Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lanjut usia(lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh)

tahun keatas, baik pria maupun wanita (Kushariyadi, 2011).Menurut World Health

Organization (WHO) jumlah lansia pada tahun 2016 telah mencapai 605 juta jiwa dan

pada tahun 2050 diproyeksikan jumlah lansia mencapai 2 miliar jiwa atau sekitar 22%

dari jumlah penduduk di dunia (WHO, 2016).Peningkatan jumlah penduduk lansia

merupakan tantangan besar yang dihadapi pemerintah maupun masyarakat.


Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, jumlah lansia di Indonesia

sebanyak 23,4 juta jiwa (8,9%). Struktur penduduk Indonesia akan bergeser dari

penduduk produktif menjadi penduduk yang di dominasi oleh lansia (BPS,

2017).Lansia juga dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu pra lanjut usia (45-59

tahun), lanjut usia (60-69 tahun), dan lanjut usia risiko tinggi (lanjut usia >70 tahun

atau usia >60 tahun dengan masalah kesehatan) (Kemenkes, 2016).


Pada usia lanjut terjadi penurunan kondisi fisik/biologis, psikologis, serta

perubahan sosial. Bentuk penurunan fisik yang dialamilansia ditandai dengan kulit

yang mulai keriput, penglihatan dan pendengaranberkurang, gigi ompong, mudah

lelah, gerakan lambat dan sebagainya (Maryam, 2008).Bentuk penurunan psikologis

yang dialami lansia ditandai dengan lansia mudah mengalami kecemasan, depresi, dan

rasa bersalah (Maryam, 2008). Bentuk perubahan kondisi sosial yang dialami oleh

lansia ditandai dengan lansia lebih tergantung pada orang lain danpada lansia yang

mengalami krisis sosial tak jarang lansia menarik diri ataumengisolasi diri dari

kegiatan kemasyarakatan (Maryam, 2008). Masalah pada lansiatersebut menuntut

dirinya untuk menyesuaikan diri secaraterus menerus, apabila proses penyesuaian diri

1
2

tersebut tidak berhasil akibat kemunduran/ketidakberdayaan fisik, maka akan menjadi

penyebab kemandirian lansia menurun (Rinajumita, 2011).


Kemandirian lansia merupakan kemampuan lansia untuk melakukan fungsi yang

berhubungan dengan aktivitas sehari-hari yaitu kemampuan untuk hidup mandiri di

masyarakat tanpa atau sedikit bantuan dari orang lain yang dapat diketahui dari

aktivitas dasar sehari-hari dan aktivitas instrumen sehari-hari. Kemandirian atau

kemampuan fungsional sangat penting, terutama ketika terjadi hambatan pada

kemampuan lansia dalam melaksanakan fungsi kehidupan sehari-harinya (Rinajumina,

2011).
Kemandirian lansia dapat dilihat dari kemampuannya dalam melaksanakan

kegiatan sehari-hari diantaranya:mandi (bathing), buang airbesar (toileting), buang air

kecil (continence), berpakaian (dressing), bergerak(transfer), dan makan (feeding)

(Maryam,2008).Menurut Orem (2008) perawatan mandiri (self care) adalah kebebasan

untuk bertindak, tidak tergantung pada orang lain, tidak terpengaruh pada orang lain,

dan bebas mengatur diri sendiri atau aktivitas seseorang baik individu maupun

kelompok dari berbagai kesehatan atau penyakit.Mandiri juga dikatakan merawat diri

sendiri atau merawat diri dan dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.Activity

Daily Living adalah pekerjaan rutin sehari-hari seperti halnya:mandi, berpakaian,

BAK, BAB, berpindah, makan. (TOLONG CEK SAMPAI AKHIR, SETELAH

TANDA TITIK HARUS ADA SPASI! INI SAYA SUDAH NEMU BEBERAPA)
Berbagai penurunan fisik yang dialami lansia dapat mengakibatkan penurunan

gerak fungsionalbaik kemampuan mobilitas maupun perawatan diri pada

lansia.Penurunan fungsi mobilitasmeliputi penurunan kemampuan mobilitas ditempat

tidur, berpindah, jalan/ambulasi, dan mobilitas dengan alat adaptasi.Penurunan

kemampuanperawatan diri meliputi penurunan kemampuan aktivitas makan,


3

mandi,berpakaian, defekasi dan berkemih, merawat rambut, gigi, serta kumis dan

kuku(Pudjiastuti, 2008).
Hasil penelitian Slamet (2016)mengenai tingkat kemandirian lansia yang

dilakukan di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, menunjukkan

bahwa dari 31 lansia yang menjadi responden, lansia yang tergolong memiliki

ketergantungan berjumlah 22 orang dan yang mandiri berjumlah 9 orang. Jumlah

lansia dengan ketergantungan lebih tinggi daripada jumlah lansia yang mandiri, hal

tersebut mengindikasikan bahwa kemandirian lansia dalam memenuhi ADL yang

berada di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo belum

terpenuhi.Rata-rata lansia yang memiliki ketergantungan dikarenakan keterbatasan

fisik dan penurunan fungsi tubuh lansia yang tidak bisa lagi beraktifitas sepenuhnya.
Berdasarkan hasil surveyAmerican Community Survey (2013), didapatkan bahwa

lansia berusia lebih dari 65 tahun memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas

sehari-hari sebanyak 28%.Keterbatasan aktivitas yang paling seringdialami lansia

adalah mobilisasi (berjalan), mandi, dan berpindah dari duduk ke tempat tidur.

Keterbatasan mobilisasi dialami oleh lansia dengan usia ≥ 85 tahundengan persentase

sebesar 47%, pada rentang usia 75-84 tahun sebesar 30% danpada rentang usia 65-74

tahun sebesar 20%. Keterbatasan aktivitas mandidialami oleh lansia dengan usia ≥ 85

tahun sebesar 35%, pada rentang usia 75-84 tahun sebesar 15% dan pada rentang usia

65-74 tahun sebesar 10%.Keterbatasan berpindah dari duduk ke tempat tidur dialami

oleh lansia denganusia ≥85 tahun dengan persentase sebesar 30%, pada rentang usia

75-84 tahunsebesar 15%, dan pada rentang usia 65-74 tahun sebesar 9%. Kondisi

inisemakin memburuk seiring dengan bertambahnya usia (Administration on Aging,

2013).
Namun seiring perkembangan zaman, pergeseran nilai budaya masyarakat

berakibat kurangnya kualitas dan kuantitas dukungan yang diberikan terhadap lansia,
4

akibatnya banyak lansia yang terlantar, dan ada juga lansia yang ditempatkan oleh

keluarganya di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) yang disebabkan beberapa alasan

antara lain lansia yang sudah tidak memiliki suami/istri, kesibukan dari anggota

keluarga yang tidak memiliki waktu yang cukup untuk merawat lansia dirumah, lansia

yang merasa kesepian, lansia yang merasa terjamin akan kesehatannya, karena faktor

ekonomi, bahkan kemauan dari lansia sendiri. Kementerian Sosial(2014) melaporkan

bahwa jumlah penduduk lansia terlantar sekitar 2.851.606 orang.Jumlah lansia yang

tinggal di PSTW yaitu sebanyak 8,03% (BPS, 2014). Keberadaan penduduk lansia

terlantar mencerminkan bahwa keluarga sebagai lingkungan terdekat para lansia tidak

dapat memberikan dukungan dengan baik (Kemensos RI, 2014).


PSTW merupakan institusi hunian bersama dari para lansia yang secara fisik

atau kesehatan masih mandiri, akan tetapi mempunyai keterbatasan di bidang sosial

ekonomi kebutuhan harian dari para penghuni biasanya disediakan oleh pengurus panti

yang diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta (Martono, 2009). PSTW sendiri

memiliki fungsi sebagai pemeliharaan kesehatan, pelaksanaan kegiatan yang bersifat

rekreatif dan bermanfaat serta sebagai pelaksanaan bimbingan mental dan spiritual

bagi lansia (Kemensos RI, 2008).


Hasil penelitian oleh Ediawati (2012)menyatakan bahwa di PSTW Budi Mulia

01 Cipayung dan 03 Ciracas sebanyak 143 lansia yang menjadi responden terdapat

140 lansia memiliki tingkat kemandirian yang tinggi dan 3 lansia memiliki tingkat

kemandirian yang rendah. Hasil analisa disimpulkan bahwa sebagian responden di

PSTW Budi Mulia 01 Cipayung dan 03 Ciracas memiliki tingkat kemandirian yang

tinggi.Lansia tetap berusaha untuk memenuhi aktivitasnya secara mandiri, seperti

berusaha mandiri untuk pergi ke toilet. Hal ini dikarenakan karena lansia tidak ingin

merepotkan orang lain, dan adanya petugas panti yang memberikan pelayanan prima

kepada lansia.
5

Salah satu dukungan di PSTW yang sangat berpengaruh pada lansia yaitu

dukungan yang berasal dari petugas panti.Dukungan dari petugas panti sangat

diperlukan oleh lansia, karena dari dukungan petugas panti membantu lansia untuk

melakukan aktivitas sehari-hari lansia.Petugas panti adalah petugas yang

melaksanakan pelayanan kepada lansia (caregiver)(Nulhakim, 2015).Peran petugas

panti yaitu sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari beberapa orang yang tinggal

bersama untuk menciptakan suatu budaya tertentu (Candra, 2014).Petugas panti yang

ada di PSTW Khusnul Khotimah Pekanbaru berjumlah 32 orang yaitu: dokter 1 orang,

perawat 7 orang, psikolog 1 orang, bimbingan agama 1 orang, gharim 1 orang, pramu

lansia 8 orang, cleaning servis 4 orang, satpam 4 orang, petugas masak 3 orang,

petugas cuci 2 orang (UPT-PSTW, 2018).

Dukungan yang diberikan oleh petugas panti ada empat yaitu dukungan

emosional, instrumental, penghargaan/penilaian, dan informasional.Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukanoleh Suryani (2013) yaitu sebagian besar

respondenmemperoleh dukungan emosional terbanyakdari petugas panti yaitu 68,75 %

dan terkecil dukungan anak atau keluarganya 10,42%, dukungan instrumental kepada

lansia yang tinggal di panti paling besar diperoleh dari petugas panti yaitu 58,33% dan

terkecil dukungan dari teman-teman panti yaitu 16,67%, dukungan informasional

terbanyak diperoleh dari petugas panti yaitu 45,83% dan terkecil dukungan anak atau

keluarga yaitu 12,50%, dukungan penilaian atau penghargaan sebagian besar diberikan

oleh teman-teman panti yaitu 70,83% dan sebagian kecil diperoleh dari anak atau

keluarga yaitu 8,3% .


Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2014) melaporkan jumlah lansia di Kota

Pekanbaru adalah 43.155 jiwa, dan dari 43.155 lansia, 73 diantaranya tinggal di Panti

Sosial Tresna Werdha (PSTW). Tahun 2018 terdapat sebanyak 73 orang lansia yang
6

tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha(PSTW) Khusnul Khotimah Pekanbaru, 38 lansia

perempuan dan 35 lansia laki-laki (UPT-PSTW, 2018).


Peneliti melakukan kunjungan ke PSTW Khusnul Khotimah, melalui wawancara

yang dilakukan pada tanggal 10 September 2018.Wawancara dilakukan kepada 8

orang lansia yang terdiri dari 5 laki-laki dan 3 perempuan.Keseluruhan lansia yang

diwawancara mengatakan aktivitasnya terhambat akibat masalah fisik seperti

penglihatan berkurang, nyeri dan kaku pada sendi. Lebih lanjut, dari 8 lansia tersebut

terdapat 68% lansia tidak mampu mandi,42% lansia tidak mampu berpakaian, 58%

lansia tidak mampu toilet, 25% lansia tidak mampu berpindah, 40% lansia tidak

mampu kontinen, 20% lansia tidak mampu makan. Berdasarkan hal tersebut peneliti

menyimpulkan bahwa 2 lansia memiliki tingkat kemandirian total care, 3 lansia

dengan tingkat kemandirian partial care, dan 3 lansia memiliki kemandirian self care.
Namun berdasarkan hasil wawancara kepada 2 petugas panti pada tanggal 10

September 2018, petugas panti sudah berusaha maksimal dalam memberikan

dukungan ke lansia.Dukungan emosional diberikan dengan mendengarkan dengan

aktif apa yang dirasakan lansia. Dukungan penilaian seperti petugas panti mendorong

lansia untuk tetap semangat dalam melakukan aktivitas sehari-hari.Dukungan

instrumental seperti memberikan pelayanan yang terbaik untuk lansia.Dukungan

informasional seperti memberikan informasi kepada lansia jika lansia

membutuhkan.Oleh sebab itu para lansia memerlukan dukungan dari petugas panti

untuk pemenuhan aktivitas sehari-hari mereka di PSTW Khusnul Khotimah

tersebut.Berdasarkan fenomenatersebut peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan

dukungan petugas panti terhadap kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas

sehari-hari yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha di Pekanbaru”.


B. Rumusan Masalah
Kemandirian merupakan suatu keadaan dimana seseorang memiliki kemauan

dan kemampuan berupaya untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari tanpa


7

bantuan dari orang lain. Kemandirian lansia dapat dilihat dari kemampuannya dalam

melakukan aktivitas sehari-hari.Dukungan petugas panti memiliki peranan penting

dalam proses kemandirian pada lansia. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan

peneliti pada tanggal 10 September 2018 terhadap petugas panti, bahwa lansia di

PSTW Khusnul Khotimah Pekanbaru memerlukan dukungan dari petugas panti

terhadap lansia dalam memandirikan lansia untuk pemenuhan aktivitas sehari-hari

lansia. Berdasarkan keterangan di atas maka yang menjadi perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana hubungan dukungan petugas panti terhadap

kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari di PSTW.


C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan dukungan petugas panti terhadap kemandirian lansia dalam

pemenuhan aktivitas sehari-hari di Panti Sosial Tresna Werdha di Pekanbaru.


2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik lansia yang terdiri dari jenis kelamin, agama, usia,

suku, lama di panti.


b. Mengetahui gambaran petugas panti terhadap lansia yang meliputi dukungan

emosional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan

informasional.
c. Mengetahui gambaran kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-

hari di PSTW Khusnul Khotimah Pekanbaru berupa total care, partial care,

dan self care.


d. Mengetahui hubungan dukungan petugas panti dengan kemandirian lansia

dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari di PSTW.


D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan khasanah ilmu

keperawatan komunitas atau lansia, terutama dalam konsep dukungan petugas

panti dan kemandirian lansia.


2. Bagi Petugas Panti di PSTW
8

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dukungan petugas panti

terhadap kemandirian lansia yang berada di PSTW agar lansia dapat melakukan

aktivitas sehari-hari dengan optimal dan dapat menjadi informasi bagi lansia yang

berada di PSTW terutama dalam meningkatkan dukungan petugas panti dengan

lansia agar terciptanya kemandirian yang optimal.


3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber data dan informasi bagi

peneliti selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai