Anda di halaman 1dari 5

PENGERTIAN AUTISME

Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Istilah autisme baru diperkenalkan oleh Leo
Kanner sejak tahun 1943 (Handojo,2008). Autisme bukan suatu gejala penyakit, tetapi berupa
sindrom (kumpulan gejala) yang terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan
berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar (Yatim, 2003). Menurut kamus psikologi pengertian
dari autisme adalah anak kecendrungan diam dan suka menyendiri yang ekstrem.

PENYEBAB AUTISME

Autisme dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor internal meliputi genetik,
psikologis, neurobiologis, prenatal, natal, infeksi virus, dan trauma kelahiran. Sementara faktor
eksternalnya antara lain lingkungan, bahan kimia beracun, merkuri, timbal, kadmium arsenik dan
aluminium (Handojo,2008).

FAKTOR INTERNAL

1. Faktor psikologis
Orang tua yang emosional, kaku, dan obsesif, yang mengasuh anak mereka yang secara
emosional atau akibat sikap ibu yang dingin (kurang hangat).
2. Neurobiologis
Kelainan perkembangan sel-sel otak selama dalam kandungan atau sudah anak lahir dan
menyebabkan berbagai kondisi yang memengaruhi sistem saraf pusat. Hal ini diduga karena
adanya disfungsi dari batang otak dan neurolimbik.
3. Faktor genetik
Adanya kelainan kromosom pada anak autisme, tetapi kelainan itu tidak terdapat pada
kromosom yang selalu sama. Ditemukan 20 gen yang terkait dengan munculnya gangguan
autisme, tetapi gejala autisme baru bisa muncul jika kombinasi dari banyak gen.
4. Faktor Perinatal
Adanya komplikasi prenatal, perinatal, dan neonatal. Komplikasi yang paling sering adalah
perdarahan setelah trimester pertama, fetal distress, dan penggunaan obat tertentu pada ibu
yang sedang hamil. Komplikasi waktu bersalin, terlambat menangis, gangguan pernafasan dan
anemia pada janin.

FAKTOR EKSTERNAL
Faktor eksternal berasal dari lingkungan yaitu kontaminasi bahan kimia beracun dan logam-
logam berikut ini (Yatim,2003).
1. Merkuri (Hg)
Logam berat merkuri merupakan cairan yang berwarna putih keperakan. Paparan logam berat
Hg dapat berupa metyl mercury dan etyl mercury (thimerosal) dalam vaksin. Merkuri dapat
mempengaruhi otak, sistem saraf dan saluran cerna. Racun merkuri dapat menyebabkan
defisit kognitif dan sosial termasuk kehilangan kemampuan berbicara atau kegagalan untuk
mengembangkan gangguan memori, konsentrasi yang buruk, kesulitan dalam mengartikan
kata-kata dari berbagai macam tingkah laku autisme.
2. Timbal
Timbal dikenal sebagai neurotoksin yang diartikan sebagai pembunuh sel-sel otak. kadar
timbal yang berlebihan pada darah anak-anak akan mempengaruhi kemampuan belajar anak,
defisit perhatian, dan sindroma hiperaktivitas.
3. Kadmium (Cd)
Cadmium merupakan bahan alami yang terdapat pada kerak bumi. Logam berat ini murni
berupa logam. Logam bewarna putih perak lunak dapat menyebabkan kerusakan sel membran
sehingga logam berat lain dipercepat atau dipermudah masuk kedalam sel.
4. Arsenik (As)
Arsenik banyak digunakan pengusaha atau kontraktor untuk membangun ruang bermain,
geledak kapal atau pagar rumah. Arsenik dapat diisap, ditelan dan diabsorbsi lewat kontak
kulit. Arsenik dapat disimpan diotak, tulang, dan jaringan tubuh, serta akan merusaknya
secara serius. Gejala yang berlangsung lambat dapat menyebabkan diabetes dan kanker, juga
dapat menyebabkan stroke dan penyakit jantung. Dalam jangka lama dapat merusak liver,
ginjal, dan susunan saraf pusat.
5. Aluminium (Al)
Keracunan aluminium adalah keadaan serius yang terjadi bila mengabsorbi sejumlah besar
aluminium yang sering disimpan didalam otak. pemaparan aluminium didapatkan dari
konsumsi aluminium dari produk antasid dan air minum (panic aluminium). Aluminium
masuk ke tubuh lewat sistem digestif, paru-paru dan kulit sebelum masuk kejaringan tubuh.

