waktu
Kegiatan TAK dilaksanakan pukul 10.00 – 11.00 WIB
4. Setting Tempat



Keterangan : Dokuentasi
: Leader : Lansia : Observer
:Co. leader : Fasilitator

Tim Pelaksana
 Leader : Febryani Zuvita, S.Kep
Tugas :- Pembuka acara
- Mengontrol TAK
- Memimpin acara selama kegiatan TAK
- Menghidupkan suasana TAK.
- Menyampaikan kontrak yag telah dilakukan sebelum acara
TAK
- Menyampaikan tujuan TAK
- Membacakan tata tertib
- Mendemonstrasikan senam persendian kepada lansia

 Co leader : Efriza Resti Rusdi, S.Kep


Tugas : - Membantu leader mengarahkan dan mengontrol jalannya
TAK
- Mengingatkan Leader jika ada yang terlupa atau
terlewatkan.
- Mendemonstrasikan senam persendian kepada lansia.
 Fasilitator : Anggun Pranata, S.Kep, Annisa Biiznillah, S.Kep, Bima Doni
Pranata, S.Kep, Dahlia, S.Kep, Dini Juwairiyah Hutasuhut, S.Kep, Hendra Cipta,
S.Kep, Hesti Helpyani ,S.Kep, Lisa Andriani, S.Kep, Sari Permata Gusma, S.Kep,
Wulandari Gultom, S.Kep.
Tugas : - Mempersiapkan alat,tempat, dan lansia
- Ikut serta dalam kegiatan kelompok untuk mengaktifkan
jalannya kegiatan
- Memfasilitasi anggota dalam mendemonstrasikan teknik
relaksasi benson
- Membantu dalam mendemonstrasikan teknik relaksasi
benson
- Membantu lansia dalam mengingat gerakan teknik
relaksasi benson
 Observer : Sri Dewi Zalmi, S.Kep
Tugas : - Memantau dan mengevaluasi hasil selama TAK
berlangsung
- Mencatat semua proses yang terjadi
- Memberi umpan balik pada kelompok
- Membuat laporan jalannya TAK
- Mencatat respon lansia
 Dokumentasi : Novia Ervadanti, S.Kep
Tugas : Mendokumentasi jalannya acara dengan berupa foto dan video
5. Alat yang akan digunakan
a) Laptop
b) Speaker
c) Infokus
d) Kursi
6. Tahap Pelaksanaan
Waktu Fase Kegiatan Ners Muda Kegiatan lansia
5 menit Orientasi  Mengucapkan salam  Menjawab salam
 Menanyakan perasaan  Menjawab
 Memperkenalkan diri  Mendengarkan
 Menjelaskan tujuan dan  Mendengarkan
kontrak waktu
 Menjelaskan aturan  Mendengarkan
permainan
40 menit Kerja  Demonstrasi gerakan  Mendengarkan,
teknik relaksasi benson memperhatikan dan
mengikuti kegiatan

 Memberikan  Mendemonstrasikan
reinforcement positif pada
lansia.
15 menit Hasil dan  Menanyakan perasaan  Menjawab
Terminasi lansia
 Meminta lansia untuk  Mendemonstrasikan
mendemonstrasikan
kembali teknik relaksasi  Mendengarkan
benson
 Membuat kesimpulan  Menjawab dan
mengenai TAK mendengarkan
 Mendiskusikan rencana
tindak lanjut  Menjawab
 Mengucapkan salam

a) Tahap Orientasi (5 menit)


- Leader mengucapkan salam terapeutik.
- Menanyakan perasaan pada lansia hari ini.
- Leader memperkenalkan diri dan mahasiswa lainnya kepada lansia.
- Leader menjelaskan tujuan kegiatan dan membuat kontrak waktu.
- Leader menjelaskan aturan permainan.
b) Tahap Kerja (40 menit)
- Lansia dibagi menjadi kelompok kecil dimana terdiri dari 5 orang setiap
kelompok.
- Seluruh lansia akan diajarkan teknik relaksasi benson.
- Leader dan Co Leader mencontohkan gerakan teknik relaksasi benson.
- Fasilitator membantu lansia dalam mengingat gerakan teknik relaksasi
benson.
- Lansia mendemonstrasikan kembali gerakan teknik relaksasi benson dan
mengajarkan kembali kepada kelompok.
- Memberikan reinforcement positif kepada lansia.
- Leader dan Co Leader memimpin gerakan teknik relaksasi benson.
- Co Leader mengajarkan lansia teknik relaksasi benson untuk hipertensi.
- Fasilitator membantu lansia dalam melakukan gerakan teknik relaksasi
benson untuk menurunkan hipertensi.
- Lansia dapat bercerita dan mengungkapkan perasaan setelah melakukan
teknik relaksasi benson.
- Setelah lansia mengungkapkan perasaan, leader menanyakan kepada lansia
dan mempersilahkan lansia lain untuk bertanya.
- Para fasilitator membantu lansia selama proses kerja.
c) Tahap Hasil (15 menit)
- Leader meminta perwakilan lansia untuk dalam mendemonstrasikan
kembali cara teknik relaksasi benson.
- Memberikan reinforcement positif kepada lansia.
- Leader menanyakan perasaan lansia setelah mengikuti TAK.
- Observer membuat kesimpulan mengenai TAK yang sudah dilakukan.
- Leader mengucapkan salam penutup.

G. Tata Tertib dan Antisipasi Masalah


1. Tata tertib pelaksanaan TAK
a. Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK sampai dengan selesai.
b. Peserta wajib hadir 5 menit sebelum acara TAK dimulai.
c. Peserta berpakaian rapi, bersih dan sudah mandi.
d. Peserta tidak diperkenankan makan, minum, merokok selama kegiatan TAK
berlangsung.
e. Lansia akan di ukur dahulu tensi nya sebelum dilakukan TAK.
f. Jika ingin mengajukan/menjawab pertanyaan, peserta mengangkat tangan
kanan dan berbicara setelah dipersilahkan oleh pemimpin.
g. Peserta yang mengacaukan jalannya acara akan dikeluarkan dari TAK.
h. Peserta dilarang meninggalkan tempat sebelum acara TAK selesai.
2. Antisipasi kejadian yang tidak diinginkan pada proses TAK.
a. Penanganan klien yang tidak aktif saat aktifitas kelompok.
1) Memanggil dan menghampiri lansia.
2) Memberi kesempatan kepada klien untuk menjawab sapaan Ners Muda
atau lansia yang lain.
b. Bila lansia meninggalkan kegiatan:
1) Panggil dan hampiri lansia.
2) Tanya alasan lansia meninggalkan kegiatan.
3) Berikan penjelasan tentang tujuan kegiatan dan berikan penjelasan pada
klien bahwa klien dapat melaksanakan keperluannya setelah itu klien
boleh kembali lagi.
c. Bila ada klien lain ingin ikut.
1) Berikan penjelasan bahwa kegiatan ini ditujukan kepada lansia yang
mengalami hipertensi.
2) Katakan pada lansia lain bahwa ada kegiatan lain yang mungkin dapat
diikuti oleh lansia tersebut.
3) Jika lansia memaksa, beri kesempatan masuk dengan tidak memberi peran
pada kegiatan tersebut.
H. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur
a. Menyiapkan preplanning.
b. Menyiapkan alat bantu atau media.
c. Kontrak dengan lansia, tempat dan sesuai rencana.
2. Kriteria Proses
a. Pelaksanaan sesuai dengan waktu dan strategi pelaksanaan yang telah ditetapkan.
b. Lansia aktif dalam kegiatan ners muda mulai dari orientasi, demonstrasi gerakan
teknik relaksasi benson.
3. Kriteria Hasil

Kriteria Presentase Pencapaian


a. Lansia mampu mengenal tentang hipertensi. 70-80 %
b. Lansia mampu mengikuti gerakan teknik
70-80 %
relaksasi benson secara berkelompok.
c. Lansia mampu mengulang kembali gerakan
70-80 %
teknik relaksasi benson.

MATERI TEKNIK RELAKSASI BENSON

A. LANSIA
1. Pengertian
Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses
perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Usia lanjut
merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang
mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari
(Notoatmodjo, 2007).
Menurut Undang Undang RI No 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19
ayat 1 bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami
perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial. Perubahan ini akan memberikan
pengaruh pada seluruh aspek kehidupan (Khoiriyah, 2011).
2. Klasifikasi
Menurut Maryam (2008), 5 klasifikasi pada lansia antara lain:
a. Pra lansia
Pra lansia merupakan seseorang yang berusia 45-59 tahun.
b. Lansia
Lansia merupakan seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi
Lansia tinggi merupakan seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensia
Lansia potensia merupakam lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang masih dapat menghasilkan barang/jasa.
e. Lansia tidak potensial
Lansia tidak potensial meruapakn lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Mubarak (2006) lanjut usia
meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun.
2) Usia lanjut (eldery) antara 60-74 tahun.
3) Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun.
4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
3. Tipe Lansia
Menurut Maryam (2008), beberapa tipe lansia bergantung pada karakter,
pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya. Tipe
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman menyesuaikan diri dengan perubahan
jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru dan selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan melakukan
pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif dan acuh tidak acuh.
4. Tugas Perkembangan Lansia
Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan khusus.
menurut Potter dan Perry (2005), tujuh kategori utama tugas perkembangan lansia
meliputi:
a. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring terjadinya
penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi. Hal ini tidak dikaitkan
dengan penyakit, tetapi hal ini adalah normal.
b. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan
Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh karena itu
mungkin perlu untuk meyesuaikan dan membuat perubahan karena hilangnya
peran bekerja.

c. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan


Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan, teman, dan kadang
anaknya. Kehilangan ini sering sulit diselesaikan, apalagi bagi lansia yang
menggantungkan hidupnya dari seseorang yang meninggalkannya dan sangat
berarti bagi dirinya.
d. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia
Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri selama
penuaan. Mereka dapat memperlihatkan ketidakmampuannya sebagai koping
dengan menyangkal penurunan fungsi, meminta cucunya untuk tidak memanggil
mereka “nenek” atau menolak meminta bantuan dalam tugas yang menempatkan
keamanan mereka pada resiko yang besar.
e. Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup
Lansia dapat mengubah rencana kehidupannya. Misalnya kerusakan fisik
dapat mengharuskan pindah ke rumah yang lebih kecil dan untuk seorang diri.
f. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa
Lansia sering memerlukan penetapan hubungan kembali dengan anak-
anaknya yang telah dewasa.
g. Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup
Lansia harus belajar menerima akivitas dan minat baru untuk
mempertahankan kualitas hidupnya. Seseorang yang sebelumnya aktif secara
sosial sepanjang hidupnya mungkin merasa relatif mudah untuk bertemu orang
baru dan mendapat minat baru. Akan tetapi, seseorang yang introvert dengan
sosialisasi terbatas, mungkin menemui kesulitan bertemu orang baru selama
pensiun.
5. Masalah Fisik yang Sering Ditemukan pada Lansia
Menurut Azizah (2011), masalah fisik yang sering ditemukan pada lansia adalah:
a. Mudah Jatuh
Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata
yang melihat kejadian yang mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka.
b. Mudah Lelah
Disebabkan oleh:
1) Faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan atau perasaan depresi).
2) Gangguan organis.
3) Pengaruh obat-obat.
c. Berat Badan Menurun
Disebabkan oleh:
1) Pada umumnya nafsu makan menurun karena kurang gairah hidup atau
kelesuan.
2) Adanya penyakit kronis.
3) Gangguan pada saluran pencernaan sehingga penyerapan makanan
terganggu.
4) Faktor-faktor sosioekonomis (pensiun).
d. Sukar Menahan Buang Air Besar
Disebabkan oleh:
1) Obat-obat pencahar perut
2) Keadaan diare
3) Kelainan pada usus besar
4) Kelainan pada ujung saluran pencernaan (pada rektum usus)
e. Gangguan pada Ketajaman Penglihatan
Disebabkan oleh:
1) Presbiop
2) Kelainan lensa mata (refleksi lensa mata kurang)
3) Kekeruhan pada lensa (katarak)
4) Tekanan dalam mata yang meninggi (glaukoma)
6. Penyakit yang sering dijumpai pada Lansia
Menurut Azizah (2011), dikemukakan adanya empat penyakit yang sangat erat
hubungannya dengan proses menua yakni:
a. Gangguan sirkulasi darah, seperti: hipertensi, kelainan pembuluh darah,
gangguan pembuluh darah di otak (koroner) dan ginjal.
b. Gangguan metabolisme hormonal, seperti: diabetes mellitus, klimakterium, dan
ketidakseimbangan tiroid.
c. Gangguan pada persendian, seperti osteoartitis, gout arthritis, atau penyakit
kolagen lainnya.
d. Berbagai macam neoplasma.

B. TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)


1. Pengertian
Kelompok adalah sekumpulan individu yang mempunyai hubungan satu sama
lain, saling bergantung, dan mempunyai norma yang sama (Stuart, 2013). Umumnya
anggota kelompok merupakan individu yang mempunyai latar belakang berbeda.
Walaupun begitu, hal ini akan membuat antar individu dalam kelompok dapat belajar
satu sama lain melalui cerita atau pengalaman yang diutarakan.
Terapi aktivitas kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan
sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang
dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang telah
terlatih. Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok
untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep,
2009).
2. Tujuan
Menurut Keliat (2011), tujuan dari terapi aktivitas kelompok yaitu:
1) Mengembangkan stimulasi persepsi.
2) Mengembangkan stimulasi sensoris.
3) Mengembangkan orientasi realita.
4) Mengembangkan sosialisasi.
3. Manfaat
Menurut Susana dan Sri (2011), manfaat terapi aktivitas kelompok adalah:
a. Untuk mengembangkan motivasi klien, merasa dimiliki, diakui, dan dihargai oleh
anggota kelompok lain.
b. Melakukan sosialisasi.
c. Meningkatkan kemampuan realitas melalui komunikasi.
d. Umpan balik terhadap oranglain.
e. Menyalurkan emosi secara konstruktif.
f. Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling mambantu satu sama lain
unutk menemukan cara menyelesaikan masalah
4. Jenis-Jenis Terapi Aktivitas Kelompok
a. Stimulasi Sensori (Musik)
Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan perhatian, baik bagi para
pendengar yang mendengarkan maupun bagi pemusik yang menggubahnya.
Kualitas dari musik yang memiliki andil terhadap fungsi-fungsi dalam
pengungkapan perhatian terletak pada struktur dan urutan matematis yang
dimiliki, yang mampu menuju pada ketidakberesan dalam kehidupan seseorang.
Peran sertanya nampak dalam suatu pengalaman musikal, seperti menyanyi,
dapat menghasilkan integrasi pribadi yang mempersatukan tubuh, pikiran, dan
roh.
Tujuan dari TAK stimulasi sensori bertujuan agar klien mengalami:
Peningkatan kepekaan terhadap stimulus, peningkatan kemampuan merasakan
keindahan, peningkatan apresiasi terhadap lingkungan. Jenis TAK yaitu: TAK
stimulasi suara, TAK stimulasi gambar, TAK stimulasi suara dan gambar.
b. Stimulasi Persepsi.
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus
yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan
pada tiap sesi. Dengan proses ini maka diharapkan respon klien terhadap berbagai
stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif. Aktifitas berupa stimulus dan
persepsi. Stimulus yang disediakan: seperti baca majalah, menonton acara
televisi; stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi
klien yang mal adaptif atau destruktif, misalnya kemarahan dan kebencian.
Adapun tujuan dari TAK stimulasi persepsi adalah klien mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan
stimulus kepadanya. Sementara, tujuan khususnya: klien dapat mempersepsikan
stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat dan menyelesaikan masalah
yang timbul dari stimulus yang dialami (Darsana, 2007).
c. Orientasi Realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri
sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau orang yang dekat dengan
klien, dan lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan klien.
Demikian pula dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu, dan rencana ke
depan. Aktivitas dapat berupa: orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada
disekitar dan semua kondisi nyata.
d. Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk meningkatkan kemampuan klien
dalam melakukan interaksi sosial maupun berperan dalam lingkungan sosial.
Sosialisasi dimaksudkan memfasilitasi psikoterapis untuk: memantau dan
meningkatkan hubungan interpersonal, memberi tanggapan terhadap orang lain,
mengekspresikan ide dan tukar persepsi, menerima stimulus eksternal yang
berasal dari lingkungan.
1) Tujuan umum:
a) Mampu meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota kelompok.
b) Berkomunikasi.
c) Saling memperhatikan memberi tanggapan terhadap orang lain.
d) Mengekpresikan ide serta menerima stimulus eksternal.
2) Tujuan khusus:
a) Penderita mampu menyebutkan identitasnya.
b) Menyebutkan identitas penderita lain.
c) Berespon terhadap penderita lain.
d) Mengikuti aturan main.
e) Mengemukakan pendapat dan perasaannya (Keliat & Pawirowiyono,
2015).
5. Tahapan-Tahapan Terapi Aktivitas Kelompok
Menurut Purwaningsih (2009), kelompok berkembang melalui empat fase,
yaitu:
a. Fase Prakelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota,
kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan beserta dana
yang dibutuhkan.
b. Fase Awal Kelompok
Fase ini dibagi menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan
kebersamaan.
1) Tahap Orientasi
Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-
masing, leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan
anggota.
2) Tahap Konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Anggota mulai
memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana peran anggota,
tugasnya dan saling ketergantungan yang akan terjadi.

