Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

G3P2A0 GRAVIDA 34-35 MINGGU DENGAN KETUBAN PECAH DINI

Disusun Oleh:
Rasyiqah Saratiana
1102016180

Pembimbing:
dr. Djoni Nurung, Sp.OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERITAS YARSI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI
PERIODE 03 JANUARI – 12 FEBRUARI 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
limpahan kenikmatan kesehatan jasmani maupun rohani sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan tugas laporan kasus yang berjudul “G3P2A0 Gravida
34-35 Minggu dengan Ketuban Pecah Dini”. Penulis menyadari bahwa laporan
kasus ini masih jauh dari kata sempurna, namun sekiranya apa yang penulis
lampirkan pada presentasi kasus ini adalah sebagaimana adanya. Penulis bermaksud
mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Djoni Nurung, Sp.OG (K), selaku dokter pembimbing kepaniteraan
klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD Kabupaten Bekasi.
2. dr. Nandi Nurhandi, Sp.OG, selaku kepala bagian. / SMF Ilmu Obstetri dan
Ginekologi RSUD Kabupaten Bekasi.
3. dr. Ronny, Sp.OG, dr. Yedi, Sp. OG selaku konsulen SMF Ilmu Obstetri
dan Ginekologi RSUD Kabupaten Bekasi, terimakasih atas bimbingan serta
arahannya.
4. Bidan selaku pembimbing lapangan di lingkungan VK, poli dan bangsal
RSUD Kabupaten Bekasi.
5. Semua teman coass, staff, perawat bagian SMF Ilmu Obstetri dan
Ginekologi RSUD Kabupaten Bekasi, terima kasih atas bimbingan dan
arahannya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini, oleh
karena itu, penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran dalam laporan kasus ini.
Akhir kata semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pihak- pihak yang membutuhkan umumnya. Akhir kata, penulis berharap semoga
presentasi kasus ini dapat menjadi rujukan sumber pustaka serta bermanfaat bagi
kita semua.
Bekasi, 16 Januari 2022
Rasyiqah Saratiana

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
BAB I ....................................................................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................................... 2
2. Ketuban Pecah Dini ................................................................................................................. 2
2.1 Definisi..................................................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi ........................................................................................................................... 2
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko ................................................................................................... 3
2.4 Klasifikasi ................................................................................................................................ 5
2.5 Patofisiologi ............................................................................................................................ 5
2.6 Diagnosis1,5.............................................................................................................................. 7
2.7 Tatalaksana ............................................................................................................................ 12
2.8 Prognosis ............................................................................................................................... 17
2.9 Pencegahan....................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB III .................................................................................................................................. 19
3.1 Identitas Pasien ..................................................................................................................... 19
3.2 Anamnesis ............................................................................................................................. 19
3.3 Status Reproduksi................................................................................................................. 21
3.4 Pemeriksaan Fisik ................................................................................................................ 22
3.3 Status Generalis .................................................................................................................... 22
3.5 Status Obstetri ....................................................................................................................... 23
3.6 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................................... 24
3.7 Resume................................................................................................................................... 25
3.8 Diagnosis Kerja ................................................................................................................... 25
3.9 Rencana Pemeriksaan ..................................................... Error! Bookmark not defined.
3.10 Penatalaksanaan ................................................................................................................. 26
3.11 Prognosis ............................................................................................................................. 26
3.12 Laporan Persalinan ....................................................... Error! Bookmark not defined.

ii
BAB IV .................................................................................................................................. 27
BAB V.................................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Masa kehamilan dapat menjadi suatu masa penantian dan perawatan yang
membutuhkan perhatian penuh karena selama kehamilan dapat terjadi banyak hal
yang tidak menentu. Salah satu hal tersebut adalah pecahnya selaput ketuban
sebelum waktunya selaput pelindung janin tersebut pecah.
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban
sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah
usia gestasi 37 minggu.1 Definisi lain menyebutkan, ketuban pecah dini adalah
pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada primigravida kurang
dari 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm.2
Dalam keadaan normal 8-10% selaput ketuban pecah dalam proses
persalinan atau hamil aterm. Ketuban Pecah Dini Prematur terjadi pada 1%
kehamilan. Masalah KPD memerlukan perhatian yang lebih besar, karena
prevalensinya yang cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPD aterm
terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm.1 Morbiditas pada kasus KPD
preterm cukup besar (76,67% dari 60 kasus) ketika durasi KPD>24 jam. Dengan
sepsis sebagai morbiditas tertinggi pada neonatus, diikuti oleh kompresi tali pusat,
berat badan lahir sangat rendah, dan fetal distress.3
Penyebab ketuban pecah dini masih belum jelas, namun terdapat beberapa
kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya KPD seperti infeksi, malpresentasi
janin, kehamilan multipel, polihidramnion, inkompetensi servik dan trauma pada
abdomen. Dalam penatalaksanaan KPD terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu memastikan diagnosis, menentukan umur kehamilan,
mengevaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin, serta apakah ada
tanda-tanda inpartu atau terdapat kegawatan janin.1 Oleh karena itu laporan kasus
ini akan membahas mengenai KPD mengingat pentingnya pemahaman mulai dari
pencegahan, diagnosis, hingga penatalaksanaan kasus KPD.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. Ketuban Pecah Dini