GEJALA AUTISME
Autisme timbul sebelum anak mencapai usia tiga tahun dan sebagian anak memiliki gejala itu
sudah ada sejak lahir. Hal yang sangat menonjol adalah tidak adanya atau sangat kurangnya
tatapan mata.
Gejala-gejala akan tampak makin jelas setelah anak mencapai usia tiga tahun, yaitu
meliputi hal berikut (IDAI, 2004).
1. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal dan nonverbal.
a) Terlambat bicara.
b) Meracau dengan bahasa yang tak dapat dimengerti orang lain.
c) Bila kata-kata mulai diucapkan, ia tidak mengerti artinya.
d) Bicara tidak dipakai untuk komunikasi.
e) Ia banyak meniru atau membeo (echolalia).
f) Beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada, dan kata-kata tanpa mengerti
artinya. Sebagian dari anak-anak ini tetap tak dapat bicara sampai dewasa.
g) Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan yang terdekat dan mengharapkan tangan
tersebut melakukan sesuatu untuknya.
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial.
a) Menolak atau menghindar untuk bertatap mata.
b) Tak mau menengok bila dipanggil.
c) Sering kali menolak untuk dipeluk.
d) Tak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain, lebih asyik main sendiri.
e) Bila didekati untuk diajak main, ia malah menjauh.
3. Gangguan dalam bidang perilaku.
a) Perilaku yang berlebihan (excess) dan kekurangan (deficient).
1) Contoh perilaku yang berlebihan adalah adanya hiperaktivitas motorik, seperti tidak
bisa diam, jalan mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas, melompat-lompat,
berputar-putar, memukul-mukul pintu atau meja, mengualang-ulang suatu gerakan
tertentu.
2) Contoh perilaku yang kekurangan adalah duduk, diam, bengong dengan tatap mata
yang kosong melakukan permainan yang sama atau menonton dan kurang variatif
secara berulang-ulang, sering duduk diam terpukau oleh sesuatu misalnya bayangan
dan benda yang berputar.
b) Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu, seperti kartu, kertas, gambar,
gelang karet atau apa saja yang terus dipegangnya dan dibawa kemana saja.
c) Perilaku ritual (ritualistic).
4. Gangguan dalam bidang perasaan dan emosi.
a) Tidak dapat ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain, misalnya melihat anak
menangis, maka ia tidak merasa kasihan, tetapi merasa terganggu dan anak yang
menangis tersebut mungkin didatangi dan dipukul.
b) Kadang tertawa sendiri, menangis, atau marah tanpa sebab yang nyata.
c) Sering mengamuk tak terkendali (bisa menjadi agresif dan destruktif).
5. Gangguan dalam bidang persepsi sensori.
a) Mencium atau menggigit mainan atau benda apa saja.
b) Bila mendengar suara tertentu, maka ia langsung menutup telinga.
c) Tidak menyukai rabaan atau pelukan.
d) Merasa sangat tidak nyaman bila dipakaikan pakaian dari bahan yang kasar.

PENATALAKSANAAN MENYELURUH
1. Terapi psikofarmaka
a. Haloperidol
Suatu obat antipsikotik yang mempunyai efek meredam psikomotor, biasanya digunakan
pada anak yang menampakkan perilaku temper tantrum yang tidak terkendali serta
mempunyai efek lain yaitu meningkatkan proses belajar biasanya digunakan dalam dosis
0,20 mg.
b. Fenfluramin
Suatu obat yang mempunyai efek mengurangi kadar serotonin darah yang bermanfaat pada
beberapa anak autisme.
c. Naltrexon
Merupakan obat antagonis opiat yang diharapkan dapat menghambat opioid endogen
sehingga mengurangi gejala autisme seperti mengurangi cedera pada diri sendiri dan
mengurangi hiperaktivitas.
d. Clompramin
Merupakan obat yang berguna untuk mengurangi sterotipik, konvulsi, perilaku ritual, dan
agresivitas, serta biasanya digunakan dalam dosis 3,75 mg.
e. Lithium
Merupakan obat yang digunakan untuk mengurangi perilaku agresif dan mencederai diri
sendiri.
f. Ritalin
Untuk menekan hiperaktivitas.
2. Terapi perilaku
Penatalaksanaan gangguan autisme menggunakan metode lavass. Metode lavass adalah
metode modifikasi tingkah laku yang disebut dengan Applied Behavioral Analysis (ABA).
ABA juga sering disebut sebagai intervensi perilaku (behavioral intervension) atau modifikasi
(behavioral modification). Dasar pemikirannya adalah perilaku yang diinginkan atau yang
tidak diinginkan bisa dikontrol atau dibentuk dengan sistem penghargaan (reward) dan
hukuman (punishment). Pemberian penghargaan akan meningkatkan frekuensi munculnya
perilaku yang diinginkan, sedangkan hukuman akan menurunkan frekuensi munculnya
perilaku yang tidak diinginkan.
3. Terapi bicara
Gangguan bicara dan berbahasa diderita hampir semua anak autisme. Tatalaksana melatih
bicara dan berbahasa harus dilakukan karena merupakan gangguan yang spesifik pada anak
autisme. Anak dipaksa untuk berbicara kata demi kata, serta cara ucapan harus diperhatikan.
Setelah mampu berbicara, diajarkan berdialog. Anak dipaksa untuk memandang terapis,
karena anak autisme tidak mau adu pandang dengan orang lain. Dengan adanya kontak mata,
maka diharapkan anak dapat meniru gerakan bibir terapis.
4. Terapi okupasional
Melatih anak untuk menghilangkan gangguan perkembangan motorik halusnya dengan
memperkuat otot-otot jari supaya anak dapat menulis atau melakukan keterampilan lainnya.
5. Terapi fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasive. Banyak diantara individu autis
mempunyai gangguan perkembangan motorik kasarnya. Fisioterapi dan terapi integrasi
sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki
keseimbangan tubuhnya.
6. Terapi sosial
Seorang terapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul
dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara-caranya.
7. Terapi bermain
Seorang anak autis membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman
sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi sosial.
8. Terapi perkembangan
Anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan
kemampuan sosial, emosional, dan intelektualnya.
9. Terapi visual
Individu dengan autisme lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners atau visual
thinkers). Hal ini yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi
melalui gambar-gambar.
10. Pendidikan khusus
Pada pendidikan khusus satu guru menghadapi satu anak dalam ruangan yang tidak luas dan
tidak ada gambar-gambar didinding atau benda-benda yang tidak perlu, yang dapat
mengalihkan perhatian anak. Setelah ada perkembangan, maka mulai dilibatkan dalam
lingkungan kelompok kecil, kemudian baru kelompok yang lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai