Anda di halaman 1dari 62

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA NY.I DENGAN DIAGNOSA PRA


OPERASI G3P2A0 HAMIL 8 MINGGU KEMATIAN MUDIGAH DILAKUKAN
TINDAKAN KURETASE DENGAN REGIONAL ANESTESI DI IBS RSUD
CHASBULLAH ABDUL MAJID BEKASI
Disusun untuk memenuhi Persyaratan Kenaikan Pangkat IIID ke golongan IVA Di
wilayah Kota Bekasi

Disusun Oleh:

Erdi Rosadi, SST. An


NIP : 19740611 200312 1003

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


DR. CHASBULLAH ABDUL MAJID KOTA BEKASI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
asuhan keperawatan perianestesi dengan judul “Asuhan Keperawatan Perianestesi
Pada Ny.I Dengan Diagnosa Pra Operasi G3p2a0 Hamil 8 Minggu Kematian
Mudigah Dilakukan Tindakan Kuretase Dengan Regional Anestesi Di Ibs Rsud
Chasbullah Abdul Majid Bekasi”. Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan
kenaikan pangkat pegawai negeri sipil tahun 2023.
Penulis berharap semoga laporan ini dapat membantu pembaca untuk lebih
mengetahui tentang asuhan keperawatan perianestesi pada Ny.N dengan diagnosa
medis G3P2A0 Hamil 8 Minggu Kematian Mudigah. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharap dan saran dari berbagai pihak agar laporan ini lebih sempurna.
-

Bekasi, 30 November 2022

Erdi Rosadi
DAFTAR ISI

MAKALAH .................................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
BAB I............................................................................................................................. 5
PENDAHULUAN ......................................................................................................... 5
A. Latar Belakang................................................................................................ 5
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 6
C. Tujuan ............................................................................................................ 6
D. Manfaat........................................................................................................... 6
E. Cara Pengumpulan Data ................................................................................. 7
F. Waktu dan Tempat ............................................................................................. 7
BAB II ........................................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................ 8
A. Konsep Dasar Abortus ................................................................................. 8
B. Konsep Dasar Kuret ................................................................................... 13
C. Konsep Dasar Regional Anestesi ............................................................... 15
E. Rencana Keperawatan ............................................................................... 22
F. Persiapan Tindakan Anestesi Spinal ........................................................ 25
G. Web Of Caution .......................................................................................... 32
BAB III........................................................................................................................ 33
TINJAUAN KASUS ................................................................................................... 33
A. Pengkajian ................................................................................................... 33
B. Persiapan penatalaksanaan anestesi ......................................................... 39
C. Pengkajian Intra-Anestesi ......................................................................... 40
D. Pengkajian Post Anestesi ........................................................................... 42
E. Analisa Data ................................................................................................ 42
F. Diagnosa Keperawatan dan Prioritas Masalah ....................................... 46
G. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi ................................................. 47
BAB IV ....................................................................................................................... 57
ANALISA JURNAL ................................................................................................... 57
A. Identitas Jurnal ........................................................................................... 57
B. Analisa Jurnal ............................................................................................. 57
BAB V ......................................................................................................................... 60
KESIMPULAN ........................................................................................................... 60
A. SARAN ........................................................................................................ 61
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 62
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Abortus merupakan salah satu masalah di dunia yang mempengaruhi kesehatan,
kesakitan dan kematian ibu hamil. Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi
yang terjadi pada umur kehamilan < 20 minggu dan berat badan janin ≤500 gram.
Dampak dari abortus jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat akan
menambah angka kematian ibu yang disebabkan oleh komplikasi dari abortus yaitu
dapat terjadi perdarahan, perforasi, infeksi dan syok (Sujiyatini, 2009). Abortus
dapat terjadi secara tidak sengaja maupun disengaja. Abortus yang berlangsung
tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus yang dilakukan dengan
sengaja disebut abortus provokatus dan abortus yang terjadi berulang tiga kali
secara berturut-turut disebut habitualis (Prawirohadjo, 2010).
Abortus ini merupakan salah satu faktor penyumbang angka kematian ibu,
namun lebih sering dilaporkan dalam bentuk perdarahan bukan dalam bentuk
abortus. Bila abortus ini terjadi, maka harus segera ditangani untuk mengatasi
perdarahan karena perdarahan yang banyak dapat menyebabkan kematian ibu
(Halim, 2012). Abortus bisa disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor maternal,
faktor paternal dan faktor fetus (Mochtar, 2011). Faktor maternal dapat dibagi
menjadi dua yaitu intrinsik meliputi umur ibu, tingkat pendidikan, paritas, jarak
kehamilan, penyakit dan kelainan uterus dan faktor ekstrinsik meliputi status
pekerjaan (Sinaga, 2012).
Pada penelitian Zhang dkk pada tahun 2005, dilakukan penelitian acak luas
pada 652 wanita dengan kegagalan kehamilan trimester pertama (kehamilan
anembrionik atau kematian mudigah atau abortus insipien atau inkomplit) yang
secara acak mendapat 800μg misoprostol vagina atau dilakukan aspirasi vakum
dengan perbandingan 3:1.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian abortus dan kuretase?
2. Bagaimana pengertian, anantomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, komplikasi,
tanda dan gejala, penatalaksanaan, dan pemeriksaan penunjang dari kuretase?
3. Apa pengertian dari Regional Anestesi?
4. Apa indikasi, kontraindikasi, dan komplikasi Regional Anestesi?
5. Bagaimana penatalaksanaan anestesi pada Ny.I dengan diagnosa medis
kematian mudigah (abortus incomplit) dengan tindakan operasi kuretase?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian abortus dan kuretase?
2. Untuk mengetahui bagaimana pengertian, anantomi fisiologi, etiologi,
patofisiologi, komplikasi, tanda dan gejala, penatalaksanaan, dan pemeriksaan
penunjang dari tindakan kuretase?
3. Untuk mengetahui pengertian Regional Anestesi.
4. Untuk mengetahui indikasi, kontraindikasi, dan komplikasi Regional Anestesi.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan anestesi pada Ny.I dengan diagnosa medis
Kematian Mudigah (Abortus Incomplit) dengan tindakan operasi Kuretase.

D. Manfaat
1. Bagi pasien
Memberi edukasi dan informasi pada pasien dan keluarga pasien
tentang pentingnya keispan fisik maupun psikis sebelum dilakukan tindakan
pembiusan pada operasi kuret dengan teknik Regional Anestesi.
2. Bagi penulis
Mendapatkan pengalaman serta dapat menerapkan apa yang di dapat
dalam perkuliahan.
3. Bagi institusi Pendidikan
Sebagai bahan kepustakaan tentang asuhan keperawatan perianestesi
pada Ny.N dengan diagnosa medis pre operasi G3P2A0 hamil 8 minggu
kematian mudigah .
4. Bagi lahan praktik
Memberikan masukan terhadap tenaga kesehatan untuk
mempertahankan dan menguatkan serta meningkatkan asuhan keperawatan
secara profesional agar terhindar dari komplikasi yang mungkin timbul.

E. Cara Pengumpulan Data


Data didapatkan dengan cara observasi perioperative, pemeriksaan fisik, dan
studi dokumen rekam medis.

F. Waktu dan Tempat


1. Waktu : Selasa, 30 November 2022
2. Tempat : IBS RSUD Chasbullah Abdul Majid Kota Bekasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Abortus


1. Pengertian
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Prawirohardjo, 2008).
Abortus inkompletus adalah pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dan masih ada sisa tertinggal di dalam uterus (Nugroho,
2011).
2. Etiologi
Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian.
Sebaliknya, pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam
keadaan masih hidup. Hal-hal yang menyebabkan abortus dapat dibagi sebagai
berikut:
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian
janin atau cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah
pada hamil muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam
pertumbuhan ialah sebagai berikut:
1) Kelainan kromosom
2) Lingkungan kurang sempurna
3) Pengaruh dari luar
b. Kelainan pada plasenta
Endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales dan menyebabkan
oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan
muda misalnya karena hipertensi menahun.
c. Penyakit ibu
Penyakit mendadak, seperti pneumonia, tifus abdominalis,malaria, dan
lain-lain dapat menyebabkan abortus. Toksin, bakteri, virus atau
plasmodium dapat melalui plasenta ke janin, sehingga menyebabkan
kematian janin, dan kemudian terjadilah abortus.
d. Kelainan traktur genitalis
Retroversio uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat
menyebabkan abortus. Tetapi, harus diingat bahwa hanya retroversio uteri
gravidi inkarserata atau mioma submukosa yang memegang peranan
penting. Sebab lain abortus dalam trimester ke 2 ialah servik inkompeten
yang dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada serviks, dilatasi
serviks berlebihan, amputasi, atau robakan serviks luas yang tidak dijahit (
Prawirohardjo, 2006)
3. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis
kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga
merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu
hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum
menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi
koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak
dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada
kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah
ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Peristiwa abortus ini
menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.
Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil
tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum), mugkin pula janin telah mati lama
(missed abortion) (Prawirohardjo, 2006).
4. Klasifikasi
Menurut Mochtar Rustam abortus dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Abortus Spontan
Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor
mekanisme ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-
faktor ilmiah. Abortus ini terbagi lagi menjadi:
1) Abortus Kompletus (keguguran lengkap) adalah seluruh hasil konsepsi
dikeluarkan, sehingga rongga rahim kosong.
2) Abortus Inkompletus (keguguran bersisa) adalah hanya sebagian dari
hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua dan
plasenta.
3) Abortus Insipiens (keguguran sedang berlangsung) adalah abortus yang
sedang berlangsung, dengan ostium sudah terbuka dan ketuban yang
teraba.
4) Abortus Iminens (keguguran membakat) adalah keguguran membakat
dan akan terjadi.
5) Missed Abortion adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
6) Abortus Habitualis adalah keadaan dimana penderita mengalami
keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
7) Abortus Septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan
penyebaran kuman atau toksinnya kedalam peredaran darah atau
peritoneum
b. Abortus Provokatus
Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun
alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:
1) Abortus Medisinalis
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila
kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan
indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim
dokter ahli.
2) Abortus Kriminalis
Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
5. Tanda dan gejala
Menurut (Mitayani, 2011) tanda dan gejala abortus inkompletus yaitu:
a. Terlambat haid.
b. Perdarahan pervaginam, tidak akan berhenti sampai hasil konsepsi
dikeluarkan.
c. Rasa mulas atau kram perut.
d. Keluhan nyeri pada perut bagian bawah
6. Penatalaksanaan
Apabila abortus inkompletus disertai syok karena perdarahan, segera
diberikan cairan infus NaCl atau cairan Ringer yang disusul dengan transfusi.
Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran
sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya
kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik
dan perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase.
Tindakan kuretase harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan keadan umum
ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum
menggunakan kanula dari plastik. Pasca tindakan disuntikkan ergometrim (IM)
untuk mempertahankan kontraksi uterus (Prawirohardjo, 2006).
7. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari abortus inkompletus menurut
Prawirohardjo(2006) yaitu:
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada
waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati
dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi,
dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi
atau perlu hosterektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan
oleh orang awam menimbulkan persoaln gawat karena perlukaan uterus
biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau
usus dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi
harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk
selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi
komplikasi
c. Infeksi
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat (syok endoseptik)
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes kehamilan akan menunjukkan hasil positif bila janin masih hidup
bahkan 2-3 hari setelah abortus.
b. Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup. (Arif Mansjoer, 2001).
B. Konsep Dasar Kuret
1. Pengertian Kuretase
Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat
kuretase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus
melakukan
pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan
besarnya uterus. Gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan
misalnya perforasi (Rustam Mochtar,1998).
2. Persiapan Sebelum Kuretase Menurut Rustam Mochtar (1998)
a. Konseling pra tindakan
1) Memberi informed consent (tindakan persetujuan medik)
2) Menjelaskan pada klien tentang penyakit yang diderita.
3) Menerangkan kepada pasien tentang tindakan kuretase yang akan
dilakukan.
4) Memeriksa keadaan umum pasien, bila mungkin pasien dipuasakan.
b. Pemeriksaan sebelum kuretase
1) USG (ultrasonografi)
2) Mengukur tensi dan Hb darah
3) Memeriksa sistim pernafasan
4) Mengatasi perdarahan
5) Memastikan pasien dalam kondisi sehat dan fit.
c. Persiapan pasien
1) Lakukanlah pemerikasaan umum : tekanan darah, nadi, keadaan
jantung, Hb darah paru-paru dan sebagainya.
2) Cairan dan selang infus sudah terpasang.
3) Mengosongkan kandung kemih.
4) Perut bawah dan lipat paha dibersihkan dengan air dan sabun.
5) Pasien ditidurkan dalam posisi litotomi.
d. Penatalaksanaan alat-alat kuretase
1) 1 cunan tampon.
2) 1 tenakulum
3) 2 klem ovum (forester/fenster clamp) lurus dan lengkung
4) 1 set sendok kuret
5) 1 penala kavum uteri (sonde uterus)
6) 2 spekulum sim’s atau L
7) 1 kateter keret
8) O2 dan regulator
e. Prosedur tindakan
1) Pasien dalam posisi litotomi
2) Pasang O2
3) Suntikkan valium 10 mg dan atropin sulfat 0,25 mg intravena.
4) Tindakan dan antisepsis genitalia eksterna, vagina, dan serviks.
5) Kosongkan kandung kemih
6) Pasang spekulum vagina, selanjutnya serviks dipresentasikan dengan
tenakulum menjepit dinding depan porsio pada jam 12.
7) Angkat spekulum depan dan spekulum belakang dipegang oleh seorang
asisten.
8) Masukkan sonde uterus dengan hati-hati untuk menentukan besar dan
arah uterus.
9) Keluarkan jaringan dengan cunam abortus, dilanjutkan dengan kuret
tumpul secara sistematis menurut putaran jarum jam. Usahakan seluruh
kavum uteri dikerok.
10) Setelah diyakini tidak ada perdarahan, tindakan dihentikan. Awasi tanda
vital 15-30 menit pasca tindakan.
C. Konsep Dasar Regional Anestesi
1. Definisi

Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh


sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian
tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh
sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.

2. Klasifikasi anestesi/anestesi regional

a. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan
kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.

b. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal,


blok lapangan, dan analgesia regional intravena.

3. Keuntungan anestesi regional


a. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah.
b. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung
penuh) karena penderita sadar.
c. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
d. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
e. Perawatan post operasi lebih ringan.
4. Kerugian anestesi regional
a. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
b. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
c. Sulit diterapkan pada anak-anak.
d. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
e. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.
5. Anestesi spinal

Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang


subarachnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik
lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga
sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Untuk mencapai
cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis  subkutis
Lig. Supraspinosum Lig. Interspinosum  Lig. Flavum  ruang epidural
 durameter ruang subarachnoid.

Gambar 1. Struktur lumbal

Medula spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan


serebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus
venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3.
Oleh karena itu, anestesi/analgesi spinal dilakukan ruang sub arachnoid di
daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.
a. Indikasi :
1) Bedah ekstremitas bawah
2) Bedah panggul
3) Tindakan sekitar rektum perineum
4) Bedah obstetrik-ginekologi
5) Bedah urologi
6) Bedah abdomen bawah
7) Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum ringan

b. Kontraindikasi absolut:
1) Pasien menolak
2) Infeksi pada tempat suntikan
3) Hipovolemia berat, syok
4) Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5) Tekanan intrakranial meningkat
6) Fasilitas resusitasi minim
7) Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
c. Kontraindikasi relative:
1) Infeksi sistemik
2) Infeksi sekitar tempat suntikan
3) Kelainan neurologis
4) Kelainan psikis
5) Bedah lama
6) Penyakit jantung
7) Hipovolemia ringan
8) Nyeri punggung kronik
6. Persiapan analgesia spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada
anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan
menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau
pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu
perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
a. Informed consent
Tim Medis tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia
spinal
b. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
c. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, Hematokrit, PT (Prothrombine Time), PTT (Partial
Thromboplastine Time)
7. Anastetik local untuk analgesia spinal
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada 37º C adalah 1.003- 1.008.
Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anastetik
lokal dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik. Anastetik lokal
dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik. Anastetik lokal yang
sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur
anastetik lokal dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan
tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
a. Lidokaine (xylocain, lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis
20-100mg (2-5ml)
b. Lidokaine (xylocain,lignokain) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis
1.033, sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
c. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik,
dosis 5-20mg (1-4ml)
d. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)
8. Teknik analgesia spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas
meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi
pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan
menyebabkan menyebarnya obat.
a. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.
Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang
stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus
mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

Gambar 2. Posisi pasien saat indusi spinal anestesi

b. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,


misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau di atasnya berisiko
trauma terhadap medula spinalis.
c. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
d. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1- 2%
2-3ml
e. Arah tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,
23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G
atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik
biasa semprit 10 cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak
sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya
ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-
Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu
pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk
menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri
kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal
dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat
dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya
untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal
pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º
biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan
kateter.

Gambar 3. Kedalaman jarum spinal

f. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah


hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum
flavum dewasa ± 6cm.

9. Penyebaran anastetik local tergantung :


a. Faktor utama:
1) Berat jenis anestetik lokal (barisitas)
2) Posisi pasien
3) Dosis dan volume anestetik local
b. Faktor tambahan:
1) Ketinggian suntikan
2) Kecepatan suntikan/barbotase
3) Ukuran jarum
4) Keadaan fisik pasien
5) Tekanan intraabdominal
10. Lama kerja anesteti local tergantung:
a. Jenis anestesi lokal
b. Besarnya dosis
c. Ada tidaknya vasokonstriktor
d. Besarnya penyebaran anestetik local
11. Komplikasi tindakan anestesi spinal:
a. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml
sebelum tindakan.
b. Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok
sampai T-2
c. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
d. Trauma pembuluh saraf
e. Trauma saraf
f. Mual-muntah
g. Gangguan pendengaran
h. Blok spinal tinggi atau spinal total
i. Komplikasi pasca tindakan
1) Nyeri tempat suntikan
2) Nyeri punggung
3) Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4) Retensio urine
5) Meningitis
D. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Pre Anestesi
a. Cemas b.d kurang terpaparnya informasi
2. Intra Anestesi
a. Risiko perdarahan dibuktikan dengan tindakan pembedahan
b. Pola nafas tidak efektif b.d efek agen farmakologis anestesi
3. Post Anestesi
a. Gangguan mobilitas fisik b.d efek agen farmakologis anestesi
b. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif
E. Rencana Keperawatan
SDKI SLKI SIKI

Pre-Anestesi

Cemas b.d kurang Setelah dilakukan - Identifikasi kondisi


terpaparnya informasi tindakan keperawatan umum pasien
selama 10 menit, - Monitor tekanan
ansietas teratasi darah, nadi,
dengan kriteria hasil: pernafasan, dan suhu
- Perilaku gelisah tubuh
menurun - Jelaskan tentang
- Perilaku tegang prosedur, waktu, dan
menurun lamanya operasi
- Frekuensi - Latih teknik
pernafasan relaksasi nafas dalam
menurun
- Tekanan nadi
membaik
- Tekanan darah
membaik

Intra-Anestesi

Risiko perdarahan Setelah dilakukan - Monitor intake dan


dibuktikan dengan tindakan keperawatan output cairan
tindakan pembedahan anestesi selama durante - Monitor elastisitas
operasi, risiko dan turgor kulit
perdarahan teratasi - Monitor frekuensi
dengan kriteria hasil: nadi, tekanan darah,
dan tekanan nadi
- Intake dan output
- Kolaborasi obat
cairan membaik
antiinflamasi dan
- Turgor kulit
antifibrinolitik
membaik
- Frekuensi nadi,
tekanan darah, dan
tekanan nadi
membaik

Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan


b.d efek agen asuhan keperawatan,
diharapkan: - Monitor dukungan
farmakologis general
ventilasi
anestesi - Ventilasi semenit
dan kapasitas vital - Berikan manajemen

paru terpenuhi bantuan jalan nafas


- Tekanan inspirasi - Monitor pengaturan
dan ekspirasi posisi
meningkat
- Frekuensi dan
kedalaman nafas
meningkat
- Frekuensi nadi,
tekanan darah, dan
tekanan nadi
membaik

Post-Anestesi

Gangguan mobilitas Setelah dilakukan - Identifikasi toleransi


fisik b.d efeke agen tindakan keperawatan fisik melakukan
farmakologis anestesi anestesi pasca operasi, pergerakan
risiko jatuh teratasi - Identifikasi adanya
dengan kriteria hasil: nyeri atau keluhan
fisik lainnya
- Pergerakan
ekstremitas
meningkat
- Rentang gerak
meningkat
- Kelemahan fisik
menurun
Risiko infeksi Setelah dilakukan - Cuci tangan sebelum
dibuktikan dengan tindakan keperawatan dan sesudah kontak
prosedur invasif anestesi pasca operasi, dengan pasien dan
risiko infeksi dapat lingkungan pasien
teratasi dengan kriteria - Pertahankan teknik
hasil: aseptic pada pasien

- Demam berisiko tinggi

menurun
- Kemerahan
menurun
- Bengkak
menurun
- Tidak adanya
tanda infeksi
seperti rubor,
kalor, dan
dolor

F. Persiapan Tindakan Anestesi Spinal


1. Pre-anestesi
a. Anamnesa History Taking
History taking bisa dimulai dengan menanyakan adakah riwayat alergi
terhadap makanan, obat-obatan dan suhu, alergi (manifestasi dispneu atau
skin rash) harus dibedakan dengan intoleransi (biasanya manifestasi
gastrointestinal). Riwayat penyakit sekarang dan dahulu juga harus digali
begitu juga riwayat pengobatan (termasuk obat herbal), karena adanya
potensi terjadi interaksi obat dengan agen anestesi. Riwayat operasi dan
anestesi sebelumnya bisa menunjukkan komplikasi anestesi bila ada.
Pertanyaan tentang review sistem organ juga penting untuk
mengidentifikasi penyakit atau masalah medis lain yang belum
terdiagnosis.

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dan history taking melengkapi satu sama lain.
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien yang sehat dan asimtomatik
setidaknya meliputi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respiratory
rate, suhu) dan pemeriksaan airway, jantung, paru-paru, dan sistem
musculoskeletal. Pemeriksaan neurologis juga penting terutama pada
anestesi regional sehingga bisa diketahui bila ada defisit neurologis
sebelum diakukan anestesi regional.
Klasifikasi status fisik ASA bukan alat perkiraan risiko anestesi, karena
efek samping anestesi tidak dapat dipisahkan dari efek samping
pembedahan. Penilaian ASA diklasifikasikan menjadi 5 kategori. Kategori
ke-6 selanjutnya ditambahkan untuk ditujukan terhadap brain-dead organ
donor. Status fisik ASA secara umum juga berhubungan dengan tingkat
mortalitas perioperatif. Karena underlying disease hanyalah satu dari
banyak faktor yang berkontribusi terhadap komplikasi perioperatif, maka
tidak mengherankan apabila hubungan ini tidak sempurna. Meskipun
begitu, klasifikasi satus fisik ASA tetap berguna dalam perencanaan
manajemen anestesi, terutama teknik monitoring.
Kelas I Pasien sehat tanpa kelainan organik, biokimia, atau psikiatri.

Kelas II Pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang, tanpa limitasi
aktivitas sehari-hari.
Kelas III Pasien dengan penyakit sistemik berat, yang membatasi aktivitas
normal.

Kelas IV Pasien dengan penyakit berat yang mengancam nyawa dengan maupun
tanpa operasi.

Kelas V Pasien sekarat yang memiliki harapan hidup kecil tapi tetap dilakukan
operasi sebagai upaya resusitasi.

Kelas VI Pasien dengan kematian batang otak yang organ tubuhnya akan
diambil untuk tujuan donor

E Operasi emergensi, statusnya mengikuti kelas I – VI diatas.

Tabel 1. Status Fisik ASA

c. Pemeriksaan Penunjang
Dasar dan luas cakupan pemeriksaan preanestesi tergantung pada umur
pasien, ada tidaknya kondisi co-morbid saat ini, sama seperti dasar dan luas
dari prosedur bedah yang direncanakan.

Pemeriksaan rutin Indikasi

Urinalisis Pada semua pasien (periksa konsentrasi glukosa


darah jika glukosa urine positif)

FBC Pada semua wanita: pria > 40 tahun; semua bedah


mayor

Ureum, Creatinin, Bedah mayor


Elektrolit

ECG Umur > 50 tahun


Foto Torak Umur > 60 tahun

Tes fungsi hati Bedah mayor pada pasien umur > 50 tahun.
(Liver Function
Test)

Tabel 2. Pemeriksaan Penunjang

No Test Indikasi

1 Darah Lengkap Anemia dan penyakit hematologik lainnya

Penyakit ginjal

Pasien yang menjalani kemoterapi

2 Ureum, creatinin dan Penyakit ginjal


konsentrasi elektrolit Penyakit metabolik misalnya; diabetes mellitus

Nutrisi abnormal

Riwayat diare, muntah

Obat-obatan yang merubah keseimbangan


elektrolit atau menunjukkan efek toksik dari
adanya abnormalitas elektrolit seperti digitalik,
diuretic, antihipertensi, kortikosteroid,
hipoglikemik agent.

3 Konsentrasi glukosa Diabetes Mellitus


darah Penyakit hati yang berat

4 Elektrokardiografi Penyakit jantung, hipertensi atau penyakit paru


kronik

Diabetes Mellitus
5 Chest X-ray Penyakit respirasi

Penyakit kardiovaskuler

6 Arterial blood gases Pasien sepsis

Penyakit paru

Pasien dengan kesulitan respirasi

Pasien obesitas

Pasien yang akan thorakotomi

7 Test fungsi paru Pasien yang akan operasi thorakotomi

Penyakit paru sedang sampai berat seperti


COPD, bronchiectasis

8 Skreen koagulasi Penyakit hematologic

Penyakit hati yang berat

Koagulopati

Terapi antikoagulan, misal: antikoagulan oral


(warfarin) atau heparin

9 Test fungsi hati Penyakit hepatobilier

Riwayat penyahgunaan alcohol

Tumor dengan metastase ke hepar

10 Tes fungsi thyroid Bedah thyroid

Riwayat penyakit thyroid

Curiga abnormalitas endokrin seperti tumor


pituitary

Tabel 3. Pemeriksaan Laboratorium


Hasil pemeriksaan normal adalah valid selama periode waktu,
jarak dari yang 1 minggu (FBC, ureum, creatinin, konsentrasi elektrolit,
glukosa darah), 1 bulan (ECG), sampai 6 bulan (chest X-ray).
Pemeriksaan sebaiknya diulang dalam keadaan berikut;

1) Timbul gejala seperti nyeri dada, diare, muntah

2) Penilaian untuk efektivitas terapi seperti suplemen potassium untuk


hipokalemia, terapi insulin untuk hiperglikemia, dialysis untuk pasien
dengan gagal ginjal, produk darah untuk koreksi koagulopati.

d. Persiapan Alat dan Bahan


1) Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, EKG, dll.
2) Peralatan resusitasi
3) Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu
runcing/quinckebacock ) atau jarum spinal dengan ujung pinsil ( pencil
point whitecare).
e. Obat Induksi
1. Intra-Anestesi
Hal-hal yang perlu dimonitor ketika durante operasi, antara lain :
a. Tekanan Darah
b. Frekuensi Nadi
c. SpO2
d. Intake dan output cairan
e. Jumlah Perdarahan
2. Post-Anestesi
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan
anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu
ruangan untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar
merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih
memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi
atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi
atau pengaruh anestesinya.
No. Kriteria Skor

1. Dapat mengangkat tungkai bawah 0

2. Tidak dapat menekuk lutut tetapi dapat mengangkat kaki 1

3. Tidak dapat mengangkat tungkai bawah tetapi masih dapat 2


menekuk lutut

4. Tidak dapat mengangkat kaki sama sekali 3

Pasien dapat dipindahkan ke bangsal jika score kurang dari 2

Tabel 4. Bromage Score


G. Web Of Caution
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Hari/tanggal : Rabu, 30 November 2022
Jam : 13.00
Tempat : IBS RSUD Chasbullah Abdul Majid Kota Bekasi
Metode : Observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumen rekam
medis
Sumber data : Pasien, tim kesehatan, status kesehatan pasien
Rencana Tindakan : Kuretase
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. I
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Alamat : Jalan Kusuma Utara 10 Blok 33C/14 RT 014/ RW 017
No. RM : 18320xxx
Dx. Pre Operasi : G3P2A0 Hamil 8 Minggu dengan kematian Mudigah
Tindakan Operasi : Kuretase
Tanggal Operasi : 30 November 2022
Dokter Bedah : dr. Bayu, Sp.OG
Dokter Anestesi : dr. Randy, Sp.An
2. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn.A
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan : Suami
3. Anamnesa
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan melilit pada perut
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan perut melilit dan rasanya tidak nyaman
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit keluarga.
e. Alasan Masuk Rumah Sakit
Pasien dibawa ke rumah sakit karena perut terus terasa melilit dan tidak
nyaman
4. Pengkajian Data Fokus
Alergy Tidak ada alergi obat dan makanan
Medication
Tidak ada riwayat konsumsi obat

Past Illness Tidak ada riwayat penyakit


Last Meal Puasa sejak pukul 00.00

Environment IRT

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Tanda-tanda Vital
1) TD : 118/66 mmHg
2) Nadi : 70x/menit
3) RR : 20x/menit
4) SpO2 : 100%
c. Status Gizi
1) BB : 50 kg
2) TB : 155 cm
3) IMT : 20,81 kg/m2
d. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breathing)
a) Kemampuan membuka mulut >3cm
b) Skor mallampati I
c) Klien tidak sesak nafas
d) Suara nafas vesikuler
e) Tidak tampak pernafasan cuping hidung
2) B2 (Blood)
a) Tekanan darah normal 118/66 mmHg
b) Bentuk dada sama
3) B3 (Brain)
a) GCS kesadaran composmentis GCS: E4V5M6
4) B4 (Bleader)
a) Eliminasi normal
5) B5 (Bowel)
a) Pasien puasa dari pukul 00.00 WIB
b) Tidak ada pembesaran hepar dan abdomen
6) B6 (Bone)
a) Tidak ada kelainan pada ekstremitas
b) Tidak ada kelainan pada tulang belakang
c) Mampu beraktivitas
e. Pemeriksaan psikologis
Pasien terlihat lemas dan cemas sebelum dilakukan operasi
f. Pemeliharaan cairan
1) Kebutuhan cairan basal (M)
Kebutuhan cairan basal (M) = 3 cc x 10 kgBB1

= 3 cc x 10 kg

= 30 cc

= 2 cc x 10 kgBB2

= 20 cc

= 1 cc x kgBB

= 1 cc x 30

= 30 cc

Total = 30 cc + 20 cc + 30 cc = 80 cc

2) Pengganti puasa (PP)


Pengganti puasa (PP) = 2 cc x jam puasa x bb

= 2 cc x 12 jam x 50 kg

= 1200 cc

3) Stress operasi
Stress operasi = Jenis operasi (b/s/k) x BB

= 6 cc x 50

= 300 cc
4) Kebutuhan cairan
Jam I = M + ½ PP + SO
= 80 cc + 600 cc + 300 cc
= 980 cc

Jam II = M + ¼ PP + SO
= 80 cc + 300 cc + 300 cc
= 680 cc

Jam III = M + ¼ PP + SO
= 80 cc + 300 cc + 300 cc
= 680 cc

Jam IV = M + SO
= 80 cc + 300 cc
= 380 cc

g. Pemeriksaan penunjang
a. Rapid antigen SARS Cov-2: Negative
b. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hematologi
Darah Rutin DHF

Hemoglobin 13.2 g/dL 12-14

Leukosit 10.5 103ul 5-10

Hematrokit 39.4 % 37-47

Eritrosit 4.44 106ul 4-5


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Index Erotrosit
MCV 88.8 fL 82-92
MCH 29.7 pg 27-32
MCHC 33.5 g/dL 32-37
Trombosit 280 103ul 150-400
Laju endap darah 23 mm 0-15
Leukosit 4.3 103ul 5-10
Hemostatis
PT
PT 13.1 detik 11.5 – 15.5
PT Control 14.7 detik 12 – 16.5
APTT
APTT 28.3 detik 20-40
PTT Control 32.3 detik 27.1-40.6
Kimia Klinik
Diabetes
GDS 123 mg/dL 60-110
h. Diagnosa Anestesi
Pasien didiagnosa mengalami G3P2A0 Hamil 8 Minggu dengan kematian
Mudigah. Tindakan yang direncanakan adalah Kuretase dengan Regional
Anestesi-Sub Arachnoid Block dengan status fisik ASA I.

B. Persiapan penatalaksanaan anestesi


1. Persiapan Pasien
a. Mengecek kelengkapan status pasien
b. Pasien telah berpuasa sejak pukul 00.00
c. Pasien sudah terpasang infus di tangan kiri ukuran 18 dengan cairan RL
d. Pasien telah berganti baju, topi operasi, dan masker
e. Memposisikan pasien
2. Persiapan Mesin dan Alat
a. Persiapan mesin
1) Mengecek sumber gas dan memastikan tidak ada kebocoran sumber
gas
2) Melakukan kalibrasi mesin anestesi
b. Persiapan alat
1) S (Scope) : Laryngoscope ukuran 3 dan stetoscope
2) T (Tube) : Laryngeal Mask Airway No 3
3) A (Airway) : Oropharyngeal Airway, nasal kanul dan face mask
4) T (Tape) : Micropore ±20 cm 2 lembar
5) I (Introducer) : Margil forceps atau stilet
6) C (Connector)
7) S (Suction) : Mesin dan canul suction
8) Spuit 3ml, 5ml, 20ml
3. Persiapan obat
a. Obat spinal anestesi
Bucaine Spinal 15mg
b. Antiemetic
Ondansetron 4 mg (IV)
c. Obat Bronkodilator
Epedhrine 5mg
d. Obat Kontraksi Uterus
Oxytocin 10 IU
Metergin 0.2 mg
e. Antifibrinolitik
Asam Tranexamatacid 1000mg
f. Analgetik
Dexketoprofen 50mg
C. Pengkajian Intra-Anestesi
1. Anestesi Mulai : 13.00
2. Anestesi Selesai : 13.30
3. Operasi Mulai : 13.05
4. Operasi Selesai : 13.25
5. Jumlah Perdarahan : ±100ml

No Waktu TD HR SpO2 Tindakan

1 13.00 125/68mmHg 68 95% - Pasien


dipasang
tensimeter,
&pulseoxime
ter
- Diposisikan
duduk
- Tindakan
spinal
anestesi
- Infus RL dari
ruangan
- Diberi nasal
kanul O2 : 2
lt/menit
2 13.05 90/57 mmHg 66 100%
- Insisi dimulai

- Injeksi
epedhrine
5mg

- Injeksi
ondansentron
4mg
3 13.10 118/84 mmHg 70 100% - Monitoring
hemdoinamik
4 13.15 128/78 mmHg 60 100% - Inj oxytocin
10 iu,
metergin
0.4mg
5 13.20 119/67 mmHg 83 100% - Inj asam
tranexamatac
id 1000mg
- Monitoring
hemodinamik
6 13.25 115/68 mmHg 73 100% - Injeksi
dexketoprofe
n 50mg drip
RL
7 13.30 116/56 mmHg 65 100% - Insisi selesai

D. Pengkajian Post Anestesi


1. Situation
Pasien sadar penuh dengan skor GCS E4V4M6
2. Backround
Pasien post operasi Kuretase dengan jumlah perdarahan durante operasi ±100
cc
3. Assesment
TD: 116/56 mmHg, N:65, SPO2: 100%, RR: 18, Pasien dimonitoring di
recovery room sebelum dipindahkan ke ranap
4. Recommendation
a) Monitoring keadaan umum dan vital sign hingga stabil
b) Monitoring jumlah perdarahan
c) Monitoring ROM pasien post spinal anestesi

E. Analisa Data

Data Masalah Penyebab

Pre-Anestesi

DS: Cemas Kurang Terpaparnya


Informasi
- Pasien
mengatakan takut
akan dilakukan
tindakan
pembedahan
- Pasien tampak
tegang

DO:

- Pasien tampak
gelisah
- TTV:
TD: 125/68mmHg
N: 68x /menit
RR: 26x /menit
SPO2: 100%

Intra-Anestesi

DS: - Risiko Perdarahan Tindakan Pembedahan

DO:

- Tindakan
pembedahan
kuretase
- TTV:
TD: 119/67mmHg
N: 83x /menit
RR: 16x /menit
SPO2: 100%
- Inj asam
tranexamatacid
1000mg

DS: Pola Nafas Tidak Efek agen farmakologis


anestesi
DO:

- Pasien didiagnosa
dan dilakukan
tindakan kuretase
dengan teknik
RA-SAB
- Nafas pasien
sesak ditandai
dengan SPO2 :
95%
- TTV:
TD: 125/68mmHg
N: 68x /menit
RR: 18x /menit
SPO2: 95%
Post-Anestesi

DS: Gangguan Mobilitas Efek Agen


Fisik Farmakologis Anestesi
- Pasien
mengatakan kaki
masih terasa berat
untuk digerakkan

DO:

- Pasien telah
dilakukan
Tindakan
pembedahan
selama 30 menit
menggunakan
teknik RA-SAB
- TD= 116/56
mmHg
Nadi= 65 x/menit
SpO2= 100%

- Efek penggunaan
obat spinal
anestesi

DS: - Risiko Infeksi Efek Prosedur Invasif


DO:
- Tindakan
pembedahan
- Tedapat luka
kemerahan pada
kulit pasien post
pembedahan
- TD= 116/56
mmHg
Nadi= 65 x/menit
SpO2= 100%

F. Diagnosa Keperawatan dan Prioritas Masalah


1. Pre Anestesi
b. Cemas b.d kurang terpaparnya informasi
2. Intra Anestesi
a. Risiko perdarahan dibuktikan dengan tindakan pembedahan
b. Pola nafas tidak efektif b.d efek agen farmakologis anestesi
4. Post Anestesi
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan efek agen farmakologis
anestesi
b. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive
G. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi
Hari : Rabu
Tanggal : 30 November 2022
Tempat : IBS RSUD Chasbullah Abdul Majid Kota Bekasi
Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Pre-Anestesi

Cemas b.d kurang 30 November 2022, 30 November 2022, 30 November 2022, 30 November 2022,
terpaparnya Pukul 12.45 Pukul 12.50 Pukul 12.50 Pukul 13.00
informasi
Setelah dilakukan - Identifikasi - Mengindentifikasi S:
tindakan kondisi umum kondisi umum Pasien mengatakan
keperawatan selama pasien pasien sudah paham
10 menit, cemas - Monitor tekanan - Memonitor tekanan prosedur operasi dan
teratasi dengan darah, nadi, darah, nadi, siap untuk dilakukan
kriteria hasil: pernafasan, dan pernafasan, dan operasi
- Perilaku gelisah suhu tubuh suhu pasien O:
menurun
- Perilaku tegang - Jelaskan tentang - Menjelaskan - Pasien tampak
menurun prosedur, tentang prosedur, lebih tenang dan
- Frekuensi waktu, dan waktu, dan lamanya dapat melakukan
pernafasan lamanya operasi operasi teknik relaksasi
menurun - Latih teknik - Melatih teknik nafas dalam
- Tekanan nadi relaksasi nafas relaksasi nafas secara mandiri
membaik dalam dalam - TTV Membaik
- Tekanan darah (SIKI Reduksi TD: 118/84
membaik Ansietas I.09314, mmHg
(SLKI Tingkat halaman 387) N: 70x/menit
Kecemasan SPO2: 100%
L.09093, halaman RR: 20x/menit
132) T: 36oC

A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan
(Erdi Rosadi)

Intra Anestesi

Risiko perdarahan 30 November 2022, 30 November 2022, 30 November 2022, 30 November 2022,
dibuktikan dengan Pukul 13.05 Pukul 13.10 Pukul 13.10 Pukul 13.30
tindakan
pembedahan Setelah dilakukan - Monitor intake - Monitoring intake S: -
tindakan dan output dan output cairan O:
keperawatan cairan - Monitoring - Input cairan
anestesi selama - Monitor elastisitas dan turgor sebanyak 800 cc
durante operasi, elastisitas dan kulit - Output cairan
risiko perdarahan turgor kulit - Monitoring sebanyak 100 cc
teratasi dengan - Monitor frekuensi nadi, urine, dan
kriteria hasil: frekuensi nadi, tekanan darah, dan perdarahan 100cc
tekanan darah, tekanan nadi
- Intake dan dan tekanan - Mengkolaborasikan - Elastisitas kulit
output cairan nadi pemberian obat selama durante
membaik - Kolaborasi obat antiinflamasi dan operasi baik
- Turgor kulit antiinflamasi antifibrinolitik ditanda saat
membaik dan dicubit kulit
- Frekuensi nadi, antifibrinolitik kembali normal
tekanan darah, (SIKI Pemantauan kurang dari satu
dan tekanan Cairan I.03121, detik
nadi membaik halaman 238) - Injeksi asam
(SLKI Status tranexamat
Cairan Meningkat 1000mg
L.03028, halaman - TTV
107) TD:
119/67mmHg
N: 60x/menit
RR: 18x/menit
SPO2: 100%

A:
Masalah teratasi
sebagian

P:

Lanjutkan monioring
dan observasi di RR

(Erdi Rosadi)

Pola Nafas Tidak 30 November 2022, 30 November 2022, 30 November 2022, 30 November 2022,
Efektif b.d efek Pukul 13.05 Pukul 13.10 Pukul 13.10 Pukul 13.30
Agen
Farmakologis Obat - Memonitor volume
Setelah selesai S: -
General Anestesi tindakan anestesi - Monitor tidal, ritme,
/ pembiusan pola volume tidal kedalaman O:
nafas pasien pasien pernafasan, dan - TTV pasien
menjadi efektif
- Monitor usaha respirasi dalam batas
dan normal:
ritme, irama, dengan cara normal
- Frekuensi
kedalaman membagging / TD: 118/73
nafas normal pernafasan, mengassisted mmHg
- Irama nafas dan usaha pernafasan pasien, N: 86x/menit
sesuai yang respirasi dan mengatur APL RR: 28x/menit
diharapkan - Monitor - Memonitor tanda SPO2:100%
- Ekspansi tanda hipoventilasi - Nafas
dada simetris hipoventilasi dengan pasien
- Bernafas memperhatikan sudah
mudah, tidak irama nafas pasien teratur
didapatkan saat inspirasi dan ditandai
nafas pendek ekspirasi, dengan
rileksnya
dada saat
bernafas
A:

- Pola nafas tidak


efektif teratasi
sebagian
P:

- Melanjutkan
intervensi
dengan
memberikan
O2 Nasal
Kanul 2lt/menit

(Erdi Rosadi)

Post Anestesi

Gangguan 30 November 2022, 30 November 2022, 30 November 2022, 30 November 2022,


mobilitas fisik Pukul 13.35 Pukul 13.45 Pukul 13.45 Pukul 13.55
dengan efek agen
- Identifikasi - Mengidentifikasi S:
farmakologis Setelah dilakukan
toleransi fisik toleransi fisik - Pasien
anestesi tindakan
melakukan melakukan mengatakan
keperawatan
pergerakan pergerakan kakinya
anestesi pasca
- Identifikasi - Mengidentifikasi masih berat
operasi, gangguan
adanya nyeri adanya nyeri atau - Pasien
mobilitas fisik
atau keluhan keluhan fisik mengatakan
dengan kriteria
fisik lainnya lainnya kakinya
hasil:
- Pergerakan (SIKI Dukungan belum dapat
ekstremitas Mobilisasi I.05173, diangkat
meningkat halaman 30) sepenuhnya
- Rentang gerak O:
meningkat - Bromage score :
- Kelemahan 1 (Tidak dapat
fisik menurun menekuk lutut,
(SLKI Mobilitas tetapi dapat
Fisik L.05042, mengangkat
halaman 65) kaki)
A: Masalah teratasi
sebagian
P: Intervensi
dilanjutkan

(Erdi Rosadi)

Risiko infeksi 30 November 2022, 30 November 2022, 30 November 2022, 30 November 2022,
dibuktikan dengan Pukul 13.40 Pukul 13.45 Pukul 13.45 Pukul 14.00
efek prosedur Setelah dilakukan - Cuci tangan - Mencuci tangan S: -
invasif tindakan sebelum dan sebelum dan O:
keperawatan sesudah kontak sesudah kontak - Tidak terdapat
anestesi pasca dengan pasien dengan pasien dan tanda- tanda
operasi, risiko dan lingkungan lingkungan pasien infeksi
infeksi dapat pasien - Mempertahankan A:
teratasi dengan - Pertahankan teknik aseptic pada Masalah teratasi
kriteria hasil: teknik aseptic pasien berisiko sebagian
- Demam pada pasien tinggi P:
menurun berisiko tinggi Intervensi
- Kemerahan (SIKI Pencegahan dilanjutkan di
menurun Infeksi I.14539, bangsal
- Bengkak halaman 278)
menurun
- Tidak adanya
tanda infeksi
seperti rubor,
kalor, dan dolor
(SLKI Tingkat
Infeksi L.14135,
halaman 139)
(Erdi Rosadi)
BAB IV
ANALISA JURNAL

A. Identitas Jurnal
Judul Low Dose Spinal Anesthesia Bupivakain 0,5% 5 mg
dengan Adjuvan Fentanyl 50 mcg untuk Pasien
dengan Uncorrected Tetralogy of Fallot yang
menjalani Seksio Sesarea

Nama Jurnal Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

Volume dan Halaman Volume 2, nomor 2 hal 93-99

Tahun 2019

Penulis Hartono Rudi, Sri Rahardjo, dan Yusmein Uyun

DOI https://doi.org/10.47507/obstetri.v2i2.15

B. Analisa Jurnal
Pendahuluan Insiden pasien ibu hamil dengan kelainan jantung
sekitar 0,4–4,1%.1 Mortalitasnya mencapai sekitar
15% dan merupakan tingkat mortalitas yang utama
pada kehamilan secara umum. Tingkat angka harapan
hidup semakin meningkat seiring dengan semakin
berkembangnya modalitas untuk pemeriksaan
jantung dan teknik operasi pada pasien dengan
kelainan jantung. Pada laporan kasus ini
menggunakan tehnik anestesi low dose spinal dengan
harapan tidak terjadi perubahan hemodinamik yang
signifikan sehingga tidak terjadi perubahan shunt dari
kanan ke kiri karena penurunan SVR.
Subjek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rekam
medis pasien yang dipasang LMA pada anestesi
umum tehnik inhalasi di Rumah Sakit Kasih Ibu
Denpasar yaitu sebanyak 1.016 orang dengan sample
sebanyak 46 kasus pada masing-masing pasien yang
dilakukan pemasangan LMA klasik dengan bilateral
packing dan LMA klasik dan tertera pada rekam
medis. Penelitian dilakukan berdasarkan usia,
mallampati pasien, posisi pembedahan, dan jenis
LMA

Kasus Kasus dalam jurnal terdiri dari:


- Anamnesa
- Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan Penunjang
- Pengelolaan Anestesi

Pembahasan Teknik anestesi pada pasien dalam kasus ini


dilakukan dengan low dose spinal anesthesia
menggunakan regimen 5 mg bupivakain heavy 0,5%
dan adjuvan fentanyl 50 mcg, dengan total volume 2
ml. Insersi jarum spinal ukuran 27-G pada Tuffier’s
Line, yang selanjutnya pasien segera diposisikan
supine setelah injeksi. Pada 96 Jurnal Anestesi
Obstetri Indonesia teknik ini, tidak dilakukan head up
maupun head down. Kami dapatkan bahwa skor
Bromage 1 tercapai dalam 59–63 detik, Bromage 2
dalam 89–99 detik dan bromage 3 dicapai dalam 130–
170 detik setelah insersi. Sedangkan ketinggian blok
T6 tercapai dalam 4 menit. Delivery incision time 10
menit. Hemodinamik setelah injeksi spinal tetap
stabil dengan fluktuasi yang minimal dan tidak
didapatkan perubahan bermakna bila dibandingkan
dengan hemodinamik awal dari pasien. Tekanan
darah sebelum dilakukan spinal 100/60 mmHg
dengan laju nadi 67 kali per menit dan saturasi
oksigen 80% menggunakan non rebreathing mask
(NRBM) 10 liter per menit.
Simpulan Low dose spinal anesthesia dapat digunakan sebagai
alternatif pembiusan pada pasien kehamilan dengan
uncorrected tetralogy of fallot tetapi harus
disesuaikan dengan kondisi pasien sebelum
dilakukan pembiusan. Low dose spinal anesthesia
yang dilakukan pada pasien ini tidak menyebabkan
hipotensi karena intesitas blok simpatis yang lebih
rendah sehingga vasodilatasi, penurunan SVR, dan
perubahan shunt dari kanan ke kiri tidak terjadi.
Kelebihan - Penelitian sudah termasuk dalam level yang
cukup tinggi dalam hierarchy of evidence karena
sudah menggunakan metode penelitian dengan
case control
- Teradapat kasus dan pembahasan yang detail
Kelemahan - Kurangnya tabel penyajian data
- Kurangnya diagram pada kasus
- Tidak adanya data kasus secara umum
BAB V
KESIMPULAN

Abortus merupakan salah satu masalah di dunia yang mempengaruhi kesehatan,


kesakitan dan kematian ibu hamil. Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi
yang terjadi pada umur kehamilan < 20 minggu dan berat badan janin ≤500 gram.
Pada kasus Ny.I dengan diagnosa medis didiagnosa mengalami G3P2A0 Hamil
8 Minggu dengan kematian Mudigah. Tindakan yang direncanakan adalah
Kuretase dengan Regional Anestesi-Sub Arachnoid Block dengan status fisik ASA
I memiliki diagnose keperawatan anestesi sebagai berikut.
1. Pre Anestesi
b. Cemas b.d kurang terpaparnya informasi
2. Intra Anestesi
c. Risiko perdarahan dibuktikan dengan tindakan pembedahan
d. Pola nafas tidak efektif b.d dengan efek agen farmakologis anestesi
3. Post Anestesi
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan efek agen farmakologis
anestesi
d. Risiko infeksi dibuktikan dengan tindakan prosedur invasif
Berdasarkan masalah keperawatan yang muncul, penulis mencari diagnosa
keperawaran berdasarkan SDKI, perencanaan keperawatan berdasarkan SIKI, dan
kriteria hasil berdasarkan SLKI. Setelah dilakukan intervensi sebagian masalah
keperawatan teratasi sepenuhnya.
Terkait dengan review jurnal yang berkaitan dengan kasus dapat disimpulkan
bahwa sangat penting bagi tenaga medis termasuk penata anestesi untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kasus.
A. SARAN
1. Bagi Institusi rumah sakit dan tenaga kesehatan
- Diharapkan institusi dan tenaga kesehatan dapat mempertahankan dan
mengembangkan Standard Operation Procedure (SOP) pada pasien
perioperative untuk meningkatkan pelayanan anestesi yang optimal.
- Diharapkan seluruh tim Instalasi Bedah Sentral, khusunya penata anestesi
dapat melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa, melaksanakan
implementasi, dan mengevaluasi respon pasien pada tahap pre hingga pasca
anestesi.
DAFTAR PUSTAKA

Autoridad Nacional del Servicio Civil. (2021). Hubungan Status Fisik Dengan Waktu
Pulih Sadar Pada Pasien General Anestesi. Angewandte Chemie International
Edition, 6(11), 951–952., 2013–2015.
Gitleman, L. (2018). Asuhan keperawatan medikal bedah deng hipertensi. Paper
Knowledge. Toward a Media History of Documents, 2019.

Hartono, R., Rahardjo, S., & Uyun, Y. (2020). Low Dose Spinal Anesthesia
Bupivakain 0,5% 5 mg dengan Adjuvan Fentanyl 50 mcg untuk Pasien dengan
Uncorrected Tetralogy of Fallot yang Menjalani Seksio Sesarea. Jurnal Anestesi
Obstetri Indonesia, 2(2), 93–99. https://doi.org/10.47507/obstetri.v2i2.15

Iii, B. A. B., Jenis, A., & Penelitian, D. (2014). 30 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
September 2019, 30–41.
Sirait, R. H. (2019). Kunjungan atau visite pra anestesia.
http://repository.uki.ac.id/2788/1/VisitePraAnestesia20172.pdf

Siti. (2010). Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan jenis operasi dengan waktu
Pulih Sadar Pasien Post Operasi General Anestesi di Recvery Rooom RSUD
Bangil. 2005, 1–12.

Anda mungkin juga menyukai