2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban
sebelum terjadinya persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai
kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya
efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidaktimbul tanda-
tanda awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaankurang dari 3
cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida. Ketuban pecah dini
dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm /
premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau
KPD preterm / preterm premature rupture of membranes (PPROM) dan bila terjadi
lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM.1,10

2.2 Epidemiologi
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm,
8-10% wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat
berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982
diperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru
menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan
meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti
korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan
solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan
kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu
kurang dari 7 hari.10
Insiden KPD di Indonesia berkisar 4,5%- 6% dari seluruh kehamilan,
sedangkan di luar negeri insiden KPD antara 6%-12%. KPD aterm <1% dari
seluruh kehamilan di Amerika. KPD aterm sekitar 11% dari seluruh kehamilan.

2
KPD preterm merupakan penyebab utama (33%) persalinan prematur dan termasuk
5 besar penyebab kematian bayi di dunia.11,12
PROM aterm terjadi pada sekitar 6,46 – 15,6% kehamilan aterm dan
PPROM terjadi pada terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan
7,4% dari kehamilan kembar. PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari
semua kelahiran prematur. Dapat diprediksi bahwa ahli obstetri akan pernah
menemukan dan melakukan penanganan kasus KPD dalam karir kliniknya.1
Kejadian KPD preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang mengalami
KPD preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi berat, bahkan fetus/
neonatus akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPD preterm
yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi mengalami kematian.
Persalinan prematur dengan potensi masalah yang muncul, infeksi perinatal, dan
kompresi tali pusat in utero merupakan komplikasi yang umum terjadi.1
Penelitian lain dengan 100 pasein KPD, 48% adalah primigravida, 83%
kasus KPD terjadi pada usia keamilan 37-41 minggu, dan mayoritas pasien (83%)
telah mengalami KPD >24 jam. Faktor risiko KPD pada penelitian ini beragam,
mulai dari riwayat KPD pada kehamilan sebelumnya (26%), infeksi saluran kemih
berulang (12%), hingga tidak diketahui (43%).4

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang
terjadi dalam kolagen matriks ekstra selular amnion, korion, dan apoptosis
membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti
infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti
prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas matrix
degrading enzyme.5 Berikut adalah hal-hal yang dicurigai sebagai penyebab KPD
yaitu:6,10
1. Infeksi
Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah misalnya
pada amnionitis atau korioamnionitis. Bila terdapat bakteri patogen di dalam

3
vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatalakan meningkat
10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh
adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat
pada membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan
melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks
metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya
ketuban oleh karena infeksi.
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan
kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan
mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah
ibu.
3. Inkompetensi servik, merupakan suatu keadaan dimana kanalis sevikalis
selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri biasanya akibat
persalinan, kuretase, atau tindakan bedah obstetri lainnya.
4. Distensi uterus, meningkatnya tekanan intra uterin secara berlebihan seperti
pada keadaan trauma, kehamilan ganda dan polihidramnion.
5. Kelainan letak janin dan uterus misalnya letak sungsang dan letak lintang,
sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP)
dan tidak ada yang menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
6. Faktor keturunan yaitu adanya kelainan genetik
7. Trauma dan prosedur medis (iatrogenik) seperti amniosentesis.
Berbagai faktor risiko berhubungan dengan KPD, khususnya pada kehamilan
preterm. Pasien berkulit hitam memiliki risiko yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan pasien kulit putih. Pasien lain yang juga berisiko adalah pasien dengan
status sosioekonomi rendah, perokok, mempunyai riwayat infeksi menular seksual,
memiliki riwayat persalinan prematur, riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan
sebelumnya, perdarahan pervaginam, atau distensi uterus (misalnya pasien dengan
kehamilan multipel dan polihidramnion). Prosedur yang dapat berakibat pada
kejadian KPD aterm antara lain sirklase dan amniosentesis. Tampaknya tidak ada
etiologi tunggal yang menyebabkan KPD. Infeksi atau inflamasi koriodesidua juga

4
dapat menyebabkan KPD preterm. Penurunan jumlah kolagen dari membran
amnion juga diduga merupakan faktor predisposisi KPD preterm. Pada perokok,
secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada
kehamilan prematur. Faktor-faktor lain, seperti : hidramnion, gemelli, koitus,
perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta
flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.1,10

2.4 Klasifikasi
1. KPD pada Kehamilan Preterm
Ketuban pecah dini preterm/ preterm premature rupture of
membranes (PPROM) adalah pecah ketuban yang terbukti dengan vaginal
pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia < 37 minggu
sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm adalah pecah ketuban saat
umur kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan
KPD preterm saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu sampai < 37
minggu. Definisi preterm bervariasi pada berbagai kepustakaan, namun
yang paling diterima dan tersering digunakan adalah persalinan < 37
minggu.
2. KPD pada Kehamilan Aterm
Ketuban pecah dini/ premature rupture of membranes (PROM)
adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal
pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37
minggu.

2.5 Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang
terjadi dalam kolagen matriks eksra selular amnion, korion, dan apoptosis membran
janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan
peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin,
sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas matrix degrading
enzyme.5

5
Degradasi kolagen dimediasi oleh matrix metaloproteinase (MMP) yang
dihambat oieh tissue inhibitors metalloproteinase-1 (TIMP-1). Mendekati waktu
persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi
proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas degradasi
proteolitik ini meningkat menjelang persalinan sehingga selaput ketuban menjadi
mudah pecah ketika menjelang persalinan.5
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta ketuban, fibroblast, jaringan
retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktivasi dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin.
Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada
selaput korion/amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah
spontan.6
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus
aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan
terjadinya degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon
terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP,
dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor
nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-
1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga
merangsang produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang
diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan
iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran.10
Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di
selaputketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan
juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi
darisel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang
aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya

6
keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya
menyebabkan pecahnya selaput ketuban.10

Gambar 1. Patogenesis PPROM7

7
Gambar 2. Mekanisme Multifaktorial yang Menyebabkan KPD10

8
2.6 Diagnosis1,5
Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm harus
meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan presentasi
janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal. KPD aterm didiagnosis secara
klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi adanya cairan amnion pada
pemeriksaan fisik.
Anamnesis
 Perlu diketahui waktu keluarnya cairan, wama, bau, dan volume.
 Usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya, serta
faktor risiko KPD pada pasien
 Menanyakan tanda-tanda persalinan seperti sakit perut hilang timbul dan
keluar lendir campur darah.
 Menanyakan riwayat demam, trauma dan tindakan medis seperti versi luar
dan prosedur amniocentesis.
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik umum
2. Leopold I-IV, His dan detak jantung janin
3. Inspekulo
 Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena
pemeriksaan dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan
risiko infeksi.
 Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk menilai pengeluaran
cairan atau darah dari OUE, jika tidak ada dapat dicoba dengan
menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien
batuk atau mengedan.
 Pemeriksaan inspekulo juga dilakukan untuk menilai adanya
servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin
(pada presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan pendataran
serviks, mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara
visual.

9
 Pooling cairan amnion pada forniks posterior mendukung
diangnosis KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien
untuk batuk dapaat memudahkan melihat pooling.
 Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak
diperlukan lagi pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi
diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat dikonfirmasi, lakukan tes pH
dari forniks posterior vagina atau Nitrazine Test (pH cairan amnion
biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina ~ 4.5 - 6) dan cari
arborization of fluid dari forniks posterior vagina.
 Jika tidak terlihat adanya aliran cairan amnion, pasien tersebut dapat
dipulangkan dari rumah sakit, kecuali jika terdapat kecurigaan yang
kuat ketuban pecah dini.
 Semua presentasi bukan kepala yang datang dengan KPD aterm
harus dilakukan pemeriksaan digital vagina untuk menyingkirkan
kemungkinaan adanya prolaps tali pusat
4. Colok vagina
 Ada cairan dalam vagina.
 Selaput ketuban sudah pecah.
 Menlai dilatasi dan pendataran serviks serta mendapatkan sampel
Ultrasonografi (USG)
● Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk menilai
indeks cairan amnion, taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi janin,
dan kelainan kongenital janin.
● Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan amnion yang
berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya
pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah
sangatlah besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak
menyingkirkan diagnosis.
Pemeriksaan Laboratorium
● Jika pooling dan tes nitrazin masih samar dapat dilakukan pemeriksaan
mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior. Cairan diswab dan

10
dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dengan mikroskop. Gambaran
“ferning” atau daun pakis menandakan cairan amnion.

Gambar 3. Gambaran Ferning


● Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk menyingkirkan
kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/ perineum. Jika diagnosis
KPD aterm masih belum jelas setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin
dan tes fern, dapat dipertimbangkan.
● Pemeriksaan seperti insulin-like growth factor binding protein-1 (IGFBP-1)
sebagai penanda dari persalinan preterm, kebocoran cairan amnion, atau
infeksi vagina terbukti memiliki sensitivitas yang rendah. Penanda tersebut
juga dapat dipengaruhi dengan konsumsi alkohol.
● Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina
tidak memprediksi infeksi neonatus pada KPD preterm.
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :

1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior


2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru
3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass
dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan
memberikan gambaran seperti daun pakis

Kriteria diagnosis KPD menurut Panduan Praktik Klinis Obgyn RSUP Sanglah:8
1. Hamil lebih dari 20 minggu
2. Keluar air dari OUE

11
3. Kertas lakmus merah menjadi biru.
4. Tidak ada tanda tanda inpartu.