3) Tahap Kebersamaan
Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan
lebih intim satu sama lain.
c. Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Fase ini merupakan fase yang
menyenangkan bagi pemimpin dan anggota, perasaan negatif dan positif dapat
dikoreksi dengan hubungan yang saling percaya yang telah terbina, semua
naggota bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati,
tanggungjawab merata, kecemasana menurun, kelompok lebih stabil dan realistis,
kelompok mulai mengeksplorasi lebih jauh sesuai dengan tujuan dan tugas
kelompok dalam menyelesaikan tugasnya dan fase ini merupakan fase
penyelesaian masalah.
d. Fase Terminasi
Ada 2 jenis terminasi yaitu terminasi akhir dan terminasi sementara.
Anggota kelompok mungkin mengalami terminasi premature, tidak sukses atau
sukses. Terminasi dapat menyebabkan kecemasan, regresi dan kecewa. Untuk
menghindari hal ini, terapis perlu mengevaluasi kegiatan dan menunjukkan sikap
betapa bermaknanya kegiatan tersebut, menganjurkan anggota kelompok untuk
memberi umpan balik pada tiap anggota. Terminasi tidak boleh disangkal, tetapi
harus tuntas didiskusikan. Akhir terapi aktivitas kelompok harus dievaluasi, bisa
melalui pre test dan post test.

C. TEKNIK RELAKSASI BENSON


1. Pengertian
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan sistolik lebih dari 120 mmHg

dan tekanan diatolik lebih dari 80 mmHg yang menyebabkan perubahan pada

pembuluh darah yang mengakibatkan semakin tinggi tekanan darah (Muttaqin, 2009).

Menurut Udjianti (2010), hipertensi merupakan peningkatan abnormal tekanan darah

akibat arteriol yang berkonstriksi dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri

secara terus menerus lebih dari satu periode. Hipertensi dapat menambah beban kerja

jantung dan arteri yang dapat menimbulkan kerusakan pembuluh darah dan jantung.

Respon relaksasi merupakan bagian dari penurunan umum kognitif, fisiologis,

dan/atau stimulasi perilaku. Relaksasi juga melibatkan penurunan stimulasi. Proses

relaksasi akan memperpanjang serat otot, mengurangi pengiriman impuls neural ke

otak, dan selanjutnya mengurangi aktivitas otak juga sistem tubuh lainnya. Penurunan

denyut jantung dan frekuensi pernafasan, tekanan darah, dan konsumsi oksigen serta

peningkatan aktivitas otak alpha dan suhu kulit perifer merupakan karakteristik dari

respon relaksasi. Menurut Benson tahun 1975 bahwa respon relaksasi terjadi melalui
variasi teknik yang menggabungkan fokus mental yang berulang dan adopsi sikap

tenang dan bersahabat (Mitchell, 2013).

Relaksasi Benson dikembangkan oleh Dr. Harbert Benson di Harvard’s

Thorndike Memorial Laboratory dan Boston’s Beth Israel Hospital. Relaksasi Benson

merupakan teknik relaksasi yang digabungkan dengan keyakinan yang dianut oleh

pasien (Mitchell, 2013). Teknik ini merupakan teknik sederhana yang dapat dilakukan

oleh lansia tanpa efek samping, tanpa mengeluarkan biaya, dan sangat bermanfaat

untuk menciptakan relaksasi dan membantu menurunkan tekanan darah pada lansia.

Cara pengobatan ini merupakan bagian pengobatan spiritual yang memusatkan

perhatian pada suatu fokus dengan menyebutkan kalimat, kata atau frase yang

diyakini secara berulang-ulang dan menghilangkan berbagai pikiran yang

mengganggu (Aemilianus, 2012).

2. Tujuan
Adapun manfaat dari teknik relaksasi Benson (Pratiwi et al., 2015) adalah :

1) Mengurangi nyeri

2) Mengatasi gangguan tidur (insomnia)

3) Mengatasi kecemasan

4) Menurunkan tekanan darah

5) Menghilangkan kelelahan

6) Meredakan stres

7) Dapat digunakan disegala tempat

8) Tidak menimbulkan efek samping.

3. Komponen Dasar

Relaksasi Benson terdiri dari empat komponen dasar (Benson & Klipper,

2000; Freeman, 2009), yaitu :

1) Suasana tenang
Suasana yang tenang membantu efektifitas dari pengulangan kata atau

kelompok kata dan dengan demikian mempermudah untuk menghilangkan

pikiran-pikiran yang mengganggu. Seseorang harus bisa menahan gangguan

baik dari dalam diri maupun gangguan dari luar. Lingkungan yang tenang dan

sunyi menjadi pilihan yang baik seperti kamar atau ruangan yang tenang dan

ruang ibadah. Lingkungan yang tenang dapat membantu keefektifan

pengulangan kata karena dapat menjauhkan diri dari pikiran-pikiran yang

mengganggu.

2) Menetapkan suatu objek untuk memusatkan perhatian (perangkat mental)

Perangkat mental merupakan perangkat yang memberikan stimulus

konstan berupa suara, kata atau frase yang dilakukan secara simultan atau

berkesinambungan. Pikiran-pikiran yang dipindahkan akan berorientasi pada

hal-hal yang logis dan yang berada diluar diri seperti gangguan akan

dirangsang dengan kata atau frase yang diulang-ulang didalam hati sesuai

dengan keyakinan. Kata atau frase yang singkat merupakan fokus dalam

melakukan relaksasi Benson. Fokus terhadap kata atau frase singkat akan

meningkatkan kekuatan dasar respon relaksasi dengan memberi kesempatan

faktor keyakinan untuk memberi pengaruh terhadap penurunan aktivitas saraf

simpatik.

Salah satu kesulitan utama dalam pelaksanaan relaksasi Benson adalah

pikiran yang mengganggu, namun dapat dicegah dengan pengulangan kata

atau frase. Pengulangan kata merupakan objek untuk memusatkan perhatian,

misalnya dalam agama Islam diistilahkan dengan dzikir. Ada dua metode

untuk memusatkan perhatian yaitu pertama menatap pada suatu objek, dan

kedua adalah mengulang kata “tidak” pada pikiran yang mengganggu.


3) Sikap pasif (pasrah)

Apabila terdapat pikiran-pikiran yang mengganggu, pikiran tersebut

harus diabaikan dan perhatian harus diarahkan lagi kepengulangan kata atau

frase singkat sesuai dengan keyakinan. Sikap pasif merupakan elemen yang

paling penting dalam mempraktekkan relaksasi Benson. Sikap pasif

merupakan suatu bentuk pengosongan pikiran dan gangguan pada pikiran.

Ketika pikiran yang mengganggu melintas, hal tersebut harus disingkarkan

dan perhatian diarahkan kembali pada pengulangan kata.

4) Posisi nyaman

Posisi tubuh yang nyaman adalah bagian penting agar tidak

menyebabkan ketegangan otot-otot. Posisi tubuh yang digunakan, biasanya

dengan duduk atau berbaring ditempat tidur. Posisi nyaman yang dianjurkan

untuk dilakukan adalah duduk selama ±20 menit agar terhindar dari keadaan

tertidur saat fokus.

4. Mekanisme Kerja Teknik Relaksasi Benson

Proses pernafasan pada relaksasi Benson merupakan proses masuknya O2

melalui saluran pernafasan kemudian masuk ke paru-paru dan diproses ke dalam

tubuh. Selanjutnya terjadi proses di paru-paru tepatnya di bronkus dan diedarkan ke

seluruh tubuh melalui pembuluh vena dan nadi untuk memenuhi kebutuhan akan O 2.

Apabila O2 dalam kondisi tercukupi maka manusia berada dalam kondisi seimbang.

Kondisi ini akan menimbulkan keadaan rileks secara umum pada manusia. Perasaan

rileks akan diteruskan ke hipotalamus untuk menghasilkan Corticotropin Releasing

Factor (CRF). Selanjutnya, CRF merangsang kelenjar di bawah otak untuk

meningkatkan produksi Proopioidmelanocortin (POMC) sehingga produksi

enkephalin oleh medulla adrenal meningkat. Kelenjar di bawah otak juga


menghasilkan β endorphin sebagai neurotransmitter yang mempengaruhi suasana hati

menjadi rileks. Meningkatnya enkephalin dan β endorphin dan lansia akan merasa

lebih rileks dan nyaman (Taylor 2001 , dalam Juwita 2016).

Respon relaksasi melawan respon “fight or flight”. Respon fight or flight

timbul ketika tubuh menerima tekanan berlebihan dan tubuh berusaha untuk

melindunginya. Sistem saraf simpatis akan bekerja merespon perubahan fisiologis

seperti tekanan darah, nadi, pernafasan, dilatasi pupil, konstriksi pembuluh darah.

Ketika hal ini terjadi, maka respon relaksasi akan meredakan respon fight or flight dan

membawa tubuh ke keadaan normal (Mithchell, 2013).

5. Prosedur

Langkah-langkah melakukan relaksasi Benson (Benson & Klipper, 2000;

Mitchell, 2013; Berman & Snyder, 2012) adalah sebagai berikut:

1) Pilihlah kalimat spiritual yang akan digunakan. Karena kalimat itu akan menjadi

fokus relaksasi. Misalnya pada agama Islam, kalimat yang dapat digunakan

adalah bacaan dzikir seperti astaghfirullah, subhanallah, alhamdulillah,

allahuakbar dan lainnya (Islamiyah, 2014).

2) Duduk tenang dalam posisi nyaman.

3) Tutup mata perlahan.

4) Kendurkan otot-otot tubuh dengan membuat otot menjadi rileks. Mulai dari kaki

dan relaksasikan sampai wajah.

5) Tarik napas perlahan melalui hidung dan teratur, hembusan nafas. Secara

bersamaan, ulangi kata atau kalimat, atau mungkin doa, yang menjadi fokus.

Lakukan berulang sambil menghembuskan napas.

6) Ambil sikap pasif. Jangan khawatir terhadap berhasil atau tidaknya kegiatan

relaksasi ini. Jika ada pikiran lain yang mengganggu masuk, katakan saja
kepada diri: “tidak apa-apa”, dan secara perlahan lanjutkan doa atau kata fokus

tadi.

7) Lakukan selama 10 sampai 20 menit.

8) Saat selesai jangan langsung berdiri. Teruskan duduk tenang selama satu menit

atau lebih. Kemudian bukalah mata secara perlahan.

9) Lakukan kegiatan ini minimal satu kali sehari.

Daftar Pustaka

Aemilianus, M. (2012). Pengaruh teknik relaksasi benson terhadap gangguan tidur (insomnia)
pada lansia di UPT Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung Kupang.
Jurnal Ilmiah Keperawatan, 1(1), 1-5.
Amaliah, F., & Sudikno. (2014). Faktor risiko hipertensi pada orang umur 45-74 tahun di
Pulau Sulawesi. Jurnal Persagi, 37(2), 145–151.
Aspiani, R.Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info Media.
Munir.
Azizah. (2011). Keperawatan lanjut usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Benson, H., & Klipper, M,Z. (2000). Respon Relaksasi: Teknik meditasi sederhana untuk
mengatasi tekanan hidup. Bandung: Penerbit Kaifa.
Dewi, S,R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogjakarta: deepublish
Kelliat, B.A. & Pawirowiyono, A. (2015). Keperawatan jiwa terapi aktivitas kelompok. Edisi
2. Jakarta: EGC.
Maryam, R. (2008). Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta : Salemba Medika.
Mubarak, W.I. (2006). Buku ajar keperawatan komunitas 2. Jakarta : CV Sagung Seto.
Notoatmojo. S. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Pratiwi, L., Hasneli, Y., & Ernawaty, J. (2015). Pengaruh teknik relaksasi benson dan
murottal Al-Qur’an terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi primer. Jurnal
online mahasiswa, 2(2), 1212-1220.
Potter, P.A & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses, dan
praktik. edisi 4.volume 2. Alih Bahasa : Renata Komalasari, dkk. Jakarta: EGC.
Stanley, M. Patricia Gauntlett Beare. (2009). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai