A. Definisi
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer and
Bare, 2002).
Keperawatan praoperatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif.
Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini
disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-
tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap
berikutnya. Pengkajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan
psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi (scribd, 2016).
Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau
pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi ( Smeltzer and
Bare, 2002 ).
Fase praoperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga sampai
ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi pembedahan.
Tindakan keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat
dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan
untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif.
B. Tipe pembedahan
Menurut fungsinya (tujuannya), Potter & Perry ( 2005 ) membagi menjadi:
1. Diagnostik : biopsi, laparotomi eksplorasi
2. Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktom
3. Reparatif : memperbaiki luka multiple
4. Rekonstruktif : mamoplasti, perbaikan wajah.
5. Paliatif : menghilangkan nyeri,
6. Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur tubuh yang
malfungsi (cangkok ginjal, kornea).
Sedangkan Smeltzer and Bare ( 2001 ), membagi operasi menurut tingkat urgensi dan
luas atau tingkat resiko:
1. Menurut tingkat urgensinya
a. Kedaruratan
Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang diakibatkannya diperkirakan
dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik), tidak dapat ditunda.
b. Urgen
Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 – 30 jam.
c. Diperlukan
Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan.
d. Elektif
Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jika tidak dilakukan.
e. Pilihan
Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan pribadi klien).
2. Menurut luad dan tingkat resiko
a. Mayor
Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko yang tinggi
terhadap kelangsungan hidup klien.
b. Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi lebih kecil
dibandingkan dengan operasi mayor.
C. Persiapan Klien di Unit Perawatan
1. Persiapan fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu
persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi. Berbagai persiapan fisik yang
harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut Brunner & Suddarth (2002),
antara lain :
a. Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara
umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masalalu, riwayat
kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamik, status
kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi
imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat
dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalam stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi
pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien
wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
b. Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mngukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep,
lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen.
Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan
protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien
mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama
dirawat dirumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi,
dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan
luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikian
juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit serum harus
berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan
diantaranya adalah kadar natrium serum (normal : 134-145 mmol/l), kadar kalium serum
(normal : 3,5-5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70-1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan
dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme
asam basa dan eksresi metabolit obat-obatan anstesi. Jika fungsi ginjal mengalami gangguan
seperti oliguri/anuria, infusiensi renal akut, dan nefritis akut, maka operasi harus ditunda
menunggu perbaikan fungsi ginjal, keculi pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
d. Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa
diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan
lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7
sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-
paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan
operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan
lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
e. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada
daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan
luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran
sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran
(scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah
yang dicukur. Sering kali pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien
merasa lebih nyaman.
f. Personal hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor
dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang
dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan
bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
g. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk
pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk
mengobservasi balance cairan.
h. Latihan pra operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting
sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah
operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain:
1) Latihan nafas dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah
operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi
dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan
latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan
hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
2) Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami
operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas
selama dalam kondisi teranestesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak
nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk
efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret
tersebut.
3) Latihan gerak sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi,
pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat
proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru
tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan
tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan
seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka
pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat
kentut/flatus.
Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan
menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan
juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya
dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot
maka pasien diminta melakukan secara mandiri.
2. Persiapan penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak mungkin
bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang
yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan
lain seperti ECG, dan lain-lain.
Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum
operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung pada
jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien preoperasi antara lain :
1. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah
fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI
(Magnetic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL
(Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo
Grafi), dll.
2. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka leukosit,
limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin),
elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum, kreatinin, BUN, dll. Bisa juga
dilakukan pemeriksaan pada sumsum tulang jika penyakit terkait dengan kelainan darah.
3. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk
memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan
apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
4. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan
rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10
malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP
(post prandial).
5. Informed Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain
yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat,
yaituInformed Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan
medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan
menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan
medis (pembedahan dan anestesi).
Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik
hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk
menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang
dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan
serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum
menandatangani surat pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail terkait
dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan
dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya
berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk
dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah
tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
6. Persiapan mental/emosional.
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi
fisiknya.
Masalah mental yang biasa muncul pada pasien preoperasi adalah kecemasan. Maka
perawat harus mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi klien. Perawat perlu mengkaji
mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu
perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam
menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan preoperasi, seperti adanya orang terdekat,
tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan
keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu
mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-
kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani
operasi.
(https://www.academia.edu/39889316/ASUHAN_KEPERAWATAN_PRE-OPERATIF
https://www.scribd.com/doc/114439789/Askep-Perioperatif-Dan-Persiapan-Pasien-Sebelum-
Operasi )
Tindakan Keperawatan preoperatif
1. Pengertian
Tindakan keperawatan adalah setiap terapi perawatan langsung yang dilakukan perawat untuk
kepentingan klien, terapi tersebut termasuk terapi yang dilakukan perawat berdasarkan
diagnosis keperawatan, pengobatan yang dilakukan dokter berdasarkan diagnosis medis, dan
melakukan fungsi penting sehari – hari untuk klien yang tidak dapat melakukannya ( Mc.
Closkey dan Bulechek 1992 ) yang dikutip Barbara J. G ( 2008 ). Tindakan keperawatan
preoperatif merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam rangka mempersiapkan
pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan
pasien intraoperatif. Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental
sangat diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari
kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan. Kesalahan yang dilakukan
pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada tahap-tahap
selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara masing-masing komponen yang
berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal, yaitu kesembuhan pasien secara
paripurna ( Rothrock, 1999 ). Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi
fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu
operasi.
a. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu persiapan
di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi. Berbagai persiapan fisik yang harus
dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut Brunner & Suddarth ( 2002 ), antara
lain :
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit
trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan
nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat
mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan
pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi
adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa
menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat
mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.
Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit
yang biasanya dilakukan pemeriksaan di antaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135
-145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70
– 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana
ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obatobatan anastesi.
Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal
mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, dan nefritis akut, maka
operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal, kecuali pada kasuskasus yang
mengancam jiwa.
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa
diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan
lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7
sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-
paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan operasi CITO
(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan lambung dapat
dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah
yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan
luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran
sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran
(scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah
yang dicukur. Sering kali pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien
merasa lebih nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan
daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan
pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya :
apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, dan
hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga
dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.
6) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor
dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang
dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan
bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk
pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance
cairan.
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting
sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah
operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien
sebelum operasi antara lain:
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah operasi
dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri
dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi
paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas
dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera
setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut : Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah
duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang. Letakkan tangan di
atas perut, hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi
mulut tertutup rapat. Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan,
udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut. Lakukan hal ini berulang kali (15 kali).
Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
b) Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami
operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas
selama dalam kondisi teranestesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak
nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk
efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret
tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara : Pasien condong ke
depan dari posisi semifowler, jalinkan jarijari tangan dan letakkan melintang di atas incisi
sebagai bebat ketika batuk. Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya batuk
dengan mengandalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan.
Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi. Ulangi
lagi sesuai kebutuhan. Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa
menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk
menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat
batuk.
c) Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi,
pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat
proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru
tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan
tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan
seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka
pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat
kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran
pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya
adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan
optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM).
Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun
kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan
secara mandiri. Status kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang
akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukung dan
mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat
mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan dapat mengakibatkan
komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting
untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan pembedahan/operasi.
TINDAKAN KEPERAWATAN PRE OPERATIF
Persiapan
1. Persiapan Alat
a. Alat-alat steril
1. Pinset anatomis 1 buah
2. Pinset sirugis 1 buah
3. Gunting bedah/jaringan 1 buah
4. Kassa kering dalam kom tertutup secukupnya
5. Kassa desinfektan dalam kom tertutup
6. Handsoon 1 pasang
7. Korentang/forcep
b. Alat-alat tidak steril
1. Gunting verban 1
2. buah
3. Plester
4. Pengalas
5. Kom kecil 2 buah (bila dibutuhkan)\
6. Kapas alcohol
7. Sabun cair anti septik
8. Aceton/bensin
9. NaCl 9 %
10. Cairan antiseptic (bila dibutuhkan)
11. Handsoon 1 pasang
12. Masker
13. Bengkok
14. Air hangat (bila dibutuhkan)
15. Kantong plastic/baskom untuk tempat sampah
c. Persiapan Lingkungan
1. Menutup sampiran
2. Membuat pasien merasa nyaman
3. Menjaga privasi pasien
d. Persiapan pasien
1. Memberi salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan maksud dan tujuan serta meminta ijin pada pasien
B. Tahap Pelaksanaan
1. Perawat cuci tangan
2. Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril
3. Atur posisi pasien sesuai dengan kebutuhan
4. Letakkan pengalas dibawah area luka
5. Buka balutan lama (hati-hati jangan sampai menyentuh luka) dengan menggunakan pinset
anatomi, buang balutan bekas kedalam bengkok. Jika menggunakan plester lepaskan plester
dengan cara melepaskan ujungnya dan menahan kulit dibawahnya, setelah itu tarik secara
perlahan sejajar dengan kulit dan kearah balutan. (Bila masih terdapat sisa perekat dikulit,
dapat dihilangkan dengan aceton/ bensin )
6. Bila balutan melekat pada jaringan dibawah, jangan dibasahi, tapi angkat balutan dengan
berlahan
7. Letakkan balutan kotor ke bengkok lalu buang kekantong plastic, hindari kontaminasi
dengan permukaan luar wadah
8. Kaji lokasi, tipe, jumlah jahitan atau bau dari luka
9. Membuka set balutan steril dan menyiapkan larutan pencuci luka dan obat luka dengan
memperhatikan tehnik aseptic
10. Buka sarung tangan ganti dengan sarung tangan steril
11. Membersihkan luka dengan sabun anti septic atau NaCl 9 %
12. Memberikan obat atau antikbiotik pada area luka (disesuaikan dengan terapi)
13. Menutup luka dengan cara:
a. Balutan kering
a. Lapisan pertama kassa kering steril u/ menutupi daerah insisi dan bagian
sekeliling kulit
b. Lapisan kedua adalah kassa kering steril yang dapat menyerap
c. Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
b. Balutan basah – kering
a. Lapisan pertama kassa steril yang telah diberi cairan steril atau untuk menutupi
area luka
b. Lapisan kedua kasa steril yang lebab yang sifatnya menyerap
c. Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
c. Balutan basah – basah
a. Lapisan pertama kassa steril yang telah diberi dengan cairan fisiologik u/
menutupi luka
b. Lapisa kedua kassa kering steril yang bersifat menyerap
c. Lapisan ketiga (paling luar) kassa steril yang sudah dilembabkan dengan cairan
fisiologik
14. Plester dengan rapi
15. Buka sarung tangan dan masukan kedalam kantong plastic tempat sampah
16. Lepaskan masker
17. Atur dan rapikan posisi pasien
18. Buka sampiran
19. Rapikan peralatan dan kembalikan ketempatnya dalam keadaan bersih, kering dan rapi
20. Perawat cuci tangan
C. Tahap Evaluasi
Evaluasi keadaan umum pasien
D. Dokumentasi
Dokumentasikan tindakan dalam catatan keperawatan
https://www.scribd.com/document/348307926/Sop-Membersihkan-Daerah-Operasi
2. MENCUKUR DAERAH OPERASI
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada
daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi
tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan
perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak
memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan.
Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai
menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien diberikan kesempatan
untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman. Daerah yang dilakukan
pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya
daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi
pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis,
operasi pemasangan plate pada fraktur femur, dan hemmoroidektomi. Selain terkait
daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus
sebelum pembedahan.
SOP MENCUKUR DAERAH OPERASI
Disahkan oleh
Direktur
Tanggal Terbit
Standar 2 Desember 2014
Prosedur
Operasional
dr. Yulia Pohan
PENGERTIAN
Menghilangkan rambut dan kotoran pada daerah operasi
PETUGAS Perawat
B. Persiapan pasien
https://www.scribd.com/doc/312314014/SOP-Mencukur
3. KLISMA
1. Defenisi
Adalah suatu tindakan memasukkan cairan secara perlahan-lahan ke dalam rektum
dan kolon sigmoid melalui anus dengan menggunakan kanul rektal. Terdapat tiga
jenis enema; enema rendah, enema tinggi, dan enema gliserin.
- Enema rendah adalah memasukkan cairan melalui anus sampai ke kolon
desenden.
- Enema tinggi adalah memasukkan cairan melalui anus (rektum) sampai ke kolon
asenden.
- Enema gliserin adalah memasukkan cairan melalui anus ke dalam kolon sigmoid
dengan menggunakan spuit gliserin.
2. Tujuan
3. Klasifikasi Klisma/Huknah/Enema
Enema dapat diklasifikasikan ke dalam 4 golongan menurut cara kerjanya:
cleansing (membersihkan), carminative (untuk mengobati flatulence), retensi
(menahan), dan mengembalikan aliran.
a. Enema cleansing, meningkatkan evakuasi feses secara lengkap dari kolon. Enema
ini bekerja dengan cara menstimulasi peristaltik melalui pemasukan sejumlah besar
larutan atau melaui iritasi lokal mukosa kolon. Ada dua jenis: high enema dan low
enema. High enema diberikan untuk membersihkan keseluruhan kolon. Cairan
diberikan pada tekanan yang tinggi dengan menaikkan wadah enema 30-45 cm
atau sedikit lebih tinggi di atas pinggul klien. Posisi klien berubah dari posisi
lateral kiri ke posisi rekumben dorsal dan kemudian ke posisi lateral kanan, agar
cairan dapat turun ke usus besar. Low enema diberikan hanya untuk membersihkan
rektum dan kolon sigmoid. Perawat memegang kantung enema 7,5 cm atau lebih
rendah dari atas pinggul klien. Enema pembersih paling efektif jika diberikan
dalam waktu 5-10 menit.
b. Enema carminative, menghilangkan distensi gas. Enema ini meningkatkan
kemampuan untuk mengeluarkan flatus. Larutan dimasukkan ke dalam rektum
untuk mengeluarkan gas dengan merenggangkan rektum dan kolon, kemudian
merangsang peristaltik. Untuk orang dewasa dimasukkan 60-180ml.
c. Enema retensi-minyak melumasi rektum dan kolon. Feses mengabsorpsi minyak
sehingga feses menjadi lebih lunak dan lebih mudah dikeluarkan. Untuk
meningkatkan kerja minyak, klien mempertahankan enema selama 1-3 jam.
d. Enema bolak-balik, digunakan untuk mengurangi flatus dan meningkatkan
gerakan peristaltik. Pertama-tama larutan (100-200 ml untuk orang dewasa)
dimasukkan ke rektum dan kolon sigmoid klien, kemudian wadah larutan
direndahkan sehingga cairan turun kembali keluar melalui selang rektum ke dalam
wadah. Pertukaran aliran cairan ke dalam dan keluar ini berulang 5-6 kali, sampai
perut gembung hilang atau abdomen merenggang dan rasa tidak nyaman
berkurang atau hilang.
e. Enema medikasi (enema untuk tujuan medis) mengandung obat-obatan. Contoh
enema medikasi adalah Natrium Polisitren Sulfonat (Kayexalate), digunakan
untuk mengobati klien yang memiliki kadar kalium serum tinggi. Obat ini
mengandung suatu resin yang menukar ion-ion natrium dengan ion-ion kalium
didalam usus besar. Jenis enema medikasi lain ialah larutan Neomysin, yang
merupakan suatu antibiotik yang digunakan untuk mengurangi bakteri di kolon
sebelum klien menjalani bedah usus.
Bayi 150-250 ml
Toddler 250-350 ml
Suhu volume larutan hangat untuk dewasa 40,5oC-43oC. Suhu cairan yang digunakan
untuk anak-anak adalah 37,7oC.
a. Indikasi
1) Klien yang mengalami konstipasi.
2) Klien yang mengalami impaksi.
3) Pemeriksaan radiologi seperti kolonoskopi,
endoskopi membutuhkan pengosongan usus supaya
hasil pembacaan yang diperoleh maksimal.
4) Anastesia umum (GA) dalam pembedahan bisa
diberikan melalui enema dengan tujuan untuk
mengurangi efek muntah selama dan setelah operasi,
juga mencegah terjadinya aspirasi.
b. Kontraindikasi
1) Klien yang mengalami dehidrasi dan bayi yang masih
muda, bila diberikan enema dengan tipe larutan
hipertonik.
2) Keadaan patologi klinis pada rektum dan kolon seperti
hemoroid bagian dalam atau hemoroid besar.
3) Tumor rektum dan kolon.
4) Pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal.
5) Pasien post operasi.
c.Komplikasi
1) Kerusakan reflek defekasi normal, bila terlalu sering enema.
2) Iritasi mukosa kolon, bila cairan sabun terlalu banyak.
3) Inflamasi usus yang serius, terjadi bila diberikan sabun atau
deterjen yang keras ke dalam salin normal atau air kran.
4) Terjadi keracunan air atau beban sirkulasi berlebih, jika air kran
diabsorpsi dalam jumlah besar, sehingga enema air kran tidak
boleh berulang.
SOP KLISMA
5. Persiapan Alat Dan Bahan
g. sabun/jelly/garam
h. sejumlah larutan yang dibutuhkan dengan suhu yang
tepat. Larutan ditempatkan di wadahnya, diperiksa suhunya,
kemudian ditambahkan sabun/garam.
2. selimut mandi untuk menutupi klien
3. perlak agar tempat tidur tidak basah
4. kertas toilet
5. baskom, waslap dan handuk serta sabun
6. bedpan.
6. Prosedur
a. Cuci tangan.
b. Kaji status klien.
c. Siapkan alat dan tempatkan di dekat tempat tidur klien. Jelaskan alasan/tujuan dan
prosedur.
d. Pertahankan privasi klien: tutup pintu/pasang gorden, buka area rektal yang
diperlukan.
e. Berikan posisi yang nyaman: tinggikan tempat tidur yang sesuai dan pasang
pengaman tempat tidur pada sisi yang berlawanan, atur posisi klien: miring ke kiri
atau posisi Sim’s dengan lutut kanan fleksi.
https://www.scribd.com/document/396000874/SOP-Klisma-docx
4. PENDIDIKAN KESEHATAN PRE OPERATIF
Pendidikan kesehatan setelah operasi diutamakan untuk pencegahan infeksi. Adapun
yang paling sering dilakukan oleh perawat adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dapat
dilakukan dengan menggunkaan air dan sabun atau antiseptik cair yang ada di tempat
tidur klien. Mencucui tangan diwajibkan kepada klien untuk mencegah infeksi. Dilakukan
sebelum makan, setelah makan dan setelah buang air. Selain itu, klien juga diingatkan
untuk meningkatkan istirhat tidurnya. Istirahat dan tidur mampu membantu proses
penyembuhan karena dengan istirahat yang cukup maka penyerapan nutrisi oleh tubuh
menjadi optimal dan proses penyembuhan luka berjalan maksimal.
https://www.academia.edu/29988103/PENDIDIKAN_KESEHATAN_PRE_OPERASI
http://eprints.undip.ac.id/60836/1/3.pdf
5 INFORMED CONCENT
26
tidak dapat didelegasikan kepada perawat. Perawat tidak berwenang dalam
memberikan informasi karena memberikan informasi mengenai suatu tindakan
medik (operasi) termasuk medical care (bidang pengobatan) hanya dapat
dilakukan oleh dokternya sendiri. Perawat tidak diperbolehkan memberikan
informasi mengenai suatu tindakan medik meskipun pasien yang memintanya.
Perawat menjelaskan kepada pasien bahwa hal tersebut adalah wewenang
dokter untuk menjelaskan. (J. Guwandi, 2004)
27
bahwa peran perawat sebagai advocate adalah menggali respon pasien dan
mengklarifikasi informasi yang pasien belum mengerti serta memberikan
motivasi dalam mengambil keputusan.
https://www.academia.edu/8233265/PERAN_PERAWAT_DALAM_INFORM
ED_CONSENT_PRE_OPERASI_DI_RUANG_BEDAH_RUMAH_SAKIT_U
MUM_PEMANGKAT_KALIMANTAN_BARAT
28
TINDAKAN POST OPERATIF
A. Pengertian
Post operasi adalah masa yang dimulai ketika masuknya pasien ke ruang
pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau
dirumah. Setelah pembedahan, keadaan pasien dapat menjadi kompleks akibat
perubahan fisiologis yang mungkin terjadi. Untuk memonitor pasien post operasi,
informasi pada saat operasi adalah sangat berguna terutama prosedur pembedahan
dan hal-hal yang terjadi selama pembedahan berlangsung. Informasi ini
membantu mendeteksi adanya perubahan semasa memonitor pasien post operasi.
Tindakan post operasi dilakukan dalam 2 tahap, yaitu periode pemulihan segera
dan pemulihan berkelanjutan setelah fase post operasi.
29
umur dan kesehatan fisik, type pembedahan, anesthesia dan komplikasi
post operasi. Perawat sirkulasi, perawat anastesi, dan ahli bedah mengantar
klien ke area recovery ahli bedah atau anastesiologis mereview catatan
klien dengan perawat PACU dan menjelaskan tipe dan luasnya
pembedahan, tipe anastesi, kondisi patologis, darah, cairan intra vena,
pemberian obat, perkiraan kehilangan darah dan beberapa traumka
intubasi.
30
f. Meletakkan buli – buli panas di atas sprei bagian kaki, diarahkan
mulutnya ke pinggir tempat tidur.
g. Mengangkat buli – buli panas sebelum pasien dibaringkan setelah
kembali dari kamar bedah.
h. Melipat pinggir selimut tambahan bersama – sama selimut dan sprei
atas dari sisi tempat pasien akan masuk sampai batas pinggir kasur,
lalu dilipat sampai sisi yang lain.
i. Meletakkan pasien di atas tempat tidur.
j. Menarik kembali lipatan tadi untuk menutup pasien.
k. Memasukkan kembali selimut dan sprei atas di bagian kaki ke bawah
kasur, jika pasien sudah sadar.
l. Mencuci tangan.
31
Pasien mengalami komplikasi kardiovaskular akibat kehilangan
darah secara aktual dan potensial dari tempat pembedahan, balans cairan,
efek samping anastesi, ketidak seimbangan elektrolit dan depresi
mekanisme resulasi sirkulasi normal. Adapun hal-hal yang harus di
monitoring adalah:
Tekanan darah dan denyut nadi
Harus dicatat setiap 15 menit pada beberapa kasus lebih sering
sehingga penderita stabil. Sesudah itu, tanda-tanda harus dicatat setiap jam
selama beberapa jam.
Masalah yang sering terjadi adalah pendarahan. Kehilangan darah
terjadi secara eksternal melalui drain atau insisi atau secara internal luka
bedah. Pendarahan dapat menyebab kanturunnya tekanan darah:
meningkatnya kecepatan denyut jantung dan pernafasan (denyut nadi
lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah). Apabila pendarahan
terjadi secara eksternal, memperhatikan adanya peningkatan drainase yang
mengandungi darah pada balutan atau melalui drain.
2) Sistem Pernafasan
Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernafasan sehingga
perlu waspada terhadap pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk
yang lemah. Frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernafasan,
kesimetrisan gerakan dinding dada, bunyi nafas dan membrane mukosa
dimonitor. Apabila pernafasan dangkal letakan tangan di atas muka /
mulut pasien sehingga dapat merasakan udara yang keluar.
3. Pemeriksaan Kesadaran
Setelah dilakukan pembedahan, pasien memiliki tingkat kesadaran yang
berbeda. Oleh karena itu, seorang harus memonitor tingkat respon pasien
dengan berbagai cara. Misalnya dengan memonitor fungsi pendengaran atau
penglihatan. Apakah pasien dapat berespon dengan baik ketika diberi stimulus
atau tidak sama sekali. Ataupun juga dapat memonitor tingkat kesadaran
dengan menentukan Skala Koma Glasgow / Glasgow Coma Scale (GCS).
GCS inimemberikan 3 bidang fungsi neurologik: memberikan gambaran pada
32
tingka tresponsif pasien dan dapat digunakan dalam mengevaluasi motorik
pasien, verbal, dan respon membuka mata. Masing-masing respon diberikan
angka dan penjumlahan dari gambaran minimem berikan indikasi beratnya
keadaan koma dan sebuah prediksi kemungkinan yang terjadi dari hasil yang
ada. Elemen-elemen GCS ini dibagi menjadi tingkatan-tingkatan yang berbeda
seperti dibawah ini:
33
Bising usus adalah bunyi gemerincing pada usus yang dapat didengar
melalui stetoskop. Bising usus adalah kontraksi tonik bersifat kontinu,
berlangsung bermenit-menit, atau berjam-jam, kadang-kadang meningkat atau
menurun intensitasnya tetap kontinu. Kontraksi ini dapat disebabkan oleh
serangkaian potensial aksi atau perangsangan non elektronergik oleh hormone.
Kontraksi ritmik pada saluran pencernaan terjadi secepat 12 kali permenit atau
3 kali permenit. Anestesi umum menimbulkan pelemasan, relaksasi otot polos
mengalami penurunan diperlukan suatu tindakan mengembalikan bising usus
dengan meningkatkan suhu tubuh. Biasanya bising usus belum terdengar pada
hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah,
dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga.
1. Bising usus tidak ada (-) : dijumpai setelah tindakan pembedahan,
peritonitis, ileus paralitik
2. Bising usus meningkat disebabkan hipermotilitas usus pada diare atau
gastro enteritis, obstruksi usus
Bising abdomen (bruit) merupakan bunyi dari pembuluh darah (artery
narrowing)
34
1. Memberikan salam dan menyapa nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
Tahap Kerja
1. Menjaga privacy pasien
2. Mempersiapkan pasien
3. Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan
satu tangan di abdomen
4. Melatih pasien melakukan nafas perut (menarik
nafas dalam melalui hidung hingga 3 hitungan,
jaga mulut tetap tertutup)
5. Meminta pasien merasakan mengembangnya
abdomen (cegah lengkung pada punggung)
6. Meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan
7. Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3
hitungan (lewat mulut, bibir seperti meniup)
8. Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen
dan kontraksi dari otot
9. Merapikan pasien
Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan dengan klien
3. Mencuci tangan
4. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
35
Batuk Efektif dilakukan pada :
a) Pasien dengan gangguan saluran nafas akibat akumulasi secret
b) Pasien yang akan di lakukan pemeriksaan diagnostik sputum
c) Pasien setelah menggunakan bronkodilator
Peralatan:
1. Kertas tissue
2. Bengkok
3. Perlak/alas
4. Sputum pot berisi desinfektan
5. Air minum hangat
Prosedur Pelaksanaan:
Tahap PraInteraksi
1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
Tahap Orientasi
1. Memberikan salam dan sapa nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
Tahap Kerja
1. Menjaga privacy pasien
2. Mempersiapkan pasien
3. Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu tangan di
abdomen
4. Melatih pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam melalui
hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup)
5. Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah lengkung
pada punggung)
6. Meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan
7. Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan (lewat
mulut, bibir seperti meniup)
8. Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan kontraksi dari
36
otot
9. Memasang perlak/alas dan bengkok (di pangkuan pasien bila duduk
atau di dekat mulut bila tidur miring)
10. Meminta pasien untuk melakukan nafas dalam 2 kali , yang ke-3:
inspirasi, tahan nafas dan batukkan dengan kuat
11. Menampung lender dalam sputum pot
12. Merapikan pasien
Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan dengan klien
3. Mencuci tangan
4. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
37
c) Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan
dengan menggunakan narkotik secara bijaksana.
d) Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi).
e) Ruangan tenang untuk mencegah stres.
f) Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi.
g) Pemantauan tanda vital.
Penatalaksanaan Medis :
a) Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan.
b) Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan.
c) Pemantauan status pernafasan dan CV.
d) Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal
kanul jika diindikasikan.
e) Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex :
komponen darah, albumin, plasma atau pengganti plasma).
f) Penggunaan beberapa jalur intravena.
Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik
(mengurangi retensi cairan dan edema).
Intervensi Keperawatan
Perawat membantu dalam melaksanakan pengobatan yang diresepkan. Tekanan
darah pasien harus dipantau dengan konstan. Pasien dijaga agar tetap berbaring
datar ketika obat ini diberikan. Jika tekanan darah sistolik terus menurun,
medikasi dihentikan dan cairan ditingkatkan.
Tindakan keperawatan berikut diindikasikan:
a. Dukungan psikologis diberikan, dan penggunaan energi pasien dikurangi.
Reaksi pasien terhadap pengobatan dikaji, dan istirahat ditingkatkan.
Dukungan dan penenangan diberikan untuk menghilangkan kegelisahan,
sedatif diberikan dengan waspada sehingga sirkulasi tidak tertekan lebih jauh.
b. Pasien dijaga agar tetap hangat, karena hipotermia mengurangi oksigenasi
jaringan. Hipotermia juga mempengaruhi sirkulasi perifer.
c. Pasien diubah posisinya setiap 2 jam, dan dorong pasien agar melakukan napas
dalam untuk meningkatkan fungsi optimal kardiopulmonari.
38
d. Komplikasi dicegah dengan mengamati semua parameter dan memantau pasien
dengan ketat dalam 24 jam periode setelah awitan syok. Komplikasi yang
umum adalah edema perifer dan pulmonal akibat kelebihan cairan, yang
diakibatkan oleh pemberian cairan yang lebih cepat dibanding dengan yang
dapat diakomodasi oleh tubuh.
e. Semua pengamatan dan intervensi didokumentasikan.
2. Hemorrhagi (Perdarahan)
Hemorrhagi dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. HemorrhagiPrimer : terjadi pada waktu pembedahan.
2. HemorrhagiIntermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika
kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang
tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat.
3. HemorrhagiSekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip
karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi
atau mengalami erosi oleh selang drainage.
Manifestasi Klinis:
Gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat,
nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan
konjungtiva pucat dan pasien melemah.
Penatalaksanaan :
a) Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok
b) Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi
c) Inspeksi luka bedah
d) Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi
e) Transfusi darah atau produk darah lainnya
f) Observasi VS.
39
a) Nyeri atau kram pada betis
b) Demam, menggigil dan perspirasi
c) Edema
d) Vena menonjol dan teraba lebih mudah
Pencegahan :
a) Latihan tungkai
b) Pemberian Heparin atau Warfarin dosis rendah
c) Menghindari penggunaan selimut yang digulung, bantal yang digulung
atau bentuk lain untuk meninggikan yang dapat menyumbat pembuluh di
bawah lutut
d) Menghindari menjuntai kaki di sisi tempat tidur dalam waktu yang lama
e) Penatalaksanaan Medis :
f) Ligasi vena femoralis
g) Terapi antikoagulan
h) Pemeriksaan masa pembekuan
i) Stoking elatik tinggi
j) Ambulasi dini
4. Embolisme Pulmonal
Suatu embolus adalah benda asing(bekuan darah, udara, lemak)
yang terlepas dari tempat asalnya dan terbawa disepanjang aliran
darah.Ketika embolus menjalar ke sebelah kanan jantung dan dengan
sempurna menyumbat arteri pulmonal, gejala yang ditimbulkan mendadak
dan sangat tiba-tiba.Pasien yang mengalami penyembuhan normal
mendadak menangis dengan nyaring, nyeri seperti ditusuk-tusuk pada
dada dan menjadi sesak napas, diaforetik, cemas, dan sianosis.Pupil
dilatasi, nadi menjadi cepat dan tidak teratur, kematian mendadakdapat
terjadi.
5. Komplikasi Pernapasan
Komplikasi pernapasan merupakan masalah yang paling sering dan paling
serius dihadapi oleh pasien bedah.
40
Pencegahan:
a) Menurunkan resistensi pasien
b) Penghisapan sekresi menggunakan selang edndotrake atau bronkoskopi.
Jenis komplikasi pernapasan:
a) Hipoksemia
b) Atelektasis
c) Bronkhitis
d) Bronkopneumonia dan pneumonia
e) Pneumonia lobaris
f) Kongesti pulmonari hipostatik
g) Pleurisi
h) Superinfeksi
6. Retensi Urine
Retensi urine dapat terjadi setelah segala prosedur pembedahan
pembedahan, retensi terjadi paling sering setelah pembedahan pada rektum, anus,
dan vagina, dan setelah herniorafi dan pembadahan pada abdomen bagian
bawah.Penyebabnya diduga adalah spasme spinkter kandung kemih.
7. Komplikasi Gastrointestinal
Komplikasi yang timbul akibat gangguan inidapat terjadi dalam beberapa
bentuk, tergantung pada letak dan keluasan pembedahan.Sebagai contoh, bedah
mulut dapat menghadirkan masalah mengunyah dan menelan, sehingga diet harus
dimodifikasi untuk bisa menyesuaikan kesulitan ini.Prosedur pembedahan
lainnya, seperti gastrektomi, reseksi usus halus, ileostomi, dan kolostomi,
mempunyai efek yang lebih drastis pada sistem gastrointestinal dan membutuhkan
pertimbangan diet yang lebih mendalam.
E. Melatih Ambulasi
Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada
pasien pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun
41
dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan
kondisi pasien (Roper, 2002)
Ambulasi merupakan latihan yang dilakukan dengan hati-hati tanpa
tergesa-gesa untuk memperbaiki sirkulasi dan mencegah flebotrombosis
(Hin Chiff, 1999)
Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua pasien.
Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas. Keuntungan dari
latihan berangsur-angsur dapat di tingkatkan seiring dengan pengkajian data
pasien menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas. Menurut Kozier (1995
dalam Asmandi, 2008) ambulasi adalah aktivitas berjalan. Ambulasi dini
merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien paska operasi
dimulai dari duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan
dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien.
Tindakan-Tindakan Ambulasi Dini:
Duduk diatas tempat tidur
a) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
b) Tempatkan klien pada posisi terlentang
c) Pindahkan semua bantal
d) Posisi menghadap kepala tempat tidur
e) Regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala
tempat tidur di belakang kaki yang lain.
f) Tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di bawah bahu klien,
sokong kepalanya dan vetebra servikal.
g) Tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan temapt tidur.
h) Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan
perawat dari depan kaki ke belakang kaki.
i) Dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tempat
tidur.
Duduk di tepi tempat tidur
a) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
b) Tempatkan px pada posisi miring, menghadap perawat di sisi tempat
tidur tempat ia akan duduk.
42
c) Pasang pagar tempat tidur pada sisi 2. yang berlawanan.
d) Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi
pasien.
e) Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan.
f) Balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan pasien
dan menjauh dari sudut tempat tidur.
g) Regangkan kaki perawat dengan kaki palingdekat ke kepala tempat
tidur di depan kaki yang lain
h) Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah
bahu pasien, sokong kepala dan lehernya
i) Tempat tangan perawat yang lain di atas paha pasien.
j) Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur.
k) Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai
atas pasien memutar ke bawah.
l) Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat ke belakang
tungkai dan angkat pasien.
m) Tetap didepan pasien sampai mencapai keseimbangan.
n) Turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai
Memindahkan Pasien dari TT ke Kursi
a) Bantu pasien ke posisi duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi kursi
pada sudut 45 derajat terhadap tempat tidur. Jika menggunakan kursi
roda, yakinkan bahwa kusi roda dalam posisi terkunci.
b) Pasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai kebijakan lembaga.
c) Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan antislip.
d) Regangkan kedua kaki perawat.
e) Fleksikan panggul dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat dengan
pasien
f) Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila pasien
dan tempatkan tangan pada skapula pasien.
g) Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan
panggul dan kaki, pertahankan lutut agak fleksi.
43
h) Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau sejajarkan dengan lutut
perawat.
i) Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan pasien secara
langsung ke depan kursi
j) Instruksikan pasien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi
untuk menyokong.
k) Fleksikan panggul perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke kursi.
l) Kaji klien untuk kesejajaran yang tepat.
m) Stabilkan tungkai dengan selimut mandi
n) Ucapkan terima kasih atas upaya pasien dan puji pasien untuk
kemajuan dan penampilannya.
Membantu Berjalan
a) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau
memegang telapak tangan perawat.
b) Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien.
c) Bantu pasien berjalan
Memindahkan Pasien dari TT ke Brancard
a) Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien
yang tidak dapat atau tidak boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke
branchard.
b) Atur posisi branchard dalam posisi terkunci
c) Bantu pasien dengan 2 – 3 perawat
d) Berdiri menghadap pasien
e) Silangkan tangan di depan dada
f) Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh
pasien.Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher/bahu dan
bawah pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang
dan pinggul pasien, sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan di
bawah pinggul dan kaki.
g) Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard
Melatih Berjalan dengan menggunakan Alat Bantu Jalan
44
Kruk dan tongkat sering diperlukan untuk meningkatkan mobilitas pasien.
Melatih berjalan dengan menggunakan alat bantu jalan merupakan
kewenangan team fioterapi. Namun perawat tetap bertanggungjawab untuk
menindaklanjuti dalam menjamin bahwa perawatan yang tepat dan
dokumentasi yang lengkap dilakukan.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pada pengkajian, diagnosa keperawatan mayor dapat
mencakup yang berikut:
45
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan efek depresan
dari medikasi dan agens anestetik.
2. Nyeri dan ketidaknyamanan pasca operatif.
3. Risiko terhadap perubahan suhu tubuh : hipotermia.
4. Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan status pasca
anetesia.
5. Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh
6. Perubahan eliminasi urinarius yang berhubungan dengan penurunan
aktivitas, efek medikasi, dan penurunan masukan cairan.
7. Konstipasi yang berhubungan dengan motilitas lambung dan usus
selama periode intraoperatif.
8. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan
intoleransi aktivitas, dan pembatasan aktivitas yang diresepkan.
9. Ansietas tentang diagnosis pasca operatif, kemungkinan perubahan
dalamgayahidup, dan perubahan dalam konsep diri.
46
b. Kaji bunyi napas pasien
c. Gunakan spirometri insentif
d. Kaji suhu tubuh pasien
e. Observasi nilai gas darah
f. Anjurka pasiem untuk pemeriksaan rotgen dada
g. Anjurkan pasien untuk mengobah posisi setiap 2 jam sekali
h. Ajarkan pasien untuk batuk efektif
i. Latih pasien untuk melakukan ambulasi dini
j. Hindarkan pasien dari penderita infeksi pernapasan atas
Evaluasi: Pasien memepertahankan fungsi pernapasan yang optimal.
a. Melakukan latihan napas dalam
b. Menunjukkan bunyi napas yang bersih
c. Menggunakan spirometer insensitive sesuai dengan yang
diresepkan
d. Menunjukkan suhu tubuh yang normal
e. Memepertahankan nilai gas darah yang normal
f. Menunjukkan hasil rontgen dada yang normal
g. Berbalik dari satu posisi ke posisi laninnya sesuai yang
diinstruksikan
h. Batuk secara effektif untuk memebersihkan sekresi
i. Melakukan latihan dan ambulasi seperti yang diresepkan
j. Menghindari individu yang menderita infeksi pernapasan atas
2. Diagnosa ke-2
Intervensi :
a. Meredakan nyeri
b. Anjurkan pasien untuk melakuakn strategi distraksi
c. Kaji mual dan muntah
d. Hilangkan distress abdomen dan nyeri akibat gas
e. Hilangkan cegukan
47
Evaluasi : Pasien mengalami peredaan nyeri dan ketidaknyamanan
pasca operatif (kegelisahan, mual dan muntah, distensi abdomen, dan
cegukan).
a. Menunjukkan bahwa nyeri berkurang intensitasnya
b. Membebat tempat insisi ketika batuk untuk mengurangi nyeri
c. Ikut serta dalam strategi distraksi
d. Melaporkan tidak adanya mual dan tidak muntah
e. Bebas dari distress abdomen dan nyeri akibat gas
f. Menunjukkan tidak adanya cegukan
3. Diagnosa ke-3
Intervensi:
a. Observasi tanda-tanda hipotermia dan laporkan pada dokter
b. Pertahankan ruangan pada suhu yang nyaman dan sediakan selimut
untuk mencegah menggigil
c. Pantau kondisi pasien terhadap disritmia jantung
Evaluasi : Pasien memeprtahankan suhu tubuh normal
a. Menunjukkan suhu tubuh inti normal
b. Bebas dari menggigil
c. Tidak menunjukkan tanda-tanda kedinginan
d. Tidak mengalami disritmia jantung
4. Diagnosa ke-4
Intervensi :
a. Lindungi pasien dari penyebab yang dapat mencedrai diri
b. Anjurkan menggunkaan restrain bila dibutuhkan
c. Deteksi masalah-masalah sebelum mereka mengakibatkan cedera
Evaluasi :
a. Terhindar dari cedera
b. Menerima untuk menaikkan pagar tempat tidur ketika dibutuhkan
48
c. Bebas dari cedera yang berhubungan dengan kesalahan posisi,
terjatuh dan bahaya lainnya.
d. Mencapai kembali sensorium yang normal
5. Diagnosa ke-5
Intervensi :
a. Auskultasi abdomen untuk mendeteksi adanya paralisis ileus, dan
bising usus normal
b. Kembalikan pasein pada masukan diet normal bila pasien telah
pulih benar dari efek anestesi dan tidak merasa mual
c. Observasi berat badan pasien sebelum dan sesudah operasi
Evaluasi : Pasien memepertahankan keseimbangan nutrisi
a. Menunjukkan motilitas gastrointestinal yang meningkat dan tidak
adanya paralisis ileus, bising usus normal.
b. Kembali pada pola diet normal bila memungkinkan
c. Mengalami penambahan berat badan ke berat badan sebelum
operasi.
6. Diagnosa ke-6
Intervensi :
a. Kaji pasien apakah berkemih atau dengan kateter
b. Haluaran urin kurang dari 30 ml selama 2 jam berurutan harus
dilaporkan
c. Masukan dan haluaran dicatat bagi semua pasien setelah prosedur
operatif urologic atau prosedur yang kompleks dan bagi semua
pasien lansia
Evaluasi : Fungsi perkemihan normal kembali
a. Berkemih adekuat tanpa menggunakan kateter
b. Menunjukkan tidak adanya berkemih dalam jumlah yang sedikit
(menunjukkan retensi)
c. Menerima untuk bertanggung jawab terhadap masukan cairan
yang adekuat
49
7. Diagnosa ke-7
Intervensi :
a. Auskultasi abdomen untuk mendeteksi adanya bising usus, jika
bising usus terdengar, diet pasien secara bertahap sitingkatkan.
b. Auskultasi abdomen atau usus untuk mendeteksi adanya distress
abdomen, nyeri akibat gas, dan konstipasi
c. Observasi pola eliminasi usus pasien
Evaluasi : Pasien mengalami fungsi usus yang kembali normal
a. Menunjukkan bising usus yang normal dan efektif saat auskultasi
b. Bebas dari distress abdomen, nyeri akibat gas, dan konstipasi
c. Menunjukkan pola eliminasi usus yang lazim
8. Diagnosa ke-8
Intervensi :
a. Menyesuaikan antara aktivitas dan istirahat
b. Secara progresif meningkatkan ambulasi
c. Melanjutkan aktivitas normal dalam kerangka waktu yang
ditetapkan
d. Melakukan aktivitas yang berhubungan dengan perawatan diri
e. Ikut serta dalam program rehabilitasi (bila memungkinkan)
Evaluasi :Pasien dapat melakukan ambulasi dalam keterbatasan pasca
opertatif dan rencana rehabilitatif.
50
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Edisi 8
Vol 1. EGC. Jakarta.
Barbara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah 2.Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan. Bandung.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Edisi 4 Vol 2.
EGC. Jakarta.
http://mr7wv.blogspot.com/2009/10/asuhan-keperawatan-post-operatif.html
http://sichesse.blogspot.com/2012/05/asuhan-keperawatan-dengan-post-op
https://id.scribe.com/document/342608603/POST-OP
51
52