2.7 Tatalaksana
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau
akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Penatalaksanaan
didasarkan usia gestasi yang berkaitan dengan proses kematangan organ janin dan
bagaimana morbiditas dan mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun
tokolisis.
1. PPROM usia kehamilan <24 minggu
Pada usia kehamilan dari 24 minggu dengan PPROM didapatkan bahwa
morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia dan takipnea transien
lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut dibandingkan pada
kelompok usia 36 minggu. Morbiditas mayor seperti sindrom distress
pernapasan dan perdarahan interventrikular tidak berbeda secara signifikan.5
2. PROM usia kehamilan 34 – 38 minggu
Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan akan
meningkatkan risiko korioamnionitis dan sepsis. Tidak ada perbedaan
signifikan terhadap kejadian respiratory distress syndrome. Penelitian
menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan lebih buruk dibandingkan
melakukan persalinan.1
3. Prolonged PROM
Antibiotik profilaksis disarankan pada kejadian PPROM. Pada sebuah
penelitian disimpulkan bahwa administrasi antibiotik mengurangi morbiditas
maternal dan neonatal dengan menunda kelahiran dan akan memberi cukup
waktu untuk profilaksis dengan kortikosteroid perinatal. Pemberian antibiotik
dapat dipertimbangkan digunakan bila Prolonged PROM (>24 jam).1
Tabel 1. Antibiotik yang digunakan pada KPD >24 jam
Medikamentosa Dosis R Frekuensi
Benzilpenisilin 1.2 gram IV Setiap 4 jam

12
Klindamisin (jika sensitif
600 mg IV Setiap 8 jam
penisilin)

Jika pasien datang dengan KPD >24 jam, pasien sebaiknya tetap dalam
perawatan sampai berada dalam fase aktif. Penggunaan antibiotik IV sesuai
dengan tabel diatas.

Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen


aktif dan ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan
pendekatan tanpa intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk
lebih aktif mengintervensi persalinan. Berikut ini adalah tatalaksana yang dilakukan
pada Ketuban Pecah Dini berdasarkan masing-masing kelompok usia gestasi.1
1. Ekspektatif5
a) Rawat di rumah sakit.
b) Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin 4 X 250 mg
selama 10 hari bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500
mg selama 7 hari). Atau dapat diberikan berupa kombinasi antara ampisilin
dengan eritromisin setiap 6 jam selama 48 jam, yang diikutin dengan
pemberian amoksisilin oral dengan eritromisin setiap 6 jam selama 5 hari.
c) Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d) Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negatif: beri kortikosteroid betametason/deksametason, observasi
tanda- tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37
minggu.
e) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (MgSO4 atau salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24
jam. MgSO4 selain sebagai tokolitik juga dapat menjadi neuroprotektor.
f) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan induksi.
Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
g) Pada usia kehamilan 32-37 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan jika memungkinkan periksa kadar lesitin dan

13
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
2. Aktif9
a) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan
seksio sesarea. Meskipun demikian, jika pasien memilih manajemen
ekspektatif harus dihargai. Induksi persalinan dengan prostaglandin
pervaginam berhubungan dengan peningkatan risiko korioamnionitis dan
infeksi neonatal bila dibandingkan dengan induksi oksitosin. Dapat pula
diberikan misoprostol 50μg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b) Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika:
● Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
● Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

Tabel 2. Skor Pelvik/Bishop Score

14
Tabel 3. Medikamentosa yang digunakan pada KPD
Magnesium MAGNESIUM SULFAT IV:
Untuk efek neuroproteksi pada Bolus 6 gram selama 40 menit dilanjutkan
PPROM < 31 minggu bila infus 2 gram/ jam untuk dosis pemeliharaan
persalinan diperkirakan dalam sampai persalinan atau sampai 12 jam terapi
waktu 24 jam

Kortikosteroid BETAMETHASONE:
untuk menurunkan risiko 12 mg IM setiap 24 jam dikali 2 dosis
sindrom distress pernapasan Jika Betamethasone tidak tersedia, gunakan
dexamethasone 6 mg IM setiap 12 jam

Antibiotik AMPICILLIN
Untuk memperlama masa laten 2 gram IV setiap 6 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam, dosis
diikuti dengan
AMOXICILLIN
250 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari dan
ERYTHROMYCIN
333 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari
Jika alergi ringan dengan penisilin, dapat
digunakan:
CEFAZOLIN
1 gram IV setiap 8 jam selama 48 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam
diikuti dengan :
CEPHALEXIN
500 mg PO setiap 6 jam selama 5 hari dan
ERYTHROMYCIN
333 mg PO setiap 8 jam selama hari

Jika alergi berat penisilin, dapat diberikan


VANCOMYCIN 1 gram IV setiap 12 jam
selama 48 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam
diikuti dengan
CLINDAMYCIN
300 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari

15
Gambar 4. Algoritme Manajemen Ketuban Pecah Dini1

16
2.8 Komplikasi
Ibu
Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi intrauterin.
Infeksi tersebut dapat berupa endomiometritis, maupun korioamnionitis yang
berujung pada sepsis. Pada sebuah penelitian, didapatkan 6,8% ibu hamil dengan
KPD mengalami endomyometritis purpural, 1,2% mengalami sepsis, namun tidak
ada yang meninggal dunia.
Diketahui bahwa yang mengalami sepsis pada penelitian ini mendapatkan
terapi antibiotik spektrum luas, dan sembuh tanpa sekuele. Sehingga angka
mortalitas belum diketahui secara pasti. 40,9% pasien yang melahirkan setelah
mengalami KPD harus dikuret untuk mengeluarkan sisa plasenta, 4% perlu
mendapatkan transfusi darah karena kehilangan darah secara signifikan. Tidak ada
kasus terlapor mengenai kematian ibu ataupun morbiditas dalam waktu lama.1
Janin
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan prematur.
Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput amnion sampai
persalinan secara umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi
pada saat KPD terjadi. Sebagai contoh, pada sebuah studi besar pada pasien aterm
menunjukkan bahwa 95% pasien akan mengalami persalinan dalam 1 hari sesudah
kejadian. Sedangkan analisis terhadap studi yang mengevaluasi pasien dengan
preterm 1 minggu, dengan sebanyak 22 persen memiliki periode laten 4 minggu.
Bila KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat mengalami sekuele
seperti malpresentasi, kompresi tali pusat, oligohidramnion, necrotizing
enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan intraventrikel, dan sindrom distress
pernapasan.1

2.8 Prognosis
PPROM dikaitkan dengan 30-40% persalinan prematur dan merupakan
penyebab utama persalinan prematur yang dapat diidentifikasi. Sebanyak 85%
morbiditas dan mortalitas neonatus adalah akibat dari prematuritas. Jika PPROM
terjadi jauh sebelum aterm, terdapat risiko morbiditas dan mortalitas yang
signifikan ada pada janin dan ibu. Dengan demikian, tenaga kesehatan yang

17
merawat perempuan hamil dengan PPROM memegang peran penting dalam
manajemen dan perlu memahami potensi komplikasi dan kemungkinan intervensi
untuk meminimalkan risiko dan memaksimalkan kemungkinan hasil yang
diinginkan.9

18
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


ISTRI SUAMI
Nama : Ny. A Nama : Tn. A
Usia : 41 tahun Usia : 42 tahun
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMK
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Karyawan
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Golongan darah : A+
Alamat : Setu, Bekasi
No.RM : 2194xx
Tanggal Masuk RS : 4 Januari 2022 pukul 07.00
Tanggal Pemeriksaan : 4 Januari 2022 pukul 09.00

3.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 4
Januari 2022 pukul 09.00 di Ruang Bersalin RSUD Kabupaten Bekasi.

Keluhan Utama
G3P2A0 gravida 34-35 minggu dengan keluar air-air dari jalan lahir sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

Keluhan Tambahan
Terdapat mulas dan nyeri perut yang dirasakan hilang timbul sejak 6 jam
SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien Ny. A usia 41 tahun, G3P2A0 dengan usia kehamilan 34-35 minggu
datang ke IGD Kebidanan RSUD Kabupaten Bekasi pada tanggal 4 Januari
2022 pukul 07.00 dengan keluhan keluar air-air dari jalan lahir sejak 1 hari
SMRS secara tiba-tiba tanpa dapat ditahan oleh pasien. Air-air jernih, tidak
berbau, tidak disertai lendir ataupun darah, dan dirasakan cukup banyak hingga

19
membasahi celana dalam. Di rumah sakit, air-air masih keluar sedikit demi
sedikit. Keluhan timbul disertai dengan perut mulas dan nyeri perut yang
dirasakan hilang timbul sejak 6 jam SMRS. Menurut keterangan pasien, pasien
terakhir berhubungan badan dengan suaminya sekitar satu minggu yang lalu
dan pasien mengaku sering berhubungan badan dengan suaminya selama
hamil. Pasien menyangkal adanya keluhan lain seperti keputihan, demam,
batuk, sesak, nyeri kepala, mata berkunang-kunang, ataupun kaki bengkak.
BAB tidak ada keluhan. Gerakan janin masih aktif dirasakan pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat
penyakit pada organ reproduksi (-), persalinan prematur (-), sectio caesaria (-),
hipertensi sebelum ataupun selama kehamilan (-), trauma (-), DM (-), kolesterol
(-), gangguan darah (-), penyakit paru (-), penyakit jantung (-), penyakit ginjal
(-), epilepsi (-), asma (-), dan alergi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa (-), hipertensi (-), DM (-), kolesterol (-), gangguan
darah (-), penyakit paru (-), penyakit jantung (-), penyakit ginjal (-), epilepsi (-
), asma (-), dan alergi (-).

Riwayat Kebiasaan
Pasien seorang ibu rumah tangga yang memiliki kegiatan sehari-hari
membersihkan rumah, memasak dan menyuci. Pasien makan 3x sehari dengan
nasi dan lauk seperti tahu, tempe, telur, ayam dan ikan, dan sayur. Pasien jarang
mengonsumsi buah. Pasien mengaku selalu meminum suplemen selama
kehamilan yang diberikan bidan. Pasien tidak memiliki kebiasaan meminum
jamu. Pasien tidak memiliki riwayat merokok, konsumsi alkohol, maupun
penyalahgunaan zat-zat terlarang. Suami pasien memiliki kebiasaan merokok.

Status Sosial-Ekonomi
Pasien tinggal satu rumah bersama suami pasien dan anak. Pasien seorang
ibu rumah tangga dan suami pasien bekerja sebagai pedagang sayuran di pasar.
Pasien merupakan peserta asuransi kesehatan BPJS.

20
3.3 STATUS REPRODUKSI
Riwayat Menstruasi
Menarche : Usia 13 tahun
Siklus haid : 28 hari, teratur
Durasi : ±3-4 hari
Jumlah darah : ±3 pembalut/hari (50 cc/24 jam)
Keluhan saat haid : Tidak ada

Riwayat Pernikahan
Pasien menikah dua kali, pertama kali usia 16 tahun, dengan usia pernikahan
dengan suami pertama yaitu 21 tahun dan yang kedua 1 tahun.

Riwayat Kontrasepsi
Riwayat penggunaan kontrasepsi pil selama 13 tahun dan tidak ada keluhan.

Riwayat Obstetri
Paritas : G3P2A0, gravida 34-35 minggu
Hari pertama haid terakhir (HPHT) : 07 – 05 - 2021 (7 Mei 2021)
Hari perkiraan lahir (HPL) : 14 – 02 - 2022 (14 Februari 2022)
Usia kehamilan : 34-35 minggu
Riwayat Partus

Anak
No. Tahun Tempat Usia Penolong Penyulit Jenis Nifas Keadaan
Kehamilan Persalinan JK BB PB Anak
1. 1999 Rumah Aterm Paraji - Spontan ♀ 3500 g - T.A.K Hidup
2. 2014 Rumah Aterm Paraji - Spontan ♂ 2500 g - T.A.K Meningal
3. 2021 Kehamilan saat ini

Riwayat Asuhan Antenatal (ANC)


Pasien rutin kontrol kehamilan ke bidan setiap 1 bulan sekali. Hingga saat ini,
pasien sudah 8 kali kontrol kehamilan. Selama asuhan antenatal pasien tidak
memiliki keluhan.

21
3.4 PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda vital
 TD : 127/78 mmHg
 HR : 73 x/menit
 RR : 20 x/menit
 SpO2 : 97%
 Suhu : 36,4 oC
4. Antropometri
 BB : 67 kg
 TB : 157 cm

3.3 STATUS GENERALIS


 Kepala : Normocephal
 Mata : Pupil bulat isokor, 3 mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), konj.
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
 Mulut : Mukosa mulut basah, faring hiperemis (-), tonsil T1-T1,
hiperemis (-) bibir sianosis (-)
 THT : Normal, sekret (-), tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
 Leher : Trakea di medial, pembesaran tiroid atau KGB (-)
 Thorax
Inspeksi : Normochest, pergerakan dinding dada simetris, AP:T (1:2)
Palpasi : Fremitus vokal dan taktil paru kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/- BJ I-II
reguler, bising (-)
 Abdomen : Status obstetrikus
 Ekstremitas
Ekstremitas atas : Akral hangat +/+, edema -/-, CRT < 2 detik
Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, edema -/-, CRT < 2 detik, refleks

22
patella (+)

3.5 STATUS OBSTETRI


1. Pemeriksaan Luar
i) Inspeksi
Wajah : Chloasma gravidarum (-)
Payudara : Membesar (+/+), areola melebar dan hiperpigmentasi (+/+),
papilla mammae menonjol (+/+)
Abdomen : Tampak cembung gravida, linea nigra (+)
ii) Palpasi
TFU : 27 cm
TBJ klinis : (27 – 12) x 155 = 2.325 gram
Leopold I : Teraba bagian lunak, tidak melenting, kesan bokong
Leopold II : Teraba bagian keras memanjang, kesan punggung
disebelah kiri dan bagian kecil-kecil menonjol,
kesan ekstremitas disebelah kanan
Leopold III : Teraba bagian keras, bulat, melenting, kesan kepala
Leopold IV : Bagian terbawah janin sudah memasuki PAP
iii) Auskultasi
His : 1x/10”
DJJ : 157 x/menit
2. Pemeriksaan Dalam (VT)
● V/V : Tidak ada kelainan
● Portio : Tebal lunak
● ∅ : 2 cm
● Ketuban : (-), rembes warna jernih

23
3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah (4 Januari 2022)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin 12,9 g/dL 12,0-16,0
Hematokrit 37 (L) % 38,0 – 47,0
Eritrosit 4,64 10^6 /µL 4,20 – 5,40
MCV 80 fL 80 – 96
MCH 28 Pg/mL 28 – 33
MCHC 35 g/dL 33 – 36
Trombosit 404 10^3 /µL 150 – 450
Leukosit 13,1 (H) 10^3/µL 5,0 – 10,0
Hitung Jenis
Basofil 0 % 0,0 – 1,0
Eosinofil 0 (L) % 1,0 – 6,0
Neutrofil 75 (H) % 50 – 70
Limfosit 18 (L) % 20 – 40
NLR 4,17 <= 5,80
Monosit 7 % 2–9
Laju Endap Darah (LED) 75 (H) Mm/jam < 15

SEROLOGI
Anti HIV Penyaring
HIV Reagen 1 Non Reaktif Non Reaktif
Tanda Hepatitis
HbsAg (Rapid) Non Reaktif Non Reaktif

24
Cardiotocography (CTG) (4 Januari 2022)

Fetal Heart Rate : 130-160 dpm


Basal Heart Rate : 146 dpm

3.7 RESUME
Ny. A usia 41 tahun, G3P2A0 gravida 34-35 minggu dengan keluhan
pengeluaran cairan jernih pervaginam sejak 1 hari SMRS. Air-air jernih, tidak
berbau, tidak disertai lendir ataupun darah. Keluhan timbul disertai dengan perut
mulas dan nyeri perut yang dirasakan hilang timbul sejak 6 jam SMRS. Pasien
mengaku terakhir berhubungan badan dengan suaminya sekitar satu minggu yang
lalu dan pasien mengaku sering berhubungan badan dengan suaminya selama
hamil. Pada pemeriksaan fisik ditemukan dalam batas normal. Pada pemeriksaan
leopold didapatkan TFU 27 cm, bagian teratas bokong, punggung kiri, bagian
terbawah kepala, dan sudah masuk PAP. Pada pemeriksaan dalam (VT)
didapatkan portio tebal lunak dan terdapat pembukaan 2 cm. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan leukositosis dan LED meningkat.

3.8 DIAGNOSIS KERJA


Ibu : G3P2A0, gravida 34-35 minggu inpartu kala I fase laten dengan
ketuban pecah dini (KPD).
Janin : Janin tunggal hidup, intrauterine, presentasi kepala, DJJ: 157x/
menit, reguler

25
3.9 PENATALAKSANAAN
● Observasi KU, TTV, His ibu serta DJJ janin
● Injeksi IV Dexamethasone 2 x 1 ampul (5 mg)
● Injeksi IV Ceftriaxone 1 x 1 g
● KIE: Edukasi pasien dan keluarga terkait diagnosis serta rencana tindakan
yang akan dilakukan

3.11 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad malam

26
BAB IV

ANALISA KASUS

1. Apakah penegakkan diagnosis pada pasien ini sudah tepat?


 G3P2A0, dengan usia kehamilan 34-35 minggu
Pasien saat ini sedang dalam kehamilan ke-3, sebelumnya pasien
melahirkan anak pertama pada tahun 1999. Berdasarkan anamnesis,
pasien mengatakan HPHT tanggal 7 Mei 2021. Bila dihitung perjalanan
usia kehamilan berdasarkan rumus Naegel, didapatkan taksiran
persalinan pada 14 Februari 2022. Pasien diperiksa pada 4 Januari 2022
sehingga usia kehamilan 34-35 minggu.
 Ketuban Pecah Dini (KPD)
Berdasarkan anamnesis, pasien Ny. A dengan usia kehamilan 34-35
minggu datang dengan keluhan pengeluaran pervaginam sejak 1 hari
SMRS berupa cairan jernih tanpa bau dan tidak disertai lendir dan darah.
Keluhan disertai dengan perut mulas sejak 6 jam SMRS. Pada
pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan dalam (VT) dan didapatkan
ketuban mengalir, portio tebal lunak dan pembukaan 2 cm. Pada pasien
tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo ataupun nitrazine test.
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput
ketuban sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi
sebelum usia gestasi 37 minggu dan disebut sebagai KPD preterm.1 KPD
didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi adanya
cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui
waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran
persalinan. Pada pemeriksaan fisik, tampak keluarnya cairan dari vagina.
Perlu dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk mengkonfirmasi adanya
pooling pada forniks posterior. Jika diagnosis KPD masih belum jelas
setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin (hasil: kertas lakmus

27
merahbiru) dan tes ferning (hasil: gambaran seperti daun pakis), dapat
dipertimbangkan.

2. Apakah etiologi dan faktor resiko pada pasien sudah sesuai dengan
teori?
Pada pengkajian etiologi dan faktor resiko melalui anamnesis
didapatkan bahwa pasien sering melakukan hubungan seksual selama
kehamilan, pasien merupakan perokok pasif karena suami pasien merokok.
Hal-hal tersebut termasuk kedalam etiologi dan faktor resiko KPD. Pada
pemeriksaan darah rutin didapatkan leukositosis dan LED meningkat pada
pasien yang merupakan salah satu tanda terjadinya infeksi pada pasien dan
merupakan faktor resiko terjadinya KPD.

3. Apakah pengelolaan pada kasus ini sudah tepat?


Pasien diberikan tatalaksana sebagai berikut:
 Observasi KU, TTV, His ibu serta DJJ janin
 KIE: Edukasi pasien dan keluarga terkait diagnosis serta rencana
tindakan yang akan dilakukan
Kortikosteroid
 Injeksi IV Dexamethasone 2 x 1 ampul (2 x 5 mg)

Kortikosteroid diberikan pada usia kehamilan 32-37 minggu untuk


pematangan paru-paru janin sehingga menurunkan risiko respiratory
distress syndrome (RDS) dan mortalitas janin serta neonatal. Dapat
diberikan dexamethasone 2 x 5 mg atau betametasone 1 x 12 mg IM
selama 2 hari atau pemberian surfaktan.3

Antibiotik
 Injeksi IV Ceftriaxone 1 x 1 g

Antibiotik profilaksis disarankan pada kejadian KPD preterm.


Administrasi antibiotik mengurangi morbiditas maternal dan neonatal
dengan menunda kelahiran yang akan memberi cukup waktu untuk
profilaksis dengan kortikosteroid perinatal.3

28
4. Bagaimanakah prognosis pada pasien ini?
Quo ad vitam pasien adalah bonam karena tanda vital pasien saat
masuk ke RS masih baik, tidak ada komplikasi, setelah pasien partus
keadaan pasien dapat membaik. Quo ad functionam pasien dubia ad bonam
karena pasien masih sehat dan masih bisa melakukan aktivitas seperti biasa.
Prognosis pada pasien untuk quo ad sanactionam atau kekambuhan adalah
dubia ad malam karena riwayat KPD merupakan salah satu resiko terjadinya
KPD sehingga apabila pasien sudah mengalami KPD pada kehamilannya
maka kemungkinan besar kehamilan pasien di masa depan akan mengalami
KPD juga.

29
BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan suatu kasus pada perempuan usia 41 tahun, multigravida,


dengan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm. Pada pasien ini ditemukan
faktor risiko yang kemungkinan mendasari terjadinya ketuban pecah dini yaitu
sering melakukan hubungan seksual selama kehamilan, pasien merupakan perokok
pasif ditemukan tanda infeksi seperti leukositosis dan LED meningkat. Penegakkan
diagnosis KPD didasarkan secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi
adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan bergantung pada
usia gestasi yang berkaitan dengan proses kematangan organ janin dan bagaimana
morbiditas dan mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). 2016. Pedoman


Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Ketuban Pecah Dini. p1-17.
2. Rustam, M., 1998. Sinopsis Obstetri 2nd ed., Jakarta.
3. Khan, S. & Khan, A.A., 2016. Study on Preterm Premature Rupture of
Membrane With Special Reference to Maternal And Its Fetal Outcome. ,
5(8), pp.2768–2774.
4. Gahwagi, M.M.M., Busarira, M.O. & Atia, M., 2015. Premature Rupture of
Membranes Characteristics , Determinants , and Outcomes of in Benghazi ,
Libya. , (August), pp.494–504.
5. Prawihardjo S dan Wiknjosastro, H. Ilmu Kebidanan; Ketuban Pecah Dini.
Ed.4,. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2020.
6. Parry, S. & Strauss, J.F., 1998. Premature Rupture of the Fetal Membranes.
The New England Journal of Medicine, 338, pp.663–670.
7. Calgary guide. Preterm Prelabor Rupture of Membranes (PPROM).
Diakses pada 17 Oktober 2021. https://calgaryguide.ucalgary.ca/preterm-
prelabor-rupture-of-membranes-pprom-pathogenesis-and-clinical-findings/
8. SMF Obstetri dan Ginekologi, 2015. Panduan Praktik Klinis SMF Obstetri
dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar. In pp. 90–94.
9. Jazayeri A. Premature Rupture of Membranes. 2018. Diakses pada 17
Oktober 2021. https://emedicine.medscape.com/article/261137-
overview#a1
10. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD).
Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta:
EGC; 2001. Hal: 229-232.
11. Rohmawati N, Wijayanti Y. Ketuban Pecah Dini di RSUD Ungaran.
HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development). 2018 Feb
1;2(1):23-32.

31
12. Liwang P, Yuswar P, Wijaya E, Sanjaya N. Kapita Selekta Kedokteran
Jakarta: Media Aesculapius. 2020; 990-992

32

Anda mungkin juga menyukai